Anda di halaman 1dari 32

IDA BAGUS EKA NARENDRA

1102016087

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Berisiko dan Perilaku Kesehatan pada Masa
Pubertas
Pengertian Perilaku Beresiko

Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit


berhasil dalam melalui masa perkembangannya.Perilaku berisiko dilakukan remaja
dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan
psikologisnya.Contoh : Merokok, penggunaan narkoba agar diterima teman sebayanya,
bukti kemandirian dari orang tua.

1. Akibat perilaku beresiko


a. Berisiko terhadap kesehatan:
- Merokok, minum alkohol, narkoba, tawuran
b. Berisiko terhadap masa depan:
- putus sekolah, kehamilan
- konsep diri yang tidak adekuat.
c. Berisiko terhadap lingkungan sosialnya:
- bermasalah dengan hukum
- Pengangguran
Permasalahan pada remaja
Pada umumnya, masalah remaja di sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA,
berkenaan dengan perilaku. Berikut beberapa masalah remaja di sekolah:
1. Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam
kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku
bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasi
dengan remaja lain, guru, dan masyarakat. Perilaku malu dalam mengikuti berbagai
aktivitas yang digelar sekolah, misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah
yang menyebabkan seorang remaja menjadi kurang pengalaman. Jadi, perilaku
bermasalah ini akan merugikan remaja di sekolah secara tidak langsung akibat
perilakunya sendiri.

1
2. Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau dan
menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) serta perilakunya tidak
terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami perilaku
ini. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia merasa tidak tenang dan tidak bahagia
sehingga menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja
akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada
tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan
psikologis yang selalu menghantui dirinya.
3. Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
Perilaku tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat
akibatnya.Perilaku menyontek, membolos, dan melanggar peraturan sekolah
merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menengah.
4. Perilaku Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct Disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara
perilaku yang benar dan perilaku yang salah. Wujud dari conduct disorder adalah
munculnya cara berpikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan
yang berlaku di sekolah. Penyebabnya adalah karena sejak kecil, orang tua tidak bisa
membedakan perilaku yang benar dan yang salah pada anak.Seharusnya, orang tua
mampu memberikan hukuman (punishment) saat anak berperilaku salah dan
memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak berperilaku baik atau benar.
Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perilaku antisosial, baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti
melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya.
5. Perilaku Berkaitan dengan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Perilaku berkaitan dengan perhatian adalah anak yang mengalami defisiensi
dalam perhatian dan tidak dapat menerima impuls-impuls sehingga gerakan-
gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif.Remaja di sekolah yang
hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak
dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil
dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tidak
akan memperhatikan lawan bicaranya dan cepat terpengaruh oleh stimulus yang
datang dari luar.
http://remaja.sabda.org/masalah-remaja-di-sekolah-dan-pentingnya-konselor-guru#

2
Perilaku Kesehatan
Definisi
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan,
makanan, serta lingkungan.
Respons dan Stimulus
Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau
perangsangan.Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).Sedangkan stimulus
atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, system pelayanan
kesehatan dan lingkungan.
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit
dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif
(tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:

 Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health


promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan
sebagainya.

 Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons


untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga
perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

 Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior),


yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha
mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan modern (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan sebagainya),
maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

 Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation


behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet,
mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

3
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang
terhadap system pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern
maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang
terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas,
dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-
unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan
sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah
respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku
ini antara lain mencakup:

 Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen,


manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

 Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi


higien pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.

 Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah yang sehat,
serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

 Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,


pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

 Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan


sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan


kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,
kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebaginya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga
kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

4
LI 2. Memahami dan Menjelaskan AKI dan IMR
ANGKA KEMATIAN IBU
I. Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah
kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa
memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh
kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi
dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan
sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian,
gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan
pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan
Anemia.
II. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu
untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian
ibu.Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung
dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi
sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah
menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk
mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan
usaha keras yang terus menerus.

5
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun
1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228
per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia.
Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada
sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.
III. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal.Penyebab mayor
dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

6
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian.Persoalan kematian yang sering terjadi, Yakni pendarahan,
keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih
ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat
dan politik, kebijakan juga berpengaruh.Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut
aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan
gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu
hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah
peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari
masyarakat.Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh
pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan
darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.Perdarahan, yang
biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28
persen kematian ibu.Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena
retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen
tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal
yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24
persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen).Pemantauan
kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang
sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Penyebab tidak langsung.
7
Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti
malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia
pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. 10 Anemia pada
ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan
risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik
(KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu.Situasi
ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat).Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini
selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan ibu dan neonatal.Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena
kondisi geografis dan sulitnya transportasi.Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai di tempat rujukan.
4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan
berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan
4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:
1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak
IV. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan.Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen
dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%.

8
Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah
lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.
Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan
dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun
trendnya meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka
pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan
cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila
dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan
kecenderunganya menjadi turun.

V. Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%
Upaya safe motherhood
Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan
konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya.Lokakarya bertujuan
mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya
perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait.Pada waktu itu ditandatangani
kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan ).

Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP


melaksanakan Assessment Safe Motherhood.Suatu hasil dari kegiatan ini adalah
rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan

9
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000
kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan
Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya
kesehatan resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo.Pada pertengahan
tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan
mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI.
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

SAFE MOTHERHOOD

ASUHAN PELAYANAN
PERSALINAN BERSIH OBSTETRI ESENSIAL
DAN AMAN
ANTE
KB
NATAL

PELAYANAN KEBIDANAN DASAR

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

PEMBERDAYAAN WANITA

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe
motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai
akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat
10
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan
tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4
terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan
terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko
tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar,
dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut
adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai
1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat
kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan
AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik ) minimal
meliputi 10% seluruh persalinan.
- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik
neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial
dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama yang
mampu menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24
jam; sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa
sebagai ujung tombaknya.
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standar
pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-
perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya
percepatan penurunan AKI

11
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk
mempercepat penurunan AKI.
Keterlibatan Lintas Sektor
Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan sangat
diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI adalah
sebagai berikut :
a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )
GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8
propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam
pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan
Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan,
yaitu :
- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat
keputusan untuk segera mencari pertolongan.
- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang
dibutuhkan.
Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah
keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit
Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak
Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri,
dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan
menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari
berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya
adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang
dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan
diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.

c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )


GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat
Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya
keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara

12
masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu.Karena itu, promosi yang
dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang
dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK,
dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing
Pemantauan dan Evaluasi
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan,
yaitu: cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ),
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk
itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah
Setempat – Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program
imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat
diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi.
Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan
gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI.Mengingat bahwa mengukur
AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun
tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praktis atau
indikator outcome. Indicator tersebut antara lain :
a. Cakupan penanganan kasus obstetrik
b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
c. Jumlah kematian absolute
d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED
e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar
pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai

13
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan
laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang
ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid  (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi
tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV,
Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan
pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan
komplikasi.
VI. Mempercepat Penurunan AKI
1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan

14
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA
7. Peningkatan peran serta lintas program
VII. Indikator Keberhasilan
1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan
VIII. Program Dari Puskesmas
Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)
5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
8. USG

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Risiko Tinggi Kehamilan


Pengertian Kehamilan Resiko Tinggi.
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu
belum stabil dan ibu mudah tegang.Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul

15
akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional
ketika si ibu mengandung bayinya.(Ubaydillah, 2000).
Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.
a. Keguguran
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena
terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga
non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti
tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim
yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR)
juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20
tahun. cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan,
pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang,
keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena
keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum
obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya
sendiri.Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih
kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat
pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan
terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan
akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas
seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan
plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi
anemis.

e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).


Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau
eklampsia.Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat
menyebabkan kematian.

16
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan
infeksi.Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang
kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a) Resiko bagi ibunya :
1) Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang
terlalu lemah dalam proses involusi.
2) Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran.hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan
obat-obatan maupun memakai alat.
3) Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari
persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul,
kelainan kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.
4) Kematian ibu.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b) Dari bayinya :
1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari).
2) Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500
gram.kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat
hamil kurang dari 20 tahun dan penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
3) Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik
dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
4) Kematian bayi

17
Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian
perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang
dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.
(Manuaba,1998).

Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan


Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1) Umur
 Terlalu muda yaitu < 20 tahun
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga
perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
 Terlalu tua yaitu > 35 tahun
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35
tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan
lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2) Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena
semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3) Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak
terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl
diwaspadai persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau
perdarahan.
4) Tinggi badan
Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai
panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
5) Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi
Kronik) atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai
kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan
dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak
dikemudian hari.
6) Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat
cacat kongenital.

18
7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan
yaitu: tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang
dari 2 tahun, paritas lebih dari 3 orang, usia >35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar
lengan atas <23,5 cm.
Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang
mengancam jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.
Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a) Perdarahan pervaginam
b) Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c) Perubahan visual yang hebat
d) Nyeri abdomen yang hebat
e) Bayi kurang bergerak seperti biasa
f) Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan
sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat
dilakukan dengan:
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas
kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan
lebih intensif
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Audit kematian Maternal dan Perinatal
Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan
kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan
menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan
kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal
merupakan kegiatan death and case follow up. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:

19
- Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
- Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
- Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat
penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal
sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan perinatal
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal
secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah
bnersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan
dilintas batas kabupaten/kota provinsi
b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di
perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam
pembahasan kasus
c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit
bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
terhadap intervensi yang disepakati.
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan
yang akurat ,baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan
yang diperlukan adalah sebagai berikut
A. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1. Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.

20
2. Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal)
OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal
sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal .untuk mengisi
formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga
puskesmas.
B. Tingkat RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal)
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal.
Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
1) Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta
bagian anak.
2) Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus
yang dirujuk ke RS kabupaten/kota
3) Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani
oleh Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi
dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah:
1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).
Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan
berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000

21
penduduk.Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur
penduduk.Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk yang masih muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan
pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini
berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada
suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan
menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah.
Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per
1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

jumlah kematian pada tahun X


CDR= X 1000
jumlah penduduk pada pertengahantahun X
D
¿ xk
P
Dimana:
D : Jumlah kematian pada tahun x
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
K : 1000
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang
umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah
dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data dengan
tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap sebagai
penduduk tengah tahun.

2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

22
3. Angka Kematian Bayi (AKB)
Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun.Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian
bayi.Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang
tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana
angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan
perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena
kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program
pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal
dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan
program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada
anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.

Definisi

23
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu
tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
jumlah kematianbayi berumur
dibawah1 tahun selama tahun x X 1000
Angka kematian bayi=
jumlah kelahiran selama tahun x

Angka kematian neo-natal


Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur
satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Dimana :
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan
ΣD 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun tertentu
di daerah tertentu.
Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000
Angka kematian post neo-natal
Definisi
Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian yang
terjadi pada bayiyang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1 tahun per
1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Rumus

24
Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai dengan
kurang dari 1 tahun
ΣD 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan kurang
dari 1 tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
Σlahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
K = konstanta (1000)
4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang
berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya
ditulis dengan notasi 0-4 tahun.
Definisi
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun
tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian
bayi)
Cara Menghitung

Dimana:
Jumlah Kematian Balita (0-4)th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun pada satu
tahun tertentu di daerah tertentu
Jumlah Penduduk Balita (0-4)th = jumlah penduduk berusia 0-4 th pada pertengahan
tahun tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000.

5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)


Konsep
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu
sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.

25
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung
mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi
keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya
prevalensi penyakit menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di
sekitar rumah (Budi Utomo, 1985).
Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu tahun
tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi Angka
Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.

Dimana:
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang belum
tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan tahun
tertentu didaerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000

6. Angka Kematian IBU (AKI)


Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam
kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan

26
atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll
(Budi, Utomo. 1985).
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau
selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-
sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per
100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas
umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000
kelahiran.

Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan
karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di
daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di
daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar,
mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang.Oleh karena itu kita umumnya
dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap Aborsi dan Seks


Bebas
Resiko Hamil di Luar Nikah Menurut Islam

27
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang
mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab
anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena
zina)"
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di
luar nikah, maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail
pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah.Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang
menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya
boleh.Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka
laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini
wanita yang hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa
'iddahnya.Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah
tobat dari dosa zinanya.Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh
menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-
Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah
bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan
menikahinya.Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-
Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan
laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang
berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau
bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa
mengharamkan yang halal`.(HR Tabarany dan Daruquthuny).
Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu dinikahkan? Kemudian
apa status anak tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Qur’an atau Hadits yang menegaskan untuk
masalah ini.Sehingga melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-Syafi’I, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak
mengekspos kepada yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama.
Tujuannya, supaya yang lain tidak melakukan perbuatan yang sama.

28
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh
si A, boleh dinikahi oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah
dipandang untuk memperjelas siapa ayah biologis si anak karena selama masa iddah, si
wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina dengan seorang wanita,
kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi wanita itu, karena
sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anak laki-laki tersebut.
Riwayat Sebuah Hadits
" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina,
kemudian Ummar menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut
menolaknya (Al-Mughni) "
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki
tersebut yang menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Quda’mah Al Maqdasi di
dalam Asy-Syarhul Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan "
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita tersebut
mengandung, kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi berkata, pisahkan
mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau istibro lalu bersih dari
nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak
menolak dengan tangan penyentuh, Nabi bersabda “ceraikanlah dia”, lalu si laki-laki
berkata “nafsuku kepadanya”. Nabi bersabda, kalau begitu bersenang-senanglah
dengannya ”
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah
sampai wanita hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan lebih
baik lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam
Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari garis
Ayahnya, kalau dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia mendapatkannya
Aborsi menurut Islam

29
ِ ‫ب هّللا ُ َعلَ ْي ِه َولَ َعنَهُ َوأَ َع َّد لَهُ َع َذابًا ع‬
‫َظي ًما‬ ِ ‫َو َمن يَ ْقتُلْ ُم ْؤ ِمنًا ُّمتَ َع ِّمدًا فَ َج َزآ ُؤهُ َجهَنَّ ُم خَالِدًا فِيهَا َوغ‬
َ ‫َض‬
“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :
‫ض† َغةً ِم ْث† َل َذلِ†كَ ثُ َّم‬ْ ‫ك ثُ َّم يَ ُك†ونُ فِي َذلِ††كَ ُم‬ َ †ِ‫ك َعلَقَةً ِم ْث َل َذل‬ َ ِ‫ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعينَ يَوْ ًما ثُ َّم يَ ُكونُ فِي َذل‬ ْ َ‫إِ ََّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِي ب‬
َ َ
‫ب ِر ْزقِ ِه َوأ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِ ٌّي أوْ َس ِعي ٌد‬ ِ ‫ت بِ َك ْت‬ َ ُ
ٍ ‫ك فَيَ ْنف ُخ فِي ِه الرُّ و َح َوي ُْؤ َم ُر بِأرْ بَ ِع َكلِ َما‬ ْ
ُ َ‫يُرْ َس ُل ال َمل‬

“ Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya


selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah 
segumlahdarah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi
segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat   untuk meniupkan roh, serta
memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian,
amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.“ ( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian
sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh.Bahkan sebagian dari ulama
membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat.( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali.  Tetapi
kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir :
2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum
empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap
benda mati, sehingga boleh digugurkan.

Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh.Dan jika sampai
pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh
menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupanruh , demi untuk kehati-hatian.
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang
ulama dari madzhab Syafi’I .( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591,  Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
30
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa 
air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga
siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat
ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267,
Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga
bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus
Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta
pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum
yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh


Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya haram.Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam
perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah
ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia  telah menjadi seorang
manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut
dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :

َ ِ‫س الَّتِي َح َّر َم هّللا ُ إِالَّ ب‬


ِّ ‫الح‬
‫ق‬ ْ ُ‫َوالَ تَ ْقتُل‬
َ ‫وا النَّ ْف‬
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )

31
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan
janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “
Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.”,
yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu
yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang
masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam,
sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya
dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga
kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan
ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir.( Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,
walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya
adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin
yang belum ditiupkan roh di dalamnya.

32

Anda mungkin juga menyukai