Anda di halaman 1dari 108

i

PENGARUH PEMBERIAN METODE STIMULASI PIJAT ENDORPHINE,


OKSITOSIN DAN SUGESTIF (SPEOS) TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POST SEKSIO SESAREA DI RUANG
MARGAPATI RSUD MANGUSADA

SKRIPSI

Oleh :

NI LUH PUTRI WIRANTINI

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2018
ii

PENGARUH PEMBERIAN METODE STIMULASI PIJAT ENDORPHINE,


OKSITOSIN DAN SUGESTIF (SPEOS) TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POST SEKSIO SESAREA DI RUANG
MARGAPATI RSUD MANGUSADA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Usada Bali

Oleh :

NI LUH PUTRI WIRANTINI

C2116014

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2018
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PEMBERIAN METODE STIMULASI PIJAT ENDORPHINE,


OKSITOSIN DAN SUGESTIF (SPEOS) TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POST SEKSIO SESAREA DI RUANG
MARGAPATI RSUD MANGUSADA

Diajukan Oleh :
NI LUH PUTRI WIRANTINI
C2116014

Mangupura, 18 September 2017

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. IGA Ratih Agustini, S.Kep. M.Kes Alfiery Leda Kio, SE., MPH.
NIDN: 0831088601 NIDN : 080948502

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep.


NIDN: 08121058603
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di Depan Dewan Penguji


Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Usada Bali
Tanggal : 2018

Yang Terdiri Dari:


Ketua Penguji

Ns.______________________________
NIDN:

Sekretaris Penguji Pembimbing II

Ns. IGA Ratih Agustini, S.Kep. M.kep Alfiery Leda Kio, SE., MPH.
NIDN: 0831088601 NIDN: 080948502

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep.


NIDN:08121058603
v

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


BINA USADA BALI PROGRAN STUDI SARJANA KEPERAWATAN
Skripsi, Maret 2018
Ni Luh Putri Wirantini
Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphine, Oksitosin dan Sugestif
Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio Sesarea Di Ruang Margapati RSUD
Mangusada

ABSTRAK
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupan. World Health Organization (WHO) dan United
Nations Childrens Funds (UNICEF), merekomendasikan agar ibu menyususi
bayinya saat satu jam pertama setelah melahirkan dan melanjutkan hingga usia 6
bulan kehidupan bayi. Permasalahan pengeluaran ASI dini merupakan alasan para
ibu untuk tidak memberikan ASI yang akan berdampak buruk untuk kehidupan
bayi. Faktor penghambat dari pemberian ASI adalah produksi ASI itu sendiri.
Penatalaksanaan masalah produksi ASI dapat dilakukan melalui penatalaksanaan
farmakologi dan nonfarmakologi. Tindakan non farmakologi yang dapat
dilakukan untuk membantu masalah produksi ASI adalah dengan pemberian
metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS). Metode SPEOS
ini dilakukan dengan mengkombinasikan antara pijat endorphine, pijat oksitosin
dan sugestif/ afirmasi positif, yang bertujuan untuk membantu ibu nifas
(menyusui) memperlancar pengeluaran ASI dengan cara stimulasi untuk
merangsang hormone oksitosin sehingga selanjutnya keberhasilan pemberian ASI
eksklusif bisa tercapai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian metode
stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi ASI
pada ibu post seksio sesarea. Penelitian ini menggunakan pre-eksperimental
dengan rancangan one group pre-post test design dengan jumlah sampel sebanyak
58 responden menggunakan sampling non probability sampling yaitu incidental
sampling yang ditentukan melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Data di analisis
menggunakan uji Wilcoxon untuk membandingkan hasil pretest dan posttest.
Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh secara signifikan antara rata-rata pre
dan post setelah diberikan stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif dengan
nilai p = 0,001 (p<0,05) dan nilai z sebesar 6,633. Dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh pemberian metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin, dan sugestif
terhadap produksi ASI pada ibu post seksio sesarea di Ruang Margapati RSUD
Mangusada.
Kata kunci: Metode SPEOS, Produksi ASI, Ibu post seksio sesarea.
vi

HEALTH INSTITUTION
BINA USADA BALI BACHELOR DEGREE OF NURSING PROGRAM
Undergraduate Thesis, 2018
Ni Luh Putri Wirantini
vii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Luh Putri Wirantini

NIM : C2116014

Jurusan : Program Alih Jenjang S1 Keperawatan

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphine,

Oksitosin dan Sugestif Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio Sesarea Di

Ruang Margapati RSUD Mangusada

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di

kemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah jiplakan, maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mangupura, 2018

(Ni Luh Putri Wirantini)


viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphine,

Oksitosin, dan Sugestif (SPEOS) Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio

Sesarea Di Ruang Margapati RSUD Mangusada” tepat pada waktunya.

Adapun penyusunan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan pengembangan keilmuan secara umum, khususnya pendidikan keperawatan

dan kebidanan tentang bagaimana upaya untuk meningkatkan pengeluaran ASI

pada hari-hari pertama untuk mendukung pemberian ASI eksklusif. Skripsi ini

dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha sendiri, melainkan berkat

dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. I Putu Santika, MM, selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Bina Usada Bali atas segala fasilitas yang diberikan selama penulis melaksanakan

penelitian

2. Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program studi S1

Keperawatan atas segala fasilitas yang diberikan selama penulis melaksanakan

penelitian
ix

3. I Nyoman Gunartha, MPH., selaku Direktur RSUD Mangusada Kabupaten

Badung yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Ruang

Margapati RSUD Mangusada Kabupaten Badung

4. Ns. IGA Ratih Agustini, S.Kep.,M.Kes, selaku pembimbing satu yang

telah banyak memberikan masukan, pengetahuan, dan bimbingan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Alfiery Leda Kio, SE., MPH., selaku pembimbing dua yang telah banyak

memberikan masukan dan saran penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini

6. Ida Ayu Putu Dewi Pradnyani, Amd. Kep, selaku Kepala Ruangan

Paviliun Lantai II RSUD Mangusada, yang telah mengatur jadwal berkerja penulis

agar saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. I Dewa Ayu Sri Sutadnyani, SST., selaku Kepala Ruangan Margapati

RSUD Mangusada, yang telah memberikan kesempatan untuk mengambil data

sampel yang diperlukan dalam penelitian..

8. Bapak/Ibu Staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali

yang telah banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam

menyelesaikan penelitian ini.

9. Bapak Putra Wirawan dan Ibu Suriati selaku kedua orang tua yang selalu

memberikan motivasi dan doa kepada penulis selama menjalankan perkuliahan

dan pembuatan skripsi ini.


x

10. I Putu Gede Cahyadi Putra, ST selaku pacar yang selalu memberikan

bantuan, motivasi dan perhatian kepada penulis selama menjalankan perkuliahan

dan pembuatan skripsi ini.

11. Teman- teman Ruang Paviliun Lantai II RSUD Mangusada dan teman-

teman mahasiswa program khusus alih jenjang S1 Keperawatan STIKES BINA

USADA yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih memerlukan perbaikan, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang akan penulis

terima demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini banyak bermanfaat bagi

penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya penulis ucapkan

terimakasih.

Badung, November 2018

Penulis
xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 6
C. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 6
1. Tujuan Umum ................................................................................. 6
2. Tujuan Khusus ................................................................................ 6
D. MANFAAT PENELITIAN ................................................................ 7
1. Perawat ............................................................................................ 7
2. Masyarakat ...................................................................................... 7
3. Institusi Pendidikan ......................................................................... 8
4. Pengembangan Ilmu Keperawatan .................................................. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 9
A. LANDASAN TEORI ........................................................................... 9
1. Persalinan Seksio Sesarea ............................................................... 9
2. Nifas dan Laktasi........................................................................... 13
3. Pembentukan ASI.......................................................................... 16
4. Air Susu Ibu (ASI) ........................................................................ 22
5. Endorphin...................................................................................... 31
6. Sugestif .......................................................................................... 33
7. Oksitosin dan Pengeluaran ASI .................................................... 35
8. Metode “SPEOS” (Stimulasi Pijat Oksitosin, Pijat Endorphin, dan
Sugestif) ........................................................................................ 38
xii

B. LANDASAN EMPIRIS .................................................................... 48


C. KERANGKA TEORI ....................................................................... 51
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL ................................................................................................. 53
A. KERANGKA KONSEP .................................................................... 53
B. HIPOTESIS ....................................................................................... 54
C. DEFINISI OPERASIONAL ............................................................. 54
1. Variabel penelitian ........................................................................ 54
2. Definisi Operasional...................................................................... 55
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 57
A. DESAIN PENELITIAN .................................................................... 57
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ................................... 58
1. Populasi ......................................................................................... 58
2. Sampel ........................................................................................... 58
C. TEMPAT PENELITIAN .................................................................. 59
D. WAKTU PENELITIAN ................................................................... 59
E. ETIKA PENELITIAN ...................................................................... 59
F. ALAT PENGUMPULAN DATA ..................................................... 63
1. Instrumen Penelitian...................................................................... 63
2. Validitas dan Reliabilitas .............................................................. 64
G. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA .......................................... 64
H. PENGOLAHAN DATA .................................................................... 66
1. Editing ........................................................................................... 66
2. Coding (Pengkodean) .................................................................... 67
3. Entry Data ..................................................................................... 67
4. Cleaning ........................................................................................ 67
5. Melakukan tekhnik analisis ........................................................... 68
I. RENCANA ANALISIS DATA......................................................... 68
1. Analisis Univariat.......................................................................... 68
2. Analisis Bivariat ............................................................................ 69
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 72
A. Profil Lokasi Penelitian .................................................................... 72
B. Karakteristik Responden.................................................................. 73
C. Analisis Data ...................................................................................... 75
xiii

1. Analisis Univariat.......................................................................... 75
2. Analisis Bivariat ............................................................................ 77
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 79
A. Interpretasi Penelitian ...................................................................... 79
B. Keterbatasan Penelitian.................................................................... 84
C. Implikasi Terhadap Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian ......... 85
1. Pelayanan Keperawatan ................................................................ 85
2. Pendidikan Keperawatan............................................................... 85
3. Penelitian Keperawatan ................................................................. 86
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 87
A. Simpulan ............................................................................................ 87
B. Saran................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90
xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3. 1 Definisi Operasional ............................................................................ 56

Tabel 5. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ........................................ 73

Tabel 5. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ............................. 74

Tabel 5. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan............................... 74

Tabel 5. 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas .................................... 75

Tabel 5. 5 Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea sebelum diberikan metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif di ruang Margapati

RSUD Mangusada ............................................................................... 76

Tabel 5. 6 Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea setelah diberikan metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif di ruang Margapati

RSUD Mangusada ............................................................................... 76

Tabel 5.7 Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin dan

Sugestif terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio Sesarea di Ruang

Margapati RSUD Mangusada. ............................................................ 77


xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Lactogenesis ............................................................................. 19

Gambar 2. 2 Hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI ..................... 19

Gambar 2. 3 Foremilk dan Hindmilk............................................................. 26

Gambar 2. 4 Oksitosin dan Pengeluaran ASI ................................................ 35

Gambar 2. 5 Hal-hal Yang Meningkatkan Produksi Oksitosin ..................... 36

Gambar 2. 6 Pijat Oksitosin........................................................................... 43

Gambar 2.7 Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat

Endorphin, Oksitosin dan Sugestif terhadap Produksi ASI Pada

Ibu Post Seksio Sesarea ............................................................ 52

Gambar 3. 1 Kerangka konsep pengaruh metode SPEOS terhadap produksi


ASI ………………………………………………………….. 53

Gambar 4. 1 Rancangan penelitian pengaruh metode SPEOS terhadap

produksi ASI………………………………………………… 57
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. SOP Metode SPEOS

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Karakteristik Responden

Lampiran 4. Lembar Observasi Produksi ASI

Lampiran 5. Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 6. Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 7. Surat Persetujuan Menjadi Responden


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama

pada bulan-bulan pertama kehidupan. ASI merupakan sumber gizi yang sangat

ideal dengan komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna

baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai makanan tunggal akan

cukup memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi normal sampai usia 4-6

bulan (Khairuniyah, 2008). ASI merupakan makanan alami yang dibutuhkan

oleh bayi yang didalamnya terkandung semua unsur vitamin, nutrisi serta

mineral yang sangat bayi butuhkan untuk pertumbuhan selama enam bulan

pertama, sehingga selama 6 bulan tersebut tidak ada makanan dan minuman

yang lain selain ASI. ASI akan terus diproduksi hingga 2 tahun kehidupan

bayi bahkan lebih (Khrist, 2011)

World Health Organization (WHO) dan United Nations Childrens

Fund (UNICEF) merekomendasikan agar ibu menyusui bayinya saat satu jam

pertama setelah melahirkan dan melanjutkan hingga usia 6 bulan pertama

kehidupan bayi. Pengenalan makanan pelengkap dengan nutrisi yang memadai

dan aman diberikan saat bayi memasuki usia 6 bulan dengan terus menyusui

sampai 2 tahun atau lebih. Menurut data WHO (2016), cakupan ASI eksklusif
2

di seluruh dunia hanya sekitar 36% selama periode 2007-2014). Cakupan ASI

eksklusif di Indonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari

38,5% menjadi 37,79% pada tahun 2012. Sedangkan di provinsi bali, cakupan

pemberian ASI eksklusif sebesar 67,4% pada tahun 2013. Berdasarkan profil

dinas kesehatan kabupaten Badung, cakupan pemberian ASI eksklusif pada

tahun 2007 sebesar 69,44%, pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu

61,3% dan pada tahun 2014 cakupan ASI eksklusif di kabupaten Badung

mengalami peningkatan yaitu menjadi 68,20%, namun belum bisa mencapai

target yang ditetapkan secara nasional (80%).

Faktor penghambat dalam pemberian ASI adalah produksi ASI itu

sendiri. Pengeluaran produksi ASI dipengaruhi oleh stress, anastesi,

rangsangan putting susu, melihat bayi, mencium bayi, membayangkan sedang

menyusui bayi, mendengarkan suara bayi (Margaret, 2013). Beberapa faktor

yang mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif diantaranya adalah faktor

bayi (bayi yang sakit yang tidak memungkinkan untuk diberikan ASI), faktor

tenaga kesehatan (kurangnya motivasi dari tenaga kesehatan khususnya

perawat menyebabkan ibu dan bayi tidak mau memberikan ASI eksklusif,

karena penerapan yang salah datang dari petugas kesehatan yang

menganjurkan ASI dengan susu kaleng), faktor ibu (ibu sakit, jenis persalinan

ibu, dengan melahirkan secara normal atau seksio sesarea yang menimbulkan

masalah yang berbeda terhadap produksi ASI). Jumlah persalinan seksio

sesarea di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari

hasil Riskesdas tahun 2013 yang menyebutkan persalinan SC mengalami


3

peningkatan dari 6,8% pada tahun 2007 dan 9,8% pada tahun 2013

(Riskesdas, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Desmawati (2010),

menyatakan bahwa pengeluaran ASI pada ibu post partum normal lebih cepat

dibandingkan dengan ibu post SC, nilai rata-rata waktu pengeluaran ASI post

partum normal adalah 3,9% dan post SC 5,9%, sehingga terdapat perbedaan

yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.

Persalinan seksio sesarea merupakan persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim.

Menurut Danuatmaja&Meiliasari (2007), persalinan dengan tindakan seksio

sesarea dapat menimbulkan masalah yang berbeda dengan ibu yang

melahirkan secara normal. Selain mengalami perubahan secara fisiologis pada

masa nifas terutama involusi dan laktasi, pada ibu dengan persalinan SC

ketika efek anastesi hilang maka akan timbul rasa nyeri disekitar luka sayatan

operasi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa proses melahirkan dengan

seksio sesarea akan menghambat terbentuknya produksi ASI, apalagi

ditambah faktor obat-obatan penghilang rasa sakit yang digunakan pada saat

operasi maupun setelah operasi dapat menyebabkan bayi mengantuk dan tidak

responsive untuk menyusu sehingga hisapan bayi akan berkurang yang akan

menyebabkan reflek let down terganggu (Soraya, 2005).

Pada persalinan seksio sesarea efek anastesi yang diterima bayi

menyebabkan bayi lemah dan malas menyusu, padahal hisapan bayi pada

putting susu merangsang hormone oksitosin dan prolactin yang dapat

mempercepat pengeluaran ASI dan apabila tidak ada rangsangan hisap pada
4

payudara proses laktasi akan terhambat. Proses laktasi bergantung pada

hormone oksitosin, oksitosin mempengaruhi sel-sel mioepitel yang

mengelilingi alveoli mamae sehingga alveoli berkontraksi dan mengeluarkan

air susu yang sudah disekresikan oleh kelenjar mamae, reflek oksitosin ini

dipengaruhi oleh jiwa ibu. Jika ada rasa cemas, stress dan ragu, maka

pengeluaran ASI bisa terhambat (Kodrat, 2010). Berbagai macam cara dapat

dilakukan untuk menstimulasi reflek oksitosin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhanifah (2013) tentang

efektivitas massage rolling (punggung) dan kompres hangat terhadap

peningkatan produksi ASI. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa

(2013) mengatakan bahwa tehnik marmet efektif terhadap pengeluaran ASI

pada ibu menyusui 0-6 bulan. Sementara itu metode SPEOS (Stimulasi Pijat

Endorphine, Oksitosin dan Sugestif) yaitu melakukan stimulasi untuk

merangsang pengeluaran hormone oksitosin yang sangat berperan dalam

kelancaran produksi ASI. Metode ini mengkombinasikan antara pijat

endorphine yang merupakan pijatan ringan yang bertujuan untuk

meningkatkan kadar endorphine dalam tubuh yang dapat membantu

meningkatkan rasa nyaman ibu, pijat oksitosin yang merupakan pemijatan

pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costa kelima-

keenam yang dapat merangsang hormone prolactin dan oksitosin, dan

sugestif/afirmasi positif dilakukan untuk mempersiapkan agar ASI bisa

mengalir dengan lancar dan memenuhi kebutuhan bayi.


5

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD

Mangusada pada tanggal 8 September 2017 didapatkan data pasien post seksio

sesarea selama tahun 2016 sebanyak 887 pasien (data sekunder dari rekam

medis RSUD Mangusada). Di ruang Margapati RSUD Mangusada (Ruang

Nifas) dari data register pasien dari bulan juni-agustus 2017 terdapat 284 Ibu

melahirkan secara seksio sesarea dan sebagian besar diantaranya mengalami

kesulitan dalam menyusui, yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

adalah tidak lancarnya produksi ASI dan bahkan tidak ada produksi ASI sama

sekali dan menyebabkan banyak ibu memilih untuk memberikan susu formula

kepada bayinya. Hasil wawancara yang dilakukan di ruang Margapati RSUD

Mangusada pada tanggal 8-10 September 2017 dengan 16 ibu post SC, 12

diantaranya mengatakan proses menyusui tertunda karena ASI belum keluar

pada hari 0-III.

Pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

ASI tidak segera keluar setelah melahirkan/produksi ASI kurang, kesulitan

bayi dalam menghisap, keadaan putting susu yang tidak menunjang , ibu

bekerja dan pengaruh/promosi pengganti ASI, serta nyeri yang masih

dirasakan ibu setelah melahirkan dengan seksio sesarea sehingga

menyebabkan ibu tidak memberikan ASI nya pada hari-hari pertama kelahiran

bayi. Mengingat keberhasilan pemberian ASI eksklusif sangat ditentukan pada

hari-hari pertama pengeluaran ASI, maka sangat penting untuk

mengembangkan beberapa metode yang dapat membantu ibu nifas dalam

masalah pengeluaran ASI.


6

Melihat kondisi tersebut peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian dengan menggabungkan tiga teori tentang endorphin, oksitosin dan

sugestif yang disingkat menjadi metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin

dan sugestif (SPEOS) pada ibu post SC terhadap produksi ASI.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pemberian metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi

ASI pada Ibu post Seksio Sesarea ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh pemberian metode stimulasi pijat

endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi ASI pada Ibu

Post seksio sesarea.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi produksi ASI pada Ibu post seksio sesarea sebelum

diberikan metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif

(SPEOS)
7

b. Mengidentifikasi produksi ASI pada Ibu post seksio sesarea setelah

diberikan metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif

(SPEOS)

c. Menganalisi pemberian pengaruh metode stimulasi pijat endorphin,

oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi ASI pada Ibu Post

Seksio Sesarea.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

pedoman HE (Health Education) dan sebagai acuan oleh petugas kesehatan

untuk meningkatkan keterampilan tentang metode SPEOS (Stimulasi pijat

endorphin, oksitosin dan sugestif), sebagai upaya mempercepat

pengeluaran ASI pada hari-hari pertama untuk mendukung pemberian ASI

eksklusif.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi

dan wawasan baru terhadap alternatif solusi pada permasalahan yang

muncul di hari-hari pertama pemberian ASI yaitu ASI yang tidak keluar,

melalui metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphine, Oksitosin dan

Sugestif)
8

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan

pengembangan keilmuan secara umum, khususnya pendidikan keperawatan

dan kebidanan tentang bagaimana upaya untuk meningkatkan pengeluaran

ASI pada hari-hari pertama untuk mendukung pemberian ASI eksklusif.

Selain itu penelitian ini bisa dijadikan bahan kajian untuk penelitian

selanjutnya

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan, khususnya

keperawatan maternitas sebagai upaya untuk membantu mengatasi masalah

pengeluaran ASI
9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Persalinan Seksio Sesarea

Persalinan seksio sesarea adalah persalinan melalui sayatan pada

dinding abdomen dan uterus yang di ambil masih utuh dengan berat janin

>1000 gr atau umur kehamilan >28 minggu. Keputusan untuk melakukan

persalinan seksio sesarea diharapkan dapat menjamin turunnya tingkat

morbiditas dan mortalitas, sehingga sumber daya manusia dapat

ditingkatkan yang tentunya disertai dengan peningkatan keadaan umum

sehingga mampu menerima risiko tindakan seksio sesarea, perawatan

setelah operasi dan kembalinya kesehatan secara optimal. Dengan

demikian, tidak semua ibu hamil dapat melahirkan secara normal. Sebagian

dari mereka ada yang mendapatkan masalah atau kesulitan untuk

melakukan persalinan normal atau spontan sehingga harus mengalami

persalinan secara abnormal yang salah satunya adalah seksio sesarea

dilakukan apapun penyebabnya. Untuk itu dokter harus menjelaskan alas an

perlunya dilakukan seksio sesarea (Manuaba, 2012)

Operasi sesar sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis,

bukan keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit. Hal ini

karena resiko operasi sesar lebih besar daripada persalinan normal. Berikut
10

adalah resiko-resiko yang mungkin di alami oleh seorang wanita yang

melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu

maupun bayi, diantaranya :

a. Alergi

Biasanya resiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat

tertentu. Pada awalnya, yaitu waktu pembedahan segalanya bias berjalan

lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam

kemudian obat baru bereaksi sehingga jalan pernafasan pasien dapat

tertutup. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu lebih banyak dikonsumsi pada

ibu seksio sesarea dibandingkan denga persalinan normal. Jenis obat-

obatan ini beragam, mulai dari antibiotk, obat untuk pembiusan,

penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu biasanya

sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi

tertentu.

b. Perdarahan

Perdarahan dapat menghasilkan terbentuknyan bekuan-bekuan

darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena

itu, sebelum operasi seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah

lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya.

Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang-cabang arteria uteria ikut terbuka atau karena atonia uteri.

Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara


11

mendadak, kalau perdarahan tidak dapat di atasi, kadang perlu tindakan

histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.

c. Cedera pada organ lain

Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan

dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rectum atau kandung

kemuh. Penyembuhan luka bekas bedah sesar yang tidak sempurna dapat

menyebabkan infeksi pada organ Rahim atau kandung kencing. Selain

dapat juga berdampak pada organ lain dengan menimbulkan perlekatan

pada organ-organ di dalam rongga perut untuk kehamilan resiko tinggi

yang memerlukan penanganan khusus.

d. Parut dalam Rahim

Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki

parut dalam Rahim. Oleh karena itu pada tiap kehamilan serta persalinan

berikutnya ia memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan

bahaya rupture uteri, meskipun juka operasi dilakukan secara sempurna

resiko ini sangat kecil terjadi. Sebenarnya, apabila hal ini terjadi termasuk

komplikasi dalam persaliann dengan operasi.

e. Demam

Kadang-kadang demam setelah operasi tidak bias dijelaskan

penyebabnya, namun kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.


12

f. Mempengaruhi ProduksiASI

Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI jika lakukan

pembiusan total (narkose). Akibatnya kolostrum tidak bias dinikmati bayi

dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu is dilahirkan. Namun, apabila

dilakukan dengan pembiusan regional (misalnya spinal) tidak banyak

memperngaruhi produksi ASI.

Ibu yang menyusui pasca operasi sesar, seringkali sulit menyusui

bayinya segera setelah lahir. Hal ini akibat Rahim yang sering berkontraksi

karena masih dalam proses kembali ke bentuk semula, juga akibat rasa

nyeri yang muncul dari jahitan operasi. Oleh karena itu dibutuhkan

kemauan dan niat yang besar dari para ibu untuk dapat memberikan ASI.

Perasaan ini akan sangat membantu kelancaran proses menyusui.

Terutama jika diberikan anastesi umum, ibu relatif tidak sadar untuk

mengurus bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi

dibagian perut relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat,

sementara itu bayi mungkin mengantuk dan tidak responsive untuk

menyusui, terutama jika ibu mendapatkan obat-obatan penghilang rasa

sakit sebelum operasi. Kapan umumnya ibu dapat memberikan ASI setelah

melahirkan dengan operasi ? begitu ibu meras siap, sebenarnya sudah bisa

langsung menyusui bayinya, kecuali apabila ibu baru saja pulih dari

pembiusan total atau bila bayi memerlukan perawatan khusus. Seandainya

sampai 12 jam setelah pembedahan ibu belum juga bias bersama bayi,
13

mintalah perawat untuk memompa air susu pertama ibu sehingga bayi

memperoleh kolostrum.

Beberapa keadaan pasca persalinan Caesar yang dapat

mempengaruhi produksi ASI baik secara langsung maupun tidak langsung

antara lain ;

1) Pengaruh obat-obatan yang diterima untuk prosedur operasi

maupun pasca operasi

2) Perlunya waktu yang lebih untuk pemulihan kondisi ibu pasca

operasi (misalnya rasa sakit)

2. Nifas dan Laktasi

a. Konsep Nifas

Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer

yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau berarti

masa setelah melahirkan. Masa nifas (puerpurium) adalah masa setelah

plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu.

Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa nifas,

yaitu sebagai berikut:

1) Pengecilan rahim atau involusi

2) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal


14

3) Proses laktasi atau menyusui

b. Konsep Laktasi

Definisi laktasi menurut beberapa sumber yaitu :

1) Laktasi adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil

dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan

reflex menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu.

2) Dalam kamus bahasa Indonesia laktasi adalah pengeluaran susu

dari kelenjar susu

3) Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di

produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI

4) Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia

termasuk mamalia. Laktasi merupakan fase transisi bayi untuk

dapat tumbuh kembang

5) Laktasi atau menyusui yaitu proses pembentukan ASI yang

melibatkan hormone prolactin dan proses pengeluaran yang

melibatkan hormone oksitosin.

g. Masa nifas dan Laktasi

Masa nifas berkaitan erat dengan proses laktasi. Pada

prosesnya keberhasilan laktasi dipengaruhi kesiapan ibu dari awal

masa nifas yang bisa berhubungan dengan perubahan/ adaptasi

pada masa nifas. Setelah melahirkan ibu mengalami perubahan fisik

dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya nbeberapa


15

perubahan dasi psikisnya. Ibu mengalami stimulasi kegembiraan

yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap

bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap

pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya

dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang

luar biasa untuk menjadi seorang ibu.

Ibu terkadang mengalami sedikit perubahan perilaku dan

sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan

terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.

Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :

1) Periode taking in

a) Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan, ibu baru

pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju

pada kekhawatiran akan tubuhnya

b) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi

gangguan kesehatan akibat kurang istirahat

c) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat

pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses

laktasi

2) Periode taking hold

a) Periode ini berlangsung pada hari 2-4 post partum


16

b) Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang

tua sukses dan meningkatkan tanggung jawabnya terhadap

bayi

c) Pada masa ini ibu biasanya sensitive

3) Periode letting go

a) Periode ini sangat berpengaruh terhadap waktu dan

perhatian yang diberikan keluarga

b) Ibu mengmbil tanggung jawab terhadap perawatan bayi

c) Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini

h. Peran Perawat pada Masa Nifas

1) Memberi dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang

baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi

ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas

2) Sebagai promoter hubungan yang erat antara ibu dan bayi

secara fisik dan psikologis

3) Mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan

meningkatkan rasa nyaman

3. Pembentukan ASI

a. Proses Pembentukan Laktogen

1) Laktogenesis I

Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki

fase laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum,


17

yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat

progesterone yang tinggi mencegah prosuksi ASI sebenarnya.

Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil

mengeluarkan kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga

bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI setelah

melahirkan nanti

2) Laktogenesis II

Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan turunnya

tingkat hormone progesterone, estrogen dan human placental

lactogen (HPL) secara tiba-tiba, tertapi hormone prolactin tetap

tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang

dikenal dengan fase laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolactin dalam darah

meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian

kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian.

Keluarnya hormone prolactin menstimulasi sel di dalam alveoli

untuk memproduksi ASI, dan hormone ini juga keluar dalam ASI

itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolactin

dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu

sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolactin rendah

saat payudara terasa penuh.


18

Hormone lainnya, seperti insulin, tiroksin,dan kortisol, juga

terdapat dalam proses ini, namun peran hormone tersebut belum

diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses

laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi

biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73

jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya memang produksi ASI

sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan.

Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI. Kolostrum

mengandung sel darah putih dan antibody yang tinggi daripada

ASI, khususnya tinggi dalam lever immunoglobulin A(IgA), yang

membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah

kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan.

Dalam 2 minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan-

pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

3) Laktogenesis III

Sistem kontrol hormone endokrin mengatur produksi ASI

selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan.

Ketika produksi ASI mulai stabil, system kontrol autokrin dimulai.

Fase ini dinamakan laktogenesis III.

Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara

akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian

berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara


19

menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan

demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan

seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara

dikosongkan.

Gambar 2. 1 Lactogenesis

b. Hormon yang Mempengaruhi pembentukan ASI

Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi

hormone yang menstimulasi munculnya ASI dalam system payudara.

Gambar 2. 2 Hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa proses

bekerjanya hormone dalam menghasilkan ASI adalah sebagai berikut:


20

a. Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu

mengirimkan pesan ke hipotalamus

b. Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas “rem”

penahan prolactin.

c. Untuk mulai menghasilkan ASI, prolactin yang dihasilkan

kelenjar pituitary merangsang kelenjar-kelenjar susu di

payudara

Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI

adalah sebagai berikut:

a. Progesterone : mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran

alveoli. Tingkat progesterone dan estrogen menurun sesaat

setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara

besar-besaran.

b. Estrogen : menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.

Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah

untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu

sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis

hormone estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi

ASI.

c. Prolaktin : berperan dalam membesarnya alveoli dalam

kehamilan. Dalam fisiologi laktasi, prolactin merupakan suatu


21

hormon yang disekresikan oleh glandula pituitary. Hormon ini

memiliki peranan penting untuk produksi ASI. Kadar hormon

ini meningkat selama kehamilan. Kerja hormon prolactin

dihambat oleh hormon plasenta. Peristiwa lepas atau keluarnya

plasenta pada akhir proses persalinan membuat kadar estrogen

dan progesterone berangsur-angsur menurun sampai tingkat

dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolactin.

d. Oksitosin : mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat

melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme.

Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus

disekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu.

Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down/milk

ejection reflex.

e. Human placental lactogen (HPL) : Sejak bulan kedua

kehamilan , plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang

berperan dalam pertumbuhan payudara, putting dan areola

sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam

kehamilan, payudara siap memproduksi ASI


22

4. Air Susu Ibu (ASI)

a. ASI Menurut Stadium Laktasi

1) ASI stadium I

ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan

cairan yang pertama dikeluarkan atau disekresi oleh kelenjar

payudara pada empat hari pertama setelah persalinan. Komposisi

kolostrum ASI setelah persalinan mengalami perubahan.

Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya

komposisi lemak dan sel-sel hidup.

Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang

membersihkan meconium sehingga mukosa usus bayi yang baru

lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan

bayi sering defekasi dan feses berwarna hitam. Jumlah energi

dalam kolostrum hanya 56 Kal/100ml kolostrum dan pada hari

pertama bayi memerlukan 20-30 cc. kandungan protein pada

kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein

dalam susu matur, sedangkan kandungan karbohidratnya lebih

rendah dibandingkan ASI matur.

2) ASI Stadium II

ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI peralihan adalah

ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI


23

yang matang/matur. Ciri dari air susu pada masa peralihan adalah

sebagai berikut :

a) Peralihan ASI dari kolostrum hingga menjadi matur

b) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi.

Teori lain mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada

minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Jumlah volume ASI

semakin meningkat tetapi komposisi protein semakin rendah,

sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi, hal ini untuk

memenuhi kebutuhan bayi karena aktifitas bayi yang mulai

aktif dan baui sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan.

Pada masa ini pengeluaran ASI mulai stabil.

3) ASI stadium III

ASI stadium III adalah ASI matur, dengan ciri-ciri sebagai

berikut :

a) ASI yang disekresikan pada hari ke 10 dan seterusnya.

Komposisi relatif konstan. Ada pula yang mengatakan bahwa

komposisi ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke-3

sampai minggu ke-5

b) Pada ibu yang sehat, produksi ASI untuk bayi akan tercukupi.

Hal ini dikarenakan ASI merupakan makanan satu-satunya

yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia enam

bulan
24

c) Cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan

warna dari garam Ca-caseinant, riboflavin, dan karoten yang

terdapat didalamnya.

d) Tidak menggumpal jika dipanaskan

e) Terdapat fakor antimicrobial

f) Interferon producting cell

g) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah, dan

adanya faktor bifidus.

h) ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah

disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia enam

bulan. Setelah enam bulan bayi mulai dikenalkan dengan

makanan pendamping ASI.

Menurut Depkes (2007), penilaian produksi ASI dapat

menggunaka beberapa kriteria sebagai acuan untuk mengetahui

kelancaran produksi ASI. Untuk mengetahui apakah produksi ASI

nya lancar dapat diketahui dari indikator bayi. indikator bayi

meliputi :

a) BB Bayi tidak turun melebihi 10% dari BB lahir pada minggu

pertama kelahiran bayi

b) BAB 1 – 2 kali pada hari pertama dan kedua dengan feses

warna kehitaman
25

c) BAK sebanyak 6 – 8 kali sehari dengan urine warna kuning

dan jernih

d) Frekuensi menyusui 8 – 12 kali dalam sehari bayi tenang atau

tidur nyenyak setelah menyusui selama 2 – 3 jam

i. Jenis ASI

Air susu ibu atau ASI ternyata tidak selalu sama kualitasnya saat

keluar, ada yang bentuknya kental, encer atau bahkan sangan encer.

Dari segi warna juga kadang berbeda-beda, ada yang berwarna putih,

putih kekuning-kuningan, dan bahkan juga ada yang berwarna bening

seperti air pada umumnya.

1) Foremilk

Foremilk adalah ASI yang encer yang diproduksi pada awal

proses menyusui dengan kadar air tinggi mengandung banyak

protein, laktosa, serta nutrisi lainnya, tetapi rendah lemak.

Foremilk disimpan pada saluran penyimpanan dan keluar pada

awal menyusui. Foremilk merupakan ASI yang keluar pada 5

menit pertama. ASI ini lebih encer dibandingkan hindmilk,

dihasilkannya sangat banyak, dan cocok untu menghilangkan rasa

haus bayi.

2) Hindmilk

Hindmilk adalah ASI yang mengandung tinggi lemak yang

memberikan banyak zat tenaga/energy dan diproduksi menjelang


26

akhir proses menyusui. Hindmilk keluar setelah foremilk habis saat

menyusui, sehingga bisa dianalogkan seperti hidangan utama

setelah hidangan pembuka. Jenis air susu ini sangat kaya, kental

dan penuh lemak bervitamin. Hindmilk mengandung lemak 4-5

kali dibanding foremilk. Bayi memerlukan foremilk dan hindmilk.

Gambar 2. 3 Foremilk dan Hindmilk

j. Manfaat ASI

1) Untuk Bayi

Pemberian ASI merupakan metode pemberian maan bayi

yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain

juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan

cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6

bulan pertama kehidupannya

a) Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan

utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan


27

bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah

dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI)

b) Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi

30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap

dianjurkan karena masih memberikan manfaat.

c) ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya

susu sapi adalah yang terbaik untuk sapi

d) Komposisi ASI ideal untuk bayi

e) Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi

lambung, usus, sembelit dan alergi

f) Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit.

g) Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level

bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring dengan

diberikannya kolostrum dan mengatasi kekuningan, asalkan

bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa pengganti

ASI

h) ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu

dalam keadaan steril dan suhu susu yang pas

i) Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga

memberikan kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa

aman, nyaman dan terlindungi, dan ini mempengaruhi

kemapanan emosi si anak di masa depan.


28

j) Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk

diberikan karena sangat mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat

sembuh.

k) Bayi premature lebih cepat sembuh apabila mereka diberikan

ASI perah. Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai dengan

kebutuhan bayi, dan ASI bermanfaat untuk menaikan berat

badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi premature

l) Beberapa penyakit lebih jarang muncul pada bayi ASI,

diantaranya kolik, eksim.

m) IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non

ASI. Menurut penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak

yang minum ASI pada usia 9 tahun mencapai 12,9 poin lebih

tinggi daripada anak-anak yang minum susu formula

n) Menyususi bukan sekedar memberi makan, tapi juga mendidik

anak. Sambil menyusui, eluslah si bayi dan dekaplah dengan

hangat. Tindakan ini sudah dapat menimbulkan rasa aman

pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan

spiritual yang tinggi. Ini menjadi dasar bagi pertumbuhan

manusia menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih

mudah untuk menyayangi orang lain.


29

2) Untuk Ibu

a) Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi

ibu untuk kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi

resiko pendarahan

b) Lemak disekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa

kehamilan pndah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat

langsing kembali

c) Penelitian menunjukan bahwa ibu yang menyusui memiliki

resiko lebih rendah terhadap kanker Rahim dan kanker

payudara

d) ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan

mensteril botol susu, dot, dsb.

e) ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan keluar rumah

tanpa harus membawa banyak perlengkapan seperti botol,

kaleng susu formula, air panas, dsb

f) ASI lebih murah karena tidak usah selalu memberli susu

kaleng dan perlengkapannya

g) ASI selalu bebas kuman, smentara campuran susu formula

belum tentu steril

h) Penelitian medis juga menunjukan bahwa wanita yang

menyusui bayinya endapat manfaat fisik dan manfaat

emosional
30

i) ASI tak bakaln basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di

wilayang payudara. Bila gudang ASI telah kosong, ASI yang

tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi

ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu

meemrah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan ASI

eksklusif

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan ASI

eksklusif antara lain sebagai berikut :

a) Faktor sosial budaya

b) Meniru teman, tetangga/orang terkenal yang memberikan susu

botol

c) Faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai seorang

wanita)

d) Faktor fisik ibu (ibu sakit, misalnya mastitis, panas, dsb)

e) Faktor bayi (bayi sakit yang tidak memungkinkan untuk

diberikan ASI)

f) Faktor tenaga kesehatan

Kurangnya motivasi dari tenaga kesehatan khususnya perawat

menyebabkan ibu dan bayi tidak mau memberikan ASI

eksklusif karena penerapan yang salah datang dari petugas

kesehatan sendiri yang menganjurkan ASI dengan susu

kaleng.
31

g) Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

5. Endorphin

a. Definisi dan Cara Kerja Endorphin

Berasal dari kata “endogenous + morphine”. Endorphin

merupakan molekul protein yang diproduksi oleh sel dalam system

saraf dan bagian lain dari tubuh manusia. Secara keseluruhan ada

kurang lebih dua puluh jenis horon kebahagiaan. Meskipun cara kerja

dan dampaknya berbeda-beda, efek farmakologisnya sama. Diantara

begitu banyak hormone kebahagiaan, beta endorphin paling berkhasiat,

kerjanya lima atau enam kali lebih kuat dibandingkan obat bius.

Endorphin adalah polipeptida, yang mampu mengikat ke

reseptor saraf di otak untuk memberikan bantuan dari rasa sakit yang

di sekresi oleh kelenjar hipofise. Endorphin merupakan hormone

penghilang rasa sakit yang alami berkaitan dengan reseptor opiod

dalam otak. Peran penting dari endorphin adalah bekerja dengan

reseptor obat penenang yang dikenal untuk meringankan rasa sakit

secara umum. Endorphine dihasilkan di otak, saraf tulang belakang

dan ujung saraf lainnya.

Tubuh memproduksi secara alami terutama pada saat

berhubungan seksual, kehamilan dan menyusui. Oksitosin memicu

pelepasan endorphine. Riset menunjukan bahwa penggunaan obat-


32

obatan dan opiod dalam otak dapat menurunkan kadar endorphine dan

memicu terjadinya post partum blues.

1) Manfaat endorphine

a) Mengendalikan rasa sakit yang persisten/menetap

b) Mengendalikan potensi kecanduan akan chocolate

c) Mengendalikan perasaan frustasi dan stress

d) Mengatur produksi dari hormone pertumbuhan dan seks

e) Mengurangi gejala-gejala akibat gangguan makan

f) Mengaktifkan NK cell (Natural Killer Cell) sehingga dapat

meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit dan

membunuh sel kanker.

g) Menunda/memperlambat proses penuaan

2) Manfaat endorphine pada masa menyusui dan nifas :

a) ASI mengandung banyak endorphine sehingga bayi lebih

tenang dan merasa nyaman

b) Mengurangi resiko depresi pasca persalinan/post partum blues

Pemberian obat-obatan (analgesic, epidural) dapat mengurangi

kadar/level endorphine dalam tubuh, karena endorphine adalah hormon

yang alami yang diproduksi oleh tubuh manusia, maka endorphine adalah

penghilang rasa sakit terbaik. Endorphine dapat diproduksi secara alami

dengan cara melakukan aktivitas seperti:

a) Meditasi

b) Relaksasi hypno-birthing
33

c) Melakukan pernafasan dalam

d) Makan makanan yang pedas

e) Acupuncture treatments

Riset membuktikan bahwa dengan relaksasi yang mendalam dan

massage pada saat kehamilan dan persalinan dapat memicu produksi

endorphin

6. Sugestif

a. Berpikir Positif

Berpikir positif secara umum mengandung pengertian “jika aku

selalu berpikir bahwa hal itu baik untukku, stress tidak akan

menghampiri”. Jiwa dan raga tidak pernah putus berdialog. Jadi, hal-

hal yang ada dalam pikiran kita bukanlah konsep abstrak belaka karena

diakui bahwa pikiran pasti berwujud dan aktif secara ragawi.

Jika kita menanggapi sesuatu dengan penolakan, di dalam tubuh

akan muncul zat-zat yang antara lain akan mempercepat proses

penuaan dan pertumbuhan sel-sel kanker. Sebaliknya, bila kita

bereaksi secara positif dan bersyukur, organ memproduksi zat-zat yang

akan membuat tubuh kita tetap muda dan sehat. Adanya mekanisme ini

di dalam tubuh dapat dibuktikan secara medis.

Zat yang terbentuk dalam tubuh, tergantung pada pola pikir

seseorang. Zat-zat tersebut dikenal dengan istilah hormone. Hormone-

hormon terpenting yang terkait dengan cara pandang adalah


34

adrenaline, nonadrenaline, beta-endorfin dan enkefalin.

Nonadrenaline diproduksi di otak ketika kita cemas atau stress. Ketika

merasa takut, adrenaline yang akan muncul. Hormone merupakan zat

penyampai pesan pada tingkat sel; artinya, zat-zat ini yang

menyampaikan perintah dari otak kepada tiap-tiap sel. Misalnya juka

pesan “marah” yang disampaikan, tubuh akan bereaksi melalui

ketegangan dan aktivitas.

Jika kita senantiasa menghadapi segala sesuatu dengan senyum

dan secara positif, yang akan mengalir adalah hormone yang

menguntungkan dan mengaktivasi sel-sel otak, serta membuat tubuh

menjadi sehat. Hormone semacam ini bisa memperbaiki suasana hati.

b. Sugestif dan Pengeluaran ASI

Menyusui merupakan hal yang pertama yang perlu segera

dilakukan ketika bayi memerlukan asupan nutrisi setelah kelahirannya.

Air susu ibu yang pertama kali didapatkan bernama kolostrum, bersifat

sebagai antibody terbaik bagi bayi. Dengan mendapatkan kolostrum,

maka bayi akan terhindar dari infeksi dan beberapa penyakit pada hari-

hari pertamanya.

Keyakinan seorang ibu untuk dapat menyusui bayinya

merupakan faktor yang mendukung keberhasilan menyusui. Apa yang

dialami tubuh seseorang tergantung dari yang ada dalam pikiran bawah

sadarnya. Menurut para ahli, jiwa/ pikiran bawah sadar manusia


35

berperan 82% terhadap fungsi dirinya, sedangkan jiwa sadarnya

berperan 18%.

Betapa kuat rekaman di jiwa bawah sadar. Tetapi jika rekaman

bersifat negatif, bisa dinetralisir untuk kemudian di program ulang

(reprograming) dengan niat/ sugestif positif dengan kondisi emosi

yang tenang, nyaman, stabil dan rajin menanamkan afirmasi positif,

ibu dapat menetralisir semua rekaman negative. Sugestif/afirmasi

positif dapat dilakukan dengan cara relaksasi pikiran. Dengan perasaan

rileks dan bahagia, air susu akan keluar dengan lancar.

7. Oksitosin dan Pengeluaran ASI

a. Oksitosin

1) Efek Oksitosin Pada Pengeluaran Air Susu

Oksitosin berperan penting pada laktasi. Proses laktasi

menyebabkan timbulnya pengiriman air susu dari alveoli ke duktus

sehingga dapat diisap oleh bayi.

Gambar 2. 4 Oksitosin dan Pengeluaran ASI


36

2) Tanda dan Sensasi Reflek Oksitosin Aktif

Ibu mungkin mengamati :

a) Sensasi diperah atau gelenyar (tingling sensation) di dalam

payudara sesaat sebelum menyusui atau pada waktu proses

menyusui berlangsung.

b) ASI mengalir dari payudara bila ibu memikirkan bayinya, atau

mendengar bayinya menangis.

c) ASI menetes dari payudara sebelah, bila bayi menyusu pada

payudara yang lainnya.

d) ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara pada waktu

menyusui

e) Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi Rahim, kadang

diiringi keluarnya darah selama menyusui di minggu pertama

f) Hisapan yang lambat, dalam dan tegukan bayi menunjukan

bahwa ASI mengalir ke dalam mulut bayi

Gambar 2. 5 Hal-hal Yang Meningkatkan Produksi Oksitosin


37

3) Hal-hal yang Meningkatkan Hormon Oksitosin

Hal – hal yang dapat meningkatkan hormone oksitosin adalah :

a) Ibu dalam keadaan tenang

b) Mencium dan mendengarkan celotehan bayi atau tangisannya

c) Melihat dan memikirkan bayinya dengan perasaan kasih dan

sayang

d) Ayah mengendong bayi dan diebrikan kepada ibu saat akan

menyusui dan menyendawakannya

e) Ayah menggantikan popok dan memandikannya

f) Ayah bermain, menggendong, mendengarkan nyanyian, dan

membantu pekerjaan rumah tangga

g) Ayah memijat bayi

4) Hal-hal yang Mengurangi Produksi Oksitosin

a) Ibu merasa takut jika menyusui akan merusak bentuk payudara

b) Ibu bekerja

c) Ibu merasa khawatir produksi ASI nya tidak cukup

d) Ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui

e) Ibu merasa sedih, cemas, kesal dan bingung

f) Ibu merasa malu untuk menyusui

g) Suami atau keluarga kurang mendukung dan mengerti ASI


38

b. Proses Pengeluaran ASI

Ketika bayi menghisap, beberapa hormone yang berbeda bekerja

sama untuk menghasilkan air susu dan melepaskannya untuk dihisap.

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan

menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria

posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel

miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk

dalam pembuluh ampula. Reflex ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit,

terutama pada jam-jam menyusukan anak.

Pengeluaran prolactin dihambat oleh faktor-faktor yang belum jelas

bahannya, namum beberapa bahan terdapat kandungan seperti dopamine,

serotonin, katekolamin, dan TSH yang ada kaitannya dengan pengeluaran

prolactin. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh hisapan bayi, juga

oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara

reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisi. Jadi peranan prolactin dan

oksitosin mutlak diperlukan.

8. Metode “SPEOS” (Stimulasi Pijat Oksitosin, Pijat Endorphin, dan


Sugestif)

a. Dasar-dasar pijat

1) Definisi Pijat

Massage dalam bahasa arab dan perancis berarti menyentuh

atau meraba. Dalam bahasa Indonesia disebut pijat atau urut. Selain
39

itu massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan

dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan

tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan

mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik.

2) Jenis Pijat

a) Sport massage (Pijat kebugaran)

Yaitu pijat yang dipakai dalam lingkup sport saja dan

bertujuan untuk membentuk serta memelihara kondisi fisik

para olahragawan agar tetap sehat dan bugar.

b) Remedial Massage (Pijat penyembuhan)

Yaitu pijat yang dilakukan untuk memulihkan beberapa

macam penyakit tanpa memasukan obat ke dalam tubuh dan

bertujuan untuk meringankan atau mengurangi keluhan atau

gejala pada beberapa macam penyakit yang merupakan indikasi

untuk dipijat.

c) Cosmetic massage

Yaitu pijat yang dipakai dalam bidang pemeliharaan

kecantikan dan bertujuan untuk membersihkan serta

menghaluskan kulit dan menjaga agar kulit tidak lekas

mengkerut.

3) Tujuan Pijat

a) Melancarkan peredaran darah


40

b) Menghancurkan pengumpulan sisa-sia pembakaran di dalam

sel-sel otot yang telah mengeras yang disebut miogelosis (asam

laktat)

c) Menyempurnakan pertukaran gas-gas dan zat-zat di dalam

jaringan atau memperbaiki proses metabolisme

d) Menyempurnakan pembagian zat-zat makanan keseluruhan

tubuh

e) Menyempurnakan proses pencernaan makanan

f) Menyempurnakan proses pembuangan sisa-sisa pembakaran ke

alat-alat pengeluaran atau mengurangi kelelahan.

g) Merangsang otot-otot untuk bekerja

h) Merangsang jaringa-jaringan saraf

i) Membantu penyerapan (absorpsi)

j) Membantu pembentukan sel-sel baru

k) Membersihkan dan menghaluskan kulit

l) Memberikan perasaan nyaman, segar dan kehangatan pada

tubuh

m) Menyembuhkan atau meringankan gangguan penyakit yang

boleh dipijat

b. Pijat Endorphine

Endorphine massage merupakan suatu metode sentuhan ringan

yang dikembangkan pertama kali oleh Constance Palinsky. Sentuhan


41

ringan ini bertujuan meningkatkan kadar endorphine (untuk

membiarkan tubuh menghasilkan endorphine)

Tahapan melakukan pijat endorphine adalah sebagai berikut :’

1) Ambil posisi senyaman mungkin, bisa dilakukan dengan duduk

atau berbaring miring

2) Tarik nafas dalam, lalu hembuskan dengan lembut sambil menutup

mata. Sementara itu, petugas atau suami mengelus permukaan luar

lengan ibu, mulai dari tangan hingga lengan bawah. Lakukan

belaian dengan lembut menggunakan jari jemari atau hanya ujung-

ujung jari

3) Setelah sekitar 5 menit, minta suami untuk berpindah ke lengan/

tangan yang lain

4) Sentuhan bisa dilakukan di daerah punggung, lakukan pijatan

lembut dan ringan arah bahu kiri dan kanan membentuk huruf V,

kea rah tulang ekor

5) Terus lakukan pijatan berulang-ulang

c. Pijat Oksitosin

Merangsang reflex oksitosin membantu pengeluaran ASI. Cara

merangsang reflex oksitosin bisa dilakukan dengan pijat oksitosin,

dengan langkah sebagai berikut :

1) Bantu ibu secara psikologis

a) Bangkitkan rasa percaya diri ibu


42

b) Cobalah mengurangi sumber-sumber nyeri dan kecemasannya

c) Bantu ibu membangun pikiran dan perasan positif tentang

bayinya

2) Bantu ibu secara praktis

a) Duduk tengan dengan suami, keluarga, teman yang

mendukung. Beberapa ibu dapat memerah ASI dengan mudah

b) Mendekap bayi dengan kontak kulit jika memungkinkan. Jika

tidak memungkinkan ibu dapat memandangi bayinya. Jika

tidak memungkinkan juga, kadang hanya dengan foto bayinya

pun bisa membantu.

c) Minum minuman hangat yang menenangkan. Tidak dianjurkan

minum kopi karena mengandung kafein

d) Menghangatkan payudaranya. Sebagai contoh : ibu dapat

menempelkan kompres hangat , atau air hangat atau mandi

pancuran air hangat.

e) Merangsang putting susunya. Ibu dapat menarik atau memutar

putingnya secara perlahan dengan jari-jarinya

f) Memijat atau mengurut payudaranya dengan ringan

g) Memijat punggungnya

h) Ibu duduk, bersandar kedepan, melipat lengan di atas meja

didepannya, dan meletakan kepala di atas lengannya. Payudara

tergantung lepas, tanpa pakaian. Penolong memijat disepanjang

kedua sisi tulang belakang ibu. Menggunakan dua kepalan


43

tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan, tekan kuat-kuat

membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil dengan keduan

ibu jarinya. Pada saat bersamaan, ia memijat ke arah bawah

pada kedua sisi tulang belakang, dari leher kea rah tulang

belikat, selama 2 atau 3 menit.

Gambar 2. 6 Pijat Oksitosin

d. Sugestif

Sugestif/ afirmasi positif dilakukan untuk mempersiapkan agar

ASI bisa mengalir dengan lancar dan memenuhi kebutuhan bayi sejak

hari pertama kehidupannya. Langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut :

1) Pada saat duduk pusatkan pandangan atau perhatian pada satu titik

atau benda terus-menerus hingga terasa kelopak mata semakin

santai, mulai berkedip perlahan untuk kemudia biarkan kedua mata

terpejam. Nikmati santainya jiwa dan raga. Tekhnik ini disebut

fiksasi mata.
44

2) Jika ada pikiran datang, sementara biarkan saja, tetap pusatkan

perhatian pada music dan panduan.

3) Saat ini, bisa lakukan tekhnik “isolasi diri” dengan berulang-ulang

niatkan: “suara apa pun yang ada tetap membuat diriku semakin

tenang dan rileks”.

4) Berikan sugestif “relaksasi ini membuat saya merasa tenang,

damai, dan kelembutan yang terasa diseluruh tubuh serta pikiran.

Saya akan mampu menyusui bayi saya dengan lancar, lebih mudah

dan berbahagia.

5) Ulangi relaksasi setiap hari atau dua hari sekali. Cari waktu saat

bayi sedang tidur agar ibu bisa melakukan relaksasi dengan baik.

Rasakan bahwa ASI ibu semakin lancar dan bayi semakin sehat.

Tak ada yang dapat menghalangi ibu dalam memberikan ASI.

e. Metode “SPEOS”

Metode ini dilakukan dengan mengkombinasikan antara pijat

endorphin, pijat oksitosin dan sugestif/afirmasi positif. Tujuan dari

metode “SPEOS” adalah untuk membantu ibu nifas (menyusui)

memperlancar pengeluaran ASI dengan cara stimulasi untuk

merangsang hormone oksitosin sehingga selanjutnya keberhasilan

pemberian ASI eksklusif bisa tercapai. Konsep dari metode “SPEOS”

ini adalah seorang ibu yang menyusui tidak hanya dipandang/ dibantu

dari aspek fisik saja tetapi proses adaptasi psikologis juga menjadi
45

kajian, terlebih hormon oksitosin ini sangat sensitif dengan kondisi

psikologis ibu.

Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut :

1) Tahap persiapan :

a) Persiapan alat

(1) Kursi (jika ada)/ tenpat duduk dan tempat bersandar

(2) Minyak aromaterapi sesuai keinginan pasien

(3) Handuk

(4) Foto bayi (jika ada) atai video

b) Persiapan penolong

(1) Menyiapkan alat dan mendekatkannya ke pasien

(2) Mencuci tangan

c) Persiapan lingkungan

(1) Menutup gorden atau pintu

(2) Pastikan privasi pasien terjaga

2) Pelaksanaan

a) Bantu ibu secara psikologis

(1) Bangkitkan rasa percaya diri ibu

(2) Cobalah membantu mengurangi rasa sakit dan rasa takut

dengan tekhnik relaksasi


46

(3) Bantu pasien agar mempunyai pikiran dan perasaan baik

tentang bayinya dengan mengimajinasikan bahwa bayinya

menanti ASI dari ibunya dengan dekapan

b) Bantu kenyamanan posisi bayi

Ibu duduk, bersandar ke depan, melipat lengan ke atas meja di

depannya dan meletakan kepalanya di atas lengannya.

Payudara tergantung lepas, tanpa baju, handuk dibentangkan di

atas pangkuan pasien.jika kondisi tidak ada kursi dan tempat

bersandar, ibu bisa dalam posisi duduk.

c) Pada saat duduk minta ibu pusatkan pandangan atau perhatian

pada satu titik atau benda terus-menerus hingga terasa kelopak

mata semakin santai, mulai berkedip perlahan untuk kemudian

biarkan kedua mata terpejam. Nikmati santainya raga dan jiwa.

Tekhnik ini disebut fiksasi mata.

d) Sambil proses mata relaksasi, penolong mulai melakukan

pijatan dimulai dari leher ke punggung (kiri dan kanan) secara

bersamaan dimulai dari atas kemudian kebawah, ke atas lagi ke

samping lengan dan tangan kiri dan kanan

e) Lakukan berulang kurang lebih3-4 kali sambil terus

memastikan ibu focus dan relaks sebelum kita memasukan

sugesti positif. Bantu dengan kata-kata “jika ada pikiran

datang, sementara biarkan saja. Suara apapun yang ada tetap

membuat diriku semakin tenang/rileks.


47

Key point : ini merupakan gabungan pijat endorphine dan

tahapan awal sugesti positif untuk merangsang hormone

endorphine dikeluarkan.

f) Ganti gerakan tangan petugas dengan mengimajinasikan garis

sebanjang tulang belakang kemudian tarik garis imajiner ke kiri

dan ke kanan masing-masing kurang lebih 1 cm, mulai dari atas

dengan menggunakan kedua ibu jari yang diposisikan pada

garis imajiner tadi, lakukan pemijatan dengan arah

memutar/sirkuler secara berkesinambungan dan sinergis sampai

pinggang. Kemudian pijat ke arah atas dengan tekhnik yang

sama. Lakukan sebanyak dua kali atau dirasa cukup

g) Seiring perubahan tangan maka sugesti mulai dilakukan dengan

kata-kata “relaksasi ini membuat saya merasa tenang, damai,

dan kelembutan yang terasa di seluruh tubuh serta pikiran,

saya akan mampu menyusui bayi saya dengan lancar, lebih

mudah dan berbahagia, ASI saya akan keluar melimpah dan tak

ada yang dapat menghalangi saya dalam memberikan ASI.

h) Sambil terus memberikan sugesti positif, lakukan hal yang

sama dengan mengganti pijatan ibu jari dengan menggunakan

ruas buku jari telunjuk.

i) Terakhir lakukan dengan menggunakan kepalan tangan dengan

arah keatas dan kebawah secara berlawanan antara tangan kiri

dan kanan
48

j) Amati respon ibu selama tindakan

3) Evaluasi

a) Evaluasi perasaan dan reaksi ibu, melalu lembar observasi yang

meliputi tingling sensation atau gelenyar, ASI yang dirasa

mengalir, dan adanya nyeri yang berasal dari kontraksi Rahim

b) Evaluasi pengeluaran ASI dengan tekhnik memerah

c) Simpulkan hasil kegiatan, hasil kegiatan di informasikan pada

ibu nifas dengan ketentuan :

(1) Jika ASI sudah keluar maka metode SPEOS dihentikan dan

ibu dimotivasi untuk terus memberikan ASI untuk

mempertahankna kelancaran pengeluaran ASI

(2) Jika ASI belum keluar, maka dilanjutkan pada tahap

selanjutnya

d) Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya, sampai maksimal hari

ke tiga

e) Akhiri kegiatan apabila ASI sudah keluar atau maksimal

sampai hari ketiga

f) Cuci tangan

B. LANDASAN EMPIRIS

1. T. Budiati (2010). Peningkatan produksi ASI Ibu nifas seksio sesarea

melalui pemberian paket “SUKSES ASI”. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat keefektifan pemberian paket “SUKSES ASI” Ibu menyusui


49

dengan seksio sesarea terhadap produksi ASI di wilayah Depok. Penelitian

ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan post test only design.

Jumlah sampel adalah 29 orang kelompok intervensi dan 31 orang

kelompok control. Uji kesetaraan karakteristik didapatkan hasil tidak ada

perbedaan bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok control (

p˃α, α˂ 0,05). Hasil uji analisis dengan Chi-Square didapatkan perbedaan

yang bermakna antara kepuasan produksi ASI (p= 0,002, QR 95% C19,

244), kelancaran produksi ASI dari indicator bayi (p= 0,000, QR 95%

C19, 000) dan kelancaran produksi ASI dari indicator ibu (p= 0,004, QR

95% C10, 181) antara kelompok intervensi dan kelompok control.

Penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara

pemberian paket “SUKSES ASI” terhadap kelancaran produksi ASI.

2. D.N. Hardianti (2016). Pijat oksitosin dan frekuensi menyusui

berhubungan dengan waktu pengeluaran kolostrum pada Ibu post seksio

sesarea di RS Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan pijat oksitosin dan frekuensi menyusui dengan waktu

pengeluaran kolostrum pada Ibu post seksio sesarea. Penelitian ini

dilakukan dengan metode case control study. Sampel di ambil dengan

menggunakan kuota sampling sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30

kasus ibu post SC yang kolostrumnya keluar setelah 24 jam dan 30 kontrol

ibu post SC yang kolostrumnya keluar kurang dari 24 jam. Jenis data

dalam penelitian ini adalah data primer. Analisis data untuk data dalam

penelitian ini menggunakan uji chi-square. Hasil uji chi-square


50

menunjukan angka p-value 0,001 (p˂0,05), dengan OR 7,00 (95% CI 3,1-

15,8) artinya kolostrum yang keluar pada ˂ satu hari setelah persalinan

SC berpeluang 7,0 kali lebih besar terjadi pada ibu yang melakukan pijat

oksitosin. Serta OR 15,5 (95% CI 3,8-63,4) artinya kolostrum yang keluar

pada ˂ satu hari setelah persalinan SC berpeluang 15,5 kali lebih besar

terjadi pada ibu yang frekuensi menyusui bayinya lebih dari 7 kali dalam

sehari. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pijat oksitosin dengan waktu pengeluaran kolostrum dan

terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi menyusui bayi dengan

waktu pengeluaran kolostrum pada ibu post SC.

3. D.E. Nugraheni (2016). Metode SPEOS (Stimulasi pijat endorphin,

oksitosin dan sugestif) dapat meningkatkan produksi ASI dan peningkatan

berat badan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode

SPEOS (Stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif) untuk

meningkatkan produksi ASI dan berat badan bayi. Desain penelitian ini

menggunakan percobaan Quasi dengan sampel ibu nifas primipara diberi

metode intervensi SPEOS pada hari post partum pertama mulai 1-6 jam

sampai minggu keempat, produksi ASI di ukur sebelum dan setelah

intervensi untuk melihat produksi ASI dan peningkatan berat badan bayi.

Data dianalisis univariat analisis dan analisis Wilcoxon uji bivariate dan

analisis multivariate untuk mengontrol faktor pembaur dengan analisis

anacova. Hasil menunjukan efek metode SPEOS rata-rata produksi ASI

dari 131,87 (p=0,00) dan peningkatan berat bayi rata-rata 483,30 g (p


51

0,00), umur dan makanan yang dikonsumsi oleh ibu selama studi (gizi ibu)

tidak mempengaruhi produksi ASI, sedangkan efek IMD pada produksi

ASI dengan 0,389 r persegi (p 0,04). Penelitian ini menunjukan metode

SPEOS berpengaruh pada produksi ASI dan peningkatan berat badan bayi

pada ibu nifas.

C. KERANGKA TEORI

Pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ASI

tidak segera keluar setelah melahirkan/produksi ASI kurang, kesulitan bayi

dalam menghisap, keadaan putting susu yang tidak menunjang , ibu bekerja

dan pengaruh/promosi pengganti ASI, serta nyeri yang masih dirasakan ibu

setelah melahirkan dengan seksio sesarea sehingga menyebabkan ibu tidak

memberikan ASI nya pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Mengingat

keberhasilan pemberian ASI eksklusif sangat ditentukan pada hari-hari

pertama pengeluaran ASI, maka sangat penting untuk mengembangkan

beberapa metode yang dapat membantu ibu nifas dalam masalah pengeluaran

ASI.

Metode SPEOS merupakan metode yang mengkombinasikan antara pijat

endorphin, pijat oksitosin dan sugestif/afirmasi positif. Tujuan dari metode

“SPEOS” adalah untuk membantu ibu nifas (menyusui) memperlancar

pengeluaran ASI dengan cara stimulasi untuk merangsang hormone oksitosin

sehingga selanjutnya keberhasilan pemberian ASI eksklusif bisa tercapai.


52

Faktor internal
a. Usia Ibu
b. Pengetahuan Ibu
c. Fisik dan Psikis Ibu
d. Isapan Bayi

Produksi Metode
ASI SPEOS

Faktor Eksternal
a. Jenis Persalinan
b. Sosial budaya
c. Dukungan keluarga
d. Informasi tentang ASI

Gambar 2.7 Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphin,
Oksitosin dan Sugestif terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio Sesarea
53

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah model konseptual yang dipakai sebagai

landasan dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2011). Adapun kerangka konsep

dari penelitian ini diterangkan dengan skema yang tertera di bawah ini :

Metode SPEOS

Faktor Internal Faktor Eksternal

- Usia Ibu - Jenis persalinan

- Pengetahuan Ibu - Sosial budaya

- Fisik dan Psikis - Dukungan Keluarga

Ibu - Informasi Tentang

- Isapan Bayi ASI

Produksi ASI

Gambar 3. 1 Kerangka konsep pengaruh metode SPEOS terhadap produksi ASI

Keterangan :

: Diteliti : Berpengaruh

: Tidak diteliti
54

B. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini (Ha)

adalah ada pengaruh metode SPEOS terhadap produksi ASI pada ibu post SC

di RSUD Mangusada.

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013).

Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan menjadi:

(1) variabel independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan

memengaruhi variabel lain, dan (2) variabel dependen (terikat), yaitu

variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen.

a. Variabel independen merupakan variable yang sering disebut sebagai

variabel stimulus, prediktor, dan antesenden. Dalam bahasa Indonesia

sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel ini mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen

(Sugiyono, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

metode SPEOS (Stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif)


55

b. Variabel dependen merupakan variabel yang sering disebut sebagai

variabel output, kriteria dan konsekuen. Dalam bahasa indonesia sering

disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel

bebas (Sugiyono, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

produksi ASI pada ibu post SC.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2014)

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur/ Hasil Ukur Skala


cara ukur Ukur
1 Metode Metode yang dilakukan SOP metode
SPEOS untuk menstimulasi SPEOS
(Stimulasi pengeluaran ASI dengan
pijat kombinasi pijat pijat
endorphin, endorphin, oksitosin, dan
oksitosin, sugestif) yang dilakukan
dan pada hari pertama sampai
sugestif) hari ketiga atau sampai
ASI keluar selama 30
menit sebanyak 2 kali
dalam sehari selama 3
hari
2 Produksi Banyaknya ASI yang Lembar Indikator bayi Nominal
ASI keluar, di ukur dengan observasi (Pengukuran hari ke –
menggunakan indikator 3)
BB Bayi, frekuensi
56

BAK, frekuensi Utama :


menyusui bayi dan bayi  BB Bayi Sesuai
tidur nyenyak 2 sampai 3 dengan BB lahir
jam setelah disusui, yang atau naik
diukur pada hari pertama Lainnya :
sebelum pemberian  Frekuensi BAK 6 –
perlakuan metode 8 kali/hari
SPEOS dan pada hari  Frekuensi
ketiga setelah pemberian menyusui 8 – 12
metode SPEOS kali/hari
 Bayi tidur nyenyak
2-3 jam setelah
menyusu

1 = Tidak lancar, jika :


 Indikator utama
terpenuhi ditambah
1 indikator lainnya
 Indikator utama
tidak terpenuhi, 2
indikator lainnya
terpenuhi
 Indikator utama
tidak terpenuhi 3
indikator lainnya
terpenuhi
2 = Lancar, jika
indikator utama
ditambah dua indikator
lainnya terpenuhi.

Tabel 3. 1 Definisi Operasional


57

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun

peneliti pada seluruh proses penelitian. Penelitian ini menggunakan desain

rancangan pre-eksperimen dengan rancangan one group pre-post test design,

dimana dalam desain ini observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum dan

setelah melakukan intervensi (Nursalam, 2013).

Rancangan penelitian sebagai berikut :

O1 X O2

Gambar 4. 1 Rancangan penelitian pengaruh metode SPEOS terhadap produksi ASI

Keterangan

X : Intervensi (Metode SPEOS)

O1 : Produksi ASI sebelum diberikan metode SPEOS (Pre Test)

O2 : Produksi ASI sesudah diberikan metode SPEOS (Post Test)


58

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post SC yang

menjalani rawat inap di RSUD Mangusada selama bulan November 2017.

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang dieliti dan di anggap dapat mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Pengambilan sampel menggunakan

tekhnik sampling jenis non probability sampling yaitu incidental sampling

adalah tekhnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja

yang secara kebetulan/ incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel, bila dipandang cocok sebagai sumber data. (Sugiyono,

2012). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan melihat kriteria

inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Ibu Post SC hari I dan memiliki masalah pengeluaran ASI


59

2) Bayi tidak diberikan susu formula pada saat dilakukan

penelitian

3) BB bayi ≥ 2500 gram

b. Kriteria Eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian (Nursalam, 2013)

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Ibu yang menolak menjadi responden

2) Kondisi ibu dan bayi yang tidak sehat

C. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Margapati RSUD Mangusada.

Pemilihan ruangan disesuaikan dengan kriteria inklusi sampel penelitian

D. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan dari awal bulan Januari 2018 sampai

dengan akhir bulan Januari 2018. Jadwal kegiatan penelitian terlampir.

E. ETIKA PENELITIAN

Menurut Hidayat (2009), masalah etika penelitian keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat

penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi

etika penelitian harus diperhatikan. Penelitian keperawatan ini berhubungan


60

langsung dengan pasien sebagai responden penelitian, dalam penelitian ini

risiko yang ditimbulkan sangatlah kecil dimana penelitian ini memberikan

perlakuan metode SPEOS pada ibu post seksio sesarea. Metode SPEOS

merupakan metode yang dilakukan dengan mengkombinasikan antara pijat

endorphin, pijat oksitosin dan sugestif/afirmasi positif. Tujuan dari metode

“SPEOS” adalah untuk membantu ibu nifas (menyusui) memperlancar

pengeluaran ASI dengan cara stimulasi untuk merangsang hormone oksitosin

sehingga selanjutnya keberhasilan pemberian ASI eksklusif bisa tercapai, di

samping itu penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip etik dalam

melakukannya. Secara umum, prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan

menjadi tiga bagian (Nursalam, 2013) yaitu :

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan


Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus. Penelitian ini,

responden akan diberikan metode SPEOS, diberikan pijatan endorphin,

oksitosin dan sugestif. Pemberian pijatan menggunakan minyak

aromaterapi.

b. Bebas dari eksploitasi


Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang

tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang merugikan subjek dalam bentuk


61

apapun ketika diberikan perlakuan metode SPEOS kepada klien yang

menjadi responden.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang

akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. Metode SPEOS

bermanfaat untuk merangsang hormon oksitosin yang dapat

merangsang pengeluaran ASI.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut/Tidakmenjadi responden

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau tidak, tanpa

adanya sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya,

jika mereka seorang klien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek. Peneliti

menjelaskan secara rinci mengenai penelitian yang akan dilakukan.

c. Informed Consent
62

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Informed consent juga

perlu dicantumkan bahwa data diperoleh hanya akan dipergunakan

untuk pengembangan ilmu. Responden dalam penelitian ini wajib

menandatangani lembar informed consent.

3. Prinsip keadilan (Right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian,

sebelum peneliti memberikan lembar observasi, peneliti menjelaskan

maksud dan tujuan diadakannya penelitian, setelah itu peneliti

menjelaskan mengenai terapi yang akan diberikan yakni metode

SPEOS. Responden yang bersedia dan tidak masuk dalam kriteria

eksklusi akan diikutkan dalam penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiannya (Right to Privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan

rahasia (confidentiality). Pelaksanaan didalam menjaga kerahasiaan,

peneliti menerapkan cara untuk menulis identitas responden

berdasarkan huruf pertama dari nama responden, serta selama


63

pengambilan data juga tidak mengambil gambar (foto) responden

sebagai dokumentasi penelitian.

F. ALAT PENGUMPULAN DATA

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasil lebih baik sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrument

penelitian atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner, lembar observasi produksi ASI dan SOP metode SPEOS.

a. Kuesioner, digunakan untuk mengidentifikasi demografi/ karakteristik

responden terdiri atas empat karakteristik yaitu umur, paritas, tingkat

pendidikan dan pekerjaan.

b. Lembar observasi, digunakan untuk mengobservasi produksi ASI

sebelum dan sesudah pemberian metode SPEOS.

c. SOP perlakuan metode SPEOS digunakan selama pemberian perlakuan.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri, dimana

pengukuran produksi ASI dilakukan sebelum diberikan metode SPEOS dan

setelah dilakukan metode SPEOS yang diberikan perlakuan selama 3 hari.


64

2. Validitas dan Reliabilitas

Suatu alat ukur dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika

sudah di uji validitas dan reliabilitasnya. Validitas adalah suatu indeks yang

menunjukan alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang di ukur,

sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama. Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur atau

instrument. Alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi kriteria

produksi ASI lancar dan tidak lancar yang sudah pernah digunakan oleh

Eko Mardiyaningsih dalam penelitiannya yang berjudul “EFEKTIFITAS

KOMBINASI TEKNIK MARMET DAN PIJAT OKSITOSIN

TERHADAP PRODUKSI ASI IBU POST SEKSIO SESAREA DI

RUMAH SAKIT WILAYAH JAWA TENGAH”

G. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data yaitu :

1. Prosedur administrasi

a. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan

surat permohonan ijin penelitian ke instansi terkait.


65

b. Peneliti mengajukan ijin untuk melakukan studi pendahuluan kepada

Direktur RSUD Mangusada Badung.

c. Peneliti mengajukan ijin untuk melakukan penelitian kepada Direktur

RSUD Mangusada Badung.

d. Peneliti mengajukan ijin untuk melakukan penelitian kepada kepala

ruangan rawat inap tempat melakukan penelitian.

4. Prosedur Teknis

a. Setelah mendapatkan ijin penelitian dilakukan penyeleksian sampel

dengan berpedoman pada kriteria inklusi dan eksklusi untuk dipilih

menjadi responden.

b. Memberikan penjelasan pada responden tentang tujuan dan manfaat

metode SPEOS.

c. Memberikan lembar informed consent sebagai bentuk persetujuan

sebagai responden dan meminta responden memberikan tanda tangan

pada lembar persetujuan tersebut.

d. Melakukan observasi produksi ASI pada ibu post SC sebelum diberikan

metode SPEOS (pre test)

e. Setelah data terkumpul, peneliti akan memberikan perlakuan metode

SPEOS selama 30 menit sebanyak 2 kali dalam sehari selama 3 hari.


66

f. Responden akan dibekali SOP metode SPEOS untuk melakukan

metode SPEOS dengan suami atau keluarga dirumah.

g. Melakukan observasi produksi ASI pada ibu post SC setelah diberikan

metode SPEOS (post test)

h. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran sebelum diberikan metode

SPEOS dan sesudah diberikan metode SPEOS kemudian ditabulasi

sesuai dengan langkah-langkah pengolahan data yang sudah ditentukan.

H. PENGOLAHAN DATA

Menurut Hidayat (2009), dalam melakukan analisis, data terlebih

dahulu harus di olah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam

statistic, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan

keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data

terdapat langkah-langkah diantaranya.

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan yang dilakukan

dalam editing adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi dan

konsistensi jawaban. Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan

bahwa jumlah kuesioner yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel

minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam


67

kuesioner sudah terjawab dan jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban

diperiksa dengan cara melihat apakah ada data yang bertentangan dengan

data lain.

2. Coding (Pengkodean)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa katagori. Mengubah data dari yang

berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan

penginterprestasian hasil penelitian. Pengkodean dibuat sesuai dengan

pengkategorian variable independen dan dependen pada definisi

operasional.

3. Entry Data

Entry Data adalah kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel

kontingensi. Peneliti melaksanakan data entry setelah proses editing atau

koding selesai

4. Cleaning

Setelah data dimasukan ke dalam program computer, selanjutnya

peneliti melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudahdi

entry untuk mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah atau

tidak lengkap sebelum dilakukan analisis


68

5. Melakukan tekhnik analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

hendak di analisis. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan yaitu

univariat dan bivariate.

I. RENCANA ANALISIS DATA

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variable

penelitian dapat dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011), analisis data

dilakukan dalam 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariate.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisa yang menganalisis tiap variable

dari hasil penelitian, setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data

di analisa menggunakan statistic deskriptif untuk disajikan dalam bentuk

tabulasi, minimum, maksimum dan mean dengan cara memasukan seluruh

data kemudian di olah untuk melaporkan hasil dalam bentuk distribusi dari

masing-masing variable (Notoatmodjo, 2012)

Analisa univariat digunakan untuk melihat frekuensi dan presentase

dari variable dependen yaitu produksi ASI pada ibu post SC serta untuk

melihat frekuensi dan presentase dari karakteristik responden lainnya yaitu

umur, pekerjaan, paritas, dan pendidikan.


69

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariate merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variable bebas

dan variable terikat. Analisis bivariate dalam penelitian ini dilakukan

untuk menganalisis data pre-post (sebelum dan sesudah perlakuan atau

pemberian metode SPEOS terhadap produksi ASI pada ibu post SC). Uji

normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Hasil

yang diperoleh yaitu nilai signifikan (p value) sebelum diberikan metode

SPEOS sebesar 0,001 sedangkan nilai signifikan (p value) setelah

diberikan metode SPEOS sebesar 0,001, α = 0,05, nilai signifikan (p >

0,05) ini berarti data tidak berdistribusi normal. Uji hipotesis yang

digunakan pada penelitian ini adalah statistic Non Parametric yaitu uji

Wilcoxon.

Wilcoxon Match Pairs Test merupakan suatu uji untuk

membandingkan pengamatan sebelum dan setelah perlakuan. Besarnya

sampel dalam penelitian ini ditentukan oleh rumus :

Keterangan :

z = Nilai distribusi normal

n = Jumlah seluruh anggota sampel


70

T = Jumlah jenjang / rangking yang kecil

Sampel besar dapat dilakukan suatu penyesuaian akibat adanya angka-angka

sama yang ditemukan di antara selisih-selisih bukan nol, misalkan t adalah

banyaknya selisih mutlak yang berangka sama untuk suatu peringkat tertentu

maka faktor koreksi disini adalah : , dan pengurangan faktor ini

terhadap besaran di bawah tanda akar, karena itu bila kita menjumpai

sejumlah angka sama, maka kita menggantikan penyebut pada statistik uji

aproksimasi sampel besar dengan :

Maka rumus jadi untuk Wilcoxon dengan ada koreksian dan sampel besar

dengan didekatkan pada distribusi z adalah sebagai berikut :

Keterangan :

n = banyaknya sampel

t = nilai t

z = nilai standar normal untuk a = 0,05


71

Selanjutnya apabila hasil z hitung dibandingkan dengan z tabel lebih

besar (z hitung > z tabel ) maka Ho ditolak, dan menerima Ha. Selain itu juga

bias dilihat dari harga p, jika p < 0,050 , maka Ho ditolak dan menerima Ha.

Artinya ada pengaruh secara signifikan antara rata-rata pre dan post

(Riwidikdo, 2008)
72

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Profil Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Margapati RSUD Kabupaten Badung

Mangusada. RSUD Kabupaten Badung Mangusada terletak di Jl. Raya Kapal,

Mangupura, Badung. Pada tahun 2002 RSUD Mangusada dibuka secara resmi

oleh Bupati Badung saat itu, dengan jenis pelayanan yang disiapkan yaitu

UGD, Rawat jalan dan Rawat inap dengan kapasitas 25 tempat tidur. RSUD

Mangusada saat ini telah banyak melakukan pembenahan yang sangat baik

dari fasilitas gedung, fasilitas alat-alat medis dan peningkatan pelayanan

medis. Pada tahun 2014 RSUD Mangusada lulus tingkat paripurna dalam

akreditasi. RSUD Mangusada ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan

satelit Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali. Layanan kesehatan

RSUD Mangusada saat ini terdiri dari paviliun, gawat darurat, poliklinik,

layanan unggulan, rawat inap dan rawat intensif yang didukung dengan

layanan penunjang klinik dan non klinik. Untuk penunjang klinik RSUD

Mangusada telah hadir dengan peralatan canggih yang mendukung pelayanan

kesehatan untuk menjamin pelayanan yang paripurna. Visi dari RSUD

Mangusada adalah menjadi rumah sakit pendidikan dengan pelayanan yang

professional, inovatif dan berbudaya menuju standar internasional. Misi dari

RSUD Mangusada adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang


73

berfokus pada keselamatan pasien, menyelenggarakan pendidikan, pelatihan

dan penelitian, dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat dan

melaksanakan tata kelola administrasi rumah sakit yang baik. Prinsip

pelayanan RSUD Mangusada adalah 4S (Senyum, Sapa, Service, Simpati) dan

motto pelayanan RSUD Mangusada adalah kesehatan anda adalah

kebahagiaan kami.

B. Karakteristik Responden

Pada analisis data ini akan menyajikan data hasil penelitian karakteristik

responden yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas pada ibu post seksio

sesarea hari pertama yang mengalami permasalahan pengeluaran ASI di

Ruang Rawat inap Margapati yang berjumlah 58 responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


No Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
1 21 – 25 Tahun 34 58,6
2 26 – 30 Tahun 15 25,9
3 31 – 35 Tahun 8 13,8
4 36 – 40 Tahun 1 1,7
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 5.1 distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor

usia pada Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada

paling banyak adalah yang berusia 21-25 tahun dengan jumlah responden

sebanyak 34 orang dengan persentase sebesar 58,6%.


74

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


No Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 SD 0 0
2 SMP 0 0
3 SMA 23 39,7
4 Perguruan Tinggi 35 60,3
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 5.2 distribusi frekuensi responden berdasarkan

pendidikan pada Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD

Mangusada didapatkan hasil bahwa Ibu dengan pendidikan Perguruan

Tinggi lebih banyak dibandingkan dengan yang lain yaitu sebanyak 35

responden dengan persentase 60,3%.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Tidak Bekerja 14 24,1
2 Bekerja 44 75,9
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Ibu post

Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada paling banyak


75

adalah responden yang sudah bekerja dengan jumlah sebanyak 44 orang

dengan persentase sebesar 75,9%.

4. Karakteristik Responden Berdasakan Paritas

Karakteristik responden berdasarkan paritas dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5. 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas


No Paritas Frekuensi Persentase
(f) (%)
1 Primipara 36 62,1
2 Multipara 22 37,9
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan distribusi frekuensi responden paling

dominan adalah kelompok responden Primipara dengan jumlah sebanyak

36 responden atau dengan persentase sebesar 62,1%.

C. Analisis Data

1. Analisis Univariat

a. Analisis data Produksi ASI pada Ibu Post Seksio Sesarea sebelum

diberikan metode SPEOS

Produksi ASI sebelum diberikan metode stimulasi pijat Endorphin,

Oksitosin dan Sugestif pada Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati

RSUD Mangusada dapat dilihat pada table 5.5 sebagai berikut:


76

Tabel 5. 5 Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea sebelum


diberikan metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan
sugestif di ruang Margapati RSUD Mangusada

No Produksi ASI Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Tidak Lancar 58 100
2 Lancar 0 0
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 5.5 maka dapat diketahui bahwa produksi ASI

sebelum diberikan metode stimulasi pijat Endorphin, Oksitosin dan

Sugestif sebanyak 58 responden mengalami produksi ASI tidak lancar

yaitu dengan persentase sebesar 100%.

b. Analisis data Produksi ASI pada Ibu Post Seksio Sesarea setelah

diberikan metode SPEOS

Produksi ASI setelah diberikan metode stimulasi pijat Endorphin,

Oksitosin dan Sugestif pada Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati

RSUD Mangusada dapat dilihat pada table 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5. 6 Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea setelah diberikan
metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif di
ruang Margapati RSUD Mangusada

No Produksi ASI Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Tidak Lancar 14 24,1
2 Lancar 44 75,9
Total 58 100 %
Sumber Data : Sekunder, 2018

Berdasarkan table 5.6 maka dapat diketahui bahwa produksi ASI pada

Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada setelah


77

diberikan metode stimulasi pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif,

maka sebanyak 44 responden mengalami produksi ASI yang lancar

dengan persentase sebesar 75,9%.

2. Analisis Bivariat

Peneliti melakukan uji normalitas data terlebih dahulu untuk menentukan

alat ukur yang akan digunakan. Uji normalitas pada penelitian ini

menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Hasil yang diperoleh yaitu nilai

signifikan (p value) sebelum diberikan metode stimulasi pijat Endorphin,

Oksitosin dan Sugestif sebesar 0,013 sedangkan nilai signifikan (p value)

setelah diberikan metode stimulasi pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif

sebesar 0,000 pada produksi ASI yang tidak lancar, dan sebesar 0,018 pada

produksi ASI yang lancar, nilai signifikan (p<0,05) ini berarti data tidak

berdistribusi normal. Uji hipotesis yang digunakan pada penelitian ini

adalah statistik Non Parametric yaitu uji Wilcoxon.

Hasil Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin

dan Sugestif terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Seksio Sesarea di Ruang

Margapati RSUD Mangusada dapat dilihat pada table 5.7 sebagai berikut:

Tabel 5.7 Pengaruh Pemberian Metode Stimulasi Pijat Endorphin,


Oksitosin dan Sugestif terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post
Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada.

Produksi ASI Pada Ibu Post


Klasifikasi N Seksio Sesarea
P Z
Pre – Post
58 0,000 -6,633
SPEOS
78

Hasil analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon Match Pairs test

diperoleh nilai p value = 0,000 < α (0,05). Maka ada pengaruh secara

signifikan antara rata-rata pre dan post setelah diberikan Metode Stimulasi

Pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif dan nilai z sebesar 6,633 dan z

table dengan nilai α = 1,96 yang berarti z hitung lebih besar dari z table

yang dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian metode stimulasi

pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif terhadap produksi ASI pada Ibu

Post Seksio Sesarea di ruang Margapati RSUD Mangusada.


79

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Interpretasi Penelitian

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada

bulan-bulan pertama kehidupan. World Health Organization (WHO) dan

United Nations Childrens Fund (UNICEF) merekomendasikan agar ibu

menyusui bayinya saat satu jam pertama setelah melahirkan dan melanjutkan

hingga usia 6 bulan pertama kehidupan bayi. Cakupan ASI eksklusif di

Indonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari 38,5% menjadi

37,79% pada tahun 2012. Sedangkan di provinsi bali, cakupan pemberian ASI

eksklusif sebesar 67,4% pada tahun 2013. Berdasarkan profil dinas kesehatan

kabupaten Badung, cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2007 sebesar

69,44%, pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 61,3% dan pada tahun

2014 cakupan ASI eksklusif di kabupaten Badung mengalami peningkatan

yaitu menjadi 68,20%, namun belum bisa mencapai target yang ditetapkan

secara nasional (80%). Faktor penghambat dalam pemberian ASI adalah

produksi ASI itu sendiri. Pengeluaran produksi ASI dipengaruhi oleh stress,

anastesi, rangsangan putting susu, melihat bayi, mencium bayi,

membayangkan sedang menyusui bayi, mendengarkan suara bayi (Margaret,

2013). Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif

diantaranya adalah faktor bayi (bayi yang sakit yang tidak memungkinkan

untuk diberikan ASI), faktor tenaga kesehatan (kurangnya motivasi dari


80

tenaga kesehatan khususnya perawat menyebabkan ibu dan bayi tidak mau

memberikan ASI eksklusif, karena penerapan yang salah datang dari petugas

kesehatan yang menganjurkan ASI dengan susu kaleng), faktor ibu (ibu sakit,

jenis persalinan ibu, dengan melahirkan secara normal atau seksio sesarea

yang menimbulkan masalah yang berbeda terhadap produksi ASI).

Penatalaksanaan masalah produksi ASI dapat dilakukan melalui

penatalaksanaan farmakologi seperti ibu mengkonsumsi obat pelancar ASI,

atau pemberian susu formula kepada bayi, dimana hal tersebut akan

menimbulkan efek samping jika dikonsumsi terus-menerus dalam jangka

waktu panjang. Namun, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam bidang kesehatan, khususnya penatalaksanaan masalah

produksi ASI tidak hanya dapat ditangani secara farmakologis, penanganan

untuk memperlancar produksi ASI juga dapat dilakukan dengan cara non

farmakologis. Penanganan non farmakologis memiliki keunggulan yaitu

proses pelaksanaannya relative sederhana, mudah, efektif dan tidak

menimbulkan efek yang merugikan (Potter&Perry, 2005). Salah satu tindakan

non farmakologis yang dapat dilakukan untuk membantu masalah produksi

ASI adalah dengan pemberian metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan

sugestif (SPEOS).

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti melakukan penelitian tentang

pengaruh pemberian metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif

(SPEOS) terhadap produksi ASI pada ibu post seksio sesarea di Ruang

Margapati RSUD Mangusada yang telah diberikan kepada 58 responden,


81

dengan pengambilan sample menggunakan teknik sampling jenis non

probability sampling yaitu incidental sampling dengan penyeleksian

responden berdasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah

ditetapkan. Pemberian metode stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif

ini diberikan oleh peneliti selama 30 menit sebanyak 2 kali dalam sehari

selama 3 hari, penelitian ini dilakukan pada bulan januari 2018. Penelitian ini

melakukan observasi produksi ASI sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan

metode SPEOS dan setelah diberikan metode SPEOS.

Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu berdasarkan usia, paritas,

tingkat pendidikan dan pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan usia

pada ibu post seksio sesarea yag mengalami ketidaklancaran produksi ASI

paling banyak berada pada usia 21-25 tahun, yaitu sebanyak 34 orang dengan

presentase (58,6%) dari total 58 responden. Kebanyakan pada usia 21-25

tahun ini merupakan ibu primipara, yang baru melahirkan pertama kali dan

mengalami beberapa masalah dalam pemberian ASI.

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan didapatkan Ibu dengan

pendidikan perguruan tinggi lebih banyak melakukan seksio sesarea yaitu 35

orang dengan persentase 60,3% dibandingkan Ibu dengan jenjang pendidikan

SD / SMP / SMA. Pendidikan berpengaruh pada pengetahuan dan pola pikir

ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi akan aktif mencari informasi mengenai

jenis persalinan yang akan dilakukannya.


82

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa ibu yang

bekerja sebanyak 44 orang dengan presentase 75,9%. Dan karakteristik

responden berdasarkan paritas didapatkan bahwa pada ibu primipara lebih

dominan mengalami ketidaklancaran produksi ASI dibandingkan pada ibu

multipara, dengan jumlah sebanyak 36 orang atau sebesar 62,1% dari total

responden sebanyak 58 orang, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan

dasar ibu tentang ASI, keterampilan yang kurang yang disebabkan oleh tidak

adanya pengalaman sebelumnya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa, produksi

ASI sebelum diberikan metode stimulasi pijat Endorphin, Oksitosin dan

Sugestif sebanyak 58 responden mengalami produksi ASI tidak lancar yaitu

dengan persentase sebesar 100%. Hasil menunjukkan bahwa produksi ASI

pada Ibu post Seksio Sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada setelah

diberikan metode stimulasi pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif, yaitu

sebanyak 44 responden mengalami produksi ASI yang lancar dengan

persentase sebesar 75,9%, sedangkan 14 responden mengalami produksi ASI

tidak lancar.

Hasil analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon Match Pairs test

diperoleh nilai p value = 0,000 < α (0,05). Maka ada pengaruh secara

signifikan antara rata-rata pre dan post setelah diberikan Metode Stimulasi

Pijat Endorphin, Oksitosin dan Sugestif dan nilai z sebesar 6,633 dan z table

dengan nilai α = 1,96 yang berarti z hitung lebih besar dari z tabel yang dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian metode stimulasi pijat


83

Endorphin, Oksitosin dan Sugestif terhadap produksi ASI pada Ibu Post

Seksio Sesarea di ruang Margapati RSUD Mangusada.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh T. Budiati

(2010) yang meneliti tentang Peningkatan produksi ASI Ibu nifas seksio

sesarea melalui pemberian paket “SUKSES ASI di wilayah depok. Penelitian

ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan post test only design.

Jumlah sampel adalah 29 orang kelompok intervensi dan 31 orang kelompok

control. Uji analisis menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara pemberian paket

“SUKSES ASI” terhadap kelancaran produksi ASI.

Hasil penelitian sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh D.N.

Hardianti (2016) yang meneliti tentang pijat oksitosin dan frekuensi menyusui

berhubungan dengan waktu pengeluaran kolostrum pada Ibu post seksio

sesarea di RS Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan metode case

control study. Sampel di ambil dengan menggunakan kuota sampling

sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30 kasus ibu post SC yang

kolostrumnya keluar setelah 24 jam dan 30 kontrol ibu post SC yang

kolostrumnya keluar kurang dari 24 jam. Jenis data dalam penelitian ini adalah

data primer. Analisis data untuk data dalam penelitian ini menggunakan uji

chi-square. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pijat oksitosin dengan waktu pengeluaran kolostrum dan

terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi menyusui bayi dengan

waktu pengeluaran kolostrum pada ibu post SC di RS kota bandung.


84

Dan dari penelitan yang dilakukan oleh D.E. Nugraheni (2016) yang meneliti

tentang Metode SPEOS (Stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif)

dapat meningkatkan produksi ASI dan peningkatan berat badan bayi. Desain

penelitian ini menggunakan percobaan Quasi dengan sampel ibu nifas

primipara diberi metode intervensi SPEOS pada hari post partum pertama

mulai 1-6 jam sampai minggu keempat, produksi ASI di ukur sebelum dan

setelah intervensi untuk melihat produksi ASI dan peningkatan berat badan

bayi. Data dianalisis univariat analisis dan analisis Wilcoxon uji bivariate dan

analisis multivariate untuk mengontrol faktor pembaur dengan analisis

anacova. Hasil penelitian ini menunjukan metode SPEOS berpengaruh pada

produksi ASI dan peningkatan berat badan bayi pada ibu nifas.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam melakukan penelitian pengaruh pemberian metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi

ASI pada ibu post seksio sesarea di ruang Margapati RSUD Mangusada,

antara lain :

1. Ketidakmampuan peneliti untuk memberikan perlakuan metode SPEOS

secara bersamaan dan diwaktu yang sama, yang dikarenakan jumlah

responden setiap harinya berbeda-beda. Untuk mengatasi hal tersebut

peneliti melibatkan 5 enumerator yang bisa berperan sebagai enumerator

pelaksana maupun observer yang sebelumnya telah terpapar metode pijat


85

oksitosin, pijat endorphin dan sugestif, agar pemberian perlakuan dapat

diberikan pada waktu yang sama untuk seluruh responden.

2. Faktor konsentrasi responden dalam pemberian metode SPEOS yang bisa

saja terganggu oleh adanya rasa nyeri akibat operasi seksio sesarea. Untuk

mengantisipasi hal tersebut selama pemberian pemijatan, responden akan

dipantau kondisi fisik dan psikologisnya, jika tampak kelelahan dan

responden merasakan nyeri, maka akan diberikan waktu untuk istirahat

hingga kondisinya memungkinkan dapat dilanjutkan kembali atau

responden tetap dihargai jika tidak ingin melanjutkan penelitian.

C. Implikasi Terhadap Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian

Adapun implikasi yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu

1. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini dapat memberikan implikasi pada layanan keperawatan

sehingga dapat dijadikan refrensi tambahan khususnya dalam mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI dengan menggunakan metode non farmatologi

yaitu metode SPEOS yang telah menunjukan hasil bahwa dapat

mempengaruhi kelancaran produksi ASI. Pemberian metode SPEOS dapat

menjadi salah satu upaya mempercepat pengeluaran ASI pada hari-hari

pertama untuk mendukung pemberian ASI eksklusif.

2. Pendidikan Keperawatan

Implikasi bagi pendidikan keperawatan yaitu sebagai literatur

tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan,


86

khususnya keperawatan maternitas sebagai upaya untuk membantu mengatasi

masalah pengeluaran ASI.

3. Penelitian Keperawatan

Dalam penelitian keperawatan sangatlah penting untuk setiap waktu

dilakukan pembaharuan tentang berbagai penelitiaan untuk dapat selalu

mengembangan teori-teori dengan fenomena yang sering terjadi. Dalam

penelitian ini menunjukan bahwa adanya pengaruh pemberian metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi

ASI. Dimana hal tersebut dapat memberikan gambaran bagi peneliti

keperawatan dan juga bagi peneliti selanjutnya berkesempatan untuk lebih

mengembangkan kembali penelitian ini dengan teknik non farmakologi lain

yang dapat berpengaruh terhadap produksi ASI.


87

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh pemberian metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) terhadap produksi

ASI pada ibu post seksio sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada dapat

ditarik kesimpulan :

1. Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea sebelum diberikan metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) sebanyak 58

responden tidak lancar dengan presentase (100%)

2. Produksi ASI pada ibu post seksio sesarea setelah diberikan metode

stimulasi pijat endorphin, oksitosin dan sugestif (SPEOS) sebanyak 44

responden produksi ASI lancar setelah 3 hari pemberian perlakuan metode

SPEOS dengan presentase (75,9%) dan 14 responden produksi ASI belum

lancar setelah 3 hari pemberian perlakuan metode SPEOS dengan

presentase (24,1%).

3. Hasil analisis data menggunakan uji statistic Wilcoxon Match Pairs test

diperoleh nilai p value = 0,001 ˂ 0,05, maka ada pengaruh secara

signifikan pemberian metode SPEOS terhadap produksi ASI pada ibu post

seksio sesarea di Ruang Margapati RSUD Mangusada.


88

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Layanan dan Masyarakat

a. Bagi Layanan

Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai

penatalaksanaan non farmakologi sebagai upaya mempercepat

pengeluaran ASI pada hari-hari pertaman untuk mendukung pemberian

ASI eksklusif.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sumber

informasi dan wawasan baru terhadap alternatif solusi pada

permasalahan yang muncul di hari-hari pertama pemberian ASI yaitu

ASI yang tidak keluar, melalui metode SPEOS (Stimulasi Pijat

Endorphine, Oksitosin dan Sugestif)

2. Bagi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Keperawatan

Institusi pendidikan hendaknya memasukan materi metode SPEOS

ke dalam kurikulum pembelajaran untuk menambah ilmu pengetahuan

dibidang keperawatan, khususnya keperawatan maternitas sebagai upaya

untuk membantu mengatasi masalah pengeluaran ASI.


89

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian selanjutnya hendaknya melakukan penelitian lanjutan

dengan memperhatikan variabel lain atau menggunakan metodologi

penelitian eksperimen murni (pretest – pos test with control group design)

yaitu menggunakan kelompok kontrol untuk membandingkan kelancaran

produksi ASI responden antara yang diberikan metode SPEOS dengan

yang tidak diberikan metode SPEOS.


90

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, R.Y. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta : Salemba medika

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta :


Balitbang Kemenkes RI

Desmawati. 2010. Perbedaan Waktu Pengeluaran ASI Ibu Post Seksio Sesarea
Dengan Post Partum Normal. Jurnal Bina Widya Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2010 : 22 (1) : 11-6

Danuatmaja, B. ,Meliasari, M. 2008. Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit.


Jakarta : Puspaswara

Departemen Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan : Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2013.
Bali : Dinkesprovbali

Dinas Kesehatan Kota. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Badung Tahun 2014.
Badung : Dinkeskotabadung

D.N. Hardianti. 2016. Pijat Oksitosin Dan Frekuensi Menyusui Berhubungan


Dengan Waktu Pengeluaran Kolostrum Pada Ibu Post SC Di RS Kota
Bandung. ejurnal.almaata.ac.id

D.E. Nugraheni. 2016. Metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin dan
Sugestif) Dapat Meningkatkan Produksi ASI Dan Peningkatan Berat
Badan Bayi. ejurnal.poltekes-tjk.ac.id

Hidayat, A,A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika

Hidayat, A,A. 2014. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika

Khrist, Gafriela. 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Pemberian ASI


Ekslusif Pada Ibu. Artikel : Universitas Diponogoro

Kodrat, Laksono. 2010. Dasyatnya ASI dan Laktasi. Yogyakarta : Media Baca
91

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan


Bidan Edisi 2. Jakarta : EGC

Nursalam. 2013. Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodelogi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Nurhanifah. 2013. Efektivitas Massage Rolling (Punggung) dan Kompres Hangat


Terhadap Peningkatan Produksi ASI. Poltekes-Mataram.ac.id

Perinasia. 2011. Program Manajemen Laktasi. Bina Rupa Aksara : Jakarta

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salema Medika

Saryono. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif Dala Kesehatan. Yogyakarta :


Nuha Medika

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D. Bandung :


ALFABETA

Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak Dan Permasalahannya Dalam Buku


Ajar 1 Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta : Sagungseto

Soraya. 2005. Pemberian Asi, Online (http://www.bayikita.wordpress.com)


diakses 15 Agustus 2017

Sukarni, I dan Margareth, Z. H. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.


Yogyakarta : Nuha Medika

T. Budiati. 2010. Peningkatan Produksi ASI Ibu Nifas Seksio Sesarea Melalui
Pemberian Paket “SUKSES ASI”. Jurnal Keperawatan :
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v13i2.233

UNICEF. ASI Adalah Penyelamat Hidup Paling Murah Dan Efektif Di Dunia.
Jakarta : UNICEF : 2016. Available From :
http://www.unicef.org/indonesia/id/media_21270.html

Ulfa. 2013. Efektivitas Pemberian Tehnik Marmet Terhadap Pengeluaran ASI


Pada Ibu Menyusui 0 – 6 Bulan. Poltekes – Mataram.ac.id
92

WIdayanti, Wiwin. 2014. Efektivitas Metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphin,


Oksitosin, Dan Sugestif) Terhadap Pengeluaran ASI Pada Ibu Nifas Di
Wilayah Kabupaten Cirebon. Tesis. Depok. FIK. UI

WHO. 2016. Exlusive Breastfeeding. Di Unduh Dari www.who.int Tanggal 11


Agustus 2017 Pukul 13.00 Wita

Anda mungkin juga menyukai