Anda di halaman 1dari 12

158

Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725

MENGANALISIS PATOLOGI MEDIA SOSIAL DARI PERSPEKTIF


FILSAFAT POSTMODERNISME

Fabianus Fensi1
1
Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Bunda Mulia
Surel: fabianusfensi@gmail.com

Diterima : 09 Januari 2020; Review : 06 Februari 2020; Direvisi Author : 09 Februari 2020; Terbit : 14 Februari 2020

ABSTRACT

Social media in the entire history of its birth cannot be separated from the history of modernity. He is no
longer just a phenomenon of lifestyle but also the user's self-statement as an autonomous subject. The
existence of social media, on the one hand greets the world with all its hospitality, but on the other hand, it
becomes a tool of social terror for the community. Both of these are called pathology. Social media adopted
the workings of modernity to illustrate its existence. By using the postmodern approach, this research seeks
to reveal the pathology of social media. The postmodern approach is used to provide opportunities for the
operation of traditional ethical values in the form of, for example, protecting everyone's privacy, ensuring
the accuracy of information, protecting everyone's human rights, ensuring everyone to access various
available resources, and freedom of expression must always consider social plurality with various small
narratives accompanying it. Social media as a marker of modernity does not always oppose with various
ethical considerations, but always moves together to build a constructive civilization. Postmodernism, not
only offers a progression approach, but also the way regression works, namely returning to traditional
ethics.

Keywords: Social Media, Modernity, Pathology, Postmodernity.

mutlak atas jati diri sebagai subyek otonom.


1. PENDAHULUAN
Dan, inilah kenyataan yang paling
Kita memaklumi bahwa perkembangan dan dibanggakan oleh berbagai pemikiran dan cara
penggunaan media sosial (Facebook, kerja modernitas.
Instagram, Twitter, Youtube, Wikipedia, Manusia menjadi ukuran segala
MySpace, dan blogs), dewasa ini tidak lagi sesuatu. Proyek filsafat rasionalisme Rene
sekadar mode yang menandai modernitas Descartes (1596-1650) menandai afirmasi diri
sosial, di mana hampir seluruh aspek ini. “Cogito Ergo Sum” (saya berpikir maka
kehidupan manusia dimudahkan olehnya, atau saya ada) adalah kalimat berpengaruh
momentum di mana segala sesuatu, termasuk Descartes untuk mengungkapkan peranan
gaya hidup, diukurkan dari dan kepadanya. penting kegiatan berpikir sebagai bagian yang
Lebih dari semuanya, media sosial dan tidak terpisahkan dari eksistensi manusia.
siapapun yang menggunakannya, sedang Tidak mengherankan, kalau kemudian hasil
menggiring kita kepada pewartaan paling kegiatan berpikir diarahkan kepada penciptaan
159
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
teknis berbagai produk dan saranan Hobbes (1588-1679) pun tidak bisa
modernitas. dihindarkan. Idealisme media sosial, sebagai
Sebagai salah satu bagian dari medium perjumpaan sosial tanpa batas a la
perkembangan teknis, teknologi modern media Marshall McLuhan (1911-80), mengandung
sosial membawa dalam dirinya dua wajah dalam dirinya kenyataan yang sebaliknya.
sekaligus, yang satu wajah ramah karena Patologi ini akan ditelusuri dengan
mampu menyapa dunia dengan segala menggunakan perspektif postmodernisme
problematikanya, satu lainnya, wajah sehingga paradoks etis yang dikandung media
menakutkan, karena sering dipakai sebagai sosial dapat terungkap.
alat provokasi, bahkan membawa teror (sosial,
2. METODOLOGI PENELITIAN
budaya, politik, etika) bagi kehidupan
masyarakat. Bagaimana pun tingkat
Penelitian ini adalah sebuah penelitian
pemakaian media sosial, facebook misalnya,
kualitatif berbasis kajian-kajian literatur.
selalu diikuti kerugian sosial, yang saya sebut
Objek kajiannya adalah media sosial.Kita
sebagai patologi etis, bagi kehidupan bersama
semua tahu bahwa penelitian kualitatif
masyarakat.
merupakan sebuah metode yang bersifat
Penelitian ini berkonsentrasi pada
eksploratif dan berusaha memahami sebuah
wajah kedua, yang saya namakan sebagai
makna, yang oleh sejumlah individu atau
wajah penuh patologi yang darinya banyak
sekelompok orang, dianggap berasal dari
kerenggangan jarak sosial, baik antarindividu
masalah sosial kemanusiaan (Creswell, 2010:
maupun antarkelompok orang terjadi; banyak
4).
kecurigaan orang atau kelompok orang terjadi
Subjektivitas penelitian ini sangat tinggi
karena media sosial memberi ruang
karena berdasarkan pembacaan atas berbagai
pertarungan pesan tanpa bereferensi apapun
literatur peneliti berusaha menganalisis
pada standar etis masyarakat. Masyarakat yang
fenomena media sosial yang ada dengan
seharusnya mencintai perdamaian, media
bantuan cara berpikir postmodenrisme. Kita
sosial menjelmakan dirinya sebagai monster
tahu bahwa penelitian-penelitian kualitatif
penyebar teror dalam masyarakat yang secara
selalu bersifat subyektif. Dia mendasarkan
sengaja didisain untuk bertarung satu sama
diri pada asumsi bahwa pengetahuan tidak
lain.
mempunyai sifat yang obyektif dan tetap, atau
Sebagai produk modernitas, media
universal, tetapi bersifat interpretif.
sosial, sejatinya sebagai medium pertemuan
Perilaku manusia selalu berkembang
wajah dialogis, a la Martin Buber (1878-
berdasarkan konteks sosial tertentu. Perilaku
1965), tetapi wajah lewiathan a la Thomas
manusia dengan demikian pun terbentuk
160
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
karena makna yang mereka konstruksikan atas postmodernisme, dan kegagalan sosialisme
lingkungan sosial dimana mereka hidup. Dedy membuat postmodernisme menjadi penting.
Mulyana (2013: 32-38) mengatakan bahwa Dengan tesis ini sebenarnya mau
realitas sosial bersifat begitu cair dan dengan dikatakan bahwa postmodernisme, tidak
mudah berubah melalui interaksi. Berbagai sekadar cara berpikir dan pengetahuan sosial
fenomena sosial selalu bersifat sementara dan tentang masyarakat dan kebudayaan tetapi
memiliki makna yang plural. Dan, di sini juga sebuah gerakan tentang masyarakat,
selalu diandaikan terjadi negosiasi untuk kebudayaan, dan perkembangan dari keduanya
menetapkan status dari realitas yang sedang dalam sejarah. Atau, postmodernisme adalah
dihadapi tersebut. strategi melawan koalisi antara argumentasi
Postmodernisme adalah salah satu rasional dengan kekuasaan (Stephen R. C.
pendekatan subjektif yang memiliki tekad Hicks, 2014, 3).
membongkar kepalsuan modernitas. Penelitian Mengutip Frank Lentricchia, Stephen R.
ini menggunakan pendekatan postmodernisme C. Hicks, mengatakan bahwa postmodernisme
untuk menunjukkan kepalsuan modernitas, berusaha mencari, tidak untuk mendapatkan
yang oleh peneliti menyebutnya sebagai dasar dan syarat sebuah kebenaran
patologi. Dengan demikian, dapat dikatakan pengetahuan, tetapi mencari praktik kekuasaan
bahwa dengan menggunakan paradigma untuk tujuan perubahan sosial. Namun, yang
postmodernisme, penelitian ini memiliki dua pasti bahwa postmodernisme menolak proyek
maksud, yaitu: di satu pihak mau pencerahan yang didasari berbagai premis
mengungkapkan patologi yang dikandung oleh modernitas. Di satu sisi, menurut Stephen R.
modernitas media sosial, dan di lain C. Hicks, ketika dunia modern berbicara
pihak,penelitian ini berusaha merumuskan argumentasi rasional, kebebasan, dan
jalan tengah etis untuk mengatasi patologi dan perkembangan, sebenarnya dia sedang
kepalsuan modernitas media sosial tersebut. berceritera tentang patologi dari ketiganya.
Postmodernisme dengan demikian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengeritik patologi rasional, kebebasan, dan
perkembangan tersebut sebagai pratanda
Filsafat Postmodernisme sebagai Fenomena
lonceng kematian modernitas sedang
Sejarah
berdering. Postmodern menolak proyek
Tidak mungkin memahami postmodernisme
pencerahan, menyerang tema esensial yang
tanpa memahami hubungan, bahkan
menyertainya, menolak berbagai alasan
oposisinya dengan modernisme. Stephen R. C.
rasional dan individualisme, di mana berbagai
Hicks (2014, i) membuat sebuah tesis menarik
pandangan pencerahan terletak di atasnya.
bahwa kegagalan epistemologi memungkinkan
161
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
Singkatnya potsmodernisme merupakan nilai (Victor E. Taylor & Charles E. Winquist,
oposisi kritis dari modernisme. 2001: 234-235).
Kalau modernisme memerdebatkan Postmodernisme (Liliweri, 2018)
kebenaran, argumentasi rasional, pengalaman, dipandang sebagai seruan kematian bagi
kebebasan dan kesetaraan, keadilan dan semua penyelidikan ilmiah, atau kiamat bagi
perdamaian, dan kemajuan, maka kerangka semua pengetahuan baru, atau rontoknya
berpikir postmodernisme meletakkan konsep- pengetahuan standar dalam menilai sebuah
konsep tersebut dalam sebuah rimbah raya teori, dan pemalingan arah ke relativisme.
serba pertanyaan. Beberapa keyakinan dasar postmodernisme:
Menurut pandangan postmodernisme, pengetahuan terfragmentasi; kenyataan itu
obyektivitas adalah mitos, tidak ada kontradiktif; pengalaman estetika lebih penting
kebenaran, tidak ada cara obyektif untuk dari persepsi sensorik; kemajuan sains itu
memahami alam atau sebuah teks. Segala mitos; semua pengetahuan ilmiah harus
bentuk tafsir diterima sebagai kesetaraan yang didekonstruksikan, dan lain-lain.
valid. Segala bentuk nilai adalah produk dari
subyektivitas sosial. Secara kultural, nilai Media Sosial sebagai Produk Modernitas
kelompok tidak berdiri sendiri, tetapi Tidak dapat disangkal bahwa media sosial
dipengaruhi oleh pluralitas konteks sosial (kelahiran, perkembangan, dan penggunaan)
(Stephen R. C. Hicks, 2014, 20). dapat dikenakan status penanda modernitas,
Jean-Francois Lyotard (1924-98), artinya media sosial menjadi bagian tidak
mengatakan bahwa postmodernisme adalah terpisahkan dari sejarah perkembangan grand
pertarungan antara little narratives vs grand narrative modernitas. Kalau didefinisikan
narrative. Liitle narratives menjadi begitu maka modernitas tidak lain dari sebuah
menonjol ketika grand narrative yang dibawa periode sejarah peradaban yang ditandai oleh
oleh modernitas kehilangan kredibilitasnya. industerialisasi, kapitalisme, negara-bangsa,
Modernitas menyiapkan isu dalam konteks pengawasan sosial semakin canggih (Barker,
global, namun dia mengabaikan isu lokal Chris, 2014: 178).
sebagai little narratives. Postmodern memberi Dalam perspektif Marxisme modernitas
ruang kepada narasi-narasi kecil, atau dilihat sebagai proses inovasi kapitalis
postmodern menandai mati grand narrative meliputi penguasaan alam dengan teknologi
modernitas dengan munculnya berbagai mesin. Mentalitas modern menjadikan jenis
alternatif pengganti dalam ceritera-ceritera pekerjaan dibagi berdasarkan kelas,
kecil konteks budaya dan beragamnya sistem produktivitas didorong dengan sistem
162
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
mekanisasi, dan dengan tujuan akhir dari sosial juga sudah menjadi dunia itu sendiri.
semuanya adalah akumulasi kapital. Media sosial tidak lagi sekadar obyek yang
Dari perspektif filsafat, modernitas dapat dipakai, sebaliknya dia berubah menjadi
dijelaskan sebagai kesadaran manusia atas subyek yang menentukan: cara berpikir, cara
kebaruan dan perkembangan hidupnya. Maka, mengambil keputusan, cara manusia
tidak mengherankan kalau manusia baru memahami, dan cara manusia membentuk
disebut modern sejauh kekinian telah menjadi dirinya secara digital.
kesadarannya (Hardiman, 2004: 2-5). Modernitas media sosial tidak lagi
Modernitas adalah kesadaran manusia akan menjadi zona refleksi di mana manusia
kebaruan, kekinian, dan perkembangan, tidak mengambil jarak kritis dengan dunia, tetapi dia
saja berkaitan dengan suatu lingkungan yang menarik dunia menjadi dirinya. Keberadaan
berubah, tetapi berkaitan dengan bagaimana manusia diatur, bahkan dikontrol menurut
manusia menyadari dirinya berada, cara kerja teknologi mekanistis dalam sebuah
menghidupi, dan berinteraksi dengan mesin gawai. Kalau Rene Descartes
perkembangan yang terus berulang. mengatakan “aku berpikir maka aku ada”
Penjelasan ini kurang lebih membantu sebagai ukuran eksistensi rasionalitas manusia
kita menempatkan media sosial sebagai bagian modern, maka media sosial merubah prinsip
dari sejarah (kesadaran) kekinian manusia. rasional ini dengan prinsip lain, “aku merasa
Secara ontologis media sosial selalu (kan), aku mengakrabi, bahkan aku menjadi
dihubungkan dengan media baru, atau media dunia digital, maka aku ada”. Barangkali
sosial dijelaskan dalam konteks media baru penjelasan tentang patologi media sosial yang
modern yang sedang berkembang. Karena itu akan dibahas kemudian bertolak dari
kita sepakat dengan Lev Manovich (Robert argumentasi-argumentasi dasar ini.
Hasan & Julia Thomas, 2006: 5-6) bahwa
media baru (media sosial) selalu melibatkan Media Sosial sebagai Media Informasi
penggunaan internet/komputer sebagai basis Kalau sekarang orang berbicara tentang era
dasar memamerkan (tidak saja produk hasil information surplus, era itu sebenarnya tidak
ciptaannya), tetapi juga memamerkan dirinya lain dari era berkuasanya media sosial.
sebagai sebuah eksistensinya dari adanya. Kegalauan manusia modern tidak saja karena
Sebagaimana modernitas sulit ditolak, kekurangan, atau ketinggalan informasi, tetapi
media sosialpun sulit ditolak keberadaannya. sejajar dengan itu manusia modern juga
Media sosial dalam pandangan filsafat mengalami kegalauan justeru karena informasi
modern, tidak sekadar alat, atau instrumen yang diterima terlalu banyak, bahkan
teknis manusia mengenal dunia, tetapi media berlebihan. Maka, tidak ada satu pun periode
163
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
sejarah di mana manusia mengalami paradoks terhubung satu sama lainnya sebagai sebuah
kegalauan, selain kegalauan yang diciptakan jaringan/networked public (Peter J Gill, 2012).
media sosial itu sendiri. Media sosial dengan menggunakan
Manuel Castells (2009) menyebut infrastruktur internet sebagai basis
fenomena ini sebagai mass self- operasionalnya telah menjadi sumber
communication, artinya media sosial informasi utama dan diandalkan masyarakat
berkepentingan untuk mengomunikasikan diri modern. Masyarakat yang menempatkan
manusia kepada sebanyak mungkin orang kebebasan berekspresi sebagai hak dasar,
(khalayak). Media sosial memungkinkan maka media sosial dapat dimanfaatkan sebagai
informasi yang banyak didistribusikan kepada sumber informasi utama, terutama
banyak orang (from many to many) dan menyangkut: sharing gagasan dan
berlangsung, bisa dalam waktu yang cepat pengetahuan; layanan jaringan sosial;
(real time) atau waktu yang bisa disesuaikan menyeringkan beragam informasi secara
(Robert W. Vaagan, 2011: 18). interaktif; mengirim dan menerima/membaca
Sebagai media informasi di sinilah pesan interaktif; melakukan diskusi dan
letaknya media sosial memiliki karakteristik berbagai perdebatan konstrutif lainnya (Ibid.,
yang khas dibandingkan dengan media-media Peter J Gill, 2012).
mainstream. Perkembangan media sosial David Westerman (2013, 171) meyakini
didorong oleh kekuatan teknologi baru yang bahwa teknologi-teknologi komunikasi yang
memberi kesempatan kepada berlimpah- lebih baru meningkatkan berbagai
limpahnya informasi diterima khalayak. kemungkinan bagaimana masyarakat dapat
Informasi pun dengan mudahnya diperoleh mengirimkan dan menerima banyak informasi.
lewat gawai, komputer, iPad, tablet mini, dan Mengutip S Fox, David Westerman (2013,
lain-lain. 172) mengatakan bahwa masyarakat
Sebagai sebuah sistem yang menggunakan media sosial, atau media online
mendesentralisasi siapa saja yang terlibat pada umumnya, terutama sebagai alat
sebagai pengguna, media sosial berperan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi,
dalam mendistribusikan, memutuskan secara men-sharing-kan berbagai kisah, dan
kolektif pesan yang diterima melalui melakukan diskusi atas berbagai hal yang
sharingdan saran-saran yang diperlukan. menjadi perhatian banyak orang.
Dalam cara berpikir sistem ini media sosial
menempatkan partisipan tidak sekadar
khalayak, tetapi juga sebagai publik yang
164
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
Patologi Media Sosial: Basis Kritik Filsafat Dari aspek pesan, media sosial
Postmodern menyampaikan pesan dengan format pendek,
Secara amat tegas modernitas dicirikan oleh langsung, kadang-kadang ekstrim menyerang
tiga kesadaran, yaitu subyektivitas, kritik, dan pribadi; Media sosial mendorong sebuah
kemajuan (Hardiman, 2004: 3 - 5). Dengan model/konteks komunikasi yang sering tidak
subyektivitas berarti manusia menjadi ukuran memakai aturan berbahasa yang biasa; Media
untuk segala sesuatu. Dialah pusat yang sosial sering muncul dalam berbagai
menentukan dunia (dunianya, dunia orang lain, permainan politik meskipun tidak disadari
dan dunia lain). Manusia tidak saja menjadi politisi; Media sosial sering mengeksploitasi
subyek, dia juga menyejarah (hidup dalam sensitivitas emosi masyarakat; Media sosial
sejarah dan menentukan sejarah). Karenanya secara spontan menghadirkan hal-hal yang
modernitas dicirikan oleh perkembangan, instan, termasuk juga ekspresi keyakinan,
bahwa manusia hidup dalam waktu, memberi pendapat, pengamatan, dan pengalaman; dan
arti, dan merancang waktu progresif untuk Media sosial mengutamakan unsur rekreatif
hidupnya. dari sebuah peristiwa.
Manusia modern yang menyejarah tidak Paul Levinson, dalam Paul Messaris
begitu saja merasa nyaman dengan status quo (2007: 122-126) mengatakan bahwa era seluler
sebagai sebuah stabilitas, maka manusia memang dapat disebut sebagai sebuah era
modern selalu memberontak melawan status keemasan. Era dimana muncul kebohongan
quo tradisi dan moralitas stabil tersebut. Untuk putih. Dengan telepon seluler memberikan
membebaskan diri dari stabilitas tradisi dan nomor telepon kita, sekaligus memberikan diri
moralitas manusia modern mengambil jalan kita kepada orang lain kapan saja dan dimana
kritik rasional untuk memberi posisi baru saja. Munculnya panggilan tak tertahankan.
kesadarannya. Bunyi telepon seluler menuntut orang
Sebagai anak kandung modernitas media memberi perhatian di atas segala hal. Makan
sosial mengadopsi cara kerja modernitas untuk malam, percakapan keluarga, dan bahkan even
menggambarkan eksistensinya. Kerric Harvey bercinta dirusak oleh panggilan telepon
(2014: xxxiv-xxxv), menyebut beberapa (telephonus interruptus).
karakteristik dasar media sosial, antara lain: Menurut Paul Levinson, adanya
Diorganisasikan teknologi; Media sosial fenomena rayuan teks bisu. Percakapan di
merupakan gambaran diri meskipun pengguna telepon seluler lewat cuplikan tulisan tidak
tidak menyadarinya; Media sosial berkembang bisa dihindari, dan manfaatnya besar. Namun,
secara organik. bunyi tanpa identitas akan menimbulkan
kegaduhan. Teks juga memiliki sisi gelap
165
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
dalam menghadapi telepon seluler. Teks boleh konteks sosial patologis dimaknai sebagai ilmu
saja secara sosial menggangu individu, tetapi yang secara khusus mempelajari tentang
unggulnya dia menghubungkan kita pada penyakit masyarakat.
orang lain, namun sinar seluler adalah hal lain Dalam tradisi pemikiran kritis mazhab
yang mestinya menjadi perhatian. Frankfurt, Axel Honneth (1949 - ), seorang
Di satu sisi, karakteristik-karakteristik kritikus sosial dari generasi ketiga mazhab
ini menggambarkan kepenuhan eksistensi menggunakan terminologi patologi untuk
media sosial dalam format modernitas, namun mengoreksi cara berpikir generasi pertama dan
di sisi lain inilah saatnya hidup manusia kedua mazhab Frankfurt. Generasi pertama
“enslaved by digital technology” (Roberto diwakili oleh Theodor W. Adorno, Max
Simanowski: 2016: 184-205). Perbudakan Horkheimer dan Herbert Marcuse dan generasi
teknologi digital yang berlangsung secara kedua diwakili Jurgen Habermas. Menurut
sistematis atas kemanusiaan itulah yang Axel Honneth, baik generasi pertama maupun
disebut sebagai patologi etis media sosial kedua mazhab Frankfurt mengandung patologi
dilihat dari format postmodernisme. dalam klaim rasionalitasnya.
Apa sesungguhnya sebuah patologi? Menurut Honneth, ada sebuah rasio
Secara ensiklopedis, arti kata patologi dapat universal yang menyediakan berbagai
ditelusuri pemaknaannya dari Kamus Besar kemungkinan terealisasinya aktualisasi diri
Bahasa Indonesia (2008: 1031) sebagai ilmu subjek, namun terbedakan oleh asal usul
tentang penyakit. Penggunaan terminologi karakter tindakan praktisnya. Karena itu,
patologi dapat diterapkan dalam empat ketika Horkheimer mereduksi segala
konteks, yaitu konteks bahasa, konteks kemungkinan dengan tindakan kerja, atau,
forensik, konteks lingkungan, dan konteks ketika Herbert Marcuse berbicara tentang
sosial. kehidupan estetis, dan juga ketika Habermas
Dalam konteks bahasa patologi mereduksi segala hal kepada konsensus
dijelaskan sebagai penyelidikan mengenai komunikatif sebagai prasyarat integrasi sosial,
cacat dan gangguan yang menghambat maka pada ketika yang sama sebenarnya telah
kemampuan berkomunikasi verbal orang. Dari terjadi patologi sosial, atau proses defisit atas
konteks forensik patologi dijelaskan sebagai rasionalitas (Honnet, 2009: 27-31).
penerapan ilmu dan metode patologi untuk Bagaimana konsep patologi diterapkan
menyelesaikan masalah peradilan. Dalam untuk memahami fenomena media sosial
konteks lingkungan patologi dijelaskan dalam perspektif cara berpikir filsafat
menyangkut persoalan yang berkaitan dengan postmodernisme? Dan, bagaimana meletakan
lingkungan kehidupan manusia. Dan, dari
166
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
media sosial dalam konteks kekinian dengan berbagai pertimbangan etis, tetapi
masyarakat kontemporer? selalu bergerak bersama untuk membangun
Kita tahu bahwa tesis dasar peradaban yang konstruktif. Kalau demikian
postmodernisme adalah matinya narasi besar halnya, bagaimana mengatasi patologi
modernitas (Lyotard, dalam Victor E. Taylor tersebut?
& Charles E. Winquist, 2001: 234-235) karena Patologi media sosial hanya bisa diatasi
kelahiran narasi-narasi kecil yang bersifat dengan cara membangun infrastruktur
lokal; hancurnya moralitas universal obyektif postmodernisme yang memberi peluang bagi
karena keyakinan akan kekuatan pluralitas beroperasinya nilai dan prinsip-prinsip etika.
konteks sosial masyarakat; atau, rasionalitas Secara sederhana etika memiliki beberapa
modern tidak cukup energi untuk menolak prinsip moral dasar: (1) sikap baik; (2) tidak
berbagai mitologi tradisional karena manusia melakukan kejahatan; (3) melakukan yang
tidak mungkin hidup tanpa tradisi; atau, baik; (4) berlaku adil; dan, (5) prinsip
kesadaran rasional modernitas tidak cukup menghormati kebebasan memilih dan
menjelaskan eksistensi totalitas manusia, menentukan diri secara otonom (Sudarminta,
karena Sigmund Freud (1856-1939) berhasil 2013: 70-75).
membongkar berbagai dimensi ketaksadaran Etika memiliki nilai praksis moral yang
dalam klaim kesadaran rasional tersebut. bersifat universal, baik dalam pengertian
Dengan demikian kesadaran modernitas umum sebagai syarat yang dipenuhi agar
mengandung patologi etis dalam dirinya. Dan, manusia dianggap baik dari sudut moral,
patologi etis modernitas akan berimbas kepada maupun dalam pengertian khusus yang
patologi media sosial sebagai anak mengaitkan nilai etika kepada peristiwa-
kandungnya. Patologi media sosial peristiwa, atau fakta-fakta khusus norma yang
menyatakan diri lewat karakteristik- bisa diterapkan pada bidang-bidang spesifik
karakteristik yang sudah dibahas di atas. (Bertens, 2013: 15-16).
Di sini, perlu ditegaskan bahwa Etika, baik pada level ilmu yang
kehadiran postmodernisme, tidak berambisi merefleksikan masalah-masalah moral secara
mengganti cara berpikir linier modernitas, kritis dan argumentatif maupun sebagai
tetapi dia menawarkan cara berpikir siklis pedoman berperilaku praktis menuntut setiap
bahwa sejarah akan terus berputar mengikuti orang bertindak menurut standar-standar
irama dari konteks pluralitas sosial norma yang berlaku umum. Dengan demikian
masyarakatnya. keberlakuan etika mengatasi ruang dan waktu,
Perkembangan media sosial sebagai termasuk ruang dan waktu dari siklus
penanda modernitas tidak selalu beroposisi
167
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
perubahan dalam masyarakat modern dewasa dibicarakan dalam beberapa konteks: (1)
ini. Melakukan refleksi kritis atas perubahan yang
Postmodernisme memberi ruang terjadi, termasuk perubahan dan
keterbukaan bagi etika untuk memasuki perkembangan teknologi komunikasi media
perubahan cara dan gaya manusia yang sebelumnya tidak diprediksikan; (2)
memanfaatkan media, termasuk media sosial. Membantu manusia menemukan orientasi
Bertolak dari prinsip-prinsip dan nilai-nilai etis hidup dan mempertanggungjawabkan pilihan
ini media, termasuk media sosial dituntut dan tindakan secara rasional dan
untuk: melindungi privasi setiap orang; bertanggungjawab; (3) Secara instrumental
menjamin akurasi informasi; melindungi hak etika menjadi pisau analisis untuk menanggapi
asasi setiap orang; menjamin setiap orang munculnya masalah moral baru yang
untuk mengakses berbagai sumber daya yang diakibatkan oleh proses modernisasi yang
tersedia; dan kebebasan berekspresi harus begitu cepat (Sudarminta, 2013: 10-11).
selalu mempertimbangkan pluralitas sosial
4. PENUTUP
dengan berbagai narasi kecil yang
menyertainya (Robert W. Vaagan, 2001: 19- Media sosial (Facebook, Instagram,
21). Twitter, Youtube, Wikipedia, MySpace, Blogs,
Dengan kata lain, format dan lain-lain), dengan segala
postmodernisme menuntut media sosial perkembangannya tidak bisa dihindari. Secara
mendasarkan diri pada prinsip-prinsip dan ontologi keberadaannya dituntut dan dituntun
nilai-nilai etika normatif. Pada saat kita oleh sejarah dan memang harus ada dan
menggunakan media sosial, apa pun memengaruhi seluruh aspek kehidupan
bentuknya, ingat: bahwa asosiasi dan partner manusia. Dia, tidak saja memberi kemudahan
komunikasi kita sedang menggunakan media tetapi juga mendatangkan masalah bagi
sosial yang sama; lawan, atau bahkan musuh kehidupan manusia, terutama kalau kita tidak
kita sedang menggunakan media sosial; mengelolanya dengan baik.
pelanggan, sabahat, keluarga kita sedang Perspektif epistemologis memberi jalan
menggunakan media sosial; tetapi kita harus supaya kita mengetahui hakekat media sosial
menyadari bahwa mereka menuntut kita untuk dan bagaimana cara menggunakannya supaya
menggunakannya juga (Discovery University, kebermanfaatannya sungguh-sungguh hakiki.
2011). Kenyataan yang tidak bisa disangkal bahwa
Bertolak dari tesis dasar postmodenisme media sosial adalah anak kandung modernitas
dan norma yang berkembang dalam dengan segala klaim rasionalitas yang
masyarakat modern, etika relevan untuk menyertainya. Tesis dasar modernitas yang
168
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
mendudukan otonomi diri dalam kebebasan sosial sebagai grand narratives, berhasil
berekspresi bisa menjadi bumerang bagi mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi
dirinya. manusia, tetapi postmodernisme menyakini
Postmodernisme menjadi yang terdepan bahwa penerimaan/pengakuan atas little
melawan cara berpikir linier modernitas narratives dalam pluralitas konteks sosial
dengan menawarkan cara berpikir berbasis budaya dapat menyelamatkan media sosial
siklus yang terus berulang. Cara berpikir dari patologi etis sejarah yang sengaja
postmodernisme, berhasil menelanjangi dikandung sejak kelahirannya.
berbagai kontradiksi pemikiran modernitas
5. REFERENSI
(grand narratives), lewat berbagai implikasi
kerusakan yang dibawanya. Kesadaran subyek Barker, Chris. (2014). Kamus Kajian Budaya
pada pemikiran modern mengalami kiamat (terj. B. Hendar Putranto). Kanisius:
total ketika kesadaran rasional tersebut tidak Yogyakarta.
menyadari dirinya sedang dikuasainya oleh Bertens. K. (2013). Etika (Edisi Revisi).
berbagai dimensi ketaksadaran (Sigmund Kanisius: Yogyakarta.
Freud) untuk mencapai kepenuhannnya. Castells, Manuel. (2009). Communication
Media sosial yang mengikuti cara kerja Power. Oxford University Press.
modernitas sedang diinggapi patologi etis, Creswell, John W. (2010). Research Design:
tidak saja dalam adanya, tetapi juga dalam cara Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
kerjanya secara riil. Postmodernisme tidak Mixed (terj. Achmad Fawaid). Pustaka
percaya dengan cara kerja obyektif rasional Pelajar: Yogyakarta.
universal modernitas karena terbukti media Discovery University, (2011). The Ethics of
sosial tidak sepenuhnya menjanjikan Social Media. Comperire Verum.
perkembangan positif kepada masyarakat, Gill, Peter J. (2012). “Why should I Use Social
tetapi sebaliknya kerusakan-kerusakan sosial. Media?” Makalah Seminar. University
Postmodernisme menawarkan cara kerja of Oxford: England.
regresi, yaitu kembali kepada etika tradisional Given, M. Lisa (ed.). (2008). Encyclopedia of
apa adanya. Qualitative Research Methods (Vol 1 &
Patologi etis media sosial hanya bisa 2). Sage Publication: Los Angeles.
diatasi sejauh nilai-nilai dan prinsip-prinsip Hasan, Robert & Julia Thomas. (2006). The
etika diletakkan secara proporsional dalam New Media Theory Reader. McGraw-
menghadapi rasionalitas perkembangan Hill: New York.
teknologi baru dalam bidang komunikasi di era
modern. Postmodernisme tidak percaya media
169
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 Februari 2020 ISSN. 2527-8673
E-ISSN. 2615.6725
Hardiman, F. Budi. (2004). Filsafat Modern, Simanowski, Roberto. (2016). Digital
dari Machiavelli sampai Nietzsche. Humanities and Digital Media. Open
Gramedia: Jakarta. Humanities Press: Lodon.
Hicks, Stephen R.C. (2014). Explaining Sudarminta, J. (2013). Etika Umum: Kajian
Postmodernism: Skepticism and tentang Beberapa Masalah Pokok dan
Socialism from Rousseau to Foucault. Teori Etika Normatif. Kanisius:
Ockham Razor Publishing. Yogyakarta.
Honneth, Axel. (2009). Patologies of Reason: Taylor, Victor E & Charles E. Winquist (ed.)
on the Legacy of Critical Theory (terj. (2001). Encyclopedia of
James Ingram). Columbia University: Postmodernism. Routledge: LOndon.
New York. Vaagan, Robert W. (2011). “Ethics, Social
Kerrik, Harvey. (2014). Encyclopedia ofSocial Media and Mass Self-Communication”.
Media and Politics. Sage Publication: Library and Information Science. Oslo
London. University College: Norway.
Liliweri, Alo. (2018). Paradigma Penelitian
Ilmu Sosial. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Looy, Amy Van. (2016). Social Media
Management: Technologies and
Strategies for Creating Business Value:
New York: Springer: New York.
Messaris, Paul & Lee Humphreys. (2007).
Media Digital: Transformations in
Human Communication. Peter Lang
Publishing: New York.
Mulyana, Deddy. (2013). Metode Penelitian
Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.
Rosda Karya: Bandung.
North, Malcolm. (2013). “Realizing A Vision
for Global Value Education”. Dalam
Journal of Formal Axiology: Theory
and Practice (Vol.6). Robert S Hartman
Institute: Athena.

Anda mungkin juga menyukai