Anda di halaman 1dari 12

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

MODEL - MODEL PEMBELAJARAN

A. Model Think Pair Share (TPS)

     Model TPS atau berfikir, berpasangan, berbagi merupakan model struktural dalam
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Model ini dikembangkan pertama kali oleh Frang Lyman dan koleganya di
Universitas Maryland dari penelitian belajar kooperatif dan waktu
tunggu. Frang Lyman diacu dalam Irawati (2009), menyatakan bahwa model
pembelajaran TPS merupakan suatu cara efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan.
Kelebihannya adalah dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon
dan saling membantu.

Menurut Trianto (2007) sintaks dalam pembelajaran TPS, yaitu:

a. Tahap 1, berpikir (think) yaitu: guru mengajukan pertanyaan di dalam kartu


pembelajaran, yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk
memikirkan jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri.

b. Tahap 2, berpasangan (pair) yaitu: guru meminta siswa berpasangan dan


berkelompok sesuai dengan kelompoknya untuk mendiskusikan jawaban pertanyaan
yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap inidiharapkan dapat
berbagi jawaban apabila telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide.

c. Tahap 3, berbagi (share) yaitu: guru meminta kepada masing-masing kelompok


untuk berbagi, mempresentasikan hasil diskusi ke seluruh kelas. Ini efektif dilakukan
dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatanuntuk melaporkan.

Adapun pelaksanaannya, yaitu:


1) Guru memberi apersepsi terlebih dahulu untuk mengajak siswa memasuki materi
yang akan diajarkan.
2) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil, dimana setiap kelompok terdiri dari 4-6
siswa.
3) Setiap kelompok diberi kartu pembelajaran yang berisigambar, klasifikasi,pertanyaan
dan lembar jawab kartu pembelajaran.
4) Guru menyuruh siswa untuk memikirkan (think) jawaban yang ada di dalamkartu
pembelajaran secara mandiri beberapa saat.
5) Kemudian, guru menyuruh siswa untuk berpasang-pasangan (pair) dengansiswa lain
sesuai dengan kelompoknya untuk mendiskusikan apa yang telahmereka pikirkan.
6) Setelah itu, guru menyuruh masing-masing kelompok untuk berbagi
(share)mempresentasikan hasil diskusi kedepan kelas.

      Pembelajaran TPS dapat memberikan keuntungan baik pada


siswakelompok atas maupun siswa kelompok bawah yang bekerja sama
dalammenyelesaikan tugas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi
siswakelompok bawah. Siswa memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang
Mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atas juga akan
meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutoryang
memerlukan pemikiran yang lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yangterdapat
pada materi tertentu. Interpersonal dan ketrampilan kelompok kecil yaituguru harus
memberikan kesempatan bagi anggota kelompok saling mengenal,menerima dan
setiap dukungan lain, berkomunikasi secara akurat danmenyelesaikan perbedaan
secara konstruktif (Zakaria 2007). Menurut Zeki(2010) pembelajaran TPS menunjukan
bahwa bekerjasama dalam proses aplikasikelompok dan juga antar kelompok
memperkaya siswa dalam pembelajaran sain
dan meningkatkan ketrampilan profesional mereka berdasarkan dokumen
merekaberbagi pikiran, gagasan, asumsi dan keyakinan, memastikan saling
mendukung dengan mengamati praktek satu sama lain dan merasa bahagia ketika
mencapai

    Model TPS selain mempunyai keuntungan, juga mempunyai kelemahan.


Kelemahannya adalah: 
(1) model TPS belum banyak diterapkan di sekolah, 
(2)sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu
pembelajaranberlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal,
(3) menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai
dengan taraf berfikir anak dan, 
(4) mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan caramendengarkan ceramah
diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalahsecara kelompok, hal ini
merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Trianto).

     Model pembelajaran TPS mengakibatkan bertambah partisipasi siswa dan


memahami konsep sama yang terungkap dari beberapa cara berbeda dari tiap individu
berbeda.Hasil penelitian Zulfah (2006) tentang penggunaan modelThink Pair
Share ternyata dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa pada materi
pengolahan lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada peningkatan hasil
belajar yang signifikan pada siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
TPS. Irawati (2009) juga melakukan penelitian menggunakan model TPS, dan hasil
penelitian menunjukan penggunaan model TPS dapat meningkatkan hasil belajar yang
signifikan pada siswa pada konsep sistem saraf.

1.       Model Think-Pair–Share
Model Think-Pair–Share atau berfikir, berpasangan, berbagi merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Model think-pair–share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan
waktu tunggu. Model think-pair–share pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman
dan koleganya di Universitas Maryland. Frang Lyman seperti dikutipArends (1997)
dalam Trianto (2007), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara efektif
untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan. Model ini dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir,
untuk merespon dan saling membantu.
Model think-pair-share menggunakan langkah–langkah menurutTrianto
(2007), adalah (1) Thinking (Berpikir) yaitu guru mengajukan suatu pertanyaan atau
masalah yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk
memikirkan pertanyaan atau masalah tersebut secara mandiri untuk beberapa saat,
(2) Pairing(Berpasangan) yaitu guru meminta siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau manyatukan
gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi, (3) Sharing (Berbagi) yaitu
guru meminta pasangan–pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas tentang
apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran
pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah
mendapatkan kesempatan untuk melaporkan (Arends 1997 dalam Trianto 2007).
Pembelajaran koperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok atas maupun siswa kelompok bawah yang bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok
bawah. Siswa memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang mempunyai
orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atas juga akan meningkat
kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor yang memerlukan
pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide–ide yang terdapat di dalam materi
tertentu (Ibrahim 2001).
Think–pair–share termasuk model struktural dalam pembelajaran kooperatif.
Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan model lainnya, model struktural
menekankan pada struktur–strukur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola–
pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan dengan maksud menjadi
alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi yang
ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa di dalam kelas
dan para siswa memberi jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjuk
oleh guru (Nurhadi 2004).

Hasil penelitian Agustini (2005), menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas


dan hasil belajar yang signifikan pada siswa yang pembelajarannya menggunakan
model think–pair–share. Selain itu, model think–pair–share secara nyata mampu
memberikan kontribusi terhadap ketuntasan belajar siswa. Zulfah (2006), penggunaan
modelthink–pair–share dapat maningkatkan kualitas pembelajar siswa pada materi
pengelolaan lingkungan. Susanti (2006), penggunaan modelthink–pair–share dapat
meningkatkan hasil belajar kimia pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Widarti
(2008), penggunaan model think–pair–share dapat meningkatkan keaktifan siswa dan
pemahaman konsep fisika. Fatkhiyani (2007), penggunaan model think–pair–
Sharedapat meningkatkan hasil belajar kimia pokok bahasan koloid. Laila (2008),
penggunaan model think–pair–Share dapat meningkatkan pemahaman konsep
matematika pokok bahasan segitiga. Wendy (2005) as weaknesses with the
acknowledgement of the value of think–pair–share in effective literacy Practice in years,
the use of the think–pair–share strategy will possibly be extended within our primary
schools, as a tool that supports teachers in the push to raise comprehension levels and
awareness.

B. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan


pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda
kedalam kelompok-kelompok kecil. Metode pembelajaran ini dapat diartikan sebagai
srategi pembelajaran yang terstruktur. Siswa diajarkan keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan
kepada siswa lain, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang
pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya (Handayani 2007).

Hindarto dan Anwar (2007), menyatakan bahwa pembelajaran yang dapat


meningkatkan aktivitas dan keterampilan berproses adalah model pembelajaran
kooperatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Winarno dalam Hindarto dan Anwar
(2007) yang menyimpulkan bahwa belajar kooperatif merupakan pendekatan
pembelajaran yang efektif di sekolah menengah dan baik diterapkan dalam setiap
pembelajaran.

Muslim dalam Putra (2006), untuk mencapai hasil maksimal unsur-unsur


pembelajaran kooperatif  harus diterapkan. Unsur-unsur dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu:
a.Siswa dalam kelompoknya bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompok 
    seperti milik mereka sendiri.
b.      Siswa haruslah mengetahui bahwa mereka memiliki tujuan sama.

c.       Siswa berbagi kemampuan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar


bersama dalam proses belajarnya.

d.      Siswa akan diminta pertanggungjawaban secara individual materi yang ditangani


dalam kelompok kooperatif.

Tugas kelompok dapat paralel atau komplementer. Tugas paralel berarti semua
kelompok mendiskusikan/membahas topik yang sama atau mengerjakan tugas yang
sama. Hasil diskusi atau pekerjaan tugas kelompok dibawa dalam diskusi kelas,
kemudian dibandingkan satu dengan yang lain untuk disimpulkan bersama. Tugas
komplementer berarti masing-masing kelompok mendapat satu topik atau satu tugas
yang berbeda dengan topik atau tugas yang diberikan pada kelompok lain. Setiap
kelompok dalam diskusi kelas akan mendapat tugas yang berbeda, tetapi masing-
masing topik atau tugas itu masih merupakan satu kesatuan dalam keseluruhan materi
pelajaran. Masing-masing kelompok memberikan laporan, sehingga siswa dalam
kelompok lain akan memperoleh informasi mengenai bagian materi pelajaran yang tidak
langsung mereka hadapi. Bagian-bagian itu dihubungkan satu sama lain dalam
pembahasan kelas, sehingga saling melengkapi membentuk satu kesimpulan dari
keseluruhan materi yang dipelajari  (Djamarah & Zain 2006). Tugas yang akan
diterapkan dalam penelitian ini adalah tugas kelompok komplementer.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2004) mengatakan bahwa tidak semua
kerja kelompok bisa dianggapCooperative Learning. Ada lima unsur model
pembelajaran gotong royong harus diterapkan untuk mencapai hal yang maksimal,
yaitu sebagai berikut;

a.       Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar
yang lain bisa mencapai tujuan pembelajaran.

b.      Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur saling ketergantungan positif. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur strategi pembelajaran yang sesuai,
maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

c.       Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini dapat membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.
Inti dan sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan
mengisi kekurangan masing-masing.

d.      Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar guru dibekali dengan berbagai keterampilan


berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi.

e.       Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih efektif.

Cooperative script merupakan salah satu pembelajaran  kooperatif yaitu siswa


dengan strategi belajar ini akan bekerja berpasangan dan secara lisan menerangkan
bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah dalam pembelajaran
strategi cooperative script adalah sebagai berikut;

a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

b. Guru membagikan wacana atau materi bahan pelajaran dan     lembar diskusi berupa
Lembar Diskusi Siswa untuk didiskusikan bersama kelompoknya.

c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar.

d. Pembicara menjelaskan materi yang telah diterima kepada   pendengar. Sementara


pendengar menyimak, mengoreksi dan menanyakan bagian-bagian tertentu yang
belum dipahami.

e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi    pendengar dan sebaliknya,
kemudian melakukan kegiatan yang sama seperti di atas.

f. Guru memberikan kesimpulan (Kiranawati 2007).

Pembelajaran kooperatif dengan strategi cooperative script mempunyai


keungulan sebagai berikut; 

a. Meningkatkan ketelitian dan kecermatan siswa serta tanggung jawab perseorangan.


b.  Memperdalam pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran

c. Setiap siswa akan mendapat peran masing-masing sehingga mempunyai  kesempatan


untuk menjelaskan suatu bagian materi atau bahan pelajaran pada teman satu
kelompoknya.

d. Meningkatkan keberanian untuk mengungkapkan kesalahan orang lain secara lisan dan
menyampaikan pendapat kepada orang lain. Saling memahami adanya perbedaan
individu, karena masing-masing siswa memiliki tingkat ketelitian dan pemahaman yang
heterogen (Kiranawati 2007).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Manchine et all. (1998) tentang analisis
pembelajaran strategicooperative script yang telah dilakukan pada kelas pendidikan
psikologi menunjukkan bahwa pembelajarannya menjadi efektif dan dapat
meningkatkan pembelajaran secara optimal. 

Urdang dalam Ningrum (2008) menyatakan word square is a set of word such


that when arrengen one beneath another in the form of a square they read a like
horizontally and vertically artinya word square adalah sejumlah kata yang disusun
dalam bentuk bujur sangkar yang dapat dibaca secara mendatar dan menurun. Word
square adalah sejumlah kata yang disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke
depan dan ke belakang.

Word square berisi pertanyaan-pertanyaan penting suatu konsep atau sub


konsep. Setelah itu siswa berdiskusi untuk mendapatkan jawaban dan menemukannya
pada kotak-kotak word square. Pada akhir pembelajaran, siswa menyimpulkan materi
bahasan yang telah didiskusikan dengan demikian siswa memperoleh pengalaman
belajar yang berarti. Word square memerlukan pengetahuan dasar dari siswa sehingga
sebelumnya siswa harus membaca materi atau pokok bahasan yang akan dipelajari,
dengan demikian siswa akan terlatih atau memanfaatkan buku sumber dan terampil
mandiri. Word square merupakan pembelajaran kooperatif yang menuntut kerjasama
siswa dalam menemukan kata-kata dalam kotak kata (Yuliani 2004).

Word square memerlukan pengetahuan dari siswa sehingga siswa dilatih untuk


membaca materi atau pokok bahasan yang akan dipelajari, dengan demikian siswa
akan dilatih untuk memanfaatkan buku sumber dan terampil belajar mandiri. Langkah-
langkah dalam strategi pembelajaran word square adalah sebagai berikut;

a. menentukan topik sesuai konsep atau sub konsep.

b.menuliskan kembali kata-kata kunci sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

c. membuat kotak-kotak word square.
d. mengisikan kata-kata kunci pada kotak word square.

e. menambahkan huruf pengisian ke kotak kosong secara acak (Yuliani 2004).Saptono


(2003),

langkah-langkah menyusun word square adalah:


 
 
a.  Siswa diarahkan untuk mempelajari topik tertentu yang akan 
   disampaikan.

b.  Siswa disuruh menemukan istilah dalam Word square yang 


   relevan dengan topik yang telah dipelajari.

c. Siswa memberikan penjelasan tentang kata-kata yang ditemukan. Informasi dari siswa
tentang kata-kata tersebut sebanyak-banyaknya digali oleh guru.

Strategi word square  mempunyai keunggulan sebagai berikut;

a.       Word square cenderung menggali pengetahuan siswa dalam pembelajaran,


karena word square berupa permainan kotak kata yang berisi kumpulan huruf.

b.      Penggunaan word square lebih mudah dipahami dan diingat oleh siswa yang akan
menegaskan pemahaman materi siswa.

c.       Membantu siswa membiasakan diri membaca buku pelajaran, karenaword


square memerlukan pengetahuan dasar dari siswa.

d.      Siswa dapat berlatih kreatif dan terampil belajar mandiri dalam membuat pertanyaan
dan memanfaatkan buku sumber (Kiranawati 2007). 
Strategi cooperative script terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok lama dan kelompok
baru. 

Pembentukan kelompok lama sebagai tahap penugasaan masing-masing


kelompok untuk membahas dan mendiskusikan topik materi yang diterima, sedangkan
pembentukan kelompok baru sebagai tahap penularan yaitu masing-masing siswa
berperan untuk menerangkan topik materi yang diterimanya dari kelompok lama.

Masing-masing anggota kelompok dari kelompok lama yang berbeda topik


materi berdiskusi membahas materi yang ditugaskan untuk kelompoknya. Masing-
masing anggota kelompok dari kelompok lama bertemu membentuk kelompok baru
setelah pembahasan dan diskusi kelompok lama tersebut selesai. Pada kelompok baru
ini salah satu anggota kelompoknya akan berperan sebagai pembicara seperti seorang
guru menjelaskan topik materi yang diterimanya dari kelompok lama kepada teman
lainnya yang berperan sebagai pendengar dalam satu kelompoknya, kemudian bertukar
peran sampai semua anggota kelompok dalam kelompok baru ini berperan sebagai
pembicara dan sebagai pendengar.

Kerangka pelaksanaan pembelajaran cooperative script adalah sebagai berikut;

a.   Tahap Pendahuluan merupakan tahap awal seorang guru sebelum proses
pembelajaran dilakukan, yaitu proses pembelajaran dengan metode kooperatif
tipe cooperative script meliputi: (1) Review, apersepsi, motivasi; (2) Penjelasan guru
kepada siswa tentang tujuan pembelajaran; (3) Pembentukan kelompok, setiap
kelompok terdiri dari 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen; (5) Pembagian
materi dan Lembar Diskusi Siswa (LDS) pada masing-masing  kelompok lama.

b.   Tahap Penguasaan merupakan tahap pembekalan materi dimana setiapsiswa harus


memiliki pemahaman mengenai materi yang diterimanya. Adapun tahapannya meliputi:
(1) Siswa dengan topik materi atau soal pada lembar diskusi siswa (LDS) yang sama
bergabung dalam kelompok lama dan berusaha menguasai serta memahami topik
materi yang diterimanya; (2) Guru memberikan bantuan seperlunya.

c.   Tahap Penularan merupakan tahap dimana setiap siswa harus memiliki kemampuan
lebih dalam mengajarkan materi kepada temannya seperti layaknya seorang guru.
Adapun tahapannya sebagai berikut: (1) Masing-masing kelompok lama yang sudah
menguasai materi membentuk kelompok baru dengan siswa pada kelompok lama lain
yang berbeda topik materi; (2) Kelompok baru menjadi beberapa kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari siswa yang berbeda topik materi pada kelompok lama; (3)
Tiap siswa dalam kelompok yang baru saling bekerjasama memberikan penjelasan dan
menerima materi untuk mendapatkan pemahaman. Kegiatan ini dilakukan dengan
berperan sebagai pembicara yaitu berperan untuk menjelaskan topik materi yang telah
diterimanya dari kelompok lama dan berperan sebagai pendengar menerima
penjelasan dari pembicara; (4) bertukar peran sampai semua siswa dalam kelompok
tersebut sudah berperan sebagai pembicara dan pendengar; (5) Terjadi diskusi siswa;
(6) Guru memonitoring kerja kelompok tersebut.

d.   Tahap Penutup merupakan tahap akhir dari pelaksanaan pembelajaran


strategi cooperative script, meliputi: (1) Memberikan soal evaluasi berupa tes formatif;
(2) Kesimpulan dari proses pembelajaran (Kiranawati 2007).

C.  Team Game- Tournament

Team Game-Tournament merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif


dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri tiga sampai lima
siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik dan jenis kelamin.
Dalam pembelajarannya digunakan turnamen akademik, kuis dan skor kemajuan
individu, dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim
yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin 2008).. Komponen-
komponen dalamTeam Game-Tournament adalah penyajian materi, tim, game,
turnamen dan penghargaan kelompok.

a.    Penyajian materi

Dalam TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi. Siswa harus


memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu
mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor
kelompok.

b.    Tim

Tim dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa yang heterogen baik dalamprestasi
akademik dan jenis kelamin. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa
semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru
menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau materi
lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan
bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman
sekelompok membuat kesalahan. Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi
yang terbaik bagi timnya dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya.

c.    Game

Game disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain


untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi danpelaksanaan kerja tim.
Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa
mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan bernomor
pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut. Sebuah aturan
penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban

d.   Turnamen

Turnamen
merupakan sebuah struktur dimana game berlangsung.Berlangsung pada
akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikanpenyajian materi dan tim
telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Turnamen 1, guru
menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu
pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama
ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi
kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik.
Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan
pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian
mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan membacakan dengan
keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu.Pembaca
memberikan jawaban, kemudian siswa yang ada di sebelah kiri atau kanannya
(penantang pertama) punya opsi untuk menantang dan memberikan jawaban yang
berbeda. Jika dia ingin melewatinya maka penantang kedua boleh menantang. Skor
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama
kali memberikan jawaban benar dan menyimpan kartunya,setelah turnamen satu, siswa
pindah meja tergantung pada hasil mereka dalam turnamen satu.

Pemenang satu pada tiap meja ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat
lebih tinggi, misal dari 5 ke 6. Pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah
diturunkan ke meja di bawahnya. Menurut Slavin (2008) secara skematis model
pembelajaran TGT untuk turnamen tampak seperti gambar berikut.

            e.     Penghargaan Kelompok

Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor


rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan
untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka. Kriteria penghargaan
kelompok adalah menggunakan ketentuan pada tabel berikut:

Kriteria penentuan penghargaan kelompok

Nilai rata-rata kelompok Kriteria


≥ 21 poin Kelompok super (Super Team)
16-20 poin Kelompok hebat (Great Team)
≤ 15 poin Kelompok bagus (Good Team)

Diadaptasi dari Ibrahim et al. (2000)

Interpersonal dan keterampilan kelompok kecil yaitu guru harus memberikan


kesempatan bagi anggota kelompok saling mengenal, menerima dan setiap dukungan
lain, berkomunikasi secara akurat dan menyelesaikan perbedaan secara konstruktif.
Zakaria effandi (2007).Menurut Zeki Ahmet (2010) Pembelajaran TGT menunjukkan
bahwa bekerja bersama dalam proses aplikasi dalam kelompok dan juga antara
kelompok memperkaya siswa dalam pembelajaran sains dan meningkatkan
keterampilan profesional mereka berdasarkan dokumentasi mereka berbagi pikiran,
gagasan, asumsi, dan keyakinan, memastikan saling mendukung dengan mengamati
praktek satu sama lain dan merasa bahagia ketika mereka mencapai sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai