Npm : 115019063
Prodi : kesmas/4
3 contoh kasus pelanggaran etika dank ode etik kesehatan serta analisis ke dalam undang-
undang kesehatan
Polisi menyelidiki kasus meninggalnya bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) karena
diduga tak ditangani tepat waktu di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. Polisi
mengatakan Pasal 190 UU Kesehatan Nomor 36/2009 tentang Kesehatan akan dikenakan jika
terbukti ada unsur pidana dalam kasus tersebut.
"Pasal 190 UU Kesehatan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di
Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta (12/9/2017).
Argo menerangkan saat ini pihaknya masih berada di lapangan untuk mengumpulkan
sejumlah bukti dan keterangan. Polisi juga akan meminta klarifikasi dari pihak rumah sakit
"Bayi Debora, yang ada di Jakarta Barat, jadi dengan adanya informasi di media sosial
berkaitan dengan kasus itu, kemudian Polda Metro Jaya, yaitu Ditkrimsus, melakukan
penyelidikan. Dan sampai saat ini mencari klarifikasi dari beberapa pihak," terangnya.
Dalam Pasal 190 UU Kesehatan tersebut, ada dua ayat yang menyatakan terkait sanksi pidana
bagi pihak rumah sakit yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama pada
pasien dalam keadaan darurat. Ada hukuman penjara dan denda bagi pihak yang melanggar
ketentuan dalam UU tersebut.
Pasal 190
(1). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (knv/jbr)
Kronologi
Setelah dianggap cukup bukti, akhirnya hakim memutuskan menolak permohonan pemohon.
( 5 Fakta Kasus Perawat Lampung Utara Jumraini yang Ditahan karena Obati Warga
Tertusuk Paku, Kamis, 3 Oktober 2019 18:22) , dengan demikian proses hukum berlanjut di
PN Lampung Utara, untuk persidangan selanjutnya. Sidang perdana, Selasa 8 Oktober 2019
sekitar pukul 13.20 WIB, dipimpin oleh hakim Ketua Eva M.T Pasaribu, dengan Anggota
Rika Semula dan Suhadi Putra Wijaya. Sebagai Jaksa penuntut umum Dian Fatmawati dan
Budiawan. Sedangkan kuasa hukum terdakwa, diwakili Candra Septimaulidar dan Jasmen
Nadeak. Fatmawati dalam membacakan dakwaannya, Jumraini didakwa karena lalai
melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Alex yang menyebabkan meninggal dunia.
(Breaking News: https://lampung.tribunnews.com/2019/10/08/breaking-news-sidang-sempat-
molor-inidakwaan-jaksa-terhadap-perawat-jumraini, 30/10/2019) Jaksa penuntut mendakwa
bahwa Jumraini melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian. ”Perbuatan
terdakwa JUMRAINI A.Md.Kep Binti FUAD AGUS SOFRAN sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 84 ayat (2) dan pasal 86 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan yang ancaman hukumannya paling lama lima tahun penjara. Selain
itu juga didakwa melanggar Pasal 46 ayat (1)”. (Breaking News:
https://lampung.tribunnews.com/2019/10/08/breaking-news-sidang-sempat-molor-
inidakwaan-jaksa-terhadap-perawat-jumraini, 30/10/2019). Berdasarkan penjelasan kasus
tersebut dapat disimpulkan bahwa Alex dan Arena mengunjungi rumah Jumraini meminta
bantuan untuk melakukan perawatan luka pada kaki Alex, terkena paku di kandang ayam
beberapa waktu. Jumraini menyarankan untuk dibawa ke RS, namun Arena memaksa
Jumraini untuk memberi pertolongan. Hal ini disebabkan keluarga Alex tidak memiliki biaya
untuk ke RS. Akhirnya Jumraini mau memberi pertolongan dan tetap menyarakan untuk
dibawa ke RS. Tanggal 21 Desember 2018, Alex masuk RSUD Riyacudu Kotabumi, karena
lukanya sudah parah, akhirnya meninggal dunia sekitar 16.00 WIB. Beberapa saat kemudian
keluarga merasa kematian Alex disebakan oleh pelayanan Jumraini yang buruk, akhirnya
dengan bantuan Samsi Eka Putra, melakukan pengaduan ke Polres Lampung Utara,
selanjutnya diproses dan disidangkan di PN Lampung Utara. Jaksa menuntut Jumraini
melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian.
”Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam sebagaimana Pasal 84 ayat (2) dan pasal 86 ayat
1 UU RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, ancaman hukumannya paling lama
lima tahun penjara." Selain itu juga didakwa melanggar Pasal 46 ayat (1) Kasus tersebut
menarik untuk dibahas
3. KASUS PRITA MULYASARI VS RS OMNI INTERNASIONAL
7 Agustus 2008, 20:30 Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan
panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal
200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi
suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah. 8 Agustus 2008 Ada revisi hasil lab
semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat,
tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan
suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
Kronologi
9 Agustus 2008 Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena
virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya
Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga
bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi. 10 Agustus
2008 Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab
terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008 Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita
memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang
menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi
yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab
thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak
diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita
dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008 Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan
pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan
judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis
dan forum online. 30 Agustus 2008 Prita mengirimkan isi emailnya ke „Surat Pembaca
Detik.com‟ 5 September 2008 RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse
Kriminal Khusus
13 Mei 2009 Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga
dilaporkan oleh Omni. 2 Juni 2009 Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009.
Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang. 3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA
membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali
dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. 4 Juni 2009 Sidang pertama
kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.
TINJAUAN KASUS
b. Berdasarkan Kode Etik Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus
senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”.
Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang
proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal
7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakannya, dokter harus betujuan untuk
memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.
c. Berdasarkan Undang-Undang
Pasal 14 Permenkes no. 749a/1989 tentang tujuan dan fungsi rekam medis yaitu sebagai dasar
pelayanan kesehatan dan pengobatan, pembuktian hukum, penelitian dan pendidikan, dasar
pembiayaan pelayanan kesehatan, dan statistik kesehatan. Maka rekam medis harus dibuat
relevan, kronologis dan orisinil. Data yang diberikan haruslah berupa data yang sebenarnya
dan bukan karangan semata.
Dalam kasus ini, telah terjadi pemalsuan data tentang kondisi pasien sesuai dengan
pengakuan dari pasien atau si penderita hal tersebut dinilai telah melanggar hukum
adminitrasi, karena data yang dilaporkan dalam rekam medis pasien adalah fiktif dan tidak
sesuai dengan kenyataannya, bersamaan dengan itu juga tenaga perawatan dinilai telah lalai
dari kewajibannya dalam menyediakan rekam medis pasien. Dari kasus Prita ini, sangat jelas
adanya pelanggaran kode Etik oleh serang dokter dan petugas kesehatan yang terkait, seperti
perawat dan bagian administrasinya pada Rumah sakit OMNI Internasional.