Anda di halaman 1dari 5

Sigit Ismail Nurfadilah

XI-A-1

Melangkah

Sinar matahari yang mengintip dari balik jendela , mengetuk mata agar terbangun dari
mimpi buruk itu. Ayam bernyanyi sembari ditemani burung yang sedang berpuisi di pagi ini.
Lelaki itu bernama Nurjingga . Lahir 17 tahun silam, pada bulan oktober, di rumah sakit
yang berada di sudut Kota Tasikmalaya. Ia tumbuh di rumah sederhana dalam keluarga yang
sederhana, yang dimana ayah nya hanya seorang pedagang alat rumah tangga yang berdagang
di daerah Jawa Timur. Ibu nya ber profesi sebagai ibu rumah tangga tidak hanya diam dan
tidak hanya menerima uang dari sang suami yang berpenghasilan cukup kecil, beliau sering
membuat kue kecil dan menjual ke warung-warung kecil untuk membantu perekonomian
keluarga kecil nya dan untuk membiayai anak nya yang beranjak dewasa. Ayah nurjingga
membentuk karakter nurjingga menjadi seseorang yang tidak boleh cengeng dan menjadi
orang yang jujur, yang mesti berpendidikan tinggi supaya tidak seperti ayah nya yang hanya
sekolah sampai sekolah dasar.

Nurjingga yang lebih akrab dengan panggilan jingga terpikat pada kegiatan pecinta
alam yang dari sejak duduk dibangku smp kelas 9 sering diajak naik gunung oleh Rizal yang
kini sudah lulus sma . Gunung yang pertama jingga daki itu gunung ciremai yang memiliki
dua jalur pendakian yaitu , jalur apuy yang berada di derah majalengka dan jalur linggar jati
yang berada di daerah kuningan. Kecanduan jingga mendaki gunung kini ia memilih
ekstrakulikuler pecinta alam setelah ia masuk sma.

Ibunda jingga adalah wanita sederhana yang senantiasa mengingatkannya agar


beribadah dan tak lupa tuhan . Sesuatu yang telah lama tidak ia turuti. Tatkala jingga yang
pergi dari rumah , Sehabis bertengkar hebat dengan penilaian akhir semester di sekolah nya ,
ia membereskan alat-alat pendakian nya kedalam ransel yang bervolume 75 liter, hanya mata
ibunda nya yang berkaca-kaca memberatkan langkah nya melakukan pendakian ke daerah
Jawa Tengah bersama kedua orang sahabat nya yaitu Tata dan Iyan. Tata dan Iyan adalah
sahabat jingga sewaktu ia kecil . Pada akhir nya, ia tetap berangkat selepas mengecup kening
sang bunda dan meyakinkan bahwa dirinya akan kembali pulang ke rumah nya dengan
selamat.
Matahari membakar hari ,dedaunan mengering jatuh terdampar memijak muka bumi
ini tatkala kereta yang mereka tumpangi membawa mereka menjauhi rumah pukul 14.30
siang WIB.

”jing kamu yakin mau mendaki gunung yang ada di daerah jawa tengah?” Tanya Tata
sambil menghuapkan nasi ke dalam mulut nya.

“Di jawa tengah kan gunung yang tinggi diantara nya gunung slamet,gunung sindoro ,
gunung prau, dan gunung sumbing. Lalu kita mau mendaki gunung yang mana?” Tata
menoleh ke arah jingga.

Jingga yang sibuk dengan ponsel nya untuk mencari informasi mengenai gunung yang
berada di daerah jawa tengah itu.

“Gunung sumbing saja gimana? Gunung ini memiliki ketinggian 3371 meter diatas
permukaan air laut dan gunung ini adalah gunung tertinggi kedua di jawa tengah setelah
gunung slamet.” Jingga menoleh kepada kedua teman nya itu dengan mengangkat alis tanda
kode mengajak .

“Hayu meluncurrr” Tata dan iyan berteriak serempak .

Pandangan yang tak lepas terhadap ponsel yang jingga genggam untuk mencari
informasi tentang gunung sumbing dengan kedua teman nya yang sedang berlayar dalam
lautan mimpi nya. Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel jingga bahwasannya ada seorang
teman di media sosial nya menawarkan rumah nya untuk kita beristirahat sebelum mereka
melakukan pendakian yang akan di lakukan pada pagi hari.

Kereta yang mereka tumpangi itu sampai di stasiun magelang dan selanjut nya mereka
menggunakan bus untuk menuju terminal wonosobo yang lumayan jauh jarak nya . Mereka
tiba di terminal wonosobo pukul 11 malam .

Tata langsung pergi ke toilet ia tidak kuat menahan rasa sakit perutnya sedangkan
iyan dan jingga menunggu di sebuah warung cukup dekat dengan toilet umum. Mereka asik
mengobrol ngalor ngidul sembari menikmati kopi dan gorengan yang di suguhi oleh ibu-ibu
warung itu .

Obrolan semakin menghangat setibanya tata datang menyusuli jingga dan iyan.
Selepas bercengkrama mereka melanjut kan perjalan menuju desa garungan dimana desa itu
adalah desa terakhir sebeleum mendaki gunung sumbing. Mobil bus berukuran kecil dengan
tampilan ala ala jaman 90 an menjadi tumpangan mereka bertiga

Jaket tebal membungkusi badan juang dan ransel yang dibawa nya tatkala mereka
sampai di desa garungan sedangkan tata dan iyan yang hanya membaluti badan nya dengan
sarung itu melangkah turun dari bus yang mereka tumpangi.

Lelaki yang mengenakan jaket kumal dan rambut yang diuraikan seleher
menghampiri jingga

“Mas jingga?” Tanya lelaki untuk dengan nada suara tinggi.

Jingga dengan muka yang heran dan ragu melemparkan jawaban “iya ada apa mas?”

“ini saya joko yang semalam berchatingan dengan mas jingga yang menanyakan
tentang gunung sumbing di whatsapp, saya menunggua mas jingga sedari tadi dikarenakan
saya mengenali wajah mas jadi saya tidak ragu untuk menghampiri mas.” Lelaki untuk bicara
dengan sangat lancar dengan logat jawa nya itu.

“ohhhh ini mas joko ya, maap kirain saya siapa” jingga melempar tangan tanda
berminta maap sekaligus mengenalkan diri “iya saya jingga mas”

Mas joko dengan senang hati mengajak juang dan kedua temannya itu ke rumah
sederhana yang berada di kaki gunung .Rumah bilik dengan gaya khas di jawa itu menjadikan
tempat mereka berisitirahat sejenak .

Suara adzan di sebelah kiri rumah mas joko membuka mata juang yang tertidur pulas
sehabis perjalanan semalam untuk mengambil wudhu dan solat subuh dikamar .

Mentari pagi mengusir gelapa malam itu dikala ketiga sahabat itu sedang
membereskan kembali barang-barang dan perbekalan yang akan dibawa nya ke puncak
gunung sumbing.

Pukul 7 pagi, juang mendatangi base camp untuk mendaftarkan diri nya dan kedua
sahabat nya . Setelah semuanya beres ,mereka pun bersiap siap-siap memulai pendakian nya,
sebelum berangkat mereka berdoa terlebih dahulu.

“berdoa sesuai kepercayannya masing-masing dimulai” jingga memimpin doa saat itu
dengan menundukan kepala nya dan di susul dengan kedua teman nya .
Baru saja akan melangkahkan kaki, tetes demi tetes hujan dari langit membasahi
bumi. Hujan semakin deras mengguyur mereka dimana sebentar lagi mereka tiba di pos 1,
mereka berteduh dibawah pohon besar . Jingga membuka ransel nya untuk membawa jas
hujan untuk ia kenakan.

Hujan mereda tatkala kaki itu menginjakan tapakan nya dibawah saung yang
bertuliskan pos 1. Mereka membuka makanan ringan untuk mereka makan karena sebelum
berangkat mereka tidak sempat sarapan. Hujan pun mereda dan mereka kembali berdiri
melangkahkan kaki nya kembali untuk menuju pos 2 yang jarak lumayan dekat dari pos 1.
Dikarenakan jarak dari pos 1 ke pos 2 dekat , mereka hanya lewat begitu saja dan langsung
melangkah menuju pos 3 yang kurang lebih 2 jam perjalanan. Mereka sampai di pos 3 tepat
pukul 10.30 dan mereka hanya berisitirahat sebentar di pos 3 karena perjalanan nya masih
panjang , ada 2 pos lagi yang harus mereka lewati

Matahari mulai bercanda gurau mengusir awan mendung tadi sehabis hujan memberi
semangat kepada jingga. Tekstur tanah yang becek meyusahkan untuk melangkah dan cukup
menguras tenaga. Pos demi pos mereka lalui dengan kondisi fisik yang sepertinya tidak
sanggup lagi membawa ransel besar itu ke atas. Awan kembali menghintam pertanda akan
turun lagi hujan tatkala dimana sebentar lagi mereka menuju pos terakhir untuk mendirikan
tenda. Jingga, Tata dan Iyan mempercepat langkah nya sebelum hujan turun.

Tepat pukul 15.00 sore WITA, mereka sampai di pos 6 yang dimana itu pos terkahir
sebelum menuju puncak gunung. Jingga mendirikan tenda diantara kedua pohon besar, tata
yang asik makanan yang akan ia pasak dan yang akan mereka makan sore itu sedangkan iyan
yang sibuk dengan buku nya yang ia bawa dan membaca diatas batu yang cukup besar di
sebelah pohon besar. Tenda telah berdiri dan tumis kangkung buatan tata menjadi hidangan
mereka di sore yang kelabu. Matahari seolah cemburu dengan mereka dengan tidak
menampakan pancaran cahaya nya di sore itu.

Hari semakin gelap , seusai melahap tumis kangkung. Mereka mengeluarkan pakaian
hangat yang akan mereka kenakan. Cuaca yang tidak karuan membuat jingga salah paham
dengan nya dikira akan turun hujan tadi , padahal malam itu sangat cerah. Bulan dan bintang
saling bertegur sapa dengan cahanya yang redup cukup menyinari malam. Jingga masuk
kedalam kantong tidur nya. “Trek” jingga mematikan senter yang sedari tadi menyala.

“kriiing…kriiingg…kriiing” suara alarm yang berasal dari ponsel jingga


membangunkan tiga anak manusia yang ada di dalam tenda.
Pukul 3 dini hari. Jingga,Tata dan iyan bersiap-siap dan mengenakan jaket tebal ,
sarung tangan dan kaos kaki tebal dan membawa dua botol air mineral dan makanan untuk
mereka yang akan melalukan perjalanan menuju puncak gunung atau yang sering disebut
juga dengan summit attack.

Jalur kian curam, bebatuan, dan tanah gembur menghadang. Sang surya terus
meninggi . Jingga yang sering kali beristirahat, membuat Tata dan Iyan berada jauh di depan
nya. Jam lima pagi, tatkala mentari mengintip dari tepian horizon, Jingga belum juga tiba di
puncak. Ia berhenti sejenak untuk menikmati karunia Tuhan. Telinga nya mendengar nanyian
alam yang mengajak nya bersyukur bahwa mereka merupakan bagian dari bumi. Bumi yang
bukan hanya diisi oleh gedung-gedung, dan mobil-mobil mewah, atau telepon dan internet
yang sudah menguasai genggaman kita, tapi juga bumi yang sudah ada sejak entah berapa
lama, yang kekayaannya senantiasa dimanfaatkan manusia.

Setelah bersusah payah, akhirnya Jingga tiba di puncak gunung Sumbing. Lelah yang
sedari tadi mendera seakan lenyap setelah Jingga menatap barisan awan yang melintas di
bawah kaki nya. Pemandangan yang disaksikannya takkan pernah bisa beli. Saat Jingga
menengok ke belakang, kearah dataran puncak yang cukup luas , Tata dan Iyan sudah sedang
duduk dibawah papan kayu yang bertulisan Puncak Sejati gunung Sumbing 3371 MDPL
sembari memasak air untuk membuat kopi hangat. Jingga pun segera menghampiri nya. , dan
memberi pelukan hangat kepada Tata dan Iyan. Pancaran sinar sang surya seakan
memberikan senyuman hangat melihat mereka berpeluk mesra setelah saking senangnya bisa
menginjakan kaki nya diatas gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai