Anda di halaman 1dari 2

DATANG (GERHANA) BULAN

Rembulan bersinar lagi


Mendung pun tiada lagi
Hati yang seakan mati
Kini gairah kembali
Rembulan bersinar lagi

Fenomena Gerhana bulan memang tak setiap tahun terjadi. Jika bersifat periodik, tentu bukan masuk
kategori fenomena –sepertinya–.

Dan karena ini fenomena. Sejak beberapa hari ini, media sosial dan WAG ramai pemberitahuan perihal
gerhana bulan, beberapa menginformasikan ajakan untuk melaksankan sholat gerhana bulan, tata
caranya, proses terjadinya baik menurut sains bahkan sampai kacamata mitos. Seluruhnya terhidang di
genggaman, mutakhir dan canggih.

Emak, salah satu orang yang begitu antusias dengan datangnya gerhana bulan ini. Sebelum senja tadi,
ketika saya membawa Zidan ke rumah Emak untuk jalan-jalan naik sepeda, Emak langsung menodong
saya dengan pertanyaan pelaksanaan sholat gerhana di Masjid. Wah, saya yang tidak tahu menahu
juga agak kaget. Lantas, Emak sambil menyuapi cucunya bercerita tentang Mbah saya, Almh. Hj. Siti
Anisah –Allahu yarhamha–.

Dulu, Mbah adalah orang yang paling heboh di lingkungan masjid jika ada fenomena alam seperti ini,
dengan sigap beliau akan menanak nasi, menyuruh putri-putrinya mencari dedaunan, meminta
putranya mencari dan memarut kelapa, yang kemudian menjadi hidangan semacam tumpeng atau
ingkung. Mbah semacam tidak mau melewatkan moment gerhana untuk sekedar membagi
kebahagiaan dengan rupa makanan. Saya diam dan menyimak Emak bercerita, dalam batin saya apa
yang diceritakan Emak tentang Mbah adalah sama yang sedang saya saksikan, kehebohannya,
semangatnya. Itulah mengapa Emak sedikit kecewa ketika saya menjawab tidak tau menahu perihal
pelaksanaan sholat gerhana di masjid terdekat kami.

Sekarang ini zaman begitu canggih, semua berita dan pengetahuan tentang gerhana terhidang
lengkap. Mulai tanggal terjadi, Waktu lengkap sampai ke detiknya, Umbra-nya, titik azimuth-nya semua
tersaji tanpa kita harus menghitung, jangankan menghitung belajar ilmu detailnya pun kita tidak
menjalani, jauh berbeda dengan jaman Mbah-mu dulu, lanjut Emak.

Mbah, dulu. Hanya tau informasi akan terjadinya fenomena-fenomena alam seperti ini dari kitab
“Mujarobat” milik Mbah kakung, Alm. H, Muhaddist –Allahu Yarhamhu–. Itupun tidak detail, mungkin
hanya bulannya saja yang di ketahui kapan, sedang hari pastinya Mbah biasa menunggu dari siaran
berita di radio. Saya yang mendengar itu hanya membayangkan bagaimana suasana rumah Mbah di
hari akan datangnya gerhana, tentu super heboh dan sibuk. Sementara senja tadi, saya masih tenang
ketika Emak bercerita dan berharap adanya pelaksanaan sholat gerhana. Bahkan setelah selesai cerita
soal gerhana masa lalu, saya masih sempat membawa anak saya keliling jalan-jalan naik sepeda roda
tiga, santai dan seperti tak heboh, duh Gusti.

Kehebohan kembali memuncak, ketika sepulang jalan-jalan. Saya sempatkan membuka WA, tertulis
pesan untuk mengumumkan pelaksanaan sholat gerhana di masjid, belum selesai saya membuat
pengumuman untuk di broadcast, Mbah Samilan –yang mengirim pesan—sudah ada di depan rumah.
Meminta kesediaan saya untuk jadi petugas dalam pelaksanaan tersebut. Dengan waktu yang mepet
heboh-lah saya, karena harus mempersiapkan hal itu. Mendengar akan adanya pelaksanaan di masjdi,
Emak, langsung menyambar ponselnya memesan beberapa hidangan untuk membagi kebahagiaanya,
untung saja, saya tidak di minta mencari dedaunan atau kelapa seperti jaman dahulu, gumam saya
dalam hati. Saya langsung pulang kerumah mertua mempersiapkan diri, meminta izin bu Ningrum,
wanita paling terjunjung se RT.40 untuk sedikit mengundurkan waktu rencana jalan kami, dan
alhamdulillah di setujui.

Dan pelaksanaan sholat gerhana terlaksana dengan lancar dan hikmad, meskti tak sebanyak jamaah
jumat ataupun ied –karena kemendadakan waktu, mungkin–, Namun setidaknya edukasi mengenai
pelaksanaan ibadah sholat gerhana ini tersampaikan. Seumur urip pernah ngelakoni, Walau cuma
sekali, setidaknya begitu.

Emak lega, Rembulan bersinar lagi.

Video source : @sacsongko (instagram)

Anda mungkin juga menyukai