Anda di halaman 1dari 91

TINJAUAN TERHADAP POTENSI STEVIA (Stevia rebaudiana

Bertoni) DAN PROSES EKSTRAKSI SEBAGAI PEMANIS


ALAMI SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK COOKIES,
BISKUIT, DAN MUFFIN
REVIEW OF THE POTENTIAL USE OF STEVIA (Stevia
rebaudiana Bertoni) AND THE EXTRACTION PROCESS AS A
NATURAL SWEETENER AND IT’S APPLICATION IN
COOKIES, BISCUIT, AND MUFFIN PRODUCTS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna


memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:
PRISKILA SEPTIANI KUSUMADEWI
17.I1.0048

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2021
TINJAUAN TERHADAP POTENSI STEVIA (Stevia rebaudiana
Bertoni) DAN PROSES EKSTRAKSI SEBAGAI PEMANIS
ALAMI SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK COOKIES,
BISKUIT, DAN MUFFIN
REVIEW OF THE POTENTIAL USE OF STEVIA (Stevia
rebaudiana Bertoni) AND THE EXTRACTION PROCESS AS A
NATURAL SWEETENER AND IT’S APPLICATION IN
COOKIES, BISCUIT, MUFFIN PRODUCTS

Oleh:
Priskila Septiani Kusumadewi
17.I1.0048

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan


di hadapan sidang penguji pada tanggal 08 Juni 2021

Semarang, 08 Juni 2021


Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katolik Soegijapranata

Pembimbing I,

Dr. Victoria Kristina Ananingsih, S.T.,


M.Sc.

Pembimbing II,

Ir. Sumardi M.Sc.


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Priskila Septiani Kusumadewi
NIM : 17.I1.0048
Progdi / Konsentrasi : Teknologi Pangan
Fakultas : Teknologi Pertanian

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir dengan judul “Tinjauan
terhadap Potensi Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) dan Proses Ekstraksi Sebagai
Pemanis Alami serta Aplikasinya pada Produk Cookies, Biskuit, dan Muffin”
tersebut bebas plagiasi. Akan tetapi bila terbukti melakukan plagiasi maka bersedia
menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, 06 Juli 2021

Yang menyatakan,

Priskila Septiani Kusumadewi


HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Tinjauan terhadap Potensi Stevia (Stevia rebaudiana


Bertoni) dan Proses Ekstraksi Sebagai Pemanis Alami
serta Aplikasinya pada Produk Cookies, Biskuit, dan
Muffin

Diajukan oleh : Priskila Septiani Kusumadewi

NIM : 17.I1.0048

Tanggal disetujui : 08 Juni 2021

Telah setujui oleh

Pembimbing 1 : Dr. Victoria Kristina Ananingsih S.T., M.Sc.

Pembimbing 2 : Dr.,Ir. Sumardi M.Sc.

Penguji 1 : Dr. Ir. Christiana Retnaningsih M.P.

Penguji 2 : Haniel Yudiar STP., M.Si.

Ketua Program Studi : Dr. Dra. Alberta Rika Pratiwi M.Si.

Dekan : Dr. Robertus Probo Yulianto Nugrahedi S.TP., M.Sc.

Halaman ini merupakan halaman yang sah dan dapat diverifikasi melalui alamat
di bawah ini.

sintak.unika.ac.id/skripsi/verifikasi/?id=17.I1.0048
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Priskila Septiani Kusumadewi

Program Studi : Teknologi Pangan

Fakultas : Teknologi Pertanian

Jenis Karya : Tugas Akhir

Menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Katolik Soegijapranata


Semarang Hak Bebas Royalti Nonekslusif atas karya ilmiah yang berjudul
“Tinjauan terhadap Potensi Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) dan Proses
Ekstraksi Sebagai Pemanis Alami serta Aplikasinya pada Produk Cookies,
Biskuit, dan Muffin” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak
Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Katolik Soegijapranata berhak
menyimpan, mengalihkan media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir ini selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, 06 Juli 2021

Yang menyatakan

Priskila Septiani Kusumadewi


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “Tinjauan
terhadap Potensi Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) dan Proses Ekstraksi
Sebagai Pemanis Alami serta Aplikasinya pada Produk Cookies, Biskuit, dan
Muffin” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ternyata terbukti bahwa skripsi ini sebagian atau
seluruhnya merupakan hasil plagiasi, maka saya rela untuk dibatalkan dengan
segala akibat hukumnya sesuai peraturan yang berlaku pada Universitas Katolik
Soegijapranata dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Semarang, 06 Juli 2021

Priskila Septiani Kusumadewi


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
kasihNya yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Tinjauan terhadap Potensi Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni)
dan Proses Ekstraksi Sebagai Pemanis Alami serta Aplikasinya pada Produk
Cookies, Biskuit, dan Muffin”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Skripsi ini tentu saja tidak mampu diselesaikan tanpa adanya peran dari berbagai
pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang sudah memberi berkat dan melancarkan
semuanya dari tahap awal hingga akhir.
2. Dr. Victoria Kristina Ananingsih, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing
pertama yang telah membimbing dan meluangkan waktunya untuk Penulis
dari awal hingga akhir penulisan skripsi.
3. Ir. Sumardi M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua penulis yang telah
membimbing dan meluangkan waktunya untuk Penulis dari awal hingga
akhir penulisan skripsi.
4. Seluruh dosen Fakultas Teknologi Pangan yang telah membimbing dan
memberikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi Penulis.
5. Mama, Papa, dan Kakak yang memberikan bantuan, dukungan, dan
semangat selama penulisan skripsi.
6. Vinsensius Elvin Perdana yang telah memberikan semangat, mendukung,
dan meluangkan waktunya untuk menghibur.
7. Vetrin Simvianny dan Thedavasti Andadea sebagai teman sekelompok yang
berjuang bersama dan saling menyemangati dalam penulisan skripsi dari
awal hingga akhir.

i
8. Ribka Liliana Zebua yang telah menyemangati penulis, menghibur,
mendengarkan cerita, dan mendukung penulis selama penulisan skripsi.
9. Serta teman-teman penulis lainnya yang sudah memberikan dukungan serta
memotivasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, Penulis meminta maaf apabila ada kesalahan kata dan
kekurangan. Penulis juga menerima kritik dan saran atas skripsi ini. Akhir kata,
Penulis berharap supaya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, 06 Juli 2021


Penulis,

Priskila Septiani Kusumadewi

ii
ABSTRAK

Pada masa ini konsumen mulai memperhatikan kesehatannya dengan


mengkonsumsi makanan rendah kalori. Selain itu juga, pemanis alami rendah kalori
juga mulai digunakan untuk mencegah penyakit diabetes dan obesitas. Stevia
merupakan pemanis alami rendah kalori yang saat ini mulai dikembangkan, diteliti,
dan digunakan di Indonesia. Stevia memiliki intensitas kemanisan yang cukup
tinggi dibandingkan dengan sukrosa, namun tetap aman untuk dikonsumsi dan
memiliki potensi karena memiliki senyawa glikosida steviol (steviosida,
steviolbiosida, rebaudiosida (A, B, C, D, E, F, M) dan dulkosida A) yang dapat
menghasilkan rasa manis. Oleh sebab itu, pengulasan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui potensi stevia sebagai pemanis alami, mengetahui metode
ekstraksi pemanis daun stevia, dan aplikasinya terhadap produk makanan.
Pengulasan dilakukan dengan analisis kesenjangan, kemudian pengumpulan
literatur, penyaringan literatur, dan yang terakhir yaitu analisis serta tabulasi data
dari literatur yang didapat. Dari pengulasan ini diketahui bahwa stevia memiliki
senyawa steviosida dan rebaudiosida A dengan persentase paling tinggi
dibandingkan dengan senyawa lainnya, yang dapat digunakan sebagai pemanis
alami untuk diaplikasikan pada produk pangan. Steviosida dan rebaudiosida A yang
dikonsumsi akan dimetabolisme oleh bakteri pada usus dan dimetabolisme hati
untuk kemudian diekskresikan melalui urin dan feses dalam bentuk steviol. Oleh
sebab itu, stevia dapat dikatakan sebagai pemanis alami rendah kalori. Berdasarkan
ulasan ini juga diketahui bahwa metode yang dapat digunakan untuk mengekstrak
stevia dengan efisien, cepat, dan hasil yang banyak yaitu Ultrasonically Assisted
Extraction dan Microwave Assisted Extraction. Ekstrak stevia tersebut kemudian
dapat diaplikasikan pada produk pangan seperti cookies, muffin, dan biskuit.
Namun, dalam penggunaannya sebagai pemanis alami stevia perlu dikombinasikan
dengan serat seperti polydextrose supaya mendapatkan produk yang dapat diterima
oleh konsumen dari segi penampilan, warna, rasa, flavor, dan tekstur.

Kata kunci : stevia, Microwave Assisted Extraction, Ultrasonic Asissted


Extraction, cookies, biskuit, muffin

iii
ABSTRACT

At this time the consumers start paying attention about their health with consuming
low calorie foods. Moreover, low calorie natural sweeteners are also being used to
prevent diabetes and obesity. Stevia is a low calorie natural sweetener which is
currently being developed, being researched, and being used in Indonesia. Stevia
has a high sweetness intensity compared to sucrose, however it is safe to consume
and has a potency because it has steviol glycosides (stevioside, steviolbioside,
rebaudioside (A, B, C, D, E, F, M) and dulcoside A) which can gives a sweet taste.
Therefore, this review was done with the aim to know about the stevia’s potency as
a natural sweetener, know about extraction methods of stevia, and it’s application
to food products. This review is carried out by analyzing the gap, then collecting
the literatures, selecting the literatures, and the last is analyzing and tabulating the
data from the literature obtained. From this review it is known that stevia has
stevioside and rebaudiosida A compound with a higher percentage than other
compounds, that can be used as a natural sweetener for application in food products.
Stevioside and rebaudioside A that are consumed will be metabolized by microflora
in the intestine and then in the liver also will be metabolized to be excreted in the
urine and feces in the form of steviol. Hence, stevia can be used as a low calorie
sweetener. Based on this review it is known that the appropriate extraction methods
to extract the stevia efficiently, quickly, and with a lot of extract result are
Ultrasonically Assisted Extraction and Microwave Assisted Extraction. The stevia
extract then used for food products like cookies, muffins, and biscuits. However, in
it’s use as a natural sweetener stevia needs to be combined with fibers such as
polydextrose in order to get consumer acceptance in terms of appearance, color,
taste, flavor, and texture.

Key words : stevia, Microwave Assisted Extraction, Ultrasonic Asissted


Extraction, cookies, biscuit, muffin

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 3

1.2.1. Daun Stevia ....................................................................................... 3

1.2.2. Metode Ekstraksi Pemanis Stevia ................................................... 14

1.2.3. Aplikasi Daun Stevia pada Produk Makanan dan Minuman .......... 11

1.3. Identifikasi Masalah ............................................................................... 12

1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 12

2. METODOLOGI ............................................................................................ 12
2.1. Analisis Kesenjangan ............................................................................. 12

2.2. Pengumpulan Literatur ........................................................................... 12

2.3. Penyaringan Literatur ............................................................................. 13

2.4. Analisis dan Tabulasi Data ..................................................................... 14

3. POTENSI STEVIA SEBAGAI PEMANIS ALAMI .................................... 15


3.1. Glikosida Steviol dalam Stevia rebaudiana Bertoni .............................. 15

3.2. Metabolisme Glikosida Steviol dalam Tubuh ........................................ 20

4. METODE EKSTRAKSI PEMANIS STEVIA ............................................. 26


4.1. Ekstraksi Pemanis Stevia Menggunakan Metode Ekstraksi Konvensional,
Ekstraksi Berbantu Ultrasonic, dan Ekstraksi Berbantu Microwave ................ 26

v
4.2. Kelebihan dan Mekanisme Metode Ekstraksi Berbantu Ultrasonik dan
Microwave ......................................................................................................... 35

5. APLIKASI STEVIA PADA PRODUK COOKIES, BISKUIT, DAN MUFFIN


39
6. PROSPEK PENELITIAN DI MASA MENDATANG ................................ 62
7. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 64
8. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 65

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Total Komponen Kimia yang Terkandung dalam Stevia.......................... 4


Tabel 2. Vitamin Larut Air dalam Daun Stevia rebaudiana Bertoni ...................... 4
Tabel 3. Rumus Molekul dan Berat Molekul Pada Masing-Masing Senyawa
Glikosida Steviol dalam Stevia rebaudiana Bertoni ............................................... 5
Tabel 4. Struktur, R-Grup, dan Sweetness Intensity Glikosida Steviol pada Stevia
rebaudiana Bertoni ................................................................................................. 6
Tabel 5. Diagram Alir Ekstraksi Pemanis Stevia Menggunakan Alat Ekstraktor
Batch dan Microwave Assisted Extraction............................................................ 18
Tabel 6. Total Senyawa Glikosida dalam Stevia rebaudiana Bertoni .................. 16
Tabel 7. Hasil Penelitian Residu Glikosida Steviol .............................................. 22
Tabel 8. Ekstraksi Daun Stevia Menggunakan Metode yang Berbeda ................. 28
Tabel 9. Karakteristik Produk Pangan Menggunakan Stevia Sebagai Pemanis Alami
41

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) ............................................. 3


Gambar 2. Ultrasonically Assisted Extraction ...................................................... 16
Gambar 3. Microwave Assisted Extraction ........................................................... 17
Gambar 4. Diagram Tulang Ikan .......................................................................... 12
Gambar 5. Metabolisme Glikosida Steviol Dalam Saluran Pencernaan Manusia 21
Gambar 6. Kurva Degradasi Steviosida dan Rebaudiosida A............................... 23
Gambar 7. Metabolisme Steviosida menjadi Steviol Glukoronida ....................... 24
Gambar 8. Parameter Ultrasonik Terkait dengan Peristiwa Kavitasi ................... 36
Gambar 9. Proses Pemecahan Gelembung Kavitasi ............................................. 37
Gambar 10. Stabilitas dan Laju Degradasi Steviosida dalam Bentuk Solid pada
Suhu 40-200℃ ...................................................................................................... 57

viii
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya kehidupan sosial dan perubahan gaya hidup,
penyakit metabolisme kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2, abnormal lipid
metabolism, dan penyakit jantung koroner menjadi penyakit yang mengancam
kesehatan manusia. Penyakit diabetes membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi
dan juga dapat menyebabkan kematian. Diabetes melitus (DM) merupakan
gangguan metabolisme yang ditandai dengan kondisi hiperglikemik karena adanya
gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Ozougwu et al., 2013).
Prevalensi diabetes meningkat dengan cepat di seluruh dunia, World Health
Organization (WHO) (2013) memprediksikan pada tahun 2030 jumlah orang
dewasa yang menderita diabetes akan menjadi hampir dua kali lipat di seluruh
dunia. Tiap tahunnya, angka kematian dari diabetes mencapai 3,8 juta.
Meningkatnya penderita diabetes dapat disebabkan karena kelebihan gizi, transisi
nutrisi, dan penurunan aktivitas fisik yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup
(Shi, 2016). Ada dua tipe dari penyakit diabetes yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM)), disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin oleh sel -pankreas
(Ozougwu, J. C. et al., 2013). Sedangkan diabetes melitus tipe 2 (Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)), disebabkan oleh menurunnya sensitivitas
insulin. Berkurangnya sensitivitas pada insulin umumnya disebut juga dengan
insulin resistance (Ozougwu et al., 2013).

Adanya perubahan gaya hidup menyebabkan orang-orang pada umumnya menjadi


suka mengkonsumsi makanan cepat saji, makanan tinggi lemak, tinggi gula, tinggi
kalori, produk hewani, serta minuman tinggi gula dan kalori yang juga akan
merubah eating habits mereka (Shi, 2016). Padahal, faktor inti yang menyebabkan
diabetes adalah asupan kalori berlebihan dalam jangka panjang, peningkatan
asupan gula, protein, dan lemak dalam makanan; serta kurangnya aktivitas fisik
(Shi, 2016). Untuk mencegah supaya tidak terkena penyakit diabetes maka asupan

1
makanan harus dijaga dengan mengkonsumsi makanan rendah kalori, rendah gula,
dan rendah lemak. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang
menyukai makanan manis tanpa beresiko untuk meningkatkan prevalensi obesitas
dan penyakit metabolisme lainnya yang disebabkan oleh gula, maka pemanis
alternatif pengganti sukrosa telah dikembangkan (Mooradian et al., 2017).
Permintaan akan pemanis zero-calorie dan pemanis alami telah meningkat dalam
dekade terakhir karena konsumen lebih memperhatikan kesehatan mereka (Philippe
et al., 2014). Banyak pemanis sintetis telah dikembangkan, akan tetapi saat ini
permintaan pada pemanis alami yang memiliki intensitas tinggi dengan kalori yang
rendah lebih banyak (Saraiva et al., 2020).

Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) merupakan pemanis alami yang aman dan
potensial karena mengandung senyawa glikosida steviol, selain itu juga stevia
memiliki kalori yang rendah. Pemanis stevia juga tidak mempengaruhi kadar gula
darah dan aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes (Raini & Isnawati, 2011).
Pemanis stevia dapat berbentuk liquid maupun kristal dan saat ini sudah banyak
peneliti yang mengembangkan daun stevia untuk digunakan sebagai pemanis alami
dalam produk makanan maupun minuman supaya aman bagi konsumen. Bahasan
review mengenai daun stevia pada umumnya hanya pada manfaat, metode
ekstraksi, atau produk olahan saja. Namun, belum dirumuskan secara komprehensif
tentang potensi stevia sebagai pemanis alami, hasil perbandingan metode ekstraksi
pemanis stevia, serta penggunaannya pada produk makanan.

Beberapa review penelitian daun stevia membahas tentang potensi stevia dalam
farmakodinamik dan farmakokinetik, efek dan khasiat, toksisitas, serta mutagenitas
pada stevia (Raini & Isnawati, 2011); struktur dan potensi stevia sebagai pemanis,
distribusi dari glikosida, serta manfaat dari sisi medis pada stevia (Adesh et al.,
2012); komposisi kimia dan nilai nutrisi dari daun stevia, sifat antioksidan dan total
senyawa polifenol, daun stevia sebagai pencegahan penyakit, dan aplikasi steviol
glikosida pada makanan (Moryson & Michałowska, 2015); komposisi mineral,
profil asam lemak, fungsi, metabolisme steviosida, serta potensi fitokimia dan

2
antioksidan daun stevia (Chughtai et al., 2020); sifat anti diabetes pada stevia, anti
obesitas, manfaatnya untuk fungsi ginjal, serta manfaatnya untuk tekanan darah
(Fetricia et al., 2018); unsur kimia, komposisi, manfaatnya dalam psikologikal dan
farmakologikal, efek kariogenik dan mutagenik, produk stevia, serta nilai medis
dari stevia (Goyal et al., 2010).

Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan penelitian yang merangkum perkembangan
penelitian di bidang stevia selama beberapa tahun terakhir. Khususnya dalam aspek
potensi stevia sebagai pemanis alami, perbandingan metode ekstraksi pemanis
alami stevia (ekstraksi konvensional, Microwave Assisted Extraction, dan
Ultrasonically Assisted Extraction), serta aplikasi pemanis stevia pada produk
makanan (biskuit, cookies, dan muffin).

1.2. Tinjauan Pustaka


1.2.1. Daun Stevia
Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) merupakan tanaman yang dikembangkan
sebagai pemanis alami, sebagai pendamping gula tebu serta sebagai pengganti gula
sintetis. Stevia rebaudiana Bertoni merupakan tumbuhan tahunan berbentuk perdu
basah, dengan tinggi tanamannya yaitu 60-70 cm dan memiliki cabang yang
banyak. Stevia sering digunakan di Amerika Serikat (perbatasan Paraguay-Brazil-
Argentina) yang dicampurkan ke dalam teh maupun kopi (Ratnani & Anggraeni,
2005). Gambar dari daun stevia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni)

3
Di dalam daun stevia mengandung protein, lemak, abu, karbohidrat, serat kasar, dan
gula reduksi yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Total Komponen Kimia yang Terkandung dalam Stevia


Total Komponen Kimia dalam Stevia (g/100 g berat kering daun)
Komponen
(Goyal et al., 2010) (Abou-Arab et al., 2010) (Atteh et al., 2011)
Protein 11.2 11.4 16.0
Lemak 1.9 3.73 2.6
Abu 6.3 7.41 15.5
Karbohidrat - 61.9 -
Serat kasar 15.2 15.5 6.8
Gula reduksi - 5.88 -
Keterangan :
- : tidak terdeteksi

Stevia juga mengandung vitamin larut air seperti vitamin C, vitamin B2, dan asam
folat. (Kim et al., 2011) melakukan penelitian untuk mengetahui vitamin yang
terkandung dalam stevia yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Vitamin Larut Air dalam Daun Stevia rebaudiana Bertoni


Daun (mg/100 gram ekstrak Kalus (mg/100 gram
Vitamin
kering) ekstrak kering)
Vitamin C 14.97 1.64
Vitamin B2 0.43 0.23
Asam Folat 52.18 0.09

Stevia memiliki 8 komponen atau senyawa glikosida steviol yaitu Stevioside,


Steviolbioside, Rebaudioside-A, Rebaudioside-B, Rebaudioside-C, Rebaudioside-
D, Rebaudioside-E, Dulcoside-A (Ratnani & Anggraeni, 2005). Kelompok
glikosida steviol memiliki rumus molekul dan berat molekul yang berbeda. Rumus
molekul dan berat molekul pada masing-masing senyawa glikosida steviol dapat
dilihat pada Tabel 3 (Prakash et al., 2014; Gaynor, 2016).

4
Tabel 3. Rumus Molekul dan Berat Molekul Pada Masing-Masing Senyawa
Glikosida Steviol dalam Stevia rebaudiana Bertoni

Glikosida Steviol Rumus Molekul Berat Molekul


Steviol C20H30O3 318.46
Steviosida C38H60O18 804.88
Steviolbiosida C32H50O13 642.73
Rebaudiosida A C44H70O23 967.01
Rebaudiosida B C38H60O18 804.88
Rebaudiosida C C44H70O22 951.01
Rebaudiosida D C50H80O28 1129.15
Rebaudiosida E C44H70O23 967.01
Rebaudiosida F C43H68O22 936.99
Rebaudiosida M C56H90O33 1291.3
Dulkosida A C38H60O17 788.87
Berat molekul merupakan ukuran dari jumlah berat atom-atom dalam molekul,
semakin tinggi berat molekulnya maka viskositas juga akan semakin meningkat
(Sinala & Junaedi, 2020). Viskositas akan meningkat apabila ikatan rangkap
semakin banyak. Oleh sebab itu, berat molekul adalah faktor dalam menentukan
karakteristik fisik dari suatu polimer (Loebach, 1975). Talebi et al. (2010) juga
menyatakan bahwa berat molekul berhubungan dengan sifat viskositas suatu
polimer.

Selain memiliki rumus molekul dan berat molekul yang berbeda, glikosida steviol
juga memiliki struktur, R-grup, dan sweetness intensity yang berbeda. Struktur, R-
Grup, serta sweetness intensity dari kelompok senyawa glikosida steviol pada Stevia
rebaudiana Bertoni dapat dilihat pada Tabel 4 (Prakash et al., 2014; Purkayastha et
al., 2014; Geuns, 2003; Jaworska et al., 2012; Gardana et al., 2010; National Center
for Biotechnology Information, 2021).

5
Tabel 4. Struktur, R-Grup, dan Sweetness Intensity Glikosida Steviol pada Stevia rebaudiana Bertoni
R-Grup pada Struktur Glikosida Steviol Sweetness Intensity
Senyawa Struktur
R1 R2 Dibandingkan dengan Sukrosa

Glikosida Steviol - - -

Steviol H H -

6
Steviosida -glc -glc--glc (2→1) 150-250

7
Steviolbiosida H -glc--glc (2→1) 90

-glc--glc (2→1)--glc
Rebaudiosida A -glc 200-300
(3→1)

8
-glc--glc (2→1)-glc
Rebaudiosida B H 150
(3→1)

-glc--glc (2→1)--rha
Rebaudiosida C -glc 30
(3→1)

9
-glc--glc (2→1)--glc
Rebaudiosida D -glc--glc (2→1) 221
(3→1)

Rebaudiosida E -glc--glc (2→1) -glc--glc (2→1) -

10
Rebaudiosida F -glc (-glc, -xyl)- -glc- -

-glc--glc (2→1)--glc -glc--glc (2→1)--glc


Rebaudiosida M -
(3→1) (3→1)

11
Dulkosida A -glc -glc--rha (3→1) 30

Keterangan :
glc = glukosa; rha = rhamnosa; xyl = xilosa
- = Tidak dijelaskan

12
Glikosida adalah suatu molekul gula (glikon) yang berikatan dengan molekul non
gula (aglikon atau genin) (Marlina & Widiastuti, 2018). Ekstrak kering dari daun
stevia mengandung flavonoid, alkaloid, kloforil, xantofil, hydroxylcynnamic acids
(caffeic, chlorogenic, dan lainnya), oligosakarida, gula bebas, asam amino, lemak,
dan senyawa lainnya yang jumlahnya sedikit (Silva et al., 2006). Steviosida
memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan gula biasa. Berikut adalah
sifat fisik dan sifat kimia dari kristal steviosida (Marlina & Widiastuti, 2018) :
• Titik lebur : 198 °C
• pH : 5,5 – 6,5
• Berat jenis : 1,43 – 1,67
• Indek bias : 1,3950
• Memiliki bentuk kristal amorf dan higroskopis
• Dapat larut dalam air, dioksan, dan metanol
• Sedikit larut dalam alkohol, tidak larut dalam kloroform

Dibandingkan dengan sakarin dan aspartam, stevia lebih stabil dan tidak rusak pada
suhu tinggi (Raini & Isnawati, 2011), non toksik, sebagai anti-hiperglikemia,
merangsang produksi insulin (Astuti & Agustia, 2012), serta memiliki efek sebagai
antimikroba (Latifah et al., 2015). Stevia telah terbukti aman dan dibuktikan dengan
diberikannya status GRAS (Generally Recognized as Safe) oleh FDA.

Stevia memiliki manfaat kesehatan yang cukup banyak seperti antidiabetes,


antioksidan, antimikroba, dan antikanker. Stevia memiliki aktivitas antidiabetes
karena senyawa steviosida dalam daun stevia berperan menghambat penyerapan
glukosa di usus dan juga terbentuknya glukosa di hati dengan mengubah aktivitas
enzim yang berperan dalam sintesis glukosa sehingga dapat mengurangi kadar
glukosa dalam darah (Chatsudthipong & Muanprasat, 2009). Senyawa
rebaudiosida-A dapat menjaga kadar glukosa dalam darah karena memiliki efek
insulinotropik, akan tetapi stimulasi pelepasan insulin tidak berlebihan sehingga
tidak menyebabkan hipoglikemia (Fatimah, 2012). Daun stevia dapat digunakan
sebagai antioksidan karena mengandung senyawa fitokimia dan flavonoid (Lee et

13
al., 2019). Senyawa fitokimia yang terkandung dalam stevia yaitu flavonoid, tanin,
alkaloid, terpenoid, ikatan fenol, beta karoten, austro inulin, rebaudioksida,
dulkosida, riboflavin, steviol, steviosida, dan tiamin (Purwanti et al., 2015).

1.2.2. Metode Ekstraksi Pemanis Stevia


Daun stevia dapat langsung dikonsumsi sebagai pemanis dengan cara dikeringkan
dan pengeringan daun stevia tidak memerlukan panas yang tinggi. Daun stevia
dapat dikeringkan di bawah sinar matahari selama sekitar 12 jam untuk pengeringan
skala rumah tangga, karena apabila pengeringan terlalu lama (lebih dari 12 jam)
maka kadar senyawa steviosida akan menurun (Marlina & Widiastuti, 2018). Akan
tetapi, daun stevia memiliki kelemahan yaitu rasa pahit yang masih terasa setelah
mengkonsumsi ekstrak daun keringnya, rasa pahit ini muncul karena di dalamnya
terdapat kandungan seperti minyak, tanin, serta flavonoid (Marlina & Widiastuti,
2018). Maka dari itu diperlukan ekstraksi pada ekstrak steviosida dan rebaudiosida
A yang memiliki rasa manis. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan zat aktif dari
suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut (Prayudo et al.,
2015).

1.2.2.1. Ekstraksi Konvensional


Ekstraksi konvensional yang umumnya digunakan yaitu maserasi, perkolasi,
dekoksi, reflux, dan Soxhlet. Metode maserasi dan perkolasi menggunakan suhu
ruang ketika melakukan ekstraksi, oleh sebab itu membutuhkan waktu yang sangat
lama dalam prosesnya biasanya dalam 2-3 hari (Louie et al., 2020). Sedangkan pada
metode dekoksi dan reflux, waktu ekstraksinya yaitu moderate dan pada metode
Soxhlet waktu ekstraksinya juga cukup lama (dalam beberapa jam) (Louie et al.,
2020). Ekstraksi konvensional pada sayur dan biomass mikroalga dilakukan dengan
teknik solid-liquid menggunakan pelarut organik yang memiliki kekurangan seperti
residu toksik, transformasi kimia dari ekstrak, dan limbah yang toksik (Vernès et
al., 2020). Selain itu, metode ekstraksi tradisional memiliki efisiensi ekstraksi yang
terbatas. Karena itu, diperlukan pengembangan metode yang mengurangi
penggunaan pelarut berbahaya, adanya peningkatan efisiensi, dan sustainability

14
(Vernès et al., 2020). Hal ini berhubungan dengan prinsip dari green chemistry,
yang tujuannya yaitu agar terdapat penggunaan energi dan sumber daya yang lebih
efisien (Vernès et al., 2020).

1.2.2.2. Ultrasonically Assisted Extraction


Ultrasonik merupakan gelombang suara yang berosilasi secara mekanis dan
membutuhkan media elastis untuk menahannya. Frekuensi ultrasonik berada pada
range dari 20 kHz hingga 10 MHz, lebih tinggi dibandingkan ambang batas
pendengaran manusia (16 Hz dan 20 kHz) (Vernès et al., 2020; Sholihah, 2017).
Parameter yang utama dari ultrasonik yaitu daya, frekuensi, dan amplitudo.
Frekuensi yang digunakan umumnya tergantung pada proses terkait dengan
peralatan yang digunakan. Energi daya ultrasonik ditransmisikan melalui media
yang dapat diekspresikan sebagai daya ultrasonik (W), intensitas ultrasonik
(W/cm2), atau densitas daya ultrasonik (W/cm3 atau W/mL) (Wang et al., 2018).
Ultrasonik dapat diklasifikasikan menjadi tipe diagnostik dan daya ultrasonik
berdasarkan pada frekuensi dan intensitasnya (Vernès et al., 2020) :
- Diagnostic Ultrasound (daya rendah dan frekuensi tinggi) : antara 1 hingga 10
MHz dan intensitas kurang dari 1 W/cm2 yang biasa digunakan dalam
lingkungan medis sebagai diagnostik atau alat kontrol.
- Power Ultrasound (daya tinggi dan frekuensi rendah) : dari 20 kHz hingga 1
MHz dan intensitas diatas 1 W/cm2 yang dapat menghasilkan gelembung
kavitasi akustik, menyebabkan efek fisika dan kimia pada media dalam
sonochemistry (percepatan reaksi kimia), pertanian (dispersi air), dan industri
(pemotongan dan pengelasan plastik). Peralatan ekstraksi berbantu ultrasonik
dapat dilihat pada Gambar 2.

15
Gambar 2. Ultrasonically Assisted Extraction
(Ji et al., 2006)

1.2.2.3. Microwave Assisted Extraction


Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan metode ekstraksi dengan waktu
ekstraksi lebih singkat, mengurangi penggunaan pelarut, dan pemulihan yang lebih
tinggi (Jaitak et al., 2009). Metode ekstraksi ini lebih efektif dalam menghasilkan
rendemen, waktu, dan konsumsi energi dibandingkan dengan konvensional dan
metode ekstraksi berbantu ultrasonik (Jaitak et al., 2009). Microwave merupakan
radiasi elektromagnetik non-ionisasi dengan frekuensi 300 MHz hingga 300 GHz
(Poojary et al., 2016). Dasar dari proses MAE yaitu ekstraksi terjadi karena
perubahan struktur sel yang disebabkan oleh gelombang elektromagnetik (Vernès
et al., 2020). Pada metode MAE,dapat terjadi percepatan proses ekstraksi dan hasil
ekstraksi yang tinggi adalah karena hasil kombinasi sinergis dari 2 fenomena
transport : gradien panas dan massa. Energi microwave merupakan radiasi
elektromagnetik yang menyebabkan pergerakan molekul melalui migrasi ion dan
rotasi dari dipol, yang mengacu pada penyelarasan molekul dalam pelarut dan
matriks (Jaitak et al., 2009). Peralatan ekstraksi berbantu microwave dapat dilihat
pada Gambar 3.

16
Gambar 3. Microwave Assisted Extraction

Parameter yang dipertimbangkan dalam menggunakan metode MAE yaitu


kealamian dari pelarut dan matriks dari bahan. Energi gelombang mikro sangat
bergantung pada dielectric susceptibility dari pelarut dan matriks padatan (Vernès
et al., 2020). Pada umumnya, pelarut yang digunakan memiliki konstanta dielektrik
yang tinggi sehingga dapat menyerap energi microwave dengan kuat. Vernès et al.
(2020) menyatakan bahwa dua sifat pelarut yang penting yaitu kelarutan dari
senyawa bioaktif pada pelarut dan kemampuan pelarut untuk menyerap energi dari
microwave. Diagram alir ekstraksi pemanis stevia menggunakan metode ekstraksi
konvensional, Microwave Assisted Extraction, dan Ultrasonically Assisted
Extraction dapat dilihat pada Tabel 5.

17
Tabel 5. Diagram Alir Ekstraksi Pemanis Stevia Menggunakan Alat Ekstraktor Batch dan Microwave Assisted Extraction
Ekstraksi Konvensional Microwave Assisted Extraction Ultrasonically Assisted Extraction
(Jaitak et al., 2009) (Yilmaz et al., 2020) (Liu et al., 2010)
Daun stevia kering (100 gram) di ekstraksi
Sebanyak 2 gram bubuk daun stevia dan
menggunakan 1000 ml air dan dilakukan
Sebanyak 100 mg sampel daun Stevia larutan etanol dicampurkan dalam wadah
pengadukan (nilai pH dikontrol
disiapkan tertutup dan disimpan dalam microwave
menggunakan natrium fosfat 0,01 M pH 7
dengan mode pengadukan (250 rpm)
dan kecepatan pengadukan 300 r/menit)

Sampel daun stevia ditambahkan


Ekstraksi dilakukan pada range waktu (1– Ekstraksi dilakukan menggunakan
dengan 10 ml pelarut (etanol : air , 80 :
25 menit) dan range suhu (20–55°C), ultrasound treatment dengan sonic power-
20, v/v) dalam labu ekstraksi 25 ml
dengan daya microwave yang digunakan nya yaitu 20 W, 40 W, 60 W, 80 W, dan
dan dijaga pada suhu ruang selama 12
yaitu 700 W 100 W
jam (ekstraksi dingin)

Ekstrak kemudian disaring dan Setelah dilakukan ekstraksi, larutan


Dilakukan sentrifugasi pada 4800 rpm
dipekatkan pada kondisi vakum suhu didinginkan hingga suhu kamar
selama 5 menit
50℃ menggunakan air es

Supernatant yang dihasilkan Larutan kemudian disaring pada kondisi


Sampel dianalisis menggunakan
dikumpulkan dan disimpan pada suhu vakum (-0,0098 MPa) menggunakan kertas
HPLC
-20°C saring Whatman No.41

Sampel dianalisis menggunakan HPLC Prosedur ekstraksi diulangi sebanyak 2 kali

18
Filtrat dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada tekanan vakum dan
kemudian dilakukan pembekuan kering.

Hasil ekstrak dihitung berdasarkan pada


berat total karbohidrat yang diperoleh dari
ekstrak pembekuan kering terhadap berat
total daun stevia yang digunakan

19
1.2.3. Aplikasi Daun Stevia pada Produk Makanan dan Minuman
Peningkatan konsumsi gula juga dapat menyebabkan tingginya konsumsi energi
dan masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes tipe 2, serangan jantung, dan
masalah gigi (Carbonell-Capella et al., 2015). Untuk menjaga berat badan dan
mencegah penyakit karena mengkonsumsi gula berlebih, tren menggunakan
pemanis buatan non-kalori seperti sakarin, sukralosa, dan aspartam pada produk
bakery semakin meningkat. Namun pemanis buatan tersebut bersifat karsinogenik
(Odgen et al., 2008). Konsumen pada masa ini memiliki kesadaran akan
kesehatannya, oleh karena itu konsumen lebih memilih pemanis alami non-kalori
dibandingkan dengan pemanis buatan.

Karena pemanis lain memiliki komposisi kimia yang berbeda dari gula, maka
penggantian gula akan mempengaruhi struktur dan tekstur dari cookies (Struck et
al., 2014; Pareyt et al., 2009). Dengan konsentrasi sukrosa <25% adonan menjadi
kering dan rapuh (crumbly), sedangkan apabila konsentrasi sukrosa >50% adonan
menjadi terlalu lunak dan lengket (Struck et al., 2014). Penggantian pemanis harus
memiliki karakteristik yang sama dengan sukrosa, itulah sebabnya sulit
menemukan pengganti gula yang ideal (Bukolt et al., 2019). Pemanis buatan tidak
mengalami reaksi Maillard dan karamelisasi, yang menghasilkan produk makanan
memiliki warna lebih cerah setelah pemasakan (Gallagher et al., 2003; Lin et al.,
2010). Maka, diperlukan adanya pemanis yang dapat digunakan sebagai pengganti
sukrosa, namun menghasilkan karakteristik produk yang hampir sama dengan
menggunakan sukrosa.

Pemanis stevia dapat digunakan untuk menambahkan rasa manis pada produk-
produk minuman, makanan yang asin dan yang telah di proses, produk kebersihan,
dan makanan lezat lainnya yang populer di Asia (Gasmalla et al., 2014). Contoh
produk makanan yang dapat menggunakan stevia sebagai pemanis alami yaitu
cookies (Bukolt et al., 2019; Kulthe et al., 2014), biskuit (Rana et al., 2020;
Vatankhah et al., 2015), dan muffin (Ahmad & Ahmad, 2018).

11
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang serta literatur review, maka berikut adalah
identifikasi masalah yang diperoleh :
1.3.1. Bagaimana potensi stevia sebagai pemanis alami?
1.3.2. Bagaimana metode ekstraksi pemanis daun stevia?
1.3.3. Bagaimana aplikasi pemanis stevia pada produk makanan?

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi stevia sebagai pemanis
alami, mengetahui metode ekstraksi pemanis daun stevia, dan aplikasinya pada
produk makanan.

12
2. METODOLOGI

2.1. Analisis Kesenjangan


Untuk mengidentifikasi suatu masalah maka dilakukan analisis kesenjangan dengan
mengumpulkan review yang mengacu pada satu topik serta mencari masalah yang
belum pernah dibahas pada review yang telah dikumpulkan tersebut. Apabila
terdapat masalah yang belum diangkat menjadi topik dan belum ada
penanganannya maka topik tersebut dapat diangkat sebagai topik review. Tetapi
apabila sudah ada penanganan dari topik tersebut maka dapat dilihat apakah
terdapat kekurangan dari penanganannya, apabila terdapat kekurangan dari
penanganannya maka topik tersebut juga dapat diangkat menjadi topik review.
Kemudian setelah melakukan analisa kesenjangan maka dilanjutkan dengan
pembuatan diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan

2.2. Pengumpulan Literatur


Pengumpulan literatur bertujuan supaya dapat membantu penulis untuk mengetahui
dan mempelajari tentang masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Jurnal yang
dibutuhkan sebanyak 60 jurnal supaya data yang didapat akurat dan jurnal tersebut

12
harus didapat dari website ilmiah yang terpercaya supaya data yang didapatkan
akurat. Website ilmiah terpercaya yang digunakan untuk mengumpulkan literatur
yaitu Google Scholar, PubMed, ScienceDirect, dan ResearchGate. Kata kunci yang
digunakan untuk mencari data yang sesuai dengan topik yaitu “Daun stevia sebagai
pemanis alami”, “Stevia as a natural sweetener”, “Manfaat dan karakteristik daun
stevia”, “Ekstraksi pemanis stevia menggunakan ultrasonik”, “Ekstraksi pemanis
stevia menggunakan microwave”, dan “aplikasi pemanis daun stevia untuk produk
makanan”. Kriteria yang digunakan ketika mengumpulkan literatur adalah jurnal
yang diterbitkan dalam Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris, membahas tentang
kandungan nutrisi yang terdapat dalam daun stevia, manfaat daun stevia, serta
metode ekstraksi pemanis stevia. Kemudian, referensi yang terdapat pada daftar
pustaka dari literatur terkait juga penulis gunakan dan tidak melakukan pembatasan
tahun terbit literatur tersebut. Hal tersebut disebabkan karena publikasi lama dapat
digunakan penulis sebagai data acuan dan data dasar, sedangkan pada literatur yang
baru dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui status perkembangan dari
masalah tersebut.

2.3. Penyaringan Literatur


Setelah memperoleh literatur yang sesuai dengan permasalahan yang telah
ditentukan, maka penulis membaca literatur tersebut dan menentukan literatur yang
sesuai dengan topik untuk kemudian dapat dimasukkan ke dalam review. Untuk
mempermudah dan mempersingkat waktu dalam pemilihan literatur maka penulis
membaca abstrak serta latar belakang pada literatur tersebut. Hal tersebut
disebabkan karena isi dari abstrak mencakup keseluruhan isi dari literatur tersebut,
dan latar belakang berisi pada literatur menjelaskan tentang tujuan dari penelitian
tersebut. Setelah mendapatkan literatur yang sesuai dengan topik, selanjutnya yaitu
membaca literatur tersebut dan dicari data kuantitatif maupun kualitatif yang
dibutuhkan.

13
2.4. Analisis dan Tabulasi Data
Setelah mendapatkan data kuantitatif maka penulis melakukan pengolahan data dan
merangkum data tersebut ke dalam tabel atau grafik, serta menambahkan
keterangan tabel atau grafik yang akan mempermudah penulis untuk membaca hasil
analisa. Kemudian, data yang diperoleh dapat dijelaskan menggunakan data
kualitatif.

14
3. POTENSI STEVIA SEBAGAI PEMANIS ALAMI

3.1. Glikosida Steviol dalam Stevia rebaudiana Bertoni


Glikosida steviol merupakan kelompok senyawa yang secara alami terdapat dalam
tanaman Stevia rebaudiana Bertoni dan diantara kelompok senyawa tersebut
memiliki struktur molekul yang sama tetapi memiliki gugus gula yang berbeda.
Marlina & Widiastuti (2018) menyatakan bahwa glikosida adalah suatu molekul
gula (glikon) yang berikatan dengan molekul non gula (aglikon atau genin). Produk
stevia yang dijual kurang lebih mengandung 95% total glikosida steviol
(berdasarkan berat kering) dengan variabel komposisi tergantung pada komposisi
senyawa dalam daun stevia, yang dipengaruhi oleh tanah, teknik pembuatan
(adsorption column), serta kondisi (suhu dan pH) (Rao, 2017).

Glikosida steviol dapat dikategorikan menjadi beberapa grup berdasarkan pada


jenis residu glikosidik yang terikat pada backbone dari steviol yaitu glucosyl steviol
(residu hanya glukosa); rhamnosyl steviol (residu : ramnosa dan glukosa); xylosyl
steviol (residu : xilosa dan glukosa); fructosyl steviol (residu : fruktosa dan
glukosa); deoxyglucose steviol (residu : deoksiglukosa dan glukosa); arabinosyl
steviol (residu : arabinosa dan glukosa); dan galactosyl steviol (residu : galaktosa
dan glukosa) (Rao, 2017). Glikosida steviol berdasarkan jenisnya terdiri dari
steviosida, steviolbiosida, rebaudiosida (A, B, C, D, E, F, M), dan dulkosida A,
yang juga dikenal sebagai pemanis stevia.

15
Tabel 6. Total Senyawa Glikosida dalam Stevia rebaudiana Bertoni
Bentuk Glikosida Steviol yang Terekstrak (% berat kering daun stevia)
Alat
Daun Asal Daun Stevia Rebaudiosida Rebaudiosida Rebaudiosida Rebaudiosida Dulkosida Referensi
Steviosida Steviolbiosida Deteksi
Stevia A B C D A
Daun
(Kolb et al.,
stevia Misiones 3.78-9.84 - 1.62-7.27 - - - - HPLC
2001)
halus
- Benih :
Kanada &
(Sinta &
Peru
Daun Sumaryono,
- Dikecambah- 4.1 - 2.9 - - - - HPLC
stevia 2019)
kan di :
Bogor,
Indonesia

Stevia HPLC- (Jaworska


Brazil 2.6 - 1.2 - 0.2 - -
bubuk UV et al., 2012)

Stevia HPLC- Jaworska et


China 2.0 - 6.3 - 0.6 - -
halus UV al. (2012)
(Abou-
Stevia Cairo,
7.60 - - - - - - HPLC Arab et al.,
halus Egypt
2010)
LC x
Daun LC- (Pól et al.,
Sigma, Germany 14 0.3 7.6 - 6.0 0.4 0.4
stevia TOF 2007)
MS

16
LC x
Daun LC- Pol et al.
Czech Republic 4 3.0 9.9 0.02 0.5 - 0.2
stevia TOF (2007)
MS

Daun DESI- (Jackson et


Rogersville 4-14 <0.4 2-4 <0.4 1-2 <0.4 0.4-0.7
Stevia MS al., 2009)
Keterangan :
- : Tidak dijelaskan / Tidak terdeteksi

17
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kandungan glikosida steviol pada daun
stevia berbeda-beda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kolb et al. (2001),
glikosida steviol yang dideteksi dalam daun stevia yang berasal dari Misiones
adalah steviosida dan rebaudiosida A. Pada penelitian Sinta & Sumaryono (2019)
menggunakan benih stevia dari Kanada dan Peru kemudian dikecambahkan di
Bogor, Indonesia untuk mendeteksi kandungan steviosida dan rebaudiosida A. Pada
penelitian Jaworksa et al. (2012) menggunakan daun stevia dari Brazil dan China
untuk mendeteksi steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C. Kemudian,
Abou-Arab et al. (2010) juga mendeteksi senyawa steviosida yang terdapat dalam
daun stevia yang berasal dari Cairo. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pól et al.
(2007) menggunakan daun stevia yang berasal dari Sigma dan Czech dengan
glikosida steviol yang dideteksi yaitu steviosida, steviolbiosida, rebaudiosida A,
rebaudiosida B, rebaudiosida C, rebaudiosida D, dan dulkosida A. Sedangkan pada
penelitian Jackson et al. (2009) menggunakan daun stevia yang berasal dari
Rogersville dan glikosida steviol yang dideteksi adalah steviosida, steviolbiosida,
rebaudiosida A, rebaudiosida B, rebaudiosida C, rebaudiosida D, dan dulkosida A.

Dari keenam referensi tersebut, didapatkan persentase kandungan steviosida paling


tinggi adalah daun stevia yang berasal dari Sigma dan Rogersville yaitu (14%),
sedangkan kandungan steviosida paling rendah yaitu pada daun stevia yang berasal
dari China (2.0%). Kemudian untuk persentase kandungan steviolbiosida paling
tinggi berdasarkan penelitian Pól et al. (2007) dan Jackson et al. (2007) yaitu daun
stevia dari Czech (3.0%) dan persentase paling rendah ada pada daun stevia dari
Rogersville (<0.4%). Dari kelima referensi, persentase kandungan rebaudiosida A
paling tinggi ada dalam daun stevia Czech (9.9%) dan persentase paling rendah ada
pada daun stevia Brazil (1.2%). Untuk persentase kandungan rebaudiosida B
berdasarkan penelitian Pól et al. (2007) dan Jackson et al. (2007) paling tinggi ada
pada daun stevia Czech (0.02%) sedangkan paling rendah ada pada daun stevia
Rogersville (<0.4%), dan pada daun stevia Sigma tidak terdeteksi adanya
rebaudiosida B.

18
Pada rebaudiosida C berdasarkan penelitian Jaworska et al. (2012), Pol et al. (2007)
dan Jackson et al. (2007), persentase paling tinggi yaitu dari daun stevia Sigma
(6.0%) dan paling rendah dari daun stevia Brazil (0.2%). Lalu pada rebaudiosida D
berdasarkan penelitian Pól et al. (2007) dan Jackson et al. (2007), persentase paling
tinggi ada pada daun stevia Sigma (0.4%) sedangkan paling rendah ada pada daun
stevia Rogersville (<0.4%), dan pada daun stevia Czech tidak terdeteksi adanya
rebaudiosida D. Kemudian untuk persentase dulkosida A berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Pól et al. (2007) dan Jackson et al. (2007) yang paling tinggi
yaitu pada daun stevia Rogersville (0,4-0,7%) dan paling rendah pada daun stevia
Czech (0.2%).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaworska et al. (2012), disebutkan bahwa
hasil total kandungan glikosida steviol dalam S. rebaudiana (Brazil) yaitu 4.40%
sedangkan pada S. rebaudiana (China) yaitu 9.54%. Selain itu juga dari penelitian
yang dilakukan oleh Jackson et al. (2007) didapatkan bahwa senyawa yang
memiliki persentase tinggi pada stevia yaitu steviosida (4-14%), rebaudiosida A (2-
4%), dan rebaudiosida C (1-2%). Sedangkan persentase paling rendah yaitu
steviolbiosida, rebaudiosida B, rebaudiosida D, dan dulkosida A yaitu <0.4% dan
0.4-0.7%. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari Clos et al. (2008) yang
menyatakan bahwa glikosida steviol yang paling utama (major) adalah steviosida
dan rebaudiosida A. Steviosida dan rebaudiosida A merupakan glikosida steviol
yang sering digunakan dalam pembuatan produk makanan dan minuman.

Perbedaan asal daun yang digunakan terbukti dapat menghasilkan senyawa


glikosida steviol yang berbeda di dalam daun stevia. Hal tersebut juga dikemukakan
oleh Gardana et al. (2010) bahwa adanya perbedaan kandungan glikosida steviol
dapat disebabkan karena berhubungan dengan perbedaan faktor waktu pemanenan,
tahap pertumbuhan dari tanaman, dan juga jenis dari lahan yang digunakan untuk
menanam. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kumari et al. (2016) yang mendeteksi kandungan steviosida dan rebaudiosida A
berdasarkan pada waktu pemanenan (bulan Maret sampai dengan September),

19
tahap pertumbuhan tanaman (vegetatif sampai dengan berbunga), dan bagian
tanaman stevia (daun, batang hijau, batang berkayu). Pada penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa kandungan steviosida dengan persentase paling tinggi yaitu
8.55% pada bagian daun dan persentase paling rendah yaitu 0.17% pada batang
berkayu di bulan Juni. Sedangkan pada kandungan rebaudiosida A didapatkan hasil
persentase paling tinggi yaitu 7% pada bagian daun di bulan Agustus dan persentase
paling rendah yaitu 0.12% pada bagian batang berkayu di bulan Juni.

3.2. Metabolisme Glikosida Steviol dalam Tubuh


Stevia memiliki potensi sebagai pemanis karena memiliki banyak manfaat salah
satunya yaitu sebagai pemanis alami rendah kalori (Adesh et al., 2012). Stevia dapat
disebut sebagai pemanis alami yang memiliki kalori rendah karena di dalam tubuh
terjadi hidrolisis senyawa glikosida steviol oleh bakteri pada usus. Koyama et al.
(2003) menyatakan bahwa rebaudiosida A dalam saluran pencernaan pertama kali
dimetabolisme oleh mikroba di usus menjadi molekul glukosa dan steviol. Molekul
glukosa yang dilepaskan tersebut digunakan oleh bakteri di usus dan tidak
terabsorbsi ke dalam aliran darah. Glikosida steviol yang telah mengalami
metabolisme diekskresikan dan tidak ada akumulasi di dalam tubuh (Koyama et al.,
2003). Musa et al. (2014) juga menyatakan bahwa glikosida steviol bersifat non
kalori karena gula yang terdapat pada strukturnya terikat satu sama lain dan ke
ikatan steviol oleh ikatan β-glycosidic (atau ikatan ester β-glycosidic pada karbon
19). Metabolisme glikosida steviol dalam tubuh manusia dapat dilihat pada Gambar
5.

20
Gambar 5. Metabolisme Glikosida Steviol Dalam Saluran Pencernaan
Manusia
(Samuel et al., 2018)

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa glikosida steviol masuk ke dalam


saluran pencernaan kecil, lalu ke saluran pencernaan besar. Kemudian glikosida
steviol dihidrolisis menjadi steviol bebas oleh bakteri pada usus dengan melepaskan
glukosa pada glikosida steviol. Dalam FAO JECFA Monograph (2017) disebutkan
bahwa steviol (R1 = R2 = H) merupakan aglikon (molekul non gula) dari glikosida
steviol. Geuns et al., (2006) dalam jurnalnya yang berjudul “Identification of Steviol
Glucuronide in Human Urine” menyatakan bahwa steviol bebas tersebut akan
diserap oleh usus dan disalurkan ke hati oleh darah. Di hati, terjadi metabolisme
steviol menjadi steviol glukoronida kemudian dilepaskan ke darah lalu disaring
oleh ginjal untuk kemudian diekskresikan melalui urin (Geuns et al., 2006). Steviol
glukoronida yang tertinggal di usus diekskresikan melalui feses manusia, oleh
sebab itu steviosida tidak diabsorbsi oleh tubuh manusia dan memiliki kalori yang
rendah. Sehingga stevia dapat digunakan sebagai pemanis alami rendah kalori yang
aman untuk dikonsumsi.

21
Hasil penelitian yang membuktikan bahwa glikosida steviol diekskresikan melalui
feses dan urin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penelitian Residu Glikosida Steviol


Residu Glikosida Steviol
Subjek Perlakuan Referensi
Darah Urin Feses
Sebanyak 1.67
gram Tidak (Geuns et
Babi - Steviol
steviosida/kg terdeteksi al., 2003)
pakan babi
Inkubasi
steviosida dan
rebaudiosida A (Gardana et
Bakteri - - Steviol
pada bakteri al., 2003)
dengan medium
feses manusia
Diberikan kapsul Tidak Steviol (Geuns et
Manusia Steviol
250 mg steviosida terdeteksi glukoronida al., 2007)
Keterangan :
- = Tidak dianalisa

Pada Tabel 7 tersebut dapat dilihat bahwa dari ketiga referensi membuktikan residu
yang keluar bersama feses adalah dalam bentuk steviol (aglikon), sedangkan pada
urin residu hanya ditemukan steviol glukoronida. Geuns et al. (2003) dalam
jurnalnya yang berjudul “Metabolism of Stevioside In Pigs and Intestinal
Absorption Characteristics of Stevioside, Rebaudioside A and Steviol” menjelaskan
bahwa dari hasil analisa tidak terdeteksi adanya steviosida pada sampel feses, yang
membuktikan bakteri usus memetabolisme semua steviosida karena yang terdeteksi
pada feses babi tersebut hanya steviol. Sedangkan pada sampel darah babi yang
dianalisa juga tidak ditemukan adanya steviol. Hasil analisa tersebut membuktikan
bahwa steviol hanya larut sebagian dan tidak tertinggal dalam darah babi.

Gardana et al. (2003) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa inkubasi


steviosida dengan bakteri usus manusia menghasilkan steviosida terdegradasi
sepenuhnya menjadi aglikon steviol dalam 10 jam. Peak konsentrasi steviolbiosida
tersebut muncul setelah 2 hingga 4 jam inkubasi, kemudian konsentrasinya

22
menurun dengan cepat hingga mencapai angka nol. Steviol terdeteksi setelah 3
hingga 4 jam inkubasi, dan kemudian konsentrasinya meningkat dengan cepat.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa steviosida awalnya terhidrolisis menjadi
steviolbiosida, kemudian senyawa tersebut dimetabolisme dengan cepat menjadi
steviol.

Gambar 6. Kurva Degradasi Steviosida dan Rebaudiosida A


(Gardana et al., 2003)

Pada Gambar 6 hasil penelitian Gardana et al. (2003) menunjukkan bahwa


rebaudiosida A juga termetabolisme seluruhnya menjadi steviol oleh mikroflora
usus manusia, tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama (±24 jam) dibandingkan
dengan steviosida. Setelah fase lag 6-7 jam, rebaudiosida A terhidrolisis menjadi
steviolbiosida (Cmax = 12-15 jam) dan dengan cepat dikonversi menjadi steviol.
Steviol yang merupakan metabolit akhir dari steviosida dan rebaudiosida, tetap
tidak berubah selama inkubasi 72 jam dengan bakteri usus manusia, yang
mengindikasi bahwa enzim dari bakteri tidak dapat memecah struktur atau tidak
dapat mendegradasi steviol.

23
Geuns et al. (2007) mendapatkan hasil yaitu sebanyak 13 hingga 40 mg steviol
bebas dalam feses (pada 10 volunteer) setelah 24 jam mengkonsumsi kapsul
steviosida. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri usus mendegradasi semua
steviosida menjadi steviol, yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Sedangkan
pada urin yang dianalisa tidak terdeteksi adanya steviol bebas akan tetapi terdeteksi
adanya steviol glukoronida. Sebanyak 28 hingga 205 mg steviol glukoronida
terdeteksi dalam urin setelah 24 jam mengkonsumsi kapsul steviosida. Jumlah
steviol glukoronida yang tinggi pada urin membuktikan bahwa tidak adanya
akumulasi turunan steviol dalam tubuh manusia. Geuns et al. (2007) menyatakan
karena adanya hidrolisis enzimatis oleh -glukoronidase/sulfatase, steviol
ditemukan hanya dalam bentuk aglikon (molekul non gula). Metabolisme
steviosida hingga menjadi steviol glukoronida dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Metabolisme Steviosida menjadi Steviol Glukoronida

Terkait dengan keamanan stevia sebagai pemanis alami yang dapat menyebabkan
hipoglikemia, beberapa peneliti telah melakukan analisa terhadap kadar gula darah
subjek yang diberikan stevia. Hazali et al. (2014) dalam jurnalnya yang berjudul
“Effect of Acute Stevia Consumption on Blood Glucose Response in Healthy Malay
Young Adults” melakukan 3 perlakuan yaitu 20 gram sukrosa, 500 mg dan 1000 mg
stevia yang dilarutkan ke dalam 100 ml air untuk dikonsumsi oleh subjek. Gula
darah yang dianalisa yaitu gula darah puasa, gula darah setelah 30 menit, 60 menit,
90 menit, dan 120 menit setelah larutan sukrosa dan stevia dikonsumsi.

24
Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa dalam jangka waktu pendek 500 mg
stevia tidak meningkatkan gula darah dan menunjukkan adanya pengurangan kadar
gula darah dalam jumlah kecil setelah 30 menit yaitu dari 5.2 mmol/L menjadi 5.1
mmol/L, tetapi tidak terjadi pengurangan kadar gula darah lebih lanjut pada menit
ke-60 dan 90, setelah itu terjadi peningkatan kadar gula darah menjadi 5.2 mmol/L
pada menit ke-120. Dibandingkan dengan stevia 1000 mg tidak ada perbedaan yang
cukup signifikan, walaupun konsumsi 1000 mg stevia meningkatkan kadar gula
darah dalam jumlah kecil dalam waktu 30 menit, yaitu dari 5.1 mmol/L menjadi 5.3
mmol/L. Sedangkan pada perlakuan larutan sukrosa 20 gram didapatkan bahwa
terjadi peningkatan kadar gula darah cukup signifikan setelah 30 menit yaitu dari
5.2 mmol/L menjadi 7.1 mmol/L. Dapat dibuktikan bahwa steviosida tidak
menyebabkan penurunan kadar gula darah dan peningkatan kadar gula darah secara
signifikan. Sehingga dapat dipastikan bahwa konsumsi stevia dalam jangka waktu
panjang tidak menyebabkan hipoglikemia pada orang sehat, aman untuk digunakan
sebagai pemanis, dan tidak meningkatkan kadar gula darah secara signifikan setelah
mengkonsumsi makanan (postprandial blood glucose) (Hazali et al., 2014).

25
4. METODE EKSTRAKSI PEMANIS STEVIA

4.1. Ekstraksi Pemanis Stevia Menggunakan Metode Ekstraksi


Konvensional, Ekstraksi Berbantu Ultrasonic, dan Ekstraksi Berbantu
Microwave
Meskipun stevia memiliki tingkat kemanisan yang cukup tinggi namun glikosida
steviol memiliki kalori yang rendah, oleh sebab itu tanaman stevia telah digunakan
secara luas sebagai pemanis yang terutama cocok untuk penderita diabetes (Puri et
al., 2011). Agar stevia dapat digunakan sebagai pemanis maka perlu dilakukan
ekstraksi senyawa glikosida steviol yang ada dalam daun stevia. Telah banyak
metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi glikosida steviol, namun
metode ekstraksi yang paling umum digunakan adalah ekstraksi konvensional
menggunakan pelarut (Puri et al., 2012). Metode konvensional terdiri dari liquid-
liquid, solid-liquid & solid phase extraction (SPE), maceration, infusion,
percolation dan decoction, metode reflux, dan metode Soxhlet (Louie et al., 2020).
Dengan menggunakan metode tersebut bisa didapatkan hasil yang baik, akan tetapi
kebanyakan dari metode konvensional membutuhkan waktu yang lama dan
prosesnya yang rumit, selain itu juga membutuhkan banyak pelarut organik yang
kurang ramah lingkungan (Németh & Jánosi, 2019).

Vernès et al. (2020) juga menyatakan bahwa ekstraksi konvensional memiliki


kelemahan seperti residu beracun, transformasi kimia pada ekstrak, limbah beracun,
dan efisiensi ekstraksi yang terbatas. Karena alasan tersebut, dibutuhkan adanya
metode baru yang mencegah penggunaan pelarut berbahaya, meningkatkan
efisiensi, dan sustainability. Hal ini juga terkait dengan prinsip green chemistry
yang memiliki tujuan penggunaan energi dan sumber daya yang lebih efisien.
Green extraction dari produk alami didasarkan pada desain proses ekstraksi,
pengurangan konsumsi energi dan pelarut petroleum, serta memastikan ekstrak
yang dihasilkan aman dan memiliki kualitas yang tinggi (Vernès et al., 2020). Oleh
sebab itu, pada masa ini terdapat perkembangan terhadap metode ekstraksi
Ultrasonically assisted extraction (UAE) dan Microwave Assisted Extraction

26
(MAE). Berikut adalah perbandingan hasil penelitian dengan menggunakan metode
konvensional, Ultrasonically Assisted Extraction, dan Microwave Assisted
Extraction dalam mengekstrak steviosida dan rebaudiosida A dari daun stevia yang
dapat dilihat pada Tabel 8.

27
Tabel 8. Ekstraksi Daun Stevia Menggunakan Metode yang Berbeda
Suhu Waktu Senyawa yang terekstrak (%
Metode Power Frekuensi
Bahan Pelarut Ekstraksi Ekstraksi berat kering daun) Referensi
Ekstraksi (W) (kHz)
(℃) (menit) Steviosida Rebaudiosida A
Daun Conventional (Liu et al.,
Air ±100 120 - - 3.54 2.80
stevia Extraction 2010)
Ultrasonically
Daun (Liu et al.,
Air Assisted 60 40 60 20 7.37 4.8
stevia 2010)
Extraction
Stevia Conventional (Jaitak et
Etanol & air 20-25 720 - - 6.54 1.20
bubuk Extraction al., 2009)
Ultrasonically
Stevia (Jaitak et
Etanol & air Assisted 35 30 - - 4.20 1.98
bubuk al., 2009)
Extraction
Microwave
Stevia (Jaitak et
Etanol & air Assisted 50 1 80 - 8.64 2.34
bubuk al., 2009)
Extraction
Stevia Conventional (Yilmaz et
Etanol 54 112 - - 3.24 2.05
bubuk Extraction al., 2020)
Ultrasonically
Stevia (Yilmaz et
Etanol Assisted 51 16 540 35 3.52 2.45
bubuk al., 2020)
Extraction
Microwave
Stevia (Yilmaz et
Etanol Assisted 50 43 700 - 3.40 2.14
bubuk al., 2020)
Extraction
Stevia Conventional (Žlabur et
Etanol 70% 100 24 - - 8.27 2.44
bubuk Extraction al., 2015)

28
Stevia Conventional (Žlabur et
Air distilasi 70 30 - - 7.47 2.23
bubuk Extraction al., 2015)
Ultrasonically
Stevia (Žlabur et
- Assisted 81.2 10 400 24 9.65 3.69
bubuk al., 2015)
Extraction
Stevia Conventional (Yang et
Etanol 70% ±20-25 45 - - 4.3 9.9
bubuk Extraction al., 2019)
Microwave
Stevia Subcritical (Yang et
Assisted 100 5 - - 3.9 9.1
bubuk water al., 2019)
Extraction
Microwave
Stevia Subcritical (Yang et
Assisted 120 30 - - 4.1 9.5
bubuk water al., 2019)
Extraction
Microwave
Stevia Subcritical (Yang et
Assisted 140 1 - - 4.3 9.7
bubuk water al., 2019)
Extraction
Keterangan :
- = Tidak dijelaskan

29
Berdasarkan Tabel 8 tersebut dapat diketahui bahwa steviosida dengan persentase
paling tinggi yaitu 9.65% pada penelitian yang dilakukan oleh Žlabur et al. (2015)
menggunakan metode Ultrasonically assisted extraction (UAE) dan persentase paling
rendah yaitu 3.54% menggunakan metode classical extraction pada penelitian Liu et
al. (2010). Kemudian, persentase rebaudiosida A paling tinggi yaitu 9.9%
menggunakan metode conventional extraction (Yang et al., 2019) dan persentase
paling rendah yaitu 1.20% menggunakan metode conventional extraction (Jaitak et al.,
2009).

Namun, apabila ditinjau dari waktu ekstraksinya, metode Ultrasonically Assisted


Extraction (UAE) dan Microwave Assisted Extraction (MAE) memiliki hasil
persentase steviosida dan rebaudiosida A yang cukup tinggi dalam waktu singkat
dibandingkan dengan conventional extraction. Dapat dilihat pada penelitian yang
dilakukan oleh Jaitak et al. (2009) menggunakan metode MAE mendapatkan steviosida
sebanyak 8.64% dalam waktu 1 menit dan pada suhu ekstraksi 50℃. Penggunaan
metode UAE oleh Žlabur et al. (2015) pada waktu yang cukup singkat yaitu 10 menit
dengan suhu 81.2℃ mendapatkan persentase steviosida sebesar 9.65%. Sedangkan
persentase rebaudiosida A yang cukup tinggi yaitu pada penelitian Yang et al. (2019)
sebesar 9.7% dengan menggunakan metode MAE dan waktu ekstraksinya yaitu 1 menit
pada suhu 140℃ (menggunakan subcritical water). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Liu et al. (2010) menggunakan metode UAE juga mendapatkan persentase
rebaudiosida A yang cukup tinggi yaitu 4.8% dengan waktu ekstraksinya 40 menit pada
suhu 60℃.

Dari kelima referensi yang terdapat pada Tabel 8 semua membandingkan antara
metode ekstraksi konvensional, UAE, dan MAE. Salah satu hasil penelitian lainnya
sebagai contoh yaitu Yilmaz et al. (2020) dengan membandingkan ketiga metode
ekstraksi (konvensional, UAE, MAE). Pada metode konvensional dengan waktu
ekstraksi 112 menit pada suhu 54℃ persentase steviosida yang didapat sebesar 6.49%

30
dan rebaudiosida A sebesar 4.11%. Metode selanjutnya yaitu UAE dengan waktu
ekstraksi 16 menit pada suhu 51℃ mendapatkan persentase steviosida sebesar 7.04%
dan rebaudiosida A sebesar 4.29%. Pada metode MAE dengan waktu ekstraksi 43
menit pada suhu 53℃ mendapatkan persentase steviosida sebesar 6.80% dan
rebaudiosida A sebesar 4.28%.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari Vernès et al. (2020) bahwa metode
berbantu ultrasonik dan microwave memberikan keuntungan seperti waktu ekstraksi
lebih singkat, mengurangi volume pelarut yang digunakan, dan meningkatkan yield
dari senyawa yang ditargetkan dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu
pada metode UAE dinding sel dari bahan dipecah dengan kavitasi akustik ultrasonik
sehingga kandungan di dalamnya dapat keluar dengan mudah yang dapat
meningkatkan hasil dari ekstraksi, seperti yang telah dinyatakan oleh Altemimi et al.
(2015). Sedangkan pada metode MAE terjadi pemanasan air intraseluler yang
menyebabkan evaporasi di dalam sel, kemudian terjadi pemecahan dinding sel, dan
pelepasan serta kelarutan senyawa dalam pelarut sehingga senyawa yang ingin di
ekstrak dapat keluar dengan mudah (Vernès et al., 2020). Gardana et al. (2010)
menyatakan bahwa adanya perbedaan kandungan glikosida steviol yang terekstrak juga
dapat disebabkan karena berhubungan dengan perbedaan faktor waktu pemanenan,
tahap pertumbuhan dari tanaman, dan juga jenis dari lahan yang digunakan untuk
menanam. Selain itu, adanya perbedaan hasil pada Tabel 8 tersebut juga dapat
disebabkan karena perbedaan jumlah sampel daun stevia serta pelarut yang digunakan
oleh masing-masing peneliti.

Luque-García & Luque De Castro (2004) telah membuktikan bahwa waktu ekstraksi
ultrasonik lebih singkat dibandingkan dengan ekstraksi Soxhlet untuk menghasilkan
jumlah yield produk yang sama pada proses ekstraksi lemak dari biji tumbuhan. Lalu,
Luque-García & Luque De Castro (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “Ultrasound:
a powerful tool for leaching” juga menyatakan bahwa ekstraksi dengan bantuan

31
ultrasonik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan ekstraksi konvensional
menggunakan Soxhlet diantaranya mampu menaikkan rendemen produk. Ma et al.
(2008) pada penelitiannya juga melakukan ekstraksi hesperidin dari kulit penggan
(citrus reticulata) dan menyatakan bahwa penggunaan ultrasonik dapat mempersingkat
waktu ekstraksi dan akan meningkatkan hasil ekstraksi.

Jaitak et al. (2009) dalam penelitiannya menggunakan metode MAE dan dilakukan
pada daya 20-160 W, awalnya yield dari steviosida dan rebaudiosida A semakin
meningkat dan mencapai maksimum pada 80 W, kemudian yield menurun ketika daya
dinaikkan menjadi 160 W. Dengan suhu yang digunakan yaitu pada range 10-90°C,
dan didapatkan bahwa yield dari steviosida dan rebaudiosida A meningkat dan
mencapai nilai maksimal pada suhu 50°C. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan
bahwa ekstraksi menggunakan metode MAE dipengaruhi oleh daya, suhu, dan waktu
yang digunakan saat ekstraksi.

Kavitasi ultrasonik dipengaruhi oleh karakteristik fisik pelarut seperti viskositas,


tekanan uap saturasi, dan tegangan permukaan (Wen et al., 2018). Vernès et al. (2020)
juga menyatakan suhu yang digunakan saat ekstraksi dapat mempengaruhi kavitasi
dengan merubah tekanan uap, viskositas, dan tegangan permukaan dari pelarut. Ketika
suhu dekat pada titik didih dari pelarut, gelembung kavitasi lebih mudah terbentuk
dibandingkan pada suhu rendah, karena pada suhu rendah kapasitas pemecahan
gelembung menjadi berkurang. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Jaitak
et al. (2009), Yilmaz et al. (2020), Žlabur et al. (2015) pada Tabel 8 yaitu semakin
tinggi suhu yang digunakan maka ekstrak steviosida dan rebaudiosida A yang diperoleh
semakin banyak. Suhu tinggi juga meningkatkan laju difusi pelarut dan transfer masa,
maka suhu dari pelarut harus dikontrol selama ekstraksi metode berbantu ultrasonik
(Wen et al., 2018).

32
Jaitak et al. (2009) juga menyatakan bahwa efisiensi ekstraksi sampel yang ada di
dalam oven microwave berbanding lurus dengan daya iradiasi, kemurnian sampel
(akar, daun, dan lain-lain), dan pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut yang
digunakan untuk MAE tidak hanya berdasarkan dari kelarutan senyawa yang akan
diekstrak tetapi juga efisiensi dari pelarut untuk mengkonversi energi gelombang mikro
menjadi panas (Vernès et al., 2020). Pelarut polar seperti air, metanol, 2-propanol dapat
menyerap gelombang mikro dengan baik karena memiliki dielectric loss yang tinggi
(Routray & Orsat, 2012). Pelarut non polar seperti heksana merupakan pelarut
microwave transparent, yang tidak dapat dipanaskan secara langsung oleh microwave,
tetapi senyawa polar (etanol dan asam) dapat ditambahkan sebagai pengubah untuk
meningkatkan penyerapan gelombang mikro. Louie et al. (2020) menyatakan bahwa
campuran air dan etanol (60-90%) terbukti dapat menjadi sistem pelarut yang baik
untuk ekstraksi flavonoid dari tanaman. Selain itu juga, agar dapat merambat dengan
baik, radiasi microwave harus digunakan dalam wadah yang sesuai (Vernès et al.,
2020).

Pelarut yang digunakan pada penelitian dari kelima referensi di Tabel 8 yaitu etanol,
air, campuran etanol dan air, serta subcritical water. Penggunaan etanol aman karena
telah diklasifikasikan sebagai GRAS dan merupakan green solvent (Martins et al.,
2016). Mustafa & Turner (2011) juga menyatakan bahwa dalam sebuah studi yang
menetapkan pelarut “hijau”, menunjukkan bahwa alkohol sederhana (etanol) atau
alkana (heptana, heksana) lebih baik untuk lingkungan dibandingkan dioksan,
asetonitril, asam, formaldehid, dan tetrahidrofuran. Yang et al. (2019) dalam
penelitiannya menggunakan metode MAE dan pelarutnya adalah subcritical water.
Yang et al (2019) menyatakan bahwa subcritical water digunakan untuk
mendeskripsikan tahap air dengan suhu antara 100-374°C dan bertekanan cukup tinggi
untuk mempertahankan fase cairnya.

33
Peraturan yang utama dari pemilihan pelarut yaitu “like dissolves like”, yang
mengindikasikan bahwa penggunaan pelarut polar akan melarutkan analit polar
sedangkan pelarut non polar akan melarutkan analit non polar (Mustafa & Turner,
2011). Glikosida steviol dapat larut dalam air karena memiliki gugus monosakarida
(Samuel et al., 2018). Mustafa and Turner (2011) mengatakan bahwa ketika
mengekstraksi analit pada konsentrasi rendah, laju ekstraksi tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi analit melainkan oleh laju perpindahan massa, oleh karena itu sifat kimia
pelarut yang dipilih harus tepat untuk memastikan pelarutan dan pelepasan analit.

Dari Tabel 8 pada penelitian yang dilakukan oleh Žlabur et al. (2015) menggunakan
metode ekstraksi konvensional, pelarut yang digunakan yaitu etanol dan air. Hasil
menunjukkan bahwa steviosida dan rebaudiosida A yang diekstrak menggunakan
pelarut etanol mendapatkan hasil yang lebih tinggi berturut-turut yaitu 8.27% dan
2.44% dibandingkan dengan menggunakan pelarut air distilasi. Mustafa & Turner
(2011) menjelaskan bahwa larutan alkohol yang dikombinasikan dengan suhu
lingkungan lebih tinggi dan agitasi, lebih efisien untuk mengekstrak senyawa yang
berbeda pada tanaman.

Selain itu juga, pada penelitian yang dilakukan oleh Jaitak et al. (2009) menggunakan
pelarut campuran yaitu etanol dan air. Penggunaan pelarut campuran dapat
meningkatkan hasil ekstraksi dengan meningkatkan kelarutan dan interaksi dari analit
yang ditargetkan dengan pelarut ekstraksi (Arapsitas et al., 2008; Mukhopadhyay &
Panja, 2008). Mustafa & Turner (2011) juga menyatakan penggunaan pelarut
campuran selama ekstraksi penting untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi. Pelarut
pertama akan meningkatkan kelarutan dari analit sedangkan pelarut lainnya akan
meningkatkan desorpsi analit, pada konteks ini air biasanya penting untuk membantu
pemutusan ikatan matriks dan matriks-analit (hidrogen) (Mustafa & Turner, 2011).

34
4.2. Kelebihan dan Mekanisme Metode Ekstraksi Berbantu Ultrasonik dan
Microwave
Metode ekstraksi berbantu ultrasonik bersifat non-destructive dan non-invasive
sehingga dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai aplikasi (Sholihah, 2017).
Žlabur et al. (2015) menyatakan bahwa metode ultrasonik merupakan metode dalam
fase cair yang mengandalkan mekanisme kavitasi. Gelombang ultrasonik merambat
pada cairan pada frekuensi rendah yaitu antara 20 kHz hingga 100 kHz. Gelombang
akustik menyebabkan pengempisan dan pengembangan bagian padat pada makanan
yang menimbulkan gelombang kavitasi pada fase cair dalam makanan (Žlabur et al.,
2015). Penggunaan metode berbantu ultrasonik tidak berpengaruh pada komponen
bioaktif pada produk makanan yang diolah menggunakan ultrasonik (Ignat et al.,
2011), sehingga tepat digunakan untuk ekstraksi dari senyawa yang memiliki struktur
kimia bervariasi (Žlabur et al., 2015).

Metode berbantu ultrasonik dan microwave dipertimbangkan sebagai teknik hijau


(green techniques) yang memberikan kelebihan seperti waktu ekstraksi lebih singkat,
mengurangi volume pelarut yang digunakan, dan meningkatkan yield dari senyawa
yang ditargetkan dibandingkan dengan metode konvensional (Vernès et al., 2020).
Selain itu UAE juga memiliki beberapa keuntungan seperti fleksibilitas peralatan,
mudah dioperasikan, efisiensi biaya, penurunan suhu yang digunakan, reproduktivitas
tinggi, peningkatan dalam transfer massa, dan eco-friendly (Liu et al., 2010). Louie et
al. (2020) juga menyatakan bahwa UAE memiliki kelebihan dapat dengan mudah
dipasangkan dengan metode ekstraksi lainnya. Waktu ekstraksi, komposisi pelarut, dan
daya yang digunakan merupakan 3 faktor utama yang mempengaruhi efisiensi dari
ekstraksi menggunakan UAE (Louie et al., 2020).

Ji et al. (2006) menyatakan bahwa gelombang ultrasonik mampu meningkatkan difusi


pelarut dalam suatu zat, dimana pengaruh gelombang kavitasi yang dihasilkan tidak
hanya di sekitar partikel tetapi juga langsung ke titik pusat zat tersebut. Hal tersebut

35
juga dijelaskan oleh Vernès et al. (2020) bahwa ketika daya ultrasonik mencapai pada
ambang batas, gelembung kecil akan terbentuk karena adanya tekanan negatif
menyebabkan gaya tarik molekul pada media selama rarefaction cycle. Gelombang
ultrasonik menyebabkan gelembung kavitasi, yang ukurannya bervariasi dengan
frekuensi gelombang suara. Frekuensi ultrasonik dan intensitas berperan dalam
kavitasi, frekuensi yang biasa digunakan antara 20 hingga 40 kHz (Vernès et al., 2020).

Adanya rectified diffusion menyebabkan gelembung semakin besar selama rarefaction


cycle dan menyusut selama fase kompresi (Vinatoru et al., 2017). Ketika gelembung
telah mencapai diameter kritisnya, gelembung akan pecah pada saat siklus kompresi,
yang menyebabkan pelepasan energi dalam jumlah besar (Gambar 8).

Gambar 8. Parameter Ultrasonik Terkait dengan Peristiwa Kavitasi


(Vernès et al., 2020)

Knorr et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah energi yang dilepaskan oleh kavitasi
tergantung pada kinetik dari pertumbuhan gelembung dan pemecahan gelembung.
Proses pemecahan gelembung kavitasi dapat dilihat pada Gambar 9.

36
Gambar 9. Proses Pemecahan Gelembung Kavitasi
(Vernes et al., 2020)

Sedangkan dalam metode Microwave Assisted Extraction (MAE), molekul dipanaskan


oleh gelombang mikro melalui konduksi ionik dan rotasi dipol (Vinatoru et al., 2017;
Azzouz & Ballesteros, 2015). Dipol merupakan molekul dengan ikatan polar yang
disebabkan oleh perbedaan elektronegativitas antar atom (Vernès et al., 2020).
Konduksi ionik mengacu pada migrasi elektroforetik yang diinduksi dari pembawa
muatan seperti ion dan elektron dibawah pengaruh medan listrik yang dihasilkan oleh
microwave, perpindahan ini menyebabkan adanya gesekan antara ion yang bergerak
dengan media yang akhirnya akan menghasilkan panas (Vernès et al., 2020). Selain itu
juga, rotasi dipol terjadi ketika molekul dipolar menyesuaikan dirinya dengan medan
listrik bolak balik.

Pergerakan dipol tersebut menyebabkan tumbukan antar dipol dengan molekul di


sekitarnya sehingga menciptakan panas, karena itu energi listrik dikonversi menjadi
energi kinetik dengan transmisi panas dari dalam sistem ke luar sistem, tidak seperti
panas konvensional (Vernès et al., 2020). Transfer panas oleh iradiasi gelombang
mikro juga dapat menyebabkan evaporasi dari air dalam sel, yang memberikan tekanan
yang sangat besar dari dalam matriks biologis (Louie et al., 2020; Vernès et al., 2020).
Perubahan tekanan tersebut dapat merusak membran sel, mempercepat penetrasi
pelarut, dan pelepasan senyawa intraseluler sehingga rendemen yang didapat setelah
proses ekstraksi akan semakin meningkat. Kebalikan dari panas konvensional dimana

37
panas ditransfer dari media pemanas ke bagian dalam sampel, pada MAE panas
disebarkan secara volumetrik di dalam media yang diradiasi (Vernès et al., 2020).

38
5. APLIKASI STEVIA PADA PRODUK COOKIES, BISKUIT, DAN
MUFFIN

Pada masa ini mulai banyak orang yang peduli dan sadar akan penyakit obesitas,
termasuk industri makanan yang juga mulai mencoba untuk mengurangi kalori pada
makanan yang diproduksi dengan menggunakan pemanis alami non kalori. Stevia
(Stevia rebaudianna Bertoni) merupakan pemanis alami yang aman untuk digunakan
dalam produk makanan maupun minuman. Pada bulan Juni tahun 2008, Food and
Agriculture Organization/World Health Organization’s Joint Expert Committee on
Food Additives (JECFA) menetapkan bahwa glikosida steviol aman untuk digunakan
dalam makanan dan minuman dan ditetapkan sebagai Generally Recognized as Safe
(GRAS), selain itu juga ditetapkan Acceptable Daily Intake (ADI)-nya adalah 0-4
mg/kg berat badan/hari (FAO 2008; FAO/WHO 2009). JECFA menetapkan ciri khas
spesifikasi dan kemurnian dari glikosida steviol yaitu minimal mengandung 95%
jumlah dari 7 senyawa glikosida steviol yaitu steviosida, rebaudiosida A, rebaudiosida
C, dulkosida A, rubusosida, steviolbiosida, dan rebaudiosida B (WHO 2008; 2009).
Pemanis stevia merupakan non-kalori dan memiliki stabilitas yang baik pada suhu, pH,
dan memiliki kelarutan yang baik di dalam air (Karp et al. 2017; Kroyer, 2010).
Karakteristik paling penting dari glikosida steviol yaitu dapat menormalkan kadar
glukosa pada darah dan menstimulasi sekresi insulin, yang bermanfaat terutama bagi
penderita diabetes (Anton et al., 2010).

Azevedo et al. (2015) menyatakan bahwa stevia merupakan pengganti sukrosa dalam
produk pangan yang memenuhi kebutuhan untuk pemanis rendah kalori dan intensitas
tinggi. Beberapa peneliti juga telah mempelajari kemungkinan menggunakan pemanis
stevia dalam formulasi produk bakery seperti muffin (Zahn et al., 2013), cake (Manisha
et al., 2012) dan cookies (Kulthe et al., 2014). Steviosida dan rebaudiosida A cukup
stabil terhadap suhu yang digunakan pada pengolahan makanan dan tidak mengalami
browning atau karamelisasi ketika dipanaskan (Rao, 2017). Dapat dilihat bahwa dalam

39
larutan asam sitrat (pH 2-4), steviol glikosida (asam sitrat : 1000 mg/l; steviosida :
29%; rebaudiosida A : 69%) sangat stabil selama kurang lebih 180 hari pada suhu 20℃.
Dan di dalam minuman asam (pH 3.8) disimpan pada suhu 24℃ selama 1 tahun, tidak
terjadi dekomposisi dari steviol glikosida (rebaudiosida : 94%) (Rao, 2017). Oleh sebab
itu, terdapat kemungkinan untuk menggunakan stevia sebagai pemanis alami dalam
produk pangan. Karakteristik produk pangan yang menggunakan stevia sebagai
pemanis alami dapat dilihat pada Tabel 9.

40
Tabel 9. Karakteristik Produk Pangan Menggunakan Stevia Sebagai Pemanis Alami
Gula Stevia Karakteristik Sensori*
yang yang Suhu Waktu Karbo-
Per- Skala Overall
Produk Diguna Diguna- Baking Baking Penam- Energi hidrat Referensi
lakuan Hedonik Warna Rasa Flavor Tekstur accepta-
-kan kan (℃) (menit) pilan (%)
Sensori bility
(gram) (gram)
120.47 (Bukolt et
Cookies Kontrol 52.5 0 3.70 3.63 3.90 - 3.79 3.86 -
kkal al., 2019)
5 poin : 119.98 (Bukolt et
Cookies 33% stevia 35 1.75 3.63 3.60 3.73 - 3.60 3.71 -
1 = sangat kkal al., 2019)
tidak suka, 3 119.72 (Bukolt et
Cookies 50% stevia 26.25 2.63 176.67 11-14 3.40 3.39 3.28 - 3.41 3.35 -
= biasa saja, kkal al., 2019)
5 = sangat 119.47 (Bukolt et
Cookies 66% stevia 17.50 3.5 3.24 3.18 3.34 - 3.25 3.27 -
suka kkal al., 2019)
100% 118.98 (Bukolt et
Cookies 0 5.25 2.95 3.02 2.59 - 2.79 2.62 -
stevia kkal al., 2019)
(Kulthe et
Cookies Kontrol 50 0 8.0 8.0 7.5 7.3 7.5 7.8 - 61.90
al., 2014)
15% bubuk (Kulthe et
Cookies 42.50 0.038 7.0 7.0 7.3 7.0 7.0 6.8 - 62.40
stevia al., 2014)
Skala
20% bubuk (Kulthe et
Cookies 40 0.050 - - hedonik 9 7.8 7.8 8.0 7.5 7.8 8.0 - 63.40
stevia al., 2014)
poin
25% bubuk (Kulthe et
Cookies 37.50 0.063 6.5 6.5 6.5 6.8 6.5 6.5 - 64.50
stevia al., 2014)
30% bubuk (Kulthe et
Cookies 35 0.075 6.3 6.3 6.3 6.5 6.3 6.3 - 65.70
stevia al., 2014)
479.16 (Rana et
Biskuit Kontrol 50 0 8.20 - - 8.47 8.07 8.13 71.75
kal al., 2020)
1 ml
Skala 476.52 (Rana et
Biskuit larutan 45 - 7.87 - - 7.73 7.47 7.47 73.72
180 15 hedonik 9 kal al., 2020)
stevia
poin
3 ml
450.85 (Rana et
Biskuit larutan 35 - 6.87 - - 6.67 6.93 6.87 72.75
kal al., 2020)
stevia

41
5 ml
425.40 (Rana et
Biskuit larutan 25 - 5.47 - - 5.67 5.87 5.80 71.85
kal al., 2020)
stevia
(Vatankha
Biskuit Kontrol 90 0 3.13 - 4.06 4.26 3.20 3.73 - 60.43 h et al.,
2015)
Nilai (Vatankha
50%
Biskuit 45 0.68 170 20 maksimal- 4.40 - 4.53 3.93 3.93 4.33 - 52.32 h et al.,
steviosida
nya adalah 5 2015)
(Vatankha
100%
Biskuit 0 1.35 3.60 - 3.33 3.26 4.46 3.53 - 44.17 h et al.,
steviosida
2015)
(Ahmad &
Muffin Kontrol 400 0 8.22 7.20 7.12 7.15 8.00 8.00 - 55.24 Ahmad,
2018)
(Ahmad &
25% bubuk
Muffin 300 5 7.32 7.00 6.82 7.00 7.65 7.47 - 53.88 Ahmad,
stevia
2018)
(Ahmad &
50% bubuk Tidak
Muffin 200 10 185 30 6.47 6.65 6.02 6.67 7.04 7.22 - 53.19 Ahmad,
stevia disebutkan
2018)
(Ahmad &
75% bubuk
Muffin 100 15 6.00 6.12 5.77 6.00 6.32 6.57 - 52.43 Ahmad,
stevia
2018)
100% (Ahmad &
Muffin bubuk 0 20 5.22 5.55 5.00 5.33 5.18 6.33 - 51.73 Ahmad,
stevia 2018)
Keterangan :
- : Tidak dijelaskan

42
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa stevia dapat digunakan sebagai pemanis
alami pada produk pangan dan aman untuk digunakan. Pada penelitian Bukolt et al.
(2019) pemanis stevia ditambahkan dalam produk cookies dengan perlakuan yang
berbeda yaitu kontrol, 33% stevia, 50% stevia, 66% stevia, dan 100% stevia.
Kemudian Kulthe et al. (2014) juga melakukan penelitian dengan menambahkan
stevia sebagai pemanis pada produk cookies dengan perlakuan yang berbeda yaitu
kontrol, 15% bubuk stevia, 20% bubuk stevia, 25% bubuk stevia, dan 30% bubuk
stevia. Pada penelitian Rana et al. (2020) dilakukan penambahan pemanis stevia
dalam bentuk larutan dalam produk biskuit dengan perlakuan yang berbeda, yaitu
kontrol, 1 ml stevia, 3 ml stevia, dan 5 ml stevia. Vatankhah et al. (2015) juga
menambahkan pemanis stevia dalam biskuit dengan perlakuan yang berbeda yaitu
kontrol, 50% steviosida, dan 100% steviosida. Sedangkan pada penelitian Ahmad
& Ahmad (2018) dilakukan penambahan pemanis stevia pada produk muffin
dengan perlakuan kontrol, 25% bubuk stevia, 50% bubuk stevia, 75% bubuk stevia,
dan 100% bubuk stevia.

Selain itu, semakin banyak stevia yang digunakan maka energi dan persentase
karbohidrat akan semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan karena semakin
berkurangnya gula yang digunakan dalam pembuatan produk. Selain itu juga stevia
merupakan pemanis yang memiliki kalori rendah (Ratnani & Anggraeni, 2005).
Sehingga produk dengan penggunaan gula yang digantikan oleh pemanis alami
stevia dapat menjadi produk rendah kalori. Akan tetapi, dari kelima referensi
tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik sensori (warna, penampilan, rasa, flavor,
tekstur, dan overall acceptability) pada produk cookies, biskuit, dan muffin dengan
penambahan pemanis stevia dan pengurangan gula yang semakin banyak maka nilai
sensori akan menurun, serta pada perlakuan penggunaan 100% stevia (tanpa
penambahan sukrosa) memiliki nilai sensori yang paling rendah serta memiliki
perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kontrol.

Glikosida steviol dalam stevia memiliki tingkat kemanisan yang berbeda-beda.


Steviosida memiliki tingkat kemanisan sebesar 150-250 kali lipat dibandingkan

54
sukrosa, sedangkan rebaudiosida A memiliki tingkat kemanisan sebesar 200-300
kali lipat dibandingkan sukrosa (Prakash et al., 2014). Maka penggunaan stevia
pada produk pangan cukup ditambahkan dalam jumlah sedikit. Pada Tabel 9
dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa formulasi penggunaan stevia yang
optimal dalam produk cookies, biskuit, dan muffin. Oleh sebab itu, terdapat
persentase stevia yang digunakan oleh para peneliti yaitu dari 15% hingga 100%
dan dicari persentase stevia yang optimal untuk digunakan dalam cookies, biskuit,
dan muffin.

Pada penelitian Bukolt et al. (2019) perlakuan 33% stevia (penambahan sebanyak
1.75 gram) pada cookies memiliki nilai sensori yang perbedaannya tidak jauh
dengan nilai sensori pada kontrol (52.5 gram gula). Dapat dilihat juga pada
penelitian Kulthe et al. (2014) perlakuan 20% stevia (penambahan sebanyak 0.05
gram) memiliki nilai sensori yang tidak jauh dengan kontrol (50 gram gula), bahkan
memiliki nilai overall acceptability lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu
8.0. Kemudian pada penelitian Rana et al. (2020) perlakuan penambahan 1 ml
larutan stevia juga memiliki nilai sensori yang tidak jauh dengan nilai sensori pada
kontrol (50 gram gula). Vatankhah et al. (2015) dengan perlakuan 50% steviosida
(penambahan sebanyak 0.68 gram) memiliki nilai sensori yang tidak jauh dengan
nilai sensori pada kontrol, bahkan memiliki nilai overall acceptability lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (90 gram gula) yaitu 4.33. Yang terakhir yaitu pada
penelitian Ahmad & Ahmad (2018) perlakuan 25% bubuk stevia (penambahan
sebanyak 5 gram) memiliki nilai sensori yang tidak jauh dengan kontrol (400 gram
gula) dan masih dapat diterima oleh konsumen.

Dari hasil penelitian tersebut dibuktikan bahwa penambahan stevia ke dalam


produk bakery harus didampingi juga dengan pemberian gula supaya mendapatkan
sensori dan penerimaan yang baik dari konsumen baik dari segi warna, penampilan,
rasa, flavor, dan tekstur. Seperti yang dinyatakan oleh Struck et al. (2014) bahwa
stevia cocok untuk dicampurkan dengan pemanis lainnya. Edelstein et al. (2007)
juga menyatakan bahwa stevia memiliki rasa pahit yang berbeda atau memiliki

55
aftertaste yang kuat sehingga penggunaannya dalam makanan perlu dibatasi. Hal
tersebut disebabkan karena glikosida steviol sebagai pemanis apabila diberikan
dalam konsentrasi tinggi maka akan menghasilkan after taste pahit, akan tetapi
apabila hanya digunakan dalam konsentrasi rendah maka pemanis stevia memiliki
rasa manis yang enak (Struck et al., 2014) oleh sebab itu hal tersebut akan
mempengaruhi penerimaan dari konsumen.

Hal tersebut juga dibuktikan oleh Abdel-Salam et al. (2009) dalam penelitiannya
yang mendapatkan bahwa pada produk bakery penggunaan stevia untuk
menggantikan sukrosa menyebabkan peningkatan hardness, cohesiveness, dan
toughness dari struktur kue, dan telah dilakukan evaluasi bahwa stevia cocok
digunakan sebagai pemanis yang memiliki intensitas tinggi namun tidak
memberikan karakteristik struktur. Gao et al. (2017) dalam penelitiannya memiliki
formulasi kontrol, 50% stevianna (dengan tambahan 50% sukrosa), dan 100%
stevianna (tidak diberi tambahan sukrosa) untuk pembuatan muffin. Hasil
penelitiannya membuktikan bahwa muffin yang diformulasikan 50% stevianna
memiliki karakteristik sensori dan tekstur yang sama dengan muffin yang
diformulasikan dengan 100% sukrosa (kontrol). Ketika sukrosa digantikan dengan
100% stevianna maka nilai sensori yang dihasilkan lebih rendah karena memiliki
aftertaste pahit, penampilan yang tidak bagus, tekstur yang keras, dan mouthfeel
yang kering, sehingga dapat mempengaruhi penerimaan dari panelis atau
konsumen.

Šarić et al. (2014) dalam penelitiannya juga mengolah produk blueberry gluten-free
cookies didapatkan bahwa suhu optimalnya yaitu 170℃ selama 14 menit. Maka,
diperlukan pemanis yang stabil pada suhu tinggi untuk pengolahan produk bakery.
Kroyer (2010) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa inkubasi pemanis
steviosida sebanyak 50 mg pada suhu tinggi selama 1 jam menunjukkan stabilitas
yang baik pada 120℃, pada suhu 140℃ terjadi sedikit dekomposisi dan pada suhu
200℃ terjadi dekomposisi secara total yang dapat dilihat pada Gambar 10.

56
Gambar 10. Stabilitas dan Laju Degradasi Steviosida dalam Bentuk Solid
pada Suhu 40-200℃
(Kroyer, 2010)

Walaupun terjadi dekomposisi total pada suhu 200℃, namun pada suhu 180℃
stevia masih terdapat sebanyak 20%. Selain itu juga, waktu yang digunakan dalam
penelitian Kroyer (2010) yaitu 1 jam, sedangkan dalam pembuatan cookies, biskuit,
dan muffin berdasarkan referensi pada Tabel 9 waktu yang dibutuhkan hanya
selama 11-30 menit. Suhu yang digunakan untuk baking pada cookies, biskuit, dan
muffin berdasarkan referensi pada Tabel 9 yaitu 170-185℃. Oleh karena itu, masih
ada kemungkinan bahwa steviosida dapat digunakan sebagai pemanis dalam produk
cookies, biskuit, dan muffin.

Gula merupakan bahan yang penting dalam produk bakery. Selain memberikan rasa
manis, gula juga memberi efek pada penampilan, flavor, dimensi, warna, dan
tekstur dari produk akhir (Mariotti & Alamprese, 2012). Banyak pilihan tersedia
untuk gula dan pemanis, jenis gula yang dipilih tergantung pada derajat kemanisan
yang dibutuhkan, fungsi gula di adonan yang akan dicampur, dan penampilan atau
tekstur yang diinginkan dari produk bakery (Zhou & Hui, 2014). Sedangkan lemak
berkontribusi pada tekstur, mouthfeel, flavor, dan aroma dari makanan (Biguzzi et
al., 2014). Mengurangi gula dan lemak dalam biskuit akan memiliki konsekuensi
pada struktur, tekstur, sensori, dan hedonik (Biguzzi et al., 2014).

57
Vatankhah et al. (2015) menyatakan bahwa biskuit merupakan produk bakery
berbahan dasar tepung yang menarik konsumen karena memiliki beragam rasa,
umur simpan yang panjang, dan harga yang relatif murah. Das et al. (2018) juga
menyatakan bahwa biskuit merupakan kue kecil yang diolah dari tepung terigu,
lemak, gula, dan bahan lainnya dengan cara mencampurkan, dilakukan
conditioning, dan di-roll menjadi bentuk lembaran sebelum dipanggang. Cookies
mengandung gula dan lemak yang tinggi dan kandungan air yang rendah (1-5%)
(Pareyt et al., 2009). Konstituen adonan cookies sangat mempengaruhi pembuatan
adonan, penanganan adonan, pemanggangan cookies, dan kualitas dari produk
akhir (Pareyt & Delcour, 2008). Bahan yang sangat penting dalam pembuatan
cookies adalah lemak, lemak memberi shortening, richness, dan tenderness,
meningkatkan mouthfeel, flavor (intensitas), dan persepsi (Zoulias et al., 2002).
Tingginya kandungan sukrosa dalam cookies tidak hanya mempengaruhi
kemanisan dan flavor, tetapi juga bentuk adonan, viskositas, kadar air, cookie
spread, formasi struktur, browning, dan crispness (Struck et al., 2014; Pareyt et al.,
2009). Contoh produk tinggi lemak dan gula yang populer juga yaitu muffin. Gula
merupakan komposisi utama dari muffin yang digunakan untuk rasa dan tekstur
lembut yang lebih baik. Muffin memiliki karakteristik struktur yang porous dan
tekstur spongy (Martinez-Cervera et al., 2012). Gula memberikan rasa manis tetapi
juga memberikan warna, flavor, penstabil struktur pada kue, kadar air, dan
gelembung udara, serta sebagai bulking agent sehingga penggantian sukrosa
dengan pemanis lainnya perlu dilakukan pertimbangan (Struck et al., 2014; Zoulias
et al., 2000; Karp et al., 2016). Pemanfaatan pemanis zero-calorie dalam produk
bakery memiliki efek yang cukup besar pada kelembutan, warna, dan flavor dari
produk akhir (Mariotti & Alamprese, 2012). Karena lemak dan gula berperan
penting dalam mengembangkan tekstur dan kualitas sensori dari produk makanan
terutama pada produk bakery (Biguzzi et al., 2014; Rana et al., 2020).

Tekstur merupakan salah satu atribut kualitas yang paling penting. Hal tersebut
mengacu pada sensori dan sifat fungsional pada makanan (Szczesniak, 2002).
Ketika digunakan sebagai pengganti sukrosa, glikosida steviol mungkin dapat

58
mengganti rasa manis, tetapi tidak akan mengimbangi sebagian besar yang hilang
saat jumlah gula dikurangi (Karp et al., 2016). Sehingga, penggantian sukrosa
sepenuhnya tidak mungkin dilakukan karena akan menurunkan nilai dari parameter
kualitas dan tekstur (Struck et al., 2014). Parameter kualitas yang penting selain itu
adalah warna, yang mempengaruhi pemilihan konsumen saat membeli sesuatu.
Mengurangi jumlah sukrosa dalam produk bakery menghasilkan pembentukan
warna yang rendah dan meningkatkan kecerahan (lightness) (Pathare et al., 2012).
Samuel et al. (2018) juga menyatakan bahwa ketika penggunaan gula dikurangi
pada produk bakery maka bulking agent seperti maltodextrin, gula alkohol atau
serat, dan hidrokoloid atau protein digunakan dengan stevia untuk meniru
karakteristik dari gula dan memberikan moisture dan tekstur yang diberikan oleh
gula.

Gao et al. (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Effect of Sugar Replacement with
Stevianna and Inulin on The Texture and Predictive Glycaemic Response of
Muffins” mendapatkan hasil bahwa penggunaan stevianna atau inulin dapat menjadi
improver pengganti gula pada muffin yang difokuskan pada tekstur dan efek respon
glikemik pada muffin dibandingkan dengan muffin perlakuan kontrol. Selain itu
juga Karp et al. (2017) melakukan penelitian dalam jurnalnya yang berjudul
“Combined Use of Cocoa Dietary Fibre and Steviol Glycosides in Low-Calorie
Muffins Production”. Dari hasil penelitiannya tersebut didapatkan bahwa muffin
serat pangan tinggi dengan nilai kalori rendah dapat dicapai karena pengurangan
gula sebanyak 20% serta penggantian bubuk kakao dengan serat pangan kakao
(kandungan lemak dan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan bubuk
kakao). Dibuktikan bahwa penggantian 20% gula dengan pemanis stevia dan
penggantian bubuk kakao dengan serat pangan kakao tidak memiliki pengaruh
negatif terhadap kualitas muffin dengan penerimaan konsumen yang baik. Selain
itu juga, pengurangan pemakaian gula dan penggantian sebagian dengan stevia
berkontribusi pada penurunan nilai kalori.

59
Rana et al. (2020) juga telah melakukan penelitian untuk mengurangi penggunaan
lemak dan gula pada biskuit rendah kalori dengan menggunakan polydextrose dan
stevia dalam jurnalnya yang berjudul “Effect of Polydextrose and Stevia on Quality
Characteristics of Low-Calorie Biscuits”. Perlakuan yang diberikan yaitu kontrol,
10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% pengurangan lemak dan gula dengan masing-
masing perlakuan tersebut polydextrose yang digunakan adalah 0 (kontrol), 3, 6,
dan 9 gram serta stevia yang digunakan yaitu 0 (kontrol), 1, 2, 3, 4, dan 5 ml. Hasil
menunjukkan bahwa semakin banyak polydextrose yang ditambahkan maka
persentase lemak, karbohidrat, dan energi (kalori) akan semakin menurun.
Penurunan kandungan lemak, karbohidrat, dan energi pada produk biskuit tersebut
cukup signifikan.

Sampel kontrol memiliki persentase lemak, karbohidrat, dan energi berturut yaitu
17.88%, 71.75%, dan 479.16 kalori/100 gram biskuit. Pada perlakuan kontrol
memiliki persentase lemak dan energi yang paling tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya, sedangkan persentase karbohidrat paling tinggi (73.59%) ada pada sampel
dengan perlakuan 20% pengurangan lemak dan gula, lalu stevia serta polydextrose
yang digunakan yaitu 2 ml dan 9 gram. Adanya perbedaan pada total karbohidrat
dapat disebabkan karena perbedaan kandungan protein, lemak, abu, dan kadar air
pada sampel biskuit. Kemudian persentase lemak paling rendah (11.37%) ada pada
sampel dengan perlakuan 50% pengurangan lemak dan gula, lalu stevia serta
polydextrose yang digunakan yaitu 5 ml dan 9 gram. Persentase karbohidrat paling
rendah (68.65%) ada pada sampel dengan perlakuan 20% pengurangan lemak dan
gula, lalu stevia serta polydextrose yang digunakan yaitu 2 ml dan 3 gram.
Sedangkan persentase energi paling rendah (418.83 kal/100 g) ada pada sampel
dengan perlakuan 50% pengurangan lemak dan gula, lalu stevia serta polydextrose
yang digunakan yaitu 5 ml dan 3 gram. Dari hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa
penggunaan 3 gram polydextrose dengan kombinasi 5 ml larutan stevia merupakan
formulasi paling baik untuk biskuit rendah kalori, dan menurunkan nilai kalori
sebanyak 12.59% apabila dibandingkan dengan kontrol.

60
Pada hasil uji sensori menunjukkan bahwa nilai warna, flavor, tekstur, dan
penerimaan keseluruhan dari biskuit menurun seiring dengan berkurangnya lemak
dan gula yang digunakan. Akan tetapi, penambahan polydextrose dan stevia dapat
meningkatkan warna, flavor, tekstur, dan penerimaan keseluruhan dari biskuit. Hal
tersebut membuktikan bahwa polydextrose dan stevia dapat dipertimbangkan
sebagai pengganti lemak dan gula yang memiliki potensi dan efektif dalam
pembuatan biskuit. Perubahan signifikan pada karakteristik fisik dan kimia juga
terlihat seiring dengan berkurangnya lemak dan gula yang digunakan. Selain itu,
adanya polydextrose yang terkandung dalam biskuit lebih disukai oleh panelis, yang
juga menunjukkan karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik.

Polydextrose tidak memiliki rasa manis, memiliki rasa yang alami, dan dapat
digunakan sebagai bulking agent rendah kalori pada berbagai makanan seperti
produk bakery, kembang gula, produk dairy, dan minuman fungsional karena
kelarutannya yang tinggi dalam air dan merupakan larutan non-viskos. Karena
strukturnya yang kompleks, polydextrose tidak dihidrolisis oleh enzim pencernaan
pada mamalia di saluran pencernaan kecil, kemudian akan melewati usus besar
dimana sebagian difermentasi oleh bakteri endogen secara bertahap, lalu sekitar
60% akan diekskresikan melalui feses (Holscher et al., 2014; Hooda et al., 2012
Hooda et al., 2012; Yoshioka et al., 1994). Karena polydextrose tidak digunakan
oleh tubuh, energi hanya disediakan dalam bentuk asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan dari fermentasi oleh mikrobiota. Oleh karena itu polydextrose hanya
memiliki energi sebesar 1 kkal/g (Hooda et al., 2012; Besten et al., 2013; Auerbach
et al., 2007).

Serat memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi satiation (rasa kenyang


sebagai penghentian untuk makan) dan satiety (waktu setelah makan hingga
merasakan lapar kembali) (Blundell et al., 1996). Penggunaan serat dalam teknologi
pembuatan makanan rendah kalori dapat berkontribusi pada peningkatan
konsistensi dan tekstur dari fase air pada sistem makanan dan pemulihan dari
mouthfeel yang hilang ketika gula tidak digunakan (Manisha et al., 2012). Selain

61
dari fungsinya pada produk rendah kalori, serat pangan juga digunakan untuk
mengontrol gula darah dan mengontrol berat badan atau keseimbangan energi
(Manisha et al., 2012).

62
6. PROSPEK PENELITIAN DI MASA MENDATANG

Stevia rebaudiana Bertoni sudah cukup dikenal di Indonesia sebagai pemanis alami
yang rendah kalori namun memiliki intensitas kemanisan yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena stevia mengandung senyawa glikosida steviol (steviosida,
steviolbiosida, rebaudiosida (A, B, C, D, E, F, M) dan dulkosida A) yang dapat
menghasilkan rasa manis. Pengembangan stevia di Indonesia mengalami beberapa
kendala yang penyebabnya adalah rasa pahit pada ekstrak daun stevia kering serta
hasil panen stevia yang bernilai ekonomis. Padahal, stevia memiliki potensi baik
dalam bidang pangan maupun kesehatan dan dapat dikembangkan lebih jauh
penggunaannya sebagai pemanis. Namun, sudah cukup banyak penelitian tentang
manfaat dari stevia baik dalam bidang pangan maupun kesehatan. Penelitian stevia
dalam bidang kesehatan contohnya yaitu sebagai antidiabetes, antikanker,
antihipertensi, antiobesitas, dan lain-lain. Namun, penggunaan stevia juga belum
banyak diterapkan dalam dunia kesehatan. Maka, bisa dikembangkan kembali dan
dilakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang kesehatan.

Penelitian dalam bidang pangan contohnya yaitu potensi pengaplikasian pemanis


stevia dalam produk makanan dan minuman seperti pada kefir, yogurt, teh, permen,
cookies, biskuit, muffin, dan lain-lain. Namun, belum ada yang mengaplikasikan
pemanis stevia ke dalam produk pangan maupun minuman dalam skala besar dan
dijual di supermarket. Stevia hanya baru diproduksi dalam skala besar sebagai
pemanis oleh suatu brand yang dapat ditambahkan ke dalam minuman maupun
makanan. Penggunaannya dalam produk pangan terutama pada produk bakery
sangat mempengaruhi tekstur, warna, rasa, flavor, dan penampilan dari produk.
Apabila terlalu banyak persentase stevia yang digunakan maka akan menghasilkan
rasa pahit, tekstur yang keras, rasa yang kurang enak, serta warna dan penampilan
yang tidak menarik. Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian bahwa penggunaan
stevia dikombinasikan dengan sedikit gula dan serat pangan seperti polydextrose
dapat meningkatkan penerimaan konsumen serta mengurangi kalori pada produk.
Sehingga walaupun stevia tidak dapat digunakan dengan persentase yang tinggi

62
serta harus dikombinasikan dengan gula dan polydextrose, stevia tetap memiliki
potensi untuk digunakan sebagai pemanis alami yang dapat mengurangi kalori pada
produk, namun tetap dapat diterima dengan baik oleh konsumen.

Untuk mendapatkan ekstrak stevia yang akan diaplikasikan pada produk pangan
maka perlu dilakukan ekstraksi senyawa glikosida steviol pada stevia. Teknologi
untuk mengekstrak stevia sebagai pemanis alami lebih sering ditemukan
menggunakan metode konvensional seperti metode maserasi, refluks, ekstraksi
padat-cair, dan yang lainnya. Sebenarnya, teknologi hybrid seperti Ultrasonically
Assisted Extraction dan Microwave Assisted Extraction sudah cukup berkembang
dan cukup banyak digunakan di Indonesia. Namun, hanya beberapa penelitian yang
menggunakan metode Ultrasonically Assisted Extraction dan Microwave Assisted
Extraction untuk mengekstrak stevia sebagai pemanis alami. Metode tersebut
memiliki potensi dalam efisiensi waktu dan ekstrak yang didapat karena dengan
menggunakan metode tersebut ekstrak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat
dan lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional. Selain kedua metode
tersebut terdapat juga metode Enzymatic Assisted Extraction yang juga memiliki
potensi untuk digunakan karena ekstraksi berbantu enzim tersebut dapat
mengurangi penggunaan pelarut yang digantikan dengan menggunakan enzim
seperti pektinase, selulase, dan hemiselulase. Akan tetapi, teknologi ekstraksi
menggunakan enzim tersebut belum banyak dikembangkan di Indonesia, terutama
untuk mengekstrak stevia. Indonesia memiliki peluang yang besar untuk
menggunakan dan mengembangkan ketiga metode tersebut ketika akan
mengekstrak stevia, dan ekstrak tersebut kemudian dapat digunakan untuk
diaplikasikan pada produk pangan dalam skala besar.

63
7. KESIMPULAN DAN SARAN

Stevia rebaudiana Bertoni memiliki potensi sebagai pemanis alami alternatif


pengganti sukrosa dengan kalori yang rendah karena memiliki senyawa glikosida
steviol meliputi steviosida, steviolbiosida, rebaudiosida (A, B, C, D, E, F, M), dan
dulkosida A. Glikosida steviol tersebut diekskresikan melalui urin dan feses dalam
bentuk steviol glukoronida, sedangkan glukosa hasil metabolisme tersebut
digunakan oleh bakteri dan tidak diserap ke dalam darah sehingga tidak
menurunkan maupun meningkatkan kadar gula darah secara signifikan.

Metode ekstraksi yang efisien, cepat, dan hasil ekstrak yang diperoleh banyak yaitu
menggunakan metode Ultrasound Assisted Extraction dan Microwave Assisted
Extraction. Di Indonesia masih belum banyak penerapan metode Ultrasound
Assisted Extraction dan Microwave Assisted Extraction untuk mengekstrak
pemanis stevia. Maka, perlu dilakukan penelitian lebih banyak lagi tentang
pengaplikasian serta pengembangan metode ekstraksi pemanis stevia menggunakan
Ultrasound Assisted Extraction dan Microwave Assisted Extraction.

Stevia dapat digunakan sebagai pemanis alami dalam produk pangan rendah kalori
seperti cookies, biskuit, dan muffin. Namun, stevia dalam penggunaannya sebagai
pemanis diperlukan kombinasi dengan gula dan serat pangan seperti polydextrose
supaya mendapatkan tekstur, warna, rasa, flavor, serta penampilan yang diinginkan
namun tetap memiliki kalori yang rendah. Penggunaan serat yang dikombinasikan
dengan pemanis stevia belum banyak ditemukan di Indonesia. Oleh sebab itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan serat dan pemanis stevia
yang diaplikasikan pada produk pangan terutama produk bakery. Perlu dilakukan
pula penelitian lebih lanjut pula untuk mengetahui proses pengolahan Stevia
rebaudiana Bertoni dalam produk makanan dan minuman, serta manfaat-manfaat
yang lainnya dari glikosida steviol dalam Stevia rebaudiana Bertoni.

64
8. DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Salam, A. M., Ammar, A. S., & Galal, W. K. (2009). Evaluation and


properties of formulated low calories functional yoghurt cake. Journal of
Food, Agriculture and Environment, 7(2), 218–221.

Abou-Arab, E. A., Abou-Arab, A., & Abu-Salem, F. (2010). Physyco-chemical


Assesment of Natural Sweeteners Steviosides Produced from Stevia
rebaudiana Bertoni Plant. Journal of Food and Dairy Sciences, 4(5), 269–281.
https://doi.org/10.21608/jfds.2009.115819

Adesh, A. B., Gopalakrishna, B., Akki Kusum, K., & Tiwari, O. (2012). An
Overview on Stevia: A Natural Calorie Free Sweetener. Ijapbc, 1(3).

Ahmad, U., & Ahmad, R. S. (2018). Nutritional, Physicochemical and Organoleptic


Evaluation of Low Calorie Muffins Using Natural Sweetener Stevia (Stevia
rebaudiana Bertoni). Journal of Nutrition & Food Sciences, 8(2).
https://doi.org/10.4172/2155-9600.1000673

Altemimi, A., Choudhary, R., Watson, D. G., & Lightfoot, D. A. (2015). Effects of
ultrasonic treatments on the polyphenol and antioxidant content of spinach
extracts. Ultrasonics Sonochemistry, 24, 247–255.
https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2014.10.023

Anton, S. D., Martin, C. K., Han, H., Coulon, S., Cefalu, W. T., Geiselman, P., &
Williamson, D. A. (2010). Effects of stevia, aspartame, and sucrose on food
intake, satiety, and postprandial glucose and insulin levels. Appetite, 55, 37–
43. https://doi.org/10.1016/j.appet.2010.03.009

Astuti, S. D., & Agustia, F. C. (2012). Optimasi Formula dan Karakterisasi


Cookies Fungsional Berbasis Kacang Merah dan Kedelai Organik dengan
Penambahan Gula Stevia dan Kappa Karagenan. UNSOED.

Atteh, J., Onagbesan, O., Tona, K., Buyse, J., Decuypere, E., & Geuns, J. (2011).
Potential Use of Stevia rebaudiana in Animal Feeds. 60(229), 133–136.
https://doi.org/10.4321/s0004-05922011000100015

Auerbach, M. H., Craig, S. A. S., Howlett, J. F., & Hayes, K. C. (2007). Caloric
availability of polydextrose. Nutrition Reviews, 65(12), 544–549.
https://doi.org/10.1301/nr.2007.dec.544-549

Azevedo, B. M., Schmidt, F. L., & Bolini, H. M. A. (2015). High-intensity


sweeteners in espresso coffee: Ideal and equivalent sweetness and time-
intensity analysis. International Journal of Food Science and Technology, 50,
1374–1381. https://doi.org/10.1111/ijfs.12774

65
Azzouz, A., & Ballesteros, E. (2015). Determination of 13 endocrine disrupting
chemicals in environmental solid samples using microwave-assisted solvent
extraction and continuous solid-phase extraction followed by gas
chromatography-mass spectrometry. Analytical and Bioanalytical Chemistry.
https://doi.org/10.1007/s00216-015-9096-1

Besten, G. Den, Eunen, K. Van, Groen, A. K., Venema, K., Reijngoud, D., &
Bakker, B. M. (2013). The role of short-chain fatty acids in the interplay
between diet , gut microbiota , and host energy metabolism. Journal of Lipid
Research, 54, 2325–2340. https://doi.org/10.1194/jlr.R036012

Biguzzi, C., Schlich, P., & Lange, C. (2014). The impact of sugar and fat reduction
on perception and liking of biscuits. Food Quality and Preference, 35, 41–47.
https://doi.org/10.1016/j.foodqual.2014.02.001

Blundell, J. E., Lawton, C. L., Cotton, J. R., & Macdiarmid, J. I. (1996). Control of
human appetite: Implications for the intake of dietary fat. Annual Review of
Nutrition, 16, 285–319. https://doi.org/10.1146/annurev.nutr.16.1.285

Bukolt, K. F., Ramirez, N., Saenz, A., Mirza, K., Bhaduri, S., & Navder, K. (2019).
Effect of Low Glycemic Index Stevia-Benefiber Sweetener on the Physical,
Textural and Sensory Qualities of Oatmeal Raisin Cookies. Journal of Food
Processing & Technology, 10(8). https://doi.org/10.35248/2157-
7110.19.10.804

Carbonell-Capella, J. M., Buniowska, M., Esteve, M. J., & Frígola, A. (2015).


Effect of Stevia rebaudiana addition on bioaccessibility of bioactive
compounds and antioxidant activity of beverages based on exotic fruits mixed
with oat following simulated human digestion. Food Chemistry, 184, 122–
130. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.03.095

Chatsudthipong, V., & Muanprasat, C. (2009). Stevioside and related compounds:


Therapeutic benefits beyond sweetness. Pharmacology and Therapeutics, 121,
41–54. https://doi.org/10.1016/j.pharmthera.2008.09.007

Chughtai, M. J., Pasha, I., Zahoor, T., Khaliq, A., Ahsan, S., Wu, Z., Nadeem, M.,
Mehmood, T., Amir, R. M., Yasmin, I., Liaqat, A., & Tanweer, S. (2020).
Nutritional and therapeutic perspectives of Stevia rebaudiana as emerging
sweetener; a way forward for sweetener industry. CYTA - Journal of Food,
18(1), 164–177. https://doi.org/10.1080/19476337.2020.1721562

Clos, J. F., DuBois, G. E., & Prakash, I. (2008). Photostability of rebaudioside A


and stevioside in beverages. Journal of Agricultural and Food Chemistry,
56(18), 8507–8513. https://doi.org/10.1021/jf801343e

Das, P. C., Rana, M. S., Saifullah, M., & Islam, M. N. (2018). Development of
composite biscuits supplementing with potato or corn flour. Fundamental and

66
Applied Agriculture, 3(2), 453–459. https://doi.org/10.5455/faa.292438

Edelstein, S., Smith, K., Gillis, N., Bruen, D., Ackerman, J., & Guiducci, G. (2007).
Journal of Culinary Science & Comparisons of Six New Artificial Sweetener
Gradation Ratios with Sucrose in Conventional-Method Cupcakes Resulting
in Best Percentage Substitution Ratios. Journal of Culinary Science &
Technology, 5(4), 61–74. https://doi.org/10.1300/J385v05n04

Fatimah, S. (2012). PERBEDAAN EFEK EKSTRAK ETANOL STEVIA (Stevia


rebaudiana Bertoni M.) DIBANDINGKAN MADU TERHADAP
PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR MODEL
DIABETIK.

Fetricia, J. P., V, S., Saranya, V., Sarithra, S., & Tamilselvan, K. (2018). Uses of
stevia (Stevia rebaudiana). ~ 247 ~ Journal of Medicinal Plants Studies, 6(2),
247–248. http://www.plantsjournal.com/archives/2018/vol6issue2/PartD/6-2-
43-926.pdf

Gallagher, E., O’Brien, C. M., Scannell, A. G. M., & Arendt, E. K. (2003).


Evaluation of sugar replacers in short dough biscuit production. Journal of
Food Engineering, 56, 261–263.

Gao, J., Brennan, M. A., Mason, S. L., & Brennan, C. S. (2016). Original article
Effect of sugar replacement with stevianna and inulin on the texture and
predictive glycaemic response of muffins. International Journal of Food
Science and Technology, 1–9. https://doi.org/10.1111/ijfs.13143

Gao, J., Brennan, M. A., Mason, S. L., & Brennan, C. S. (2017). Effects of Sugar
Substitution with “Stevianna” on the Sensory Characteristics of Muffins.
Journal of Food Quality, 2017.

Gardana, C., Scaglianti, M., & Simonetti, P. (2010). Evaluation of steviol and its
glycosides in Stevia rebaudiana leaves and commercial sweetener by ultra-
high-performance liquid chromatography-mass spectrometry. Journal of
Chromatography A, 1217(9), 1463–1470.
https://doi.org/10.1016/j.chroma.2009.12.036

Gardana, C., Simonetti, P., Canzi, E., Zanchi, R., & Pietta, P. (2003). Metabolism
of Stevioside and Rebaudioside A from Stevia rebaudiana Extracts by Human
Microflora. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 51(22), 6618–6622.
https://doi.org/10.1021/jf0303619

Gasmalla, M. A. A., Yang, R., Amadou, I., & Hua, X. (2014). Nutritional
Composition of Stevia rebaudiana Bertoni Leaf: Effect of Drying Method.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 13(1), 61–65.
https://doi.org/10.4314/tjpr.v13i1.9

67
Gaynor, P. (2016). GRAS Exemption Claim for Steviol Glycosides from
Saccharomyces cerevisiae Expressing Steviol Glycoside Biosynthesis
Pathway. GRAS Notice (GRN) No. 626, 626.
https://www.fda.gov/downloads/Food/IngredientsPackagingLabeling/GRAS/
NoticeInventory/ucm505151.pdf

Geuns, J. M. C. (2003). Stevioside. Phytochemistry, 64, 913–921.


https://doi.org/10.1016/S0031-9422(03)00426-6

Geuns, J. M. C., Augustijns, P., Mols, R., Buyse, J. G., & Driessen, B. (2003).
Metabolism of stevioside in pigs and intestinal absorption characteristics of
stevioside, rebaudioside A and steviol. Food and Chemical Toxicology, 41,
1599–1607. https://doi.org/10.1016/S0278-6915(03)00191-1

Geuns, J. M. C., Buyse, J., Vankeirsbilck, A., Temme, E. H. M., Compernolle, F.,
& Toppet, S. (2006). Identification of steviol glucuronide in human urine.
Journal of Agricultural and Food Chemistry, 54(7), 2794–2798.
https://doi.org/10.1021/jf052693e

Geuns, J. M. C., Buyse, J., Vankeirsbilck, A., Temme, E. H. M., Compernolle, F.,
& Toppet, S. (2007). Metabolism of Stevioside by Healthy Subjects.
Experimental Biology and Medicine, 164–173.
https://doi.org/10.1177/153537020623100901

Goyal, S. K., Samsher, & Goyal, R. K. (2010). Stevia (Stevia rebaudiana) a bio-
sweetener: A review. International Journal of Food Sciences and Nutrition,
61(1), 1–10. https://doi.org/10.3109/09637480903193049

Hazali, N., Mohamed, A., Ibrahim, M., Masri, M., Md Isa, K. A., Md Nor, N.,
Ayob, M. K., & Fadzlan, F. N. M. (2014). Effect of acute stevia consumption
on blood glucose response in healthy malay young adults. Sains Malaysiana,
43(5), 649–654.

Holscher, H. D., Caporaso, J. G., Hooda, S., Brulc, J. M., Jr, G. C. F., & Swanson,
K. S. (2014). Fiber supplementation influences phylogenetic structure and
functional capacity of the human intestinal microbiome : follow-up of a
randomized controlled trial. 1–10. https://doi.org/10.3945/ajcn.114.092064.

Hooda, S., Boler, B. M. V., Serao, M. C. R., Brulc, J. M., Staeger, M. A., Boileau,
T. W., Dowd, S. E., Jr, G. C. F., & Swanson, K. S. (2012). 454 Pyrosequencing
Reveals a Shift in Fecal Microbiota of Healthy Adult Men Consuming
Polydextrose or Soluble Corn Fiber. Journal of Nutrition, 1259–1265.
https://doi.org/10.3945/jn.112.158766.were

Ignat, I., Volf, I., & Popa, V. I. (2011). A critical review of methods for
characterisation of polyphenolic compounds in fruits and vegetables. Food
Chemistry, 126, 1821–1835. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2010.12.026

68
Jackson, A. U., Tata, A., Wu, C., Perry, R. H., Haas, G., West, L., & Cooks, R. G.
(2009). Direct analysis of Stevia leaves for diterpene glycosides by desorption
electrospray ionization mass spectrometry. Analyst : Interdisciplinary
Detection Science, 134(5), 809–1012. https://doi.org/10.1039/b823511b

Jaitak, V., Bandna, Singh, B., & Kaul, V. K. (2009). An efficient microwave-
assisted extraction process of stevioside and rebaudioside-A from Stevia
rebaudiana (Bertoni). Phytochemical Analysis, 20, 240–245.
https://doi.org/10.1002/pca.1120

Jaworska, K., Krynitsky, A. J., & Rader, J. I. (2012). Simultaneous analysis of


steviol and steviol glycosides by liquid chromatography with ultraviolet
detection on a mixed-mode column: Application to stevia plant material and
stevia-containing dietary supplements. Journal of AOAC International, 95(6),
1588–1596. https://doi.org/10.5740/jaoacint.11-435

JECFA. (2017). Compendium of Food Additive Specifications. In 84th Meeting.


FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED
NATIONS & WORLD HEALTH ORGANIZATION.
https://doi.org/10.4060/ca7513en

Ji, J. bing, Lu, X. hong, Cai, M. qiang, & Xu, Z. chao. (2006). Improvement of
leaching process of Geniposide with ultrasound. Ultrasonics Sonochemistry,
13, 455–462. https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2005.08.003

Karp, S., Wyrwisz, J., Kurek, M. A., & Wierzbicka, A. (2017). Combined use of
cocoa dietary fibre and steviol glycosides in low-calorie muffins production.
International Journal of Food Science and Technology, 52, 944–953.
https://doi.org/10.1111/ijfs.13358

Karp, S., Wyrwisz, J., Kurek, M., & Wierzbicka, A. (2016). Physical properties of
muffins sweetened with steviol glycosides as the sucrose replacement. Food
Science and Biotechnology, 25(6), 1591–1596.
https://doi.org/10.1007/s10068-016-0245-x

Kim, I. S., Yang, M., Lee, O. H., & Kang, S. N. (2011). The antioxidant activity
and the bioactive compound content of Stevia rebaudiana water extracts. LWT
- Food Science and Technology, 44(5), 1328–1332.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2010.12.003

Knorr, D., Zenker, M., Heinz, V., & Lee, D. U. (2004). Applications and potential
of ultrasonics in food processing. Trends in Food Science and Technology, 15,
261–266. https://doi.org/10.1016/j.tifs.2003.12.001

Kolb, N., Herrera, J. L., Ferreyra, D. J., & Uliana, R. F. (2001). Analysis of sweet
diterpene glycosides from Stevia rebaudiana: Improved HPLC method.
Journal of Agricultural and Food Chemistry, 49(10), 4538–4541.

69
https://doi.org/10.1021/jf010475p

Koyama, E., Sakai, N., Ohori, Y., Kitazawa, K., Izawa, O., Kakegawa, K., Fujino,
A., & Ui, M. (2003). Absorption and metabolism of glycosidic sweeteners of
stevia mixture and their aglycone, steviol, in rats and humans. Food and
Chemical Toxicology, 41, 875–883. https://doi.org/10.1016/S0278-
6915(03)00039-5

Kroyer, G. (2010). Stevioside and Stevia-sweetener in Food: Application, Stability


and Interaction with Food Ingredients. Journal of Consumer Protection and
Food Safety, 5(2), 225–229. https://doi.org/10.1007/s00003-010-0557-3

Kulthe, A. A., Pawar, V. D., Kotecha, P. M., Chavan, U. D., & Bansode, V. V.
(2014). Development of high protein and low calorie cookies. Journal of Food
Science and Technology, 51(1), 153–157. https://doi.org/10.1007/s13197-
011-0465-2

Kumari, N., Rana, R. C., Sharma, Y. P., & Kumar, S. (2016). Dynamics of steviol
glycosides (stevioside and rebaudioside-A) with growth and development of
Stevia rebaudiana Bertoni. Journal of Applied and Natural Science, 8(4),
1953–1958. https://doi.org/10.31018/jans.v8i4.1069

Latifah, A. T. W., Hidayati, N., Sofyan, A., Fuadi, A. M., & Harismah, K. (2015).
PREPARATION OF MODIFIED AGAR BY USING SWEET POTATO
AND STEVIA ( Stevia rebaudiana BERTONI ) AS NON CALORIE
SWEETENER. University Research Colloquium.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/5159/KATEGORI
C.pdf?sequence=2&isAllowed=y

Lee, R. E., Rini, E. A., Astuti, S., & Setyawan, E. Y. (2019). African-Stevia Leaves
Herbal Tea as a Low Calorie Antioxidant Source. European Journal of
Engineering Research and Science, 4(12).
https://doi.org/10.24018/ejers.2019.4.12.1462

Lin, S., Lee, C., Mau, J., Lin, L., & Chiou, S. (2010). Effect of Erythritol on Quality
Characteristics of Reduced-Calorie Danish Cookies. 33, 14–26.
https://doi.org/10.1111/j.1745-4557.2010.00307.x

Liu, J., Li, J. wei, & Tang, J. (2010). Ultrasonically assisted extraction of total
carbohydrates from Stevia rebaudiana Bertoni and identification of extracts.
Food and Bioproducts Processing, 88, 215–221.
https://doi.org/10.1016/j.fbp.2009.12.005

Loebach, D. V. (1975). The Relationship Between Particle Size and Molecular


Weight in Emulsion Polymerization. 130.

Louie, K. B., Kosina, S. M., Hu, Y., Otani, H., de Raad, M., Kuftin, A. N.,

70
Mouncey, N. J., Bowen, B. P., & Northen, T. R. (2020). Mass Spectrometry
for Natural Product Discovery. In Comprehensive Natural Products III :
Chemistry and Biology (3rd ed.). Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/b978-
0-12-409547-2.14834-6

Luque-García, J. L., & Luque De Castro, M. D. (2003). Ultrasound: A powerful


tool for leaching. TrAC - Trends in Analytical Chemistry, 22(1), 41–47.
https://doi.org/10.1016/S0165-9936(03)00102-X

Luque-García, J. L., & Luque De Castro, M. D. (2004). Ultrasound-assisted Soxhlet


extraction: An expeditive approach for solid sample treatment - Application to
the extraction of total fat from oleaginous seeds. Journal of Chromatography
A, 1034, 237–242. https://doi.org/10.1016/j.chroma.2004.02.020

Ma, Y., Ye, X., Hao, Y., Xu, G., Xu, G., & Liu, D. (2008). Ultrasound-assisted
extraction of hesperidin from Penggan (Citrus reticulata) peel. Ultrasonics
Sonochemistry, 15, 227–232. https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2007.03.006

Magnuson, B. A., Carakostas, M. C., Moore, N. H., Poulos, S. P., & Renwick, A.
G. (2016). Biological fate of low-calorie sweeteners. Nutrition Reviews,
74(11), 670–689. https://doi.org/10.1093/nutrit/nuw032

Manisha, G., Soumya, C., & Indrani, D. (2012). Food Hydrocolloids Studies on
interaction between stevioside , liquid sorbitol, hydrocolloids and emulsi fi ers
for replacement of sugar in cakes. Food Hydrocolloids, 29, 363–373.
https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2012.04.011

Mariotti, M., & Alamprese, C. (2012). About the use of different sweeteners in
baked goods . In fl uence on the mechanical and rheological properties of the
doughs. LWT - Food Science and Technology, 48, 9–15.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2012.03.001

Marlina, D. A., & Widiastuti, D. E. (2018). PEMBUATAN GULA CAIR


RENDAH KALORI Dari Daun Stevia Rebaudiana Bertoni Secara Ekstraksi
Padat-Cair. Industrial Research Workshop and National Seminar, 9.

Martinez-Cervera, S., Sanz, T., Salvador, A., & Fiszman, S. M. (2012). Rheological
, textural and sensorial properties of low-sucrose muf fi ns reformulated with
sucralose / polydextrose. LWT - Food Science and Technology, 45, 213–220.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2011.08.001

Martins, P. M., Thorat, B. N., Lanchote, A. D., & Freitas, L. A. P. (2016). Green
extraction of glycosides from Stevia rebaudiana (Bert.) with low solvent
consumption: A desirability approach. Resource-Efficient Technologies, 2,
247–253. https://doi.org/10.1016/j.reffit.2016.11.007

Mooradian, A. D., Smith, M., & Tokuda, M. (2017). The Role of Artificial and

71
Natural Sweeteners in Reducing The Consumption of Table Sugar: A
Narrative Review. Clinical Nutrition ESPEN, 18, 1–8.
https://doi.org/10.1016/j.clnesp.2017.01.004

Moryson, M. K.-, & Michałowska, A. G.-. (2015). Directions on The Use of Stevia
Leaves (Stevia rebaudiana) as an Additive in Food Products. Acta Sci. Pol.
Technol. Aliment., 14(1), 5–13.

Musa, A., Miao, M., Gasmalla, M., Zhang, T., Eibaid, A., Aboshora, W., & Jiang,
B. (2014). Stability of Stevioside and Glucosyl-Stevioside under Acidic
Conditions and its Degradation Products. Journal of Food and Nutrition
Research, 2(4), 198–203. https://doi.org/10.12691/jfnr-2-4-11

Mustafa, A., & Turner, C. (2011). Pressurized liquid extraction as a green approach
in food and herbal plants extraction: A review. Analytica Chimica Acta, 703,
8–18. https://doi.org/10.1016/j.aca.2011.07.018

Németh, & Jánosi, S. Z. (2019). Extraction of steviol glycosides from dried stevia
rebaudiana by pressurized hot water extraction. Acta Alimentaria, 48(2), 241–
252. https://doi.org/10.1556/066.2019.48.2.12

Odgen, C. L., Carroll, M. D., & Flegal, K. M. (2008). High Body Mass Index for
Age Among US Children and Adolescents, 2003-2006. 299(20), 2401–2405.

Ozougwu, Obimba, Belonwu, & Unakalamba. (2013). The Pathogenesis and


Pathophysiology of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of
Physiology and Pathophysiology, 4(4), 46–57.
https://doi.org/10.5897/jpap2013.0001

Pareyt, B., & Delcour, J. A. (2008). The Role of Wheat Flour Constituents , Sugar
, and Fat in Low Moisture Cereal Based Products : A Review on The Role of
Wheat Flour Constituents , Sugar , and Fat in Low Moisture Cereal Based
Products : A Review on Sugar-Snap Cookies. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition, 48, 824–839.
https://doi.org/10.1080/10408390701719223

Pareyt, B., Talhaoui, F., Kerckhofs, G., Brijs, K., Goesaert, H., Wevers, M., &
Delcour, J. A. (2009). The role of sugar and fat in sugar-snap cookies :
Structural and textural properties. Journal of Food Engineering, 90, 400–408.
https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2008.07.010

Pathare, P. B., Opara, U. L., & Al-said, F. A. (2012). Colour Measurement and
Analysis in Fresh and Processed Foods : A Review. Food Bioprocess
Technology. https://doi.org/10.1007/s11947-012-0867-9

Philippe, R. N., De Mey, M., Anderson, J., & Ajikumar, P. K. (2014).


Biotechnological Production of Natural Zero-Calorie Sweeteners. Current

72
Opinion in Biotechnology, 26, 155–161.
https://doi.org/10.1016/j.copbio.2014.01.004

Pól, J., Hohnová, B., & Hyötyläinen, T. (2007). Characterisation of Stevia


Rebaudiana by comprehensive two-dimensional liquid chromatography time-
of-flight mass spectrometry. Journal of Chromatography A, 1150, 85–92.
https://doi.org/10.1016/j.chroma.2006.09.008

Poojary, M. M., Barba, F. J., Aliakbarian, B., Donsì, F., Pataro, G., Dias, D. A., &
Juliano, P. (2016). Innovative alternative technologies to extract carotenoids
from microalgae and seaweeds. Marine Drugs, 14(214), 1–34.
https://doi.org/10.3390/md14110214

Prakash, I., Markosyan, A., & Bunders, C. (2014). Development of Next


Generation Stevia Sweetener: Rebaudioside M. Foods, 3, 162–175.
https://doi.org/10.3390/foods3010162

Prayudo, A. N., Novian, O., Setyadi, & Antaresti. (2015). Jurnal Ilmiah Widya
Teknik. Ilmiah Widya Teknik, 14(1), 1412–7350.

Puri, M., Sharma, D., Barrow, C. J., & Tiwary, A. K. (2012). Optimisation of novel
method for the extraction of steviosides from Stevia rebaudiana leaves. Food
Chemistry, 132, 1113–1120. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2011.11.063

Puri, M., Sharma, D., & Tiwari, A. K. (2011). Downstream processing of stevioside
and its potential applications. Biotechnology Advances, 29, 781–791.
https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2011.06.006

Purkayastha, S., Pugh, G., Lynch, B., Roberts, A., Kwok, D., & Tarka Jr., S. M.
(2014). In Vitro Metabolism of Rebaudioside B, D, and M Under Anaerobic
Conditions: Comparison with Rebaudioside A. Regulatory Toxicology and
Pharmacology, 68(2), 259–268. https://doi.org/10.1016/j.yrtph.2013.12.004

Purwanti, H., Mardinah, & Amalia, L. (2015). Penggunaan Stevia (setevia


rebaudiana) sebagai Antimikroba pada Produk Minuman The. Jurnal
Agroindustri Halal, 1(2).

Raini, M., & Isnawati, A. (2011). Kajian: Khasiat Dan Keamanan Stevia Sebagai
Pemanis Pengganti Gula. Media of Health Research and Development, 21(4).
https://doi.org/10.22435/mpk.v21i4Des.50.

Rana, M. S., Das, P. C., Yeasmin, F., & Islam, M. N. (2020). Effect of Polydextrose
And Stevia on Quality Characteristics of Low-Calorie Biscuits. Food
Research, 4(6). https://doi.org/10.26656/fr.2017.4(6).223

Rao, M. V. (2017). Steviol Glycosides. 84 Th JECFA - Chemical and Technical


Assessment (CTA), 2017 by Food and Agriculture Organization (FAO), 1–20.

73
Ratnani, R. D., & Anggraeni, R. (2005). EKSTRAKSI GULA STEVIA DARI
TANAMAN STEVIA Rebaudiana Bertoni. 1(2), 27–32.

Routray, W., & Orsat, V. (2012). Microwave-Assisted Extraction of Flavonoids: A


Review. Food and Bioprocess Technology, 5, 409–424.
https://doi.org/10.1007/s11947-011-0573-z

Samuel, P., Ayoob, K. T., Magnuson, B. A., Wölwer-Rieck, U., Jeppesen, P. B.,
Rogers, P. J., Rowland, I., & Mathews, R. (2018). Stevia Leaf to Stevia
Sweetener: Exploring Its Science, Benefits, and Future Potential. The Journal
of Nutrition. https://doi.org/10.1093/jn/nxy102

Saraiva, A., Carrascosa, C., Raheem, D., Ramos, F., & Raposo, A. (2020). Natural
sweeteners: The Relevance of Food Naturalness For Consumers, Food
Security Aspects, Sustainability and Health Impacts. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 17(17), 1–22.
https://doi.org/10.3390/ijerph17176285

Šarić, B. M., Nedeljković, N. M., Šimurina, O. D., Pestorić, M. V., Kos, J. J.,
Mandić, A. I., Sakaĉ, M. B., Šarić, L. Ć., Psodorov, Đ. B., & Mišan, A. Ĉ.
(2014). The Influence of Baking Time and Temperature on Characteristics of
Gluten Free Cookies Enriched with Blueberry Pomace. Food and Feed
Research, 41(1), 39–46.

Shi, B.-Y. (2016). The Importance and Strategy of Diabetes Prevention. Chronic
Diseases and Translational Medicine, 2(4), 1–4.
https://doi.org/10.1016/j.cdtm.2016.11.013

Sholihah, M. (2017). Aplikasi Gelombang Ultrasonik untuk Meningkatkan


Rendemen Ekstraksi dan Efektivitas Antioksi dan Kulit Manggis. Jurnal
Keteknikan Pertanian, 5(2), 161–168.

Silva, G. E. C. da, Assef, A. H., Albino, C. C., Ferri, L. D. A. F., Tasin, G.,
Takahashi, M. H., Eik Filho, W., & Bazotte, R. B. (2006). Investigation of the
tolerability of oral stevioside in Brazilian hyperlipidemic patients. Brazilian
Archives of Biology and Technology, 49(4). https://doi.org/10.1590/s1516-
89132006000500007

Sinala, S., & Junaedi. (2020). Dasar-dasar Farmasi Fisika dan Sifat Fisika Molekul.
Farmasi Fisika, 1, 1–147. file:///C:/Users/CINDY/Downloads/07-Farmasi-
Fisik-E1_Reviewed_adhi.pdf

Sinta, M. M., & Sumaryono. (2019). Pertumbuhan, Produksi Biomassa, dan


Kandungan Glikosida Steviol pada Lima Klon Stevia Introduksi di Bogor,
Indonesia. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy),
47(1), 105–110. https://doi.org/10.24831/jai.v47i1.20653

74
Struck, S., Jaros, D., Brennan, C. S., & Rohm, H. (2014). Sugar replacement in
sweetened bakery goods. International Journal of Food Science and
Technology, 1–14. https://doi.org/10.1111/ijfs.12617

Szczesniak, A. S. (2002). Texture is a sensory property. Food Quality and


Preference, 13, 215–225.

Talebi, S., Duchateau, R., Rastogi, S., Kaschta, J., Peters, G. W. M., & Lemstra, P.
J. (2010). Molar Mass and Molecular Weight Distribution Determination Of
UHMWPE Synthesized Using a Living Homogeneous Catalyst.
Macromolecules, 43(6), 2780–2788. https://doi.org/10.1021/ma902297b

Vatankhah, M., Garavand, F., Elhamirad, A., & Yaghbani, M. (2015). Influence of
sugar replacement by stevioside on physicochemical and sensory properties of
biscuit. Quality Assurance and Safety of Crops and Foods, 7(3), 393–400.
https://doi.org/10.3920/QAS2014.0396

Vernès, L., Vian, M., & Chemat, F. (2020). Ultrasound and microwave as green
tools for solid-liquid extraction. In Liquid-Phase Extraction (Chapter 12).
Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-816911-7.00012-8

Vinatoru, M., Mason, T. J., & Calinescu, I. (2017). Ultrasonically assisted


extraction (UAE) and microwave assisted extraction (MAE) of functional
compounds from plant materials. TrAC - Trends in Analytical Chemistry, 97,
159–178. https://doi.org/10.1016/j.trac.2017.09.002

Wang, W., Chen, W., Zou, M., Lv, R., Wang, D., Hou, F., Feng, H., Ma, X., Zhong,
J., Ding, T., Ye, X., & Liu, D. (2018). Applications of power ultrasound in
oriented modification and degradation of pectin: A review. Journal of Food
Engineering, 234, 98–107. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2018.04.016

Wen, C., Zhang, J., Zhang, H., Dzah, C. S., Zandile, M., Duan, Y., Ma, H., & Luo,
X. (2018). Advances in ultrasound assisted extraction of bioactive compounds
from cash crops – A review. Ultrasonics-Sonochemistry, 48, 538–549.
https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2018.07.018

Yang, Z., Uhler, B., & Lipkie, T. (2019). Microwave-Assisted Subcritical Water
Extraction of Steviol Glycosides from Stevia rebaudiana Leaves. Natural
Product Communications, 1–4. https://doi.org/10.1177/1934578X19860003

Yilmaz, F. M., Görgüç, A., Uygun, Ö., & Bircan, C. (2020). Steviol glycosides and
polyphenols extraction from Stevia rebaudiana Bertoni leaves using
maceration, microwave-, and ultrasound-assisted techniques. Separation
Science and Technology (Philadelphia), 1–13.
https://doi.org/10.1080/01496395.2020.1743311

Yoshioka, M., Shimomura, Y., & Suzuki, M. (1994). Dietary Polydextrose Affects

75
the Large Intestine in Rats. Nutrient Metabolism, 539–547.

Zahn, S., Forker, A., Krügel, L., & Rohm, H. (2013). Combined Use of
Rebaudioside A and Fibres for Partial Sucrose Replacement in Muffins. LWT
- Food Science and Technology, 50, 695–701.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2012.07.026

Zhou, W., & Hui, Y. H. (2014). Bakery Products Science and Technology (W. Zhou
(ed.); Second Edi). John Wiley & Sons, Ltd Registered.

Žlabur, J. Š., Voća, S., Dobričević, N., Brnčić, M., Dujmić, F., & Brnčić, S. R.
(2015). Optimization of ultrasound assisted extraction of functional
ingredients from Stevia rebaudiana Bertoni leaves. International Agrophysics,
29, 231–237. https://doi.org/10.1515/intag-2015-0017

Zoulias, E. I., Oreopoulou, V., & Tzia, C. (2000). International Journal of Food
Effect of fat mimetics on physical, textural, and sensory properties of cookies.
International Journal of Food Pr, 3(3), 385–397.
https://doi.org/10.1080/10942910009524643

Zoulias, E. I., Oreopoulou, V., & Tzia, C. (2002). Textural properties of low-fat
cookies containing carbohydrate- or protein-based fat replacers. Journal of
Food Engineering, 55, 337–342.

76
77

Anda mungkin juga menyukai