Anda di halaman 1dari 60

HUBUNGAN HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) DENGAN PERILAKU

ASERTIF DALAM DISKUSI KELOMPOK BELAJAR PADA

MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA STAMBUK 2017

Oleh :

Boy Wendy Togatorop

(17900006)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa adalah kaum terpelajar yang tak lepas dari lingkungan sosial,

karena hal tersebut mahasiswa harus bisa membiasakan diri untuk menunjukkan

kemampuannya bersosialisasi dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan

orang lain dan dapat diandalkan dalam berdikusi layaknya harus bersikap terbuka

dan memiliki inisiatif-insiatif yang kemudian disampaikan di depan forum atau

diskusi kelompok, karena tugas mahasiswa dikenal sebagai agent of change (agen

perubahan) layaknya kaum intelektual.

Mahasiswa dalam peranannya di dunia kampus memiliki sikap yang aktif,

kreatif, mandiri serta kritis dan dewasa dalam cara berpikirnya serta berperilaku.

Sama halnya yang disampaikan oleh Satuti (2014), mahasiswa harus mampu

menempatkan diri pada situasi yang tepat, mampu menyelesaikan masalah,

mampu menyelesaikan tugas, mampu bekerjasama, mampu menyelesaikan

persoalan yang menantang dan adanya ketertarikan dalam berdiskusi untuk

memecahkan masalah.

Sebagai kaum intelektual menjadi seorang mahasiswa bukanlah hal yang

mudah, tentunya memerlukan proses adaptasi yang sebelumnya sudah kita

lakukan dalam tahapan menjadi seorang murid dan juga siswa, akan tetapi tidak

sampai di dalam lingkungan itu saja namun kita melakukannya lagi saat masuk

keperguruan tinggi dengan suasana baru, cara pandang dan juga kemampuan

2
adaptasi yang berbeda-beda, sejalan dengan yang disampaikan. Mulyana, (2014)

juga menuturkan bahwa mahasiswa memiliki tugas yang lebih beragam lagi yang

meliputi tugas-tugas kehidupannya, selain dari tugas-tugas akademis yang

dikerjakannya, mahasiswa juga dituntut untuk menjadi seorang yang aktif, baik

aktif di organisasi, maupun dalam kegiatan diskusi kelompok belajar yang akan

memberikan pengetahuan dan tambahan pengalaman yang nantinya dapat

membantu mereka ketika memasuki dunia kerja, juga kegiatan-kegiatan lain yang

termasuk dalam tugas-tugas akademis dan tugas lainnya sebagai seorang

mahasiswa.

Jannah (2014), menyatakan suasana kelas lebih hidup sebab individu

didalam kelas mampu mengarahkan perhatian atau pikirannya kepada masalah

yang sedang didiskusikan, rasa sosial mereka dapat dikembangkan karena dapat

saling membantu dalam memecahkan masalah. Hal tersebut bisa ditemukan pada

kegiatan mahasiswa yakni diskusi karena melalui diskusi mahasiswa dituntut

untuk berpikir kritis dan aktif yang dapat menunjang wawasan dan juga

memperluas pandangannya dan memberi kemungkinan untuk saling mengemukan

pendapat. Hal tersebut sebagai acuan dan dorongan bagi mahasiswa untuk lebih

mampu berinteraksi dengan orang lain dan unsur utamanya melalui komunikasi

yang positif dan bermakna.

Fakta yang terjadi dilingkungan kita mahasiswa pada saat ini merupakan

kebalikannya dimana peran diskusi kehilangan jati dirinya sebagai suasana yang

aktif dan kurang memiliki rasa asertivitas yakni jujur dan menjaga perasaan orang

lain, kecenderungan monoton karena yang memiliki peran aktif selalu dengan

3
orang yang sama dan itu-itu saja, kesulitan dalam memberikan pendapat serta ide

dan gagasannya untuk memecahkan masalah dalam diskusi kelompok belajar.

Dengan mengingat pentingnya diskusi bagi mahasiswa maka sejalan dengan

yang disampaikan oleh Mardiyati (2011) dengan judul penelitian “Bimbingan

Belajar Teknik Diskusi untuk Meningkatkan Keberanian Mengemukakan

Pendapat di Dalam Kelas” bahwa hasilnya adalah bimbingan teknik belajar

teknik diskusi efektif meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat

didalam kelas, layaknya dalam sebuah kelompok yang tentunya sesama

mahasiswa cenderung lebih malu-malu, tidak tahu, atau bahkan takut untuk

mengemukakan pendapatnya.

Sebagian besar mahasiswa menganggap bahwa diskusi dalam kelompok

belajar adalah hal yang menarik dan sering dilakukan pada masa pendidikannya

bahkan juga dalam kegiatan berorganisasi itu sangat diperlukan. Namun, sebagian

diantaranya juga menganggap bahwa diskusi dalam kelompok belajar itu tidak

menarik dan menakutkan dengan alasan kurang aktif berbicara dan lebih kearah

malu-malu karena faktor tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan isi dari

ide dan gagasan yang telah dipikirkan, maka merekaa lebih baik memilih untuk

setuju-setuju saja bahkan diam dengan berbagai faktor alasan.

Berdasarkan hasil wawancara dari 5 responden yang dilakukan peneliti

secara random pada tanggal 18 april 2021, kepada mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Stambuk 2017 yang pada saat itu baru selesai

melakukan diskusi kelompok, bahwa setelah dilakukannya proses wawancara,

sebagian besar mereka menyebutkan bahwa 8 orang individu yang hadir atas

4
kelompok mereka sebagian tidak aktif dan tidak layak disebut kelompok diskusi.

Hal ini terbukti dari hasil wawancara salah seorang mahasiswa fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, yang mengatakan bahwa:

“Menurut saya sih bang, diskusi dalam kelompok itu sangat-sangat


diperluin yah, karna itu bisa jadi proses belajar kita untuk bisa lebih pintar
berbicara, baik di dikelompok maupun di lingkungan yang membutuhkan
kita buat ngasih pendapat, apalagi nih ya bang kitakan udah mahasiswa itu
jadi modal utama kita buat berani ngasih ide dan gagasan itu disini.
Hal kecilnya aja ya bang, bukan cuma kelompok belajar, di organisasi kita
juga banyak belajar jugakan untuk bisa jadi tambahan pembelajaran nguji
mental kita, gak usah jauh jauh lagi nih ya bang, kami sebagai calon
sarjana hukum khususnya semua prodi, harus di asah dari dini, kalau bisa
lebih diatas vokal (selalu memberikan gagasan) lagi karna kami selalu
dituntut untuk itu.
Bahkan kan bang setiap pembelajaran kami selalu dibuat sistem kelompok,
biar kami lebih aktif, tapi malah sebaliknya banyakan yang setuju-setuju
aja tanpa berperan dan bicara pun paling sama teman yang sebelahnya,
kesal sih bang karna kadang gak ada gunanya hadir tanpa memberi
pendapat untuk kelompok sendiri selayaknya kelompok yang lagi
berdiskusi, itu sih bang.”

(18 April 2021H.S. Mahasiswa Fakultas Hukum)

Kemudian, berdasarkan dari hasil wawancara selanjutnya juga mengatakan

hal yang sama, dimana mahasiswa tersebut menilai tidak menemukan apa yang

diharapkan dari sebuah diskusi kelompok belajar karena kecenderungan tidak

aktif, tidak berani dan cenderung tidak menghargai pendapat orang lain.

“Menurutku sih bang, seharusnya yang namanya berdiskusi itu bukan hal
yang jarang dilakukan semua tenaga maupun peserta didik, bahkan
pendidikan sering jugakan buat sistem kelompok, kan kelompok udah pasti
ada diskusinya, jadi perlu kalilah bang apalagi dikalangan mahasiswa yang
akan jadi modal utama kita buat membawa diri kita ke jenjang dunia
kerjakan, meskipun saat ini berbeda sama teman-teman kelompok yang
kami rasakan, yang kurang aktif, gak ada ngasih saran sama sekali, karna
terkadang kalau kita katakan mereka tidak paham tidak mungkin,soalnya
mereka dapat menyampaikan dengan teman sebelahnya dan ada juga yang
diam-diam,

5
Jadi sangat disayangkan untuk memendam atau tak mempunyai ide sama
sekali dalam memerankan dirinya untuk belajar memecahkan masalah
dalam berbagai bidang mata kuliah, seperti halnya pada saat saya di masa
SMP, masa itu saya juga gak berani buat ngasih pendapat, terakhir hal
positif yang selalu saya sampaikan diterima oleh kelompok, mulai dari situ
kayaknya aku harus PD (percaya diri) dan kalau memberikan gagasan
diusakan dipahami dulu, karna terkadang ada juga teman kelompok yang
gak terima sama saran dan gagasan orang lain, trus kurang baik atau
sembrono menyampaikan idenya atau kesannya jadi melukai hati yang
memberi argumen lainnya, ujung-ujungnya jadi negatif dong pandangan
kita sama dia, ya gak?!
Trus alasan masuk fakultas Hukum ya di latar belakangi sama diri sendiri
yang ada sedikit bekal buat berbicara didepan dan bisa diandalkan dalam
rapat-rapat organisasi yang aku ikuti karna nambah pengalaman bang”

(18 April 2021,G. F Mahasiswa Fakultas Hukum)

Berdasarkan survey wawancara dari hasil wawancara diatas, maka dalam

penelitian ini peneliti menyimpulkan tanggapan yang berbeda, dari hasil analisis

data yang dilakukan peneliti sesuai dengan faktanya dimana dari situasi yang

dialami oleh mahasiswa tersebut diskusi yang sering mereka lakukan sangat tidak

memuaskan serta tidak berani jujur dan terbuka untuk memberikan respon yang

positif dan ide-ide gagasan yang positif pula dan juga ada yang mengatakan

sebagian perlakuan serta ungkapan dalam diskusi tersebut tidak menghargai

perasaan orang lain dan membuat teman dalam kelompok menjadi tersinggung

dalam diskusi tersebut. Hal ini didukung oleh teori Hillyard, Gillespie dan Littig,

(2010) yang mengatakan hal negatif dalam diskusi yaitu seperti adanya peserta

yang mendominasi atau pasif, peserta yang bersikap bijaksana atau kekanak-

kanakan dan tidak memiliki sikap menghargai, dan ada peserta yang mau bekerja

keras atau yang menghindar untuk bekerja sama tanpa memberikan ide dan

gagasannya.

6
Hasil penelitian lainnya yang mendukung hal ini adalah penelitan yang

dilakukan oleh Wulandari dan Rosiana (2018) mengenai "Hubungan Self-esteem

Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Bandung

Angkatan 2015” mununjukkan bahwa sebesar 23% berada dalam kategori tinggi,

20% berada dalam kategori sedang dan 57% berada dalam kategori rendah.

Berdasarkankedua data tersebut menunjukkan bahwa perilaku Asertif mahasiswa

masih dalam kategori yang bermasalah.

Dari hal tersebut berdasarkan pengalaman mereka saat ini masih banyak

mahasiswa yang belum cukup berani mengemukakan gagasan-gagasannya dan

belum mampu bekerja sama untuk mampu belajar dalam membangun komunikasi

yang positif, tegas dan menghargai persepsi dari kaca mata orang lain agar dapat

menumbuhkan citra diri yang lebih diakui dan disenangi teman dalam lingkungan

belajar.

Menurut Rini (2001) dalam Herni bahwa, Asertifitas adalah suatu

kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan

dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta

perasaan orang lain. Berdasarkan fenomena yang dibahas oleh peneliti diatas

selaras dengan tokoh Rathus (Retaaningsih, 1992) yang menggambarkan perilaku

Asertif sebagai perilaku yang mengandung keberanian dalam mengekspresikan

perasaan yang sesungguhnya, berani membela hak-hak asasi serta berani menolak

permintaan-permintaan yang tidak beralasan keinginan, dan kebutuhan individu

pada orang lain dan menghargai pendapat orang lain serta untuk mendapatkan

penghargaan lebih khusus lagi.

7
Didalam situasi yang digambarkan diatas, fenomena tersebut mengarah pada

Asertifitas. Hal ini berbanding terbalik pada mahasiswa fakultas hukum

Universitas Sumatera Utara stambuk 2017 yang kurang memiliki asertivitas

dalam diskusi belajar. Hal tersebut sangatlah disayangkan karena dewasa ini sikap

asertivitas sangat diperlukan dikalangan mahasiswa, dimana sikap Asertif akan

menjadi hal pendukung dalam kemampuan penerimaan diri pribadi ataupun

kelompok dan juga dan mahasiawa akan menjadi lebih percaya diri, terbuka

dalam hal penyampaian pendapat. dimana dikatakan perilaku Asertif sangatlah

mendukung sebagai penghargaan diri secara pribadi maupun kelompok dalam

membangun suasana yang lebih terbuka dan jujur dalam menyampaikan

pendapatnya.

Demikian halnya bahwa orang yang Asertif akan memberikan respon yang

lebih bersifat terbuka, jujur, penuh penghargaan serta pertimbangan terhadap

orang lain (Agustin dalam Syarani, 1993) karena respon Asertif lebih bersifat

akomodatif dari pada respon pasif maupun respon agresif di dalam menghadapi

situasi-situasi tertentu. Hal ini sangat menjadi tolak ukur yang diharapkan didalam

diskusi baik itu kelompok belajar maupun didalam kelas, citra Asertif sangat baik

digunakan dan dilatih agar kelompok diskusi senang dengan kehadiran kita dan

kita lebih dianggap oleh anggota kelompok serta mampu memberikan citra diri

yang baik dihadapan kelompok.

Berdasarkan fenomena diatas dengan kurangnya peran perilaku Asertif,

maka memilki beberapa faktor, faktor-faktor tersebut menurut Rathus dan Nevid

(dalam Hasibuan, 2018) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi perkembangan

8
perilaku Asertif yaitu : Jenis kelamin, harga diri (self-esteem), kebudayaan, tingkat

pendidikan, tipe kepribadian dan situasi tertentu dalam lingkungan sekitar. Dari

beberapa faktor tersebut, harga diri menjadi salah satu faktornya. Selaras dengan

Rees & Graham (1991), Lange dan Jakubowski (dalam Prabowo, 2000)

mengemukakan bahwa Asertif didefinisikan sebagai kemampuan

mengekspresikan hak, pikiran, perasaan dan kepercayaannya secara langsung,

jujur dan dengan cara yang terhormat dan tidak mengganggu penghargaan

terhadap orang lain. Rakos (1991) mengartikan perilaku Asertif sebagai perilaku

mengkomunikasikan sesuatu dan mengungkapkan pendapat diri serta

menyelesaikan masalah interpersonal tanpa merusak suatu hubungan dengan

orang lain.

Menurut Alberti dan Emmons, dkk (Retnaningsih, 1992) orang Asertif

diasumsikan memiliki konsep diri yang positif yaitu salah satu cirinya adalah

harga diri mereka tinggi. Perpaduan teori yang mengatakan demikian, bahwa

harga diri menjadi faktor untuk berprilaku Asertif bagi mahasiswa, karena ketika

individu dapat menyikapi keadaan dengan baik dan berpikir positif bahwa

individu tersebut mampu menanggulanginya maka akan berdampak positif pada

self-esteem individu tersebut.

Sama halnya yang disampaikan oleh Rathus & Nevid (1980) harga diri

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang memunculkan

tingkah laku Asertif. Menurut Townend (2007), individu dengan harga diri yang

positif maka dapat bertindak sesuai dengan intuisi mereka. Tanpa harga diri yang

positif, individu akan takut dikritik atau dinilai orang lain.

9
Individu yang memiliki perilaku Asertif adalah individu yang memiliki

harga diri tinggi sehingga mampu menggungkapkan pendapat tanpa rasa takut

dikritik oleh orang lain (Rakos, 1991). Harga diri (self-esteem) merupakan

evaluasi individu tentang dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini

memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau

tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya, penilaian tersebut

terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya

sendiri apa adanya (Santrock, 1998).

Menurut Coopersmith (1967) harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh

individu menyangkut penghargaan terhadap dirinya sendiri, ekspresi suatu sikap

setuju atau tidak setuju menunjukkan tingkat individu meyakini diri sendiri

mampu, penting, berhasil dan berharga. Secara teori tersebut individu tersebut

mengevaluasi dirinya sendiri dan lebih memberi penghargaan positif terhadap

dirinya sendiri.

Coopersmith (1967) membagi 4 aspek dalam harga diri antara lain: (1)

kekuatan (Power), (2) keberartian (significance), (3) kebajikan (virtue), (4)

kemampuan (competence). Harga diri memegang peranan yang penting bagi

mahasiswa dalam menyelesaikan masalah sosial. Mahasiswa dengan harga diri

positif mampu memandang hubungan dengan orang lain secara bijaksana,

menghormati dan tidak memaksakan kehendak untuk diterima oleh orang lain

(Ghufron dalam Dewi, 2010).

Penghargaan positif tentang diri kepada orang lain akan membantu individu

untuk diterima dalam lingkungan masyarakat. Adanya penghargaan diri ini akan

10
ditunjukkan melalui perilaku Asertif, selftrust, dan keinginan kuat untuk

bereksplorasi (Coopersmith1967). Selanjutnya peneliti melakukan wawancara

kepada mahasiswa tersebut dengan berbagai alasan yang lebih tergolong kedalam

penghargaan diri yang positi.

“Dari aku sih bang lebih menggambarkan ke diriku aja ya, kadang memang
yang kutangkap aku pernah diposisi yang malas ngomong, sempat juga aku
gak terlalu peduli sama kalau harus ngomong atau enggak, karna situasi
juga salah satunya, contohnya kita sekelompok nih sama orang yang udah
terkenal dikelas pinter menjawab, trus kalau diskusi dia lebih aktif, kadang
sempat sih diriku itu bilang (“ah udahlah, udah dianya itu yang paling
disetujuin, diakan dikelas udah dikenal”) dan ada kadang juga
pengalamanku sih lebih baik aku simpan sendiri ajalah, takut jawabanku
diketawain dan gak masuk dalam pertimbangan, setuju-setuju aja. Mungkin
ini sih yang juga dialamin semua orang sama kayak aku. Lucukan bang
hahaha.”

(M. T. Mahasiswa Fakultas Hukum)


18 April 2021, 15.30 Wib

“Ya menurutku bang, kalau namanya didalam kelas pasti berlomba-lomba


untuk tampil dan adu argument, apalagi kalau kayak kami fakultas hukum,
kadang argument itu nguras banyak waktu, tapi bagi yang ingin tampil,
bagi yang enggak ya gitu bang, diam dan asik sebagai pendengar.
tibalah dibentuk kelompok diskusi, kadang dosen udah tau juga mana yang
biasanya tampil dikelas mana yang cenderung diam, jadi sistem baginya itu
ibarat 3 orang yang berani jadi ketiga orang yang berani tadi dibagi satu-
satu kekelompok diskusi, gitu bang, karna semua itukan penilaian bang,
dosen menilai dan kamipun udah tau kalau mereka lebih dominan dan lebih
aktif, jadi mereka dikelompok diskusi juga aktif, dan rata-rata dalam
kelompok itu dia lebih didengarkan dan lebih dihargailah sama teman-
teman, wajarkan bang karna dirinya mampu.”

(Mahasiswa Fakultas Hukum)


18 April 2021, 15.40 Wib

Berdasarkan dari hasil kedua wawancara diatas, yakni memiliki tanggapan

yang berbeda-beda. Peneliti menyimpulkan bahwa sifat penghargaan diri individu

mampu mempengaruhi perilakunya dalam memerankan dirinya. Tak terlepas atas

11
dasar asertivitas, dimana mahasiswa mampu memerankan dirinya untuk terbuka,

tegas dan memberi respon positif. Tetapi pada dasarnya setiap mahasiswa tidak

selalu mampu berprilaku Asertif, karena pengalaman dan situasi tertentu.

Dengan demikian, berdasarkan analisis wawancara dan kajian teori serta

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul hubungan harga diri dengan perilaku Asertif

terhadap keaktifan diskusi belajar pada mahasiswa fakultas hukum Universitas

Sumatera Utara stambuk 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini: “Apakah

ada hubungan harga diri dengan perilaku Asertif terhadap keaktifan diskusi

belajar pada mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara stambuk

2017?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan harga

diri dengan perilaku Asertif terhadap keaktifan diskusi belajar pada mahasiswa

fakultas hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

12
Dua jenis manfaat penelitian yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan

ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan dan psikologi

perkembangan, tentang harga diri (self-esteem) dan asertivitas pada

mahasiswa terhadap keaktifan dalam diskusi belajar

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pengetahuan

bagi mahasiswa mengenai hubungan harga diri (self-esteem) dengan

perilaku Asertif terhadap keaktifan diskusi belajar pada mahasiswa, agar

mampu meningkatkan keberanian diri dan lebih aktif didalam kelompok

diskusi.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan sumber

penyumbang data penelitian berikutnya, juga bagi peneliti sendiri untuk

termotivasi dalam menyelesaikan skripsi yang sedang dikerjakan.

c. Bagi Fakultas Maupun Universitas

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan kepada pisahk

Fakultas maupun Universitas untuk lebih mengenal kebutuhan mahasiswa

dalam mengembangkan keberanian dan keyakinan dalam diri dalam

keaktifan didalam kelas berdiskusi maupun kelompok diskusi belajar.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asertif

2.1.1 Pengertian Asertif

Kata Asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang artinya adalah

positif yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap

positif (Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995). Menurut Mallot, dkk

(Prabana, 1997), “to assert” artinya sebagai cara menyatakan sesuatu dengan

sopan mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun yang dirasa mengganggu

atau kurang berkenan. Sedangkan menurut Ramus dan Nevid (Yogaryjantono,

1991) "to assert" berarti meminta seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara

yang akan menambah penghargaan atau mengurangi aversi (rasa enggan).

Perilaku Asertif merupakan terjemahan dari assertif behavior yang

mengandung arti suatu tindakan atau perilaku yang dinyatakaan dengan sopan dan

bermaksud untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang

dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai dengan sikap yang sopan,

sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan masuk akal. Lazarus (dalam

Departemen Pendidikan Nasional, 2003) menyatakan bahwa individu yang Asertif

menampilkan perilaku yang tegas.

Perilaku ini muncul akibat kebebasan emosi dari setiap usaha yang

dilakukan individu untuk membela haknya serta adanya keefektifan yang

mendukung perilaku. Rathus dan Nevid (dalam Departemen Pendidikan Nasional,

14
2003) juga mendefinisikan perilaku Asertif sebagai perilaku yang berisi

pernyataan pikiran, perasaan yang dilakukan secara langsung seperti apa adanya

tanpa menimbulkan pertengkaran atau rasa menyakiti orang lain.

Menurut Rini (2001) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk

mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang

lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Pada

dasarnya makhluk hidup adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya akan

berinteraksi dengan sesama manusia. Demikian peranannya perilaku Asertif yang

sangat membantu individu dalam berinteraksi dimana setiap individu pasti

mempunyai kebutuhan dan keinginan tertentu dalam hidupnya yang harus

dipenuhi, perilaku pemenuhan kebutuhan ini tergantung dari kondisi yang

bersangkutan menampilkan perilaku tertentu dalam berinteraksi dengan orang

lain. Keuntungan atau manfaat dari perilaku Asertif menurut Lenz and Hall, 2001

(dalam Arumsari, 2017) antara lain berkurangnya perasaan cemas, meningkatnya

kepuasan, kepercayaan diri, dan harga diri individu tersebut, sehingga hubungan

dengan orang lain dapat lebih memuaskan.

Berdasarkan pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa perilaku

Asertif merupakan perilaku yang timbul dari individu ketika individu dapat

menjelaskan apa yang diinginkannya serta mengekspresikan kepada orang lain

tanpa menyinggung perasaan atau hak orang lain. Pengekspresian pikiran,

mengungkapkan perasaan yang positif serta keyakinan secara langsung dan terus

terang, dengan cara yang pantas, dan bertanggung jawab.

15
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Menurut Rathus & Nevid (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2003)

mengklasifikasi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku Asertif,

yaitu:

1. Jenis Kelamin

Wanita pada umumnya lebih sulit berperilaku Asertif seperti

mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan laki-laki. Wanita diharapkan

lebih banyak menurut dan kurang mengungkapkan isi pikiran dan perasaannya

bila dibandingkan dengan laki-laki, artinya adalah pengkondisian budaya untuk

wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit mengembangkan

asertivitasnya.

2. Harga Diri

Harga diri seseorang turut mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki harga diri

yang tinggi, memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga ia mampu

mengungkapkan pendapat dan perasannya tanpa merugikan dirinya maupun

menyakiti perasaan orang lain.

3. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan perilaku masing-masing

anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan status sosial

seseorang.

4. Tingkat pendidikan

16
Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin luas wawasan

berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka.

5. Situasi-situasi tertentu disekitarnya

Kondisi dan situasi dalam arti luas misalnya posisi kerja antara bawahan

terhadap atasannya, ketakutan yang tidak perlu (takut dinilai kurang mampu),

situasi-situasi seperti kekhawatiran mengganggu dalam keadaan konflik.

2.1.3 Aspek Perilaku Aserif

Menurut Rathus & Nevid (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2003)

terdapat aspek-aspek dari asertivitas yaitu :

1) Bicara Asertif, tingkah laku ini dibagi menjadi 2 macam yaitu rectifying

statement (mengemukakan hak-hak dan berusaha mencapai tujuan tertentu

dalam suatu situasi) dan commendatory statement (memberikan pujian

untuk menghargai oranglain dan memberikan umpan balik positif)

2) Kemampuan mengungkapkan perasaan kepada orang lain dan

pengungkapan perasaan terhadap suatu tingkat spontanitas yang tidak

berlebihan.

3) Menyapa atau memberikan salam kepada oranglain yang ingin ditemui,

termasuk orang baru dikenal dan membuat suatu pembicaraan.

4) Ketidak sepakatan menampilkan cara yang efektif dan jujur untuk

menyatakan rasa tidak setuju.

5) Menanyakan alasan bila diminta untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak

langsung menyanggupi atau menolak begitu saja.

17
6) Berbicara mengenai diri sendiri, membicarakan diri sendiri mengenai

pengalaman-pengalaman dengan cara yang menarik, dan merasa yakin

bahwa orang akan lebih merespon terhadap perilakunya daripada

menunjukan perilaku menjauh atau menarik diri.

7) Menghargai pujian dari oranglain dengan cara yang sesuai.

8) Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat.

Mengakhiri percakapan yang tidak terlalu penting dengan orang yang

memaksakan pendapatnya.

9) Menatap lawan bicara, ketika berbicara atau diajak bicara, menatap lawan

bicaranya.

10) Respon melawan rasa takut, menampilkan perilaku yang biasanya

melawan rasa cemas, biasanya memiliki kecemasan sosial.

Menurut Arroba dan Jarnes 1992 dan Michael 1988 (dalam Departemen

Pendidikan Nasional, 2003), sejauh mana seseorang dapat berperilaku Asertif

dapat dilihat dari perilaku verbal dan perilaku non verbal yang ditampilkannya.

Cirinya antaranya :

a. Perilaku Verbal

1. Bebas mengemukakan apa yang ada pada dirinya melalui kata-kata dan

tindakan

2. Dapat berkomunikasi dengan oranglain secara terbuka, langsung, terus

terang, dan sebagaimana mestinya

3. Memiliki pandangan positif terhadap kehidupannya

18
4. Bertindak secara wajar, artinya menerima atas keterbatasannya, namun

tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan

5. Mampu mengemukakan perasaan dan pikirannya tanpa ada kecemasan

b. Perilaku Non Verbal

1. Tatapan mata dan langkah yang mantap

2. Menciptakan kontak mata yang menyenangkan

3. Ketika memalingkan muka, menoleh kebelakang dengan cepat

4. Reaksi yang mantap

5. Kepala tegak

6. Gerakan-gerakan terbuka

7. Menjaga suara tetap hangat dan pada titi nada yang mudah

Seseorang yang tidak dapat berperilaku Asertif ditandai dengan ciri-ciri

yaitu, mudah mengalah, mudah tersinggung, sering merasa cemas, kurang yakin

pada dirinya sendiri, serta tidak suka mengadakan komunikasi dengan orang lain

atau lingkungan sekitarnya.

2.2 Harga Diri (Self-esteem)

2.2.1 Pengertian Harga Diri

Harga diri didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri,

baik positif maupun negative, biasa disebut sebagai self-esteem yaitu evaluasi diri

yang dibuat oleh setiap individu, sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam

rentang dimensi positif maupun negatif, Baron & Byrne 2004 (dalam Widyastuti,

2014). Harga diri (self-esteem) adalah evaluasi diri kita secara keseluruhan atau

19
rasa keberhargaan diri. Jennifer Crocker & Cornie Wolf (dalam Widyastuti, 2014)

juga memberikan pernyataan bahwa kita akan memiliki harga diri yang tinggi

apabila kita merasa senang dengan domain yang kita anggap penting bagi harga

diri kita sendiri misalnya, penampilan, kecerdasan, kekayaan, dan sebagainya.

Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau perkembangan harga diri

adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap kemampuan yang

ditampilkannya dan perbandingan sosial. Harga diri yang tinggi memang memiliki

beberapa manfaat seperti memperkuat inisiatif, keberanian, daya tahan dan

perasaan senang, Baumeister (dalam Widyastuti, 2014).

Mirels dan McPeek (dalam Ghufron, 2016) berpendapat bahwa harga diri

sebenarnya memiliki dua pengertian, yaitu pengertian yang berhubungan dengan

harga diri akademik dan harga diri non-akademik. Contohnya, harga diri

akademik adalah jika seseorang mempunyai harga diri tinggi karena

kesuksesannya dibangku sekolah, tetapi pada saat yang sama ia tidak merasa

berharga karena penampilan fisiknya kurang meyakinkan, misalnya postur

tubuhnya terlalu pendek. Sementara itu, contoh harga diri non-akademik adalah

jika seseorang mungkin memiliki harga diri yang tinggi karena fisiknya sempurna

dalam salah satu cabang olahraga. Tetapi pada saat tertentu dengan kondisi yang

sama mereka merasa kurang berharga karena kegagalannya dibidang pendidikan

khususnya berkaitan dengan kecakapan verbal.

Harga diri adalah salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku

individu. Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap dirinya.

Penghargaan yang positif akan membuat seseorang merasakan bahwa dirinya

20
berharga, berhasil dan berguna (berarti) bagi orang lain. Meskipun dirinya

memiliki kelemahan atau kekurangan baik secara fisik maupun psikis.

Terpenuhinya kebutuhan harga diri akan menghasilkan sikap optimis dan percaya

diri, sebaliknya apabila ada kebutuhan harga diri ini tidak terpenuhi, maka akan

membuat seseorang atau individu berperilaku negative.

Mukhlis (dalam Ghufron, 2016) mengatakan bahwa pembentuk harga diri

pada individu dimulai sejak individu mempunyai pengalaman dan interaksi sosial,

yang sebelumnya didahului dengan kemampuan mengadakan persepsi, olok-olok,

hukuman, perintah, dan larangan yang berlebihan akan membuat anak merasa

tidak dihargai. Klass dan Hodge (dalam Ghufron, 2016) juga mengemukakan

bahwa harga diri adalah hasil evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh

individu, yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta

penerimaan penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap individu tersebut.

Pada saat melakukan evaluasi diri, individu akan melihat dan menyadari

konsep konsep dasar dirinya yang menyangkut pikiran-pikiran, pendapat,

kesadaran, mengenai siapa dan bagaimana dirinya, serta kemampuan

membandingkan keadaan diri saat itu dengan bayangan diri ideal yang

berkembang dalam dirinya. Seseorang akan memiliki harga diri tertinggi apabila

mereka dapat tampil secara kompeten dalam bidang yang penting bagi dirinya.

Harga diri sering kali akan meningkat apabila mencoba mengatasi suatu

masalah yang dihadapi dan bukan menghindarinya Lazarus (dalam Santrock,

2007). Harga diri yang dimiliki oleh masing masing individu bervariasi, ada yang

rendah dan ada yang tinggi. Oleh karena itu sebaiknya individu didorong untuk

21
mengidentifikasikan dan menghargai bidang-bidang kompetensinya. Harter

(dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa agar harga diri remaja dapat

meningkat, intervensi yang dilakukan harus mencapai tingkat penyebab dari harga

diri. Dengan konsekuensi-konsekuensi yang secara potensial dapat ditimbulkan

oleh rendahnya harga diri maka ada empat cara yang dapat meningkatkan harga

diri:

1) Mengidentifikasikan penyebab rendahnya harga diri dan bidang-bidang

kompetensi yang penting bagi diri

2) Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial

3) Meningkatkan prestasi

4) Meningkatkan keterampilan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa harga

diri adalah penilaian atas evaluasi diri yang dilakukan seseorang terhadap dirinya

yang didasarkan pada hubungannya dengan orang lain baik berupa interaksi yang

baik dan juga kemampuannya dalam memberikan peran yang positif sesuai

dengan tujuan dan apa yang dibutuhkan dalam situasi tertentu.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Diri (Self-esteem)

Selain itu Menurut Coopersmith (dalam Ghufron, 2016) bahwa

pembentukan harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor dibawah ini,

yaitu :

1. Keberartian individu Keberartian individu menyangkut seberapa besar

individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, dan berharga menurut

22
standar dan nilai pribadi. Penghargaan inilah yang dimaksud dengan

keberartian diri.

2. Keberhasilan seseorang Keberhasilan yang berpengaruh terhadap

pembentukan harga diri adalah keberhasilan yang berhubungan dengan

kekuatan atau kemampuan individu dalam mempengaruhi dan

mengendalikan diri sendiri maupun oranglain.

3. Kekuatan individu Kekuatan individu terhadap aturan-aturan, norma, dan

ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat. Semakin taat terhadap

hal-hal yang sudah ditetapkan dalam masyarakat, maka semakin besar

kemampuan individu untuk dapat dianggap sebagai panutan masyarakat,

maka semakin besar kemampuan individu untuk dapat dianggap sebagai

panutan masyarakat. Oleh sebab itu, semakin tinggi pula penerimaan

masyarakat terhadap individu bersangkutan. Hal ini mendorong harga diri

yang tinggi.

4. Performansi individu yang sesuai dalam mencapai prestasi yang

diharapkan Apabila individu mengalami kegagalan, maka harga dirinya

akan menjadi rendah. Sebaliknya, apabila performansi seseorang sesuai

dengan tuntutan dan harapan, maka akan mendorong pembentukan harga

diri yang tinggi.

2.2.3 Aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith, (dalam Irmawati, 2010) mengemukakan bahwa

terdapat beberapa aspek harga diri yaitu :

23
1. Keberartian diri (Significance)

Kepedulian, perhatian dan afeksi yang diterima individu dari orang lain, hal

tersebut merupakan penghargaan dan minat dari orang lain dan pertanda

penerimaan dan popularitasnya. Hal ini ditandai dengan meramahan,

ketertarikan dan disukai individu menyukai dirinya.

2. Kekuatan individu (Power)

Kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri

dan orang lain. Hal ini ditandai dengan adanya penghargaan dan

penerimaan dari orang lain terhadap ide-idenya dan hak-hak individu

tersebut.

3. Kompetensi (Competence)

Sukses memenuhi tuntutat prestasi yang ditandai oleh keberhasilan

individu dalam mengerjakan berbagai tugas atau pekerjaan dengan baik

dari level yang tinggi dan usia yang berbeda.

4. Kemampuan memberi contoh (Virtue)

Ketaatan mengikuti kode moral, etika dan prinsip-prinsip keagamaan yang

ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang dilarang dan

melakukan tigkah laku yang diperbolehkan oleh moral, etika dan agama.

2.3 Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Asertif

Bagi seorang mahasiswa memiliki harga diri yang tinggi akan sangat

berdampak positif bagi dirinya dan kehidupannya, hal tersebut merupakan

langkah awal agar individu dapat dengan mudah masuk kelingkungan baru,

24
berkembang sekaligus beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Menurut

Siswoyo, 2007 (dalam Gunarsa, 2001) mengatakan mahasiswa dapat didefnisikan

sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik

negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi,

kecerdasan dalam berpikir dan perencanaan dalam bertindak. Berfikir kritis dan

bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada

diri setiap mahasiswa, merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya

18-25 tahun. Terlebih lagi menjadi seorang mahasiswa psikologi dimana secara

tidak langsung kita dituntut untuk dapat tampil dihadapan individu lain yang

sebelumnya tidak kita kenal, dalam memberikan pendapat kepada orang lain kita

sebagai seorang mahasiswa psikologi harus dapat mempertimbangkan kata-kata

yang kita keluarkan sehingga tidak menyinggung perasaan oranglain atau lawan

bicara kita dalam hal tersebut memerlukan keberanian dimana keberanian itu

diperoleh karena individu sudah memiliki harga diri yang tinggi dan dari hal

tersebut individu dapat dengan mudah memunculkan perilaku Asertif.

Menurut Raes & Graham (dalam Satuti, 2014) Asertif adalah perilaku yang

memungkinkan seseorang menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya agar

mendapat hasil yang diinginkan sementara tetap mempertahankan harga diri dan

menghormati oranglain dimana perilaku tersebut berisi pernyataan pikiran,

perasaan yang dilakukan secara langsung seperti apa adanya tanpa menimbulkan

pertengkaran atau rasa cemas. Menurut Sunardi (dalam Irmawati, 2010) remaja

yang berperilaku Asertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif,

25
adaptif, aktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendiri maupun

oranglain.

Seperti yang kita ketahui juga bahwa harga diri yang tinggi merupakan salah

satu pendukung agar individu dapat menampilkan perilaku Asertif karena harga

diri adalah salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu. Setiap

orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap dirinya. Penghargaan

yang positif akan membuat seseorang merasakan bahwa dirinya berharga, berhasil

dan berguna (berarti) bagi orang lain, menurut Townend (dalam Satuti, 2014)

seseorang yang memiliki harga diri yang positif maka mereka dapat bertindak

sesuai dengan intuisi mereka, tanpa harga diri yang positif maka seseorang akan

takut dikritik atau dinilai oranglain serta tidak dapat memberikan feedback baik

kepada orang lain.

26
No Penulis Judul Gap/ Tujuan Konsep Variabel Metode Sampel Temuan Keterbatasan
Jurnal Penelitian Masalah &
penelitian Saran
1 Adinda Dewi Hubungan Masa remaja Untuk Asertivitas Variabel Data Subjek dalam Hasil Saran :
Septiana dan antara harga merupakan mengetahui adalah Bebas : penelitian penelitian ini penelitian : Agar kiranya
Agung diri dengan periode pengaruh perilaku yang Harga diri dikumpulkan berjumlah 56 Hasil penelitian ini
Santoso asertivitas transisi atau beban kerja mempromosik dengan subjek yang penelitian bisa menjadi
Pribadi pada remaja masa terhadap an kesetaraan Variabel menggunakan merupakan menunjukkan acuan untuk
peralihan dari kepuasan kerja dalam Terikat : dua skala yaitu remaja yang bahwa penelitian
anak-anak dengan stres hubungan Asertivitas Skala aktif dalam terdapat berikutnya,
menuju kerja sebagai manusia yang pada remaja Asertivitas karang taruna. hubungan dan
dewasa yang variabel memungkinka dan Skala positif antara menggunakan
ditandai mediasi pada n setiap Harga Diri. harga diri lebih banyak
dengan pekerja di individu untuk dengan sumber untuk
pertumbuhan hotel maxone bertindak asertivitas penelitian
dan kota malang menurut pada remaja, berikutnya
perkembangan kepentinganny sehingga
secara a sendiri, hipotesis
fisiologis dan membela diri dalam
psikologis tanpa penelitian ini
Masa dimana kecemasan, diterima.
seorang anak mengekspresik
memiliki an perasaan Semakin
keinginan dengan jujur tinggi Harga
untuk dan nyaman, Diri, maka
mengetahui dan semakin tinggi
berbagai menerapkan Asertivitas
macam hal hak-hak pada Remaja,
serta ingin pribadi tanpa dan begitu
memiliki mengabaikan pula
kebebasan hak-hak orang sebaliknya.
dalam lain (Pratiwi, Sehingga
menentukan Wahyu Eka hipotesis

27
apa yang ingin 2015) Ratna dalam
dilakukannya. (2013) faktor- penelitian ini
Hal ini sesuai faktor yang diterima
dengan salah mempengaruhi
satu tugas asertivitas
perkembangan yaitu jenis
masa remaja kelamin, self
yang esteem (harga
berhubungan diri),
dengan kebudayaan,
penyesuaian tingkat
sosial. Remaja pendidikan,
harus mampu tipe
bersikap tegas kepribadian,
dalam dan situasi
menyatakan tertentu
pendapat atau lingkungan
pikirannya sekitarnya
terhadap orang
lain tanpa
kehilangan
rasa percaya
diri
Kemampuan
berkomunikasi
dan
menyesuaikan
diri dengan
baik
diperlukan
para remaja.
Remaja harus
mampu
bersikap

28
terbuka dan
tegas dalam
menyatukan
pendapat atau
pikirannya
terhadap orang
lain tanpa
kehilangan
rasa percaya
dirinya
2 Muthamainna Pengaruh self Masa remaja Tujuan: dari Palmer & Variabel Metode:rancan Sampel Hasil Saran :
Yuli Asmi esteem adalah masa penelitian ini Froehner Bebas : self gan penelitian penelitian 100 Penelitian : Penelitian ini
rozali terhadap transisi untuk mengeta (2002) esteem adalah remaja, denga Berdasarkan meninjau
asertivitas dari masa anak hui pengaruh mengemukaka penelitian n jumlah 51 hasil uji asertivitas
pada remaja -anak menuju selfesteem n bahwa Variabel kuantitatif orang laki regresi linear berdasarkan
masa dewasa. terhadap individu yang Terikat : kausal -laki dan 49 sederhana dimensi
Pada saat itu, asertivitas dapat asertivitas komparatif orang diketahui internal yaitu
remaja masih mengembangk remaja dengan teknik perempuan bahwa tidak self
memiliki an pengambilan ada pengaruh -
emosi asertivitasnya sampel non self esteem.
yang berarti ia probability - Penelitian
cenderung dapat sampling esteemterhada selanjutnya
labil, mudah mengendalika menggunakan p dapat
berubah n hidupnya teknik asertivitas meninjau
-rubah dengan cara purposive pada remaja asertiviats
sehingga mengemukaka sampling. (p) = 0,426 berdasarkan
membuat n pendapat atau p > 0,05 dimensi
remaja sulit dan pemikiran yang artinya ekternal
untuk secara tegas hipotesis diluarself
mengambil dan jujur, ditolak -esteem,
keputusan, melakukan seperti urutan
mudah permintaan anak dalam
terpengaruh atas sesuatu keluarga, atau
oleh yang sosial

29
lingkungan diinginkan. ekonomi.
maupunteman Palmet & Penelitian
sebaya Froehner selanjutnya
(santrock,2003 (2002) juga dapat
). Selain menambahkan meninjau
remaja sangat bahwa asertivitas
senang asertivitas berdasarkan
membentuk adalah dimensi
teman sebaya. kemampuan internal seperti
Adanya individu tipe
kebutuhan dalam kepribadian,
ingin diterima menampilkan dan
yang begitu tingkah laku kematanagn
besar oleh tegas yang emosi.
kelompok dilakukan Penelitian
teman dengan sopan selanjutnya
sebaya, ta npa juga dapat
cenderung bersikap melakukan
membuat agresif peninjauan
remaja maupun asertivitas
melakukan defensif. berdasarkan
apa saja tanpa Individu pembentuk
pertimbangan asertif asertivitas,
yang tidak yaitu dimensi
matang. menyerang internal
Dalam ataupun dan
pergaulan den menghakimi eksternaldenga
gan teman orang lain dan n alat ukur
sebaya, rem mengenali yang
aja akan batas dikemukakan
menghadapi kemampuan oleh Kelly
berbagai diri (1979).
situasi, baik Penelitian
situasi positif selanjutnya

30
maupun juga dapat
negatif. malakukan
Dengan kondi peninjauan
si emosi yang selfesteem
labil remaja berdasarkan
akan aspek -aspek
mudah self
terpengaruh esteemuntuk
oleh melihat aspek
lingkungan dominan yang
pergaulan mempengaruhi
sekitarnyayan asertivitas
g negatif seper
ti
tawuran,
merokok, seks
bebas. Akan
tetap
i
remaj
a yang berada
pada
pergaulan
yang
positif yakni
pergaulan
yang
mendorong
remaja untuk
berprestasi,
aktif dalam
kegiatan
sosial, akan
membawa

31
remaja untuk
menemukan
kesuksesan.
Namundemiki
an,tidak semua
remaja
mempunyaiper
ilaku yang
negatif. Ada
juga
remajayang
berperestasi
dan sukses
dalam
lingkungan
sosialnya.
Walaupun
lingkungan
tersebut
berpotensi
mempengaruhi
remaja
untuk
berperilaku
negatif seperti
tawuran,
seks bebas,
narkotika, dan
perilaku
agresif
lainnya, tetapi
remaja
tersebut tetap
terhindar

32
dari perilaku
negatif
tersebut.
Remaja
tersebut berani
menyatakan
peraasaan
tanpa
rasa takut,
jujur, dan
terbuka
menyatakan
kebutuhannya,
mampu
berkata
“tidak”, tidak
takut dijauhi
atau dimusuhi
oleh temannya
dan juga tidak
mudah
didominasi
oleh orang
lain.
Kemampuan
untuk
menyatakan
pendapat dan
kebutuhan
secara terbuka
dan
jujur yang
dimiliki
remaja

33
tersebut
dinamakan
dengan
asertivitas
3 Rofifah Hubungan Para remaja Penelіtіan іnі Harga diri Variabel Metode Penelitian ini Hasil Saran:
nabila, Elvin harga diri membutuhkan bertujuan oleh Bebas: Harga Penelitian ini dilakukan di penelitian : Saran bagi
Rosalina dengan suatu sikap untuk Coopersmith diri menggunakan SMA Negeri 5 Hasil peneliti
perilaku yang penting menganalіѕіѕ (dalam metode Kota Jambi. Penelitian selanjutnya
asertif pada untuk dimiliki hubungan Tresia Variabel penelitian Jumlah subjek menunjukkan Penelitian ini
remaja di dalam harga diri Umarianti, Terikat : kuantitatif dalam bahwa masih terbatas
SMA Negeri 5 mengkomunik dengan 2012) Perilaku dengan penelitian ini terdapat karena
kota Jambi asikan secara perilaku didefinisikan Asertif pada pendekatan sebanyak 105 hubungan hanya meneliti
jelas dan tegas asertif pada sebagai remaja penelitian subjek positif hubungan
atas kebutuhan remaja di evaluasi diri korelasional. signifikan antara harga
melalui SMA N 5 kota yang Pegambilan antara harga diri
kemampuan jambi ditegakkan sampel diri dengan
berperilaku dan menggunakan dengan perilaku
asertif. dipertahankan teknik perilaku asertif.
Asertifitas oleh individu, Proportionate asertif (rxy = Dengan
pada remaja yang berasal Startified 0,620; demikian
muncul karena dari interaksi random p<0,01). masih ada
adanya individu sampling. Harga diri variabel lain
penghargaan dengan orang- memberikan yang turut
diri yang orang sumbangan memberikan
positif yang terdekat efektif sebesar pengaruh pada
terhadap dengan 38,4% perilaku asertif
dirinya yang lingkungannya terhadap seseorang
dapat . Harga perilaku yang belum
menumbuhkan diri juga asertif dijelaskan dan
keyakinan muncul dari sedangkan diteliti,
bahwa apa penghargaan, 61,6% untuk itu
yang penerimaan, dipengaruhi diharapkan
dilakukan itu dan perlakuan oleh faktor peneliti
sangat orang lain lain. selanjutnya

34
berharga. yang Kesimpulan dapat
diterima dan Saran menggunakan
individu. Remaja yang variable
Evaluasi atas memiliki lainnya yang
harga diri harga diri lebih relevan
akan merujuk positif dapat dengan topic
pada berperilaku yang peneliti
penerimaan asertif, jelaskan.
atau dimana
penolakan individu
terhadap merasa bebas
dirinya, serta untuk
mencerminkan mengungkapk
tingkat an apa yang
kepercayaan ada
individu dipikirannya
bahwa dirinya dengan
mampu, menyatakanny
penting, a melalui kata-
berhasil, kata ataupun
serta berharga tindakan,
dapat
Beberapa berkomunikasi
aspek yang dengan orang
juga turut lain dari
berperan semua
dalam harga tingkatan,
diri seseorang, memiliki
menurut pandangan
Coopersmith yang aktif
(1967) tentang hidup,
adalah : dengan cara
a. Mampu mengejar apa
Aspek ini yang

35
menyangkut diinginkan
tentang
seberapa
besar individu
percaya bahwa
dirinya
memiliki
kemampuan
menurut
standar
diri dan nilai
pribadi.
Memiliki rasa
tanggung
jawab pribadi
dan memiliki
kendali atas
reaksinya
terhadap
berbagai
hal. Memiliki
wewenang
atas hal-hal
penting dalam
hidupnya,
merasa senang
bila memenuhi
tanggung
jawab, serta
tahu cara
membuat
keputusan dan
pemecahan
masalah.

36
b. Penting
Aspek ini
berhubungan
dengan
kekuatan
dan
kemampuan
individu
dalam
mempengaruhi
dan
mengendalika
n diri
sendiri serta
orang lain. Hal
ini
berhubungan
dengan
keterampilan
individu
dalam
menjalin
hubungan
antar
manusia
secara efektif.
c. Berhasil
Aspek ini
berkaitan
dengan
kemampuan
individu
dalam
memenuhi

37
tuntutan
berprestasi
seperti yang
diharapkan.

4 Sonia Rani Assertive Harga diri 1. Untuk Braden N Variabel Pendekatan Variabel ini DISKUSI
adalah yang menilai (1969) secara Bebas : penelitian demografis menyimpulkan Hasil
Behavior And paling tingkat harga singkat Harga diri yang diadopsi sampel bahwa penelitian ini
dominan dan diri sebelum mendefinisika untuk mengungkapk pelatihan menunjukkan
Self Esteem prediktor kuat dan sesudah n harga diri Variabel penelitian ini an bahwa asertif efektif harga diri dan
kebahagiaan program sebagai Terikat : adalah dalam dalam perilaku asertif
Among dan kepuasan pelatihan pengalaman Asertivitas pendekatan Kelompok membangun setelah
hidup tetapi asertif di menjadi kuantitatif dan eksperimen tingkat harga program
Adolescent itu adalah kalangan kompeten desain yang mayoritas diri serta pelatihan
memperkiraka remaja putri di untuk dipilih adalah remaja putri meningkatkan asertif
Girls n bahwa kelompok mengatasi a berada di perilaku memiliki efek
hingga eksperimen tantangan desain kuasi- kelompok asertif di positif yang
setengah dari dan kontrol. dasar eksperimental umur 15-16 kalangan signifikan dan
remaja akan 2. Untuk kehidupan dan (pre test post tahun 26 remaja putri ini konsisten
berjuang menilai menjadi layak test yang tidak (65%), dan dan dengan
dengan tingkat 2 setara beragama temuannya temuan
harga diri dan perilaku kebahagiaan.  equivalent Hindu 39 juga sebelumnya
penelitian asertif Alberti , kelompok (97,5%) mengungkapk yang
telah sebelum dan Emmon kontrol). Tekn dan ayah an bahwa itu menunjukkan
menunjukkan setelah mendefinisika ik purposive mereka meningkat pelatihan
bahwa, harga program n Perilaku sampling berpendidikan seiring ketegasan
diri remaja pelatihan asertif adalah digunakan menengah 14 berjalannya program
tingkat asertif di perilaku yang untuk (35%), dan waktu. memiliki
penurunan antara memungkinka mengumpulka ibu mereka Kata kunci: pengaruh yang
tajam pada remaja putri n orang n masing- Pelatihan signifikan
anak dalam bertindak atas 40 remaja masing tidak ketegasan, terhadap
perempuan kelompok yang terbaik putri dalam melek huruf harga diri, kelompok
lebih dari anak eksperimen minat dan kelompok 14 (35%) ketegasan eksperimen. D
laki-laki dan kontrol untuk eksperimen menurut status perilaku, gadis i

38
membela dan kontrol pendidikan remaja, dukungan
dirinya sendiri masing- ibu, adalah kelompok tingkat pretest
tanpa masing. wiraswasta kontrol daftar harga diri
kecemasan Data 17 (42,5%) tunggu, dipilih Nagar S,
yang tidak dikumpulkan masing- sekolah Sharma S,
semestinya menggunakan masing pemerintah. Chopra G,
dan variabel sosio- menurut (2008)
untuk demografis pekerjaan melakukan
mengekspresik dan dengan ayah, dan penelitian
an perasaan standar skala ibu mereka tentang harga
jujurnya harga diri adalah ibu diri pada 112
dengan Rosenberg (r rumah tangga 8
nyaman atau = 0,94) dan 38 (95%), dan gadis remaja
untuk Jadwal memiliki di distrik
melatihnya ketegasan Rs.5000- Kangra
3 Rathus 10000/bulan Himachal
haknya sendiri (r=0,732) 26 (65%) Pradesh. Itu
tanpa Pendapatan temuan
mengingkari keluarga per penelitian ini
hak orang lain. bulan. Maksim didukung oleh
um Mahmoud S,
dari mereka Hamid RA
tinggal di (2013) untuk
daerah menentukan
pedesaan 36 efektivitas
(90%) dan ketegasan
datang pelatihan
dari keluarga tentang harga
inti 25 diri dan
(62,5%) dan ketegasan
tidak ada yang pada remaja
memiliki perempuan
sebelumnya sekolah
paparan menengah,

39
program yang
pelatihan merupakan
ketegasan studi
eksperimen
semu dan
menggunakan
alat Skala
harga diri
Rosenberg dan
ketegasan
9
inventaris

5 Solaf A. The Effect of Mahasiswa Program Selanjutnya, Pengumpulan Subyek Studi saat ini
fakultas pelatihan harga diri data penelitian ini Studi tersebut membutuhkan
Hamoud; an menghadapi ketegasan mempengaruhi menggunakan terdiri dari menyimpulkan lebih banyak
tekanan yang membantu bagaimana skala asertif 80 mahasiswa bahwa tindak lanjut
Samia A. El Assertiveness banyak individu untuk mahasiswa dan skala keperawatan, perilaku setelah
berbeda dari mengaktualisa perawat harga diri. 40 laki-laki asertif dan pelaksanaan
Dayem dan Training yang mereka sikan diri berpikir, Statistik dan 40 harga diri program untuk
hadapi di tanpa merasa, dan negatif perempuan. dapat memastikan
Laila H. Program on sekolah menyalahguna memotivasi negative Siswa dibagi dipelajari dan bahwa
menengah. kan hak diri sendiri korelasi yang menjadi dua bahwa siswa sudah
Ossman Assertiveness Mereka dari yang dan bertindak signifikan kelompok, mahasiswa mengadopsi
telah lain. Oleh yang tidak terbukti antara studi dan yang belajar di yang baru
skills and Self- meningkatkan karena itu, diragukan lagi keterampilan kelompok fakultas diperoleh
tanggung lebih tepat berdampak asertif dan kontrol keperawatan perilaku,
Esteem of jawab untuk untuk pada harga diri, (masing- dapat keterampilan
semua bagian membantu perawatan yaitu sebagai masing memperoleh asertif dan
Faculty dari mahasiswa yang diterima keterampilan 40). Para manfaat yang harga diri.
hidup, keperawatan pasien. Dilapo asertif siswa siswa adalah signifikan dari
Nursing termasuk untuk rkan students diambil pelatihan Dapat
bersikap mempelajari bahwa skor dengan teknik ketegasan dikatakan
Students asertif bila keterampilan mahasiswa meningkat pengacakan program untuk bahwa,

40
diperlukan. asersi melalui keperawatan (menjadi lebih sederhana dari meningkatkan program
Masalah program dengan harga baik), skor 4 th semester keterampilan pelatihan di
pribadi dan pelatihan diri rendah harga diri (tahun kedua), asertif dan studi saat ini
emosional asertif memiliki siswa karena mereka harga diri memberikan
mahasiswa sebelum mempengaruhi menurun memiliki mereka. kontribusi
fakultas kelulusan tingkat dan (menjadi lebih persen positif dalam
dapat mereka kualitas baik). Juga, terbesar dari mengembangk
dimanifestasik daripada perawatan signifikansi siswa dengan an
an sebagai bekerja pasien di statistik harga diri keterampilan
tekanan dengan arah perbedaan rendah. asertif dan
psikologis mereka negatif. Siswa ditemukan Mereka baru- meningkatkan
global, sebagai perawat antara kedua baru ini harga diri
kecemasan, praktisi nanti dengan tingkat keterampilan mentransmisik mahasiswa
harga diri dengan tinggi ketegasan dan an praktik keperawatan. 
rendah, atau pola percaya diri, harga diri rata- keperawatan Hasil seperti
depresi. mengalahkan bangga rata skor mereka itu
diri sendiri dengan kelompok dari berkontribusi
Penelitian sudah pekerjaan belajar dan laboratorium pada fakta
sebelumnya mendarah mereka, kontrol fakultas ke bahwa
tentang daging dan segera posting rumah sakit perilaku asertif
pelatihan menunjukkan dan satu bulan dan dengan dan
ketegasan rasa hormat setelah demikian harga diri
telah dan perhatian program menghadapi a dapat
mendukung untuk pasien banyak dipelajari (45,
bahwa dan ketegangan 46) . Dalam
pencapaian rekan selama hal ini, Alberti
keterampilan kerja. Dari pelatihan dan Emmons
asertif perspektif lain, klinis mereka (1995)
memiliki rendah di menyatakan
dikaitkan harga diri RSUD bahwa
dengan dikaitkan ketegasan
peningkatan dengan adalah
ketegasan, dan sejumlah karakteristik
kepercayaan sosial dan perilaku,

41
diri masalah bukan dari
harga diri  akademik seseorang. Itu
Konsep harga
diri dianggap
sebagai
sesuatu yang
dapat ditempa.
tidak diatur di
masa kanak-
kanak, atau
didirikan
secara
permanen
sepanjang
hidup, itu
dapat diakses
untuk
pengembanga
n dan
tetap tersedia
untuk diubah

6 Ms. Urvashi Effect of Self Perasaan Penelitian ini Kesamaan Studi saat ini Sampel untuk Disimpulkan Untuk manfaat
Esteem rendah diri diambil yang terlihat menggunakan penelitian ini bahwa optimal,
Shrivastava, Enhancement dan kurang untuk dalam sifat metode pre dipilih dari peningkatan modul
on percaya diri mempelajari ketegasan dan test post test sekolah SE memiliki intervensi
Dr. Vinay Assertiveness adalah tipikal pengaruh SE tinggi eksperimental coedukasi pengaruh dapat memiliki
of School individu SE peningkatan menunjukkan dan bertujuan Bhopal. Inisial positif sudah lebih
Mishra Students rendah. Sepert SE pada korelasi positif untuk menilai sampel terdiri berpengaruh lama. Orang
i itu ketegasan positive efek SE dari 658 siswa besar terhadap tua dan guru
perasaan remaja. antara SE dan peningkatan kelas 8 dan 9 - ketegasan tidak terlibat
dimanifestasik ketegasan. Kar ketegasan 416 laki-laki anak dalam
an dalam dua agozoğlu siswa sekolah dan 242 sekolah. Juga, penelitian ini

42
cara. Individu dkk. (2008) Bhopal. Skala perempuan. Si skor ketegasan yang dapat
mungkin sama menyimpulkan Harga Diri swa yang rata-rata untuk dimasukkan
sekali bahwa Coopersmith memiliki anak laki-laki dalam modul
menyusut dari mahasiswa dan tingkat SE dan intervensi
banyak tugas keperawatan Assertiveness yang rendah perempuan yang lebih
yang yang Inventory disaring tidak panjang. Juga,
membutuhkan memiliki SE digunakan dengan menunjukkan tindak lanjut
perhatiannya tertinggi juga sebagai alat. bantuan perbedaan tidak
dengan memiliki Inventaris yang dilakukan
perasaan yang tingkat Harga Diri signifikan untuk menilai
kuat bahwa ketegasan Coopersmith. I berapa lama
dia tidak tertinggi. Kom tu efek paket
cukup baik ponen daya sampel akhir, peningkatan
untuk tampil dari dengan SE bertahan
secara SE yang demikian, pada tingkat
memadai atau dibedakan terdiri dari 155 ketegasan
dia ditemukan siswa dengan subjek.
mungkin memiliki SE rendah Siswa 8
secara aktif korelasi tinggi dimana 91 dan 9
mencoba dengan SE adalah laki- kelas diambil
mengatasi global dan laki dan 64 sebagai bagian
perasaan dengan adalah dari sampel
seperti itu ketegasan gadis. untuk
dengan terlihat dibandingkan penelitian,
sombong atau dengan yang berada di
terlalu percaya komponen lain usia yang
diri terhadap (Johnson, mudah
dirinya sendiri 1993) dan dipengaruhi
kemampuan.  telah dan dapat
Orang yang membentuk merespon
menyesuaikan korelasi positif lebih baik
diri dengan antara terhadap
baik, di sisi SE dan perhatian
lain, tidak ketegasan. pribadi yang

43
mencela diberikan oleh
dirinya sendiri peneliti. Apak
tetapi merasa ah hasil serupa
memadai dan akan terlihat
setara dengan pada subjek
orang lain yang lebih tua
dalam akan menjadi
menghadapi mungkin
sebagian besar jalan yang
situasi yang akan diteliti.
muncul dalam
kehidupan
sehari-hari.

44
2.4 Kerangka Konseptual

Harga Diri Asertif

Coopersmith (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2003)


Irmawati, 2010)
1. Bicara Asertif,
2. Kemampuan mengungkapkan
1. Keberartian diri perasaan kepada orang lain
(Significance) 3. Menyapa atau memberikan salam
2. Kekuatan individu kepada oranglain
(Power) 4. Ketidak sepakatan menampilkan
3. Kompetensi cara yang efektif dan jujur untuk
(Competence) menyatakan rasa tidak setuju.
4. Kemampuan memberi
contoh (Virtue) 5. Menghargai pujian dari oranglain
6. Respon melawan rasa takut

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah terdapat hubungan yang positif antara Harga Diri dengan Perilaku Asertif

dalam diskusi kelompok belajar pada mahasiswa fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Stambuk 2017. Artinya dengan asumsi semakin tinggi Harga Diri

yang dimiliki mahasiswa maka semakin tinggi pula perilaku Asertif yang

ditampilkan oleh Mahasiswa, lalu sebaliknya jika harga diri yang dimiliki

mahasiswa rendah maka rendah pula perilaku Asertif yang ditampilkan.

Berdasarkan uraian di atas maka di ajukan hipotesis penelitian yang akan di uji

kebenarannya

yaitu :

45
H0 : Tidak ada hubungan harga diri dengan perilaku Asertif dalam diskusi

kelompok belajar pada mahasiswa fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Stambuk 2017.

H1 : Ada hubungan harga diri dengan perilaku Asertif dalam diskusi kelompok

belajar pada mahasiswa fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Stambuk 2017.

46
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Hal ini dikarenakan

menggunakan data yang memerlukan perhitungan. Dengan penelitian ini maka

dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, memprediksi

dan mengontrol suatu tindakan.

3.2. Identifikasi Variabel Penelitian

Sugiyono (2012) Variabel penelitian secara teoritis didefinisikan sebagai

atribut seseorang atau objek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan

yang lain dan ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel

penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dan terikat

atau disebut juga variabel independen dan dependen. Variabel bebas merupakan

variabel yang mempengaruhi variabel terikat, sedangkan variabel terikat

merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.Variabel Terikat : Perilaku Asertif

2.Variabel Bebas : Harga Diri

47
3.3. Definisi Operasional

3.3.1 Perilaku Asertif

Asertif merupakan perilaku yang timbul dari individu ketika individu

dapat menjelaskan apa yang diinginkannya serta mengekspresikan kepada

orang lain tanpa menyinggung perasaan atau hak orang lain.

3.3.2 Harga Diri (Self-esteem)

Harga diri adalah salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku

individu. Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap

dirinya. Penghargaan yang positif akan membuat seseorang merasakan

bahwa dirinya berharga, berhasil dan berguna (berarti) bagi oranglain.

Meskipun dirinya memiliki kelemahan atau kekurangan baik secara fisik

maupun psikis.

3.4. Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Menurut Arikunto (2013), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.

Sugiyono (2012) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang

digunakan oleh peneliti adalah mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera

Utara stambuk 2017 berjumlah 570 mahasiswa.

48
3.4.2 Sampel

Menurut Arikunto (2013), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi

yang akan diteliti. Sugiyono (2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel dalam dalam

penelitian ini menggunakan metode probability sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur

(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik pada penelitian

ini menggunakan simple random sampling, yaitu sampel yang dalam prosedur

pengambilannya setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama dan

independen untuk dipilih menjadi anggota populasi. Pengambilan sampel

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada, cara tersebut

dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.

Untuk menghitung besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan tingkat kesalahan 5% dan tingkat kepercayaan 95% yang

terdapat dalam tabel penentuan jumlah sampel dari keseluruhan populasi yang

dikembangkan oleh Isaac dan Michael, yang dikutip oleh Sugiyono (2010).

Berdasarkan tabel tersebut, sampel dalam penelitian ini berjumlah 221 mahasiswa

fakultas hukum universitas sumatera utara stambuk 2017.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Menurut

Sugiyono (2017) skala merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada

49
responden untuk dijawab. Ada dua skala psikologi yang dirumuskan secara

favorable dan unfavorable tentang variabel yang diteliti, yaitu variabel Harga Diri

dan Perilaku Asertif. Kedua skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert.

Tabel 3.1
Skor Skala Likert

Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

3.5.1 Instrumen Penelitian

Tahapan pertama dalam pelaksanaan penelitian yaitu mempersiapkan alat

ukur untuk pengumpulan dan penelitian. Dalam penelitian ini alat ukur yang

digunakan adalah skala psikologi yaitu skala Harga Diri dan Perilaku Asertif.

a. Skala Harga Diri

Skala yang disusun untuk mengukur Harga Diri dalam penelitian ini

didasarkan pada 4 aspek - aspek berikut :

1) Kekuatan individu (Power)

2) Keberartian diri (Significance)

3) Kebajikan (Virtue)

4) Kemampuan memberi contoh (Competence)

Total keseluruhan dari pengukuran skala Harga diri terdiri dari 20 aitem

yang dibagi menjadi 10 aitem favorable 10 aitem unfavorable. Aitem favorable

50
berfungsi jika mendukung pernyataan adanya Harga diri pada mahasiswa fakultas

hukum universitas sumatera utara stambuk 2017, dan sebaliknya aitem

unfavorable untuk pernyataan yang tidak mendukung adanya Harga diri pada

mahasiswa fakultas hukum universitas sumatera utara stambuk 2017. Aitem-aitem

favorable dan unfavorable skala Harga diri dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2
Blue Print Skala Harga Diri

No Aspek Indikator Nomor Item Jlh

Favorable Unfavorable

1 Kekuatan  Mampu 1, 9 5, 13, 17 5


Individu mempengaruhi
(Power) orang lain
 Wawasan yang luas
dan sikap yang
positif
2 Keberartian  Diterima 2, 10 6, 14, 18 5
(Significanci) lingkungan
 Memiliki rasa
persahabtan yang
baik
3 Kebajikan  Mentaati peraturan 3, 11 7, 15, 19 5
(Virtue) yang ada
 Sopan santun yang
baik
4 Kemampuan  Memiliki keahlian 4, 12 8, 16, 20 5
(Competence)  Profesional
Jumlah 8 12 20

b. Skala Perilaku Asertif

Skala yang disusun untuk mengukur Perilaku Asertif dalam penelitian ini

didasarkan pada 10 aspek - aspek berikut :

1) Bicara Asertif

51
2) Kemampuan mengungkapkan perasaan kepada orang lain

3) Menyapa atau memberikan salam kepada oranglain

4) Ketidak sepakatan

5) Menanyakan alasan bila diminta untuk melakukan sesuatu

6) Berbicara mengenai diri sendiri

7) Menghargai pujian

8) Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat

9) Menatap lawan bicara

10) Respon melawan rasa takut

Total keseluruhan dari pengukuran skala kecemasan terdiri dari 20 aitem

yang dibagi menjadi 10 aitem favorable 10 aitem unfavorable. Aitem favorable

berfungsi jika mendukung pernyataan adanya perilaku Asertif pada mahasiswa

fakultas hukum universitas sumatera utara stambuk 2017, dan sebaliknya aitem

unfavorable untuk pernyataan yang tidak mendukung adanya perilaku Asertif pada

mahasiswa fakultas hukum universitas sumatera utara stambuk 2017. Aitem-aitem

favorable dan unfavorable skala Perilaku Asertif dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3
Blue Print Skala Perilaku Asertif

No Aspek Indikator Nomor Item Jlh

Favorable Unfavorable

1 Bicara Asertif  Mengemukakan 1 11 2


hak-hak dan
berusaha mencapai
tujuan tertentu
dalam suatu situasi
 Memberikan pujian

52
untuk menghargai
oranglain dan
memberikan umpan
balik positif
2 Kemampuan  Pengungkapan 2 12 2
mengungkapka perasaan terhadap
n perasaan suatu tingkat
kepada orang spontanitas yang
lain tidak berlebihan
3 Menyapa atau  Membuat suatu 3 13 2
memberikan pembicaraan
salam kepada
oranglain
4 Ketidak  Jujur untuk 4 14 2
sepakatan menyatakan rasa
tidak setuju.
5 Menanyakan  Meminta alasan 5 15 2
alasan bila melakukan sesuatu
diminta untuk tetapi tidak
melakukan langsung
sesuatu menyanggupi atau
menolak begitu saja
6 Berbicara  Membicarakan diri 6 16 2
mengenai diri sendiri mengenai
sendiri pengalaman-
pengalaman dengan
cara yang menarik
7 Menghargai  Bersikap ramah 7 17 2
pujian atau merespon
dengan sesuai
pujian yang
diterima
8 Menolak untuk  Mengakhiri 8 18 2
menerima percakapan yang
begitu saja tidak terlalu
pendapat orang penting
yang suka
berdebat
9 Menatap lawan  Menatap lawan 9 19 2
bicara bicaranya/ tidak
mengabaikan
10 Respon  Tidak menghindar 10 20 2
melawan rasa  Tidak gelisah
takut
Jumlah 10 10 20

53
3.5.2 Prosedur Penelitian

a. Persiapan Alat Ukur Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu yang peneliti

persiapkan adalah alat ukur untuk mendapatkan data dalam penelitian. Dalam

penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala psikologi. Skala psikologi

yang digunakan adalah skala harga diri dan skala perilaku Asertif. Skala psikologi

ini disusun dengan menggunakan skala Likert. Sarwono (2006), mengatakan

bahwa skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomenal

sosial. Jawaban dalam skala ini dinyatakan dalam empat kategori yaitu, sangat

setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS)

b. Pelaksanaan Alat Ukur dan Penelitian

Pada penelitian ini, penulis akan membagikan skala penelitian secara

langsung dan mengirimkan link skala online di grup-grup Whatsapp, instagram,

maupun dikirim dengan personal chat. Pada saat menyebarkan skala online,

peneliti mencantumkan kriteria responden yang harus mengisi skala tersebut,

kriteria tersebut yaitu mahasiswa fakultas hukum universitas sumatera utara

stambuk 2017. Setelah semua skala terkumpul, penulis akan melakukan analisis

data dan melakukan skoring dengan bantuan program SPSS.

54
3.6. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

3.6.1 Validitas

Validitas menurut Azwar (2016), berasal dari kata validity yang mempunyai

arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam

melakukan fungsi ukurannya. Dalam penelitian menggunakan validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi dan dikuantifikasi lewat

pengujian terhadap isi skala melalui expert review oleh beberapa orang reviewer

untuk memeriksa apakah masing-masing aitem mencerminkan perilaku yang ingin

diukur.

3.6.2 Reliabilitas

Azwar (2016), mengatakan reliabilitas adalah karakteristik tes yang

mengacu kepada konsistensi pengukuran yang berarti bahwa perbedaan skor yang

diperoleh dalam pengukuran mencerminkan adanya perbedaan kemampuan yang

sesungguhnya, bukan perbedaan yang disebabkan oleh adanya error

pengukuran. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan single trial

administration yang dimana skala psikologi hanya diberikan satu kali saja pada

sekelompok individu sebagai subyek.

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh di lapangan akan diolah secara

kuantitatif dengan menggunakan rumus statistik, merupakan suatu teknik untuk

menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian dan untuk menguji hipotesis.

Pengolahan data yang dilakukan setelah mendapatkan semua data dengan

55
melakukan tabulasi ke dalam excel . Setelah itu, dapat dipindahkan ke program

SPSS dan dilakukan pengeditan untuk diuji secara statistik, sebelum itu terlebih

dahulu peneliti melakukan uji prasyarat yaitu:

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menganalisis data penelitian

yaitu dengan cara uji prasyarat, uji prasyarat yang dilakukan dalam penelitian ini,

yakni:

a. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui

apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Data yang dinyatakan

berdistrubusi normal jika nilai (p > 0,05), dengan menggunakan rumus

kolmogrov smirnov (Santoso, 2017).

b. Uji Linieritas Hubungan

Uji linieritas hubungan merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui

apakah dua variabel secara signifikan mempunyai hubungan yang linier atau

tidak dengan cara membandingkan nilai F dengan F tabel dengan taraf

signifikan 5%. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang dapat

ditarik garis lurus apabila nilai signifikan pada linieritas lebih dari 0,05 (p

> 0,05) dengan menggunakan tabel Annova.

c. Uji Hipotesis

Langkah kedua yang dilakukan setelah uji normalitas dan linieritas

terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Untuk menguji

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa harga diri berkolerasi

dengan perilaku Asertif mahasiswa fakultas hukum universitas sumatera

56
utara stambuk 2017. Maka teknik analisis data yang digunakan yaitu metode

korelasi Product Moment dari Karl Pearson.

r =∑ xy−¿ ¿ ¿ ¿

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi anatara variabel x (skor subjek tiap item) dengan

variabel y (total skor subjek dari keseluruhan item)

XY : Jumlah dari hasil perkalian antara setiap X dengan setiap Y

X : Jumlah skor seluruh subjek tiap item

Y : Jumlah skor keseluruhan item pada subjek

X2 : Jumlah kuadrat skor X

Y2 : Jumlah kuadarat skor Y

N : Jumlah subjek

57
DAFTAR PUSTAKA

Alberti, R.E & Emmons, M. L. 2002. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup
Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta : Elex Media
Komputindo.

Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi 2. Jakarta: PT. Bumi


Aksara. Ghozali Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivari-ate dengan
Program IBM SPSS 20.0.  Sema-rang: Badan Penerbit Universitas Dipone-
goro.

Arroba, T. 1998. Decision Making by Chinese-US. Journal of Social Psychology.


38. 102-116.

Arumsari, C. 2017. Strategi Konseling Latihan Asertif untuk Mereduksi Perilaku


Bullying. Jurnal of Innovative Counseling: Theory, Pratice & Research.Vol
1. No 01, 31-39.

Azwar, Saifuddin. 2016. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2004. Psikologi sosial, (edisi kesepuluh jilid 1)
Jakarta : Erlangga.

Coopersmith, Stanley.(1967) The Antecendents Of Self Esteem. San


Fransisco:Freeman.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Mencegah Penyalahgunaan NAPZA


melalui: Kepercayaan Kasih Sayang Ketulusan. Serial Program Prevention
Unit di SMU.

Fensterheim, H. & J. Baer. 1995. Jangan Bilang Ya Bila Anda akan Mengatakan
Tidak. Jakarta: Gunung Jati.

Ghufron, & Risnawati. (2016). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz.


Gufron, M. Nur, dan Rini Risnawati, Teori-Teori Psikologi, Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta, 2010.
Gunarsa, S. D, & Gunarsa, Y. S. D. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hillyard, C., Gillespie, D., & Littig, P. (2010). University students’ attitudes about
learning in small groups after frequent participation. Active Learning in
Higher Education, 11(1), 9– 20. doi: 10.1177/1469787409355867.

58
Irmawati, D, F. 2010. Hubungan Antara Perilaku Asertif dan Harga Diri dengan
Kecenderungan Melakukan Seks Pranikah Pada Remaja Putri. Jurnal
Program Magister Fakultas Psikologi UNTAG. Surabaya. Vol 01. No 1-12.
Jannah. 2014. Metode Diskusi (online), tersedia: http://digilib.uinsby.ac.id.htm,
diunduh 20 Oktober 2016.
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta :Graha Ilmu
Lazarus, R. S. (2001). Relational meaning and discrete emotions. In K. R.
Mardiyati, S. 2011. Bimbingan Belajar Teknik  Diskusi untuk Meningkatkan
Keberanian  Mengemukakan Pendapat di Dalam Kelas. FKIP. UNS.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Cetakan ke 18. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014.

Prabana.(1997) perbedaan asertifitas remaja di tinjau status sosial ekonomi


orangtua dan jenis kelamin.(skripsi tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas
psikologi ugm.

Prabowo, S. 2000. Membangun Perilaku Asertive pada Komunikasi Terapeutik


Antar Perawat dan Pasien. Psikodimensia Volume 1, No.1. Semarang :
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Rakos, R.F. 1991. Assertive Behaviour Theory Research and Training. London :
Routledge.

Rathus, S.A. dan Nevid, J.S. (1983) Adjustment and Growth: The challange of
life. New york: CBS College Publishing.

Rathus, S.A., & Nevid, J.S. 1980. Behavior Therapy of Solving Problem in Living.
New York : The New American Library, Inc.

Rees, S & Graham, R.S. 1991. Assertion training: how to be who you really are.
(Strategies for mental health). New York : A Tavistock/Routledge
Publication.

Rini, J. F. 2001. Asertivitas. (Http:// www. E-Psikologi.com)

Santrock, J. W. 1998. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Satuti, B, Noviani, (2014). Hubungan antara harga diri dengan perilau asertif
pada mahasiswa aktivis universitas muhammadiyah Surakarta. Jurnal
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sugiyono, Dr, Prof. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

59
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.
Townend, A. 2007. Assertiveness and Diversity. New York : Palgrave Macmillan.

Widyastuti, Y. 2014. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wulandari dan rosianna 2018, "Hubungan Self-esteem Dengan Perilaku Asertif


Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Bandung Angkatan 2015”
http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.11130
(http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/view/11130)
Yogaryhantono. 1991. Perbedaan Asertif antara Perawat Ruang VIP dan
Perawat Ruang Bangsal di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

60

Anda mungkin juga menyukai