Anda di halaman 1dari 10

Nama Anggota : 1. Siti Nuripah 4. Fahmi Achmad S.

2. Putri Afra H.M 5. A. Nurul Ibad


3. Yesika Diani 6. Deo Varas
Bidang Studi : Sosiologi
LPTK : Universitas Negeri Semarang (PPG Prajabatan)
Mata Kuliah : Pemahaman Tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya
Link video materi kelompok 3 : https://drive.google.com/file/d/1mQX2Sg4pZbabke6-
GqXSgOFD7JHgbHVP/view?usp=sharing

1. Penerapan Teori Behavioristik, Teori Sosial Kognitif, dan eori kKonstruktivisme di


Dalam Kelas

1) Teori Behaviorism : Teori Behaviorism menitikberatkan pada perubahan yang terjadi


ketika seseorang diberi stimulus. Dalam lingkungan belajar, teori ini dapat
diimplementasikan dengan cara memberikan stimulus kepada peserta didik melalui
media pembelajaran baik itu tayangan video, artikel, maupun gambar. Setelah itu
pendidik bisa mengamati bagaimana reaksi peserta didik terhadap stimulus tersebut.

2) Teori Social-Cognitivism : Pada teori ini, memberikan pandangan bahwa sebagian


pembelajaran manusia terjadi pada lingkungan sosialnya. Dalam dunia pendidikan,
implementasi teori ini sangat memerlukan keterlibatan peserta didik dalam berbagai
kegiatan. Untuk pelaksanaannya, pendidik bisa memberikan tugas kepada peserta didik
untuk mengenali masalah sosial yang ada di lingkungannya, kemudian peserta didik
bisa menuliskan masalah-masalah sosial yang ada di lingkungannya untuk didiskusikan
pada pertemuan yang akan datang.

3) Teori Constructivism : Konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik
mampu membina sendiri pengetahuannya, mencari arti apa yang dipelajari dan mampu
mengaitkan dengan pengalaman. Untuk implememtasi di dalam pembelajaran guru bisa
mengajak peserta didik untuk mendiskusikan satu masalah yang seringkali dijumpai
oleh peserta didik di lingkungannya. Kita contohkan saja masalah kenakalan remaja
yang sangat dekat jangkauannya dengan peserta didik. Dalam diskusi tersebut pendidik
tidak memberi batasan, sehingga peserta didik mampu mengonstruksi pengetahuannya
mengenai topik diskusi. Dari hal ini diharapkan peserta didik mampu berfikir kritis dan
mengonstruksi pemahamannya melalui pengalaman ataupun hal yang mereka lihat. 

2. Model-Model Pembelajaran yang Terbentuk Berdasarkan Prinsip Konstruktivisme

Melalui pembelajaran konstruktivistik pendidik dapat menuntun peserta didik


untuk melihat dan memahami realitas, mengembangkan kemampuan berpikir dan
melibatkan perasaan yang memotivasi mereka untuk berbuat sesuatu yang konkrit. Pada
teori konstruktivistik menyebutkan bahwa proses belajar merupakan proses
pengonstruksian pengetahuan. aplikasi pendekatan konstruktivistik dapat ditemui dalam
model pembelajaran Cooperative Learning, model pembelajaran jigsaw, dan model
pembelajaran debat aktif.

1) Cooperative Learning Model

Model ini sangat mudah terapkan di dalam kelas. Langkah pertama yang harus
dilakukan yaitu guru memilih beberapa peserta didik yang dianggap lebih pandai atau
sudah dapat menguasai materi. Misalnya guru mengambil 7 peserta didik yang
pandai. Kemudian 7 peserta didik tersebut masing-masing diarahkan untuk
membentuk kelompok di mana anggotanya adalah teman-teman mereka yang masih
kurang mampu dalam memahami materi. Setelah terbentuk 7 kelompok guru
memberikan suatu topik materi apa yang harus dibahas pada masing-masing
kelompok. Kemudian peserta didik yang dianggap pandai inilah yang bertugas
memimpin jalannya diskusi di dalam kelompoknya masing-masing dengan
memberikan penjelasan terkait materi yang belum dipahami oleh teman-temannya.
Setelah diskusi kelompok selesai kemudian hasil tugasnya dipresentasikan kepada
kelompok lain di dalam kelas. Lalu setelah melakukan presentasi dibuka sesi diskusi
atau sesi tanya jawab sehingga dapat terbentuk proses belajar yang aktif dan dinamis.

Model pembelajaran Cooperative Learning dianggap efektif diterapkan di


dalam kelas karena peserta didik yang lambat menerima materi akan sangat terbantu
dengan penjelasan temannya yang lebih pandai, dan dapat membangun komunikasi
antar peserta didik sehingga membuat peserta didik lebih cepat dalam memahami
materi. Dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning secara tidak
langsung dapat membentuk karakter peserta didik agar menjadi pribadi yang peduli,
tenggang rasa, berbagi kepada temannya dan melatih kemampuan komunikasi yang
baik.

2) Model Pembelajaran Jigsaw

Pada model pembelajaran Jigsaw ini menitikberatkan kerja kelompok pada


peserta didik, namun masing-masing peserta didik di dalam kelompok mempunyai
tugasnya masing-masing. Menurut Rusman dalam (Fadhly, 2022) menyebutkan
bahwa pada model pembelajaran Jigsaw peserta didik mendapat banyak kesempatan
untuk mengemukakan pendapat, belajar mengolah informasi didapat, belajar
berkomunikasi, dan masing-masing peserta didik mempunyai tanggung jawab atas
keberhasilan kelompoknya di mana masing-masing anggota harus menuntaskan
materi dengan cara mencari informasi dengan kelompok ahli yang kemudian hasilnya
harus disampaikan pada kepada kelompok asli atau kelompok utama. Menurut
Hertiavi, dkk (2010:2) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sesuai apabila diterapkan
pada materi-materi yang tidak banyak memuat rumus atau persamaan namun lebih
banyak memuat teori-teori. Materi yang demikian memudahkan peserta didik untuk
membaca sendiri sebelum pembelajaran di kelas dimulai. Jadi peserta didik
diharapkan sudah memiliki pengetahuan dasar sebelum dilakukan pembelajaran. Hal
ini sesuai dengan prinsip pembelajaran tipe Jigsaw yang mengedepankan pengalaman
peserta didik dan pada pelaksanaannya peserta didik harus berbagi pengalaman
ataupun pendapat kepada peserta didik lain.

Langkah-langkah yang dilakukan pada pembelajara Jigsaw yaitu :

 Guru membentuk kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 5 peserta didik

 Tiap peserta didik diberi bagian materi yang berbeda

 Tiap peserta didik diberi bagian materi yang ditugaskan

 Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub
materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
berdiskusi mengenai sub bab mereka
 Setelah diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing (kelompok asli) dan bergantian mengajar satu
kelompoknya tentang sub bab yang telah mereka kuasai dan tiap anggota
lainnya mendengarkan dengan seksama

 Tiap kelompok ahli memperesentasikan hasil diskusi

 Guru memberikan evaluasi

3) Debat Aktif

Menurut Daryono dalam Widagda, dkk (2020) menyatakan bahwa penerapan


model debat dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan motivasi dan
keterampilan peserta didik dalam berbicara. Keunggulan model pembelajaran debat
aktif terletak pada kemampuan berfikir peserta didik karena model pembelajaran
debat ini lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan mengutarakan pendapat
secara logis, jelas, terstruktur, mensikapi pendapat yang berbeda dan melatih peserta
didik bersikap kritis dalam menyalurkan ide dan gagasannya.

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran debat aktif menurut Putri


(2021) sebagai berikut :

 Guru mengajukan sebuah masalah yang sifatnya kontroversial lalu membentuk


dua kelompok pro dan kontra
 Membuat dua hingga empat sub kelompok dalam masing-masing kelompok
pro dan kontra. Pada setiap sub kelompok terdiri dari peserta didik yang
memiliki prestasi sangat baik hingga kurang baik. Dengan kata lain, sub
kelompok dibuat heterogen
 Menyediakan dua kursi untuk juru bicara masing-masing kelompok, dan mulai
debat dengan pengantar argumentasi dari masing-masing kelompok
 Setelah dirasa cukup hentikan debat untuk sementara dan mintalah juru bicara
kembali ke sub kelompoknyanya untuk mendiskusikan argument lawan
 Kemudian debat dapat dimulai lagi dengan mengomentari argument lawan dan
juru bicara lawan mempertahankan argumennya
 Setelah dirasa cukup hentikanlah debat dan minta para peserta didik untuk
berbaur kembali. Guru mereview apa yang telah terjadi dalam suasana debat
aktif itu
3. Permasalahan yang Akan Dipecahkan dalam Pembelajaran

“Sandra, 16 tahun, yang tenang di kelas dan meremehkan keterampilan mereka”

A. Identifikasi Masalah
1. Karakter dan Kepribadian Sandra
Berdasarkan hasil identifikasi dari kelompok 3, sikap tenang yang dialami
Sandra ketika di dalam kelas mencirikan bahwa Sandra memiliki sikap yang
introvert. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Komang dalam Ulwiyah dan
Muhammad (2021) menyatakan bahwa individu yang memiliki karakteristik
introvert lebih cenderung pendiam, pasif, tidak mudah bergaul, tenang dan
terkontrol. Hal ini sesuai dengan kepribadian Sandra yang cenderung lebih
nyaman dan fokus ketika menghabiskan waktu sendiri dibanding berkumpul
dengan teman sekelasnya.
Selain itu Sandra memiliki sikap suka meremehkan keterampilan teman-
temannya. Sandra menganggap bahwa keterampilan yang dimiliki oleh teman-
temannya dianggap spele dan tidak pernah sekalipun Sandra memberikan
apresiasi kepada temannya yang berhasil menciptakan suatu keterampilan. Hal ini
justru tidak baik jika harus dibiarkan begitu saja.
Sebagai pendidik kita harus mencari tahu apa yang menjadi penyebab atau
latar belakang terbentuknya sikap introvert dan suka meremehkan teman-
temannya pada diri Sandra. Sikap introvert dan mudah meremehkan teman-
temannya bisa jadi terbentuk karena faktor latar belakang keluarga yang kurang
baik, atau karena Sandra memiliki permasalahan dengan teman-temannya atau
bisa jadi ada faktor lain yang menjadi penyebab Sandra memiliki sikap tersebut.
2. Faktor Penyebab Permasalahan Sandra
Deskripsi lingkungan : Sandra adalah anak yang tinggal di daerah perkotaan
dengan latar belakang keluarga yang dapat dikatakan mampu karena ayah ibunya
adalah seorang pekerja kantoran yang sudah memiliki jabatan tinggi di kantornya.
Sejak kecil Sandara diasuh oleh asisten rumah tangganya karena memang kedua
orang tuanya sibuk bekerja dari pagi sampai malam sehingga Sandra kurang
memiliki kedekatan yang intens dengan kedua orang tuanya. Semenjak duduk di
bangku SD sampai SMA, Sandra selalu mengerjakan semua tugas sekolahnya
sendiri dan selalu menghadapi kesulitan yang dialaminya sendiri. Walau demikian
tetapi Sandra selalu berhasil mendapatkan peringkat 1 di kelas. Namun ketika
mendapatkan peringkat 1 orang tua Sandra tidak pernah memberikan apresiasi
terhadap keberhasilan Sandra, seolah-olah mendapatkan peringkat 1 tidak ada
artinya bagi orang tua Sandra. Hal tersebut ternyata yang melatarbelakangi Sandra
memiliki karakter tenang atau introvert di dalam kelas dan selalu meremehkan
keterampilan teman-temannya.
B. Solusi Mengatasi Permasalahan Peserta Didik Sandra
1. Penerapan Perspektif Sosial
Perencanaan yang sesuai untuk menyelesaikan permaslahan yang dialami oleh
Sandra yaitu dengan menerapkan perspektif sosial. Perspektif ini kami pilih
karena Sandra harus dapat meningkatkan kemampuan dalam membangun,
memelihara, dan memulihkan hubungan pribadinya dengan orang-orang di
sekitarnya. Hal yang dapat dilakukan sebagai seorang pendidik yaitu dengan
mengajak Sandra untuk berefleksi diri dan berdiskusi untuk menemukan masalah
dan solusinya agar Sandra dapat berbaur dengan teman-temannya dan tidak
meremehkan keterampilan teman-temannya. Kemudian sebagai pendidik juga
harus menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada kegiatan diskusi dan
kerja kelompok dengan harapan Sandra dapat menjadi peserta didik yang lebih
terbuka, dapat menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya agar lebih
aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian pendidik juga harus memberikan
contoh kepada Sandra agar lebih menghargai orang sekitarnya.
Selain itu sebagai pendidik perlu juga melakukan Home Visit rutin yang dapat
dilakukan 6 bulan sekali ke rumah peserta didik. Guru melakukan Home Visit ke
rumah semua peserta didik tanpa terkecuali. Tujuannya agar kita sebagai pendidik
juga tahu bagaimana kondisi latar belakang keluarga dari peserta didik kita, dan
kita sebagai pendidik dapat menjalin hubungan yang lebih dekat lagi dengan
orang tua dan keluarga peserta didik. Sehingga ketika terjadi masalah pada peserta
didik kita menjadi tahu solusi apa yang harus diberika. Kita juga harus melibatkan
orang tua dengan cara memberitahu kepada orang tua me agar orang tua juga bisa
membantu mencarikan solusi terhadap permasalahangenai masalah yang sedang
dihadapi anaknya, karena masalah yang dialami peserta didik tidak bisa jika harus
diselesaikan oleh pihak sekolah saja akan tetapi pihak keluarga juga harus
memiliki kontribusi dalam menyelesaikan permasalahan.

2. Teori Belajar : Konstruktivistik


Pandangan teori belajar konstruktivistik menurut kelompok kami dinilai lebih
sesuai untuk dijadikan sebagai pendekatan yang digunakan untuk menangani
kasus belajar yang dialami oleh Sandra. Hal ini karena memungkinkan tersedianya
ruang yang lebih baik bagi keterlibatan peserta didik di kelas, melakukan
eksplorasi serta menggali secara lebih dalam kemampuan potensi dan keindahan
serta sikap perilaku yang lebih terbuka. Beberapa bentuk model pembelajaran
yang sesuai dengan teori konstruktivisme juga lebih menekankan pada kegiatan
diskusi kelompok. Adanya diskusi kelompok bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik agar aktif dalam mengungkapkan
gagasannya.
3. Model Pembelajaran
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang dialami oleh Sandra, model
pembelajaran Jigsaw dinilai lebih tepat diterapkan di dalam kelas. Model
pembelajaran Jigsaw melibatkan peserta didik turut aktif untuk saling bekerja
sama dalam kelompok, saling diskusi, dan mendorong peserta didik untuk berfikir
kritis dalam menyelesaikan masalah. Model pembelajaran Jigsaw juga dinilai
dapat menstimulus dalam pembentukan karakter peserta didik agar menjadi
pribadi yang menghargai teman-temannya dalam proses pembelajaran.
Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw sebagai berikut :

 Guru membentuk kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 5 peserta didik

 Tiap peserta didik diberi bagian materi yang berbeda

 Tiap peserta didik diberi bagian materi yang ditugaskan

 Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub
materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
berdiskusi mengenai sub bab mereka
 Setelah diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing (kelompok asli) dan bergantian mengajar satu
kelompoknya tentang sub bab yang telah mereka kuasai dan tiap anggota
lainnya mendengarkan dengan seksama

 Tiap kelompok ahli memperesentasikan hasil diskusi

 Guru memberikan evaluasi

C. Rencana Aksi
1. Kegiatan Awal
a. Melakukan salam dan doa untuk memulai pembelajaran, memeriksa kesiapan
dan kehadiran peserta didik
b. Menggali motivasi dan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan peserta didik
kemudian mengecek kadaan sosial emosi peserta didik
c. Mengkaitkan materi pembelajaran yang akan dipelajari dengan pengalaman
peserta didik
d. Guru menjelaskan bahwa akan diadakan diskusi kelompok
2. Inti Pembelajaran
a. Guru menyampaikan peta konsep tentang macam-macam kelompok sosial
b. Peserta didik diarahkan untuk mencari informasi mengenai kelompok sosial
sebanyak-banyaknya melalui media apapun
c. Guru membentuk kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 5 peserta didik
d. Tiap peserta didik diberi bagian materi yang berbeda
e. Tiap peserta didik diberi bagian materi yang ditugaskan
f. Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub
materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
berdiskusi mengenai sub bab mereka
3. Penutup Pembelajaran
a. Setelah diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok kembali ke kelompoknya
masing-masing (kelompok asli) dan bergantian mengajar satu kelompoknya tentang
sub bab yang telah mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan
seksama
b. Tiap kelompok ahli memperesentasikan hasil diskusi
c. Guru memberikan evaluasi
4. Refleksi Guru
a. Guru mengevaluasi proses pelaksanaan pembelajaran
b. Guru mengecek kembali terkait pertisipasi dan keaktifan peserta didik dalam
proses pembelajaran
c. Guru menanyakan kepada peserta didik tentang hambatan dan langkah
perbaikan yang perlu dilakukan dalam pembelajaran
5. Asesmen
Yang akan dinilai dalam proses pembelajaran ini adalah partisipasi dan keaktifan
peserta didik dan sikap saling menghargai pendapat antar teman di dalam proses
pembelajaran.

Daftar Pustaka

Fadhli. 2022. “Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw”. https://ruangguruku.com/model-


pembelajaran-kooperatif-jigsaw/ . Diakses pada 27 Desember 2022 pukul 14.06

Hervia, dkk. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Peningkatan
Kemampuan Pemevahan Masalah Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 06
(2010): 54

Putri, Zanetta Dwi. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Debat Aktif Untuk Meningkatkan
Keterampilan Komunikasi Siswa Pada Muatan Pelajaran PPKn Tema Globalisasi di Kelas
VI Sekolah Dasar Negeri 001 Airtiris. Skripsi. UIN Suska Riau
Suhardi, Didik. 2019. “Cooperative Learning Model : Solusi Peningkatan Kualitas Hasil
Belajar dan Pembentukan Karakter Siswa” .
https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/berita/detail/cooperative-learning-model-solusi-
peningkatan-kualitas-hasil-belajar-dan-pembentukan-karakter-siswa#:~:text=Salah
%20satu%20yang%20bisa%20dilakukan,kelompok%20lain%20di%20dalam%20kelas .
Diakses pada 27 Desember 2022 pukul 13.40

Ulwiyah, Widya Zulfa dan Muhammad Widda Djuhan. “Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
pada Siswa Kelas VII G SMP Negeri 2 Ponorogo pada Proses Pembelajaran dalam
Perspektif Psikologi Sosial”. Vol 1 No 1 (2021). Hal 199
Widagda, I Nyoman Gelgel Anom Sarwa Adi, dkk. “Model Pembalajaran Debat Dalam
meningkatkan Kompetensi Berpikir Kritis pada Pelajaran PPKn Siswa Kelas VIII A di
SMP 6 Singaraja”. Vol 2 No 2 (2020). Hal 237-238

Anda mungkin juga menyukai