Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KIMIA ORGANIK III


TOPIK : Alkil Halida “Reaksi SN2"

OLEH :
KELOMPOK II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2015

1
Makalah
Kimia Organik III

Topik : Reaksi SN2

Kelompok II :

Elitra ACC 112 002


Kristin Sutriyanti ACC 112 009
Rona Meifilani ACC 112 023

Siska Maria ACC 112 038


Recka Susanti ACC 112 050

Nina Selvia ACC 112 028


Novi kontesa ACC 112 021
Yudeli Efrid ACC 112 020
Herlie ACC 112 005
Hendra Liska ACC 112 004
Lensiana Sari ACC 112 037

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Prof. Dr. I Nyoman Sudyana, M.Si

Dr. Abdul H. Fatah, M.Si

Program Studi Pendidikan Kimia


Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Palangkaraya
2015
KATA PENGANTAR

2
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena sampai
detik ini masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia
Organik III.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing dan rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dari segi moril dan
yang secara langsung maupun tidak langsung.
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan mendatang. Terutama kepada dosen
pengampu mata kuliah Kimia Organik III. Kami mohon bimbingannya karena
kemampuan kami masih jauh dari dikatakan cukup dalam tugas ini.

Palangkaraya, Maret 2015

Penyusun
Kelompok II

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan.............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah............................................................................... 3
1.4 Tujuan Penulisan.............................................................................. 3
1.5 Manfaat Penulisan............................................................................ 4
1.6 Sistematika Penulisan....................................................................... 4
Bab II Pembahasan.............................................................................................. 5
2.1 Reaksi SN2........................................................................................... 5
2.2 Mekanisme Reaksi............................................................................... 5
2.3 Steoreokimia Reaksi SN2..................................................................... 6
2.4 Energi Dalam Suatu ReaksiSN2.......................................................... 9
2.5 Laju Reaksi SN2................................................................................... 10
2.6 Efek Eakt Pada Laju dan Pada Produk................................................... 11
2.7 Pengaruh Struktur Pada Laju................................................................. 13
2.8 Dalam Reaksi SN2.................................................................................. 14

Bab III Penutup................................................................................................... 17


3.1 Kesimpulan...................................................................................... 17
..........................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................. 19

Daftar Pustaka

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan
dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat
diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup
menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi.

5
Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun lebih banyak terjadi dalam
organisme air laut daripada organisme air tawar. Halometana sederhana seperti
CHCl3, CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsur pokok alga Hawai Aspagopsi
taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang diisolasi dari organisme laut yang
memperlihatkan aktivitas biologis yang menarik. Sebagai contoh adalah plocamen B,
suatu turunan triklorosikloheksana yang diisolasi dari alga merah Plocamium
violaceum, berpotensi seperti DDT dalam aktivitas insentisidalnya melawan larva
nyamuk.

Kimiawan sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk organik


halida, R menyimbolkan suatu gugus alkil dan X untuk suatu halogen. Konfigurasi
elektron dalam keadaan dasar halogen adalah sebagai berikut:
F : 1s22s22p5
Cl : 1s22s22p63s23p5
Br : 1s22s22p63s23p63d104s24p5
I : 1s22s22p63s23p63d104s24p64d105s25p5
Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom berelektrogenatif tinggi dan
hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh itu
halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
Ikatan antara gugus metil dengan fluor, klor, brom, dan ioda terbentuk oleh
tumpang tindih orbital sp3 dari karbon dengan orbital sp3 dari fluor, klor, brom, dan
iod. Kekuatan ikatan CX menurun dari metil fluorida ke metil iodida. Hal ini
mencerminkan prinsip umum bahwa tumpang tindih orbital-orbital lebih efisien
antara orbital-orbital yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan
efisiensinya menurun dengan meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama.

6
Perlu pula dicatat bahwa halogen adalah lebih elektronegatif daripada karbon,
sehingga ikatan C-X bersifat polar di mana karbon mengemban muatan posisif partial
(δ+) dan halogen muatan negatif partial (δ-).

Dengan demikian kerapatan elektron pada halogen lebih tinggi daripada karbon.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud reaksi SN2?
2. Bagaimana mekanisme reaksi SN2?
3. Bagaimana stereokimia reaksi SN2?
4. Bagaimana energi suatu reaksi SN2?
5. Bagaimana proses laju reaksi SN2?
6. Bagaimana efek pada laju dan produk reaksi SN2?
7. Bagaimana pengaruh struktur pada laju reaksi SN2??
8. Bagaimana rintangan sterik dalam reaksi SN2?

7
1.3 Batasan Masalah
Batasan Masalah untuk makalah ini hanya mengacu pada topik makalah yaitu
“Reaksi SN2” dan juga tentang :
1. Reaksi SN2
2. mekanisme reaksi SN2
3. Stereokimia reaksi SN2
4. Energi suatu reaksi SN2
5. Proses laju reaksi SN2
6. Efek pada laju dan produk reaksi SN2
7. Pengaruh struktur pada laju reaksi SN2
8. Rintangan sterik dalam reaksi SN2

1.4 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan utama penulisan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kimia Organik III. Selain itu, makalah ini juga ditulis dengan tujuan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi SN2
2. Mahasiswa mampu memahami reaksi SN2

1.5 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari makalah ini adalah memberikan penjelasan kepada
mahasiswa akan reaksi SN2.

1.6 Sistematika Penulisan


Bab I Pendahuluan
1.7 Latar Belakang Masalah
1.8 Rumusan Masalah
1.9 Batasan Masalah

8
1.10 Tujuan Penulisan
1.11 Manfaat Penulisan
1.12 Rumusan Masalah

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reaksi SN2


Reaksi bromoetana dengan ion hidroksida menghasilkan etanol dan ion bromida,
reaksi :

9
adalah suatu reaksi SN2 yang khas (SN2 bearti “ substitusi, nukleofil’ik, bimolekular).
Boleh dikatakan metil halida dan alkil halida primer apa saja, bereaksi S N2 dengan
nukleofil yang agak kuat: -OH, OH, -CN, dan lain-lainnya yang belum disebut. Metil
halida dan alkil halida primer juga bereaksi dengan nukleofil lemah, seperti H 2O,
tetapi reaksi-reaksi ini terlalu lambat sehingga tak bermanfaat. Alkil halida sekunder
dapat bereaksi SN2 ; tetapi alkil halida tersier tidak.
2.2 Mekanisme reaksi
Suatu mekanisme reaksi harus bisa menjelaskan semua fakta yang
diketahui.Untuk beberapa reaksi,diketahui banyak fakta dan untuk itu mekanisme-
mekanisme reaksi tentu telah disepakati oleh kebanyakan pakar kimia. Sementara itu
mekanisme reaksi-reaksi lain masih sangat bersifat dugaan(speculativ). Reaksi SN2
adalah salah satu yang telah di pelajari secara meluas; terdapat sejumlah besar data
eksperimen yang mendukung mekanisme yang akan di bahas sekarang.
Agar bereaksi pertama-tama molekul-molekul itu harus saling bertabrakan.
Kebanyakan tabrakan antara molekul itu tidak mengakibatkan suatu reaksi;molekul-
molekul itu hanyalah terpental kembali agar bereaksi, molekul-molekul yang
bertabrakan itu harus mengandung cukup energi potensial agar terjadi pematahan
ikatan.Juga sikap (orientasi) menentukan apakah suatu reaksi akan terjadi terutama
untuk suatu reaksi SN2 hal ini memang benar.
2.3 Stereokimia Reaksi SN2

10
Dalam reaksi SN2 antara Bromoetana dan ion Hidroksida, oksigen dari ion
Hidroksida menabrak bagian belakang karbon ujung dan menggantikan ion bromida :
Reaksi SN2 keseluruhan :

Serangan dari belakang


Bila sebuah nukleofil menabrak sisi belakang suatu atom karbon tetrahedral yang
terikat pada sebuah halogen, dua peristiwa terjadi sekaligus:
(1) suatu katan baru mulai terbentuk,
(2) ikatan C-X mulai patah.
Proses ini disebut proses setahap atau proses serempak (concerted). Jika energi
potensial kedua spesi yang bertabrakan cukup tinggi, tercapai suatu titik dimana,
dilihat dari energi pembentukan ikatan baru dan pematahan ikatan C-X lama
dimudahan. Ketika pereaksi diubah menjadi produk, mereka harus melewati suatu
keadaan antara, yang memiliki energi potensial tinggi, dibandingkan dengan energi
pereaksi atau produk. Keadaan-antara itu disebut keadaan transisi (Transition state)
atau kompleks teraktifkan(activated complex). Karena keadaan transisi melibatka dua
partikel (Nu- dan RX), maka reaksi SN2 dikatakan bersifat bimolekular (Bimolecular:
angka “2” dalam SN2 menyatakan bimolekular).

11
Suatu keadaan transisi dalam reaksi apa saja adalah penantaan berenergi tinggi
dan sekilas (dari) pereaksi ketika berubah menjadi produk. Suatu keadaan transisi tak
dapat diisolasi dan disimpan di botol. Keadaan transisi hanyalah suatu pemerian dari
“moleku dalam keadaan berubah”. Akan sering digunakan tanda kurung siku dalam
permasaan reaksi, untuk menunjukkan struktur sementara yang tak dapat diisolasi,
dalam reaksi itu. Disini tanda kurung siku digunakan terhadap struktur suatu keadaan
transisi. Kelak tanda kurung ini kadang-kadang digunakan untuk menyatakan produk-
produk tak stabil, yang bereaksi lebih lanjut.
Untuk reaksi SN2 itu, keadaan transisi mencakup sutau rehibridisasi sementara
(dari) atom karbon ujung, dari sp3 ke sp2 dan akhirnya kembali ke sp3 lagi. Dalam
keadaan transisi itu, atom karbon tersebut mempunyai tiga katan sp2 datar ditambah
duaa setengah ikatan yang menggunakan orbital p.

12
Ketika nukleofil menyerang dari arah belakang molekul (dilihat dari atom
halogen), ketika gugus yang terikat pada karbon berubah menjadi rata dalam keadaan
transisi, kemudian membalik kesisi lain, sangat mirip dengan payung yang kelewatan
terbukanya (model molekul akan sangat bermanfaat untuk menghayati proses ini).
Peristiwa membalik ini disebut inversi konfigurasi atau inversi Walden.
Adanya inversi sebagai bagian mekanisme suatu reaksi SN2 diperagakan dengn
indahnya, oleh reaksi enantiomer murni (dari) alkil halida sekunder kita. Misalnya,
reaksi SN2 dari (R)-2-bromooktana dengan –OH menghasilkan (S)-2-oktanol secara
hampir ekslusif.

Kebanyakan reaksi yang melibatkan molekul kiral dilaksanakan dengan


campuran rasemik, yakni campuran ekuimolar reaktan (R) dan (S). Dalam hal-hal ini
produk juga berupa campuran rasemik. Meskipun terjadi juga inversi, efek ini tak
dapat diamati karena separuh molekul-molekul menuju ke satu arah dan separuh
lainnya menunju ke arah yang berlawanan.

2.4 Energi Dalam Suatu Reaksi SN2


Telah disebut bahwa molekul yang bertabrakan membutuhkan energi untuk bisa
bereaksi.Sekarang persyaratan energi ini akan dibahas lebih rinci.

13
Molekul yang bergerak di dalam suatu larutan memiliki sejumlah tertentu energi
potensial dalam ikatan-ikatan mereka,dan sejumlah tertentu energi kinetik dalam
gerakan mereka. Energi potensial dan kinetik molekul-molekul ini tidak eksak sama;
namun dapat digunakan pengertian energi rata-rata molekul.Energi total(dari)
campuran reaksi dapat ditambah,biasanya dengan memanasi larutan itu.Bila di
panasi, molekul memperoleh tambahan energi kinetik,bertabrakan lebih sering dan
lebih bertenaga,dan menukar(mengubah) energi kinetik menjadi energi potensial.
Agar suatu reaksi dapat mulai terjadi,beberapa molekul dan ion yang bertabrakan
dalam wadah itu harus memiliki cukup energi untuk mencapai keadaan transisi pada
waktu bertabrakan.Mencapai tingkat energi potensial(dari) keadaan titrasi itu agak
mirip dengan mengendarai mobil tua ke suatu tanjakan curam..Cukup tenagakan
mobil itu sampai ke puncak? Apakah akan mogok dan meluncur kembali ke asalnya?
sekali mobil itu sampai puncak tanjakan,akan terus kemana-meluncur kembali ke
tempat semula atau ataukah meluncur ke sisi yang lain? Sekali telah menuruni sisi
yang lain masalahnya menjadi sederhana;mobil dapat di biarkan meluncur sampai
titik terendah.
Gambar dibwah ini menunjukan diagram energi untuk berlangsungnya reaksi
SN2 Energi potensial yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan tr4ansisi
membentuk suatu barier energi;dalam grafik barier ini ialah titik energi
maksimum.Agar Alkil halida dan nukleufil yang bertabrakan dapat mencapai keadaan
transisi,diperlukan sejumlah energi yang disebut energi pengaktifan Eact.(activation
energi).Pada keadaan transisi molekul-molekul mempunyai pilihan yang sama
mudahnya,kembali menjadi preaksi atau terus menjadi produk.Selisih antara energi
potensial rata-rata pereaksi dan produk,ialah perubahan entalpi ΔH Untuk reaksi

14
----berlangsungnya reaksi---
Diagram energi suatu reaksi SN2

2.5 Laju Reaksi SN2


Tiap molekul yang bereaksi dan menghasilkan produk harus melewati keadaan
transisi, baik strukturnya maupun energinya. Karena energi molekul-molekul tidak
sama, maka diperlukan waktu agar semua molekul itu bereaksi. Persyartan waktu ini
menimbulkan pengertian dan besaran yang disebut laju reaksi (rate of reacion). Laju
reaksi kimia adalah ukuran betapa cepat reaksi itu berlangsung; yakni betapa cepat
pereaksi itu habis dan produk terbentuk. Kinetika reaksi mempelajari dan mengukur
laju-laju reaksi.
Laju reaksi bergantung pada banyak variabel, beberapa diantaranya dapat dibuat
konstan untuk suatu eksperimen tertentu, misalnya temparatur dan pelarut. Dalam bab
ini dua variabel yang terutama diperhatikan ialah:
(1) konsentrasi pereaksi,
(2) struktru pereaksi

15
Menambahkan konsentrasi pereaksi yang mengalami reaksi SN2, akan
menambah laju terbentuknya produk, karena akan menambah seringnya tabrakan
antara molekul-molekul. Laju reaksi SN2 secara khas berbanding lurus dengan
konsentrasi-konsentrasi kedua pereaksi. Jika semua variabel lainnya dibuat konstan
dan konsentrasi alkil halida atau konsentrasi nukleofil dilipat duakan, maka laju
pembentukan produk juga berlipat dua. Jika suatu konsentrasi dilipat tigakan, laju
juga akan berlipat tiga.
Nu- + RX  Rnu + X-
Laju SN2 = k[RX] [Nu-]
Dalam persamaan ini [RX] dan [Nu-] menyatakan konsentrasi dalam mol/Liter
masing-masing dari alkil halida dan nukleofil. Tetapan proporsionalitas k disebut
tetapan laju (rate constan). Harga k konstan untuk reaksi yang dsama pada kondisi
eksperimen yang identik (pelarut, temperatur, dsb).
Karena laju suatu reaksi SN2 bergantung pada konsentrasi dari dua partikel ( RX
dan Nu-), maka laju itu dikatakan orde ke dua. Reaksi SN2 dikatakan mengikuti
kinetika orde kedua. (meskipun reaksi SN2 juga bimolekuler tidak setiap reaksi
bimolekular adalah dari orde kedua dan tidak tiap reaksi orde dua adalah
bimolekular).
2.6 Efek Eakt pada laju dan pada produk
Secara sederhana pengaruh energi pengaktifan terhadap laju relatif reaksi dapat
dirumuskan sebagai : Pada kondisi yang sama, reaksi dengan Eakt rendah akan berjalan
dengan lebih cepat. Makin sedikit energi yang diperlukan untuk reaksi, akan makin
banyak molekul yang memiliki cukup energi untuk bereaksi.
Perhatikan suatu kasus dimana satu bahan awal dapat mengalami dua reaksi
berbeda yang tak dapat balik (irreversible) dan yang menghasilkan dua produk yang
berlainan. (Bila Eakt dari reaksi balik jauh lebih besar daripada Eakt reaksi, maka reaksi
ini bersifat eksoterm dan pada hakikatnya tak reversibel). Bila bahan awal dapat
mengalami dua macam reaksi semacam ini, maka produk dari reaksi yang lebih cepat

16
(reaksi dengan Ea rendah) akan lebih melimpah. Gambar 5.2 menunjukkan kurva-
kurva energi dari dua reaksi semacam itu.
Eakt ialah energi keadaan transisi relatif terhadap pereaksi. Oleh karena itu
terdapat hubungan antara laju relatif reaksi dan energi keadaan transisi. Diantara
reaksi-reaksi yang bersaing, dengan bahan awal sama, reaksi dengan energi keadaan
transisi yang rendah adalah reaksi yang lebih cepat. Dari gambar 5.2 jelas bahwa
keadaan transisi berenergi rendah memiliki Eakt yang lebih kecil.
Suatu spesi dengan energi potensial rendah, akan lebih stabil dibandingkan
dengan spesi berenergi-potensial tinggi. Oleh karena itu dapat juga dikatakan, reaksi
dengan struktur keadaan transisi yang lebih stabil adalah reaksi yang lebih cepat.
Konsep ini bermanfaat dalam menganalisis reaksi-reaksi yang bersaing, untuk
menentukan mana reaksi yang menang.

Dalam reaksi-reaksi yang bersaing, dengan satu bahan awal, reaksi dengan Eakt
rendah akan lebih cepat. Jika rekasi-reaksi itu tak dapat balik, maka produk-produk
reaksi yang lebih cepat akan lebih banyak.
2.7 Pengaruh struktur pada laju

17
Kinetika reaksi memberikan suatu cara yang berharga untuk memeriksa efek-
efek struktur terhadap reaktivitas. Perhatikan dua reaksi berikut :

(1) OH - + CH3Br CH3OH + Br –


Bromometana metanol
suatu metil halida

(2) OH - + CH3CH2Br CH3 CH2OH + Br –


Bromometana etanol
Suatu alkil bromida primer

Keduanya reaksi SN2 dan keduanya menghasilkan alkohol. Kedua reaksi itu hanya
berbeda dalam bagian alkil dari alkil halida. Perbedaan dalam gugus alkil ini
mempengaruhi laju reaksi SN2 atau tidak ? Untuk menjawab pertanyaan ini, laju kedua
reaksi itu diukur pada kondisi reaksi yang sama (pelarut, konsentrasi dan temperatur
sama). Kemudian atau kedua tetapan laju (k1 dan k2) ditetapkan atau, lebih lazim, laju
relatif ditetapkan.

OH-
CH3Br CH3OH Laju 1 = k1[CH3Br][OH-]

OH-
CH3CH2Br CH3OH Laju 1 = k1[CH3Br][OH-]

Laju relatif CH3 terhadap CH3 CH2Br =

Dalam suatu studi dijumpai bahwa bromometana bereaksi 30 kali lebih cepat
daripada bromometana. (Jika reaksi bromometana perlu satu jam untuk selesai
separuh, maka reaksi bromometana hanya memerlukan 1/30 kalinya, atau 2 menit,
untuk menyelesaikan separuh reaksi). Dapat disimpulkan bahwa memang beda yang
besar antara gugus etil dan metil dalam mempengaruhi laju reaksi.

18
Dalam cara serupa, laju relatif keanekaragaman reaksi SN2 dari alkil halida telah
ditetapkan. Tabel 5.2 menunjukkan laju relatif rata-rata (dibandingkan etil halida)
dari reaksi SN2 sejumlah alkil halida.

Tabel 5.2 laju relatif rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2 yang lazim

Alkil halida Laju relatif


CH3X 30
CH3CH2X 1
CH3CH2 CH2X 0,4
CH3CH2 CH2CH2X 0,4
(CH3)2 CHX 0,025
Rintangan
(CH3)3CX sterik ~0

2.8 Dalam reaksi SN2


Dalam reaksi SN2 alkil halida yang dipaparkan dalam Tabel 5.2, metil halida
menunjukkan laju tertinggi, diikuti oleh alkil halida primer, kemudian alkil halida
sekunder. Alkil halida tersier tidak beraksi SN2:

3ºRX 2ºRX 1ºRX CH3X

Naiknya Laju Reaksi SN2

Dengan bertambahnya jumlah gugus alkil yang terikat pada karbon ujung
(CH3X  1º  2º  3º), keadaan transisinya bertambah berjejal dengan atom.
Perhatikan contoh berikut dari reaksi alkil bromida dengan ion metoksida (CH 3O-)
sebagai nukleofil (CH3O- + RBr  CH3OR + Br-)
Jejalan ruang dalam struktur-struktur disebut rintangan sterik (steric
hindrance). Bla gugus-gugus besar berjejalan dalam suatu ruag sempit, tolak-menolak
antara gugus bertambah parah dan karena itu energi sistem tinggi. Dalam suatu reaksi
SN2 energi suatu keadaan transisi yang berjejal lebih tinggi dari pada energi keadaan

19
transisi dengan rintangan sterik rendah. Karena inilah maka laju reaksi makin
menurun dala deret metil, primer, sekunder, tersier (lihat gambar 5.3). Energi keadaan
transisi SN2 (dari) suatu alkil halida tersier begitu tinggi relatif terhadap jalan-jala
reaksi lain yang mungkin, sehingga reaksi SN2 tidak berjalan.

Rintangan sterik dalam reaksi SN2

20
-------- majunya reaksi------------
Diagram energi untuk reaksi SN2 macam-macam alkil halida

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya
diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan
dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat
diganti.
Perlu pula dicatat bahwa halogen adalah lebih elektronegatif daripada karbon,
sehingga ikatan C-X bersifat polar di mana karbon mengemban muatan posisif partial
(δ+) dan halogen muatan negatif partial (δ-).

Dengan demikian kerapatan elektron pada halogen lebih tinggi daripada karbon.

Reaksi SN2 adalah salah satu yang telah di pelajari secara meluas; terdapat
sejumlah besar data eksperimen yang mendukung mekanisme yang akan di bahas
sekarang. Dalam reaksi SN2 antara Bromoetana dan ion Hidroksida, oksigen dari ion
Hidroksida menabrak bagian belakang karbon ujung dan menggantikan ion bromida :
Reaksi SN2 keseluruhan :

Serangan dari belakang

22
Bila sebuah nukleofil menabrak sisi belakang suatu atom karbon tetrahedral yang
terikat pada sebuah halogen, dua peristiwa terjadi sekaligus:
(1) suatu katan baru mulai terbentuk,
(2) ikatan C-X mulai patah.
Proses ini disebut proses setahap atau proses serempak (concerted).
Gambar dibwah ini menunjukan diagram energi untuk berlangsungnya reaksi
SN2 Energi potensial yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan tr4ansisi
membentuk suatu barier energi;dalam grafik barier ini ialah titik energi
maksimum.Agar Alkil halida dan nukleufil yang bertabrakan dapat mencapai keadaan
transisi,diperlukan sejumlah energi yang disebut energi pengaktifan Eact.(activation
energi).Pada keadaan transisi molekul-molekul mempunyai pilihan yang sama
mudahnya,kembali menjadi preaksi atau terus menjadi produk.Selisih antara energi
potensial rata-rata pereaksi dan produk,ialah perubahan entalpi ΔH Untuk reaksi

----berlangsungnya reaksi---
Diagram energi suatu reaksi SN2

23
Laju reaksi bergantung pada banyak variabel, beberapa diantaranya dapat dibuat
konstan untuk suatu eksperimen tertentu, misalnya temparatur dan pelarut. Dalam bab
ini dua variabel yang terutama diperhatikan ialah:
(1) konsentrasi pereaksi,
(2) struktru pereaksi
Secara sederhana pengaruh energi pengaktifan terhadap laju relatif reaksi dapat
dirumuskan sebagai : Pada kondisi yang sama, reaksi dengan Eakt rendah akan berjalan
dengan lebih cepat. Makin sedikit energi yang diperlukan untuk reaksi, akan makin
banyak molekul yang memiliki cukup energi untuk bereaksi. Dalam reaksi SN2 alkil
halida yang dipaparkan dalam Tabel 5.2, metil halida menunjukkan laju tertinggi,
diikuti oleh alkil halida primer, kemudian alkil halida sekunder. Alkil halida tersier
tidak beraksi SN2:

3ºRX 2ºRX 1ºRX CH3X

Naiknya Laju Reaksi SN2

Dengan bertambahnya jumlah gugus alkil yang terikat pada karbon ujung
(CH3X  1º  2º  3º), keadaan transisinya bertambah berjejal dengan atom.

3.2. Saran
Saran kelompok kami tentang makalah yang berjudul ‘’Alkil halida pada
reaksi SN2’’,diharapakan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Jika ada kesalahan
dalam penulisan kami kami sangat berharap kritik dan saran dari pembaca,untuk
perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi ,sekian dan terima kasih

24
DAFTAR PUSTAKA

Allinger N. L., et al, 1976, Organic Chemistry, 2ndEdition, Worth Publishers,


Inc., New York.

Fessenden J. Ralp & Fessenden S. Joan. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga
Jilid1. Jakarta: Erlangga.

Hart, H., Organic Chemistry – a short Course, 5thEdition, Diterjemahkan oleh


Achmadi S., 1983, Kimia Organik – Suatu Kursus Singkat, Edisi
Keenam,Erlangga, Jakarta.

McMurry, M., 1988, Organic Chemistry, 2ndEdition, Brooks/Cole Publishing


Company, California.

25

Anda mungkin juga menyukai