Anda di halaman 1dari 16

Nama : Yosua Fernando Hutagaol

Kelas : 5AM1M
Mata Kuliah : Manajemen Kualitas

Sejarah Manajemen Kualitas


Perkembangan manajemen kualitas telah dimulai sejak awal tahun 1920 yang
dimotori oleh beberapa ahli di bidang kualitas. Periode ini dapat dikatakan sebagai
periode awal yakni 1920-1940. Pada periode ini manajemen kualitas fokusnya
masih sebatas pada inspeksi atau pengawasan. Pandangan saat itu menyatakan
bahwa bila inspeksi dilakukan dengan baik, maka hasil kerja akan baik pula. Bila
hasil kerja baik dalam arti sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, maka
disebut berkualitas. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka posisi inspektor
menjadi penting. Mereka melakukan pengawasan dengan mengukur hasil
produksi berdasarkan spesifikasi. Untuk memudahkan kerja mereka, maka
penggunaan konsep statistik yang dikembangkan untuk dapat diaplikasikan dalam
pengendalian variabel produk seperti panjang, lebar, berat, tinggi, daya tahan
melalui pengambilan sampel untuk menguji penerimaan kualitas produk.
Pemanfaatan konsep statistik di bidang manajemen kualitas saat itu diprakarsai
oleh para ahli seperti Walter A. Stewart, H.F. Dodge, dan H.G. Romig.
Periode kedua (1940-1985). Manajemen kualitas pada periode awal yang
berfokus semata pada inspeksi, ternyata dalam perkembangannya tidak mampu
mengatasi persoalan-persoalan terkait kualitas, sehingga juga tidak membuat
perusahaan menjadi lebih berdaya saing. Persoalan-persoalan kualitas yang tak
dapat diatasi oleh manajemen kualitas yang semata berfokus pada inspeksi telah
mendorong perubahan pandangan. Yang dulu dikatakan bahwa persoalan
peningkatan kualitas dapat diatasi dengan inspeksi, namun perlu suatu
pengendalian kualitas. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka tanggung
jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control independent. Pada periode
kedua ini, pertama kali diiperkenalkan konsep total quality control oleh
Feigenbaun pada tahun 1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality
control organizationwide di tahun 1970 dan menjadi konsep total quality system
pada tahun 1983. Pengendalian kualitas berkembang menjadi penjaminan kualitas
yang berfokus kepada proses dan kualitas produk melalui pelaksanaan audit
operasi, pelatihan analisis, kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan
kualitas. Aspek kualitas mulai dievaluasi melalui penerapan fungsi-fungsi
manajemen kualitas.
Periode ketiga (1985-1990). Pada masa ini muncul kesadaran bahwa
manajemen kualitas hanya akan efektif bila dilaksanakan secara komprehensif dan
holistik. Mulai dari awal proses hingga hasil akhir, mulai dari manajemen puncak
hingga pekerja di shop floor. Pada periode ini pula diperkenalkan konsep total
quality management. Selanjutnya Total Quality Management berkembang
menjadi learning organization yang menggunakan filosofi continous quality
improvement dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan.
Periode keempat (Abad XX-sekarang). Perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi, juga berimbas pada perkembangan pesat di bidang
manajemen kualitas. Saat ini, konsep manajemen kualitas berkembang bersama
dengan berkembangnya konsep e-learning atau electronics learning. Aplikasi
manajemen kualitas menjadi lebih canggih dengan memanfaatkan teknologi
informasi. Mulai dari bagaimana persoalan kualitas diidentifikasi, bagaimana
perencanaan kualitas disusun hingga bagaimana pengendalian kualitas dilakukan,
semuanya dapat dilakukan dengan cepat dan akurat.

Total Manajemen Quality (TQM)


Total Quality Management, merupakan perkembangan lebih lanjut dari
peningkatan kualitas yang dibicarakan oleh Deming. TQM diperkirakan muncul
pada tahun 1980 dari Jepang yang menerapkan peningkatan kualitas secara terus-
menerus. TQM terus berkembang dan pada tahun 1990 telah banyak diadaptasi
oleh banyak perusahaan.
Filosofi dari TQM atau total quality management adalah selalu meningkatkan
kualitas barang dan jasa untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sebagai strategi
jangka panjang perusahaan dalam bersaing dan bertumbuh. Peningkatan kualitas
harus dikerjakan seluruh lini perusahaan mulai dari pembelian barang baku,
proses produksi, bagian keuangan , bagian sumber daya manusia dan lain-lain.
Pengertian Total Manajemen Quality
Mendefinisikan mutu/kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif.
Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap
berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat
yang lain).
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat
didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan),
Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management
(tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga
kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan
kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan
berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan“ (Kid
Sadgrove, 1995). Seperti halnya kualitas, berikut merupakan pengertian Total
Manajemen Quality menurut para ahli, antara lain:
Perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang
dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan
pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993, p.135).
1. Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi (Santosa, 1992, p.33).
2. Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus
atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
3. Gaspersz (2001:4), “TQM didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan
performansi secara terus-menerus (continuous performance improvement)
pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari
suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan
modal yang tersedia.
4. Menurut Purnama (2006:51), “TQM adalah sistem terstruktur dengan
serangkaian alat, teknik, dan filosofi yang didisain untuk menciptakan
budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan
partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan
tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen.
5. Hitt, Ireland dan Hoskisson (2001:223) mengatakan “TQM adalah
inovasi manajerial yang menekankan komitmen total organisasi kepada
pelanggan dan untuk terus-menerus melakukan perbaikan setiap proses
melalui penggunaan pendekatan pemecahan masalah, digerakkan oleh
data, didasarkan pada pemberdayaan kelompok- kelompok dan tim-tim
karyawan.
6. Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan bahwa Total Quality
Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan
lingkungannya.

Unsur-unsur utama TQM

Menurut Nasution (2004 : 22), dalam penerapan TQM, ada 10


unsur utama yang dikembangkan oleh Goetsch dan Davis (1994)
dijelaskan sebagai berikut
1. Fokus pada pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan penggerak. Pelanggan eksternal menentukan kualitas
produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan
pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga
kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau
jasa.
2. Obsesi terhadap kualitas
Dengan adanya kualitas yang telah ditetapkan, organisasi harus
terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang telah ditentukan
sebelumnya. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada tiap level
berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan
perspektif untuk melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik.
3. Pendekatan ilmiah
Pendekatan ilmiah diperlukan dalam penerapan TQM, terutama
untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang
didesain tersebut.
4. Komitmen jangka panjang
TQM merupakan suatu paradigm baru dalam melaksanakan bisnis.
Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena
itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan
perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerjasama tim ( Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim,
kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan
perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga
pemerintahan, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan (continuous improvement)
Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-
proses tertentu di dalam suatu sistem / lingkungan. Olek karena itu,
sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas
yang dihasilkannya dapat semakin meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan
Dalam menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan
faktor yang fundamental untuk dapat berkembang dan bersaing
dengan perusahaan lain, apalagi dalam era persaingan global.
8. Kebebasan yang terkendali
Kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan
terlaksana dengan baik.
9. Kesatuan tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus
memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat
diarahkan pada tujuan yang sama.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang
penting dalam penerapan TQM. Menurut Tjiptono dan Anastasia,
(2003 : 128) “ Tujuan pelibatan dan pemberdayaan adalah untuk
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan customer
value.

Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM.
Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM
harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya.
Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan


berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang
program, termasuk dalam setiap proses dan produk.
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat
dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan
memberinya inspirasi.
3. Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi
yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis
depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama
menjadi kenyataan.
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga
semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap
sudut dan celah organisasi.

Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip


dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk,
Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.

Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi.


Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu
di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi
yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen
yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang
lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah
satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam


Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N.
Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu
Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang
berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk
itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :

1. Kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang.
3. Manajemen berdasarkan fakta.
4. Perbaikan berkesinambungan.

Metode TQM
TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan
sistem manajemen kelas dunia. Selayaknya suatu sistem dibuat tentu
memiliki tujuan yang ingin dicapai.
Menutut Ibrahim (2000 : 22), Tujuan TQM ialah untuk
memberikan produk atau jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable satisfaction) yang
pada gilirannya akan menimbulkan pembelian berkesinambungan
sehingga dapat meningkatkan produktivitas produsen mencapai skala
ekonomis dengan akibat penurunan biaya produksi.

Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem


nilai suatu organisasi. Dalam bukunya Nasution (2005 : 30), menurut
Hensler dan Brunell ( dalam Scheuing dan Christopher, 1993 : 165-166),
ada empat prinsip utama dalam TQM yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Kepuasan Pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas
tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu,
tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Srimindarti
mengemukakan dalam tulisannya bahwa, Kunci persaingan dalam pasar
global adalah kualitas total yang mancakup penekanan-penekanan pada
kualitas produk, kualitas biaya atau harga, kualitas pelayanan, kualitas
penyerahan tepat waktu, kualitas estetika dan bentuk-bentuk kualitas lain
yang terus berkembang guna memberikan kepuasan terus menerus kepada
pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal (Hansen dan Mowen, 1999).
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipenuhi dalam segala aspek,
termasuk di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena
itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan
para pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang menerapkan TQM, setiap karyawan dipandang
sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan
demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan
dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam
tim pengambil keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Prinsip ini menekankan bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada
data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang
berkaitan dengan hal ini. Pertama prioritas (prioritization), yakni suatu
konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan di semua aspek pada saat
yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh
karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam
organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital.
Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistic
dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan
bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian,
manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan
yang dilakukan.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep ini terdiri dari
langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap
hasil yang diperoleh.

Manfaat Program TQM


TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun
bagi staf organisasi.
1. Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
a. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau
pelayanan.
b. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih
diperhatikan.
c. Kepuasan pelanggan terjamin.
2. Manfaat TQM bagi institusi adalah:
a. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
b. Staf lebih termotivasi
c. Produktifitas meningkat
d. Biaya turun
e. Produk cacat berkurang
f. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
3. Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
a. Pemberdayaan
b. Lebih terlatih dan berkemampuan
c. Lebih dihargai dan diakui
4. Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat
dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
a. Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya
sekedar pengikut (follower)
b. Membantu terciptanya tim work
c. Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
d. Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap
perubahan
e. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah

2.1.1 Persyaratan Implementasi TQM


Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang
diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2. Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3. Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas
4. Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5. Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan
TQM
6. Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7. Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk
hambatan
8. Merencanakan mutasi program TQM.

Manajemen By Objective (MBO)


Management By Objective atau sering disingkat dengan MBO adalah
pendekatan sistematis dan terorganisir yang menekankan pada pencapaian sasaran
organisasi. Dalam jangka panjang, penerapan MBO ini memungkinkan
manajemen untuk mengubah pola piker organisasi menjadi lebih berorientasi pada
hasil.

Konsep Management By Objective (MBO) atau dalam bahasa Indonesia


disebut dengan “Managemen berdasarkan Objektif” ini pertama kali dikemukakan
oleh Peter Drucker dalam bukunya yang berjudul “The Practice of Management”
pada tahun 1954. Menurut Peter Drucker, tujuan organisasi yang ditetapkan harus
melalui proses persetujuan antara manajemen dan karyawannya, bukan
dipaksakan dari atas. Cara demikian akan lebih efektif dalam mendelegasikan
otoritas pada sebuah organisasi besar sehingga semua karyawan memahami dan
turut berkomitmen untuk pencapaian sasaran organisasi tersebut. Sasaran-sasaran
dalam organisasi dibuat secara bertingkat mulai dari sasaran organisasi
keseluruhan, sasaran divisi, sasaran departemental hingga sasaran individu
karyawan itu sendiri.

Konsep Management by Objective (MBO)


Adalah sebuah kesepakatan formal antara pimpinan dan bawahan
dalam hal:

1. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan (subordinates);


2. Perencanaan yang akan dilakukan
3. Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan
4. Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.

Konsep MBO diperkenalkan oleh Peter Drucker pada akhir tahun


1950. Dilaksanakan berdasarkan asumsi dasar, bahwa apa yang terjadi
dilapangan belum tentu sesuai dengan apa yang dipahami oleh pimpinan.
Pimpinan seringkali lebih berfungsi dalam penetapan kebijakan, adapun
yang bersifat teknis biasanya dilakukan oleh bawahan.
Partisipasi aktif semua pihak dalam organisasi adalah kunci penting
keberhasilan pendekatan MBO dalam perencanaan organisasi.
Sistem Management by Objective yang efektif
a) Adanya komitmen para manajer tujuan pribadi dan organisasi,
sehingga dia harus berjumpa dengan bawahannya untuk memberikan
penetapan tujuan dan menilainya.
b) Penetapan tujuan manajemen puncak yang dinyatakan dalam nilai
tertentu yang dapat diukur, sehingga antara manajer dan bawahan
mempunyai gagasan yang jelas tentang apa yang diharapkan oleh
manajemen puncak, sehingga dapat diketahui antara individu dengan
tujuan organisasi secara keseluruhan.
c) Tujuan perseorangan, dimana antara manajer dan bawahan harus
merumuskan tujuan bersama dan tanggung jawab terhadap bagiannya
secara jelas guna memahami tentang apa yang akan dicapai.
d) Perlunya partisipasi semua pihak, dimana semakin besar partisipasi
dari semua anggota, maka semakin besar tujuan yang akan tercapai.
e) Otonomi dan implementasi rencana, disini bawahan dan manajer
bebas untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program-
program pencapaian tujuannya.
f) Peninjauan kembali prestasi yang dilakukan secara periodik terhadap
kemajuan tujuan.

Kelebihan dan kelemahan Management by Objective (MBO)

Kelebihan:
a) MBO memiliki manfaat dalam meningkatkan kualitas pengelolaan
organisasi
b) MBO memaksa para manajer untuk memikirkan perencanaan untuk
mencapai hasil-hasil dan bukan semata-mata merencanakan sejumlah
aktivitas dan pekerjaan
c) MBO juga bisa memaksa manajer untuk memperjelas berbagai peran
dan struktur organisasi
d) MBO menuntut setiap posisi diisi oleh orang yang tepat dan sesuai
dengan posisi tersebut
e) Bagi MBO, setiap orang yang bekerja didalam organisasi tidak
sekedar bekerja secara mekanis dengan mengikuti intruksi yang ada
dan menunggu perintah, bimbingan dan berbagai keputusan dari
atasannya
f) MBO mampu membantu terciptanya suatu perencanaan yang efektif
juga terbukti mampu melakukan pengendalian yang efektif

Kelemahan:
a) MBO terlihat sekilas sangat sederhana namun dibalik
kesedehanaannya membuat para manajer MBO harus benar-benar
memahaminya sebab jika tidak maka mereka akan sulit
menjelaskannya kepada bawahannya
b) MBO tidak bisa berhasil apabila tidak mampu memberikan garis-garis
pedoman yang perlu. Oleh karena itu manajer harus mengetahui
dengan tepat tujuan perusahaan dan aktifitasnya (sesuai dengan tujuan
tersebut)
c) Tujuan yang kurang jelas akan mengakibatkan para manajer tidak
mampu menyesuaikan diri dengan MBO
d) Bagi organisasi yang menggunakan MBO, penetapan tujuannya
biasanya dilakukan untuk jangka pendek yang kurang dari setahun
e) Penerapan MBO juga menyebabkan ketidakluwesan dalam hal
perubahan sasaran dibandingkan konsep manajemen lainnya

Langkah-langkah Penerapan MBO


Berikut ini adalah beberapa langkah penting yang harus dilakukan
dalam menerapkan MBO :
1. Menentukan Sasaran dan Tujuan Utama Organisasi
2. Menentukan Sasaran dan Tujuan untuk masing-masing karyawan atau
departemen
3. Memantau perkembangan pelaksanaan dan kinerja kerja karyawan
4. Mengevaluasi Kinerja
5. Memberikan umpan balik (Feedback)
6. Memberikan Penghargaan kepada karyawan atau departemen yang
mencapai Sasaran yang ditetapkan tersebut.

Contoh Kasus Management By Obejective (MBO)


1. Perusahaan A merupakan perusahaan distributor tekstil. Perusahaan ini
telah menetapkan target bahwa untuk tahun ini akan meningkatkan laba
sebesar 30% dari tahun sebelumnya,dan menambah jumlah pelanggan
baru sebanyak 20% dari jumlah pelanggan tahun sebelumnya.Berbagai
divisi perusahaan membuat target sesuai dengan spesialisasinya
masing–masing.Misalnya,salah satu target divisi pemasaran;
“memperluas daerah pemasaran sampai ke luar pulau,akan
diorientasikan ke Pulau Sumatra,ditargetkan dalam jangka waktu 6
bulan sudah mulai ada pelanggan tetap yang akan terus membeli produk
Perusahaan A”. Setiap pegawai pun memiliki target tersendiri yang
nantinya akan memiliki andil dalam tercapainya target divisi masing –
masing. Misalnya target seorang sales dari divisi pemasaran,”melalui
bussines networking saya akan menambah relasi luar pulau, khususnya
Sumatra sebanyak 10 relasi dalam jangka waktu 6 bulan”. Setelah 6
bulan,akan ada evaluasi terhadap target – target yang telah disusun
(yang sebelumnya telah disetujui dan didiskusikan dengan setiap
pemimpin divisi).Apa saja yang telah dicapai,apa yang belum
tercapai,bagaimana cara memperbaikinya.Setelah 1 tahun berlalu,bisa
terlihat hasilnya. Dengan cara ini,pencapain target dan kinerja suatu
perusahaan akan terorganisir dengan baik.
2. Kasus dalam tujuan : MBO di Intel
Sebuah panduan manajer di intel menyediakan arahan sebagai berikut:
Mulai dengan sebagian kecil tujuan yang dipilih.
Atur tujuan bawahan anda untuk mengatur hasil utama mereka sendiri
untuk melaksanakan tujuan mereka.
a) Penerjunan dari tujuan dan maksud organisasi
b) Tujuan yang spesifik untuk setiap anggota
c) Pembuatan keputusan partisipatif
d) Menegaskan jangka waktu
e) Evaluasi penampilan dan kilas balik
f) Jelaskan tujuan korporasi pada tingkat dewan
g) Analisis tugas manajemen dan menemukan spesifikasi tugas resmi
yang mengalokasikan tanggung jawab dan keputusan terhadap para
manajer individual
h) Atur penampilan standar
i) Setuju dan atur tujuan spesifik
j) Meluruskan target individual
k) Mendirikan system informasi manajemen untuk memonitori
pencapaian terhadap tujuan
3. Penilaian performansi kerja karyawan ini mengambil lokasi
pengamatan di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom).
Posisi/jabatan karyawan yang dijadikan objek penilaian adalah Account
Manager (AM). Yang mana AM merupakan ujung tombak Telkom
dalam menjual produknya kepada Corporate Customer (CC). Adapun
yang dikategorikan sebagai CC oleh Telkom adalah pelanggan yang
memberikan kontribusi pendapatan diatas 500 juta rupiah kepada
Telkom per tahunnya. Maka dari itu, kedudukan AM menjadi sangat
krusial bagi Telkom dalam upaya memenangkan pasar Infokom di
Indonesia.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada bab dua mengenai sejarah manajemen kualitas,
total manajemen quality (TQM) serta manajemen by objective (MBO), maka
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
Perkembangan manajemen kualitas telah dimulai sejak awal tahun 1920
yang dimotori oleh beberapa ahli di bidang kualitas. Periode ini dapat
dikatakan sebagai periode awal yakni 1920-1940. Pada masa ini
ditemukannya konsep statistik dalam hal pengendalian variabel-variabel
produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan pengambilan sampel untuk
menguji penerimaan produk yang diprakarsai oleh Walter A. Stewart, H.F.
Dodge, dan H.G. Romig.
Berlanjut pada periode 1940-1985, pada periode ini diperkenalkannya
konsep total quality control yang pertama kali oleh Feigenbaum pada tahun
1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality control
organizationwide di tahun 1970 dan menjadi konsep total quality system pada
tahun 1983.
Kemudian pada periode 1985-1990, mulai diperkenalkannya konsep total
quality management oleh Frederick Taylor pada tahun 1990-an, yang dikenal
dengan sebutan Father of scientific Management dan terkenal dengan teorinya
Time and Motion Studies. Berlanjut pada abad 20-sekarang, dimana dengan
berkembangya teknologi informasi pada abad 20-an. Konsep manajemen
kualitas di barengi dengan konsep e-learning atau electronics learning.

Anda mungkin juga menyukai