Anda di halaman 1dari 6

APRESIASI KARYA SASTRA ANGKATAN 1966

DENGAN NOVEL “PINGKAN MELIPAT JARAK”

KARYA SASTRAWAN SAPARDI DJOKO DAMONO

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sastra Indonesia

Disusun Oleh

Arga Bangun Nusantara 1950800012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA

2020
Latar Belakang

apresiasi sastra adalah kegiatan membaca karya sastra disertai dengan penghayatan yang
sungguh-sungguh hingga menimbulkan penghargaan yang baik terhadapnya dan
menimbulkan pemahaman terhadap nilai-nilai berupa pesan-pesan moral yang terkandung di
dalamnya. Termasuk dalam hal ini adalah kepekaan perasaan dan kepedulian akan nilai-nilai
kehidupan terutama kemanusiaan sehingga memiliki bukan saja simpati melainkan empati
dan toleransi terhadap sesama manusia.

Menurut Roestam Effendi dkk.(1998), “Apreasisi adalah kegiatan mengakrabi karya sastra
secara sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi tersebut terjadi proses pengenalan,
pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu penerapan. Pengenalan terhadap karya
sastra dapat dilakukan melalui membaca, mendengar, dan menonton. Kesungguhan dalam
kegiatan tersebut akan menuju tingkat pemahaman. Pemahaman terhadap karya sastra akan
membuat penghayatan. Indikator yang dapat dilihat setelah menghayati karya sastra adalah
jika bacaan, dengaran, atau tontonan sedih ia akan ikut sedih, jika gembira ia ikut gembira,
begitu seterusnya. Hal itu terjadi seolah-olah ia melihat, mendengar, dan merasakan dari yang
dibacanya. Ia benar-benar terlibat dengan karya sastra yang digeluti atau diakrabinya.

Rumusan Masalah

1. Sinopsis Novel Pingkan Melipat Jarak

2. Unsur Intrinsik Novel Pingkan Melipat Jarak

3. Unsur Ekstrinsik Novel Pingkan Melipat Jarak


Karakteristik Sastra Angkatan 1966:

1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)

2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita.

3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian


yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan.

4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam
politik pemerintahan lebih banyak mengemuka.

5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi.

6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang
banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.

Apresiasi Novel Pingkan Melipat Jarak

Pingkan Melipat Jarak adalah novel kedua dari trilogi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono yaang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2017, mengambil sudut
pandang seorang Pingkan. Bagaimana Pingkan harus bergelut dengan jiwa dan pikirannya
sendiri di saat Sarwono yang padahal sebentar detik saja akan menjadi pendampingnya tetapi
dinyatakan koma. Sekelabat waktu saja, Sarwono tak lagi berbicara pada Pingkan dengan
bahasa sastranya yang khas. Pingkan dihantui rindu akan semua hal tentang Sarwono.

1. Sinopsis

Katsuo, Bu Pelenkahu, Cicak dan Sarwono. Pingkan lebih memilih cicak dan tentu saja
Sarwono, karena Sarwono pasti mendengar cicak. Bu Pelenkahu memberi isyarat bahwa
Pingkan agak terganggu jiwanya, dan Toar, kakak Pingkan memutuskan untuk masuk ke
dalam kubangan yang diciptakan oleh cinta atau kasih sayang atau apalah namanya antara
kedua orang muda itu.

Kisah masa lalu saat Pingkan bersama Sarwono pun banyak ditunjukan dan antara Pingkan
serta Katsuo yang ternyata tidak seperti apa yang ditampakan, ada beberapa pernyataan
dalam batin Pingkan bahwa ia tahu bahwa Katsuo mencintainya dan ia tahu bahwa Sarwono
mencurigainya selama ini. Dan ia pernah berpikir, seandainya ia tidak pernah bertemu
Sarwono, mungkin... Kalimat yang tidak pernah bisa diselesaikannya, tidak pernah ada
keinginan untuk melengkapinya. Ia beriman pada takdir, yang tidak mengenal seandainya.

Dan akhirnya semua tidak sekedar “hanya” terutama kalau akhirnya berkembang menjadi
rangkaian peristiwa yang bisa diterima sebagai petunjuk bahwa nasib sebenarnya ada di
tangan manusia, dan pengandaian merupakan bagian yang bisa saja menjadi semacam
pembenaran atas apa yang terjadi. Yang harus terjadi. Yang sudah terjadi. Bahkan yang akan
terjadi. Seandainya Pingkan dipisahkan saja dari Sarwono, apa yang bisa terjadi, apa yang
akan terjadi, atau apa yang terjadi? Sesuatu tentu akan terjadi. Atas siapa? Pingkan?
Sarwono? Dimana Katsuo harus ditempatkan dalam pengandaian serupa itu?
2. Unsur Intrinsik

Tema: Percintaan

Latar/Setting:

Tempat: Kamar Pingkan, Kamar mandi, Beranda rumah, Kamar Bu Pelenkahu, Rumah
Keluarga Sarwono, Rumah Sakit, Kamar Sarwono, Hotel

Waktu: Malam hari, Pagi hari, Malam hari

Suasana: Sedih, gelisah, khawatir, cemas

Alur: Maju

Sudut pandang: Orang pertama pelaku utama dan orang ketiga serba tahu

Tokoh dan Penokoahan:

Pingkan Mandiri, Pintar, Ramah, Baik Hati, Tegar


Sarwono Pintar, Mandiri, Perhatian
Katsuo Cerdas, Simpatik, Penyayang
Toar Tanggung jawab, Penyayang
Benny Rasa Ingin Tahu, Tidak Mudsh Terpengsruh
Pak Hadi Tegas, Simpatik
Bu Hadi Ramah, Penyayang
Bu Pelenkahu Penyayang, Perhatian, Ramah
3. Unsur Ekstrinsik:

Kepengarangan:

Sapardi Djoko Damono adalah seorang Sastrawan Indonesia, pernah menempuh pendidikan
di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurusan Sastra
Inggris. Dia pernah memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii,
Amerika Serikat, tahun 1970—1971. Tahun 1989 Sapardi Djoko Damono memperoleh gelar
doktor dalam ilmu sastra dengan disertasi yang berjudul "Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah
Fungsi, Isi, dan Struktur". Tahun 1995 ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra,
Universitas Indonesia.

Sebagai pakar sastra, Sapardi menulis beberapa buku yang sangat penting, yaitu (1) Sosiologi
Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978), (2) Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang
(1979), (3) Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999), (4) Novel Jawa Tahun
1950-an:Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur (1996), (5) Politik, Ideologi, dan Sastra Hibrida
(1999), (6) Sihir Rendra: Permainan Makna (1999) dan Puisi Indonesia Sebelum
Kemerdekaan: Sebuah Catatan Awal.

Sapardi menerjemahkan beberapa karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Hasil
terjemahan tersebut antara lain Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and the Sea, Hemingway),
Daisy Manis (Daisy Milles, Henry James), Puisi Brasilia Modern, George Siferis, Sepilihan
Sajak, Puisi Cina Klasik, Puisi Klasik, Shakuntala, Dimensi Mistik dalam Islam karya
Annemarie Schimmel , Afrika yang Resah (Song of Lowino dan Song of Ocol oleh Okot
p'Bitek), Duka Cita bagi Elektra (Mourning Becomes Electra oleh Eugene O'Neill), Amarah I
dan II (The Grapes of Wrath, John Steinbeck), dan sebagainya.

Sapardi juga banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1978, Ia menerima Cultural Award
dari Australia, Anugerah Puisi Putra dari Malaysia tahun 1983, Mataram Award tahun 1985,
tahun 1986 ia memperoleh anugerah SEA Write Award, Anugerah Seni dari Pemerintah
Indonesia tahun 1990, Kalyana Kretya tahun 1996 dari Menristek RI, dan Penghargaan
Achmad Bakrie pada tahun 2003.

Nilai Moral:

Bahwa dalam hal kisah percintaan dan persahabatan keduanya saling melengkapi. Kesetiaan
dan seberapa besar rasa cinta seseorang dapat diukur dari bagaimana sikap dan pengorbanan
seseorang itu ketika kekasihnya sedang ditimpa musibah.

Mengajarkan bagaimana kita menghargai segala perbedaan, bahwa kebahagian itu tidaklah
mutlak namun kita harus mempunyai pendirian yang tetap. Mencintai tak harus mewah,
mencintai dengan cara sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
yang menjadikan abu. Dalam hidup kasih sayang mengungguli segalanya menembus apapun
yang tak dapat dipahami dalam metode dan pendekatan apapun.

Nilai Sosial:

Persahabatan lebih berharga dari segalanya, ketika kita dalam keadaan susah sahabatlah yang
setia menemani kita sampai masalah yang kita hadapi selesai.
Simpulan

Pingkan Melipat Jarak adalah novel kedua dari trilogi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko
Damono yaang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2017, mengambil sudut
pandang seorang Pingkan. Bagaimana Pingkan harus bergelut dengan jiwa dan pikirannya
sendiri di saat Sarwono yang padahal sebentar detik saja akan menjadi pendampingnya tetapi
dinyatakan koma. Sekelabat waktu saja, Sarwono tak lagi berbicara pada Pingkan dengan
bahasa sastranya yang khas. Pingkan dihantui rindu akan semua hal tentang Sarwono.

Bahasa dalam novel ini banyak mengandung unsur bahasa jawa dan bahasanya mengandung
bait-bait puisi.

Anda mungkin juga menyukai