Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

1. Penelitian oleh Budiarti (2016) tentang "Peningkatan Kemampuan

Pemahaman Konsep Pecahan melalui Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Think-Pair-Share pada Siswa Kelas IV". Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan pemahaman konsep pecahan siswa melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Pada

pratindakan diperoleh nilai rata-rata kelas 56,7 dengan ketuntasan klasikal

38% atau dari 32 siswa hanya 12 siswa yang tuntas. Pada siklus I, nilai

rata-rata meningkat menjadi 72,3 dengan ketuntasan 63%. Pada siklus II,

nilai rata-rata mencapai 83,9 dan persentase ketuntasan mencapai 84%

atau 27 dari 32 siswa telah tuntas belajar. Dengan demikian disimpulkan

model TPS efektif meningkatkan pemahaman konsep pecahan siswa SD.

2. Penelitian Nurhayati (2018) tentang "Pengaruh Penggunaan Media Kertas

Lipat terhadap Pemahaman Siswa pada Materi Pecahan di Kelas V".

Hasil penelitian menunjukkan media kertas lipat efektif untuk

meningkatkan pemahaman konsep pecahan pada siswa. Pada pra siklus

diperoleh rata-rata nilai siswa 4,5 dengan ketuntasan klasikal 30%. Setelah

menggunakan media kertas lipat pada siklus I, nilai rata-rata siswa menjadi

6,7 dengan pencapaian ketuntasan 63%. Pada siklus II, capaian nilai rata-

rata siswa 7,8 dengan persentase siswa yang tuntas mencapai 70%. Dengan
demikian media kertas lipat terbukti signifikan mempengaruhi peningkatan

pemahaman materi pecahan siswa.Disimpulkan bahwa media kertas lipat

berpengaruh signifikan dalam meningkatkan pemahaman materi pecahan

siswa.

3. Penelitian Mardhiyah (2020) tentang "Peningkatan Kemampuan Operasi

Hitung Pecahan Melalui Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

Berbantuan Origami Kertas". Hasil penelitiannya menunjukkan ketuntasan

belajar siswa pada materi operasi pecahan meningkat dari 40% pada pra

siklus, menjadi 76% di siklus I, dan 96% di siklus II setelah menerapkan

model TPS berbantuan origami kertas.

2.2 Kajian Teori


2.2.1 Model Pembelajaran Matematika Realistik
2.2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Model ini dikembangkan oleh Frank
Lyman dan koleganya di University of Maryland pada tahun 1985.
Ciri utama model pembelajaran ini adalah memberikan waktu
kepada siswa untuk berpikir dan merespons suatu masalah atau pertanyaan
yang disampaikan oleh guru. Siswa juga didorong untuk bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil dan mengkomunikasikan ide atau jawaban
mereka ke seluruh kelas.
Secara umum, ada 3 tahap utama dalam penerapan think pair share, yaitu:
1. Think
Pada tahap ini guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
berhubungan dengan pelajaran, kemudian meminta siswa menggunakan
waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau ide mengenai
pertanyaan tersebut sebelum mendiskusikannya dengan yang lain.

2. Pair
Siswa selanjutnya dipasangkan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa
yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini
diharapkan dapat saling membagikan ide-ide mereka satu sama lain.
3. Share
Pada langkah akhir, guru meminta kepada pasangan-pasangan tersebut
untuk berbagi atau melaporkan hasil diskusi mereka kepada seluruh kelas.
Dengan penerapan ketiga tahap di atas secara sistematis, model
pembelajaran think pair share diharapkan dapat mendorong keterlibatan
siswa dalam mengonstruksi pengetahuan dan meningkatkan keterampilan
komunikasi sosial mereka.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode Think Pair Share adalah
sebuah metode pembelajaran dimana peserta didik bekerjasama untuk
memecahkan suatu masalah atau menjawab pertanyaan guru mengenai
tugas yang diberikan. guru. saling mengutarakan hasil pemikiran masing-
masing, yang tiap anggota pasangan ditentukan oleh guru.
2.2.1.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Berikut ini adalah beberapa karakteristik utama dari model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share:
1. Mengutamakan kerjasama antar siswa dalam kelompok kecil. Siswa
didorong untuk saling membantu pemahaman dan penyelesaian masalah.
2. Setiap anggota kelompok/pasangan memiliki tanggung jawab secara
individual maupun kelompok. Misalnya harus bisa menjelaskan jawaban/ide
mereka ke pasangannya atau ke seluruh kelas.
3. Interaksi tatap muka antar siswa. Hal ini terjadi saat siswa berdiskusi
berpasangan (pair) dan berbagi jawaban ke seluruh kelas.
4. Keterampilan komunikasi sangat dituntut, baik komunikasi verbal maupun
mendengarkan dengan aktif. Siswa harus mampu mengomunikasikan
pemikiran dan mendengarkan pasangannya.
5. Pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Siswa terlibat langsung
mengonstruksi pengetahuan, bukan sekadar menerima dari guru.
6. Meningkatkan kemampuan berpikir individu maupun kelompok. Dengan
tahap think-pair-share, kemampuan berpikir siswa dilatih secara utuh.
7. Tidak ada persaingan antar siswa karena mereka bekerja dalam kelompok
kooperatif dengan tanggung jawab bersama.
Itulah beberapa karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share.
2.2.1.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Berikut ini adalah beberapa tujuan utama dari model pembelajaran


kooperatif tipe Think Pair Share secara lengkap:

1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran


Dengan adanya tahap think-pair dan guru memberi kesempatan siswa untuk
berbagi, maka partisipasi siswa biasanya meningkat dibandingkan hanya
mendengarkan penjelasan guru.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir individu


Pada tahap think, siswa didorong untuk mengembangkan keterampilan
berpikir secara mandiri dan merumuskan ide/pendapatnya sendiri sebelum
berdiskusi dengan pasangan.

3. Melatih kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama


Melalui interaksi berpasangan dan berbagi jawaban, siswa dilatih untuk
dapat mengkomunikasikan ide tau gagasannya dengan baik serta
bekerjasama dengan pasangannya.

4. Membangun pemahaman konsep yang lebih mendalam


Dengan berdiskusi dan saling memberi masukan, pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran akan semakin berkembang.

5. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan


Cara belajar aktif ini membuat suasana kelas menjadi lebih segar dan
menyenangkan bagi siswa.

6. Melatih rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya


Setiap siswa bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi baik secara
individu maupun dalam kelompok kecil.

Demikian penjelasan secara lengkap mengenai beberapa tujuan utama dari


model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
2.2.1.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Berikut ini adalah langkah-langkah dari model pembelajaran kooperatif tipe


Think Pair Share:

1. Think (Berpikir)
- Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang berhubungan
dengan pelajaran, kemudian meminta siswa untuk memikirkan jawabannya
sendiri secara individu.

2. Pair (Berpasangan)
- Guru meminta siswa berpasangan dengan teman sebelah atau di depannya
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap think.
- Guru dapat membuat aturan tentang cara berpasangan, misalnya hitungan,
sesuai deretan tempat duduk, dan sebagainya.

3. Share (Berbagi)
- Guru meminta kepada pasangan-pasangan yang telah berdiskusi untuk
berbagi hasil diskusi dengan seluruh kelas melalui presentasi di depan kelas
atau dengan berputar ke pasangan lain.
- Pada tahap ini terjadi tanya jawab, tanggapan, serta diskusi kelas.
- Guru memberikan konfirmasi, klarifikasi, dan kesimpulan pada akhir
tahap ini.

4. Evaluasi (Penilaian)
- Guru memberikan evaluasi untuk mengukur pemahaman siswa berkaitan
dengan materi yang telah dipelajari melalui model think pair share. Bisa
melalui tes tertulis, praktik, dan lainnya.
5. Penutup
- Guru menutup pembelajaran dengan meninjau kembali point-point penting
materi dan proses pembelajaran pada pertemuan tersebut.

2.2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share

1) Kelebihan model pembelajaran Think Pair Share:

1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran


2. Melatih siswa untuk berpikir secara sistematis melalui tahap think, pair, dan
share
3. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri
4. Siswa dilatih untuk mampu bekerjasama dan berkomunikasi dengan baik
5. Meningkatkan rasa percaya diri siswa karena berbagi ide dengan pasangan
terlebih dahulu sebelum dengan seluruh kelas
6. Memberdayakan setiap siswa untuk memberikan kontribusi ide dalam
pembelajaran
7. Guru lebih mudah memantau perkembangan pemahaman setiap siswa
8. Suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan

2) Kelemahan model pembelajaran Think Pair Share:

1. Membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan model pembelajaran


langsung
2. Beberapa siswa mungkin tidak mau berkontribusi pada saat berpasangan maupun
berbagi jawaban
3. Jika ada perselisihan di antara anggota kelompok, hal ini dapat memperlambat
proses pembelajaran
4. Harus ada kontrol intensif dari guru agar diskusi kelompok tetap efektif dan
sesuai tujuan pembelajaran
5. Membutuhkan kelas dengan jumlah siswa yang sedikit agar proses think-pair-
share berjalan optimal
2.2.2 Pemahaman Konsep
2.2.2.1 Pengertian Pemahaman Konsep

Menurut Bloom (1956), pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap arti dari

sebuah bahan pembelajaran. Ini mencakup kemampuan menafsirkan, mencontohkan,

mengklasifikasi, merangkum, menarik inferensi (kesimpulan), membandingkan, dan menjelaskan.

Menurut Gagne (1985), pemahaman konsep adalah kemampuan memahami hubungan

dua konsep atau lebih. Ini meliputi kemampuan membedakan contoh dan non-contoh dari konsep

yang dipelajari.

Menurut Purnamawati, dkk. (2001), pemahaman konsep yaitu kemampuan menangkap

substansi yang terkandung dalam konsep yang ditandai dengan kemampuan menjelaskan konsep

dan segala permasalahan yang berhubungan dengan konsep tersebut.

Menurut Nurdin (2007), pemahaman konsep yaitu kemampuan menangkap pengertian-

pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang

dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa:


Pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna, arti, dan
substansi yang terkandung dalam suatu konsep secara mendalam dan utuh.

Pemahaman konsep ditandai dengan kemampuan menjelaskan,


menginterpretasi, memberi contoh, membedakan, mengaitkan, dan mengaplikasikan
konsep yang sudah dipelajari kedalam berbagai situasi lain yang relevan.

Pemahaman konsep bukan hanya sekedar hafalan atau hapalan semata,


namun lebih kepada penguasaan utuh serta mampu menggunakan konsep secara fleksibel.
Pemahaman konsep meliputi kemampuan kognitif mulai dari menafsirkan hingga
menerapkan konsep secara tepat dalam pemecahan masalah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan


kemampuan memahami arti dan makna konsep secara mendalam yang ditunjukkan
melalui fleksibilitas penggunaan, interpretasi, contoh, dan penjelasan terhadap konsep
tersebut.

2.2.2.2 Jenis-Jenis Pemahaman Konsep


Menurut Nurdin (2007), jenis-jenis pemahaman konsep dibedakan
menjadi:

1. Pemahaman terjemahan
Merupakan tingkat pemahaman konsep terendah dimana siswa hanya
mampu mengartikan makna sebuah konsep secara harfiah. Misalnya
menerjemahkan konsep "demand" dalam ekonomi hanya sebatas
permintaan.

2. Pemahaman penafsiran
Kemampuan memahami dan menafsirkan makna konsep berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki. Seperti menafsirkan pengertian
"muatan listrik" dalam fisika bukan sekadar 'isi listrik'.

3. Pemahaman ekstrapolasi
Pemahaman dengan cara memperluas arti dan makna konsep serta
ramalan tentang konsekuensi atau dapat menerapkannya dalam
situasi baru. Seperti memahami konsep "momentum" untuk
meramalkan hasil tumbukan benda.

Jadi menurut Nurdin, tingkat pemahaman konsep seseorang dapat


diidentifikasi melalui kemampuannya dalam menerjemahkan,
menafsirkan, dan memperluas arti konsep tersebut. Semakin tinggi
tingkat pemahamannya, semakin mendalam, luas dan utuh konsep
tersebut dipahami.
2.2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Pemahaman

Menurut Nurdin (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep,
antara lain:

1. Tingkat kemampuan kognitif siswa


Siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi tentu lebih mudah memahami konsep-
konsep yang kompleks.

2. Minat dan motivasi belajar


Minat dan motivasi yang tinggi untuk mempelajari suatu konsep akan membuat siswa
lebih mudah memahaminya secara mendalam.

3. Pengetahuan dan pengalaman awal


Pengetahuan prasyarat dan pengalaman terdahulu berperan dalam kerangka asosiasi
untuk memahami konsep baru.

4. Kemampuan penalaran
Kemampuan bernalar penting untuk membangun pemahaman dan hubungan antar
konsep.

5. Keterampilan metakognitif
Metakognitif seperti perencanaan dan evaluasi belajar sendiri mempengaruhi pemahaman
konsep.

6. Cara penyajian konsep


Cara penyajian konsep oleh guru, apakah induktif atau deduktif turut mempengaruhi
tingkat pemahaman konsep siswa.

Jadi banyak faktor yang mempengaruhi, baik internal dari dalam siswa itu sendiri
maupun eksternal dari luar seperti cara guru mengajar. Semakin optimal faktor-faktor
tersebut, pemahaman konsep siswa biasanya akan semakin baik
2.2.3 Pembelajaran Matematika
2.2.3.1 Pengertian Pembelajaran Matematika
Shihab dalam Mobarokah (2019) pembelajaran matematika adalah suatu

proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan

kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi matematika.
Pembelajaran matematika menurut Situmorang (2016) yaitu kunci utama

pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari disekolah. Ada yang memandang

matematika sebagai mata pelajaran yang menyenangkan dan ada juga yang

memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit. Bagi yang menganggap

matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi dalam diri individu

tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pembelajaraan matematika.

Ahmad Susanto (2016) menyatakan bahwa pembelajaran

matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreativitas berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan

mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang

baik terhadap materi matematika.

Dari beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwasanya pembelajaran

matematika adalah pembelajaran yang dalam proses kegiatannya seorang guru

dapat menumbuhkan pemikiran yang kreatif pada siswa, yang bisa memberikan

peningkatan pada kemampuan menyusun pengetahuan yang baru. Sehingga dapat

memotivasi diri siswa untuk dapat memecahkan masalah yang menantang dan

dapat menarik perhatian mereka dalam belajar matematika

2.2.3.2 Karakteristik Pembelajaran Matematika

Susanto dalam Ulfha (2019) matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika mempunyai peran

penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini

tidak lepas dari hasil perkembangan matematika. Matematika dapat meningkatkan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerja sama. Dengan demikian, pendidikan matematika mampu

menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang ditandai

memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi

sesuai dengan tuntutan kebutuhan. James dan James dalam kamus matematikanya

menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang

lainnya. James membagi matematika ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis,

dan geometri. Maka dari itu matematika juga disebut sebagai: (a) ilmu Deduktif;

(b) ilmu Terstruktur; (c) alat berkomunikasi dan kegiatan pemecahan masalah; (d)

Kegiatan Penelusuran Pola dan Hubungan serta Kreativitas yang Memerlukan

Imajinasi, Intuisi, dan Penemuan; dan (e) terpenting Ratu dan Pelayan Ilmu.

2.2.3.3 Tujuan Pembelajaran Matematika

Pada kegiatan belajar mengajar Pembelajaran matematika mempunyai

tujuan yaitu diharapkan siswa mampu memanfaatkan serta mengaplikasikan

pembelajaran matematika di lingkungan keseharian siswa dan memberikan

penalaran kepada siswa dalam menerapkan konsep matematika (Yani, 2021).

Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Kurikulum 2013

yaitu agar siswa dapat: 1) memahami konsep matematika; 2) menggunakan pola

sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi


berdasarkan fenomena atau data yang ada; 3) menggunakan penalaran pada sifat,

melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun

menganalisis komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks

matematika maupun di luar matematika; 4) mengkomunikasikan gagasan,

penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan

kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas

keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan: 6) memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam

matematika dan pembelajarannya: 7) melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang

menggunakan pengetahuan matematika; 8) menggunakan alat peraga sederhana

maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika

(Kemendikbud, 2014).

Menurut Astuti dalam Yanti (2021) tujuan matematika disekolah dasar

secara umum yaitu:

1. Mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan dalam lingkungan

yang setiap saatnya semakin berkembang melalui latihan berfikir secara

logika, nyata, cermat, teliti, benar serta efektif.

2. Mempersiapkan siswa demi menjelaskan pembelajaran matematika sesuai

dengan lingkungan keseharian siswa serta mempelajari ilmu pembelajaran

lainnya.

3. Dalam menyelesaikan permasalahan merupakan pemahaman memecahkan

masalah serta merancang model pembelajaran matematika.


4. Mengkomunikasikan ide melalui simbol-simbol yang ada pada pembelajaran

matematika dalam bentuk tabel, diagram serta media lain untuk mempertegas

kondisi dan situasi serta masalah.

5. Mempunyai sifat menghargai kegunaan matematika pada lingkungan

keseharian siswa.

2.2.3.4 Materi Pecahan


Pecahan atau fraction secara terminologi, menurut Bennett, Burton, &
Nelson (2010: 283) berasal dari bahasa latin fractio dari bentuk frangere
yang berarti jeda. Secara historis, pecahan pertama kali digunakan untuk
mewakili jumlah yang kurang dari satu atau satu kesatuan, seperti setengah
permen, sepertiga pizza, dan lainnya. Pecahan sebagai materi memiliki
beberapa definisi. Novak & Renzo (2013: 3) berpendapat bahwa pecahan
merupakan sebuah hasil bagi atau representasi bagian dari angka. Hal ini
sebagai penguat konsep pecahan sebagai pembagian. Selain itu, menurut
Musser, Burger, & Peterson (2011: 216) pecahan dapat dimaknai dengan
dua cara yang berbeda. Pertama, pecahan digunakan sebagai angka yang
menunjukkan bagian dari keseluruhan. Kedua, pecahan dimaknai sebagai
perbandingan.
Hasil penelitian Ciosek & Samborska (2015: 10) menyimpulkan bahwa
pecahan adalah topik yang sangat sulit. Temuan menunjukkan banyak
kesalahan siswa yang mengindikasikan kurangnya pemahaman konsep
siswa pada pecahan. Hal ini sejalan dengan temuan Stringler, Givvin, &
Thompson (2010: 4), menunjukkan bahwa pecahan sangat sulit dipahami
siswa. Meskipun materi ini telah diajarkan sejak kelas 3, namun banyak
siswa lulusan sekolah menengah masuk perguruan tinggi masih memiliki
pemahaman bilangan rasional yang dangkal. Rendahnya pemahaman
konsep pecahan tersebut berdasarkan temuan Siegler & Pyke (2013: 1994)
disebabkan siswa belajar dengan menghafal aturan prosedural, tanpa
memahami konsep-konsep yang sesuai dengan pecahan, sehingga banyak
aturan operasional yang tidak dimengerti.

2.3 Kerangka Konseptual

Kegiatan pembelajaran di kelas sering kali dianggap membosankan dan

membuat jenuh siswa dalam belajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi

hasil belajar siswa. Pembelajaran yang hanya dilakukan dengan menggunakan

satu model pembelajaran saja seperti kooperatif tentu akan membuat siswa merasa

bosan sehingga siswa tidak akan memahami materi pembelajaran yang guru

sampaikan. Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa perlu adanya model


pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil siswa dalam belajar.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa guru harus menggunakan model

pembelajaran yang tidak membosankan. Model pembelajaran yang dapat guru

gunakan adalah model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share


Pembelajaran disekolah akan menjadi lebih menarik dan bermakna bila seorang

guru mengaitkan dengan apa yang telah diketahui siswa sebelum memulai proses

pembelajaran. (Mubarokah, 2019). Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Pair Share merupakan salah satu model pembelajaran matematika. Lie (2008)

mengemukakan bahwa think-pair-share merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share akan membantu siswa untuk belajar bagaimana

cara memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupannya sehari-hari.

Dengan pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

membuat siswa lebih aktif dan tentunya keaktifan siswa mempengaruhi

pemahaman siswa tersebut. Hal itu akan menciptakan suasana kelas yang tidak

membosankan sehingga siswa akan tertarik untuk belajar.

Diharapkan dari model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dapat

meningkatkan Pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika sehingga hasil

belajar siswa pun dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM).


Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan

secara grafis dalam Gambar 2.1

Siswa Guru

Model Pembelajaran Kooperatif

Kurangnya Pemahaman Konsep Siswa Pada Mata Pelajaran Mtk

Siswa

Guru
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share

Meningkatkan Pemahaman Siswa


Pada Mata Pelajaran Matematika

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan beberapa kajian pustaka dan kerangka konseptual, maka hipotesis


dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu penggunaan model pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share pada materi pecahan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
IV SDN 21 DAMPELAS

Anda mungkin juga menyukai