Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu

yang berguna sebagai referensi penulis. Untuk membahas mengenai penelitian

penulis tentang efektivitas program berbasis e-government dirasakan perlu adanya

suatu perbandingan dengan penelitian lain yang terkait dengan fenomena atau

fokus penelitian yang sama dalam sudut pandang yang berbeda sehingga dapat

membantu penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Penelitian yang pertama yaitu penelitian berupa skripsi dari Yogy Trio

Mulya yang merupakan mahasiswa Program Studi Administrasi Publik

Universitas Padjadjaran. Skripsi dengan judul Efektivitas Program Berbasis E-

Government di UPT Pengaduan Masyarakat Kota Bandung (Studi Pada Program

LAPOR! (LAYANAN ASPIRASI DAN PENGADUAN ONLINE RAKYAT))

membahas mengenai permasalahan dalam program LAPOR! (Layanan Aspirasi

dan Pengaduan Online Rakyat) yang dilaksanakan pemerintah Kota Bandung

sehingga program LAPOR! menjadi tidak efektif dalam mencapai tujuannya.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan

melakukan studi pustaka, studi lapangan secara observasi non-partisipan dan

wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan teori

dari Nugroho (2011) mengenai lima aspek efektivitas kebijakan yaitu tepat
kebijakan, tepat pelaksana, tepat target, tepat lingkungan, dan tepat proses. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa program LAPOR! belum dilaksanakan

secara efektif karena kontribusi dari pihak pelaksana dan pengelola program

dinilai belum terlalu memuaskan sehingga pengaduan yang diberikan masyarakat

mendapatkan respon dalam jangka waktu yang lama.

Alasan penelitian yang dilakukan oleh Yogy Trio Mulya dijadikan sebagai

referensi dalam penelitian penulis karena memiliki persamaan dengan penelitian

penulis yaitu persamaan dalam fokus penelitian tentang efektivitas program

berbasis e-government yang bergerak dalam bidang pengaduan masyarakat.

Adapun perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu perbedaan pada lokus

penelitian, teori yang digunakan serta metode penelitian. Penelitian dari Yogy

Trio Mulya menggunakan teori dari Nugroho (2011) sedangkan penulis

menggunakan teori dari DeLone dan McLean (2003). Metode penelitian Yogy

Trio Mulya menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif sedangkan

penelitian penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Selanjutnya penelitian yang penulis jadikan referensi merupakan

penelitian berupa Skripsi dari Alfisyahrin mahasiswa Program Studi Administrasi

Publik Universitas Padjadjaran. Penelitian yang berjudul Efektivitas E-

Government Pada Aplikasi KIOS 3 In 1 di Balai Besar Pengembangan Latihan

Kerja Dalam Negeri (BBPLKDN) Bandung ini membahas mengenai aplikasi Kios

3 in 1 yang berjalan masih tidak efektif karena perbandingan antara jumlah

pelatihan yang tidak sebanding dengan jumlah penempatan ataupun lowongan

kerja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik


pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan observasi serta wawancara.

Teori yang digunakan ialah teori dari Xuetao Guo dan Jie Lu yang mengatakan

bahwa efektifitas e-government dapat dilihat melalui beberapa aspek yaitu aspek

kualitas sistem, aspek kualitas informasi, aspek kualitas kehadiran website, aspek

kualitas tampilan web, aspek kepuasan pengguna internal dan aspek kepuasan

pengguna eksternal.

Penelitian dari Alfisyahrin menjadi referensi penulis dalam melakukan

penelitian ini dikarenakan memiliki fokus kajian yang sama yaitu mengenai

efektivitas e-government dan memberikan referensi mengenai kualitas e-

government yang baik. Perbedaan penelitian Alfisyahrin dengan penelitian penulis

yaitu terletak pada teori yang digunakan serta pada metode yang digunakan.

Penelitian Alfisyahrin menggunakan teori dari Xuetao Guo dan Jie Lu sedangkan

penelitian penulis menggunakan teori dari DeLone dan Mc Lean (2003). Metode

penelitian yang digunakan oleh Alfisyahrin ialah metode penelitian kualitatif

deskriptif sedangkan penelitian penulis menggunakan metode penelitian

kuantitatif.

Penelitian ketiga yang penulis gunakan sebagai referensi merupakan

penelitian berupa Skripsi dari L B Ciputri D E E Hutabarat mahasiswa Program

Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Padjadjaran. Penelitian yang berjudul Efektivitas Sistem Informasi Manajemen

Pada Pelayanan Paspor Online di Kantor Imigrasi Klas I Bandung membahas

mengenai fenomena paspor online yang dilaksanakan oleh Kantor Imigrasi Klas I
Bandung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik

studi kepustakaan, studi lapangan, observasi dan wawancara.

Penulis menggunakan penelitian yang dilakukan oleh L B Ciputri D E E

Hutabarat sebagai referensi dalam penelitian penulis karena memiliki kesamaan

dalam fokus penelitian yaitu mengenai efektivitas dan juga sebagai referensi

untuk teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Teori tersebut merupakan

teori dari DeLone dan McLean yang melihat efektivitas dari kualitas informasi,

kualitas sistem di dalam pelayanan menggunakan media online.

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh L B Ciputri D E E

Hutabarat dengan penelitian penulis adalah terletak pada lokus penelitian dan

pada metode penelitian. Objek penelitian dalam penelitian penulis adalah pada

Program Pesan Singkat Penduduk (Pesduk) Kota Cimahi sedangkan penelitian L

B Ciputri D E E Hutabarat meneliti tentang paspor online. Metode penelitian yang

digunakan penulis dengan L B Ciputri D E E Hutabarat menggunakan metode

yang berbeda. Penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif sedangkan L B

Ciputri D E E Hutabarat menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode

penelitian kuantitatif digunakan oleh penulis untuk mencegah terjadinya bias dan

memiliki hasil yang lebih pasti (berupa angka-angka).

Selanjutnya penulis menggunakan penelitian berupa Jurnal dari Bharat

Maheshwari, Vinod Kumar, Uma Kumar dan Vedmani Sharan yang merupakan

mahasiswa dari dua universitas berbeda yaitu University of Windsor dan Carleton

University, Canada. Jurnal yang berjudul E-Government Portal Effectiveness :

Managerial Considerations for Design and Development membahas tentang


framework yang dibuat untuk menciptakan e-government yang lebih efektif.

Pembentukan kerangka e-government dibuat dengan mengacu pada berbagai

literatur.

Jurnal dari Bharat Maheshwari, Vinod Kumar, Uma Kumar dan Vedmani

Sharan dijadikan sebagai referensi oleh penulis karena di dalam jurnal membahas

fokus penelitian yang sama dengan penelitian penulis yaitu mengenai efektivitas

e-government. Selain itu penelitian ini memiliki delapan faktor kunci yang dapat

dijadikan sebagai pembanding dengan teori yang penulis gunakan yaitu teori dari

DeLone dan McLean (2003). Delapan faktor kunci yang terdapat dalam kerangka

konsep jurnal tersebut adalah service delivery (pemberian pelayanan), customer

orientation (orientasi pelanggan), usability (kegunaan), trusthworthness

(kepercayaan),implementation approach (pendekatan implementasi), governanace

(kepemerintahan), IT architecture (arsitektur informasi dan teknologi), dan

content strategy (strategi konten).

2.2 Tinjauan Konseptual

2.2.1 Hubungan Antara Teknologi, Informasi dan Komunikasi Dengan

Organisasi dan Administrasi Publik

Dinamika perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi

pada era global seperti saat ini telah menyebabkan terjadinya perubahan tata cara

dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi, baik organisasi yang berorientasi

profit maupun organisasi non-profit, khususnya organisasi pemerintah.


Menurut Brucher, Scherngell et al (2003:11) menyatakan bahwa TIK

memberikan pengaruh terhadap tiga aspek organisasi yaitu efisiensi, kualitas dan

transparansi :

1. Efisiensi, terbagi menjadi dua elemen yaitu efisiensi waktu dan efisiensi
biaya. Efisiensi waktu merupakan hasil dari percepatan proses kerja
sebagai hasil dari pengolahan dan pengadaan informasi yang dipercepat.
Sedangkan efisiensi biaya merupakan pemberian manfaat TIK terhadap
peningkatan produktivitas, peningkatan arus kas, biaya operasional lebih
rendah, mengurangi tenaga kerja, meningkatkan kepuasan kerja , kepuasan
klien dan meningkatkan citra organisasi.
2. Kualitas, penggunaan TIK dibandingkan dengan pekerjaan manual akan
memberikan manfaat optimalisasi pengetahuan administrasi, optimalisasi
pemangku kepentingan, dan mengurangi kesalahan dan menciptakan serta
mengubah proses menjadi lebih baru.
3. Transparansi, dengan penggunaan TIK akan meningkatkan transparansi
secara keseluruhan baik dari transparansi biaya, transparansi sumber daya,
dan transparansi kinerja. (Scherngell et al, 2003:11)

Dengan melihat pengaruh penggunaan TIK terhadap organisasi dapat

terlihat bahwa TIK memiliki keterkaitan atau hubungan yang erat terhadap

organisasi, dimana dengan menggunakan TIK dapat memberikan manfaat yang

besar terutama dalam efektivitas, efisiensi, kualitas, dan transparansi pelayanan

yang diberikan oleh suatu organisasi terhadap kliennya.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) juga memiliki keterkaitan

dengan administrasi publik. TIK dalam administrasi publik saat ini sudah mulai

menyerupai dengan TIK dalam bisnis. Sebelumnya TIK dalam administrasi publik

hanya memiliki fungsi dukungan. Sekarang, TIK menjadi kepentingan strategis

yang bergantung pada kompetisi dalam administrasi publik.

Keterkaitan TIK dengan administrasi publik dapat dilihat dari dampak atau

pengaruh yang diberikan TIK kepada administrasi publik. Menurut Philipp


Zimmermann dan Matthias Finger, TIK memiliki dampak dalam administrasi

publik pada beberapa domain yaitu :

1. Domain Hukum : Penggunaan TIK dalam administrasi publik


mengandung implikasi hukum, karena adanya aspek keamanan,
privasi dan kerahasiaan dari pihak-pihak yang terkait.
2. Domain Struktural/Organisasional : TIK memberikan pengaruh
untuk membentuk koordinasi, kontrol dan komunikasi yang baru
dalam mendukung perubahan organisasi. Dengan TIK hierarki
dalam pemerintahan secara bertahap digantikan dari birokrasi
menjadi jaringan.
3. Domain Keuangan : Penggunaan TIK dalam administrasi publik
dapat menghasilkan penggunaan biaya yang lebih rendah dan
efisien.
4. Domain Relasional : Penggunaan TIK menyebabkan terciptanya
redistribusi keterampilan dan kompetensi kalangan internal
(karyawan) dan eksternal (stakeholders) pelaku pemerintahan.
(Zimmermann, P and Finger,M, 2005 : 235-236).

Dengan melihat dampak atau pengaruh dari penggunaan teknologi,

informasi dan komunikasi dalam perkembangan administrasi publik dapat terlihat

bahwa TIK memiliki keterkaitan yang erat dalam segala aspek yang berkaitan

dengan administrasi publik yaitu pada aspek hukum, struktural/organisasional,

keuangan dan relasional. Dengan memanfaatkan TIK dalam kegiatan administrasi

publik dapat membantu terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam mencapai

tujuan negara atau pemerintah.

2.2.2 Konsep Efektivitas

Dalam memastikan pelaksanaan suatu program telah mencapai sasaran dan

tujuan yang direncanakan sebelumnya, maka perlu diadakan evaluasi untuk

meningkatkan mutu kinerja program. Salah satu bentuk evaluasi program adalah

dengan mengukur tingkat efektivitas program. Pengertian mengenai efektivitas


umumnya menekankan pada taraf tercapainya hasil. Hal ini sebagaimana yang

dikatakan oleh Boyne (2006) bahwa “effectiveness refers to the achievement of

formal objectives” (Boyne, G A,. et al, 2006 : 14).

Sedangkan Erridge mengatakan bahwa “effectiveness means achieving the

organization’s objectives, not only in terms of quantity but also quality” (dalam

Bovaird, T and Loffler, E., 2003 : 96). Dari pendapat Erridge tersebut maka

efektivitas dapat dikatakan bukan hanya terfokus pada kuantitas atau (output)

yang dihasilkan oleh suatu program organisasi melainkan menekankan juga pada

kualitas (outcome).

Adapun Franceschini, Galetto dan Maisono mendefinisikan efektivitas

yaitu sebagai :

“Effectiveness means setting the right goals and objectiveness, making


sure they are properly accomplished (doing the right things).
Effectiveness is measures comparing the achieved results with target
objectives. (Efektivitas berarti menetapkan tujuan dan objektivitas yang
tepat, memastikan mereka dicapai dengan benar (melakukan hal yang
benar). Efektivitas diukur dengan membandingkan hasil yang dicapai
dengan tujuan target)” (Franceschini, A., Galetto,M., and Maisono, D.,
2007:5).
Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai efektivitas maka dapat

dikatakan secara umum bahwa efektivitas merupakan tercapainya tujuan dan

sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan terfokus bukan

hanya pada output melainkan juga pada outcome yang diharapkan oleh organisasi.

Adapun untuk melakukan pengukuran efektivitas dilakukan dengan cara

membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan target.


2.2.3 Konsep Program

Program merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam

menciptakan suatu kegiatan pemerintahan. Hal ini karena di dalam program

terdapat berbagai aspek yang berguna dalam pelaksanaan kegiatan yaitu tujuan

yang ingin dicapai, kegiatan apa saja yang direncanakan untuk diambil dalam

mencapai tujuan, berbagai jenis aturan dan prosedur yang harus dipegang sebagai

pedoman dalam implementasi, dan juga terdapat strategi pelaksanaan. Sehingga

dengan adanya program maka akan menciptakan rencana yang lebih mudah untuk

diimplementasikan dan lebih terstruktur atau terorganisir.

Kata program sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu “programe” yang

memiliki arti sebagai acara atau rencana. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, secara konseptual program diartikan sebagai suatu rancangan mengenai

asas serta usaha yang akan dijalankan oleh individu atau kelompok tertentu.

Sedangkan Kultar Singh (2007) memberikan definisi mengenai program ialah

sebagai berikut :

“A programme is a coherent, organized and well-defined plan or


intervention, composed of objectives, activities and means. A programme
has a structured and well-defined goal, which can be broken down into
objectives, activities, and means (Sebuah program adalah suatu rencana
yang koheren, terorganisir dan didefinisikan dengan baik, terdiri dari
tujuan, kegiatan dan sarana. Sebuah program memiliki tujuan yang
terstruktur dan terdefinisi dengan baik, yang dapat dipecah menjadi tujuan,
kegiatan, dan sarana).” (Singh, 2007 : 49-50)
Program dapat diciptakan untuk mencapai berbagai tujuan organisasi. The

Global Alliance for Project Performance Standards (GAPPS) menemukan tiga

tipe dasar dari program yaitu :


1. Multi-Project Programs: berfokus pada pengelolaan beberapa proyek
secara paralel untuk memberikan dukungan yang terkoordinasi untuk
tujuan yang baru.
2. Strategic Programs (Program Strategis): fokus pada pencapaian
perubahan organisasi atau hasil strategis, yang melibatkan banyak
proyek yang berjalan baik secara berurutan dan secara paralel dengan
output awal dan hasil yang mempengaruhi keputusan proyek
selanjutnya; program ini adalah "learning organizations".
3. Operational Programs (Program Operasional) : berfokus pada
meminimalkan dampak negatif, dan mendukung, tujuan berkelanjutan
suatu organisasi. Ukuran kunci keberhasilan adalah anggaran dan juga
yang memiliki dampak pada operasi. (dalam Mosaic Project Services,
2009:8)

2.2.4 Konsep Pelayanan Publik

Dalam ilmu administrasi publik mengajarkan bahwa pemerintahan pada

hakekatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama yaitu fungsi pengaturan dan

fungsi pelayanan (Siagian, 2001:128-129). Fungsi pengaturan dikaitkan dengan

hakekat negara sebagai negara hukum, sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan

dengan hakekat negara sebagai negara kesejahteraan.

Istilah pelayanan sendiri berasal dari kata “layan” yang artinya membantu

dalam menyediakan segala kebutuhan baik berupa barang atau jasa yang

dilakukan oleh satu pihak untuk pihak lain. Berdasarkan Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 definisi dari pelayanan

umum atau pelayanan publik adalah :

Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di


pusat, daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut David McKevitt membahas secara spesifik mengenai

inti pelayanan publik yang menjadi tugas pemerintah dan pemerintah daerah

yaitu :

“Core Public Services may be defined as those services which are


important for the protection and promotion of citizen well-being, but are
in areas where the market is incapable of reaching or even approaching a
socially optimal state; health, education, welfare, and security provide the
most obvious best know example.” (Inti Pelayanan Publik dapat
didefinisikan sebagai layanan-layanan yang penting bagi perlindungan dan
promosi kesejahteraan warga, tetapi di wilayah di mana pasar tidak
mampu mencapai atau bahkan mendekati keadaan yang optimal secara
sosial; kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan keamanan memberikan
contoh terbaik yang paling jelas terbaik). (dalam Hardiyansyah, 2011:12)

Berdasarkan definisi di atas dapat didefinisikan bahwa pelayanan publik

merupakan segala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik

maupun jasa publik yang merupakan tanggung jawab dari pemerintah baik

pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan

Badan Usaha Milik Daerah untuk memenuhi kebutuhan warga sebagai bentuk

perlindungan dan pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan.

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan publik yang baik, diperlukan

penyusunan standar pelayanan publik yang dapat menjadi tolak ukur pelayanan

yang berkualitas. Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi yang berhubungan

dengan barang, jasa, proses, manusia dan lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan. Penilaian terhadap kualitas pelayanan dapat dilihat dari

beberapa sudut pandang, seperti menurut Brown bahwa terdapat beberapa prinsip

pelayanan publik yang bekualitas di mata masyarakat yaitu:

1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang


diinginkan secara tepat.
2. Assurance, yaitu pengetahuan dan kemampuan untuk meyakinkan.
3. Empathy, yaitu tingkat perhatian atau atensi individual yang
diberikan kepada pelanggan.
4. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan
dalam memberikan pelayanan yang tepat.
5. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan kelengkapan serta
penampilan pribadi. (dalam Hardiyansyah, 2011 : 51-52)
Prinsip pelayanan publik dari Brown tersebut lebih menekankan pada

sumber daya manusia di dalam organisasi atau dari setiap aparat pemerintah

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aparat pemerintah dituntut

untuk memiliki kompetensi dan kemampuan tertentu agar pelayanan yang

diberikan dapat menjadin pelayanan yang berkualitas.

2.2.5 Konsep Electronic Government (E-Government)

Saat ini terjadi peningkatan penggunaan teknologi, informasi dan

komunikasi melalui internet secara global dalam reformasi administrasi publik.

Salah satu bentuk reformasi administrasi publik adalah terjadinya transisi dari

government menjadi e-government. Dalam banyak kasus transisi dari government

ke e-government melibatkan peningkatan dan terkadang membutuhkan desain

ulang layanan pemerintah. E-government juga mewujudkan terjadinya pergeseran

paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik. Pergeseran ini

mengakibatkan masyarakat tidak perlu lagi bertemu secara langsung dengan

pemerintah.

Selain itu e-government dapat memberikan manfaat dalam pembangunan

masyarakat jaringan (network society). Hal ini sebagaimana menurut

Hardiyansyah (2011:118) yaitu :

1. Elektronisasi komunikasi antara sektor publik dan masyarakat


menawarkan bentuk baru partisipasi dan interaksi keduanya. Waktu
yang dibutuhkan menjadi lebih singkat, disamping tingkat kenyamanan
pelayanan juga semakin tinggi. Meningkatkan pemahaman dan
penerimaan masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah.
2. Cyberspace dalam pelayanan publik memungkinkan penghapusan
struktur birokrasi dan proses klasik pelayanan yang berbelit-belit,
menciptakan efisisensi pelayanan dan penghematan finansial serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai proses dan
persyaratan sebuah pelayanan publik.
3. E-Government menyajikan juga informasi-informasi lokal, nasional dan
internasional sehingga meningkatkan kemampuan kompetesi
masyarakat lokal dengan perkembangan nasional dan internasional.
(Hardiyansyah, 2011:118)

Dengan melihat hal tersebut telah mempengaruhi posisi e-government

sebagai salah satu hal penting dalam melakukan modernisasi pemerintahan. E-

government berguna untuk memberikan dukungan bagi pemerintah agar

menciptakan pemerintahan yang baik. Konsep e-government sendiri sudah mulai

muncul sejak akhir tahun 1990-an, tetapi sejarah komputasi dalam organisasi

pemerintah dapat ditelusuri sejak awal adanya sejarah komputer yaitu sejak tahun

1970-an, dengan munculnya literatur tentang Teknologi Informasi dalam

Pemerintahan (Gronlund, A dan Horan, Thomas A., 2004 : 713).

Di dalam konsep e-government yang menjadi fokus utama bukan pada “e”

atau elektronik tetapi pada “government”. Artinya bahwa dalam pelaksanaan e-

government tugas utama pemerintah adalah untuk menyelenggarakan

pemerintahan dalam mengatur kehidupan negara dan masyarakatnya bukan hanya

sekedar menggunakan teknologi. E-government tidak hanya bagaimana

memindahkan prosedur atau layanan yang ada ke internet, tetapi lebih pada

bagaimana cara untuk mentransformasikannya (Zhou, 2001 : 48).


2.2.5.1 Definisi E-Government

Terdapat berbagai definisi e-government yang saat ini digunakan di

seluruh dunia. Istilah e-government sendiri memiliki arti yang berbeda-beda.

Definisi yang ada saat ini pada umumnya memiliki kesamaan yaitu dalam hal

kebutuhan pemerintah untuk memanfaatkan teknologi, informasi dan komunikasi

dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemerintah.

Penelitian ini menggunakan definisi e-government dari World Bank (2011)

dan European Commission (EC,2014). Berikut ini adalah definisi e-government

menurut World Bank (2011) :

“E-government is use by government agencies of information technologies


(such as Wide Area Network, the Internet, and mobile computing) that
have the ability to transform relations with citizens, businesses and other
arms of government. These technologies can serve a variety of different
ends : better delivery of government services to citizens, improved
interactions with business and industry, citizen empowerment through
access to information, or more efficient government management. The
resulting benefits can be less corruption, increased transparency, greater
convenience, revenue growth and cost reductions. (E-government adalah
teknologi informasi yang digunakan oleh instansi pemerintah (seperti Wide
Area Network, Internet, dan mobile computing) yang memiliki
kemampuan untuk mengubah hubungan dengan warga, bisnis dan
kekuasaan pemerintah lainnya. Teknologi ini dapat melayani berbagai
tujuan yang berbeda: pemberian pelayanan yang lebih baik dari
pemerintah kepada masyarakat, meningkatkan interaksi dengan bisnis dan
industri, pemberdayaan warga melalui akses informasi, atau manajemen
pemerintahan yang lebih efisien. Manfaat yang dihasilkan bisa
mengurangi korupsi, peningkatan transparansi, kenyamanan yang lebih
besar, pertumbuhan pendapatan dan pengurangan biaya.)” (World Bank,
2011)
Sedangkan menurut European Commission (EC,2014) e-government

merupakan :

“Uses digital tools and systems to provide better public services to citizens
and businesses. Effective e-government can provide a wide variety of
benefits including more efficiency and savings for governments and
businesses, increased transparency, and greater participation of citizens
in political life. ICTs are already widely used by government bodies, as it
happens in enterprises, but e-Government involves much more than just
the tools. It also involves rethinking organisations and processes, and
changing behaviour so that public services are delivered more efficiently
to people. Implemented well, e-government enables citizens, enterprises
and organizations to carry out their business with government more
easily, more quickly and at lower cost. (Penggunaan alat digital dan sistem
untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik untuk warga dan
bisnis. E-government yang efektif dapat memberikan berbagai manfaat
termasuk efisiensi dan penghematan bagi pemerintah dan bisnis,
meningkatkan transparansi, dan partisipasi yang lebih besar dari warga
dalam kehidupan politik. TIK sudah banyak digunakan oleh badan-badan
pemerintah, seperti yang terjadi di perusahaan, tetapi e-government
melibatkan lebih dari sekedar alat. Hal ini juga melibatkan memikirkan
kembali organisasi dan proses, dan mengubah perilaku sehingga pelayanan
publik yang disampaikan lebih efisien untuk masyarakat. Diterapkan
dengan baik, e-government memungkinkan warga negara, perusahaan dan
organisasi untuk melaksanakan bisnis mereka dengan pemerintah secara
lebih mudah, lebih cepat dan biaya lebih rendah) ” (EC, 2014)
Apabila dilihat dari dua definisi diatas, kedua definisi tersebut

menyebutkan bahwa e-government merupakan penggunaan TIK oleh instansi

pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik untuk warga dan

bisnis, meningkatkan interaksi dengan bisnis dan industri, meningkatkan

transparansi, meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan pengurangan biaya.

European Commission lebih menekankan bahwa e-government bukan hanya

sekedar alat melainkan melibatkan pemerintah untuk memikirkan kembali

organisasi dan proses serta melakukan perubahan perilaku organisasi agar

pelayanan tercipta lebih efisien. Selain itu European Commission menekankan e-

government untuk meningkatkan partisipasi publik.

Dalam pelaksanaan e-government melibatkan beberapa sektor yang terdiri

dari sektor pemerintah, masyarakat dan juga bisnis. Menurut Zhou (2001),

terdapat lima area dari e-government yaitu G2G (Government to Government),


G2B (Government to Business), G2C (Government to Citizens), B2G (Business to

Government) dan C2G (Citizens to Government). G2G meliputi segala jenis

interaksi antara pemerintah pusat dan daerah, interaksi antar departemen dan

badan-badan pemerintah, interaksi antara pemerintah dan karyawan. G2B

meliputi layanan informasi (kebijakan, perintah dan peraturan), layanan bisnis

(berbagai lisensi, inspeksi dan sertifikasi), bantuan dalam pengembangan bisnis.

G2C meliputi layanan informasi (kebijakan, aturan dan peraturan dan pedoman),

layanan pendaftaran (kelahiran dan kematian, pernikahan dan perceraian, SIM),

sekolah umum, rumah sakit, perpustakaan, taman. B2G meliputi berbagai jenis

pajak, tender untuk proyek pemerintah dan pengadaan barang dan jasa, public

private partnership. C2G meliputi pajak, informasi sensus, partisipasi dalam

perumusan kebijakan pemerintah dan proses pengambilan keputusan, dan sebagai

alarm (pencuri, perampok, kebakaran, ambulans). (dalam Zhou, 2001: 8-12)

Tabel II.1 Lima Area dari E-Government


Reactor
Government Business Citizens
Iniator
Government 1-G2G 2-G2B 3-G2C
Business 4-B2G
Citizens 5-C2G
Sumber : Zhou, 2001 : 7

2.2.5.2 Tahap Pengembangan E-Government

Pengembangan e-government membutuhkan sumber daya yang sangat

banyak dan memiliki proses yang cukup rumit sehingga dibutuhkan suatu tahapan

pengembangan e-government yang perlu direncanakan dan dilaksanakan secara

sistematik melalui sasaran yang terukur.


Menurut American Society for Public Administration (ASPA) dan United

Nations Division for Public Economics and Public Administration (UNDPEPA)

terdapat lima tahap perkembangan e-government yang berbeda-beda yaitu :

1. Emerging : Menunjukkan pembentukan awal munculnya pemerintah


online yang resmi.
2. Enhanced : Situs pemerintah menjadi lebih banyak dan informasi di
situs menjadi lebih dinamis.
3. Interactive : Tercapai ketika pengguna dapat mengunduh data dan
berkomunikasi dengan pemerintah.
4. Transactional : Terjadinya hubungan yang timbal balik antara
pemerintah dan pengguna sistem e-government
5. Seamless : Tahap akhir dari e-government ketika layanan sudah
terintegrasi melintasi batas-batas administratif. (dalam Welch, E W.,
Moon, J M., Wong, W., 2006 : 277)
Di Indonesia sendiri dalam pengembangan e-government mengacu pada

Inpres Nomor 3 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa berdasarkan sifat transaksi

informasi dan layanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan

informasi, pengembangan e-government dilaksanakan melalui empat tingkatan

yaitu :

1. Persiapan : Pembuatan situs web sebagai media informasi dan


komunikasi pada setiap lembaga.
2. Pematangan : Pembuatan web portal informasi publik yang bersifat
interaktif.
3. Pemantapan : Pembuatan web portal yang bersifat transaksi elektronis
layanan publik.
4. Pemanfaatan : Pembuatan aplikasi untuk layanan yang bersifat G2G,
G2B, dan G2C.

2.2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi E-Government

Dalam pengembangan dan pelaksanaan e-government dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik faktor yang berasal dari dalam organisasi pemerintah maupun

yang berasal dari luar organisasi pemerintah. Menurut Zhou (2001), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan perkembangan e-government

yaitu :

a. Leadership (Kepemimpinan) : Harus ada pemimpin yang memiliki


komitmen tinggi dalam politik dan administrasi pemerintahan untuk
pengembangan e-government, menyelesaikan konflik dan
mengkoordinasikan kegiatan e-government.
b. Institutional Arrangement (Pengaturan Kelembagaan): Struktur
organisasi dalam bentuk pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk
memberikan inisiatif e-government merupakan hal yang penting. Selain
itu kemampuan untuk menciptakan struktur baru dan mengkoordinasikan
kerjasama lintas lembaga juga sangat penting.
c. Effective Management (Manajemen Efektif) : Mencakup kebijakan yang
sesuai dengan e-government, strategi dan perencanaan, undang-undang
yang tepat, standarisasi dan normalisasi serta pelatihan aparat
pemerintah. (Zhou, 2001 : 43-47)
Sedangkan Welch, E W., Moon, J M., Wong, W., (2006 : 282) membagi

faktor yang mempengaruhi e-government secara lebih spesifik dengan

membaginya menjadi pulling factors (faktor penarik) dan pushing factors (faktor

pendorong) yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar II.1 Factors Affecting E-Government Performance


Pulling factors emerging within Pushing factors emerging outside
the public sphere (administrative of the public sphere (Economic or
or political factors) technological factors)

- Government reform efforts - Economic factor


- Political democracy - Technological, infrastructure
and availability

E-Government Performance

Sumber : Welch, E W., Moon, J M., Wong, W., 2006 : 282

2.2.5.4 Hambatan E-Government

Penerapan e-government di Indonesia dapat dilihat misalnya dari hasil

pengamatan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi yang menyimpulkan

bahwa mayoritas situs pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah di Indonesia


masih berada pada tingkat persiapan. Hal ini dikarenakan dalam penerapan e-

government ditemukan beberapa hambatan. Menurut Maria (2005 : 28-29),

terdapat empat permasalahan utama dalam organisasi pemerintah yang

menghambat atau menyulitkan dalam mencapai peningkatan produktivitasnya

melalui e-government yaitu :

a. Program Performance Value : Pemerintah melakukan evaluasi


terhadap sistem e-government berdasarkan seberapa baik mereka
melayani kebutuhan masyarakat, bukan pada seberapa baik mereka
merespon kebutuhan masyarakat luas.
b. Technology Leverage : Penggunaan e-government saat ini masih dalam
tahap menggunakan TIK untuk mengotomatisasi proses bukan dalam
tahap meningkatkan solusi dan hasil yang efektif dan efisien.
c. Islands of Automation : Secara umum pemerintah membangun sistem
operasi secara elektronik untuk memenuhi kebutuhan dalam perspektif
internalnya saja. Sistem ini jarang yang dapat melakukan inter-operate
atau komunikasi dengan organisasi pemerintahan yang lain.
Konsekuensinya, masyarakat harus melakukan searching terhadap
seluruh organisasi pemerintah untuk mendapatkan layanan jasa.
d. Resistance to Change : Budaya organisasi pemerintah cenderung
mempertahankan sistem layanan birokratis. Proses tersebut tidak
menyediakan mekanisme untuk investasi dalam bentuk teknologi
informasi yang diterapkan di setiap pihak yang terkait. Bahkan
terdapat kecenderungan merasa takut untuk melakukan reorganisasi
sehingga terjadi resistensi terhadap integrasi tugas dan sharing
penggunaan sistem. (Maria, 2005 : 28-29)
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengambil garis besar bahwa

yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan e-government di suatu daerah atau

organisasi pemerintah tertentu dikarenakan oleh hambatan yang berasal dari

dalam organisasi dan dari lingkungan di luar organisasi. Hambatan yang berasal

dari dalam organisasi yaitu hambatan pada sumber daya manusia yang kurang

kompeten dalam memanfaatkan teknologi sebagai solusi permasalahan yang

efektif dan efisien, cara kepemimpinan yang kurang mendukung pengembangan

e-government dan juga ketersediaan sumber daya baik berupa anggaran maupun
infrastruktur. Sedangkan hambatan yang berasal dari luar organisasi adalah

dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang mempengaruhi e-government.

2.2.6 Konsep Efektivitas Program E-Government

Penelitian mengenai efektivitas program perlu untuk dilakukan sebagai

salah satu upaya dalam menemukan dan mendapatkan informasi tentang sejauh

mana manfaat dan dampak yang ditimbulkan oleh program kepada penerima

program. Hal ini juga menjadi suatu acuan untuk menentukan dapat atau tidaknya

suatu program untuk dilanjutkan.

Menurut Bharat Maheshwari dkk (2007 : 258) terdapat delapan faktor

kunci yang menjadi ukuran untuk menilai efektivitas e-government yaitu :

1. Service delivery (pemberian pelayanan)


2. Customer orientation (orientasi pelanggan)
3. Usability (kegunaan)
4. Trusthworthiness (kepercayaan)
5. Implementation approach (pendekatan implementasi)
6. Governanace (kepemerintahan)
7. IT architecture (arsitektur informasi dan teknologi)
8. Content strategy (strategi konten). (Maheshwari dkk, 2007 : 258)

Gambar II.2 Kerangka Efektivitas E-Government

Sumber : Bharat Maheshwari dkk, 2007 : 260


Berdasarkan Gambar II.2 diatas, Bharat Maheshwari dkk membagi faktor

kunci efektivitas e-government menjadi front-end (bagian depan) dan back-end

(bagian belakang). Yang dimaksud dengan bagian depan adalah sistem yang dapat

terlihat secara langsung oleh pengguna e-government, sedangkan bagian belakang

adalah sistem yang terjadi tidak seluruhnya terlihat secara langsung oleh

pengguna e-government. Yang termasuk ke dalam front-end yaitu faktor service

delivery (pemberian pelayanan) yang terdiri dari availability (ketersediaan) dan

accesibility (kemudahan akses); faktor customer orientation (orientasi pelanggan)

yang terdiri dari segmentation (pembagian) dan customer support (penyokong

pengguna); faktor usability (kegunaan) yang terdiri dari efficiency (efisiensi) dan

layout and design (rancangan dan desain); dan faktor trustworthiness

(kepercayaan) yang terdiri dari accountability (akuntabilitas), transparency

(transparansi), security (keamanan) dan privacy (privasi). Sedangkan yang

termasuk ke dalam back-end adalah faktor implementation approach (pendekatan

implementasi) yang terdiri dari project management (manajemen proyek) dan

continuous improvement (peningkatan berkelanjutan) ; faktor governance yang

terdiri dari governance model and leadership (model governance dan

kepemimpinan) dan take-up strategy (pengambilan strategi) ; faktor IT

architecture (TI arsitektur) terdiri dari infrastruktur, e-government, akses, dan e-

business; dan faktor content strategy (strategi konten) yang terdiri dari content

management (manajemen konten) dan controlled vocabulary (kosa kata yang

terkendali).
Untuk menilai tingkat efektivitas dalam Program Pesan Singkat Penduduk

(Pesduk) di Kota Cimahi, peneliti menggunakan teori mengenai efektivitas

program e-government dari DeLone dan McLean yang disebut sebagai Model

D&M. Model D&M yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Model

D&M yang telah diperbarui (Model D&M, 2003) dari Model D&M sebelumnya

(Model D&M, 1992).

Perbedaan antara Model D&M (1992) dengan Model D&M yang telah

diperbarui (2003) dapat terlihat dengan membandingkan kedua model tersebut.

(lihat Gambar II.3 dan Gambar II.4).

Gambar II.3 Model D&M 1992 (sebelum diperbarui)

Sumber : DeLone dan McLean, 1992 : 87

Gambar II.4 Model D&M 2003 (setelah diperbarui)

Sumber : DeLone dan McLean, 2003 : 24


Berdasarkan Gambar II.3, Model D&M (1992) menjelaskan bahwa

sebuah sistem informasi dapat direpresentasikan oleh karakteristik kualitatif dari

sistem informasi (system quality), kualitas output dari sistem informasi

(information quality), konsumsi terhadap output (use), respon pengguna terhadap

sistem informasi (user satisfication), pengaruh sistem informasi terhadap kinerja

pengguna (individual impact), dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi

(organizational impact). Dimensi-dimensi tersebut saling berkaitan, dimana

system quality dan information quality merupakan prediktor yang signifikan bagi

user satisfication. System quality dan information quality merupakan prediktor

yang signifikan terhadap intended use. User satisfication merupakan prediktor

yang signifikan untuk intended use dan individual impact. Intended use juga

merupakan prediktor yang signifikan terhadap user satisfication dan individual

impact. Lalu individual impact berpengaruh terhadap kinerja organisasi

(organizational impact). (DeLone dan McLean, 1992 : 87)

Sedangkan seperti yang terlihat dalam Gambar II.4, Model D&M (2003)

yang sudah diperbarui menunjukkan adanya hubungan ketergantungan dari enam

aspek pengukuran kesuksesan informasi dalam e-government . Adapun keenam

elemen, aspek, atau faktor pengukuran dari Model D&M ini adalah :

1. Information Quality (Kualitas Informasi)

2. System Quality (Kualitas Sistem)

3. Service Quality (Kualitas Pelayanan)

4. Intention to Use (Minat untuk Memakai) dan Use (Pemakaian)

5. User Satisfication (Kepuasan Pengguna)


6. Net Benefits (Manfaat-Manfaat Bersih)

Berdasarkan uraian mengenai masing-masing dimensi dari Model D&M

sebelum diperbarui dan setelah diperbarui menunjukkan terjadinya perubahan dari

Model D&M (1992) dengan Model D&M (2003), dimana Model D&M yang

diperbarui memiliki satu aspek tambahan yaitu net benefits. Net benefits

merupakan hal yang penting untuk mengetahui dampak negatif dan positif yang

dirasakan oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam sistem tersebut. Hal inilah

yang menjadi dasar peneliti untuk menggunakan Model D&M yang sudah

diperbarui (Model D&M 2003). Model D&M yang sudah diperbarui dirasa oleh

peneliti merupakan model yang cocok untuk digunakan untuk mengukur tingkat

efektivitas dari salah satu program berbasis e-government yang dibentuk oleh

pemerintah Kota Cimahi, yaitu Program Pesan Singkat Penduduk (Pesduk).

Berikut ini akan dijelaskan secara lebih lengkap dan jelas mengenai dimensi atau

aspek dari Model D&M (2003) yang sudah diperbarui.

2.2.6.1 Information Quality (Kualitas Informasi)

Kualitas informasi merupakan sejauh mana informasi secara konsisten

dapat memenuhi persyaratan dan harapan semua orang yang membutuhkan

informasi tersebut untuk melakukan proses tertentu. Kualitas informasi sering

dikaitkan dengan konsep data, dimana data merupakan masukan dan informasi

merupakan data yang telah diolah sehingga memberikan suatu makna tertentu

bagi penerima informasi.


Kualitas informasi menangkap isu konten atau isi dari aplikasi e-

government. Pengukuran kualitas informasi dilihat dari konten web yang harus

mencakup personalization (personalisasi), completeness (kelengkapan), relevance

(relevan), easy to understanding (mudah dimengerti) dan security (aman) bagi

pengguna untuk melakukan transaksi melalui Internet. (DeLone dan McLean,

2003 : 25)

2.2.6.2 System Quality (Kualitas Sistem)

Kualitas sistem merupakan karakteristik dari informasi yang melekat

mengenai sistem itu sendiri dimana kualitas sistem merujuk pada seberapa baik

kemampuan perangkat keras dan lunak serta kebijakan dan prosedur dari sistem

informasi e-government yang dapat menyediakan informasi kebutuhan pemakai.

Kualitas sistem digunakan untuk melakukan pengukuran proses kualitas

sistem informasi atau sistem teknologi. Di lingkungan internet, kualitas sistem

yang dinilai adalah adaptability (penyesuaian), availability (ketersediaan),

reliability (keandalan), response time (waktu merespon), usability (kegunaan).

(DeLone dan McLean, 2003 : 25)

2.2.6.3 Service Quality (Kualitas Pelayanan)

Kualitas pelayanan mengukur tingkat kualitas pelayanan sistem informasi

dari e-government. Dimensi kualitas pelayanan merupakan hal yang penting

karena yang menggunakan aplikasi e-government saat ini bukan hanya dari pihak

internal organisasi melainkan juga pihak eksternal yaitu masyarakat dan bisnis.
Oleh karena itu apabila kualitas pelayanan tidak bagus maka akan mempengaruhi

kinerja organisasi dan menyebabkan ketidaktercapaian tujuan organisasi. Kualitas

pelayanan dilakukan dengan mengukur beberapa aspek yaitu assurance (jaminan),

empathy (empati) dan responsiveness (respon). (DeLone dan McLean, 2003 : 26)

2.2.6.4 Intention to Use (Minat Memakai) dan Use (Pemakaian)

Minat memakai aplikasi e-government merupakan keinginan atau perilaku

untuk melakukan pemakaian sistem teknologi dan informasi e-government yang

disediakan oleh pemerintah. Sedangkan pemakaian aplikasi e-government

merupakan keluaran dari penggunaan sistem e-government oleh pemakai.

Pengukuran pemakaian dan minat memakai dilakukan dengan melihat beberapa

aspek yaitu aspek nature of use (sifat pemakaian), navigation patterns (pola-pola

navigasi), number of site visits (jumlah situs yang dikunjungi) dan number of

transactions executed (jumlah transaksi yang dilakukan). (DeLone dan McLean,

2003 : 26)

2.2.6.5 User Satisfication (Kepuasan Pemakai)

Kepuasan pemakai merupakan respon pemakai terhadap penggunaan

aplikasi e-government yang menggunakan sistem teknologi dan informasi.

Kepuasan pemakai harus diukur dengan mancakup semua proses saat

menggunakan aplikasi sistem informasi melalui e-government. Kepuasan pemakai

dapat diukur dengan mengukur dan melihat aspek repeat purchases (pembelian
kembali), repeat visits (kunjungan kembali) dan user surveys (survei pengguna).

(DeLone dan McLean, 2003 : 26)

2.2.6.6 Net Benefits (Manfaat-Manfaat Bersih)

Manfaat-manfaat bersih merupakan langkah pengukuran keberhasilan

yang paling penting karena manfaat-manfaat bersih mengukur dampak positif dan

dampak negatif dari penggunaan e-government baik oleh pemerintah, masyarakat,

maupun pihak bisnis dan bahkan dampaknya bagi negara. Untuk melakukan

pengukuran manfaat-manfaat bersih dapat dilakukan dengan melihat berbagai

aspek seperti cost savings (penghematan biaya), expanded markets (perluasan

pasar), incremental additional sales (penjualan tambahan), reduced search costs

(mengurangi biaya pencarian), dan time savings (penghematan waktu) (DeLone

dan McLean, 2003 : 26).

Di dalam penelitian ini manfaat-manfaat bersih akan dilihat dengan

menggunakan tujuan pengembangan e-government yang terdapat dalam Inpres

Nomor 3 Tahun 2003 sebagai pedoman untuk menentukan outcome yang

diinginkan dalam pengembangan e-government. Inpres Nomor 3 Tahun 2003

digunakan sebagai acuan karena dirasa manfaat-manfaat bersih yang ditawarkan

oleh DeLone dan McLean lebih cocok untuk organisasi swasta dibandingkan

dengan organisasi publik. Berikut ini empat tujuan pengembangan e-government

di Indonesia menurut Inpres Nomor 3 Tahun 2003 :

1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang


memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas
serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak
dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk
meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan memperkuat
kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan
internasional.
3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-
lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat
agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.
4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan
efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga
pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
Dari keempat tujuan tersebut penulis melakukan identifikasi beberapa

outcome yang diharapkan dari pengembangan e-government di Indonesia yaitu :

a. Memuaskan masyarakat luas

b. Aplikasi e-government dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia

c. Aplikasi e-government beroperasi tidak dibatasi oleh sekat waktu

d. Biaya penggunaan aplikasi e-government yang terjangkau oleh masyarakat

e. Meningkatkan tingkat perekonomian nasional

f. Memperkuat kemampuan dalam menghadapi persaingan perdagangan

internasional

g. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara

h. Transparansi dalam transaksi layanan publik

i. Efisiensi dalam melaksanakan pelayanan publik

j. Memperlancar transaksi atau koordinasi antar lembaga pemerintah.

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang terjadi saat ini

telah menyebabkan terciptanya suatu tantangan bagi negara-negara untuk


melakukan integrasi ke dalam suatu sistem teknologi, informasi dan komunikasi.

Untuk menghadapi tantangan perkembangan teknologi, informasi dan

komunikasi, pemerintah melakukan suatu reformasi administrasi publik. Salah

satu bentuk reformasi administrasi publik adalah terjadinya perubahan sistem

pemerintahan yaitu dari government menjadi e-government. Transisi dari

government ke e-government melibatkan peningkatan dan membutuhkan desain

ulang layanan pemerintah. E-government juga mewujudkan terjadinya pergeseran

paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik.

Definisi mengenai e-government sudah banyak diberikan oleh para ahli,

salah satu pendapat yang memberikan definisi mengenai e-government adalah

pendapat dari World Bank (2011) bahwa :

“E-government adalah teknologi informasi yang digunakan oleh instansi


pemerintah (seperti Wide Area Network, Internet, dan mobile computing)
yang memiliki kemampuan untuk mengubah hubungan dengan warga,
bisnis dan kekuasaan pemerintah lainnya. Teknologi ini dapat melayani
berbagai tujuan yang berbeda: pemberian pelayanan yang lebih baik dari
pemerintah kepada masyarakat, meningkatkan interaksi dengan bisnis dan
industri, pemberdayaan warga melalui akses informasi, atau manajemen
pemerintahan yang lebih efisien. Manfaat yang dihasilkan bisa
mengurangi korupsi, peningkatan transparansi, kenyamanan yang lebih
besar, pertumbuhan pendapatan dan pengurangan biaya.” (World Bank,
2011)
Indonesia merupakan salah satu negara yang mulai menggunakan e-

government dalam kegiatan pemerintahannya. Hal ini terlihat dengan munculnya

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government. Di dalam Inpres Nomor 3 tahun 2003 ini

menyebutkan bahwa dengan menggunakan teknologi,informasi dan komunikasi

dalam kegiatan pemerintahan akan memberikan manfaat untuk meningkatkan

efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik serta


mendukung menciptakan good governance. Sehingga dapat dikatakan bahwa e-

government memberikan manfaat untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang

baik. Pelayanan publik menurut David McKevitt merupakan :

“Layanan-layanan yang penting bagi perlindungan dan promosi


kesejahteraan warga, tetapi di wilayah di mana pasar tidak mampu
mencapai atau bahkan mendekati keadaan yang optimal secara sosial;
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan keamanan memberikan contoh
terbaik yang paling jelas terbaik” dalam Hardiyansyah, 2011:12)

Kota Cimahi merupakan salah satu daerah otonom yang sedang

melakukan perubahan dalam kegiatan pemerintahan untuk lebih berbasis

teknologi (Cyber City). Kota Cimahi mendapatkan berbagai penghargaan terkait

dengan implementasi program-program e-government sehingga menjadikan Kota

Cimahi sebagai kota terbaik se-Jawa Barat dalam implementasi e-government.

Namun dalam fakta yang terjadi di lapangan terdapat beberapa masalah dan

ditemukan bahwa tahapan pengembangan e-government di Kota Cimahi masih

berada dalam tahap enhanced (peningkatan), belum memasuki tahap interactive

(interaktif) dan transactional (transaksional) sehingga penerapan e-government di

Kota Cimahi masih terkesan hanya berlaku satu arah.

Kota Cimahi mulai menerapkan e-government untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. Salah satu program e-government yang dibentuk

oleh pemerintah Kota Cimahi adalah Program Pesan Singkat Penduduk (Pesduk).

Keberadaan pesduk bertolak dari Undang-undang Dasar Tahun 1945 pasal 28F

yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya

serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan


menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Berangkat dari pasal 28F UUD 45 tersebut, Pemeritah Kota Cimahi semakin

menguatkan niat untuk menjadikan Cimahi sebagai Kota yang mengedepankan

partisipasi dan keterbukaan informasi bagi masyarakatnya.

Kemudian dalam pelaksanaan pelayanannya, Pemerintah Kota Cimahi

mengacu pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pedoman ini dijadikan dasar agar pemeritah dapat memberikan pelayanan prima

bagi masyarakat Kota Cimahi. Selanjutnya Pemerintah Kota Cimahi menerapkan

pesan singkat penduduk atau Pesduk kedalam suatu Surat Keputusan Walikota

Nomor 060.105/Kep.35-HUMAS/2013 tentang Tim Penanganan Pengaduan

Masyarakat Tahun Anggaran 2013 yang kemudian mengalami perubahan menjadi

Surat Keputusan Walikota Nomor 489.05/Kep.160-KAPPDE/2015 Tentang Tim

Pengelola Website www.cimahikota.go.id Dan Pesan Singkat Penduduk Melalui

SMS 081221700800 Tahun 2015.

Program Pesduk dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu

kebutuhan akan akses atau fasilitas untuk menyampaikan aspirasinya. Program

Pesduk bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan

pemerintahan Kota Cimahi, membantu masyarakat terhubung dan berbagi

informasi melalui pesan singkat SMS kepada pemerintah Kota Cimahi,

meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah

kepada masyarakat Kota Cimahi, meningkatkan koordinasi antar SKPD di

lingkungan pemerintah Kota Cimahi, mendukung Undang-Undang Nomor 14


tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan untuk partisipasi

pengawasan kinerja aparatur untuk terwujudnya good governance.

Untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan dari Program Pesduk, penulis

menggunakan teori mengenai efektivitas e-government. Efektivitas merupakan

menetapkan tujuan dan objektivitas yang tepat, memastikan mereka dicapai

dengan benar (melakukan hal yang benar). Efektivitas diukur dengan

membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan target)” (Franceschini, A.,

Galetto,M., and Maisono, D., 2007:5).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Model D&M dari Delone dan

McLean (2003) untuk mengukur tingkat efektivitas program Pesduk. Model D&M

merupakan model penelitian efektivitas sistem informasi e-government yang

didalamnya memaparkan mengenai hal-hal yang terkait dan berpengaruh terhadap

kegiatan e-government. Model D&M menyebutkan terdapat enam elemen, aspek,

atau faktor pengukuran dari Model D&M ini yaitu Information Quality (Kualitas

Informasi), System Quality (Kualitas Sistem), Service Quality (Kualitas

Pelayanan), Intention to Use (Minat untuk Memakai) dan Use (Pemakaian), User

Satisfication (Kepuasan Pengguna), dan Net Benefits (Manfaat-Manfaat Bersih).

Kualitas informasi merupakan sejauh mana informasi secara konsisten dapat

memenuhi persyaratan dan harapan semua orang yang membutuhkan informasi

tersebut untuk melakukan proses tertentu. Kualitas sistem merupakan karakteristik

dari informasi yang melekat mengenai sistem yang merujuk pada seberapa baik

kemampuan perangkat keras dan lunak serta kebijakan dan prosedur dari sistem

informasi e-government yang dapat menyediakan informasi kebutuhan pemakai.


Kualitas pelayanan mengukur tingkat kualitas pelayanan sistem informasi dari e-

government. Minat memakai aplikasi e-government merupakan perilaku untuk

melakukan pemakaian sistem teknologi dan informasi e-government yang

disediakan oleh pemerintah. Sedangkan pemakaian aplikasi e-government

merupakan keluaran dari penggunaan sistem e-government oleh pemakai.

Kepuasan pengguna merupakan respon pemakai terhadap penggunaan aplikasi e-

government yang menggunakan sistem teknologi dan informasi. Manfaat-manfaat

bersih merupakan langkah pengukuran keberhasilan yang paling penting karena

manfaat-manfaat bersih mengukur dampak positif dan dampak negatif dari

penggunaan e-government. (DeLone dan McLean, 2003 : 26).

Gambar II.5 Kerangka Pemikiran

Mengukur tingkat pencapaian tujuan Dengan cara


Program Pesan Singkat Penduduk Mengukur Efektivitas Program E-
dalam peningkatan pelayanan publik Government (Pesduk)
di Kota Cimahi

Teori DeLone dan McLean (2003) : Dengan


Model D&M menggunakan
landasan teori

Enam dimensi penting dalam mengukur


efektivitas e-government :

1. Information Quality (Kualitas


Informasi)
2. System Quality (Kualitas Sistem)
Mengetahui Tingkat
3. Service Quality (Kualitas Pelayanan)
4. Intention to Use (Minat untuk Efektivitas Program
Memakai) dan Use (Pemakaian) Pesan Singkat
5. User Satisfication (Kepuasan Penduduk (Pesduk)
Pengguna) di Kota Cimahi
6. Net Benefits (Manfaat-Manfaat
Bersih)

Sumber : Analisis Penulis, 2016


2.4 Hipotesis Kerja

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan

hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu :

1. Hipotesis Penilaian Efektivitas Program Pesan Singkat Penduduk (Pesduk) :

a. H0 = Program Pesan Singkat Penduduk tidak efektif dalam meningkatkan

pelayanan publik di Kota Cimahi.

b. Ha = Program Pesan Singkat Penduduk efektif dalam meningkatkan

pelayanan publik di Kota Cimahi.

2. Hipotesis Penilaian Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas Program

Pesan Singkat Penduduk (Pesduk)

Penulis juga merumuskan berbagai hipotesis berdasarkan Model DeLone

dan McLean (2003) yang digunakan sebagai teori dasar dalam penelitian ini.

Gambar II.6 memberikan gambaran hipotesis yang akan diuji berdasarkan Model

DeLone dan McLean (2003) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

berpengaruh terhadap efektivitas program Pesduk.

Gambar II.6 Model Penelitian dan Hipotesis-Hipotesis

Sumber : Disadur dari DeLone dan McLean (2003), 2016


Gambar II.6 menunjukkan hipotesis-hipotesis yang akan diuji oleh

peneliti. Hipotesis-hipotesis ini mewakili suatu hubungan proses dan kausal dari

Model DeLone dan McLean (2003) yang digunakan dalam penelitian ini.

Hipotesis-hipotesis tersebut terdaftar dalam Tabel II.2.

Tabel II.2 Hipotesis-Hipotesis yang Diuji


Model Konseptual Hipotesis
Kualitas informasi, kualitas H1a: Kualitas informasi Pesduk mempengaruhi
sistem, dan kualitas secara positif ke pemakaian Pesduk
pelayanan Pesan Singkat H1b: Kualitas informasi Pesduk mempengaruhi
Penduduk (Pesduk) secara secara positif ke kepuasan pemakai Pesduk
sendiri-sendiri dan H2a: Kualitas sistem Pesduk mempengaruhi secara
bersama-sama positif ke pemakaian Pesduk
mempengaruhi pemakaian H2b: Kualitas sistem Pesduk mempengaruhi secara
dan kepuasan pemakai positif ke kepuasan pemakai Pesduk
Pesduk H3a: Kualitas pelayanan Pesduk mempengaruhi
secara positif ke pemakaian Pesduk
H3b: Kualitas pelayanan Pesduk mempengaruhi
secara positif ke kepuasan pemakai Pesduk
Pemakaian dan kepuasan H4a: Pemakaian Pesduk mempengaruhi secara
pemakai Pesan Singkat positif ke kepuasan pemakai Pesduk
Penduduk (Pesduk) saling H4b: Pemakaian Pesduk mempengaruhi secara
mempengaruhi dan secara positif ke manfaat-manfaat bersih Pesduk
sendiri-sendiri dan H5a: Kepuasan pemakai Pesduk mempengaruhi
bersama-sama secara positif ke pemakaian Pesduk
mempengaruhi manfaat- H5b: Kepuasan pemakai Pesduk mempengaruhi
manfaat bersih Pesduk secara positif ke manfaat-manfaat bersih Pesduk
Manfaat-manfaat bersih H6a: Manfaat-manfaat bersih Pesduk
Pesan Singkat Penduduk mempengaruhi secara positif ke pemakaian Pesduk
(Pesduk) mempengaruhi H6b: Manfaat-manfaat bersih Pesduk
pemakaian dan kepuasan mempengaruhi secara positif ke kepuasan pemakai
pemakai Pesduk Pesduk
Sumber : Analisis Penulis, 2016
Model di Gambar II.6 menunjukkan adanya pengaruh bolak-balik atau

pengaruh mutual dari pemakaian (use) dan kepuasan pemakai (user satisfaction),

sehingga pengaruh mutual seperti ini tidak bisa diuji secara bersamaan dan harus
diuji dua kali yaitu menjadi model 1 seperti pada Gambar II.7 yang

mengasumsikan pengaruh dari pemakaian (use) ke kepuasan pemakai (user

satisfaction) dan model 2 seperti pada Gambar II.8 yang mengasumsikan

pengaruh dari kepuasan pemakai (user satisfaction) ke pemakaian (use).

Gambar II.7 Model 1

Sumber : Disadur dari DeLone dan McLean (2003), 2016

Gambar II.8 Model 2

Sumber : Disadur dari DeLone dan McLean (2003), 2016

Anda mungkin juga menyukai