Anda di halaman 1dari 30



Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah

Pengarah:
Dr. Thamrin Kasman

Tim Pengembang Naskah:


1. Drs. Negus Siregar, M.Si
2. Drs. Jintan Hutapea
3. Budy Suprapto, MA
4. Nadia Mukhlisa
5. Siti Nurjannah
6. Yayu Mukaromah

Ilustrator Sampul & Isi:


Tri Isti

Diterbitkan oleh:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Cetakan Kedua: Oktober 2013

ii
ii Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah
KATA PENGANTAR
Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah merupakan bagian dari pendidikan
karakter yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pemberian
informasi kepada siswa yang akan atau sedang memasuki masa remaja adalah sangat penting.
Karena masa remaja merupakan salah satu tahapan pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang dimulai dari bayi hingga dewasa. Pada masa tersebut antara pertumbuhan dan
perkembangan tidak sejalan. Pada masa ini pertumbuhan organ-organ reproduksi sedang
mengalami proses pematangan, sehingga mengalami perubahan fisik maupun mental dan
perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku siswa atau remaja.
Perubahan perilaku siswa atau remaja tidak hanya dipengaruhi oleh adanya
perubahan hormon tetapi juga dipengaruhi oleh faktor dari luar diri sendiri. Pengaruh yang
paling besar terhadap perubahan perilaku adalah datang dari luar seperti pergaulan. Salah
satu upaya untuk membentengi siswa dari masalah kesehatan khususnya HIV-AIDS adalah
dengan memberikan informasi yang tepat dan benar, maka peran guru sangatlah penting.
Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan agar para guru dapat lebih
memahami Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di lingkungan sekolah serta mampu
mengimplementasikannya dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping itu, buku pegangan
ini juga untuk mempercepat penyebarluasan informasi kepada siswa tentang bahaya HIV-
AIDS.
Selain itu, buku ini juga dapat menambah jumlah koleksi buku-buku yang ada di
perpustakaan sekolah sebagai sumber informasi yang patut dibaca. Sebagian besar materi
buku ini banyak menggunakan sumber bacaan dari buku yang pernahditerbitkanolehPusat
Pengembangan Kualitas Jasmani Kementerian Pendidikan Nasional.
Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku ini kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga buku ini dapat menjadi pemacu semangat
para guru untuk terus berpacu dalam belajar dan mengajar secara kreatif, inovatif dan
bertanggungjawab.

an. Direktur Jenderal


Sekretaris Direktorat Jenderal,

Dr. Thamrin Kasman


NIP. 19601126 1988031001

iii
Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah iii
Daftar Isi

Kata Pengantar iii


Daftar Isi iv
BAB I INFEKSI MENULAR SEKSUAL 1
A. Pengertian IMS 1
B. Gejala Orang yang Terkena IMS 1
C. Penyebab IMS 2
D. Risiko Akibat IMS 2
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Jumlah Pengidap IMS 2
F. Jenis IMS yang Sering Terjadi di Masyarakat 3
BAB II HIV-AIDS 5
A. Pengertian HIV 5
B. Pengertian AIDS 6
C. Cara Penularan HIV 6
D. Perilaku Berisiko 6
E. Hal-hal yang Tidak Menularkan HIV 7
F. Proses Infeksi 7
G. Stadium Perjalanan Infeksi HIV 7
H. Pemeriksaan HIV 9
I. Pencegahan dan Pengobatan HIV-AIDS 11
J. Penyebaran HIV-AIDS 14
K. Dampak HIV-AIDS 15
BAB III MORAL DAN ETIKA 19
A. Peranan Moral dan Etika dalam Keyakinan Beragama 19
B. Peranan Moralitas Agama dalam Menanggulangi HIV-AIDS 21
C. Ajaran Agama dalam Perilaku Sosial 22
D. Ajaran Agama dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika dan HIV-AIDS 23
E. Pandangan Agama Terhadap HIV-AIDS 24
F. Moral Agama Sebagai Benteng dalam Pencegahan HIV-AIDS 25
DAFTAR PUSTAKA 26

iv Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


BAB I
INFEKSI MENULAR SEKSUAL

Kehidupan masyarakat di tanah air kita pada masa-masa belakangan ini


bermunculan berbagai masalah yang berkaitan dengan perilaku seksual. Banyak
berita tentang penyimpangan perilaku seksual diberitakan di beberapa media
masa. Berita tentang penyimpangan perilaku seksual tersebut merupakan masalah
kesehatan yang perlu diperhatikan dalam rangka pencegahannya.
Masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan reproduksi erat
kaitanya dengan meningkatnya perilaku yang berisiko seperti bertukar pasangan
salah satu akibatnya adalah penyakit IMS dan HIV-AIDS.

A. Pengertian IMS
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi atau penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. HIV juga merupakan penyakit yang dapat
digolongkan ke dalam IMS, karena cara penularannya terutama melalui hubungan
seksual.

B. Gejala Orang yang Terkena IMS


Gejala orang yang terkena IMS seringkali tidak nampak, terutama pada wanita,
tergantung dari jenis infeksi yang muncul, namun secara umum gejalanya sebagai
berikut:
• Keluar cairan dari alat kelamin (laki-laki atau perempuan) yang dapat berupa
cairan, darah atau nanah
• Terdapat luka pada alat kelamin
• Terdapat tumor, kutil, benjolan seperti jengger ayam atau bunga kol pada alat
kelamin

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


• Terdapat benjolan pada lipatan paha
• Pembengkakan buah zakar pada laki-laki
• Rasa nyeri pada perut bagian bawah pada wanita

C. Penyebab IMS
Penyebab dari IMS dapat dilihat dari organismenya yaitu:
• Bakteri (kuman); misalnya gonorhoe, sifilis
• Virus; misalnya herpes genitalis, HIV-AIDS
• Jamur; misalnya kandidiasis

D. Risiko Akibat IMS


Bila tidak diobati sampai tuntas, maka dapat mengakibatkan:
• penyakitnya menjadi kronis dan menahun
• kemandulan (tidak punya anak)
• kanker alat reproduksi
• sering keguguran
• menularkan penyakitnya kepada bayi yang dikandung
• gangguan kehamilan (kehamilan di luar kandungan dan bayi lahir cacat)
• terkena infeksi HIV
• kematian

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Meningkatnya Jumlah Pengidap IMS
• Peledakan jumlah penduduk
• Mobilitas masyarakat yang bertambah
• Perilaku seksual berisiko karena moral, budaya dan nilai agama yang kurang
dihayati
• Kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi
• Fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
• Banyak yang tidak mempunyai gejala, tetapi dapat menularkanke orang lain

 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


• Pengidap terlambat mendapat pengobatan
• Pengobatan yang tidak benar dan tepat
• Pasangannya tidak diobati
• Faktor umur dan jenis kelamin: remaja wanita lebih rentan terhadap penularan,
karena selaput lendir liang vagina/liang kemaluan masih tipis. Laki-laki yang
disunat (dikhitan) mempunyai risiko tertular lebih kecil.

F. Jenis IMS yang Sering Terjadi di Masyarakat


IMS yang sering terjadi di masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Sifilis
Sifilis atau raja singa adalah salah satu jenis penyakit kelamin yang disebabkan
oleh bakteri Treponema pallidum. Secara potensial penyakit ini paling berbahaya,
khususnya bila pada tiga tahun pertama tidak ditangani dengan segera dan tepat.
Sifilis dapat menular secara kontak langsung di kulit maupun di selaput lendir
terutama menyebar melalui hubungan seksual.
Apabila pengidap sifilis tidak diobati secara tuntas, maka akan menimbulkan
efek samping:
• Kerusakan pada susunan saraf dan menimbulkan gejala-gejala seperti pikun,
gangguan jiwa, tidak dapat mengendalikan buang airbesar/kecil, gangguan waktu
berjalan
• Kerusakan sistem peredaran darah dan jantung
• Bayi lahir mati atau lahir dengan cacat bawaan.
Sifilis yang diobati secara tuntas pada tahap dini, dapat disembuhkan dengan
mudah. Akan tetapi bila sifilis sudah sangat lanjut, pengobatan menjadi lebih sulit
dan dapat menimbulkan kematian.

2. Gonore
Gonore (gonorrhoea) dan sering disingkat GO, dikenal di masyarakat sebagai
penyakit kencing nanah. Penyebabnya adalah bakteri gonokokus atau Neisseria
gonorrhea. Kuman gonokokus hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dengan seseorang yang sedang menderita gonore.
Bayi yang baru lahir dapat tertular pada matanya ketika baru dilahirkan dari ibu
yang mengidap gonore. Penyakit ini pada wanita biasanya tidak menimbulkan gejala
menyolok, bahkan tidak menimbulkan gejala apa pun, sehingga banyak wanita tidak

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


menyadari bahwa dirinya mengidap gonore.
Kuman gonokokus menyerang lapisan dinding saluran kemih dan alat reproduksi
sehingga akan timbul gejala:
• Rasa sakit ketika buang air kecil
• Pada laki-laki akan terdapat duh (cairan tubuh yang kental) berwarna putih
kekuningan (nanah) keluar dari lubang saluran kemih.
• Pada wanita timbul keputihan yang berwarna kekuning-kuningan.

3. Herpes Genitalis
Penyakit ini diakibatkan oleh virus Herpes hominis type 2, biasanya terjadi
pada orang dewasa atau pun anak-anak. Khusus pada perempuan, herpes jenis ini
dapat menimbulkan masalah tersendiri. Apabila perempuan yang terkena herpes
aktif sedang hamil, maka risiko terjadinya keguguran makin besar. Herpes genitalis
sangat menular, terutama pada saat pengidap mendapat serangan. Pada serangan
ini biasanya virus-virus sedang berkembang biak dan menimbulkan luka-luka lepuh.
Ketika tidak ada serangan, infeksi ini tetap menular. Herpes genitalis yang biasanya
ditularkan melalui hubungan kelamin ini, cenderung dapat disembuhkan.

4. Trikomonas (Trichomoniasis)
Penyakit trikomonas disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Pada wanita,
gejalanya adalah keputihan yang berwarna kekuningan, kuning hijau, berbau tidak
enak dan berbusa. Pada infeksi ini, pengidapnya mengeluh gatal-gatal, panas, sakit
dan keluar cairan. Jika infeksi telah akut, cairan dari vagina keluar sangat banyak dan
berbau, terkadang diikuti oleh rasa sakit pada saat berhubungan seksual dan keluhan
rasa sakit pada perut bagian bawah.
Pada laki-laki, penyakit ini umumnya tidak menimbulkan gejala atau gejala
yang tampak lebih ringan dibandingkan pada wanita. Kadang-kadang menimbulkan
sakit sewaktu buang air kecil, kencing bernanah agak encer. Dapat pula terjadi rasa
gatal pada saluran kencing atau kencing keruh di pagi hari.

 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


BAB II
HIV-AIDS

A. Pengertian HIV
HIV adalah singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus, yaitu virus
yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia.
Jika seseorang terinfeksi oleh
HIV maka virus ini akan menyerang
sel darah putih. Selanjutnya ia akan
merusak dinding sel darah putih untuk
masuk ke dalam sel dan merusak
bagian yang memegang peranan
pada kekebalan tubuh. Sel darah putih
yang telah dirusak tersebut menjadi
lemah, dan tidak lagi mampu melawan
kuman-kuman penyakit. Lambat laun
sel darah putih yang sehat akan sangat
berkurang. Akibatnya, kekebalan tubuh orang tersebut menjadi menurun, dan
akhirnya ia sangat mudah terserang penyakit.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, berarti di dalam tubuhnya sudah ada HIV
dan disebut HIV+ (baca HIV positif ) atau pengidap HIV. Orang yang telah terinfeksi
HIV dalam beberapa tahun pertama belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga
secara fisik ia kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat, namun dia
sudah bisa menularkan ke orang lain. Setelah periode 5 hingga 10 tahun, atau jika
kekebalan tubuhnya sudah sangat melemah karena berbagai infeksi lain, seorang
pengidap HIV mulai menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda bermacam-macam
penyakit yang muncul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada keadaan ini disebut
sebagai stadium AIDS.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


B. Pengertian AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficency Syndrome. Syndrome
atau sindroma, berarti kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Deficiency
berarti kekurangan. Immune berarti kekebalan, sedangkan Acquired berarti“diperoleh”
atau didapat. Dalam hal ini, “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan
penyakit keturunan. Seseorang yang mengidap AIDS bukan karena ia dapatkan dari
orang tua yang mengidap AIDS, tetapi karena terinfeksi HIV. Oleh karena itu, AIDS
dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase akhir dari infeksi HIV.
Seorang pengidap HIV mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya
menurun, bahkan serangan suatu penyakit yang untuk orang lain dapat digolongkan
sebagai penyakit ringan. Sementara untuk pengidap HIV-AIDS bisa menjadi berat,
bahkan dapat menimbulkan kematian.AIDS tidak menyebabkan kematian, tetapi
disebabkan oleh penyakit penyerta lain.

C. Cara Penularan HIV


Penularan akan terjadi bila ada kontak dengan cairan tubuh yang mengandung
HIV, yaitu:
• Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV. Hubungan
seksual ini bisa homoseksual maupun heteroseksual
• Penggunaan jarum suntik yang tidak steril, darah yang tercemar dan transplantasi
organ.
• Penularan dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayiyang dikandungnya.
Cairan tubuh yang bisa menularkan HIV adalah darah, air mani, cairan vagina,
air susu ibu.

D. Perilaku Berisiko
Orang yang memiliki perilaku berisiko menularkan atau tertular HIV adalah:
• Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan
seksual, dan pasangannya
• Wanita dan pria pekerja seks, serta pelanggan mereka
• Orang yang melakukan perilaku berisiko seperti anal dan oral seks
• Penggunaan narkotika dengan suntikan, yang menggunakan jarum suntik tidak
steril secara bersama-sama atau bergantian

 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


E. Hal-hal yang Tidak Menularkan HIV
Sebagaimana telah disebutkan, HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Oleh
sebab itu HIV tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial sehari-hari seperti:
• Bersentuhan dengan pengidap HIV
• Berjabat tangan
• Berenang bersama
• Menggunakan WC dan handuk yang sama dengan pengidap HIV
• Melalui gigitan nyamuk
Atas dasar inilah maka seorang pengidap HIV ataupun pengidap AIDS tidak perlu
dikucilkan atau diasingkan, ia dapat hidup biasa di tengah-tengah masyarakat.

F. Proses Infeksi
1. Mulai masuknya HIV sampai terdeteksi di dalam tubuh dikenal dengan masa
periode jendela, dimana seseorang sudah terinfeksi HIV walaupun belum
menunjukkan gejala.
2. Pengidap HIV ini tampak seperti orang sehat lainnya, karena belum adanya gejala
sakit apapun. Namun walaupun demikian, ia dapat menularkan HIV kepada orang
lain.
3. Pada infeksi HIV sampai timbulnya gejala penyakit penyerta disebut stadium AIDS,
biasanya ini muncul antara 5 sampai 10 tahun. Disebut juga ODHA (Orang Dengan
HIV-AIDS). Gejala-gejala dan tanda-tanda sakit munculnya secara bertahap,
bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya pengidap meninggal dunia.
Skema perjalanan infeksi HIV adalah sebagai berikut:

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


G. Stadium Perjalanan Infeksi HIV
Ada 4 (empat) stadium gejala untuk orang yang terinfeksi HIV :

1. Stadium 1
Beberapa hari atau beberapa minggu sesudah terjadi infeksi HIV untukpertama
kali, seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan keluhan dan gejala-gejala mirip
“seperti flu”, yaitu:
• Demam
• Rasa lemah dan lesu
• Sendi-sendi terasa nyeri
• Batuk
• Nyeri tenggorokan
Gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja,
lalu hilang dengan sendirinya.

2. Stadium 2
Pada masa ini pengidap merasa sehat, hal ini dapat berlangsung beberapa
tahun, dulu disebut “fase laten” dan dianggap HIV dalam tubuh dalam keadaan tidak
aktif, dalam penelitian baru sekarang terbukti HIV selalu dalam keadaan aktif. Secara
perlahan-lahan terus merusak sistem kekebalan.

3. Stadium 3
Mula-mula pengidap mengalami gejala-gejala ringan, selanjutnya memasuki
tahap di mana sudah mulai timbul gejala-gejala tetapi gejala-gejala inipun mirip
dengan yang terjadi pada penyakit lain, yaitu:
• Demam berkepanjangan
• Penurunan berat badan (lebih dari 10 % dalam waktu 3 bulan)
• Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari
• Pembekakan kelenjar: di leher, lipat paha dan ketiak
• Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas
• Batuk dan sesak nafas lebih dari satu bulan secara terus-menerus
• Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan
Gejala-gejala di atas ini memang tidak khas, karena dapat juga terjadi pada
penyakit-penyakit lain. Namun gejala-gejala ini menunjukkan sudah adanya
kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.

 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


4. Stadium 4
Pengidap mengalami gejala yang lebih berat oleh karena kekebalan tubuh
sudah sangat menurun. Pada tahap ini pengidap mudah diserang penyakit lain, dan
disebut “infeksi oportunistik”. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh
virus lain, bakteri, jamur atau parasit (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang
bila sistem kekebalan tubuh baik, kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh.
Pada tahap ini pengidap HIV telah berkembang menjadi pengidap AIDS.
• Radang paru: TBC ( Tuberculosis)
• Radang saluran pencernaan
• Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
• Kulit: Herpes Simpleks, kanker kulit
• Gangguan susunan saraf: Toxoplasmosis
• Alat kelamin: herpes genitalia
HIV tidak membunuh pengidap secara langsung, pada umumnya pengidapAIDS
akan meninggal dunia karena penyakit oportunistik yang menyertainya.

H. Pemeriksaan HIV
1. Tes HIV
a. Tes HIV adalah suatu pemeriksaan melalui laboratorium untuk memastikan
seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak.
b. Terjadinya infeksi HIV ini dapat dideteksi dengan melakukan pengujian adanya
antibodi terhadap HIV di dalam darah seseorang (tes antibodi HIV). Jadi, tes ini
tidak untuk melihat adanya virus dalam darah pengidap. Pemeriksaan darah
terkait HIV biasanya dilakukan pada penyaringan atau skrining darah donor
sebelum transfusi darah diberikan. Walaupun demikian, terdapat juga tes untuk
mengetahui adanya partikel virus atau HIV itu sendiri, atau disebut antigen, yang
dilakukan untuk tujuan tertentu.
c. Bakteri, virus, atau lainnya disebut antigen. Saat terinfeksi, tubuh kita akan
membuat zat anti untuk melawan antigen tersebut. Zat anti ini disebut antibodi,
yang keberadaannya di dalam darah dapat dideteksi dengan pemeriksaan
menggunakan zat-zat tertentu (yang disebut reagensia). Tubuh membutuhkan
waktu tertentu untuk membentuk antibodi, yang kemudian dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan laboratorium.
d. Pada infeksi HIV, adanya antibodi yang dapat terdeteksi dengan pemeriksaan

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 


laboratorium ini adalah setelah 1 sampai 6 bulan seseorang terinfeksi atau terpapar
HIV. Sedangkan sebelum waktu ini, pemeriksaan darah tidak akan menunjukkan
adanya antibodi HIV (disebut hasil tes negatif ), walaupun sebenarnya di dalam
tubuhnya sudah ada HIV. Periode inilah yang dikenal dengan sebutan periode
jendela (window period). Walaupun pemeriksaan darahnya masih negatif, namun
orang tersebut sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

2. Tes untuk Mendeteksi Infeksi HIV


Untuk dapat mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak dilakukan tes
darah dengan menggunakan metode EIA (Enzyme linked Immunosorbent Assay)
dan Rapid.Hasil Tes HIV
• Hasil tes positif (+) berarti seseorang mempunyai antibodi (zat anti) terhadap
virus HIV, dengan demikian telah terinfeksi HIV.
• Hasil tes negatif (-) dapat berarti orang tersebut belum atau tidak terinfeksi HIV

3. Penerapan Tes HIV


Tes HIV dilakukan pada darah transfusi, jaringan tubuh, sel telur, dan atau
sperma yang disumbangkan atau didonorkan. Tes HIV dilakukan pada terhadap :
a. Orang yang mempunyai perilaku berisiko tinggi
b. Pernah menjalani transfusi darah beberapa tahun yang lalu
c. Batuk, demam, atau diare cukup lama dan mempunyai riwayat pernah berperilaku
berisiko tinggi
d. Mengalami penurunan berat badan yang drastis tanpa sebab yang jelas dan
mempunyai riwayat pernah berperilaku risiko tinggi
e. Orang yang khawatir sudah terpapar HIV

4. Manfaat Tes HIV


a. Dengan diketahuinya status HIV yang positif apalagi bila tes dilakukan lebih dini
berarti adanya infeksi diketahui sejak dini. Dengan demikian dapat segera dimulai
upaya-upaya perawatan agar gejala AIDS tidak segera muncul.
b. Namun di samping itu, ada juga dampak negatif yang mungkin dirasakan oleh
sebagian orang setelah melakukan pemeriksaan misalnya gangguan emosi,
stigma, dan diskriminasi.
c. Oleh sebab itulah informasi yang benar dan tepat perlu disebarluaskan di kalangan

10 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


masyarakat dan di semua sektor, agar stigmatisasidan diskriminasi terhadap
pengidap HIV tidak terjadi.

5. Persyaratan Tes HIV


Agak berbeda dari tes-tes atau pemeriksaan laboratorium lainnya maka ada
persyaratan khusus untuk menjalani tes HIV, yaitu:
a. Harus dilaksanakan dengan sukarela
b. Seseorang yang akan dites harus diberikan informasi yang lengkap dan benar
mengenai tes HIV. Setelah ia memahami benar-benar mengenai tes, maka ia harus
memberikan persetujuan tertulis (informed consent)
c. Kepada orang yang akan menjalani tes harus diberikan konseling sebelum
tes dan sesudah tes. Konseling ini dimaksudkan antara lain untuk membantu
mempersiapkan mental pengidap dan mengatasi masalah yang mungkin
dihadapi.
d. Hasil tes harus dirahasiakan.

I. Pencegahan dan Pengobatan HIV-AIDS


Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan maupun vaksin untuk
mencegah penyakit ini. Upaya-upaya pencegahan harus dikaitkan dengan bagaimana
penularan HIV dapat terjadi, seperti yang telah di jelaskan sebelumnya.

1. Pencegahan Penularan melalui


Hubungan Seksual
Telah kita ketahui bahwa infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual.
Oleh sebab itu pencegahan penularan melalui hubungan seksual memegang peranan
paling penting. Untuk itu setiap orang perlu memiliki perilaku seksual yang aman
dan bertanggung jawab, yaitu:
• Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah(Abstinence). Hubungan
seksual hanya dilkaukan melalui pernikahan yang sah.
• Bila telah menikah, hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan
sendiri, yaitu suami atau isteri sendiri. Tidakmengadakan hubungan seksual di luar
nikah (Be faithful.)
• Bila salah satu pasangan sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 11


seksual harus menggunakan kondom secara benar dan konsisten.
• Konsep pencegahan melalui “hubungan seksual” dikenal dengan istilah ABC
(Abstinence, Be faithful, Condom). Selain itu, mempertebal iman dan taqwa agar
tidak terjerumus ke dalam hubungan seksual di luar nikah.

2. Pencegahan Penularan Melalui Darah


Penularan HIV melalui darah menuntut kita untuk berhati-hati dalam berbagai
tindakan yang berhubungan dengan darah maupun produk darah dan plasma.
a. Transfusi Darah
b. Harus dipastikan bahwa darah yang digunakan untuk transfusi tidak tercemar
HIV. Perlu dianjurkan pada seseorang yang HIV (+) ataumengidap virus HIV dalam
darahnya, untuk tidak menjadi donor darah. Begitu pula mereka yang mempunyai
perilaku berisiko tinggi
c. Penggunaan produk darah dan plasma
d. Sama halnya dengan darah yang digunakan untuk transfusi, maka terhadap
produk darah dan plasma (cairan darah) harus dipastikan tidak tercemar HIV
e. Penggunaan alat suntik, dan alat lain yang dapat melukai kulit
f. Penggunaan alat-alat seperti jarum, jarum suntik, alat cukur, alat tusuk untuk
tindik, perlu memperhatikan masalah sterilisasinya. Tindakan desinfeksi dengan
pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yang sangat penting
untuk dilakukan.

3. Pencegahan Penularan dari Ibu kepada Anak


Seorang Ibu yang terinfeksi HIV, risiko penularan terhadap janin yang
dikandungnya atau bayinya cukup besar, kemungkinannya sebesar 30-40%. Risiko
semakin besar bila Ibu yang terinfeksi HIV atau sudah menunjukkan gejala AIDS.
Oleh karena itu, bagi seorang Ibu yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk
mempertimbangkan kembali tentang kehamilan.
Risiko penularan ibu ke anak melalui proses dalam kandungan, persalinan, dan
pemberian air susu, sehingga dianjurkan bagi si Ibu untuk tidak menyusukan bayi
dengan ASI-nya, dan bisa digantikan oleh susu pengganti.
Melihat kondisi di atas, yang bisa kita lakukan untuk pencegahan penyebaran
HIV adalah berperilaku sehat dan bertanggung jawab baik bagi diri kita sendiri
maupun orang lain.
Hal ini dapat diwujudkan dengan kegiatan sederhana seperti:

12 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


a. Memberikan informasi yang benar dan tepat yang sudah anda terima kepada
lingkungan anda sendiri. Misalnya: keluarga, teman-teman, tetangga dan lain-
lain.
b. Jika dalam percakapan sehari-hari anda mendengar informasi yang salah tentang
HIV-AIDS, langsung diperbaiki dengan cara yang benar.
Dalam lingkungan sekolah atau satuan pendidikan:
a. Mengusulkan adanya diskusi dan seminar atau kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan pencegahan HIV-AIDS.
b. Mengadakan kegiatan lain yang berkaitan dengan masalah HIV-AIDS, misalnya
lomba poster, lomba mengarang, dan lain sebagainya.
c. Mengintegrasikan materi pencegahan HIV-AIDS ke dalam mata pelajaran di
sekolah
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa ada beberapa hal penting dalam
mengurangi risiko terjadinya penularan HIV-AIDS.
1. Tidak melakukan hubungan seks, bagi yang belum nikah (prinsip ABC)
2. Selalu menghindarkan diri dari penggunaan obat-obat terlarang (narkotik,
heroin, ganja, dan lain-lain) dan menjauhkan diri dari minuman yang bisa
memabukkan (D=drugs)
3. Sebaiknya tidak menggunakan alat-alat tidak steril seperti alat suntik, alat tindik,
alat tatto, pisau cukur, atau sikat gigi bersama orang lain (E= Equipment)

Sekarang dikenal 5 konsep pencegahan dengan istilah ABCDE


(Abstinence, Be faithful, Condom, Drugs, Equipment)

4. Pengobatan
Sampai sekarang belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit AIDS.
Pengobatan yang dibutuhkan seorang pengidap AIDS diperlukan tidak saja untuk
melawan infeksi sampingan yang muncul, tetapi juga untuk mencegah komplikasi
virus lebih lanjut dan untuk memperbaiki fungsi tubuh pengidap akibat sistem
kekebalannya yang sudah rusak.
Ada beberapa jenis obat yang telah ditemukan yang berfungsi hanya untuk
menghambat perkembangan HIV. Obat-obat bekerja menghambat kerja 3 enzim
yang terdapat pada inti sel, sehingga diperlukan 3 kombinasi obat dengan cara
kerja yang berbeda yang kini disebut ARV (Anti Retro Viral). Akan tetapi obat ARV ini
belum menjamin proses penyembuhan. Ini mungkin hanya memperpanjang hidup
pengidap.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 13


J. Penyebaran HIV-AIDS
Situasi AIDS di Indonesia
Kasus AIDS yang pertama di Indonesia dilaporkan dari Bali pada tahun1987
(seorang wisatawan asing). Kemudian jumlah pengidap HIV atau pengidap AIDS
bertambah terus secara cepat. Perlu diketahui bahwa AIDS merupakan fenomena
gunung es: yang muncul ke permukaan merupakan bagian kecil dari keadaan
sebenarnya.
Jumlah kumulatif infeksi HIV sampai dengan Juni 2013 sebanyak 108.600 orang,
sedangkan untuk AIDS sebanyak 43.667 orang.

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Juni 2013, HIV-AIDS
tersebar di 348 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan
adanya kasus HIV-AIDS adalah di Bali, sedangkan yang terakhir yang melaporkan
adalah provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.
Kasus HIV sampai dengan tahun 2005, jumlah yang dilaporkan sebanyak 859
kasus, tahun 2006 (7.195 kasus), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009
(9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511). Sedangkan
Kasus AIDS sampai dengan tahun 2005 jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987,
tahun 2006 (3.514), tahun 2007 (4.452), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun
2010 (6.845), tahun 2011 (7.004), dan tahun 2012 (5.686).

14 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


K. Dampak HIV-AIDS
1. Dampak Sosial dari HIV-AIDS
Beberapa dampak sosial dari epidemi HIV-AIDS antara lain adalah:
a. Menurunnya produktivitas masyarakat
b. Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan
c. Meningkatnya angka pengangguran
d. Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat
e. Meningkatkan kesenjangan pendapatan/kesenjangan sosial
f. Munculnya reaksi negatif dalam bentuk; deportasi, stigmatisasi,
g. Diskriminasi dan Isolasi, tindakan kekerasan terhadap para pengidap HIV dan
pengidap AIDS.

2. Dampak HIV-AIDS terhadap Pengembangan SDM


AIDS bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, orang tua maupun
anak muda dan bayi. Data menunjukan bahwa persentase infeksi HIV tertinggi
dilaporkan pada kelompok umur 25 – 49 tahun (70,7%), diikuti kelompok umur 20-
24 tahun (17,1%), dan kelompok umur 15-19 tahun (4,5%). Sedangkan persentase
kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (35,0%), kemudian
diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,2%), 40-49 tahun (10%), 15-19 tahun (3,2%),
dan 50-59 tahun (3,0%). Disimpulkan bahwa banyak kelompok usia produktif yang
terinfeksi sehingga memiliki dampak besar pada pengembangan SDM, seperti :
a. Mempengaruhi mutu SDM
b. Menurunkan mutu SDM masa yang akan datang
c. Menurunkan produktivitas tenaga kerja yang sedang aktif.

3. Dampak HIV-AIDS terhadap Demografi


Ledakan kasus HIV-AIDS tidak hanya berdampak terhadap ekonomi saja tetapi
juga kepada struktur demografi di Indonesia pun akan bergeser/berbeda dari yang
telah diproyeksikan. Perubahan pergeseran-pergeseran proyeksi sebagai akibat
penyakit AIDS yang dapat terjadi antara lain:
a. Menurunnya angka harapan hidup
b. Komposisi berkurangnya tenaga kerja muda
c. Makin berkurangnya tenaga kerja muda

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 15


d. Biaya tenaga kerja mahal bersamaan dengan peningkatan kesulitan mencari
pekerjaan
e. Angka kematian bayi dan anak meningkat
f. Angka kematian Ibu meningkat

4. Dampak HIV-AIDS terhadap Sektor Kesehatan


AIDS merupakan penyakit yang belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya
dan belum ada vaksin untuk mencegahnya. Perawatan pengidap AIDS di rumah sakit
akan menambah beban biaya pelayanan kesehatan, karena akan meningkatkan pula
tingkat hunian rumah-rumah sakit. Akibatnya biaya operasional untuk merawat para
pengidap AIDS akan bertambah, sehingga berdampak terhadap program lain dalam
hal berkurang penyediaan anggarannya, misalnya untuk program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA), gizi anak, pemberantasan penyakit menular, penyuluhan kesehatan,
imunisasi, sanitasi lingkungan,dan lain-lain.
Sedangkan program-program di atas sangat penting dan berperan besar dalam
peningkatan SDM untuk masa yang akan datang.
Selain itu dampak HIV-AIDS terhadap kesehatan fisik dan psikologis adalah
sebagai berikut:
a. Dampak Fisik
• Dilema transfusi darah, artinya orang yang menerima donor darah menjadi turut
terinfeksi HIV, padahal di satu sisi dia sangat memerlukan tambahan darah
• Menstruasi tergangggu tingkat kesuburan menurun
• Meningkatnya angka kesakitan dan kematian Ibu, laju infeksi, hamil di luar
rahim, bayi lahir mati, komplikasi masa hamil
• Risiko tinggi kanker leher rahim
• Meningkatnya penyakit oportunistik
b. Dampak Psikologis
Timbulnya kecemasan dan depresi, karena banyak hal yaitu: sudah terinfeksi
penyakit mengerikan, ditolak lingkungan, tidak mampu memiliki jalan keluar, tidak
yakin akan kesembuhan, akibat buruk HIV-AIDS termasuk kematian, kehilangan
kepercayaan, kehilangan kesempatan sekolah dan kehilangan pekerjaan, karena
stigma dan diskriminasi oleh mitra, teman, sanak keluarga dan masyarakat.
Kebahagiaan dan ketahanan keluarga menjadi berkurang.

16 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


5. Dampak HIV-AIDS terhadap Sektor Pendidikan
HIV-AIDS yang penularannya sangat cepat dan mematikan, menimbulkan
ancaman sekaligus dampak yang sangat serius, khususnya pada sektor pendidikan.
Mengapa demikian, oleh karena data menunjukkan bahwa penyakit tersebut
menyerang usia produktif, bahkan 65 % diantaranya remaja dan pemuda (15-30
tahun) dan masa usia tersebut merupakan masa usia sekolah. Ancaman bagi para
remaja dan pemuda patut diwaspadai oleh karena masa remaja biasanya bersifat
ingin tahu dan berkeinginan untuk mencoba-coba serta berpetualang dalam hal
hubungan seksual, alkohol, serta pornografi yang akhirnya dapat menyebabkan
korban HIV-AIDS.
Beberapa dampak HIV-AIDS terhadap sektor pendidikan, antara lain:
a. Menurunnya semangat/produktivitas belajar
b. Menurunnya jumlah peserta pendidikan, pelajar/mahasiswa
c. Menurunnya mutu pendidikan
d. Menurunnya SDM secara kualitatif dan kuantitatif.

6. Dampak HIV-AIDS terhadap Aspek Keamanan dan


Aspek Politik
Dampak HIV-AIDS pada bidang politik merupakan akibat yang ditimbulkan oleh
dampak HIV-AIDS pada bidang lainnya seperti kesehatan, sosial, ekonomi, budaya
dan agama.
a. Akibat sosial yang disebabkan oleh wabah HIV-AIDS berdampak secara langsung
pada bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Kejahatan dalam semua
segi, mutu pelayanan yang menurun, terjadinya diskriminasi di masyarakat
dan menurunnya moral akan berdampak di bidang keamanan dan ketertiban
masyarakat dan hal ini akan berakibat luas pada segi pembangunan yang akhirnya
akan berdampak politik.
b. Dampak negatif HIV-AIDS pada kondisi sosial, ekonomi, kesehatan, budaya
dan agama yang merupakan sendi-sendi vital kehidupan suatu negara akan
melemahkan ketahanan nasional negara yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM). Hal demikian akan
berakibat terjadinya ketidakstabilan politik dan kemelut politik yang panjang. Hal
ini tentunya akan menghambat laju pembangunan nasional.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 17


7. Dampak HIV-AIDS terhadap Aspek Ekonomi
Dampak HIV-AIDS di bidang ekonomi dapat dilihat dari 2 sisi yaitu dampak
secara langsung dan secara tidak langsung. Dampak ini dimulai dari tingkat individu,
keluarga, masyarakat dan akhirnya pada negara dan mungkin dunia.
a. Dampak Ekonomi secara Langsung
Epidemi HIV-AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak pengidap
maupun pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh yang belum
ditemukan. Sehingga biaya harus terus dikeluarkan hanya untuk perawatan dan
memperpanjang usia pengidap. Di lain pihak, penelitian harus terus-menerus
dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya untuk upaya-upaya
pencegahan.
b. Dampak Ekonomi secara tidak Langsung
Sumber daya alam yang besar menjadi kurang mampu dikelola oleh sumber
daya manusia baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai konsumen potensial akibat
terganggunya kesehatan mereka. Hal ini tentu akan mengakibatkan menurunnya
produksi dari berbagai investasi.

18 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


BAB III
MORAL DAN ETIKA

A. Peranan Moral dan Etika dalam


Keyakinan Beragama
Moralitas merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, maka sejak
dini manusia harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi
perkembangan moralnya. Dalam hal ini, penanaman nilai-nilai keagamaan adalah
mutlak. Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu
keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan
dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Oleh karenanya, pandangan dasar ini menjadi
salah satu landasan bahwa agama yang benar tidak mengakui adanya pelimpahan
beban seorang pribadi manusia kepada seorang pribadi lainnya dalam berhubungan
dengan Tuhan. Dalam agama ditegaskan bahwa hubungan antara seorang
hamba dengan Tuhannya bersifat sangat pribadi, terutama berkenaan dengan
pertanggungjawaban suatu amal perbuatan.
Dalam berbagai ungkapan keagamaan, dinyatakan adanya keterpaduan antara
iman dan amal shaleh, antara tali hubungan dari sesama manusia, serta antara taqwa
dan budi pekerti luhur (akhlaq, etika, moral). Keterpaduan tersebut harus berjalan
seiring satu sama lain, jika tidak maka akan menyebabkan runtuhnya nilai-nilai
agama yang dianut manusia.
Sedangkan etika atau nilai etis dari perbuatan manusia merupakan faktor yang
cukup penting untuk menyertai sikap taqwa manusia kepada Allah, Tuhan Yang Maha
Esa.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 19


Dengan menyadari makna dan tujuan hidup, manusia dapat dengan mudah
menjalankan/melaksanakan arti iman dan taqwa atau pentingnya “beriman” dan
“bertaqwa” kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Ada 10 sendi-sendi pokok pandangan
hidup berdasarkan iman yang harus menjadi bagian dan dasar pertimbangan etis
dari semua kegiatan “beriman dan bertaqwa”.
1. Bahwa manusia tidak dibenarkan memutlakkan sesuatu apa pun selain Tuhan
Yang Maha Esa itu sendiri. Mengakui Tuhan YangMaha Esa sebagai yang mutlak
berarti menyadari bahwa Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
2. Tuhan tidak dapat diketahui, tetapi harus diinsafi sedalam-dalamnya bahwa Dia-lah
asal dan tujuan hidup, dengan konsekuensi bahwa manusia harus membaktikan
seluruh hidupnya demi memperoleh perkenan atau ridha-Nya.
3. Tidak memutlakkan sesuatu apa pun selain Tuhan Yang Maha Esa.
4. Pandangan hidup itu terkait erat dengan pandangan bahwa manusia adalah
puncak ciptaan Tuhan, yang diciptakan dalam keadaan sebaik-baiknya dan
mempunyai kelebihan dari ciptaan Tuhan lainnya.
5. Manusia harus mengamati alam raya ini dengan penuh apresiasi, dalam rangka
kemaslahatan mereka hidup di muka bumi ini.
6. Di atas segala-galanya, manusia harus senantiasa berusaha menjaga konsistensi
dan keutuhan orientasi hidupnya yang luhur (menuju perkenan Tuhan Yang
Maha Esa), dengan senantiasa memelihara hubungan dengan Tuhan, dan dengan
perbuatan baik kepada sesama manusia.
7. Perbuatan baik kepada sesama manusia yang dilakukan dengan konsistensi
tujuan luhurnya yang murni itu adalah jalan terdekat menuju ridha-Nya, bukan
semata-mata dengan mengikuti dan menjalankan segi-segi formal lahiriah ajaran
agama.
8. Karena itu manusia harus bekerja sebaik-baiknya, sesuai bidang masing-masing,
menggunakan setiap waktu lowong secara produktif dan senantiasa berusaha
menanamkan kesadaran Ketuhanan dalam dirinya. Manusia dalam pandangan
Tuhan tidak memperoleh apa-apa kecuali yang ia usahakan sendiri, tanpa
menanggung kesalahan orang lain.
9. Manusia harus menyadari bahwa semua perbuatannya, baik dan buruk, besar dan
kecil, akan dipertanggungjawabkan dalam Pengadilan Tuhan di Hari Kemudian.
10. Karena iman, manusia menjadi bebas dan memiliki dirinya sendiri secara utuh
(tidak mengalami fragmentasi), sebab ia tidak tunduk kepada apa pun selain
kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.

20 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


B. Peranan Moralitas Agama dalam
Menanggulangi HIV-AIDS
Ajaran agama dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS diintegrasikan
dengan pelaksanaan pembangunan agama yang meliputi peningkatan keimanan
dan ketaqwaan, kerukunan beragama dan peningkatan peran aktif umat dalam
pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui pendidikan keluarga, pendidikan
masyarakat, pendidikan formal serta penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai. Sejalan dengan pola tersebut, maka ajaran agama dalam penanggulangan
HIV-AIDS dapat dilaksanakan sebagai berikut.
1. Peningkatan Pengetahuan Agama
Upaya peningkatan pengetahuan agama dalam sekolah diarahkan agar supaya
siswa memahami ajaran agama terutama yang menyangkut kehidupan praktis
sehari-hari, mengingat volume pelajaran agama yang diberikan di sekolah relatif
sangat minim, sehingga siswa tidak mungkin dapat menyerap ajaran agama dalam
waktu singkat. Oleh karena itu peran guru agama di dalam sekolah maupun di luar
sekolah menjadi faktor yang sangat penting terutama di dalam menterjemahkan
ajaran agama di dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu pendidikan agama di
lingkungan rumah tangga terutama yang dilakukan oleh para orang tua terhadap
anggota keluarga perlu terus ditingkatkan.
2. Peningkatan Pengamalan Agama
Upaya peningkatan pengalaman agama dilaksanakan seiring dengan upaya
peningkatan pengetahuan agama yang dimiliki oleh para siswa terutama yang
bersifat aplikatif. Untuk merealisasikan hal tersebut guru agama maupun para orang
tua dituntut menjadi pelopor pelaksanaan ajaran-ajaran agama yang bersifat praktis
dan dapat dirasakan oleh siswa secara langsung dalam lingkungan sekolah maupun
di rumah. Tempat-tempat peribadatan seperti mushola dan tempat lain yang dapat
dijadikan tempat ibadah sebaiknya dirintis dan dijadikan sentral kegiatan dalam
pengembangan ajaran agama terutama yang menyangkut pengamalan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Peningkatan Penghayatan Ajaran Agama
Upaya peningkatan penghayatan ajaran agama dapat dilaksanakan sejalan
dengan upaya peningkatan pengetahuan dan pengamalan agama. Upaya ini
dilaksanakan dengan memperdalam pengetahuan agama, menggali nilai-nilai
keimanan dan ketaqwaan yang terkandung dalam pengetahuan dan pengamalan
agama.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 21


Ajaran agama senantiasa memiliki tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi ibadah
b. Dimensi sosial
c. Dimensi Personal
Dimensi ibadah adalah mencakup hubungan antara manusia dengan
penciptanya, dan dimensi sosial mencakup hubungan sesama manusia dan alam
lingkungan, sedangkan dimensi personal adalah merupakan aktualisasi diri.
Dalam upaya peningkatan penghayatan ajaran agama peran orangtua dn
guru (guru agama) hendaknya senantiasa memberikan bimbingan kepada siswa
untuk menggali dan menyampaikan ajaran agama yang mengandung tiga dimensi
tersebut.
4. Bagi yang belum berkeluarga maupun yang sudah berkeluarga diharamkan
melakukan segala sesuatu yang dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain
misalnya saja mendonorkan darah atau melakukan hubungan seks di luar nikah
(pasangan yang sah).
5. Bagi setiap pengidap HIV-AIDS dan pengidap AIDS wajib memberitahukan
tentang kesehatannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan jaminan
kesehatannya.

C. Ajaran Agama dalam Perilaku Sosial


Hubungan sesama manusia dalam kehidupan sosial telah diaitur dalam
setiap agama, yakni aturan dalam hubungan/pergaulan sesama manusia tersebut
telah ditentukan ada yang memang diperbolehkan (halal) dan ada pula yang tidak
diperbolehkan/dilarang (haram). Batasan hubungan yang diperbolehkan dan
dilarang tersebut, sebenarnya setiap agama telah mengajarkan secara jelas, untuk
selanjutnya diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Ajaran agama dalam perilaku kehidupan sosial terutama yangmenyangkut
hubungan pria dan wanita (dewasa) pada dasarnyabertujuan untuk kepentingan
dan kebaikan manusia itu sendiri, dengan maksud agar manusia dapat mencapai
kebahagiaannya dan bukan malah terkena musibah seperti terinfeksi HIV-AIDS, bila
ia melakukan perbuatan yang dilarang agama seperti melakukan hubungan seks di
luar nikah atau menggunakan obat terlarang.
Ajaran agama mengharuskan manusia itu menikah terlebih dahulu sebelum

22 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


melakukan hubungan seks. Tetapi dalam hal tertentu ada manusia yang terpaksa
harus terkena musibah seperti terinfeksi HIV-AIDS, baik yang dikarenakan oleh
perbuatannya sendiri atupun akibat dari perbuatan orang lain, maka sebagai sesama
manusia kita wajib memberikan pertolongan termasuk tidak melakukan diskriminasi
terhadap ODHA.

D. Ajaran Agama dalam Menanggulangi


Penyalahgunaan Narkotika dan HIV-AIDS
Sebenarnya setiap agama telah menetapkan mengenai benda atau makanan
(minuman yang baik untuk dikonsumsi manusia (dalam pengertian halal) dan tidak
boleh dikonsumsi (dalam pengertian haram), dan ini pada dasarnya dikarenakan daya
tahan tubuh manusia itu sendiri, misalnya ada seseorang yang menggunakan obat
terlarang dan minuman keras, jelas akan merusak fisik, maka akan mudah sekali orang
tersebut terkena pengaruh buruk/efek dari perbuatannya. Misalnya ia menggunakan
jarum suntik yang telah digunakan orang lain yang terinfeksi HIV-AIDS.
Ajaran agama menjamin setiap manusia akan mendapat kebahagiaan di dunia
dan akhirat, jika manusia itu dapat melaksanakan hubungan kepada Tuhan-Nya dan
sesama manusia dengan baik, serta dibarengi dengan berbagai upaya yang diijinkan
oleh agamanya. Hubungan manusia dengan Tuhan yang baik yaitu dengan cara
melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjahui segala yang dilarangnya.
Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi dari
modernisasi dan globalisasi, ternyata telah mempengaruhi kehidupan manusia,
sebagai individu, keluarga dan masyarakat dan bangsa.
Terhadap perubahan-perubahan tersebut, dengan serba ketidakpastiannya,
ternyata tidak semua orang mampu (terutama remaja) untuk menyesuaikan diri,
yang pada gilirannya yang bersangkutan akan jatuh sakit, dan salah satu bentuknya
adalah akibat penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, dan Obat-obatan Terlarang
(misalnya ekstasi).
Untuk memperoleh rasa sejahtera masyarakat modern cenderung mencarinya
dengan jalan menggunakan Narkotik dan sejenisnya dan mengesampingkan agama
karena agama dianggap tidak “rasional” dan penghambat kemajuan/modernisasi.
Bagi bangsa Indonesia, maka azas keimanan dan ketaqwaan terhadapTuhan
YME, sebagaimana yang diamanatkan oleh Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) adalah sebagai jawabannya.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 23


Dari apa yang diuraikan di atas, maka tidak menutup kemungkinan bahwa
pengaruh teman kelompok sebaya merupakan faktor pencetus bagi terjadinya
penyalahgunaan narkotik maupun alkohol, yang pada gilirannya sampai pada
ketergantungan dengan segala konsekensinya.
Dalam hal hubungan antar sesama manusia misalnya, ada perilaku manusia
yang menyimpang dari norma atau nilai kehidupan agama atau sosial, maka sebagai
sesama manusia wajib mengingatkannya agar jangan melakukan penyimpangan
perilaku yang dilarang oleh agama atau tidak sesuai dengan perilaku kehidupan
sosial. Adapun cara mengingatkannya tersebut dapat dilakukan baik secara lisan
atau pun melalui tulisan (KIE).

E. Pandangan Agama Terhadap HIV-AIDS


Pandangan agama terhadap HIV-AIDS dapat ditinjau dari 2 (dua) sisi,yaitu dari
sisi sejarah (historis) dan dari sisi IPTEK.

1. Tinjauan Sejarah
Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling cerdas dari
semua ciptaan Tuhan.
Dengan dibekali akal budi serta bentuk tubuh yang dapat dipergunakan untuk
menjalani hidupnya sesuai dengan apa yang diharapkan penciptanya. Tapi manusia
juga mendapat kebebasan dari Sang Pencipta untuk melaksanakan keputusan dan
tindakan dalam hidupnya. Penggunaan fungsi alat tubuh serta penyaluran keinginan
yang berlebihan di luar hasrat yang sewajarnya sering kali membawa bencana yang
tidak diharapkan oleh manusia itu sendiri. Perilaku seksual berisiko adalah salah satu
contohnya yang menjadi media penularan HIV.

2. Tinjauan dari Sisi IPTEK


Kemajuan IPTEK pada era informasi dan globalisasi di samping mempunyai
dampak positif, bila manusia tidak dibentengi dengan moral dan iman yang kuat juga
akan dapat menimbulkan dampak yang negatif. Kemajuan IPTEK secara langsung
atau tidak langsung telah menimbulkan perubahan pola dan gaya hidup. Banyak
manusia telah meninggalkan nilai-nilai ajaran agama, dn merubahnya dengan pola
dan gaya hidup serta faham yang baru (“new morality”) yang memperbolehkan
segala-galanya, kemudian mengakibatkan masyarakat kehilangan pegangan moral.

24 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah


Hal tersebut menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku seksual berisiko dalam
masyarakat dan menjadi penyebab timbulnya penyakit HIV-AIDS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus HIV-AIDS banyak terjadi di negara
yang mengalami dekadensi moral. Pada negara dimana ajaran agama/moralitas dan
lembaga perkawinan masih dipegang teguh oleh masyarakatnya tingkat epidemik
HIV relatif lebih kecil. Namun hal ini tidak dapat dijadikan jaminan selamanya,
mengingat cara penularan HIV adalah universal artinya sudah tidak memandang lagi
batas antar bangsa, suku, agama dan budaya.

F. Moral Agama Sebagai Benteng dalam


Pencegahan HIV-AIDS
Manusia baik sebagai mahluk individu maupun sosial mempunyai keinginan
dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Ketidakmampuan mengendalikan perilaku
berisiko tersebut akan menyeret manusia terjerumus ke jalan yangsalah, tidak hanya
melanggar norma, etika bahkan agama.
Banyak manusia yang karena keinginannya, melakukan sesuatu yang tidak
bermoral dan bertentangan dengan etika dan agama. Meningkatnya jumlah orang
yang terinfeksi HIV-AIDS di Indonesia, merupakan indikator banyaknya perilaku
berisiko. Moral dan agama sebagai pondasi dari perilaku manusia merupakan
benteng yang tangguh bagiorang-orang yang mentaatinya, khususnya dari berbagai
godaan dan keinginan terhadap hal-hal yang berisiko seperti; menggunakan obat-
obat terlarang, minum-minuman keras, melakukan hubungan seks bebas/seks di luar
nikah dan lain sebagainya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memperkokoh
benteng moral dan agama adalah dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang MahaEsa.
Hal ini mengisyaratkan bahwa ajaran agama merupakan benteng yang tangguh
bagi orang-orang yang mentaatinya dalam menangkal penyabaran HIV-AIDS. Usaha
yang efektif untuk penanggulangan HIV-AIDS ialah mengembalikan perilaku manusia
kepada perilaku agamis, di samping penyuluhan dan penyediaan informasi mengenai
HIV-AIDS kepada masyarakat.

Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah 25


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani,


Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup Sehat Bagi SLTP dan yang sederajat,
Jakarta, 2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani,
“Remaja dan Gaya Hidup (Bacaan Siswa SLTP, SMU dan SMK)”. Jakarta, 2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas
Jasmani,”Remaja dan Permasalahannya (Bacaan Siswa SLTP, SMU dan SMK)” Jakarta,
2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Penegembangan Kualitas Jasmani
“Pedomandan Modul Pelatihan Pendidikan Sebaya (Peer Education) untuk Pencegahan
HIV/AIDS Bagi Siswa SMA/SMK”. Jakarta, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani,
Pedomandan Modul Pelatihan Pendidikan Kecakapan Hidup Untuk Pencegahan HIV/
AIDS. Jakarta, 2005.
Departemen Kesehatan RI, “AIDS dan Penanggulangannya”. Depkes bekerjasama
dengan The Food Foundation dan Studio Driya Media, Jakarta 1997.
Division of Mental Health and Prevention of Substance Abuse, WHO, Life Skills
Education In School, Geneva, 1997.
Gordon Dryden A Dr. Jeannetee Vos, Revolusi Cara Belajar (The Learning Orientasi
Perlindungan Hak-hak Anak dan Wanita, Cipanas, 16-1/ Juni, 1998.
WHO Information Series on School Health, Life Skills Education; An Essentialof
Health Promoting Scholls, WHO Geneva, 1998.
Widjajanti, Widaninggar, dr, M.Ed. Dan Ananto, Purnomo, Drs, MM. “Pendidikan
Kecakapan Hidup (Life Skills Education)”. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat
Pengembangan Kualitas Jasmani bekerjasama dengan UNICEF Indonesia, Jakarta,
2002.

26 Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah

Anda mungkin juga menyukai