Anda di halaman 1dari 13

Anggota Kelompok:

1. Ni Nengah Hardiyanti (1612021038)


2. Komang Sierrafany Surya Libhi (1612021039)
3. Kadek Eva Yanthi Kusumadewi (1612021040)
4. Komang Meliantini (1612021041)
5. Pande Putu Suarmiyanti (1612021042)
6. Made Trisna Cahyani (1612021043)

Cooperative Learning

A. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning


Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem pembelajaran
yang ada. Terdapat beberapa definisi mengenai pembelajaran kooperatif menurut para ahli, yaitu;

a) Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi


pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
b) Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan
strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok
belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
c) Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996) “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan
kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja
bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok”.

Jadi, pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada


penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem pembelajaran yang
individual. Dimana guru terus memberikan informasi (guru sebagai pusat) dan peserta didik
hanya mendengarkan. Pembelajaran kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori
kontruktivisme. Dukungan Vygotsky antara lain:
a) Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi sosial dengan
orang lain.
b) Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif.
Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif.
c) Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya partisiasi aktif dari
siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan mengarahkan setiap peserta didik
menuju pengetahuan yang benar dan tepat.

B. Kapan Pendidik Menggunakan Cooperative Learning Sebagai Strategi Mengajar?


Pada pengertian sebelumnya pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berfokus pada
kerja kelompok kecil, guru akan menemukan bahwa banyak dari apa yang dikatakan tentang
kerja kelompok juga berlaku untuk pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat
menjadi cara yang efektif untuk mencapai hasil belajar akademis dan sosial, dan sangat berguna
dalam situasi berikut:
1. Ketika guru menginginkan semua siswa (bukan hanya yang berprestasi tinggi) untuk
mengalami keberhasilan dalam pembelajaran mereka.
2. Ketika guru ingin menekankan pentingnya usaha pembelajaran kolektif maupun individu.
3. Ketika guru ingin para siswa bertukar pikiran dan melihat bahwa mereka dapat bersandar
satu sama lain, dan belajar dari saling membantu (Webb, 1982, 1989).
4. Ketika guru ingin mendorong dan mengembangkan kerjasama diantara para siswa dan
mengembangkan rasa hormat mereka satu sama lain kekuatan dan kelemahan.
5. Ketika guru ingin meningkatkan keterampilan komunikasi siswa saat mereka
mempelajari konten kurikulum.
6. Ketika guru ingin meningkatkan kedalaman pemahaman siswa tentang isi kursus dengan
meminta mereka mengeksplorasi dan mendiskusikan pemahaman mereka dengan siswa
lain.
7. Ketika guru ingin meningkatkan harga diri siswa, dan menerima perbedaan individu.
8. Ketika guru ingin meningkatkan motivasi siswa dan meningkatkan partisipasi aktif
mereka.
9. Ketika guru ingin meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa dan meminta
mereka menemukan secara mandiri maupun individu, bahwa ada beberapa solusi untuk
masalah.
10. Ketika guru ingin mengajar siswa menjadi mandiri daripada belajar hanya dengan
mengandalkan guru, dan memberi mereka kontrol atas pembelajaran mereka.
11. Ketika guru ingin siswa untuk terlibat dalam suatu analisis secara rinci, setidaknya
beberapa bagian dari konten pelajaran tetapi waktu tidak memungkinkan semua siswa
untuk menganalisis semua konten .
12. Ketika guru ingin mengembangkan sikap positif terhadap penggunaan bahan kursus
nanti.
13. Ketika guru ingin menekankan pemikiran dan praktik demokratis sebagai cara yang
diinginkan bagi orang untuk berinteraksi (apa pun fokus interaksi mereka).
14. Ketika guru ingin mendorong siswa untuk berpikir tentang proses belajar mereka,
identifikasi keterbatasan pengetahuan mereka, dan belajar untuk mencari bantuan bila
diperlukan.

C. Kelebihan Model Pembelajaran Cooperative Learning


1. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan
informasi dan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam abstrak untuk membuat
keputusan nyata (Manera & Glockhamer, 1988-89 dalam Roy Killen, p.81).
2. Pembelajaran kooperatif sangat fleksibel. Hal tersebut karena model pembelajaran ini
dilengkapi hampir setiap pendekatan pedagogis yang dikenal untuk mempromosikan
pembelajaran yang efektif, dan bekerja di semua bidang pelajaran di semua tingkat
pendidikan.
3. Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk menyuarakan ide mereka dan
membandingkannya dengan ide dan gagasan siswa lain.
4. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran kooperatif membantu dalam memotivasi
siswa dan merangsang pemikiran mereka (Gilbert-Macmillan & Leitz, 1986 dalam Roy
Killen, p.82).
5. Pembelajaran kooperatif efektif dalam mengembangkan kreativitas siswa dan
kemampuan untuk bekerja secara kooperatif, dua kualitas dalam tempat kerja yang
diperhitungkan (Baloche, 1994 dalam Roy Killen, p.81).
6. Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk sedikit bergantung pada guru dan
lebih bergantung pada kemampuan berpikir mereka sendiri, mencari informasi dari
sumber lain, dan belajar dari siswa lain.
7. Ketika dibandingkan dengan kegiatan ceramah-diskusi, pembelajaran kooperatif dapat
membuat siswa menjadi lebih jarang frustrasi, semakin jarang menjadi bingung, merasa
lebih tertantang secara intelektual, merasa lebih aktif terlibat dalam pembelajaran, dan
lebih sering maju ke kelas (Glass & Putman, 1988-89 dalam Roy Killen, p.82).
8. Pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk memahami bahwa sudut pandang yang
berbeda tidak perlu memecah belah; mereka bisa menjadi aspek positif untuk
mengembangkan pemahaman subjek.
9. Pembelajaran kooperatif ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan hubungan interpersonal yang positif
dengan yang lain, dan mengembangkan keterampilan mengatur waktu.
10. Pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk belajar menghargai kelebihan dan
keterbatasan satu sama lain serta menerima segala perbedaan.
11. Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk melihat bahwa kurangnya "bakat"
yang mereka miliki untuk mata pelajaran tertentu sebenarnya adalah masalah kurangnya
pemahaman menyeluruh terhadap materi (Manera & Glockhamer, 1988-89 dalam Roy
Killen, p.81).
12. Siswa yang mungkin merasa stres atau tertekan dengan berpartisipasi dalam diskusi kelas
dapat belajar dalam suasana yang lebih santai.
13. Pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk belajar bekerja sama dengan satu sama
lain untuk mencapai tujuan bersama.
14. Pembelajaran kooperatif memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk
membandingkan jawaban dan menilai kelayakan jawaban tersebut, daripada
mengandalkan seseorang untuk memberi tahu mereka apakah jawaban mereka benar atau
tidak.
15. Melalui pembelajaran koperatif, siswa dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk
menguji ide dan menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah
tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang di buat adalah tanggung jawab
bersama dalam kelompoknya.

D. Keterbatasan Penggunaan PEembelajaran Cooperative Learning sebagai Strategi


Pengajaran
Beberapa guru percaya bahwa mereka menggunakan pembelajaran kooperatif setiap saat
mereka membiarkan siswa mereka bekerja dalam kelompok kecil. Namun, pembelajaran
kooperatif mensyaratkan kegiatan kelas harus terstruktur sehingga kontribusi setiap anggota
kelompok diperlukan agar kelompok berhasil menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu,
penertiban kooperatif membutuhkan beberapa keterampilan mengajar khusus di pihak guru, dan
beberapa sikap dan keterampilan tertentu. Hal-hal yang tidak dapat begitu saja dianggap hadir
dalam kelas, baik guru dan murid harus mengerjakannya.
Selain keterbatasan umum kerja kelompok kecil yang disebutkan dalam bab sebelumnya.
pembelajaran kooperatif memiliki keterbatasan spesifik berikut:

1. Fitur penting dari kooperatif belajar adalah bahwa siswa belajar dari satu sama lain.
Kecuali "pengajaran dengan teman sebaya" ini efektif, siswa dapat belajar jauh lebih
sedikit daripada yang mereka lakukan di bawah instruksi langsung dari guru.
2. Tidak masuk akal bagi guru untuk mengharapkan siswa akan secara otomatis memahami
dan menerima filosofi dan kepraktisan pembelajaran kooperatif. Guru mungkin harus
menghabiskan banyak waktu mempersiapkan siswa untuk belajar dengan cara ini.
3. Beberapa siswa mungkin awalnya keberatan dengan gagasan bahwa penilaian mereka
tergantung pada pembelajaran siswa lain dalam grdup mereka.
4. Agar berhasil, pembelajaran kooperatif perlu digunakan selama jangka waktu yang
panjang sehingga siswa mengembangkan interdependensi kelompok yang diperlukan. Ini
bukan strategi yang dapat berhasil dengan dilakukan sekali saja.
5. Untuk menggunakan pembelajaran kooperatif (dari tipe yang disarankan oleh Slavin)
dengan benar, guru harus menyimpan catatan yang sangat rinci tentang kinerja setiap
siswa pada setiap tugas belajar, dan menghabiskan waktu yang cukup untuk menghitung
skor pencapaian kelompok.
6. Karena pembelajaran kooperatif sangat bergantung pada insentif kelompok untuk
memotivasi siswa, ada beberapa kekhawatiran bahwa pembelajaran siswa tidak dapat
berpindah ke situasi yang tidak ada (Stallings & Stipeck, 1986).
7. Fungsi kelompok-kelompok kooperatif dapat dipengaruhi oleh persepsi siswa tentang
kemampuan dan status sosial anggota kelompok. Guru perlu menekankan bahwa setiap
siswa memiliki kemampuan unik yang dapat berkontribusi pada keseluruhan fungsi grup.

E. Hal yang Harus Dipersiapkan dalam Menerapkan Co-operative Learning


Strategi yang digunakan dalam pembelajaran cooperative mengacu pada interaksi guru
dengan siswa, siswa dengan guru, dan penggunaan yang tepat dalam mengaplikasikan small
group. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan dalam penggunaan
model pembelajaran ini. Berikut ini merupakan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penerapan
model pembelajaran cooperative learning:
1. Jelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa
Dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative, guru menjelaskan
dengan jelas tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, sehingga siswa menetahui
gambaran mengenai pelajaran yang akan mereka terima. Selain itu, hal yang ditekankan
dalam model pembelajaran ini adalah proses atau kegiatan pembelajarannya bukan hanya
hasil.
2. Memilih Jenis Coooperative Learning yang Sesuai
Terdapat beberapa jenis pendekatan dalam model pembelajaran cooperative yang bisa
digunakan oleh guru. Dalam hal ini, seorang guru harus mampu memilih jenis atau
strategi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.

3. Menyiapkan Materi Pembelajaran dengan Baik


Dalam memilih materi pembelajaran, guru harus benar-benar memahami dan
mempersiapkan materi atau bahan ajar dengan baik sehingga tercapainya suasana belajar
yang nyaman. Selain itu, siswa akan menjadi lebih tertarik untuk belajar jika guru benar-
benar mempersiapkan materi pembelajaran dengan baik.
4. Adil dalam Mengelompokkan Siswa untuk Group Discussion
Guru harus mampu untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum membentuk sebuah
group discussion. Biasanya guru menyerahkan kepada siswa untuk memilih kelompok
diskusi dan hal ini akan membuat siswa yang memiliki kemampuan yang kurang merasa
kurang percaya diri dan tidak berkembang. Sebaiknya guru mengelompokkan siswa yang
memiliki kemampuan yang kurang dengan siswa yang kemampuannya lebih agar bisa
membimbing temannya dalam grup diskusi.
5. Memberikan Perhatian yang Sama kepada Siswa
Memberikan perhatian kepada siswa dalam proses pembelajaran merupakan hal yang
penting.Guru harus mampu memberikan perhatian yang sama rata kepada siswa. Cara
yang sesuai untuk guru agar bisa memberikan perhatian yang merata yakni dengan
membentuk kelompok diskusi yang berjumlah 5-6 orang dalam kelas sehingga guru bisa
dengan mudah memonitoring dan fokus kepada setiap kelompok jika dibandingkan
dengan membentuk pair-work atau kelompok scara berpasangan.

F. Implementasi dan Pendekatan Model Pembelajaran Cooperative Learning


1. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin
(dalam Slavin, 1995). Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan
pembelajaran dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar yang terdiri dari empat
orang dan dibentuk menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Dalam hal ini,
guru menyajikan pelajaran melalui persentasi verbal atau teks. Setelah itu siswa
bertugas memastikan seluruh anggota timnya telah menguasai materi pelajaran tersebut.
Nantinya siswa akan diberikan kuis oleh guru tetapi selama pemberian kuis tersebut
siswa tidak diijinkan saling membantu. Jadi dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini lebih menekankan pada interaksi siswa satu
sama lain untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan prestasi siswa.
Menurut Slavin, ada lima komponen yang harus diperhatikan dalam
menggunakan model pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
1) Penyajian Kelas
Penyajian kelas adalah penyajian materi oleh guru melalui persentasi verbal atau
teks dengan berfokus pada konsep-konsep materi pelajaran yang nantinya akan
dibahas oleh siswa lebih lanjut dalam kelompok melalui kuis atau diskusi.
2) Menetapkan siswa dalam kelompok
Penentuan kelompok belajar sangat penting untuk mencapai tujuan akademik yang
diharapkan. Hal ini berfungsi untuk meyakinkan siswa untuk beekerja sama dalam
kelompok dan membantu setiap siswa dalam kelompok tersebut untuk menghadapi
tes individu. Kelompok yang dibentuk harus seimbang dimana terdiri dari siswa
berkemampuan tinggi, rendah dan sedang.
3) Tes dan Kuis
Setelah penyajian materi dari guru dan melakukan diskusi bersama kelompok
sebanyak satu atau dua kali, siswa akan diberi tes individual.
4) Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Ini
bertujuan untuk memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan akademiknya.
5) Pengakuan kelompok
Pengakuan bahwa siswa telah melakukan usaha yang terbaik sangatlah penting
untuk memotivasi mereka terus belajar. Pengakuan kelompok adalah memberikan
penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar dalam
bentuk sertifikat atau bentuk apresiasi lainnya
2. Teams Games Tournaments (TGT)
Tipe pembelajaran kooperatif TGT merupakan tipe yang membentuk siswa dalam
kelompok belajar yang terdiri dari 5-6 orang siswa dengan kemampuan, jenis kelamin,
suku kata atau ras yang berbeda. Menurut Slavin, ada 5 langkah tahapan dalam TGT
yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team
recognition).
Adapun ciri-ciri dari tipe TGT ini adalah :
1) Siswa Bekerja Dalam Kelompok- Kelompok Kecil
Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6
orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda
dimana mereka saling membantu dan memotivasi untuk menguasai materi
pelajaran.
2) Games Tournament
Dalam permainan ini setiap kelompok akan diwakili oleh perwakilan kelompok
masing-masing dan mengikuti permainan sesuai dengan aturan. Setiap siswa akan
bergantian menjadi perwakilan masing-masing kelompok sehingga semua dapat
berpartisipasi. Setiap perwakilan yang memenangkan permainan akan diberikan
skor untuk menentukan pemenang.
3) Penghargaan kelompok
Sebelum memberikan penghargaan kelompok, langkah yang diperlukan yaitu
menghitung rerata skor kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata
poin yang didapat oleh kelompok tersebut.
3. Jigsaw
Tipe kooperatif learning yang selanjutnya adalah jigsaw. Tipe ini telah
dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. dalam mengimplementasikan tipe kooperatif ini,
siswa tidak hanya diminta untuk menguasai materi secara individu akan tetapi siswa
bertanggung jawab untuk saling membantu membagi dan mengajari anggota kelompok
mereka masing-masing. Model jigsaw sangat membutuhkan keatifan siswa.
Guru akan membentuk siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
3-5 orang yang merupakan kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah
kelompok awal siswa terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang dibentuk
dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli
merupakan kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal)
yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal.
Nantinya kelompok ahli akan mendiskusikan materi dengan topik yang sama.
Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada
kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka
dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Kunci tipe Jigsaw ini adalah setiap
siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling
ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang
biberikan.selain itu, peran guru sebagai fasilitator sangatlah diperlukan untuk
memotivasi siswa dalam menguasai materi yang diajarkan.
4. Group Investigation (GI)
Model pembelajaran kooperatif GI adalah tipe yang menekankan siswa belajar
secara kelompok berdasarkan topik yang dipilih siswa. Model ini dikembangkan
pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan
dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv.

Dalam menggunakan model ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 2-6 orang siswa. Setiap kelompok bebas memilih topik yang ingin
dipelajari kemudian laporan atas penyelidikan yang telah dilakukan dapat
dipresentasikan di depan kelas.
5. Metode Struktural
Metode hampir sama dengan tipe-tipe sebelumnya, hanya saja anggota kelompok
hanya terdiri dari 2 orang (berpasangan). Ada beberapa metode structural yang
digunakan dalam pendidikan formal maupun informal, yaitu :
- Structure Dyadic Methods (SDM) atau Structured Pairs Learning Methods
(SPLM).
Dalam metode ini, satu siswa berperan sebagai “guru” dan siswa lain berperan
sebagai “siswa”. Jika jawaban siswa benar maka siswa tersebut mendapat
poin, jika jawaban siswa salah, tutor memberikan jawaban dan siswa
menuliskan jawaban tiga kali dan membacanya kembali secara benar. Setiap
sepuluh menit, masing-masing siswa berganti peran. Melalui metode ini,
biasanya siswa akan diminta untuk meringkas informasi-informasi penting
dari buku dan saling bertukar pengetahuan antar siswa sehingga hasil
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
- Classwide Perr Tutoring (CPT)
Hamper sama dengan SDM, metode ini melibatkan pasangan tutor (peer
tutors), dimana seorang siswa berperan sebagai “tutor” (tutor) dan siswa lain
sebagai “yang ditutor” (tutee). Tutor menyajikan atau menanyakan suatu
masalah kepada tutee. Peraturannya pun sama yaitu tutor dan tutte akan saling
bergantian menjadi tutor dan yang ditutor.

Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang ada, dapat disimpulkan secara
umum bahwa ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam
mengimplementasikan model pembelajaran ini di dalam kelas.

Menurut Raharjo (2013) ada beberapa langkah dalam mengimplementasikan model


pembelajaran kooperatif :

1. Fase 1. Present the Goals and Set


Sebelum memulai ke kegiatan inti pembelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada siswa sangatlah penting. Hal ini sangat membantu siswa untuk mengetahui alasan
mereka mempelajari materi tersebut. Dalam menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai, guru harus menjelaskannya secara jelas dan detail sehingga mudah
dimengerti siswa. Setelah itu, guru harus mengatur siswanya agar siap mengikuti
pembelajaran.
2. Fase 2. Present Information
Inti dari fase ini adalah guru harus mempresentasikan informasi atau gambaran umum
materi yang akan dipelajari kepada siswa secara verbal.
3. Fase 3. Organize Students Into Learning Teams
Dalam fase ini, guru harus mengatur siswa menjadi kelompok-kelompok belajaryang
efesien dan heterogen. Misalnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri
dari 4-5 orang dimana anggota kelompok tidak hanya siswa yang pintar saja tetapi
diseimbangkan.
4. Fase 4. Assist Team Work and Study
Hal yang harus dilakukan dalam fase ini adalah membantu kerja tim dan belajar. Ketika
siswa telah dibentuk menjadi beberapa kelompok, mereka akan diberikan kebebasan
untuk mendiskusikan materi yang telah mereka dapatkan. Setiap siswa bertanggung
jawab untuk memahami materi. Setiap siswa didalam kelompok bertugas untuk membagi
pengetahuan yang telah mereka pahami terhadap materi yang diberikan sehingga semua
siswa dapat benar-benar memahami materi pelajaran saat itu.
5. Fase 5. Test on the Materials
Fase ini merupakan fase evaluasi. Disini guru akan mengadakan evaluasi terhadap apa
yang telah dipelajari dan dikerjakan oleh siswa. Ini bertujuan agar siswa memahami dan
mengetahui kesalahan yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam tahap
ini, ada dua hal yang dapat dilakukan oleh siswa yaitu siswa diberikan berbagai
pertanyaan atau siswa diminta untuk melakukan persentasi secara berkelompok untuk
menunjukkan seberapa besar pemahamannya terhadap materi yang diajarkan guru.
6. Fase 6. Provide Recognition
Fase terakhir adalah memberikan penghargaan atau pengakuan terhadap setiap jawaban
siswa. Disini tugas guru adalah memberikan feedback dan reinforcement untuk
memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Daftar Pustaka

Anonim. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif. Diakses pada 14 Mei 2018 dari
http://www.karyatulisku.com/2016/04/penerapan-model-pemebelajaran.html

Buanatiwi. (2013). Bumiku [my-earth-]. Model Pembelajaran Cooperative Learning.


https://buanatiwi.wordpress.com/201304/09/model-pembelajaran-cooperative-learning/ (Diakses
pada 14 Mei 2018

Kilen, R. (1996). Effective Teaching Strategies. SOCIAL SCIENCE PRESS.

Raharjo, K. B. 2013. Model Pembelajaran Kooperative Learning. Diakses pada tanggal 14 Mei
2018 dari https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/model-pembelajaran-
kooperatif-cooperative-learning/

Sudrajat, Ahmad. 2008. Cooperative Learning Teknik Jigsaw. Diakses pada 14 Mei 2018 dari
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/

Anda mungkin juga menyukai