Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FIQHI WAUSHULUHU

“USHUL FIQH “
Dosen : Muhaemin, S.Sy.,M.Sos

Di Susun Oleh:
KELOMPOK 1 :
1. Sadriani (2001047)
2. Salsadillah (2001048)
3. Sitti Karmila S. (2001049)
4. Sofyan (2001050)
5. Sunarti (2001052)
6. Ahsal Riadi Salam (2001003)

STAI AL-GAZALI BARRU


SEMESTER 2
i
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-
NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Ushul fiqh. Tak lupa kami
ucapkan shalawat dan salam mudah-mudahan senantiasa Allah SWT karuniakan
kepada Nabi paling mulia yaitu Nabi Muhammad SAW, serta para keluarga dan
sahabat – sahabatnya sepanjang masa, serta para pengikut setia beliau hingga akhir
zaman.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
ucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam
pembuatan makalah kami.

Semoga makalah yang sederhana ini bisa dengan mudah dimengerti dan dapat
dipahami maknanya. Kami meminta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan
makalah ini, serta bila ada kalimat yang kurang berkenan untuk dibaca. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Barru, 05 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2
1. PENGERTIAN USHUL FIQH..............................................................................................................2
A. Ushul Fiqh Secara Etimologi ...................................................................................................... 3
B. Ushul Fiqh Secara Terminologi .................................................................................................. 4
C. Definisi Ushul Fiqh .................................................................................................................. 5
2. OBJEK DALAM USHUL FIQH ........................................................................................................... 6
3. TUJUAN USHUL FIQH .................................................................................................................. 10
4. PERBEDAAN ANTARA USHUL FIQH DENGAN FIQH ...................................................................... 12
A. Masa Kedatangannya Dibandingkan Dengan Fiqh .................................................................. 13
B. Penerapan Kepada Kasus ........................................................................................................ 13
C. Keberadaan Perantara ............................................................................................................ 13
D. Contoh Kasus Ushul Fiqh dan Kaidah Fiqh .............................................................................. 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................. 15
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 15
B. SARAN ......................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu Ushul Fiqh adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang metode yang dipakai
oleh para imam mujtahid dalam menggali dan menetapkan hukum syar’i dari nashya itu
dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Kandungan Ushul Fiqh menguraikan dasar-dasar serta
metode penetapan hukum taklif yang bersifat praktis yang menjadi pedoman bagi para
faqih dan mujtahid untuk dapat beristinbat (mengambil hukum) dengan tepat.
Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak lepas dari perkembangan hukum islam sejak zaman
Rasulullah SAW. Sampai pada zaman tersusunnya Ushul Fiqh sebagai salah satu bidang
ilmu pada abad ke-2 Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW. Menunggu turunnya wahyu
yang menjelaskan hukum kasus tersebut melalui sabda-Nya, yang kemudian dikenal
dengan hadist atau sunnah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Ushul Fiqh?

2. Apa saja objek dalam Ushul Fiqh ?

3. Apa tujuan mempelajari Ushul Fiqh ?

4. Apa perbedaan antara Ushul Fiqh dengan Fiqh?

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN USHUL FIQH
Pengertian ushul fiqh dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, sebagai rangkaian dari
dua kata: ushul dan fiqh. Kedua, sebagai satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syariat.

Dilihat dari sudut tata bahasa (Arab), rangkaian kata ushul dan fiqh tersebut
dinamakan tarkib idhafi, sehingga dua kata itu memberi
pengertian ushul bagi fiqh. Ushul (‫ )اصول‬adalah bentuk jamak dari kata ashl)‫( اصول‬yang
berarti “sesuatu yang dijadikan dasar bagi sesuatu yang lain”. Dari pengertian ini, ushul
fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.

Adapun menurut istilah, ashl mempunyai beberapa arti yaitu berikut ini:

1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama ushul


fiqh bahwa ashl dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT. dan
Sunah Rasul. Maksudnya, yang menjadi dalil kewajiban shalat adalah ayat Al-
qur’an dan Sunnah.

2. Qa’idah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda Nabi Muhammad SAW:

ُ ُ ‫سة أ‬
‫صول‬ َ ‫ي اْال ْسالَ ُم‬
َ ‫علَى خ َْم‬ َ ‫بُن‬
Artinya:

“Islam itu didirikan atas lima ushul(dasar atau fondasi).”

3. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqih:

‫ص ُل فى ْالك ََالم ْال َحق ْيقَة‬ َ ْ َ‫ا‬


ْ ‫ال‬

Artinya:

“yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti hakikatnya.”

Maksudnya, yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah makna hakikat
dari perkataan tersebut.

4. Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selam
tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorang yang hilang, apakah ia
tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan perkawinannya? Orang
tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum ada berita tentang kematiannya.

2
Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap mendapatkan waris, begitu juga ikatan
perkawinannya dianggap tetap.

5. Unsur (rukun) qiyas (analogi) pertama, yang menjadi rujukan untuk


menetapkan hukum baru yang belum ada ketentuan hukumnya. Contoh :
wajibnya zakat perdagaangan merupakan ashal bagi zakat profesi. Hukum yang
harus dipedomani, contoh : dalam hal terjadi gugatan perdata dalam suatu
pengongsian dagang terhadap pembagian margin keuntungan yang dicurigai
tidak fair, sedangkan penggugat tidak mempunyai bukti yang cukup, maka
hakim memutuskan, hukum yang harus dipedomani : tidak ada kewajiban
pembagian keuntungan dengan yang lain.

Dari ke lima pengertian ashl di atas, yang biasa digunakan adalah dalil, yakni dalil-
dalil fiqih.

Dengan demikian, Ushul Fiqh adalah ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum
atau sumber hukum dengan semua seluk-beluknya, dan metode penggaliannya. Metode
tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum Islam dalam mengeluarkan hukum dari dalil-
dalilnya. Seluk beluk tersebut antara lain menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan
dalil-dalil tersebut.

A. Ushul Fiqh Secara Etimologi


ُ ُ ‫ )أ‬secara etimologi terdiri dari dua suku kata
Ushul Fiqh (‫ص ْو ُل ا ْلف ْقه‬
yaitu ushul dan fiqh. Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata
tersebut :

a.) Pengertian Ushul


ُ ُ ‫ )أ‬secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun (‫صل‬
Ushul (‫ص ْول‬ ْ َ ‫)أ‬
yang berarti asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu
bangunan baik itu yang bersifat fisik maupun nonfisik.

Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri.
Sebagaimana firman Allah ta’ala :

‫س َماء‬ ْ َ ‫طيِّ َبة أ‬


‫صلُ َها ثَابت َوفَ ْرعُ َها في ال ه‬ َ ‫طيِّ َبةا َك‬
َ ‫ش َج َرة‬ َ ‫َّللاُ َمث َ اال كَل َمةا‬
‫ب ه‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫أَلَ ْم ت ََر َكي‬
َ ‫ْف‬

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan


kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)
ke langit (QS. Ibrahim : 24)

3
b.) Pengertian Fiqh
Adapun fiqh ( ‫ ) ف ْقه‬secara bahasa bermakna fah-mun ( ‫ ) فَ ْهم‬yang
artinya pemahaman mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran.

Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala :

َ ِّ‫يَ ْفقَ ُهوا قَ ْولي* َواحْ لُ ْل عُ ْقدَة ا ِّمن ل‬


‫ساني‬

“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai


perkataanku,” (QS. Thaha : 27 – 28)

Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah :

‫ش ْرعيهة ا ْل َع َمليهة بأَدلهت َها الت ه ْفصيْليهة‬


‫َم ْعرفَةُ ْاْل َ ْحكَام ال ه‬

Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya


yang terperinci.

B. Ushul Fiqh Secara Terminologi


Dan adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah :

‫ع ْن أَدلهة ا ْلف ْقه ْاْل ْج َماليهة َو َكيْفيهة ْاالسْتفَادَة م ْن َها َو َحال ا ْل ُم ْست َفيْد‬ ُ ‫ع ْلم يَ ْب َح‬
َ ‫ث‬

“Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah
dari dalil tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah”.

Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama Syafi’iyah (Juz I:16), yang


dimaksud ushul fiqh ialah:

‫معرفة دالَْْ ْْ ءل الفقه اجماال وآيفية االستفادة منها وحال المستفيد‬

Artinya:

Ilmu pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, metode penggunaan


dalil tersebut dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya.

Jumhur ulama ushul fiqh mendefinisikan ushul fiqih sebagai:

‫ةاللقواعد التى يتوصل بها استنباط اْلحكام الشرعية من اْلد‬

Artinya:

Himpunan kaidah yang berfungsi sebagai alat penggalian hukum-hukum syara’


(istimbath hukum) dari dalil-dalilnya.

4
‫ادراك القواعد التى يتوصل بها الى استنبط الفقه‬

Artinya:

Pengetahuan tentang kaedah-kaedah yang dapat menghantarkan seseorang


kepada penggalian hukum (istimbathul ahkam)

Menurut Abd.Wahhab Khallaf, Pengertian Ushul Fiqh ialah Ilmu pengetahuan


tentang kaedah-kaedah dan metode penggalian hukum-hukum syara’ mengenai
perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaedah-
kaedah atau metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah)
dari dalil-dalil yang terperinci.

Ushul fiqh yaitu ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu
berupa kaidah-kaidah umum; seperti :

a. Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang


memalingkannya dari hukum tersebut.
b. Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang
memalingkannya dari hukum tersebut.
c. Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana.

Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum
dari dalil-dalil yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan
penunjukkannya; seperti umum, khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan
sebagainya.

Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum
atau mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada.

Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga
disebut dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu
mengambil faedah hukum dari dalil yang ada.

Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-


tingkatannya, hukumnya, dan semacamnya.

Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum
memiliki kapasitas ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka
mengikuti para mujtahid yang sudah memiliki kapasitas untuk itu.

C. Definisi Ushul Fiqh


Dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu: kata Ushul dan kata
Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syariah.
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan
dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian
ushul bagi fiqh.

5
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl, yang berarti sesuatu yang
dijadikan dasar bagi yang lain. Sedangkan pengertian fiqih, bersal dari kata faqiha-
yafqohu-fiqhan, yang berarti mengerti atau faham. Dari sinilah ditarik perkataan fiqh
(EYD: fikih), yang artinya pemahaman dalam ilmu syariat yang sangat dianjurkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, Ushul Fiqh ialah suatu ilmu yang mempelajari syariat yang
bersifat amaliyah (perbuatan) yang diperoleh dari dalil-dalil hokum yang terinci dari
ilmu tersebut.

Al-Ghozali menakrifkan ushul fiqh dengan: “Ilmu yang membahas tentang


dalil-dalil hukum syara’, dan tentang bentuk penunjukkan dalil tadi terhadap hukum.

Sedangkan al-Syaukani mendefinisikan ushul fiqh dengan; “Ilmu untuk


mengetahui kaidah-kaidah, yang kaidah tadi bisa digunakan untuk mengeluarkan
hukum syara yang berupa hukum furu (cabang) dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Menurut Abdul Wahhab Khalaf, definisi ushul fiqh adalah: “Ilmu ushul fiqh
secara istilah adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasannya merupakan cara
untuk menemukan hukum-hukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Atau kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk
menemukan (mengambil) hukum syara yang amaliah dari dalil-dalil yang
terperinci.”Hal sama juga dipaparkan oleh Abu Zahrah, menurutnya, ushul fiqh adalah
sutu metode yang memberikan batasan-batasan dan memeberikan cara-cara yang lazim
ditempuh oleh seorang ahli hukum Islam (faqih) di dalam mengeluarkan hukum-hukum
dari dalilnya.

2. OBJEK DALAM USHUL FIQH


Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu ushul fiqh adalah dalil-dalil syara’
itu sendiri dari segi bagaimana penunjukkannya kepada suatu hukum secara ijmali.

Yang menjadi objek kajian Ushul Fiqh, yaitu:

1. Sumber hukum dengan semua seluk beluknya.

2. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari


sumbernya.

3. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua


permasalahannya.

6
Sementara itu, Muhammad Al-Juhaili merinci objek kajan Ushul Fiqh sebagai
berikut:

1. Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati seperti Al-Qur’an dan


Sunah, maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan
dan mashlahah mursalah.

2. Pembahasan tantang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat orang yang


melakukan ijtihad.

3. Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yag bertentangan secara zahir, ayat
dengan ayat atau sunah dengan sunah, dan lain-lain baik dengan jalan
pengompromian (al- jam’u wa At-taufiq), menguatkan salah satu (tarjih),
pengguguran salah satu atau kedua dali yang bertentangan (nasakh/tatsaqud
Ad-dalilain).

4. Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan macam-


macamnya, baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan atau keringnan
(rukhsah). Juga dibahas tentang hukum, hakim, mahkum alaih (orang yang
di bebani), dan lain-lain.

5. Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam mengistinbath


hukum dan cara menggunakannya. (Al-Ghazali : 7, Al-Amidi, 1 : 9, Asy
Syaukani : 5, Al Juhaili : 23)

Berdasarkan defenisi-defenisi yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat


dipahami bahwa objek kajian dalam Ushulfiqh terdiri atas dua pembahasan utama,
yaitu:dalil-dalil syara’ (Alquran dan Assunnah) dan hukum-hukum syara’(Al-ahkam).

Akan tetapi jika dirincikan lebih jauh maka objek kajiannya terdiri dari beberapa
pembahasan, yaitu :

1. Pembahasan tentang dalil.


Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini
dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-
macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Dalam konteks ini, objek
kajian Ushul fiqh tidak hanya membahas tentang alquran dan Assunnah dari segi
kedudukannya dari sumber hukum, tetapi juga mecakup bentuk lafalnya, tingkat
kepastian dan ketidakpastian tunjukan maknanya dan lain-lain. Disamping itu
berkaitan dengan dalil hukum, ushulfiqh juga membahas dalil-dalil yang telah
disepakati para ulama seperti ijma’ dan qiyas, dan dalil-dalil yang tidak terdapat
kesepakatan diantara mereka seperti : istihsan, masalah mursalaah, istihsab urf dan
syar’un man qablana. . Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu
dalil bagi setiap perbuatan.

7
2. Pembahasan tentang hukum
Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak
dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang hukum
ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum dan syarat-syaratnya.
Yang menetapkan hukum (al-hakim), orang yang dibebani hukum (al-mahkum
'alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum (al-mahkumbih) dan macam-
macamnya dan perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkumfih) serta
syarat-syaratnya.
3. Pembahasan tentang kaidah.
Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh
hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehujjahannya
dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.
4. Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat
bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari
kacamata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.
Dari uraian diatas, maka dapat diketahui, jika diibaratkan dalam suatu proses
produksi, maka sumber dan dalil hukum dapat digambarkan lebih kurang sebagai bahan
baku produksi. Sedangkan kaidah-kaidah ushul fiqh dan cara penerapannya diibaratkan
sebagai mesin alat produksi yang mengolah bahan baku menjadi hasil produksi.
Sementara itu, mujtahid adalah para ahli yang sangat mengerti tentang cara-cara
mengolah bahan baku menjadi produksi yang dihasilkan. Adapun hukum-hukum syara’
adalah produk, yaitu hasil akhir dari serangkaian proses produksi.
Ulama sepakat bahwa Al-quran adalah dalil syara’ yang pertama. Gambaran
Alquran kepada hukum tidak hanya menggunakan satu bentuk kalimat tertentu, tetapi
tampil dalam berbagai bentuk, seperti kalimat perintah (shighat amr), kalimat
larangan (shighat nahy), kalimat yang bersifat umum, mutlak, dan sebagainya. Para ahli
ushul ini membahas semua ini agar dapat memperoleh ketentuan hukum yang ditunjuk
oleh kalimat-kalimat tersebut. Hal ini dilakukan melalui penelitian yang sungguh-
sungguh terhadap gaya dan rasa bahasa Arab, serta pemkaiannya dalam syariat. Dan,
ketika pembahasan mereka dapat menemukan bahwa shighat (bentuk) amr (perintah)
itu mengandung makna pengwajiban (al-ijab), shighat nahy (larangan) mengandung
makna pengharaman (al-tahrim), shighat amr (umum) mengandung pengertian makna
tercakupnya seluruh satuan yang terdapat dalam pengertian umum itu secara pasti,
dan shighat ithlaq (mutlak) mengandung pengertian makna tetapnya hukum secara
mutlak, maka mereka menciptakan kaidah-kaidah sebagai berikut.
a. “Perintah itu untuk mewajibkan“ ) ‫) االمرلاليجاب‬
b. “larangan untuk mengharamkan” ( ‫) النهى للتحر يم‬
c. “lafaz umum itu mencakup seluruh satuannya”
( ‫)العام ينتظيم جميع أفر اده قطعا‬
d. “lafaz mutlak itu mengacu kepada satuan secara umum tanpa kait” ‫(المطلق يدل‬
) ‫على جميع أفراده بالقيد‬

Dalam versi lain, sebagian ahli ushul fiqh mengatakan bahwa objek pembahasan
ilmu ushul fiqh kembali kepada menetapkan dalil-dalil untuk hukum-hukum ( ‫أثبات‬
‫ )االدلةلألحكام‬dan tetapnya hukum-hukum bedasarkan dalil-dalil (‫) ثبو تاالدلةباالحكام‬. untuk

8
melengkapi persepsi kita tentang pembicaraan ini dapat silihat dalam contoh-contoh
berikut ini.
1. Firman Allah dalam surat Al-Maidah [5]:1: ‫يايها الذين امنوا او فوا بالعقود‬
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji, adalah dalil wajibnya
menepati janji. Ketetapan hukumnya diambil dari lafaz aufu yang
berbentuk fiil amr (kalimat perintah). Kalimat ini mengandung tuntutan
kewajiban melakukan apa yang diperintahkan selama tidak ada tanda (qarinah)
yang menunjuk arti lain.

2. Firman Allah dala sutrat Al-Baqarah [2]:11:‫التفسدوا فىاالرض‬


Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi, adalah dalil tentang
haramnya membuat kerusakan. Ketetapan hukum seperti ini diambil
dari lafaz la tufsidu yang berbentuk fiil nahi (kalimat larangan). Kalimat
larangan ini mengandung untuk meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang,
selama tidak ada petunjuk yang menunjuk arti lain.

3. Firman Allah dalam surat An-Nisa’ [4]:3: ‫حرمت عليكم أمهاتكم‬


Diharamkan bagimu ibu-ibumu . . ., adalah dalil tentang haramnya menikahi
ibu. Kalimat ummahatukum disini bersifat umum (‘am) yang berarti
diharamkannya semua satuan (ibu) yang tercakup dalam perkataan ibu, yaitu
semua yang disebut ibu.

4. Firman Allah dalam surat Al-Mujadalah [58]:3: ‫فتحريررقبة‬


maka mendekatlah olehmu seorang budak, adalah dalil tentang wajibnya
memerdekakan budak dari orang yang muzhihar istrinya, tetapi bermaksud
rujuk. Kalimat raqabah dalam ayat itu berarti seorang budak secara mutlk
tanpa mengaitkannya dengan sesuatu sifat tertentu, sehingga mukallaf yang
dituju oleh perintah itu bebas memilih sembarang budak; muslim atau bukan.

Dengan memahimi keterangan di atas, ada ulama yang lebih merinci lagi objek
pembahasan ilmu ushul fiqh ini kepada pembahasan tentang dalil, hukum, kaidah-
kaidah, dan ijtihad.

9
3. TUJUAN USHUL FIQH
Tujuan mempelajari ushul fiqh dapat dikategorikan ke dalam dua tujuan, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan mempelajari ushul fiqih adalah untuk
mengetahui dan dapat menggunakan cara-cara beristinbath dengan menerapkan kaidah-
kaidah ushuliyyah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang tafshily agar hukum syara’
diketahui dengan baik, baik dengan jalan yakin ataupun dengan jalan zhann.

Adapun secara khusus, dengan mempelajari ushul fiqih, kita dapat mengembalikan
masalah-masalah cabang kepada asalnya (muttabi’). Dengan kata lain, mengikuti pendapat
orang lain dengan mengetahui dasar-dasarnya dan cara pengambilannya. Untuk mencapai
tujuan umum tersebut di atas, sesungguhnya pendekatan linguistik saja tidaklah cukup,
padahal kitab-kitab ushul fiqih pada umumnya diwarnai oleh pendekatan linguistik ini
dimana dibicarakan secara panjang lebar tentang amr, nahyiy,’am, khash, muthlaq,
muqayyad, dan sebagainya.

Adapun tujuan utama mempelajari ushul fiqh ialah, untuk menerapkan kaidah-
kaidah ushul fiqh pada dalil-dalil syara’, baik Alquran maupun sunnah sehingga
menghasilkan hukum-hukum syara’.

Keberhasilan seorang ulama menerapkan ilmu ushul fiqh untuk menghasilkan


hukum-hukum syara’ itu sendiri mengandung tiga kemungkinan sebagai berikut.

Kemungkinan pertama, hukum-hukum yang dihasilkan itu pada hakikatnya


merupakan pengulangan dari apa yang telah dihasilkan para ulama mujtahij terdahulu.
Dalam hal ini, penerapan ilmu ushul fiqh yang dilaksanakan mengandung makna,
memahami cara-cara menemukan hukum melalui ushul fiqh yang di praktikkan para ulama
mujtahid yang lalu.

Kemungkinan kedua, dengan menerapkan ilmu ushul fiqh, dapat menghasilkan


hukum-hukum yang berbeda dengan apa yang ditemukan ulama terdahulu. Kemungkinan
ini dapat terjadi, disebabkan adanya perbedaan waktu atau tempat atau keadaan dari
peristiwa hukum yang terjadi pada masa ulama yang dahulu dengan waktu atau tempat
atau keadaan yang dialami sekarang ini. Dengan demikian, meskipun secara sepintas
terlihat bahwa peristiwanya sama, tetapi hukum yang dihasilkan dapat berbeda.

Kemungkinan ketiga, hukum-hukum yang dihasilkan itu sama sekali baru, dan
belum pernah dihasilkan oleh para mujtahid terdahulu. Dalam konteks ini, ushul fiqh
digunakan untuk menjawab persoalan hukum atas peristiwa-peristiwa yang baru muncul
dewasa ini, di mana pada masa lalu belum pernah terjadi peristiwanya, sehingga terhadap
peristiwa itu tidak ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh warisan para ulama
sebelumnya. Misalnya hukum-hukum fiqh yang berkaitan dengan kedokteran, ekonomi,
dan politik.

Disamping tiga kemungkinan diatas, maka dengan mempelajari ilmu ushul fiqh, kita
dapat pula menggunakan ushul fiqh sebagai alat untuk melakukan perbandingan terhadap

10
hukum-hukum fiqh yang telah ada. Pada gilirannya langkah ini di anggap paling kuat dan
relevan dengan kebuthan hukum masa kini.

Menurut Khudhari Bek (1994:15) dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan
ushul fiqih sebagai berikut :

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar


mampu menggali hukum syara’ secara tepat.

2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui


bermetode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat
memecahkan berbagai persoalan baru yang muncul.

3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil


hukum. Ushul fiqih menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.

4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang
mereka gunakan.

5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat
melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya.

Kemudian Abdul Wahab Kallaf berpendapat bahwa tujuan yang hendak di capai
oleh ilmu ushul fiqh adalah penerapan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya
kepada dalil-dalil tafshili untuk sampai kepada hukum syariat yang ditunjuk oleh dalil-
dalil tersebut. Dengan pembahasan dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam ilmu ini dapat
dipahami teks syariat dan dari padanya juga juga dapat diketahui hukum-hukum, dan lain
sebagainya. Ilmu ini juga memberi petunjuk tentang pengambilan dalil atau sesuatu yang
terkuat dari dua dalil yang bertentangan. Ilmu ini pun juga membicarakan metode
penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau tindakan yang secara pasti tidak
ditemui nashnya, yaitu dengan jalan qiyas, istishab, dan lain sebagainya.

Ilmu ushul fiqh memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang sistem hukum dan
metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan ilmu ushul fiqh, diharap umat Islam
terhindar dari taqlid, ikut pendapat orang lain tanpa mengetahui alasan-alasannya.

11
4. PERBEDAAN ANTARA USHUL FIQH DENGAN
FIQH
Dari ta’rif fiqih dan ushul fiqh diatas maka dapat disimpulkan bahwa fiqh itu
adalah mempelajari dan mengetahui hukum-hukum syari’at agama islam, sedangkan
ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan
perbuatan-perbuatan manusia yang di kehendaki oleh fiqih.

Ushul fiqh merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan
objeknya selalu dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang
di beri status hukum. Walaupun ada titik kesamaan yaitu keduanya merujuk kepada
dalil, namun konsentrasinya berbeda, yaitu ushul fiqh memandang dalil dari sisi cara
penunjukan atas suatu ketentuan suatu hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya
sebagai rujukannya.

Ilmu fiqh adalah merupakan hasil produk dari ushul fiqh. Ilmu fiqh berkembang
karena berkembangnya ilmu ushul fiqh. Ilmu fiqh akan bertambah maju manakala ilmu
ushul fiqh mengalami kemajuan, karena ilmu ushul fiqh adalah semacam ilmu alat yang
menjelaskan metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan dalil-dalil terperinci.

Dan dalam ilmu fiqh dikenal istilah ushul fiqh dan kaidah fiqh. Dua istilah ini
sebenarnya merupakan dua istilah yang berbeda. Baik secara definisi maupun
penggunaannya dalam menetapkan hukum – hukum fiqh. Kaidah fiqh merupakan
aturan yang bersifat umum dalam masalah fiqh, yang dapat diterapkan pada beberapa
masalah fiqh.

Sementara ushul fiqh merupakan kaidah yang menjelaskan tentang metode


pengambilan hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil – dalil syar’i
yang ada. Dengan mempelajari ushul fiqh, maka para ahlu fiqh bisa mengetahui dalil
dan hukum Allah terhadap suatu urusan yang memerlukan penanganan hukum. Dengan
begitu, penyalah gunaan dalil dapat dihindari.

Untuk membedakan antara objek kajian limu ushul fiqh dan ilmu fiqh, bahwa
pada hakikatnya, kedua-duanya menjadi objek kajian para ulama dan sama-sama
berbicara tentang hukum. Apabila yang dibahas adalah tentang dalil-dalil hukum syara’
(Alquran, sunnah, dan al-ijma’ al-qiyas dan lain-lain), atau tentang prinsip-prinsip
hukum yang bersifat umum yang berkaitan dengan kemudaratan, atau tentang macam-
macam hukum taklifi, atau tentang kaidah-kaidah yang berkaitan dengan bentuk
perintah dan larangan syara’, yang semua itu dibahas dari berbagai dalil secara umum,
maka ia merupakan objek kajian ushul fiqh.

Sebaliknya, jika yang dibahas adalah menggali hukum (istinbath) hukum syara’
yang bersifat spesifik dari dalil-dali syara’, berdasarkan kaidah-kaidah hukum, maka ia
merupakan objek kajian fiqh. Dengan kata lain, objek kajian ushul fiqh adalah
pembahasan kaidah-kaidah hukum yang bersifat teoretis dan umum, sedangkan objek

12
kajian fiqh adalah penerapan kaidah-kaidah umum secara praktis untuk menghasilkan
hukum-hukum fiqh yang bersifat parsial (juz’i, specific). Dengan demikian,
pembahasan ushul fiqh maupun fiqh, dapat dilakukan oleh ulama ushul fiqh dan fiqh
secara sendiri-sendiri, tetapi dapat pula dilakukan oleh ualam yamg sama. Dalam
praktiknya, kedua objek kajian ilmu ini selalu dibahas olh ulama yang sama, karena ia
adalah seorang yang ahli dalam ilmu fiqh, sekaligus juga ahli dalam bidang ilmu ushul
fiqh.

Ada beberapa perbedaan dasar antara ushul fiqh dengan kaidah fiqh, berikut ini
beberapa di antaranya:

A. Masa Kedatangannya Dibandingkan Dengan Fiqh


Ushul fiqh mempelajari mengapa suatu hukum fiqh bisa hadir. Dengan kata
lain, ushul fiqh selalu datang lebih dulu dibandingkan dengan fiqh-nya. Dengan
diketahuinya ushul fiqh, maka seorang mujtahid bisa mengeluarkan hukum fiqh dari
dalil. Baik yang berasal dari al-Quran maupun Sunnah.
Kaidah fiqh datang setelah fiqh. Karena, kaidah fiqh telah disusun dengan
mengelompokkan beberapa masalah fiqh yang ada dalam satu aturan yang universal.

B. Penerapan Kepada Kasus


Ushul fiqh harus dipelajari dan dipahami lebih dulu. Sehingga tidak bisa
diterapkan langsung ke kasus yang ada. Sedangkan, kaidah fiqh dapat diterapkan
langsung ke suatu kasus yang sesuai.

C. Keberadaan Perantara
Sebelum digunakan sebagai hukum fiqh, ushul fiqh perlu melalui perantara
terlebih dahulu. Sedangkan kaidah fiqh bisa menghasilkan hukum fiqh secara langsung
tanpa harus melalui perantara.

D. Contoh Kasus Ushul Fiqh dan Kaidah Fiqh


Dalam ushul fiqh, terdapat sebuah kaidah yang menyebutkan bahwa “Setiap
kalimat larangan menunjukkan hukum tidak sahnya perbuatan yang dilarang.” Adanya
kaidah ini dalam ushul fiqh tidak dapat digunakan untuk menetapkan bahwa hukum
akad asuransi adalah tidak sah. Diperlukan perantara lain terlebih dahulu untuk
menetapkan sah atau tidaknya hukum akad asuransi.

13
Di sisi lain, kaidah fiqh juga memiliki kaidah yang mirip, dimana kaidah
tersebut mengatakan bahwa, “Hal – hal yang mendatangkan mudharat harus
dihapuskan.” Dari kaidah ini, maka para ahli fiqh bisa mengambil hukum bahwa boleh
memaksa penjual untuk menerima kembali barang cacat yang dijualnya. Dalam hal ini,
hukum tersebut dinamakan sebagai khiyar aib.

Ilmu ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam-macam


ketentuan dan kaidah, sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus
diamalkan manusia.

Contoh lainnya tentang perintah mengerjakan sholat berdasarkan Al-


Qur’an dan Assunnah. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 78 :

‫سق ٱلهيْل َوقُ ْر َءانَ ْٱلفَجْر ۖ إ هن قُ ْر َءانَ ْٱلفَجْر َكانَ َم ْش ُهوداا‬ ‫أَقم ٱل ه‬
‫صلَ ٰوةَ لدُلُوك ٱل ه‬
َ ‫ش ْمس إلَ ٰى‬
َ ‫غ‬

Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap


malam dan (dirikanlah pula) shalat subuh, Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

Sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬

Artinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”.( H.R.


Muttafaqun alaihi )

Dari firman Allah dan hadits Nabi diatas belum dapat diketahui, apakah
hukumnya mengerjakan shalat itu, wajib/sunat. Dalam masalah ini ushul fiqih
memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib, terkecuali
adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumnya yang asli itu
Itulah beberapa penjelasan mengenai perbedaan ushul fiqh dengan kaidah fiqh.
Meskipun sekilas keduanya terlihat mirip, namun ada perbedaan mendasar di antara
dua hal tersebut. Mulai dari definisi, waktu kedatangannya, penerapan atas kasus,
hingga kebutuhan adanya perantara.
Mempelajari ushul fiqh dan kaidah fiqh tentu saja tidak cukup jika hanya dalam
waktu dan tulisan yang singkat saja. Karena itu, penting bagi seorang muslim untuk
terus mempelajari berbagai cabang ilmu agama. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi
seorang muslim untuk mengetahui mana yang benar dan salah dalam hukum agama.
Mempelajari dua hal tersebut juga membantu seorang muslim agar tidak salah dalam
memahami dalil dan hukum Islam yang ditemui.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ushul fiqih mempunyai pengertian “landasan” berarti dalil-dalil fiqih, seperti Al-
Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain. Fiqih berarti pemahaman yang mendalam
yang membutuhkan pengarahan potensi akal.

Objek Kajian Ushul Fiqih Berdasarkan defenisi-defenisi yang telah dikemukakan


sebelumnya, dapat dipahami Ushulfiqih terdiri atas dua pembahasan utama, yaitu :
dalil-dalil syara’ (Alquran dan Assunnah) dan hukum-hukum syara’ (al-ahkam)

Tujuan dan urgensi ushul fiqih adalah untuk menerapkan kaidah ushulfiqih pada
dalil-dalil syara’ baik Alquran maupun Assunnah sehingga menghasilkan hukum-
hukum syara’.

Perbedaan fiqih dengan ushulfiqih, ushulfiqih pada hakikatnya merupakan alat


untuk menggali hukum fiqih. Jadi jika dianalogikan dalam suatu proses produksi maka
ushulfiqih merupakan mesin produksi, sementara fiqih adalah barang hasil produksi
tersebut.

B. SARAN
Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya harapkan saran dari
pembaca agar kedepannya dapat menyempurnakan makalah ini. Agar dapat
memberikan informasi dan tambahan belajar yang dapat diterima dengan baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alhasanah,mts.2020. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Kaidah Fiqh. Dari sumber


https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/perbedaan-ushul-fiqh-dengan-kaidah-fiqh.hltm, ,
Diakses 02 februari, 2021

Dahlan, Rahman.2011. Ushul Fiqih Jakarta : Amzah.

Djazuli, Ilmu Fiqih, Penggalian, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2005). A. Syafi’I Karim, Fiqih dan Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1997). Al-Syaukani,
Muhammad bin Ali bin Muhammad, Irsyad Al Fukhl Ila Tahqiq Al-Haq Min Ilmu Al-Ushul,
(Surabaya: Syirkah Multabaroh Ahmad bin Nabhan, t.th). Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulil
Fiqh, (Majlis Ala Al-Indunisi lid Da’watil islamiyah, (Jakarta: 1972).

Mushlihin.2013. Definisi ushul fiqh.dari sumber


https://www.referensimakalah.com/2013/01/definisi-ushul-fiqh.html, Diakses 02 februari,
2021

Nasehah,Daratun. 2016. Makalah Ushul Fiqh. Dari sumber http://makalah-tujuan-


mempelajari-ushul-fiqh.blogspot.com/2016/10/makalah-ushul-fiqh.html. diakses 02 februari,
2021.

rizkala, adam. 2019.”pengertian ushul fiqhi”,


https://www.nasehatquran.com/2019/05/pengertian-ushul-fiqh.html, diakses pada 02 februari
2021 pukul 22.41.

Syafe’i, Rahmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih Cetakan IV. Bandung : Pustaka Setia.

Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqih Jilid I. Jakarta : Kencana.

16

Anda mungkin juga menyukai