Tatalaksana Anestesia Dan Reanimasi Pada Operasi Di Daerah Leher
Tatalaksana Anestesia Dan Reanimasi Pada Operasi Di Daerah Leher
Oleh:
Ida Ayu Shinta Nadia Utami
dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn.M.Si
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
1. BATASAN 2
2. MASALAH ANESTESI DAN REANIMASI 2
3. PENATALAKSANAAN 2
4. PENATALAKSANAAN TIROID 15
5. HUBUNGAN BETA BLOKER DENGAN ANESTESI 16
BAB III PENUTUP 17
DAFTAR PUSTAKA 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Leher merupakan bagian tubuh yang terletak antara kepala dan dada,
tempat pembuluh darah besar, saraf dan jalan nafas atau trakea berada. Operasi
pada daerah leher meliputi: operasi tumor, tiroidektomi, adenektomi,
otolaringologi, trakeostomi, laminektomi, laringektomi, yang dapat menimbulkan
berbagai masalah maupun komplikasi. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai untuk menghindari komplikasi yang mungkin dapat
terjadi. Menurut penelitian Wong dkk pada tahun 2016 menyebutkan bahwa
komplikasi yang terjadi pada jalan nafas berkisar 39% menyebabkan kerusakan
otak, sebagian besar terjadi saat pembedahan pada leher akibat kurang mampunya
untuk mempertahankan jalan nafas pasien, dan kasus yang berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas berkisar 60%. Gangguan pertukaran gas, bahkan hanya
beberapa menit dapat menyebabkan gangguan pada otak, seperti kerusakan atau
kematian. Faktor-faktor kesulitan tercapainya jalan nafas yang maksimal,
tergantung dari faktor anatomi saluran nafas individu, dan identifikasi pasien
dengan kesulitan jalan nafas adalah penting dalam manajemen perencanaan
anestesi sehingga intubasi endotrakeal, dan tekanan ventilasi positif yang dapat
dicapai dengan aman. Beberapa kriteria klinis yang dapat dinilai secara rutin pada
pasien dengan operasi di daerah leher sebelum anestesi, termasuk evaluasi
membuka mulut, klasifikasi mallampati, gerakan kepala atau leher, jarak
tiromental, menghitung indeks massa tubuh, dan riwayat kesulitan intubasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Batasan
Tindakan anestesia yang dilakukan pada operasi kelenjar tiroid, dan
kelenjar limpa yang mengalami pembesaran, deseksi leher radikal, dan operasi
laringeoktomi. Manajemen pada pasien dengan pembedahan kepala dan leher
berkaitan erat dengan meningkatnya angka morbiditas, dan mortalitas sehingga
antisipasi terjadinya sumbatan jalan nafas merupakan hal yang penting.
Pembedahan pada kepala dan leher merupakan pembedahan berisiko tinggi yang
dapat menyebabkan kerusakan otak, dan berakhir meninggal. Kesulitan intubasi
berhubungan dengan peningkatan morbiditas, dan komplikasi pembedahan.
Prosedur manajemen pada jalan nafas, pipa endotrakeal tidak lebih dari 6mm
untuk mengurangi edema pada jalan nafas pasca bedah. Intubasi melalui
endotrakeal dapat dijadikan sebagai pilihan alternatif.1
2.2.Masalah anestesi dan reanimasi2
1. Ancaman sumbatan jalan nafas.
2. Kemungkinan sulit intubasi
3. Ancaman refleks vagal.
4. Perdarahan luka operasi.
5. Operasi berlangsung lama.
6. Kemungkinan terjadi “badai tiroid” pada tirotoksikosis.
7. Kelumpuhan pita suara pada operasi kelenjar tiroid.
8. Trakeomalase bisa terjadi pada keganasan kelenjar tiroid.
2.3.Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi
Penatalaksaan pada anestesi dan reanimasi dapat dilakukan dengan evaluasi,
yaitu:2,3
2.3.1. Evaluasi praoperatif
Evaluasi terlebih dahulu status presen termasuk riwayat medis sebelum
melakukan pembedahan, dan pemeriksaan generalis dengan pemantauan khusus
untuk gangguan pada jalan nafas sebelum dilakukan rencana anestesi pada operasi
di daerah leher. Beberapa evaluasi praoperatif yang dapat dilakukan, meliputi:
2
3
ketidaknyamanan yang minimal pasca operasi, seperti operasi laser pada jalan
nafas, opioid short-acting lebih direkomendasikan. Remifentanil dengan
loading dose 0,5-1,0 mcg/kg BB secara intravena, infus 0,1-0,3 mcg/kg
BB/menit melalui intravena.5 Pada pembedahan tiroid, penggunaan rutin
glikopirolat, dan atropin dapat diberikan sebagai bagian dari premedikasi
karena dapat menghambat sekresi mukosa jalan nafas sehingga menyebabkan
sulit menelan, dan kulit terasa kering.6
Pemeliharaan pada pasien dengan hipotensi terkendali sedang (60-70
mmHg) bertujuan untuk menjaga kondisi pasien tetap optimal saat operasi.
Berbagai pendekatan farmakologis telah berhasil digunakan untuk
pemeliharaan pada pasien hipotensi. Penggunaan remifentanil sangat efektif
pada pasien hipotensi, dan berguna baik untuk teknik inhalasi, dan total
intravena anestesi (TIVA). TIVA, dan penggunaan propofol sebagai induksi
anestesi telah dikenal secara luas untuk prosedur pembedahan tiroid. Hal itu
menunjukkan karakteristik klinis yang sangat baik, dan tindakan farmakologis
seperti sebagai anti-muntah, onset, dan pemulihan yang cepat. Propofol
sebagai obat pilihan induksi anestesi dalam dosis 2 mg/kg BB.5
Pada pasien dengan kesulitan jalan nafas dapat menggunakan suksinilkolin
sebagai pilihan obat relaksasi otot, namun umumnya penggunaan vekuronium
yang paling sering digunakan untuk pembedahan karena dapat menstabilkan
fungsi kardiovaskuler. Aksi sinergis dari penggunaan opioid sebagai
analgesik, dengan kombinasi fentanil, dan propofol sebagai komponen TIVA.6
4. Pilihan anestesi
Pertimbangan anestesi yang diberikan pada pasien yang akan menjalani
pembedahan, dapat memperhatikan terlebih dahulu beberapa faktor ini, yakni
umur, jenis kelamin, status fisik, dan jenis operasi. Berdasarkan dari faktor
umur, pilihan anestesi pada pasien bayi, dan anak dapat diberikan anestesi
umum karena golongan pasien ini cenderung kurang kooperatif. Sedangkan
untuk orang dewasa dapat dilakukan anestesi umum atau analgesia regional,
tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan. Perlu diperhatikan juga dari
faktor jenis kelamin, faktor emosional, dan rasa malu yang lebih dominan
terlihat pada pasien perempuan merupakan pendukung pilihan anestesi umum,
11
sebaliknya pada pasien laki-laki dapat diberikan anestesi umum atau analgesia
regional. Apabila dilakukan anestesi regional pada pasien perempuan,
dianjurkan untuk memberikan tambahan obat sedatif terlebih dahulu. Untuk
faktor dari status fisik, perlu diperhatikan penyakit sistemik yang diderita
pasien, komplikasi dari penyakit primer, dan terapi yang sedang dijalaninya.
Hal ini sangat penting, mengingat adanya interaksi antara penyakit
sistemik/pengobatan yang sedang dijalani dengan tindakan/obat anestesi yang
digunakan. Apabila dilihat dari jenis operasi, terdapat 4 masalah yang perlu
dipertimbangkan untuk menentukan pilihan anestesi, yakni lokasi, posisi,
manipulasi, dan durasi operasi.3 Pada umumnya, anestesi intravena total
digunakan terutama untuk prosedur pembedahan. Anestesi intravena total
dapat meningkatkan stabilitas hemodinamik dengan waktu pemulihan yang
cepat, dan penurunan postoperative nausea and vomiting (PONV). Prosedur
anestesi yang paling aman digunakan pada operasi daerah leher yaitu anestesi
umum dengan intubasi endotrakeal, dan preoksigenasi 100% dapat
meningkatkan fungsional volume residu.6
5. Pemantauan selama anestesi
Tenaga kesehatan yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah
selama pemberin anestesia/analgesia bertujuan untuk memantau pasien, dan
memberikan antisipasi segara terhadap perubahan abnormal yang terjadi.
Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan, yaitu:3,5
5.1.Jalan nafas
Jalan nafas selama anestesia baik dengan teknik sungkup atau intubasi
trakea harus dipantau secara ketat, dan kontinyu untuk mempertahankan
kebutuhan jalan nafas. Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas
anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan nafas pasien.
Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernafas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor, dan gas masuk
semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat
beragam tergantung usia, yaitu:
a. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir.
b. Ukuran 02, 01, 1 untuk anak kecil.
12
PENUTUP
3.1.Simpulan
Leher merupakan bagian tubuh yang terletak antara kepala dan dada, tempat
pembuluh darah besar, saraf dan jalan nafas atau trakea berada. Operasi pada
daerah leher meliputi: operasi tumor, tiroidektomi, adenektomi, otolaringologi,
trakeostomi, laminektomi, laringektomi, yang dapat menimbulkan berbagai
masalah maupun komplikasi. Kriteria klinis yang dapat dinilai secara rutin pada
pasien dengan operasi di daerah leher sebelum anestesi, termasuk evaluasi
membuka mulut, klasifikasi mallampati, gerakan kepala atau leher, jarak
tiromental, menghitung indeks massa tubuh, dan riwayat kesulitan intubasi.
3.2.Saran
Manajemen pada pasien dengan pembedahan kepala dan leher berkaitan erat
dengan meningkatnya angka morbiditas, dan mortalitas sehingga antisipasi
terjadinya sumbatan jalan nafas merupakan hal yang penting. Untuk itu diperlukan
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai bagi tenaga medis untuk dapat
menghindari komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18