Anda di halaman 1dari 76

arif fadholi

Blog ini Di-link Dari Sini Web Blog ini

Di-link Dari Sini

Web

Minggu, 11 Oktober 2009


Metode Think Pair Share
Metode TPS (Think Pair Share) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tingkah Laku Guru: Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase-2 Menyajikan informasi Tingkah Laku Guru: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Tingkah Laku Guru: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tingkah Laku Guru:

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. TPS (Think-Pair-Share) atau (Berfikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperaif, dari pada penghargaan individual ( Ibrahim dkk : 2000 ). Metode pengajara tipe Think-Pair-Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think-PairShare memberi waktu kepada para siswa untuk berfikir dan merespons serta saling membantu yang lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca tugas. Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari secara lebih serius mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. Guru lebih memilih metode Think-Pair-Share dari pada metode tanya jawab untuk kelompok secara keseluruhan (whole-group question and answer). TPS digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, titik pusat (fokus) dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak ditemukan. Dalam upaya itu, guru menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe TPS. Strategi TPS dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam lingkungan seluruh kelompok. Andaikan guru baru saja menyelesaikan suatu pengkajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas atau situasi teka-teki telah ditemukan. Dan guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau didalami.Guru akan membiarkan dan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Untuk menggairahkan anak didik dalam menerima pelajaran dari guru, anak didik diupayakan untuk belajar sambil bekerja dan belajar bersama dalam kelompok. Anak didik yang bergairah belajar seseorang diri akan semakin bergairah bila dilibatkan dalam kerja kelompok. Tugas yang berat dikerjakan seorang diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Anak didik yang egois akan menyadari pentingnya kehidupan bersama dalam hal tertentu. Dan anak didik untuk terbiasa menghargai pendapat orang lain dari belajar bersama

yaitu anak didik yang belum mengerti penjelasan guru akan menjadi mengerti dari hasil dari hasil penjelasan dan diskusi mereka dalam kelompok. Dalam kasus-kasus tertentu penjelasan anak didik lebih efektif dimengerti dari pada penjelasan dari guru. Kelebihan Strategi TPS (Think-Pair-Share) memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Sedangkan kelemahan dari TPS (Think-Pair-Share) antara lain: 1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas. 2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas. 3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Sesuai dengan namanya, berikut ini adalah langkah-langkah yang diterapkan dalam TPS (ThinkPair-Share): Tahap 1: Think (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yan berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan langkah-langkah pada tahap ke-2 ini adalah: 1 Langkah 1 : Bekerja berpasangan. Tim atau kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan. Satu siswa di dalam pasangan itu mengerjakan lembar kegiatan atau masalah, sementara siswa yang lain membantu atau melatih. 2 Langkah 2 : Pelatih mengecek. Siswa yang menjadi pelatih mengecek pekerjaan partnernya. Apabila pelatih dan partnernya itu tidak sependapat terhadap suatu jawaban atau ide, mereka boleh meminta petunjuk dari pasangan lain. 3 Langkah 3 : Pelatih memuji. Apabila pelatih dan partner sependapat, pelatih memberikan pujian. 4 Langkah 4 : Bertukar peran. Seluruh partner bertukar peran dan mengulangi langkah 1-3 sampai semuanya setuju dangan jawaban yang dikerjakan. Tahap 3: Sharing (berbagi). Pada tahp akhir, guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan. Langkah ini efektif jika guru bekeliling kelas dari pasangan yang satu kepasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melaporkan. Kelompok Berpasangan Kelebihan: meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok

interaksi lebih mudah lebih mudah dan cepat membentuknya. Kekurangan: banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor lebih sedikit ide yang muncul jika ada perselisihan,tidak ada penengah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair and Share (TPS) Langkah-Langkah Pembelajaran Langkah-langkah: 1) Guru menyampaikan inti materi 2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru 3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya 4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa 5) kesimpulan Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented). Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu temantemannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu. Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang

meliputi tahap think, pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan point pada siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share. model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002:57) bahwa, ThinkPair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran ThinkPair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga model pembelajaran Think-PairShare dapat disosialisasikan dan digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain Di samping mempunyai keunggulan, model pembelajaran Think-Pair-Share juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah: (1) metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah, (2) sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal, (3) menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak dan, (4) mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004). Model pembelajaran Think-Pair- Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57). Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58). Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share sederhana, namun penting trutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok . Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Thingking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah: Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing. Langkah ke 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat

dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok. Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah ang telah mereka diskusikan. Kegiatan berpikir-berpasaangan-berbagi dalam model Think-Pair-Share memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara didepan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya. Menurut Spencer Kagan ( dalam Maesuri, 2002:37) manfaat Think-Pair-Share adalah: (1) para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think-Pair-Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik, dan (2) para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan Think-Pair-Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi. Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-PairShare dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah tertentu. Menurut Muslimin (2001: 26) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share) Tahap 1 : Thinking (berpikir) Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat. Tahap 2 : Pairing (berpasangan) Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat

membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Share (berbagi) Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: a) memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan b) siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah, c) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, d) siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, e) memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12). Senada dengan pendapat Hartina, Lie (2005: 46) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri dari 2 orang siswa) adalah 1) akan meningkatkan pasrtisipasi siswa, 2) cocok untuk tugas sederhana, 3) lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, 4) interaksi lebih mudah, dan 5) lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. Selain itu, menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah: 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih sedikit ide yang muncul, dan 3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran think-pair-share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi dalam metode thinkpair-share memberi banyak keuntungan. Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat meningkat. Menurut Nurhadi (2003: 65), akuntabilitas berkembang karena setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak

memberi ide atau jawaban kepada pasangannya. Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000:6): 1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya. 2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional. 4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional. 5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah pendengar materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru. 6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal. 7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima. Kelemahan metode TPS adalah pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa (Ibrahim,2000:18). Diposkan oleh ARIF FADHOLI di 23.55 http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/metode-think-pair-share.html

ABSTRAK Sri Suryani. S 840809115. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TEKNIK THINK-

PAIR-SHARE. Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Wonogiri. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Nopember 2010. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 19620407198703003. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. NIP 19560121 198203 2 003. Penelitian ini membahas tentang peningkatan keterampilan menulis deskripsi melalui penerapan pendekatan cooperative learning teknik think-pair-share pada siswa kelas X6 SMA Negeri 2 Wonogiri tahun pelajaran 2010-2011. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis deskripsi dan untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa melalui penerapan pendekatan cooperative learning teknik think-pair-share pada siswa kelas X6 SMA Negeri 2 Wonogiri. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SMA Negeri 2 Wonogiri dengan subjek siswa kelas X6. Jumlah siswanya 36 siswa, dengan perincian 16 laki-laki dan 20 perempuan. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah keterampilan menulis deskripsi. Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, yang meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, analisis dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pelaksanaan proses pembelajaran keterampilan menulis deskripsi di kelas X6 SMA Negeri 2 Wonogiri dapat berjalan secara efektif dan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan setelah diterapkan pendekatan cooperative learning teknik thinkpair-share. Hal ini ditandai dengan motivasi dan keaktifan siswa semakin meningkat dalam proses belajar mengajar, (2) dengan diterapkannya pendekatan cooperative learning teknik thinkpair-share, keterampilan menulis deskripsi siswa meningkat, baik peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar maupun peningkatan nilai reratanya. Peningkatan jumlah ketuntasan belajar dari siklus I sebesar 52,78% jumlah siswa 19, siklus II sebesar 66,67% jumlah siswa 24, dan siklus III sebesar 86,11% jumlah siswa 31, sedangkan nilai rerata pada akhir siklus III mencapai 77,64. Nilai tersebut telah memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) ysng diterapkan yaitu 75. Dari hasil pengamatan proses pembelajaran keterampilan menulis deskripsi dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan cooperative learning teknik think-pair-share ternyata dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, yang akhirnya meningkatkan pula keterampilan siswa dalam menulis deskripsi, siswa terlihat lebih bersemangat dan terampil menyusun hasil pengamatannya dalam bentuk karangan deskripsi. Suasana pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan. ABSTRACT Sri Suryani. S 840809115. THE IMPROVEMENT OF DESCRIPTIVE WRITING COMPETENCY BY APPLYING THE THINK-PAIR-SHARE COOPERATIVE LEARNING TECHNIQUE APPROACH. The Classroom Action Research in the X6 Graders of SMA Negeri 2 Wonogiri. Thesis. Surakarta: Indonesia Education Program of Graduate School, Sebelas Maret University, November 2010. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 19620407198703003. Second Consultant II: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. NIP 19560121 198203 2 003. This research discusses about the descriptive writing competency improvemen by applying the think-pair-share technique of cooperative learning approach in the X6 graders of SMA Negeri 2

Wonogiri in 2010-2011 academic years. The objective of the research is to improve the learning process in writing description and to improve the student descriptive writing competency by applying think-pair-share technique of cooperative learning approach in the X6 graders of SMA Negeri 2 Wonogiri. This study belongs to classroom action research which was conducted in SMA Negeri 2 Wonogiri with the X6 students as the subject. The number of student in class X6 was 36 students consisting of 16 boys and 20 girls. The object of research was the description writing competency. The research process was done in three cycles including four stages: planning, acting, observing an evaluating, analyzing and reflecting. The results of research show that: (1) the implementation of descriptive writing competency learning process in X6 Classroom of SMA Negeri 2 Wonogiri could be held effectively and the learning circumstance become more enjoyable after the think-pair-share technique of cooperative learning approach applied. It is characterized by the sudents activeness in the teaching-learning process, (2) the application of think-pair-share technique of cooperative learning approach improves the students descriptive writing competency, both in the number of students passing the learning grade and in the mean value. The improvement of learning passing grade from cycle I of 52,78% is reached by 19 students, cycle II of 66,67% by 24 students, and cycle III of 86,11% by 31 students, meanwhile the mean value in the end of III cycle reaches 77.64. Such value has fulfilled the minimal passing criteria limit (KKM) applied, 75. From the result of observation on the descriptive writing competency learning process, it cab be concluded that the use of think-pair-share technique of learning cooperative approach can, in fact, improve the quality of learning process that finally can also improve the student competency in writing description, the students are apparently vigorous and competent in arranging their observation result in the form of descriptive essay. The learning circumstance in the classroom becomes more enjoyable.
This entry was posted on Jumat, Oktober 29th, 2010 at 10:29 am and is filed under Publikasi Tesis/Disertasi Siap Uji .

http://pasca.uns.ac.id/?p=1154

Page 1 Schreyer Institute for Teaching Excellence Penn State 301 Rider Building II University Park, PA 16802 Schreyer Lembaga Pengajaran Keunggulan Penn State Building 301 Rider University Park II, PA 16802 www.schreyerinstitute.psu.edu www.schreyerinstitute.psu.edu 2007 2007 Think-Pair-Share Think-Pair-Share Students pair up to share thoughts on a problem or question initiated by the instructor. Siswa berpasangan untuk berbagi pikiran pada suatu masalah atau pertanyaan yang diprakarsai oleh instruktur. This can Hal ini dapat be modified to involve pairs of students exchanging ideas to enrich the discussion. dimodifikasi untuk melibatkan pasangan mahasiswa bertukar ide untuk memperkaya diskusi. The technique Teknik is good for generating class discussion and sharing of opinions and ideas. yang baik untuk menghasilkan diskusi kelas dan berbagi pendapat dan ide.

Student Level: Any Level Mahasiswa Tingkat: Tingkat Setiap Class Size: 3 100+ Kelas Ukuran: 3 - 100 + Ease of Use Rating: Easy Kemudahan Penggunaan Rating: Mudah Activity Description: Deskripsi Kegiatan: Think-Pair-Share can be modified to fit any class size and any situation. Think-Pair-Share dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan berbagai ukuran kelas dan situasi apapun. Students do not have to Siswa tidak perlu move from their current seats and discussion can be guided. pindah dari kursi mereka saat ini dan diskusi bisa dipandu. The instructor presents an issue for discussion in the form of a problem or question, but instead Instruktur menyajikan isu untuk diskusi dalam bentuk masalah atau pertanyaan, tetapi of just throwing the question out for one student to answer, the students discuss possible hanya melemparkan pertanyaan keluar untuk seorang mahasiswa untuk menjawab, para siswa mendiskusikan kemungkinan solutions in pairs. solusi berpasangan. Students should be given time (30-45 seconds) to think about the issue, then Siswa harus diberikan waktu (30-45 detik) untuk berpikir tentang masalah ini, maka the students can form pairs to discuss the problem or question. siswa dapat membentuk pasangan untuk mendiskusikan masalah atau pertanyaan. Discussion time can vary Diskusi waktu bisa bervariasi depending on the question and how the discussion is going within the pairs. tergantung pada pertanyaan itu dan bagaimana diskusi yang terjadi dalam pasangan. In a final step, individuals share their thoughts with the entire class. Pada langkah terakhir, individu berbagi pikiran mereka dengan seluruh kelas. The Think-Pair-Share method may take some practice. The-Pair-Share metode Pikirkan mungkin membutuhkan beberapa latihan. When first using this technique, teachers Ketika pertama kali menggunakan teknik ini, guru may want to ask for volunteers to share their discussions and wait until the class is more mungkin ingin meminta sukarelawan untuk berbagi diskusi mereka dan menunggu sampai kelas lebih comfortable with the procedure before calling on students to present before the group. nyaman dengan prosedur sebelum meminta siswa untuk hadir sebelum grup. The The strategy is designed to foster short class discussions. Strategi ini dirancang untuk mendorong diskusi kelas pendek. Pairs share what they have discussed with Pasangan membagikan apa yang mereka telah didiskusikan dengan the entire class. seluruh kelas. Other students can then respond to what is said or they can share what they siswa lain kemudian dapat menanggapi apa yang dikatakan atau mereka dapat membagikan apa yang mereka discussed with their own partners. dibahas dengan mitra mereka sendiri. [1] [1] A modification on the Think-Pair-Share method is the Think-Pair-Square-Shared. Sebuah modifikasi pada-Pair-Share Pikirkan adalah metode-Think Pair-Square-Shared. In this Dalam hal ini technique, a step is added to the Think-Pair-Share method before students share with the class. teknik, langkah akan ditambahkan ke Pair-Share-metode Berpikirlah sebelum berbagi siswa dengan kelas.

Before presenting to the whole class, student pairs turn to another pair and discuss what they Sebelum penyajian ke seluruh kelas, "giliran pasangan siswa untuk pasangan lain dan mendiskusikan apa yang mereka have shared within their first pairs. telah berbagi dalam pasangan pertama mereka. [After this additional discussion,] the pairs share with the [Setelah ini diskusi tambahan,] berbagi pasangan dengan class.[1] kelas ". [1] It is important for the teacher to make sure that pairs are matched up with other pairs, and that "Sangat penting bagi guru untuk memastikan bahwa pasangan dicocokkan dengan pasangan yang lain, dan bahwa pairs have equal participation and that constructive sharing takes place. pasangan memiliki partisipasi yang sama dan berbagi konstruktif terjadi. If you are concerned Jika Anda khawatir about a pair dominating the conversation, give each pair a specified amount of time to share their tentang sepasang mendominasi pembicaraan, berikan masing-masing pasangan jumlah tertentu waktu untuk berbagi answer. jawaban. Remind the pairs that they do not have to accept the other pair's response, but they do Ingatkan pasangan bahwa mereka tidak harus menerima pasangan lain respon, tetapi mereka have to show respect for the pair. [1] harus menghormati pasangan. "[1] These activities can be modified to fit the objectives of the class; it may only be necessary for an Kegiatan ini dapat dimodifikasi agar sesuai dengan tujuan kelas, hanya mungkin diperlukan untuk instructor to use one or more of the methods only one time during a class period or only when instruktur untuk menggunakan satu atau lebih metode hanya satu kali selama periode kelas atau hanya bila complex concepts presented. konsep-konsep kompleks yang disajikan. The methods are designed to promote discussion and helps students Metode ini dirancang untuk mempromosikan diskusi dan membantu siswa help each other fill in the gaps or ask questions that they may not ask publicly in class. membantu satu sama lain dalam mengisi kekosongan atau mengajukan pertanyaan yang mereka tidak dapat meminta publik di kelas. Research and Applications: Riset dan Aplikasi: Page 2 Page 2 [1] Ten Techniques For Energizing Your Classroom Discussions : From the Grand Rapids [1] Sepuluh Teknik Untuk Energizing Diskusi Kelas Anda: Dari Grand Rapids Community College Center for Teaching and Learning. Community College Pusat Pengajaran dan Pembelajaran. [On-line] [On-line] http://web.grcc.cc.mi.us/ctl/ten_techniques_for_energizing.htm http://web.grcc.cc.mi.us/ctl/ten_techniques_for_energizing.htm The Core Competencies are: Para Kompetensi Inti adalah: 1. 1. Writing, speaking and/or other forms of self-expression Menulis, berbicara dan / atau bentuk-bentuk ekspresi diri 3. 3. Synthesis and analysis in problem solving and critical thinking, including, where Sintesis dan analisis dalam pemecahan masalah dan berpikir kritis, termasuk, di mana

appropriate, the application of reasoning and interpretive methods, and quantitative yang tepat, penerapan dan penafsiran metode penalaran, dan kuantitatif thinking. berpikir. 4. 4. Collaborative learning and teamwork. Kolaborasi belajar dan kerja sama tim. 7. 7. A significant alternative competency for active learning designed for and appropriate to a Sebuah kompetensi alternatif yang signifikan untuk aktif pembelajaran yang dirancang untuk dan sesuai dengan specific course program khusus http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.schreyerinstitute.psu. edu/pdf/alex/thinkpairshare.pdf

Page 1 Using Think-Pair-Share in the College Classroom Menggunakan Think-Pair-Share di Kelas College Susan Ledlow, Center for Learning and Teaching Excellence Susan Ledlow, Pusat Belajar dan Pengajaran Unggul Asking a question during a lecture is a great way to get students actively engaged, to Mengajukan pertanyaan selama kuliah adalah cara yang bagus untuk mendapatkan siswa secara aktif terlibat, untuk check for understanding, or to get students to apply new knowledge, isn't it? memeriksa pemahaman, atau untuk mendapatkan siswa untuk menerapkan pengetahuan baru, bukan? Isn't it? Bukan? Anybody have a thought on that? Ada yang punya pemikiran tentang hal itu? Hmmm guess I'll have to answer that question Hmmm ... kira saya harus menjawab pertanyaan itu myself. sendiri. The answer to the question is potentially. There are a number of problems with Jawaban atas pertanyaan adalah "berpotensi." Ada sejumlah masalah dengan the way that we typically pose questions within a lecture; two particularly concern me. cara kita biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam kuliah; dua terutama perhatian saya. The first is that when a question is posed to the class as a whole, usually a limited Yang pertama adalah bahwa ketika pertanyaan yang diajukan kepada kelas secara keseluruhan, biasanya terbatas number of students, and sometimes no students, volunteer to answer. jumlah siswa, dan kadangkadang ada siswa, relawan untuk menjawab. Research on Penelitian participation in college classrooms has shown that, in classes of fewer than 40 students, partisipasi dalam kelas perguruan tinggi telah menunjukkan bahwa, di kelas kurang dari 40 mahasiswa, four to five students do about 75 percent of the talking that isn't done by the instructor. 4-5 siswa melakukan sekitar 75 persen dari berbicara yang tidak dilakukan oleh instruktur. In large classes, participation levels drop even further. Dalam kelas besar, tingkat partisipasi turun lebih jauh. The students who typically Para siswa yang biasanya volunteer to answer questions in my classes are those I think of as members of my fan relawan untuk menjawab pertanyaan di kelas saya yang saya anggap sebagai anggota "penggemar saya

club or at least, members of the psychology fan club. club "atau setidaknya, anggota fan club psikologi. These are the students who sit up Ini adalah siswa yang duduk front, who like to drop by my office and talk about course content, and whose depan, yang suka mampir kantor saya dan berbicara tentang isi kursus, dan yang performance is in the top ten percent of the class. kinerja di sepuluh persen atas kelas. They're also fairly extroverted. Mereka juga cukup terbuka. While Sementara my fan club and I are having brilliant Socratic dialogues, the shy, the unprepared, and klub penggemar dan saya mengalami dialog Sokrates brilian, yang pemalu, yang tidak siap, dan the uninterested are doing anything they possibly can to avoid eye contact with me. yang tidak tertarik melakukan apa saja yang mereka mungkin bisa untuk menghindari kontak mata dengan saya. The second problem is that, after asking a question, the average instructor waits less Masalah kedua adalah bahwa, setelah mengajukan pertanyaan, instruktur menunggu rata-rata kurang than one second before calling on a student. dari satu detik sebelum memanggil pada mahasiswa. As soon as the first student is called Begitu mahasiswa pertama disebut upon, many of the others stop processing their answers. atas, banyak dari yang lain menghentikan pemrosesan jawaban mereka. Getting more students to Mendapatkan lebih banyak siswa untuk process the answer isn't that difficult. proses jawabannya tidak begitu sulit. A wait of as little as three seconds has been Sebuah tunggu dari sesedikit tiga detik telah shown to improve both the quantity and quality of student responses. ditampilkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas respon siswa. A simple solution to help overcome these two problems is to use Think-Pair-Share , Sebuah solusi sederhana untuk membantu mengatasi dua masalah adalah dengan menggunakan ThinkPair-Share, developed by Frank Lyman. Think-Pair-Share is a low-risk strategy to get many dikembangkan oleh Frank Lyman. Think-Pair-Share adalah strategi berisiko rendah untuk mendapatkan banyak students actively involved in classes of any size. siswa secara aktif terlibat dalam kelas dari berbagai ukuran. The procedure is simple: after asking a Prosedur ini sederhana: setelah meminta question, tell students to think silently about their answers. pertanyaan, memberitahu muridmurid untuk berpikir tentang jawaban mereka diam-diam. As a variation, you might Sebagai variasi, Anda mungkin have them write their individual answers. telah mereka menulis jawaban masing-masing. (Depending on the complexity of the question (Tergantung pada kompleksitas pertanyaan and the amount of time I think is appropriate for the activity, I give them anywhere from dan jumlah waktu yang saya pikir cocok untuk kegiatan ini, saya berikan kepada mereka di mana saja dari 10 seconds to five minutes to work individually.) Then ask them to pair up with a partner 10 detik sampai lima menit untuk bekerja secara individual Kemudian.) Meminta mereka untuk berpasangan dengan pasangan to compare or discuss their responses. untuk membandingkan atau mendiskusikan tanggapan mereka. Finally, call randomly on a few students to Akhirnya, panggilan secara acak pada beberapa siswa untuk summarize their discussion or give their answer. meringkas diskusi mereka atau memberi jawaban mereka. The random calls are important to Panggilan acak penting untuk

ensure that students are individually accountable for participating. memastikan bahwa siswa secara individual bertanggung jawab untuk berpartisipasi. When you are satisfied that students understood the concept, or that most could solve a Bila Anda puas bahwa siswa memahami konsep, atau yang paling bisa menyelesaikan similar problem on their own, continue with your lecture until the next question. masalah yang sama pada mereka sendiri, lanjutkan dengan kuliah anda sampai pertanyaan berikutnya. That's it! Itu saja! When I first introduce Think-Pair-Share or one of its variations, I put up an overhead Ketika saya pertama kali memperkenalkan Think-Pair-Share atau salah satu variasi, saya memasang sebuah overhead outlining the procedure (see below). menguraikan prosedur (lihat di bawah). After using it a few times, students get used to the Setelah menggunakan beberapa kali, siswa terbiasa dengan process and I don't need the overheads anymore. proses dan saya tidak perlu lagi overhead. ______________________________________________________________________________ __ ______________________________________________________________________________ __ 2001, Susan Ledlow, Arizona State University 2001, Ledlow Susan, Arizona State University 11 These materials may be duplicated for educational purposes if properly credited. Bahan-bahan ini dapat diduplikasi untuk tujuan pendidikan jika benar dikreditkan. Page 2 Page 2 Think-Pair-Share Think-Pair-Share 1. Think about your answer individually. 1. Pikirkan tentang jawaban Anda secara individual. 2. Pair with a partner and discuss your 2. Pair dengan pasangan dan mendiskusikan Anda answers. jawaban. 3. Share your answer (or your partner's 3. Bagi pengalaman anda jawaban ini (atau pasangan anda answer) when called upon. jawaban) bila dipanggil. Write-Pair-Share Tulis-Pair-Share 1. Write your answer individually. 1. Tulis jawaban Anda secara individual. 2. Pair with a partner and discuss your 2. Pair dengan pasangan dan mendiskusikan Anda answers. jawaban. 3. Share your answer (or your partner's 3. Bagi pengalaman anda jawaban ini (atau pasangan anda answer) when called upon. jawaban) bila dipanggil. A further variation on Think-Pair-Share was developed by Johnson, Johnson, and Smith Sebuah variasi lebih lanjut mengenai Think Pair-Share-dikembangkan oleh Johnson, Johnson, dan Smith (1991). (1991). It's called Formulate-Share-Listen-Create , and it's a good strategy for use with Ini disebut Merumuskan-Share-Dengar-Membuat, dan itu strategi yang baik untuk digunakan dengan problems or questions that could be addressed in a variety of ways. masalah atau pertanyaan yang dapat diatasi dalam berbagai cara. The create step The "menciptakan" langkah gets students to synthesize their ideas and come up with the best solution to a problem. mendapat siswa untuk mensintesis ide-ide mereka dan datang dengan solusi terbaik untuk masalah.

I often use this strategy to have students write short essays in class. Saya sering menggunakan strategi ini untuk memiliki siswa menulis esai pendek di kelas. Formulate-Share-Listen-Create Merumuskan-Share-Dengar-Buat 1. Formulate your answer to the question individually. 1. Merumuskan jawaban Anda atas pertanyaan individual. 2. Share your answer with your partner. 2 pasangan. Anda Berbagi jawaban Anda dengan. 3. Listen carefully to your partner's answer. 3. Dengarkan dengan seksama mitra jawaban Anda. Note similarities Catatan kesamaan and differences in your answers. dan perbedaan dalam jawaban Anda. 4. Create a new answer that incorporates the best of the ideas. 4. Buat jawaban baru yang menggabungkan yang terbaik dari ide-ide. Be prepared to present your answer if called upon. Bersiaplah untuk menyajikan jawaban Anda jika dipanggil. If you are already using teams in your classroom, you can have students work with Jika Anda sudah menggunakan tim di kelas Anda, Anda dapat memiliki pekerjaan siswa partners within their teams. mitra dalam tim mereka. If you don't have ongoing teams, you might ask students at Jika Anda tidak memiliki tim yang sedang berlangsung, Anda mungkin bertanya mahasiswa di the beginning of class to form pairs and to introduce themselves before the lecture awal kelas untuk membentuk pasangan dan memperkenalkan diri sebelum kuliah begins. dimulai. Sounds easy, doesn't it? Kedengarannya mudah, bukan? Doesn't it? Bukan? Anybody? Siapa saja? References Referensi Berliner, DC (2000). Tips for teaching by means of the lecture method. Tempe, AZ: Berliner, DC (2000),. Tips untuk mengajar dengan cara ceramah AZ metode. Tempe: College of Education, Arizona State University [Manuscript/Seminar Materials]. College Pendidikan, Arizona State University [Naskah / Seminar Material]. Johnson, DW, Johnson, RT, & Smith, KA (1991a). Active learning: Cooperation in Johnson, DW, Johnson, RT, & Smith, KA (1991a):. Aktif belajar Kerjasama the college classroom. Edina, MN: Interaction Book Company. kelas kuliah:. Edina, MN Interaksi Book Company. Johnson, DW, Johnson, RT, & Smith, KA (1991b). Cooperative learning: Johnson, DW, Johnson, RT, & Smith, KA (1991b) belajar. Koperasi: increasing college faculty instructional productivity. Washington, DC: ASHE/ERIC kuliah instruksional meningkatkan produktivitas fakultas:. Washington, DC Ashe / ERIC Higher Education. Pendidikan Tinggi. Lyman, FT (1981). Lyman, FT (1981). The responsive classroom discussion: The inclusion of all Diskusi kelas responsif: Dimasukkannya semua students. siswa. In A. Anderson (Ed.), Mainstreaming Digest (pp. 109-113). Dalam Anderson A. (Ed.), Pengarusutamaan Digest (hal. 109-113). College Park: College Park: University of Maryland Press. University Press Maryland. ______________________________________________________________________________ __ ______________________________________________________________________________ __

2001, Susan Ledlow, Arizona State University 2001, Ledlow Susan, Arizona State University 22 These materials may be duplicated for educational purposes if properly credited. Bahan-bahan ini dapat diduplikasi untuk tujuan pendidikan jika benar dikreditkan. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://clte.asu.edu/active/usingtps .pdf

arini

Laporan PTK Menulis Deskripsi dengan Permainan Puzzle


18 January 2011 Judul : PERMAINAN PUZZLE UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN MENULIS DESKRIPSI BINATANG DAN TUMBUHAN PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI SISWA KELAS 2D SDIT LUQMAN AL HAKIM Oleh : Arinil Janah, A.Md BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup 4 ketrampilan berbahasa, yakni; mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu ketrampilan berbahasa yang cukup komplek adalah menulis. Menulis merupakan kegiatan yang paling komplek untuk dipelajari dan diajarkan (Farris, 1993). Standar kompetensi bidang studi Bahasa Indonesia kelas 2 semester 2 aspek menulis adalah menulis permulaan dengan mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Kompetensi dasar yang seharusnya dikuasai adalah; (1) mendeskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar sesuai ciri-cirinya dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami orang lain, (2) menceritakan kembali cerita anak yang didengarkan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Berdasarkan pengamatan dalam proses belajar di kelas, penulis mengetahui bahwa siswa kelas 2 belum cukup menguasai kompetensi dasar nomor 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya minat siswa untuk belajar aspek menulis serta oleh rendahnya kemampuan siswa menulis deskripsi . Untuk itulah kami ingin mengadakan penelitian tindakan kelas untuk bidang studi bahasa Indonesia aspek menulis. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Hasil rata-rata nilai aspek menulis rendah. 2. Rendahnya minat siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia aspek menulis. 3. Kurang adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. 4. Kurangnya pemanfaatan media/alat peraga.

C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian adalah: Apakah permainan puzzle dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskripsi binatang dan tumbuhan dalam pembelajaran bahasa Indonesia? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Meningkatkan ketrampilan menulis deskripsi binatang dan tumbuhan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa kelas 2D SDIT Lukman Al Hakim dengan bermain puzzle. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketrampilan menulis deskripsi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 2. Memberikan gambaran kepada guru Bahasa Indonesia, bahwa permainan puzzle dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penelitian Tindakan Kelas Ada beberapa definisi tentang penelitian tindakan: Cogen dan Manion (1980), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah intrvensi sekala kecil terhadap tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut. Kemmis dan Targart (1988), menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian reflektif diri kolektif, yang dilakukan oeh pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktik itu, dan terhadap situasi tempat dilakukan nya praktik-praktik tersebut. Berdasarkan definisi di atas dapat diartikan bahwa: 1) hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, 2) penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang permasalahannya perlu dipecahkan, dan hasinya diterapkan/dipraktikkan. Penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan dalam melaksanakan tugas sehari-hari, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK dilakukan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahapan, planning, action, observation/evaluation, dan reflection. 2. Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa (Degeng , 1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upayaupaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran.

Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pembelajaran bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis adalah suatu proses penuangan ide atau gagasan dalam bentuk simbol-simbol bahasa (Nurhadi,1995). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memilih dan memanfaatkan berbagai kosakata. Keterampilan menulis tidak bisa dikuasai secara otomatis, melainkan harus melalui latihan serta praktik berulang (Tarigan, 1986). Keterampilan menulis diajarkan dengan tujuan agar siswa mempunyai kemampuan dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman, dan pendapatnya dengan benar. Sebagai sebuah keterampilan, menulis memiliki sifat seperti keterampilan berbahasa yang lain. Untuk itu, menulis perlu dilatihkan secara sering dan ajek. Keseringan dan keajekkan dalam latihan menulis memberikan peluang agar tulisan siswa berkualitas lebih baik. Latihan dalam menulis sebaiknya berlangsung dalam konteks aktual dan fungsional agar tugas menulis dapat memberikan manfaat secara nyata dalam kehidupan. Di sekolah dasar keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya, disamping keterampilan membaca dan berhitung. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa siswa sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Keterampilan menulis di sekolah dasar dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kegiatan menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dikte, melengkapi cerita, dan menyalin puisi sedangkan keterampilan menulis lanjut diarahkan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, pengumuman, pantun anak, surat, undangan, ringkasan, laporan, puisi bebas, dan karangan (Depdiknas, 2006). Dalam pembelajaran menulis, bentuk karangan yang dapat disajikan dan dilatihkan adalah bentuk wacana narasi, eksposisi, argumentasi, dan deskripsi. Salah satu bentuk karangan yang dipilih untuk diteliti adalah karangan deskripsi. Karangan deskripsi merupakan satu bentuk tulisan yang relatif mudah dilatihkan untuk siswa Sekolah Dasar. Kata deskripsi berasal dari bahasa latin describere yang berarti melukis atau menggambarkan sesuatu. Karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium dan merasakan) yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulis (Suparno dan Yunus, 2002:4-5). Agar siswa sekolah dasar memiliki kemampuan menulis deskripsi sesuai dengan yang diharapkan, sudah selayaknya jika pengajaran menulis itu mendapat perhatian yang serius. Di samping itu, SD merupakan cikal bakal untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Keterampilan menulis di sekolah dasar yang baik akan berdampak positif terhadap keterampilan dan budaya menulis pada jenjang berikutnya. 3. Puzzle

Menurut Adenan (1989: 9) dinyatakan bahwa puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat. Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil. Sedangkan menurut Hadfield (1990: v), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau dijawab. Tarigan (1986: 234) menyatakan bahwa pada umumnya para siswa menyukai permaianan dan mereka dapat memahami dan melatih cara penggunaan kata-kata, puzzle, crosswords puzzle, anagram dan palindron. Berikut ini ada beberapa jenis puzzle yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memahami kosakata: a. Spelling puzzle, yakni puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dan huruf-huruf acak untuk dijodohkan menjadi kosakata yang benar. b. Jigsaw puzzle, yakni puzzle yang berupa beberapa pertanyaan untuk dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf pertama untuk dirangkai menjadi sebuah kata yang merupakan jawaban pertanyaan yang paling akhir. c. The thing puzzle, yakni puzzle yang berupa deskripsi kalimat-kalimat yang berhubungan dengan gambar-gambar benda untuk dijodohkan. d. The letter(s) readiness puzzle, yakni puzzle yang berupa gambar-gambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf itu belum lengkap. e. Crosswords puzzle, yakni puzzle yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan cara memasukan jawaban tersebut ke dalam kotak-kotak yang tersedia baik secara horizontal maupun vertikal. 4. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan adalah penelitian sejenis yang ditulis oleh: a. A. Khalik ( Pembelajaran Menulis Deskripsi dengan Strategi Aktivitas Menulis Terbimbing bagi Siswa kelas 4 SD Sumbersari Malang) b. Siti Jubaidah ( Peningkatan Pembelajaran Menulis Deskripsi dengan Strategi Belajar Kelompok) 5. Kerangka Berfikir Untuk memulai penulisan ini, penulis dengan didasarkan pada teori tentang pembelajaran dan PTK, mempunyai praduga bahwa rendahnya kemampuan ketrampilan menulis deskripsi bisa diatasi dengan permainan puzzle. 6. Hipotesis Jawaban sementara penulis untuk masalah rendahnya kemampuan menulis deskripsi adalah sebagai berikut. Permainan puzzle dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskripsi binatang dan tumbuhan pada pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa kelas 2D SDIT Lukman Al Hakim BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas 2 SDIT Lukman Al Hakim, Jalan Timoho II Gg

Delima No. 2 Yogyakarta. Waktunya adalah setiap jam pelajaran Bahasa Indonesia aspek menulis pada kompetensi dasar menulis deskripsi binatang dan tumbuhan. B. Persiapan PTK Persiapan PTK yang kami lakukan adalah sebagai berikut. 1. Membuat skenario pembelajaran yang menarik 2. Proses belajar dan mengajar menggunakan metode demonstrasi 3. Menyiapkan model puzzle sederhana (binatang dan tumbuhan) 4. Menyiapkan materi tentang puzzle 5. Merancang penilaian C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas 2D semester 2 SDIT Luqman Al Hakim dengan jumlah siswa 35 anak, yang terdiri dari 19 laki-laki dan 16 perempuan. D. Sumber Data Data penulis peroleh melalui pengamatan langsung di kelas, hasil test dan diskusi dengan teman sejawat. E. Teknik dan Alat Pengumpul Data Teknik yang penulis gunakan adalah non sampling, dengan instrument sebagai berikut. 1. test tertulis 2. observasi; yakni penulis melakukan pengamatan langsung di kelas F. Indikator Kinerja Penetapan indikator adalah hasil akhir yang diharapkan dari penelitian tindakan kelas, yakni ketuntasan untuk aspek menulis. G. Teknis Analisis Data Penulis melakukan analisis data-data yang berupa test, pengamatan langsung dan RPP yang diujicobakan dalam siklus 1 dan siklus 2. H. Prosedur Penelitian Proses penulisan ini melewati tahapan sebagai berikut. 1. Persiapan penulisan Dalam hal ini penulis menghubungi pengamat dalam hal ini guru senior, Ibu Lastri. 2. Penyiapan instrumen Instrumen yang dipilih adalah RPP dan hasil test siswa kelas 2D. 3. Penyiapan kelas yang digunakan penelitian tindakan kelas Dalam hal ini penulis memilih kelas yang selama ini menjadi kelas dimana peneliti mengajar. BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Siklus Pertama 1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, peneliti memotivasi siswa agar lebih siap mengikuti pembelajaran.

Selanjutnya peneliti menjelaskan kompetensi dasar dari pembelajaran. 2. Kegiatan Inti Dalam kegiatan inti, peneliti menjelaskan cara menulis deskripsi kemudian membagikan beberapa gambar binatang dan tumbuhan kepada setiap siswa. Selanjutnya peneliti memberikan kertas tugas pada masing-masing siswa dan meminta mereka untuk mengamati gambar dan menulis deskripsi ciri-ciri binatang dan tumbuhan yang terdapat dalam gambar pada kertas tugas. 3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup peneliti menanyakan perasaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Peneliti juga membagikan lembar observasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari siswa dan sebagai refleksi terhadap pembelajaran. 4. Refleksi Siklus Pertama Refleksi dilakukan untuk menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus pertama adalah sebagai berikut. Siswa mengalami kebosanan dalam pembelajaran. Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menulis deskripsi binatang dan tumbuhan. Hasil mengerjakan tugas masih jauh dari harapan. Masih banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah mencari metode atau strategi pembelajaran yang lebih menarik. Peneliti akan menggunakan media permainan puzzle pada siklus kedua. B. Deskripsi Siklus Kedua 1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan peneliti membagikan puzzle. Setiap siswa mendapatkan 3 buah puzzle binatang dan 2 buah puzzle binatang. Selanjutnya, peneliti menjelaskan kembali bagaimana menulis deskripsi binatang dan tumbuhan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran siswa sehingga muncullah motivasi untuk belajar sesuai dengan kompetensi dasar. 2. Kegiatan Inti Kegiatan inti dimulai dengan mempersilahkan setiap siswa untuk mengamati tiap bagian puzzle, menyusun puzzle, dan menuliskan deskripsinya satu persatu pada kertas tugas sampai selesai. 3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup peneliti menanyakan perasaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Peneliti juga membagikan lembar observasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari siswa dan sebagai refleksi terhadap pembelajaran. 4. Refleksi Siklus Kedua Refleksi dilakukan untuk menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus kedua adalah sebagai berikut. Kegiatan pembelajaran berlangsung secara sangat baik, siswa lebih berminat menjalani pembelajaran, lebih berani berekspresi, suasana belajar alami dan menyenangkan. Para siswa aktif melakukan tugas-tugasnya dan hasil tes pun mencapai KKM. C. Pembahasan Pembahasan hasil penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian

dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian berlangsung. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut. a. Hasil Kuantitatif Siklus pertama: nilai anak yang mencapai KKM 19 anak (56%), nilai anak yang kurang dari KKM 12 anak (35%), 3 anak bermasalah/ absen (9%). Siklus kedua: nilai anak yang mencapai KKM 26 anak (76%), 8 anak bermasalah/absen (24%). Terjadi peningkatan 20% pada siklus kedua (pembelajaran dengan permainan puzzle). b. Hasil Kualitatif SIklus pertama: siswa mengalami kebosanan, hanya beberapa siswa yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran, partisipasi siswa kurang. Siklus kedua: partisipasi siswa bagus, semua siswa terlibat secara aktif dan ekspresif dalam pembelajaran, suasana belajar menyenangkan. Terjadi peningkatan partisipasi siswa pada siklus kedua (pembelajaran dengan permainan puzzle) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan observasi dan pengolahan data terlihat peningkatan pemahaman yang dapat dilihat dari meningkatnya nilai siswa. Bukti Kuantitatif : Siklus pertama: nilai anak yang mencapai KKM 19 anak (56%), nilai anak yang kurang dari KKM 12 anak (35%), 3 anak bermasalah/ absen (9%). Siklus kedua: nilai anak yang mencapai KKM 26 anak (76%), 8 anak bermasalah/absen (24%). Terjadi peningkatan 20% pada siklus kedua (pembelajaran dengan permainan puzzle). Bukti Kualitatif : Siswa lebih berminat menjalani pembelajaran Siswa lebih berani berekspresi Suasana belajar lebih alami dan menyenangkan Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan media permainan puzzle dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskripsi binatang dan tumbuhan pada pembelajaran bahasa Indonesia. Ini berarti hipotesis terbukti. B. Saran Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dapat dilakukan tanpa harus meninggalkan kewajiban guru untuk mengajar, alangkah baiknya jika setiap guru melakukan penelitian tindakan kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kreativitas guru serta mencari solusi permasalahan pembelajaran di kelasnya masing-masing. Kami mengajak para guru untuk menggunakan hasil penelitian ini dengan baik dan dijadikan motivasi agar mampu melakukan penelitian tindakan kelas. Permainan puzzle hanyalah satu dari sekian banyak metode atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Para guru dapat mencari metode atau strategi pembelajaran yang lain. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Pendidikan Kewaarganegaraa, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas. Solchan T.W. (2007). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta. Universitas Terbuka. Wardani.(2002). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. (www.id.wikipedia.org) Entry filed under: PTK. Tags: laporan PTK B. Indonesia, PTK menulis deskripsi, PTK puzzle, PTK SD. Contoh RPP dengan Eksplorasi, Elaborasi, dan Kolaborasi Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI Like Be the first to like this post.

2 Comments Add your own

1.

FRANSORI | 25 January 2011 at 14:05

wah.. penelitian yang menarik saya jg mau menelti menulis deskrpisi Reply
o

2.

arinil | 26 January 2011 at 05:38

Semangat Neng, masih banyak yang dapat dikaji. Selamat ya. Reply http://arinil.wordpress.com/2011/01/18/laporan-ptk-menulis-deskripsi-dengan-permainan-puzzle/

Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Kartun Berseri bagi Siswa Kelas III MI Tarbiyatul Islamiyah Kesambi Lamongan

Dian Farida

Abstrak

Pengajaran Bahasa Indonesia terdiri dari aspek kemampuan berbahasa dan bersastra. Kemampuan berbahasa dan bersastra meliputi empat aspek keterampilan. Salah satunya adalah keterampilan menulis. Keterampilan tersebut sangat penting dalam kehidupan. Dengan menulis, seseorang dapat menceritakan ide, perasaan, peristiwa, dan benda kepada orang lain. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu diajarkan di sekolah dasar dengan tepat. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa pengajaran menulis narasi tidak dilakukan secara benar, sehingga menyebabkan kemampuan menulis narasi siswa tidak maksimal. Dari observasi yang dilakukan di MI Tarbiyatul Islamiyah ditemukan masalah dalam pembelajaran keterampilan menulis narasi. Masalah utamanya adalah siswa sulit menentukan pilihan kata, menggabungkan kalimat dan menuangkan ide dalam tulisan narasi. Kesulitan ini menyebabkan rendahnya kualitas tulisan siswa baik pada aspek isi maupun kebahasaan. Penelitian ini dilaksanakan untuk memecahkan masalah pembelajaran menulis karangan di kelas III MI Tarbiyatul Islamiyah Kesambi Lamongan. Masalah mendasar pada pembelajaran menulis karangan di MI Tarbiyatul Islamiyah tersebut adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan siswa kelas III MI Tarbiyatul Islamiyah melalui media kartun berseri sebagai media pembelajaran peningkatan kemampuan siswa ini difokuskan pada kemampuan siswa dalam menyusun cerita berdasarkan urutan gambar untuk menjadi karangan yang utuh, kemampuan memadukan kalimat dengan menggunakan kata sambung yang sesuai, serta kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca dalam karangan. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan kelas. Adapun data dari penelitian ini berupa skor hasil kemampuan menulis karangan siswa berdasarkan aspek isi meliputi kepaduan, kelengkapan, kesatuan dan aspek kebahasaan

meliputi ejaan, tanda baca, diksi, dan teknik penulisan pada tahap pratindakan. Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus I dan II, skor hasil kemampuan menulis karangan siswa berdasarkan aspek isi meliputi keutuhan, kepaduan, kelengkapan, kesatuan dan aspek kebahasaan meliputi ejaan, tanda baca, diksi, dan teknik penulisan. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas III MI Tarbiyatul Islamiyah Kesambi Lamongan. Hasil penelitian pada tahap pratindakan diketahui bahwa, tingkat kemampuan menulis siswa rendah. Dari 19 siswa, 43,75% siswa memperoleh nilai di bawah 60. Kendala siswa pada tahap pratindakan ini adalah siswa kesulitan dalam memadukan antarkalimat dalam paragraf, siswa kesulitan dalam menggunakan ejaan dan tanda baca, serta siswa kesulitan dalam menentukan diksi yang tepat dalam karangan. Setelah diketahui kendala yang dihadapi siswa, peneliti melakukan perencanaan tindakan yang akan dilakukan. Pada tindakan I, proses pembelajarannya menggunakan gambar kartun berseri. Tujuan penggunaan gambar kartun adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali ideidenya lewat gambar. Hasil yang diperoleh pada tindakan I masih kurang maksimal. Dari 15 siswa, hanya 8 siswa (53,3%) yang memperoleh nilai di atas 60. Setelah dilakukan analisis dan refleksi, diketahui (1) siswa masih kesulitan dalam mengungkapkan idenya, (2) siswa kesulitan dalam mengembangkan gagasannya menjadi karangan sesuai dengan gambar, (3) siswa kesulitan dalam menggunakan ejaan dan tanda baca, (4) siswa kesulitan dalam memadukan hubungan antarkalimat menjadi karangan yang utuh dan padu. Kemudian hasil yang diperoleh pada tindakan II cukup maksimal. Dari 18 siswa, yang memperoleh nilai di atas 60 sebanyak 15 siswa (8,33%). Penggunaan media kartun, merupakan hal baru bagi siswa di MI Tarbiyatul Islamiyah. Sebelumnya, pada pembelajaran menulis karangan guru hanya memberikan materi berdasarkan buku paket, tidak pernah menggunakan media lain. Pada saat wawancara dengan guru bidang studi, media ini merupakan media yang bagus bagi siswa. Dari peningkatan hasil belajar setiap siswa, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media kartun berseri cukup efektif, dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas III MI Tarbiyatul Islamiyah Kesambi Lamongan. Dengan menggunakan media kartun

berseri dalam menulis karangan, siswa termotivasi untuk lebih aktif dalam menulis karangan dan berantusias dalam mengurutkan gambar serta menginterpretasikan gambar. Untuk lebih meningkatkan kemampuan tersebut diharapkan seorang guru sering memberikan latihan yang intensif dan membiasakan menggunakan ejaan yang disempurnakan. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini sehingga kemampuan menulis karangan siswa lebih meningkat lagi. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-indonesia/article/view/115

Selasa, 08 Februari 2011


Masukkan kata GO

ALBUM Arsip Blog Guru Buku Tamu KARYA BUKU Cabang o Kab. Banyumas o Kab. Blora o Kab. Kebumen o Kab. Kendal o Kab. Pekalongan o Kab. Purbalingga o Kab. Purworejo o Kab. Rembang o Kab. Temanggung o Kab/Kota Magelang Info o Blog o Buku o Kegiatan o Kliping Media

Lomba Sosok Ucapan Karya Ilmiah o Ilmiah Pop o KTI o Makalah Opini o Refleksi Organisasi o AD/ART o Admin o Database o Keanggotaan o Kode Etik o Kontak Kami o Pengurus o Prestasi o Program Kerja o Sejarah o Sekretariat o Ungkapan o Visi dan Misi sastra o Cerpen o Esai o Fiksi o Puisi

o o o

Browse > Home / KTI / PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB I DAN II) PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB I DAN II)
Wednesday, 8 April 2009 (04:28) | 16,139 views | 29 komentar

Oleh Izzul Hasanah, S.Pd

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL KOMPONEN PEMODELAN PADA SISWA KELAS X MESIN 3 SMK TUNAS HARAPAN PATI KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2008/2009 ===================================================================== ============== BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada hakikatnya fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa dan kemampuan memperluas wawasan. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai alat komunikasi. Sebagaimana diketahui bahwa

sekarang ini orientasi pembelajaran bahasa berubah dari penekanan pada pembelajaran aspek bentuk ke pembelajaran yang menekankan pada aspek fungsi. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses negoisasi pesan dalam suatu konteks atau situasi menurut Sampson (dalam Depdiknas 2005:7). Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Pemahaman berbagai jenis karangan serat pemahaman berbagai jenis paragraf dan pengembangannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sekarang yang ditetapkan sebagai Kurikulum 2006 telah diberlakukan di sekolah-sekolah mulai tahun 2006. Kurikulum 2006 ini juga diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan perlu ditegaskan bahwa tugas sebagai guru adalah membelajarkan siswa, bukan mengajar. Siswalah yang harus didorong agar secara aktif berlatih menggunakan bahasa khususnya pada keterampilan menulis. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi agar siswa belajar secara optimal untuk berlatih menggunakan bahasa agar komopetensi yang diharapkan dapat tercapai. Berkaitan dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, dalam Kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Standar kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia yang merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu Standar kompetensi adalah dasar bagi siswa untuk dapat memahami dan mengakses perkembangan lokal, regional, dan global. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru merupakan kunci dan sekaligus ujung tombak pencapaian misi pembaharuan pendidikan, mereka berada di titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang untuk mencapai tujuan dan misi pendidikan nasional yang dimaksud. Oleh karena itu, secara tidak

langsung guru dituntut untuk lebih profesional, inovatif, perspektif, dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Pada kesempatan ini, peneliti (guru) membahas tentang keterampilan menulis khususnya menulis paragraf deskripsi. Selama ini berdasarkan hasil observasi, keterampilan siswa untuk menulis masih sangat terbatas, terlebih lagi untuk dapat menulis paragraf deskripsi mereka kesulitan untuk dapat membedakan jenis-jenis paragraf. Agar dapat menulis kadang-kadang siswa perlu dipacu dengan menggunakan teknik dan media yang menarik. Untuk itu guru perlu mencari upaya yang dapat membuat siswa tertarik agar siswa dapat menulis dengan baik. Dalam menulis dibutuhkan adanya ketelitian, kepaduan, keruntutan dan kelogisan antara kalimat satu dengan kalimat yang lain, antara paragraf dengan paragraf berikutnya sehingga akan membentuk sebuah karangan yang baik dan utuh. Pengajaran menulis, khususnya menulis paragraf deskripsi adalah keterampilan yang bertujuan untuk mengajukan suatu objek atau suatu hal yang sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan kepala pembaca. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba satu pembaharuan untuk meningkatkan keterampilan menulis paragraf deskripsi yaitu melalui penggunaan teknik objek langsung. Penggunaan teknik objek langsung ini sebagai alternatif pembelajaran menulis paragraf deskripsi sehingga diharapkan siswa akan lebih tertarik untuk menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan dan diharapkan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam pembelajaran menulis. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang baru agar dapat memberdayakan siswa. Strategi pembelajaran itu antara lain pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa belajar dengan bermakna. Pendekatan kontekstual diharapkan dapat mendorong siswa agar menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pendekatan kontekstual yang demikian diharapkan siswa dapat mengerti makna belajar, manfaat belajar, status mereka, serta bagaimana mereka mencapai semua itu. Mereka akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Pendekatan kontekstual komponen pemodelan dengan teknik objek langsung diharapkan dapat mengenalkan atau menunjukkan, memotivasi, dan menarik minat siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati dalam menulis paragraf deskripsi, dan diharapkan keterampilan menulis paragraf deskripsi akan meningkat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disimpulkan, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut ini. 1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ?

2. Bagaimanakah perubahan sikap dan tingkah laku siswa setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung pada siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati. 2. Mendeskripsikan perubahan sikap dan tingkah laku siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui teknik objek langsung. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai dua manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat teoretis, yaitu dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian lebih lanjut yaitu berupa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar, khususnya dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Manfaat teoretis lainnya adalah menambah khasanah pengembangan pengetahuan mengenai pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Selain itu, juga mengembangkan teori pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung. 2. Manfaat Praktis Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi menjadi empat yaitu: bagi siswa, guru, sekolah. a. Manfaat bagi siswa Dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis pada umumnya dan menulis paragraf deskripsi pada khususnya, dan meningkatkan kreativitas dan keberanian siswa dalam berpikir. b. Manfaat bagi guru Untuk memperkaya khasanah metode dan strategi dalam pembelajaran menulis, untuk dapat memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan, agar dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan tidak membosankan, dan dapat mengembangkan

keterampilan guru Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam menerapkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung. c. Manfaat bagi sekolah Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah yang dapat disampaikan dalam pembinaan guru ataupun kesempatan lain bahwa pembelajaran menulis khususnya menulis paragraf deskripsi dapat menggunakan teknik objek langsung sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang maksimal. BAB II LANDASAN TEOREI DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka Upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis pada siswa telah banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ahli bahasa maupun para mahasiswa. Penelitian tersebut belum semuanya sempurna. Oleh karena itu, penelitian tersebut memerlukan penelitian lanjutan demi melengkapi dan menyempurnakan penelitian sebelumnya. Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini yaitu penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis yang akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam penelitian. Penelitian tersebut dilakukan oleh Esti (2004), Anis (2005), Ishmah (2006). Penelitian Esti (2004) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Menggunakan Elemen Bertanya Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IIE SMP Negeri 1 Garung Kabupaten Wonosobo, menyimpulkan bahwa dengan digunakannya elemen bertanya pembelajaran kontekstual sangat mendukung peningkatan kemampuan menulis siswa. Hal ini terbukti dari hasil penelitian tersebut yang menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menulis karangan deskripsi dengan menggunakan elemen bertanya. Skor rata-rata kelas pada tahap prasiklus sebesar 50,37. Pada siklus I skor rata-rata kelas meningkat sebesar 15,54 menjadi 65,91. Sedangkan pada siklus II skor rata-rata kelas meningkat sebesar 12 menjadi 77,91. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis karangan deskripsi dengan menggunakan elemen bertanya dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi siswa kelas IIE SMP Negeri 1 Garung Kabupaten Wonosobo. Penelitian Anis (2005) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi dengan Teknik Menulis Terbimbing pada Siswa Kelas IIB SLTP Negeri 3 Kradenan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, membahas tentang bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis karangan deskripsi siswa melalui teknik menulis terbimbing, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampialn menulis deskripsi dan meningkatkan prilalu positif siswa kelas IIB SLTP Negeri 3 Kradenan Kabupaten Kudus. Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian keterampilan menulis siswa kelas IIB SLTP Negeri 3 Kradenan. Setelah dilaksanakan penelitian teknik terbimbing

pada siswa, ternyata ada peningkatan pada keterampilan menulis deskripsi siswa. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi pada aspek isi karangan, aspek bahasa, aspek ejaan dan tanda baca, aspek kesatuan gagasan, aspek diksi, dan aspek judul karangan. Dari semua aspek tersebut, dapat disimpulkan nilai rata-rata siklus I 38,33 %, nilai rata-rata siklus II 44,04 %, sedangkan dari siklus I ke tes siklus II sebesar 96,54 %. Penelitian Ishmah (2006) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Eksposisi dengan Menggunakan Media Animasi Berbasis Komputer pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri 7 Semarang, meneliti penggunaan media animasi sebagai alternatif menulis paragraf eksposisi. Penelitian ini didasarkan pada hasil tindakan siklus I dan hasil tindakan siklus II. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada siklus I ke siklus II. Pada siklus I hasil ratarata nilai adalah 65,07. Setelah dilakukan tindakan siklus II, Nilai rata-rata meningkat menjadi 76,27. Hasil tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,19 atau 17,19 % dari siklus I. Hasil tersebut membuktikan bahwa pembelajaran menulis paragraf eksposisi menggunakan media animasi berbasis komputer dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Selain itu, terdapat juga perubahan tingkah laku siswa dalam menulis paragraf eksposisi yaitu siswa menjadi lebih berminat dan aktif dalam mengikuti belajar mengajar. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan tersebut, terdapat persamaan, yaitu penelitian yang dilakukan sama mengenai keterampilan menulis. Namun, ada beberapa perbedaan yaitu objek kajian dan teknik pembelajaran. Terkait dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, penelitian tersebut dapat menjadi panduan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa Penelitian Tindakan Kelas tentang menulis memiliki persamaan, yaitu bahwa penelitian menulis sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, keterampilan siswa untuk menulis masih relatif rendah sehingga perlu adanya peningkatan keterampilan menulis bagi siswa melalui percobaan penggunaan metode, media, dan pendekatan yang berbeda. Perbedaannya, setiap penelitian mempunyai ide yang baru dalam hal cara sehingga hasilnya pun berbeda. Akan tetapi, penelitian tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan keterampilan menulis siswa. Para peneliti menggunakan teknik, metode, dan media maupun pendekatan yang bervariasi tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan keterampilan menulis siswa. Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan maka pada kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian tentang menulis paragraf deskripsi. Tentunya dengan metode, dan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini guru menggunakan teknik objek langsung sebagai teknik dalam pembelajaran keterampilan menulis paragraf deskripsi. Penelitian yang akan dilakukan adalah bagaimana peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan pada siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati. Penelitian ini sebagai tindak lanjut dari penelitian-penelitian yang sudah ada, dengan tujuan untuk memberikan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian-penelitian lebih lanjut sehingga dapat menambah khasanah pengembangan pengetahuan mengenai pembelajaran menulis khususnya menulis paragraf deskripsi dengan teknik objek langsung. Dengan teknik objek langsung yang pembelajarannya dilakukan di dalam dan di luar kelas diharapkan siswa

tidak merasa jenuh dan dapat menungkan ide serta gagasannya. Selain itu, kelebihan dalam menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung ini, agar pembaca dapat merasakan dan masuk ke dalam inspirasi penulis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi dan mengubah perilaku siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati. B. Landasan Teori Teori-teori yang akan dipaparkan dalam landasan teoretis ini berkaitan dengan penelitian ini yaitu meliputi teori tentang keterampilan menulis, hakikat menulis paragraf deskripsi, hakikat objek langsung, pembelajaran kontekstual, kaitan antara pendekatan kontekstual dengan pembelajaran menulis, dan pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui teknik objek langsung. Teori-teori ini akan menjadi landasan dalam penelitian ini. 1) Keterampilan Menulis Keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks, karena keterampilan menulis merupakan suatu proses perkembangan yang menuntut pengalaman, waktu, kesepakatan, latihan serta memerlukan cara berpikir yang teratur untuk mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Oleh sebab itu, keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang lebih dan sungguhsungguh sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa. 2) Hakikat Menulis Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan dan pengetahuan. Dalam kegiatan menulis ini, maka penulis haruslah teampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Disebut sebagai kegiatan produktif karena kegiatan menulis menghasilkan tulisan, dan disebut sebagai kegiatan yang ekspresif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca (Tarigan 1983:3-4). 3) Hakikat Menulis Paragraf Deskripsi Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakanakan para pembaca melihat sendiri obyek itu (Keraf 1995:16). Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi. Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas khas dari barang-barang itu. Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya, atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat. Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan menyajukan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis

seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari obyeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi di klasifikasikan sebagai tulisan kreatif. Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskipsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik molek, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya. Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehiduphidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca. Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapa melalui kata-kata. Dengan mengenal ciriciri obyek garapan, penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca. Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang. 4) Hakikat Objek Langsung Teknik pembelajaran menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang dilihat. Guru menunjukkan objek kepada siswa di depan kelas, misalnya sebuah patung, vas bunga, mobil-mobilan, dan lain-lain. Dari objek tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan objek yang dilihatnya. Alat yang dibutuhkan adalah objek-objek yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara kelompok (Suyatno 2004:82). Penerapan yang digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung ini, guru menyampaikan pengantar kemudian guru memajang beberapa objek di depan kelas, setelah siswa melihat objek tersebut, siswa mulai mengidentifikasi objek, lalu siswa membuat tulisan secara runtut dan logis. Teknik pembelajaran menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang dilihat. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara kelompok dengan cara observasi langsung. Siswa secara langsung dapat menuangkan ide atau gambaran sesuai apa yang mereka lihat sesuai dengan pancaindera jadi kesannya membuat tulisan itu menjadi hidup. Model observasi langsung

memang akan memuaskan harapan pembaca karena dianggap sebagai jalan menuju obyektivitas dan pembaca benar-benar dapat merasakan apa yang mereka baca seolah-olah mereka melihat sendiri objek yang ada dalam tulisan tersebut. 5) Pembelajaran Kontekstual Sumber daya manusia yang semakin maju, maka dunia pendidikan sangat menuntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang alamiah sesuai dengan pola pikir siswa. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu, melalui pembelajaran kontekstual diharapkan target penguasaan materi akan lebih berhasil dan siswa dapat semaksimal mungkin untuk mengembangkan kompetensinya. a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi dan Senduk 2003:13). Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan mereka akan lebih bertanggung jawab dengan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetaBABhuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Selain itu guru juga memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat diperlukan, maksudnya belajar dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa aktif bekerja dan berkarya guru mengarahkan. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka sehingga strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan dengan hasilnya.

Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu (1) Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik; (2) Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus; (3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara : menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep; (4) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari; (5) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Pendekatan kontekstual maksudnya adalah suatu konsep belajar di mana menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan keluarga dan masyarakat. Hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi dan Senduk 2003:4). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud, ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara untuk menggapainya. b. Komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, diantaranya yaitu (1) kontruktivisme (contructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian sebenarnya (authentic assessement). Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ideide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan satu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri. Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya. Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas siklus yang mempunyai langkah-langkah antara lain (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui observasi, (3) menganalisi dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain. Masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya. Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur penilaian pada pembelajaran konekstual yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Jika data yang dikumpulkan oleh guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.

Melalui penelitian ini, peneliti mencoba untuk menerapkan pembelajaran kontekstual komponen pemodelan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung. 6) Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan Menulis merupakan keterampilan yang harus dilatih, karena menulis bukan merupakan keterampilan alami. Oleh karena itu, bagi setiap penulis diharapkan untuk dapat menuangkan ide dan gagasannya dengan baik dan jelas agar pembaca tidak bingung dalam membacanya. Menurut Owens (dalam Soenardji 1998:102) dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa, menulis adalah menggabungkan sejumlah kata menjadi kalimat yang baik dan benar menurut tata bahasa dan menjalinnya menjadi wacana yang tersusun menurut penalaran yang tepat. Dalam Kurikulum 2006 atau yang sekarang ini disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa pembelajaran diserahkan kepada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Siswa tidak lagi menjadi objek belajar melainkan sebagai subjek belajar. Oleh karena itu, siswa harus aktif dalam belajar, termasuk juga dalam pembelajaran menulis. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi ini adalah pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Kaitan antara pembelajaran menulis dengan pendekatan ini adalah terdapat pada langkah pembelajarannya. Langkah yang pertama yang dilakukan oleh guru adalah memberikan contoh sebuah paragraf deskripsi dengan menunjukkan satu objek misalnya saja bunga, dari objek itu diharapkan siswa mampu mengembangkan sebuah paragraf karena mereka melihat sendiri objek yang akan ditulis ke dalam sebuah paragraf deskripsi . Melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ini diharapkan siswa merasa lebih mudah dalam menulis karena mereka sudah mempunyai gambaran yang telah diberikan oleh guru melalui sebuah contoh, dan diharapkan siswa dapat mengembangkan ide, pikiran, dan gagasan mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 7) Pembelajaran Menulis Paragraf Deskripsi Melalui Teknik Objek Langsung Tujuan teknik pembelajaran menulis paragraf deskripsi agar siswa dapat menulis paragraf deskripsi melalui pengamatan secara langsung, dengan begitu siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan, ide, mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis. Berdasarkan teori (Suyatno 2004:82) dapat dirumuskan beberapa cara yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran menulis dengan teknik objek langsung yaitu (1) Guru memberikan pengantar singkat tentang teknik pembelajaran menulis paragraf deskripsi; (2) Guru membagi kelompok berdasarkan objek yang akan diamati oleh siswa; (3) Guru menyuruh siswa untuk keluar kelas selama 45 menit; (4) Setelah siswa selesai menulis paragraf deskripsi sesuai dengan objek yang ditentukan oleh guru, kemudian siswa mempresentasikan secara individu sesuai dengan pembagian kelompok objek yang berbeda; (5) Setiap kelompok dengan objek yang berbeda mengomentari hasil yang ditulis oleh siswa; (6) Guru merefleksi proses kegiatan hari itu.

Upayakan pembelajaran menulis paragraf deskripsi ini dirancang dengan tepat agar siswa senang, tertarik, dan menantang. Guru menentukan objek yang akan ditulis kedalam paragraf deskripsi pada setiap kelompok, tetapi dikerjakan secara individu agar siswa bebas dalam berekspresi dan menuangkan ide dalam bentuk tertulis. C. Kerangka Berpikir Kemampuan menulis memberikan makna yang penting untuk berkomunikasi secara tidak langsung dalam kehidupan. Memiliki kemampuan menulis tidaklah semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Semakin banyak kita berlatih menulis, maka akan semakin menguasai keterampilan tersebut. Tidak ada orang yang dapat langsung terampil menulis tanpa melalui suatu proses latihan. Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis khususnya menulis paragraf deskripsi, guru harus menerapkan pengetahuannya mengenai teknik dalam mengajar. Peneliti dalam hal ini sebagai guru menggunakan teknik objek langsung guna mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Penggunaan teknik objek langsung akan menuntut siswa berpikir aktif menuangkan apa yang ia pikirkan dan ia rasakan. Teknik objek langsung juga dapat membantu siswa untuk mengalirkan secara bebas apapun yang telah tersimpan di dalam pikiran dan perasaan siswa. Lingkungan fisik, sosial, atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang lain atau guru menjelaskan. Membangun pengamatan dan pemahaman serta pengalaman langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru. Belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kreatifitas siswa dalam menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan. D. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menulis paragraf deskripsi sikap, dan tingkah laku siswa kelas X Mesin 3 SMK Tunas Harapan Pati akan mengalami peningkatan jika guru menerapkan teknik objek langsung dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi ke arah yang positif. IZZUL HASANAH, S.Pd Guru SMK Tunas Harapan Pati, Pengurus Agupena Jawa Tengah (BERSAMBUNG) Tags: guru kreatif, Karya Ilmiah Tulisan lain yang berkaitan:

MILITANSI PAK GURU IKLAS (10 December 2010, 27 views, 0 respon) Pengumuman 5 (Lima) Karya Tulis Terbaik Agupena Jateng 2010 (24 November 2010, 246 views, 12 respon) Hery Juara Menulis Buku (3 November 2009, 184 views, 5 respon) Peningkatan Keterampilan Mendengarkan (Bagian I) (8 May 2009, 5,235 views, 19 respon) Zaenal Abidin: Tak Hanya Puas sebagai Guru (14 April 2009, 279 views, 12 respon) PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB IV DAN V) (8 April 2009, 6,760 views, 14 respon) PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB III) (8 April 2009, 4,886 views, 2 respon)

29 komentar terhadap PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB I DAN II)
1. ROSYID | MONDAY, 1 JUNE 2009 @ 7:53 PM

Terima kasih ya, saya ikutan wiew buat koleksi. Reply


2. ROTO | SUNDAY, 5 JULY 2009 @ 5:49 AM

BP ROSYID PTK BAPAK SANGAT MENARIK, SEKALIGUS MERUPAKAN TANTANGAN BAGI SAYA. SELAMAT SUKSES. Reply
3. HERI PRIYATMOKO | WEDNESDAY, 26 AUGUST 2009 @ 11:27 PM

Saudara/i para guru, untuk bisa menulis dengan baik dan menembus media massa atau media cetak ada beberapa tip. seperti pengalaman komunitas kami KABUT INSTITUT. 1. Teman kami, BANDUNG MAWARDI menjadi esais paling produktif di Jawa Tengah/Indonesia dibidang sastra dan budaya, artikelnya menembus SUARA MERDEKA, KOMPAS, LAMPUNG POST, BATAM POS, JAWA POS, SOLO POS, SEPUTAR INDONESIA, karena banyak MEMBACA. BACAANNYA SANGAT KUAT. BANDUNG MAWARDI aktif melakukan kliping esai-esai budaya masa lalu dan melakukan proses kreatif dengan gaya bahasanya sendiri. BANDUNG MAWARDI secara kualitas memang mulai memiliki kemampuan menulis paska menang lomba kritik sastra DKJ tahun 2007. Setelah itu aktif dalam menjalin hubungan emosional dengan mengundang beberapa redaktur media (budaya) SUARA MERDEKA dan SOLO POS. Kemampuan BANDUNG MAWARDI yang tulisannya hampir setiap minggu nongol di SUARA MERDEKA, SOLO POS didukung oleh perkenalan dan persahabatan dengan REDAKTUR.Hal ini yang disebut perjumpaan antara KUALITAS DAN KONEKSITAS! 2. Teman kami yang lain di KABUT INSTITUT juga memiliki spesialisasi menulis artikel dibidangnya. saya, Heri priyatmoko mencoba mengambil tema spesial dibidang sejarah dan artikel budaya tempo doeloe. Tip saya agar para guru bisa menulis dan menembus MEDIA MASSA adalah antara lain: bangun koneksitas dengan redaktur media massa. Seperti mas TT dari Suara Merdeka misalnya. banyak membaca sesuatu yang bermanfaat. Ambil spesialisasi sesuai dispilin ilmu. Yang terakhir jangan lelah dalam menulis meski puluhan bahkan ratusan artikel belum dimuat. banyak PENULIS GURU yang bagus, yang saya lihat: TEGUH TRIANTON, ROTO, SUTRISNO, DSB. Reply
4. ROSYIDAH | TUESDAY, 29 SEPTEMBER 2009 @ 1:11 AM

yahuuuudzzzz Reply IZZUL HASANAH Reply:


January 18th, 2010 at 12:05 am

trims ya Reply

WAWAN BUDI S Reply:


July 5th, 2010 at 9:38 pm

@IZZUL HASANAH, SYA Reply


5. SURYONO | WEDNESDAY, 7 OCTOBER 2009 @ 11:26 PM

Karya yang bagus dan bermanfaat bagi banyak pendidik, lanjutkan berprestasi! suryonos last blog ..Kontes SEO (Search Engine Optimization) Reply
6. ATIKA DINYA | WEDNESDAY, 21 OCTOBER 2009 @ 9:30 PM

bagus Pak. sangat menarik Reply


7. DIAN FITHRIA | SUNDAY, 1 NOVEMBER 2009 @ 6:28 AM

pak, saya dah coba nyari bukunya pak suyatno kok ga ada y????padahal saya butuh buat kajian teorinyaapa sebenarnya bukunya ga ada??? Reply IZZUL HASANAH Reply:
January 18th, 2010 at 12:04 am

Saya ingin menjawab komentar dari Dian Fithria tentang buku karangan Suyatno silahkan anda cari di perpustakaan UNNES atau langsung menemui dosen FBS yang bernama ibu Suparti. di dalam karya tulis yang saya buat semuanya ada buku referensinya. trims

Reply
8. DINA | SUNDAY, 3 JANUARY 2010 @ 2:00 AM

thank wat artikelna y. Reply


9. AZIZ | SUNDAY, 17 JANUARY 2010 @ 1:16 AM

cukup bagus, lumayan buat data tambahan pada kajian pustaka di penelitianku Reply
10. SABDO SPD | TUESDAY, 19 JANUARY 2010 @ 5:03 AM

ilmu perlu dikembangkan dan ditularkan agar tidak mumadir Reply


11. HASIL KARYA YANG PATUT DIAMBIL CONTOH | THURSDAY, 4 FEBRUARY 2010 @ 7:30 AM

Reply
12. APRI MAHENDRA PUTRA | FRIDAY, 19 FEBRUARY 2010 @ 1:31 AM

mantab!! tapi saya mau tanya mbak, untuk 10 kajian tentang paragraf deskripsi kalau boleh tau sumbernya darimana mbak?? dari buku apa? mohon dibalas ya mbak.. thanks.. Reply
13. APRI MAHENDRA PUTRA | FRIDAY, 19 FEBRUARY 2010 @ 1:33 AM

judul buku dan pengarangnya siapa gt loh karena kalau dilaksanakan dengan benar hasil yang dihasilkan akan sangat maksimal.. reply plizzz.. Reply
14. WINARNI | MONDAY, 1 MARCH 2010 @ 9:25 PM

mbak, penelitiannya oke lho, bisa jadi referensi saya yang baru lg bikin penelitian, hanya saja teknik menulisnya beda. cuma yg jd pertanyaanku, siapa pengarang n penerbit buku tentang menulis deskripsi dg menggunakan berbagai teknik. biar kita cari bukunya di toko ga susah. thanks ya mba GPL jawabnya. Reply
15. EKAWATI SRI WAHYU NINGSIH | SATURDAY, 17 APRIL 2010 @ 8:24 PM

keren.. mksi bnyak bs saya jdikan referensi untuk mengerjakan tugas akhir.. Reply

16. EVI | THURSDAY, 22 APRIL 2010 @ 8:21 PM

bagus bnget tulisan,buat motivasi aq cari style mengajar yg asyik Reply


17. MAHLAIL SYAKUR SF. | WEDNESDAY, 12 MAY 2010 @ 11:15 PM

karya ini sangat amat bagus sekali jika tidak ingin dikatakan cukup bagus sebagus makna nama penulisnya Izzul Hasanah. smart hebat cermat Reply
18. MAHLAIL SYAKUR SF. | WEDNESDAY, 12 MAY 2010 @ 11:18 PM

Izz bisa nayangin karya-karya tentang bahasa dan sastera lainnya.

Reply
19. BAMBANG DARWONO | FRIDAY, 11 JUNE 2010 @ 8:06 AM

Terima Kasih sekali Mba , Penelitian Mba Okey banget ! aku jadi termotivasi .Selama ini mau mencoba bikin PTK masih kurang PD ,mudah-mudahan penelitian Mba dapat menjadi referensi bagi aku untuk memulai menulis .Salam sukses ! Bambang Darwonos last blog ..Kepres Pendidikan Karakter sedang dipersiapkan Reply
20. ELAN HAELANI | MONDAY, 28 JUNE 2010 @ 12:39 AM

Siiip deh Reply


21. AMIN SAEFULLAH | WEDNESDAY, 30 JUNE 2010 @ 4:08 AM

mksh y mbak saya jadi tambah ilmu dari mbak.. saya tgu karya yg lain Reply
22. WAWAN BUDI S | MONDAY, 5 JULY 2010 @ 9:39 PM

SIANN MBK.BUKU SUYATNO ITU ADA DIMANA YA MBAK?? Reply


23. WAWAN BUDI S | MONDAY, 5 JULY 2010 @ 9:43 PM

NUWUUnn mbk saya wawan dari jogja uny. saya kok mencari buku karangan suyatno dari reverensi mbk kok gak ada ya?? saya minta tolong buku karangan suyatno tentang menulis objek langsung itu dimana ya mbkk?? soalnya buat reverensi sekripsi. tolong ya mbk.. terus kalo dipinjem boleh apa nggak. nuwunnn. Reply
24. WAWAN BUDI .. | TUESDAY, 6 JULY 2010 @ 6:27 AM

NUWUUUN.. mau nambah bertanya lagi mbk, nomer teleponipun perpustakaan pusat unnes pinten nggeh??? nuwuun Reply
25. RINA | WEDNESDAY, 27 OCTOBER 2010 @ 1:22 AM

mohon view yach hhehe lam kenal Reply


26. ERLY | SUNDAY, 7 NOVEMBER 2010 @ 8:57 AM

numpank lwt..he.he Reply


Komentar Anda?

Nama (harus diisi) Alamat Email (harus diisi) Alamat Website (Blog)

Komentar:

POSTING KOMENTAR

207

Confirm you are NOT a spammer

Urgensi Perbup Pendidikan Di Purbalingga PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB III)

Sumber: PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (BAB I DAN II) Agupena Jawa Tengah http://agupenajateng.net/2009/04/08/peningkatan-keterampilanmenulis-paragraf-deskripsi-dengan-teknik-objek-langsung-melalui-pendekatan-kontekstual-babi-dan-ii/#ixzz1DMNRdUrM Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike http://agupenajateng.net/2009/04/08/peningkatan-keterampilan-menulis-paragraf-deskripsidengan-teknik-objek-langsung-melalui-pendekatan-kontekstual-bab-i-dan-ii/

Ipotes
Berawal dari Kenapa??

Beranda OLIMPIADE KOMPUTER CARA PEMESANAN PAINTINGS EBOOK SUKSES DOWNLOAD

Beranda > Pendidikan > Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)


Mei 13, 2008 Doantara yasa Tinggalkan komentar Go to comments Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat

tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya. Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring). 1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. 2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. 3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan. 4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. 5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan. Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism) Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar

dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

1. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

1. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

1. Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

1. Pemodelan (Modeling) Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

1. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. 1. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment) Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Lebih lengkapnya silahkan download disini Pendekatan CTL.doc

Share this: StumbleUpon Digg Reddit

Categories: Pendidikan Tag:CTL, kontekstual, Kontekstual teaching and learning Suka Be the first to like this post. Komentar (57) Lacak Balik (1) Tinggalkan komentar Lacak balik

1. asuna17 Mei 14, 2008 pukul 9:01 am | #1 Balas | Kutip Tulisan artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Salam Blogger! http://www.infogue.com/ http://pendidikan.infogue.com/pendekatan_kontekstual_atau_contextual_teaching_and_le arning_ctl_

2. rohman saepudin

Agustus 8, 2008 pukul 4:15 am | #2 Balas | Kutip saya ingin tahu kelebihan2 dan kelemahan dari metode CTL ini? mohon dijelaskan segera

mbah Juni 2, 2010 pukul 2:16 pm | #3 Balas | Kutip Nji : pak punten mau tanya,,, kalo untuk soal yang menggunakan CTL untuk bahasan trigonometri dan statistika seperti apa yah? tolong di info ke e-mail saya.. nuhun nita : desvi : salam saya penegen tau kelemahan dan kelebihan dari pendekatan CTL tolong kirimin dong??????????

3. ruby November 4, 2008 pukul 3:54 am | #4 Balas | Kutip bpk saya mahasisa program akta4,sedang mencari artikel tentang kelemahan dan kelebihan ctl buat tugas kuliah, kalo bapak sudah menganalisis kirim ke email saya chibiwibowo@yahoo.com,,,,,,,makasih

4. paramita November 20, 2008 pukul 4:25 am | #5

Balas | Kutip saya mahasiswi yg lagi nyusun skripsi tentang metode pengajaran bahasa inggris kepada anak-anak melalui neighborhood walk,yaitu pengajaran yang melibatkan lingkungan.jadi siswa tidak hanya belajar tentang bahasa tetapi juga lingkungannya.yang saya ingin tau,apakah metode seperti itu bisa digolongkan dalam CTL? mohon penjelasannya..dan teori apa yang mendasarinya.dan buku apa yang sebaiknya saya baca harap kirim balasan bap[ak ke email saya mitchunje@yahoo.com demikian trima kasih

5. sita damay November 25, 2008 pukul 1:22 pm | #6 Balas | Kutip Hallu! saya skrg sdang proses mw pnelitian ttg pembelajaran CTL d SMP. TApi, dr bbagai bku n intrnet koq sya lom nmuin ya ttg kelebihan n kelemahannya? harap blez ya bapak ke email saya damayrosita@yahoo.com Trima ksih

6. sriudin November 30, 2008 pukul 2:22 pm | #7 Balas | Kutip Thanks atas infonya saya ingin tahu kelebihan dan kelemahan dari metode CTL ini? mohon penjelasan mudah2a dapat bemanfaat bagi saya yang awam http://www.sriudin@gmail.com 7. sudirman SMAN3 parepare Januari 11, 2009 pukul 7:20 am | #8 Balas | Kutip

dear netter, kelebihan CTL itu dapat membawa dunia peserta didik sebagai media pembelajaran di kelas, dengan membawa mereka ke dunia pengajaran, peserta didik tanpa meras dipaksa dalam belajar, penerapan CTL seperti layaknya pendekatan Quantum learning, kelemahannya ; - ketidaksiapan peserta didik untuk berbaur - kondisi kelas atau sekolah yang tidak menunjang pembelajaran o

mbah Juni 2, 2010 pukul 2:18 pm | #9 Balas | Kutip sudirman SMAN3 parepare : dear netter, kelebihan CTL itu dapat membawa dunia peserta didik sebagai media pembelajaran di kelas, dengan membawa mereka ke dunia pengajaran, peserta didik tanpa meras dipaksa dalam belajar, penerapan CTL seperti layaknya pendekatan Quantum learning, kelemahannya ; - ketidaksiapan peserta didik untuk berbaur - kondisi kelas atau sekolah yang tidak menunjang pembelajaran 8. Nji Januari 27, 2009 pukul 1:32 pm | #10 Balas | Kutip pak punten mau tanya,,, kalo untuk soal yang menggunakan CTL untuk bahasan trigonometri dan statistika seperti apa yah? tolong di info ke e-mail saya.. nuhun

9.

Nji Januari 27, 2009 pukul 1:33 pm | #11 Balas | Kutip emailnya.. neng_nji@yahoo.com 10. lia Februari 7, 2009 pukul 6:32 am | #12 Balas | Kutip Menurut anda apakah metode demonstrasi cocok diterapkan menggunakan pendekatan kontekstual ?

11. iiiikah Februari 10, 2009 pukul 8:31 am | #13 Balas | Kutip bagaimana jika ctl yang diterapkan adalah berbasis masalah. kira-kira model pembelajarannya seperti apa trimakasih jawabannya ditunggu di imail saya.

12. iiiikah Februari 10, 2009 pukul 8:32 am | #14 Balas | Kutip imel saya ikh_el_fath@yahoo.com

13.

layli Februari 17, 2009 pukul 1:12 pm | #15 Balas | Kutip Tlong berikan kelemahan dari CTL ini,krna saya sangat memerlukannya untuk bahan Makalah. Tolong kirim ke Email saya

14. Navra Februari 17, 2009 pukul 2:48 pm | #16 Balas | Kutip Terima kasih, Dgn membaca ini, Saya lebih paham dan mengerti cara mengajar menggunakan ctl Sehingga dpt saya ajarkan dgn murid-murid saya.

15. ETY Kuswandarini Maret 19, 2009 pukul 3:29 pm | #17 Balas | Kutip Dalam pembelajaran di kelas, kami sering menggunakan CTL. Apakah CTL termasuk PENDEKATAN/SRATEGI/METODE? Mohon dijawab. Terima Kasih

16. sigit April 1, 2009 pukul 2:12 pm | #18 Balas | Kutip

Makasih banyak atas infonya mengenai CTL. Keterangannya cukup lengkap dan menarik. Kalau boleh sekalian minta penjelasan tentang PBI dan Di ya!

17. roma IAIN April 7, 2009 pukul 2:59 pm | #19 Balas | Kutip kapan pertama kali ctl di kenalkan dan siapa yang memperkenalkannya, siapa penggagas pertama konsep ctl tersebut. makasih. ditunggu jawabannya.

18. roma mahasiswa IAIN Lampung April 7, 2009 pukul 3:06 pm | #20 Balas | Kutip tabik pun nanya cutik.. rencananya saya ingin menggarap skripsi dengan mengangkat tema tentang ctl saya ingin tahu kelebihan2 dan kelemahan dari metode CTL ini? mohon dijelaskan segera. serta mhon refrensi yang mesti saya baca terim tas bantuannya. salam anak lampung 19. roma mahasiswa IAIN Lampung April 7, 2009 pukul 3:08 pm | #21 Balas | Kutip tabik pun nanya cutik.. rencananya saya ingin menggarap skripsi dengan mengangkat tema tentang ctl saya ingin tahu kelebihan2 dan kelemahan dari metode CTL ini? mohon dijelaskan segera. serta mhon refrensi yang mesti saya baca sebagai penunjang terim tas bantuannya. salam anak lampung

20. Jasmmansyah, M.Pd April 18, 2009 pukul 3:57 am | #22 Balas | Kutip Thank atas infonya

21. Musry April 27, 2009 pukul 2:49 am | #23 Balas | Kutip Tulisan Bapak mengenai CTL saya ambil untuk disebarkan ke guru-guru di sekolah kami, dengan menyebut sumber. Terima kasih semoga tambah maju dan banyak pengunjung.

22. andi wibowo April 29, 2009 pukul 3:07 am | #24 Balas | Kutip terimakasih artikelnya bagus, saya lebih paham tentang CTL sekarang..

23. srikandi Mei 2, 2009 pukul 3:18 am | #25 Balas | Kutip Sebelumnya sy ucapkan terima kasih dengan tulisan bapak ini sangat membantu temanteman guru yang ada di Indonesia untuk lebih memahami CTL,

24. Lia Yuliani Mei 20, 2009 pukul 3:32 am | #26 Balas | Kutip apa perbedaan antara pendekatan, metode dan teknik dalam strategi belajar mengajar
o

ravinguna Juni 16, 2009 pukul 11:33 am | #27 Balas | Kutip hai friends i na bantuan sesiapa tahu tentang kepentingan pembelajaran secara kontekstual dalam pengajaran dan pembelajaran dan 2 cth menunjukkan aplikasi pembelajaran secara kontekstual pls email utk i . 10 q ravinguna@yahoo.com 25. daman huri Mei 27, 2009 pukul 7:05 am | #28 Balas | Kutip tolong koleksikan buku tentang pengaruh pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar siswa

26. daman huri Juni 2, 2009 pukul 5:23 am | #29 Balas | Kutip

saya minta skripsi yang berjudul pengaruh pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar siswa pada bidang studi quran hadis, mohon dikirim langsung

27. darmawan Juni 2, 2009 pukul 3:05 pm | #30 Balas | Kutip hmm. . saya mw tanya. . . kalau CTL itu kan siswa harus memiliki ke kritisan yang cukup tnggi untuk dapat belajar dngan baik, , untuk memancing aar siswa lebih kritis itu gmn. . .?? faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya app saja ?? trus bisa gag d kasih contoh untuk masig-masing dari 7 komponen CTL d atas?? terimakasih tolong di jawab

28. SulisTiyo Juni 4, 2009 pukul 12:44 am | #31 Balas | Kutip sangat baik sekali tentang CTL ini 29. Agung Kurniawan Juni 9, 2009 pukul 1:01 pm | #32 Balas | Kutip Mas, tolong daftar pustakanya laen kali dikasihkan ya, biar nggak nyari lagi literaturnya dalam bentuk buku. trims 30. ai

Juni 28, 2009 pukul 6:16 am | #33 Balas | Kutip Tulisannya menarik dan cukup baik

31. lia Juli 1, 2009 pukul 6:35 am | #34 Balas | Kutip saya sedang menyusun tugas akhir . mengenai pendekatan kontekstual yang ingin saya tanyakan apakah anda tau kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual jika anda tau mohon anda kirim ke email saya lia_taz@yahoo.co.id .. trims sebelumnya.. 32. ufi Juli 22, 2009 pukul 1:09 pm | #35 Balas | Kutip saya sdg mnggarap skripsi tentang teaching simple past tense using by CTL. bisa minta tolong kasih info tentang judul sejenis? thanks

33. ufi Juli 22, 2009 pukul 1:17 pm | #36 Balas | Kutip da tambahan ni beli, aq jg mo minta info tentang advantages and disadvantages CTL! tolong kirim ke email aq yaufimurtafiah@yahoo.com THANKS!

34. ulfi

Agustus 3, 2009 pukul 7:45 am | #37 Balas | Kutip kayaknya strategi pembelajaran pelatihan industri juga cocok niH

35. MARTOS Agustus 7, 2009 pukul 6:58 am | #38 Balas | Kutip tulisan anda sangat bagus, terima kasih atas informasinya. 36. solma hartati September 3, 2009 pukul 4:29 am | #39 Balas | Kutip maaf, ada gak cara mengajar lain yang cocok buat materi matematika? kalo bisa metode yang terbaru.

37. Diek Soerya November 27, 2009 pukul 10:28 am | #40 Balas | Kutip sya berharap bgt kpada semua pembaca, saya btuh keunggulan n kelemahan CTL ini.

38. komang intan Desember 1, 2009 pukul 12:09 pm | #41

Balas | Kutip thanks ya atas infonya, saya bisa mengerti apa itu pendekatan CTL. sehingga saya dapat mengerjakan PTK. 39. eva hasanah Desember 22, 2009 pukul 8:48 am | #42 Balas | Kutip ThanKs bgt Atas Infonya B guna Bgt coZ gw lg bwt PtK tntang CTL.

40. lin wi lin Januari 24, 2010 pukul 6:54 am | #43 Balas | Kutip xie2 ataz informasi nya

41. yadi,sma17 1 Yogya Februari 1, 2010 pukul 2:57 pm | #44 Balas | Kutip As w w. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning ),akan dilakukan dengan sungguh sungguh oleh bapak / ibu guru ,karena masuk pada instrumen supervisi pengawas,bahkan pakai skore lagi 4,3,2,1 ,he he he. Dimulai Feb 2010. Walaupun standar proses lahir 2006,para alumnus UNY dulu IKIP sudah sangat menguasai ctl sejak kuliah metodik didaktik,betul khan.Sugeng mucal kemawon.Pokoknya 8 standar dilaksanakan,kagem putro putro sa nusantoro.Wass w w.

42. desvi

Maret 11, 2010 pukul 5:34 am | #45 Balas | Kutip salam saya penegen tau kelemahan dan kelebihan dari pendekatan CTL tolong kirimin dong??????????

43. nita Mei 20, 2010 pukul 5:19 pm | #46 Balas | Kutip Aslm wr wb,saya pengen tau kelebihan dan kekurangan dari pendekatan kontekstual tolong kirim sekarang dong soalnya perlu banget???? makasih sebelumnya 44. nita Mei 20, 2010 pukul 5:20 pm | #47 Balas | Kutip desvi : salam saya penegen tau kelemahan dan kelebihan dari pendekatan CTL tolong kirimin dong??????????

45. Ali wiryono Juni 2, 2010 pukul 1:25 am | #48 Balas | Kutip apakah bisa dalam pembelajaran PAI mengunakan pendekatan CTL.mohon di beri contoh berkaitan dengan pembelajaran PAI dengan menggunakan pendekatan contektual.makasih,mahasiswa kendal.tlong di kirim ke imel saya.aliwiryono@yahoo.co.id

46. ikky Juni 9, 2010 pukul 3:26 am | #49 Balas | Kutip mengapa harus diterapkan CTL..?? apakah pendekatan yang lain gagal sehingga harus menggunakan pendekatan CTL,. tirms
o

Avril Juli 17, 2010 pukul 5:31 am | #50 Balas | Kutip memudahkan siswa belajar

47. fesna kambey September 26, 2010 pukul 2:21 am | #51 Balas | Kutip tulisannya menarik dan bagus

48. dewi November 5, 2010 pukul 5:05 pm | #52 Balas | Kutip sy sedang menyelesaikan tugas akhir ttg CTL akan tetapi hipoesis awal ditolak..sehingga tidak ada pengaruhnya pendekatan CTL trhdp prestasi belajar..tolong informasinya

mengenai tokoh yang menolak atau tidak sepaham dengan adanya teori CTL..mohon jawabannya melalui email sy tunggu..terima kasih banyak.

49. tono ksb November 13, 2010 pukul 1:39 pm | #53 Balas | Kutip assalam wr.wb .Mas apakah pendekatan CTL dapat diterapkan pada materi pecahan matematika SD, mohon bantuannya gimana langkah langkah pembelajarannya? trima kasih sebelumnya. emailtono1869@ymail.com

50. arojer November 21, 2010 pukul 2:51 pm | #54 Balas | Kutip Tlsannya bgs, tp tolong bisa dijelaskan tidak tentang kelemahan dan kelebihannya?

51. unin nybie Desember 12, 2010 pukul 1:39 am | #55 Balas | Kutip Thankyou 52. Asma Ayu Januari 8, 2011 pukul 8:53 am | #56

Balas | Kutip makasih tulisannya OK! bisa jadi refrensi untuk skripsi aku

53. iip Januari 17, 2011 pukul 2:46 am | #57 Balas | Kutip terima kasih atas materinya 1. Desember 4, 2009 pukul 3:04 am | #1 ihda_kimia Blog Archive macam-macam pendekatan

Tinggalkan Balasan
Your email address will not be published. Required fields are marked * Nama * Email * Situs web

Komentar You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title="">
<acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <pre> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
Komentar tulisan
57 0

1297159249

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel. Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel. Pembelajaran Kovensional Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournaments (TGT) umpan RSS

Google Youdao Xian Guo Zhua Xia My Yahoo! newsgator Bloglines iNezha

Saat ini saya di YM!

Cara Pemesanan Produk Kami


SMS Ke No +6281805367894 dengan Format PESAN#KODEBARANG#TRANSFER KE BANK PEMILIK#TGLPESAN#NAMA LNGKP#ALAMAT LNGKP#NO TELP YG BISA DIHUBUNGI. contoh : PESAN##BNA#14/04/2010#ANDI WAHYONO#JL.RAYA INDAH NO. 75, Amlaputa BALI#081855XXX Atau email ke doantara@yahoo.co.id

Bank Kami

No Rekening : 0191244890 Nama : Ni Ketut Ary Prismawati

Kategori

Balikuh (1) IT (6) Kaca Mata Hijau (5) Matematika (1) Olimpiade Komputer (13) o Contoh soal Olimpiade Komputer (7) o Materi Olimpiade Komputer (6) Pendidikan (16) PTK (1) SMK TI (1) o SMK Keahlian MUTIMEDIA (1) Tes CPNS (2) Uncategorized (6) Yoga (1)

Tulisan Terakhir

Raport Online (Basis Web) untuk SMK Tes Skala Kematangan (TSK) Rahasia lulus tes CPNS Sukses Forex Trading atau Trading Valas Silabus Mata Pelajaran Dasar Dasar Mutimedia Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Siswa Kelas XI SMA Tahun Pelajaran 2006/2007. Tari Barong

Ebook Soal dan Pembahasan Olimpiade Komputer

Trimakasi kepada:

Fitrah on OLIMPIADE KOMPUTER MOHAMADTAUFIK on Perangkat keras untuk akses SMA on Menanti Pengumuan Ujian Akhir lilik masrukhah, on KONSEP DASAR PERKEMBANGAN BELA Zelia on Aktivitas dan Prestasi Be Zelia on Aktivitas dan Prestasi Be Zelia on Aktivitas dan Prestasi Be

Dikunjungi sebanyak

311,226 orang

Blogroll

babadbali.com buddhistgallery.net Dhammacakka Online dosengoblog.wordpress.com forum-indoflasher.com goespar.blogspot guru IPA SMP Kalimantan selatan hindu-indonesia.mirrorz.com http://lecturer.eepis-its.edu http://onno.vlsm.org islam.com muhammadiyah.org.sg smapsapura.blogspot.com staff.gunadarma.ac.id stiti dharma sukanaya.wordpress.com template.dagdigdug.com toki.or.id wiro

Yang Berkunjung Saat ini

Me@FB

Ipotes Frogie

Create Your Badge

Meta

Daftar Masuk log RSS Entri RSS Komentar WordPress.com

Puncak WordPress Copyright 2008-2011 Ipotes Blog pada WordPress.com. Theme: INove by NeoEase. http://ipotes.wordpress.com/2008/05/13/pendekatan-kontekstual-atau-contextual-teaching-andlearning-ctl/

Blog-nya Adi Wijaya dan Fianty


Beranda Tentang Kami

Contextual Teaching and Learning

4 05 2007

Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Untuk lebih jelasnya apa dan bagaimana CTL, dapat di download di sini: Contextual Teaching and Learning Sumber : Direktorat Jenderal Manajemen Dikdasmen Depdiknas http://adifia.wordpress.com/2007/05/04/contextual-teaching-and-learning/

Anda mungkin juga menyukai