Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TOPIK BAHASAN

A. Latar Belakang Pemilihan Topik

Saat ini eksplorasi sumber daya alam khusunya pertambangan

berkembang sangat pesat beriringan dengan pemenuhan kebutuhan hidup

manusia yang semakin banyak. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang

memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Potensi sumber daya

alam tersebut jika dimanfaatkan secara maksimal dapat meningkatkan

kesejahteraan negara Indonesia.

Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah mineral emas yang

termasuk dalam sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable)

dan sangat banyak diminati oleh penduduk dunia karena merupakan logam

mulia. Hal ini disebabkan oleh keterdapatannya yang cukup langka dan dari

zaman dahulu emas sering digunakan sebagai alat tukar yang dipercaya.

Logam emas termasuk golongan native element, dengan sedikit komposisi

perak, tembaga, atau besi. Salah satu perusahaan yang sedang melakukan

eksplorasi adanya potensi emas ini adalah PT. Sorikmas Mining yang terletak

di Panyabungan, Sumatra Utara.

Menurut Warmada (2007), secara umum endapan emas diklasifikasikan

menjadi endapan hidrothermal dan endapan sedimenter. Endapan hidrothermal

ini terdiri dari endapan hipothermal, endapan mesothermal, endapan

epithermal yang terakumulasi pada daerah magmatic arc sedangkan endapan

sedimenter berupa endapan placer yang terakumulasi karena mengalami

transportasi dan deposisi.


Daerah Panyabungan termasuk dalam endapan epithermal karena terletak

pada daerah Trans Sumatra Fault Zone. Dalam proses eksplorasi endapan

epithermal, penting adanya pemahaman lebih lanjut tentang litologi dan

alterasi mineralisasi. Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu

endapan dari sistem hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang

umumnya pada busur vulkanik yang dekat dengan permukaan, (Simmons et

al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Larutan hydrothermal merupakan suatu cairan

sisa magma yang panas yang berasal dari proses magmatik dan bermigrasi ke

atas membawa komponen kimia pembentuk mineral pengotor dan bijih

(Pirajno, 1992).

Larutan hidrothermal yang kaya akan logam-logam mengalir melewati

permeabilitas batuan melalui bidang rekahan, celah ataupun rongga-rongga

dan akan bereaksi dengan batuan di sekelilingnya, sehingga terjadi proses

alterasi hidrothermal dan membentuk mineral baru yang lebih stabil.

Mineralisasi merupakan proses pergantian unsur-unsur tertentu dari mineral

yang ada pada batuan dinding digantikan oleh unsur lain yang berasal dari

larutan hydrothermal karena proses penggantian atau pengisian celah sehingga

menjadi lebih stabil. Untuk mengetahui lebih rinci megenai mineral tersebut

perlu dilakukannya proses logging geologi dan logging geoteknik yang

dilakukan oleh ahli geologist.

Logging Geoteknik merupakan teknik merekam data struktur geologi

terhadap core yang dihasilkan selama tahap pengeboran. Fungsi utama dari

logging geoteknik adalah untuk mengetahui data sifat fisik serta struktur
batuan yang berguna untuk rekomendasi penambangan dalam pit dan desain

tambang.

PT. Sorikmas Mining pada saat ini sudah melakukan pengeboran sekitar

81 titik bor di lokasi eksplorasi Hutabargot. Oleh karena itu, penulis dalam

laporan Praktek Lapangan Industri ini mengangkat topik bahasan “Logging

Geotek pada lubang bor, HUTDD080 diwilayah eksplorasi PT.Sorikmas

Mining, Hutabargot Project. Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera

Utara”.

B. Kajian Teoritis

Pengambilan data geologi mengenai data permukaan bawah tanah tidak

hanya dilakukan dengan menggunakan pemetaan geologi diatas permukaan

saja akan tetapi menggunakan data geochemistry dari soil sample and

Geophysics.

Setelah didapatkan hasil yang positif maka selanjutnya dilakukan

kegiatan drilling atau pemboran. Kegiatan pemboran dilakukan pada daerah

yang dicurigai memiliki sejumlah mineral berharga. Dalam kegiatan drilling

teknik yang dilakukan adalah dengan mengambil batuan inti (Coring). Coring

atau pengeboran inti bertujuan untuk mengetahui data geologi dan kandungan

mineral yang terdapat dalam batuan. Sample batuan dalam bentuk coring akan

dikirim ke Laboratorium untuk uji kadar dengan metode Fire assay dan Aqua

egia dengan ICP-OES/MS.


1. RQD

RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini

didasarkan pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai

panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau

tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari

10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Saat ini RQD sebagai

parameter standar dalam pemerian inti pemboran.

RQD, dinyatakan sebagai persentase dari 0% sampai 100%. RQD

dihitung untuk interval log menggunakan rumus berikut:

jumlah panjang core>10 cm


RQD= x 100
run

Penggunaan RQD yang tidak akurat dapat melibatkan hal berikut :

a. Sering kali sulit untuk membedakan antara patah karena aktifitas bor

dengan fracture alami, sehingga menghasilkan rendahnya estimasi

kualitas masa batuany. Ketidaktepatan ini dapat dikurangi secara

signifikan dengan logging core ketika inti pemboran dirakit kembali

kemudian ditempatkan pada besi siku untuk direkonstruksi.

b. Material yang lebih lemah dari batuan di sekitarnya seperti dr

consolidated gouge, diabaikan, bahkan meskipun jika potongannya

utuh lebih dari dua diameter dari inti pemboran.


c. Ketika ada core lost dalam interval, ini juga diabaikan dalam estimasi

RQD. (perlakuannya sama dengan potongan core yang kurang dari 10

cm)

d. Pengamatan pengeboran menegaskan bahwa banyak core patah

(fracture) akibat dari aktifitas bor yang terjadi pada akhir dan awal

setiap run. Fracture ini terkait dengan kegiatan mengambil core dari

"Core-Lifter ", memotong di bagian bawah core, dan potensi

terjatuhnya core pada run akhir ke dalam lubang pengeboran. Core

pendek pada akhir run yang biasanya terabaikan ini harus dimasukkan

dalam RQD bahkan meskipun jika panjangnya kurang dari dua

diameter inti pemboran. Fractur yang terjadi karena aktifitas bor

biasanya terjadi pada diskontinuitas yang memotong dengan sudut

tinggi terhadap core axis (tegak lurus terhadap core axis). Hal ini akan

semakin diintensifkan, jika core juga berpotongan dengan struktur

yang sub paralel terhadap core axis.

e. RQD hanya boleh dicatat pada batuan yang kompeten (yaitu tidak

lapuk atau batuan lemah).

Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Massa Batuan Berdasarkan Nilai RQD

RQD Kualitas Massa Batuan


<25 % Sangat Jelek
25% - 50% Jelek
50% - 75% Sedang
75% - 90% Baik
90% - 100% Sangat Baik
Sumber : Blogspot Tambang UNP
2. Lithologi

Lithologi adalah dasar pengelompokan urutan batuan menjadi unit-

unit litostratigrafi individu untuk keperluan pemetaan dan korelasi antar

area. Litologi dari batuan unit deskripsi karakteristik fisik terlihat pada

singkapan, ditangan atau inti sampel, atau dengan perbesaran lup. Ciri

fisik meliputi warna, tekstur, ukuran butir, dan komposisi.

Litologi dapat merujuk pada deskripsi rinci dari karakteristik, atau

ringkasan dari karakter fisik kasar suatu batuan. Pada setiap kegiatan

eksplorasi di sebuah perusahaan memiliki kode litologi yang berbeda beda

dan disesuaikan dengan kesepatan para ahli geologis.

3. Weathering

Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan juga

material tanah pada atau dekat dengan permukaan Bumi yang disebabkan

proses fisika, kimia, maupun biologi. Adapun proses pelapukan ini terjadi

dalam waktu yang sangat lama. Selain sangat dipengaruhi oleh waktu,

adanya pelapukan batuan ini juga dipengaruhi berbagai macam faktor

lainnya.

Setiap pelapukan yang terjadi memiliki intensitas yang berdeda pada

setiap batuannya.

4. IRS

IRS meruapakan singkatan dari perkiraan kekuatan batuan,

ditentukan dengan menerapkan tes indeks lapangan sederhana pada core.

Dalam interval log, mungkin terdapat banyak tingkat kekuatan batuan.


Contohnya seperti dalam Breksi memiliki kekuatan material yang berbeda

dalam clasts ataupun matriks, atau di mana sebuah band alteration yang

berbeda atau fitur struktural yang mengisi dan menyebabkannya lebih

lemah dari batuan di sekitarnya.

5. Defect

Defect merupakan kerusakan-kerusakan yang dialami batuan akibat

petahan, sesar, porositas dan lain sebagainya yang menyebabkan batuan

mengalami deformasi.

a. Total Defect Count adalah jumlah total natural defect dalam interval

log. Dalam kondisi yang benar benar rusak atau yang telah

sepenuhnya terdegradasi oleh alterasi, memiliki angka 100.

b. Number of Joint set digunakan untuk mencatat jumlah joint set yang

diamati dalam interval log. Regular joint dan yang berulang harus

kita perkirakan, meskipun dalam beberapa batuan banyak kita

temukan joint yang bersifat acak .

c. Microfracture intensity

Microfracture intensity adalah deskripsi kualitatif dari

intensitas fractures yang dapat dilihat pada core seperti berupa

goresan-goresan halus maupun kasar pada permukaan core. Penting

untuk memahami intensitas dan sifat dari microfracturing untuk

keperluan assesment tambang yaitu pada caveabilty dan

fragmentasi.
d. Porositas

Porositas adalah ukuran dari ruang kosong di antara material,

dan merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total

volume, yang bernilai antara 0 dan 1, atau sebagai persentase antara

0-100%.

Porositas bergantung pada jenis bahan, ukuran bahan,

distribusi pori, sementasi, riwayat diagenetik, dan komposisinya.

Porositas bebatuan umumnya berkurang dengan bertambahnya usia

dan kedalaman. Namun hal yang berlawanan dapat terjadi yang

biasanya dikarenakan riwayat temperatur bebatuan.

Porositas masa batuan penting untuk dipahami, sebagai void

mungkin mengandung air dan/atau gas (misalnya; CO, CO2, H2S,

CH4) yang dapat memiliki implikasi serius untuk pertambangan

bawah tanah. Very porous rock juga dapat menyebabkan masalah

dengan peledakan. Hal ini secara kualitatif digunakan untuk

mencatat adanya vesikel, vugs atau pori terbuka lain di batuan.

e. Shape adalah parameter sederhana yang menjelaskan apakah defect

pada core mempunyai bidang, bergelombang atau stepped faces.

f. Roughness

Roughness adalah parameter sederhana yang menggambarkan

tekstur permukaan Defect. Hanya tiga variabel yang diperlukan,

slickensided (di mana permukaan tampak dipoles dan memiliki

kekuatan frictional yang sangat rendah), halus (di mana


permukaannya halus untuk disentuh), dan kasar (yang seharusnya

merasa seperti amplas).

g. Infill

Infill digunakan untuk menggambarkan lapisan mineral

dominan yang ada di permukaan defect. Misalnya, Jika pada joint

terdapat clay dan lapisan iron oxide, clay adalah mineral halus yang

" melembutkan" massa batuan, yang memungkinkan blok yang

terbentuk oleh joint tersebut dengan mudah meluncur terhadap blok

yang lain. Kehadiran clay akan memiliki dampak yang lebih besar

terhadap kekuatan massa batuan, hal inilah mengapa clay akan

diutamakan daripada iron oxide.

Infill Thickness digunakan untuk mencatat ketebalan lapisan

mineral atau infill pada bidang struktural. Pengukuran dibuat dalam

milimeter. Jika Coating adalah veneer yang sangat tipis tanpa

ketebalan yang signifikan, maka dianggap sebagai 0,1 mm.

Infill mineral akan digunakan untuk mencatat mineral dominan

pada permukaan defect.

h. Alpha dan Beta

Inti batuan yang berhasil diorientasi menggunakan alat digital

akan diberikan tanda pada bagian dasar lubang. Tanda ini digunakan

untuk menggambar garis lurus sebagai referensi di sepanjang inti

batuan hasil pemboran . kondisi batuan yang menguntungkan dan


teknik pengeboran yang baik dapat memberikan panjang inti batuan

yang maksimum.

Pengumpulan data pemboran, massa batuan dan bidang

diskontinuitas dilakukan sebelum inti batuan hasil pemboran

dimasukkan kedalam kotak penyimpanan (core box). Inti batuan

diorientasi menggunakan metoda alfa dengan memakai busur derajat

dan beta menggunakan protractor.

Sudut alpha (α) adalah besaran sudut antara sumbu inti batuan

terhadap kemiringan diskontinuitas yang berkisar antara 0° dan 90°.

Sudut beta (β) adalah besaran sudut yang berada di sekeliling inti

batuan antara garis referensi dan besar kemiringan garis

diskontinuitas yang berkisar antara 0° dan 360°. Metoda pengukuran

beta selalu melihat kea rah pemboran. Orientasi bidang

diskontinuitas yang terukur pada inti batuan hasil pemboran (alpha, α

dan beta, β) dapat dikonversi menjadi kemiringan dan arah

kemiringan sebenarnya di alam (dip dan dip direction) menggunakan

perangkat lunak (software).


Sumber : PT. Sorikmas Mining
Gambar 42. Pengukuran sudut Alfa dan Beta dan contoh protactor untuk
mengukur beta
C. Proses Logging Geotek

Logging Geotek merupakan merupakan teknik dalam merekam data

litologi, alterasi, mineralisasi dan struktur geologi terhadap core yang

dihasilkan selama tahap pengeboran. Berikut langkah-langkah dalam proses

logging geotek:

1. Pengukuran core recovery. Jika core tidak terambil (core lost), pastikan

bahwa core blok berada pada bagian akhir run, dan panjang core yang

hitang ditandai dengan jelas.

2. Perhitungan RQD, dinyatakan sebagai persentase 0% sampai 100%.

Contoh untuk kedalaman 8,60m – 9,20m dengan menggunakan rumus :

jumlah panjang core>10 cm


RQD= x 100 %
run

0,4 m
= x 100%
0,6 m

= 67%

3. Menetukan Litologi batuan, sesuai dengan kode yang digunakan di

Hutabargot.

4. Menentukan Tipe Alterasi batuan, sesuai dengan kode yang digunakan di

Hutabargot.

5. Menetukan perkiraan kekuatan batuan (IRS), dengan menggores core

dengan sctatter.

6. Menentukan total Defect batuan, jika :

a. Jika core merupakan Soil maka Total Defect Count ditulis 20 (sesuai

ketentuan pihak Hutabargot) dan diberi keterangan pada comment.


b. Jika core merupakan batuan yang hancur atau pada zona Sheared

Ground maka Total Defect Count ditulis 20 dan diberi keterangan

pada comment.

c. Jika total defect kurang dari 4 set maka dapat ditentukan:

1) Number of Defect Set.

2) Microfracturing Intensity.

3) Porosity.

4) Defect Type .

5) Shape.

6) Roughness.

7) Infill.

8) Infill Mineral.

9) Alpha dan Beta.

10) Depth, kedalaman terjadinya defect.

7. Terakhir dilakukan validasi data oleh pihak perusahaan.

D. Pembahasan

HUTDD080 mencapai kedalaman 219,30 meter dengan rata-rata RQD

53% yang berarti kualitas massa batuan sedang dan tidak adanya indikasi Core

lost.

Pada perekaman data Hole ID-080 dapat diketahui banyak ditemukan

kode Litologi QVN yang mengandung Kuarsa dan Urat Suphida yang

merupakan mineral-mineral pembawa emas. Dengan mengatahui keberadaan

Vein selanjutnya kita dapat membuat pemodelan tambang serta cadangan.


Mekanisme kegiatan logging data yang dilakukan di lokasi Hutabargot

yaitu sebagai berikut:

1. Hasil coring yang sudah diambil diletakkan pada corebox dari lokasi

pemboran dan dibuat penomoran pada kedalaman yang dimulai dari 0

(nol) sampai pada zona patahan pada batuan yang terjadi pada saat

pengeboran kemudian dibawa menuju lokasi logging geotek (coreshed)

dilakukan.

2. Kemudian hasil coring tersebut disusun berdasarkan kode hole yang

sudah dibuat sebelumnya.

3. Kemudian dilakukan pengukuran core recovery sesuai dengan kode

kedalaman yang sudah dibuat sebelumnya di lokasi pengeboran.

4. Setelah dilakukan pengukuran core recovery selanjutnya dilakukan

pengukuran RQD.

Tab
el 3.
Pen
guk
Depth Depth To Panjang Core
ura Recovery RQD %
From (m) (m) >10cm
n
RQ
DX
No
1 8,60 9,20 0,4 0,6 0,67
2 9,20 10,00 0,57 0,7 0,81
3 10,00 10,50 0,22 0,4 0,55
4 10,50 11,30 0,5 0,7 0,71
5 11,30 11,80 0,17 0,4 0,425
6 11,80 12,70 0,11 0,8 0,1375
7 12,70 13,60 0,4 0,8 0,5
5. Pada Hole ID-080 dapat diketahui banyak ditemukan kode Litologi QVN

yang mengandung Kuarsa dan Urat Suphida yang merupakan mineral-

mineral pembawa emas. Dengan mengatahui keberadaan Vein selanjutnya

kita dapat membuat pemodelan tambang serta cadangan. Quartz Vein

merupakan jenis batuan yang memiliki urat dengan dengan ketebalan

diatas 10mm, sedangkan Vein Lates adalah jenis batuan yang memiliki

urat dengan ketebalan kuran dari 10mm.

6. Pada Weathering Code banyak ditemukan FR, maka batuan secara visual

tidak terpengaruh oleh pelapukan sehingga batuan kompak. Untuk IRS,

kode yang sering muncul adalah R3 berarti core spesimen rusak oleh satu

kali pukulan keras palu geologi serta pisau atau scribber dapat menggores

permukaan core.

7. Total Defect Count jika menunjukkan angka 20 maka core merupakan

soil atau berbentuk remukan batuan yang memiliki terlalu banyak defect.

Defect terjadi karena tempratur, adanya tekanan dan proses hidrotermal

yang menyebabkan Fluida menembus batuan induk.

8. Microfracture Intensity menunjukkan angka 1 dan 2 berarti memiliki

intensitas goresan-goresan pada core rendah (1-5 permeter) sampai

menengah (5-20 permeter) dan untuk porositas mayoritas menunjukkan

angka 2 yang berarti pori bersifat pervasive (menjalar) dengan batuan

memiliki void void kecil yang tersebar akibat proses leaching secara

interval.
9. Setiap Defect yang terbentuk dikelompokkan preset, maka dapat

ditentukan Defect Type, untuk core ID-080 ada 3 tipe defect yang

ditemukan yaitu JT, SR, dan VN. Untuk JT berarti adanya fraktur tunggal

yang tidak ada hubungannya dengan agregat batuan. Untuk SR berarti

adanya sebuah defect tunggal yang dibentuk oleh pemisahan agregat

dalam zona geser dan untuk VN berarti adanya parting di sepanjang zona

mineral, misalnya kuarsa dan kalsit yang menyegel fraktur sebelumnya.

10. Shape berarti bentuk bidang defect yang terbentuk. Untuk core ID-080

ada 3 kode shape yang ditemukan yaitu P, U, dan S. Jika P maka bentuk

bidang defect menerus diseluruh inti core dan tidak ada gap bila dipegang

terhadap permukaan yang datar. Jika U maka bentuk permukaan defect

bergelombang atau melengkung dan jika S maka tingkat permukaan

defect mendadak berubah.

11. Roughness berarti tekstur permukaan defect yang terbentuk. Untuk core

ID-080 ada 3 kode Roughness yang ditemukan yaitu R, S, dan K. Jika R

berarti tekstur permukaan seperti amplas kasar yang berhubungan dengan

ukuran butir. Jika S berarti tekstur permukaan terasa halus dan memiliki

kilap kusam dan jika K berarti tekstur permukaan merupakan hasil

pergeseran terasa licin dan memiliki kilap cerah.

12. Infill digunakan untuk menggambarkan lapisan mineral dominan

dipermukaan defect. Untuk core ID-080 defect infill sangat beragam

ditemukan kode 1, 3, 4, 6, 7, dan 9. Jika 1 maka lapisan mineral kasar

seperti kuarsa atau yang sama kerasnya berupa mineral abrasive. Jika 3
maka lapisan mineral kasar namun pengisinya seperti oksida besi, keras

tapi veneer sangat halus. Jika 4 maka lapisan mineral lembut dengan

pengisi seperti kalsit. Jika 6 maka lapisan mineral lembut namun

pengisinya seperti klorit atau clay. Jika 7 maka lapisan mineral berupa

clay gouge tipis paling tebal sekitar 10 mm dan jika 9 maka tidak ada

mineral pengisi pada defect.

13. Alpha merupakan sudut yang bergungsi untuk menentukan sudut

kemiringan dari defect core, Beta merupakan sudut yang menunjukkan

kemenerusan batuan dan Depth merupakan angka yang menunjjukan pada

kedalaman berapa defect berada.

Anda mungkin juga menyukai