KOMUNIKASI
A. TEORI-TEORI MEDIA
Pembahasan ini dimaksudkan sebagai suatu pengenalan teori media dalam
perspektif budaya. Pengetahuan ini pada hakikatnya berupaya memberikan basis untuk
konsep perspektif teoritis untuk kajian budaya atas media. Perlu disadari bahwa
pendekatan dalam perspektif budaya atas media jauh tertinggal dibanding dengan
pendekatan pragmatis sosial. Untuk itu secara khusus eksplorasi konseptual ini
dilakukan dengan tujuan melengkapi materi ajar dalam kajian media.
Upaya ini dapat dipandang sebagai dorongan bagi mahasiswa yang menekuni
kajian media atau Ilmu Komunikasi. Lebih luas tentunya, boleh pula dipandang sebagai
upaya untuk mengajak memperbincangkan media dalam perpektif budaya, setidaknya
untuk menyeimbangkan kecenderungan pragmatis yang selama ini mengggerakkan
kajian media.
Kajian
akademik
atas
media
perlu
dikembangkan
dalam
perspektif
budaya/kultural, sebagai upaya untuk pengembangan tradisi kultural dalam kajian atas
media. Dengan begitu kegiatan akademik dengan perspektif budaya membawa
konsekuensi dalam cara pandang terhadap media, yaitu hubungan media dengan
masyarakat politik dan ekonomi dalam konteks makna budaya/simbolik (cultures and
media), dan kultur media yang ada dalam masyarakat (media cultures). Dari sini dapat
disebutkan bahwa kajian media pada dasarnya punya 2 tujuan, pertama menjadikan
media sebagai sumber untuk mengkaji dimensi-dimensi realitas sosial suatu
masyarakat, dan kedua untuk mengenali kecenderungan nilai yang menjadi faktor
imperatif bagi suatu media.
Demikianlah, kajian media dalam perspektif budaya dapat difokuskan pada 2
sisi, pertama institusi media sebagai bagian dalam produksi praktik budaya dalam
ekonomi politik, dan kedua media sebagai teks budaya. Dari orientasi dan fokus
semacam ini kritisisme perlu diarahkan kepada transformasi sosial di Indonesia, dengan
memfokuskan perhatian pada budaya alternatif yang terkandung dalam media umum
1
atau diwujudkan dalam media alternatif. Dengan kata lain, sudut pandang kajian adalah
terhadap proses yang berlangsung dari budaya alternatif pada media dalam menghadapi
setiap arus besar budaya, dengan tujuan untuk memahami apa yang menyebabkan
budaya alternatif dapat tumbuh atau sebaliknya tidak berdaya dalam arus besar.
Karakteristik fenomena komunikasi/media dapat ditelusuri dari masyarakat
yang menjadi ruang hidupnya. Secara konvensional masyarakat dapat dilihat dalam dua
dimensi, yaitu dalam kehidupan sosial dan kehidupan budaya. Karenanya dikenal
masyarakat sosial (nyata, real) yang dilihat dari interaksi sosial dalam konteks
ekonomi dan politik. Sedang masyarakat budaya dibedakan atas dua macam, bersifat
statis yaitu komunitas yang memperoleh warisan (heritage) makna (meaning) simbolik
untuk kehidupan komunitasnya, dan bersifat dinamis yaitu komunitas warga yang
memproduksi makna simbolik, baik revitalisasi makna lama maupun produksi makna
baru untuk kehidupan yang lebih baik.
Selain itu, dalam perkembangan teknologi komunikasi, realitas media
melahirkan bentuk kehidupan baru, dikenal melalui realitas virtual atau cyber. Dengan
demikian kompleksitas masyarakat perlu dilihat pada realitas masyarakat bersifat real
yang terbentuk atas interaksi manusia dalam proses obyektifikasi dan subyektifikasi,
realitas masyarakat yang menciptakan dan mengolah makna simbolik, dan realitas
masyarakat cyber (cyber society) yang terbentuk oleh penggunaan media berbasis
telekomunikasi dan informasi multimedia (tele-informatika).
Secara akademik, keberadaan media dan masyarakat perlu dilihat secara
bertimbal balik. Untuk itu biasa digunakan landasan konseptual, setidaknya ada 2
pandangan yaitu apakah media membentuk (moulder) atau mempengaruhi masyarakat,
ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Dalam bahasa sederhana, apakah media massa menjadi penyebab rusak atau
beradabnya masyarakat, ataukah media hanyalah mencerminkan wajah masyarakat?
Dua landasan ini menjadi titik tolak dari bangunan epistemogis dalam kajian media,
yang mencakup ranah pengetahuan mengenai hubungan antara masyarakat nyata (real)
dengan media, antara media dengan masyarakat cyber, dan antara masyarakat real
dengan masyarakat cyber. Dari interkoneksitas itu kemudian realitas media dilihat
konteksnya dengan masyarakat simbolik. Dengan kata lain, sejauh mana realitas media
merefleksikan makna simbolik yang berkonteks pada masyarakat real dan masyarakat
cyber secara bertimbal balik.
teknologi
yang
mempengaruhi
kegiatan
komunikasi,
pertaliannya dapat dilihat pada dua tingkat, pertama secara struktural, yaitu faktor
teknologi yang mengubah struktur masyarakat, untuk kemudian membawa implikasi
dalam perubahan struktur moda komunikasi. Kedua, perubahan moda komunikasi
secara budaya membawa implikasi pula pada perubahan cara-cara pemanfaatan
informasi dalam masyarakat. Dengan begitu determinasi teknologi dalam konteks
komunikasi dapat dilihat dalam urutan berpikir: dari perubahan struktur masyarakat,
struktur moda komunikasi dalam masyarakat, dan cara pemanfaatan informasi.
3
Selain itu ada pula pandangan dengan urutan sebaliknya: dari pemanfaatan
informasi, membawa perubahan masyarakat, dan untuk kemudian mempengaruhi
perkembangan teknologi. Pandangan ini menempatkan media massa dapat membentuk
masyarakat melalui realitas psikhis dan realitas empiris sehingga terdapat daya kreatif
person maupun kolektifitas. Dengan kapabilitas dan daya kreatif secara personal atau
kolektif dapat melahirkan (invention) dan memperkembangkan (innovation) teknologi
dalam masyarakat.
Perjalanan kajian media atau ilmu komunikasi telah bergerak jauh. Untuk itu
perlu dicatat, saat tahun 1983 para skolar komunikasi merasa perlu melakukan
retrospeksi atas keberadaan disiplin Ilmu Komunikasi (dalam Ferment in the Field,
Journal of Communication, Vol 33, no. 3/1983) guna menyikapi pernyataan Berelson
24 tahun sebelumnya, tentang lunturnya disiplin Ilmu Komunikasi ("The State of
Communication Research", Public Opinion Quarterly 23, 1959). Ilmu Komunikasi
sebelumnya menjadi tempat persinggahan sementara bagi sejumlah skolar dari disiplin
ilmu lain, seperti Ilmu Politik (Lasswell); matematik dan sosiologi (Lazarsfeld);
psikologi sosial (Lewin), dan sebagainya. Dengan begitu Ilmu Komunikasi dipandang
sebagai disiplin terbuka yang dimasuki oleh kalangan dari berbagai disiplin keilmuan
lain. (Rogers,1994)
Dalam citranya sebagai disiplin yang terbuka, dibandingkan dengan cabangcabang disiplin Ilmu Sosial lainnya, Ilmu Komunikasi boleh disebut memiliki obyek
kajian yang lebih jelas batasnya. Kajian dengan focus of interest yang dikonsentrasikan
pada subject matter media dan informasi dalam interaksi sosial, akan membedakannya
dengan kajian Natas interaksi sosial yang dilakukan dalam cabang lain disiplin Ilmu
Sosial. Penetapan obyek kajian dalam Ilmu Komunikasi tidak pernah menimbulkan
kontroversi, sehingga kajian dari tahun ke tahun dapat berkembang dengan
mempertajam perspektifnya.
Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi setidaknya para skolarnya tidak terlibat
dalam perdebatan epistemologis, apakah disiplin ini sebagai studi dengan pendekatan
empirisisme ataukah rasionalisme, kuantitatif ataukah kualitatif, studi sosial ataukah
studi budaya, dan semacamnya. Pendefinisian komunikasi sebagai proses transmisi
pesan dalam konteks interaksi sosial ataukah sebagai proses produksi makna simbolik
dalam konteks budaya, mendapat tempat yang sama dalam kajian Ilmu Komunikasi
(Fiske, 1990).
Sosial,
seperti
strukturalisme
(fungsionalisme
dan
konflik
sosial),
makro melihat individu sebagai bagian institusi, dan masyarakat merupakan interaksi
dari berbagai institusi.
Jika diingat bahwa paradigma berkaitan dengan perspektif yang digunakan
dalam fenomena sosial umumnya, maka perkembangan paradigma dalam Ilmu
Komunikasi seiring dengan perkembangan dalam Ilmu Sosial. Perkembangan
sebenarnya bukan berarti munculnya paradigma baru, sebab tidak ada lahir yang dapat
berfungsi seperti grand theory yang diperkenalkan Durkheim, Marx, Weber dan lainnya
(Littlejohn, 1996). Pengembangan pada dasarnya adalah dengan memberikan konteks
baru atas paradigma lama. Dengan begitu analisis lebih tajam, dan konsep teoritis dapat
dikembangkan. Dengan kata lain, kajian-kajian yang dilakukan adalah memperkaya
model teoritis (misalnya diffusi, agenda setting, dan lainnya), atau mempertajam
konsep teoritis.
Perkembangan kajian dalam pendekatan makro, dengan perspektif ekonomi
politik (political economy), fenomena media massa dikaji untuk melihat keberadaannya
di tengah masyarakat dalam peran yang bersifat imperatif akibat kekuasaan negara dan
kekuatan modal. Begitu pula misalnya dikenal pendekatan hegemoni, untuk melihat
keberadaan media massa dalam berhadapan dengan kekuasaan dominan dalam struktur
sosial/global.
Sementara perkembangan dalam kajian mikro lebih banyak bersifat pengujian
konsep teoritis. Kajian semacam ini berfungsi sebagai penajaman dalam hal ketepatan
konsep dalam menghadapi fenomena empiris. Upaya untuk memperkembang-kan
paradigma sampai saat ini dilakukan oleh para skolar yang ingin mengkaji fenomena
komunikasi sebagai fenomena sosial, bukan semata-mata sebagai akumulasi
pengalaman empiris atau psikologis dari individu. Antara lain dengan mencari metode
yang dapat mengurangi kelemahan pendekatan makro yang bersifat hermeneutis, dan
memadukan dengan pendekatan mikro dengan observasi terhadap individu.
Demikianlah, keinginan yang tersirat dalam buku ini dimaksudkan sebagai
suatu eksplorasi untuk mempelajari media yang ditempatkan dalam perspektif
kebudayaan/kultural, sebagai upaya untuk pengembangan tradisi kultural dalam kajian
atas media. Kajian semacam ini diperlukan sebagai penyeimbang dengan
pengembangan Ilmu Komunikasi yang bertolak dengan pendekatan positivisme/
emprisisme (logico-empirical).
Dalam rentang masa yang panjang, orientasi kajian dalam Ilmu Komunikasi
bergerak di sekitar ini:
7
Audience studies are usually survey type research designed to measure the
amount of interest in various mass media content and the reasonss for it. With print
media audience studies usually in the form of one-time surveys while television
ratings most often use and adaption measured over a period of years. Studies of media
uses ann media credibility, reader interest surveys and broadcast ratings are example
of this type of research.
Message content and design immediately brings to mind the content analysis of
messages, but content analysis can often be used inN conjunction with other research
methods to great advantage. Experimental designs in a laboratory setting are often
used to determine the most effective version of a message to achieve a desired objective
with specific population. Research on the advantages of presenting one side of and
issue or redundancy, the usess of language and various methods of counter persuasion
are examples of message content annd design studies. So are field studies done by
advertising agencies and public realtions firms to determine the most effective form or
versions for their commercials and advertisements. Effect studies involve the planning
and evaluation of the effects of media campaigns as well as the choice of media used.
Studies involving the diffusion of innovations, the function and dysfunction of the
media, the agenda setting function of the media and the effects of vieweing television
violance are obvious examples. In the commercial world, advertisers are interested in
the most effective means of increasing sales, public relations practioners seek the best
ways to improve a corporate image, campaign managers need the means to get a
candidat elected, and statesmen want the best ways to win acceptance for a policy or a
program. Effect studies can utilize many research methods experimental designs,
survey researach, content analysis, case studies, as wel as combinations of them.
Communicator analysis has traditionally been linked with gatekeeper studies
(case studies). Studies dealing with the effects of language on perception and
abstraction can also be classified as communicator analysis. The effects of source
credibility on acceptance of a message are also directly related to communicatio
stdudies. Research into the effects of media chains, conglomerate and crossownership
on the conten of the media are all examples of communicatior analysis. (Severein dan
Tankard, 1979: 271)
Berbagai varian kecenderungan kajian di atas lahir dari pendidikan Ilmu
Komunikasi dengan orientasi positivisme dengan pendekatan kuantitatif. Lebih jauh
lagi orientasi pragmatis yang menggerakkan setiap kajian tersebut menjadikan Ilmu
8
karakteristik yang berbeda, antara lain seperti perbedaan bentuk simbolik yang
digunakan menyebabkan masing-masing media membawa bias intelektual dan
emosional yang berbeda, atau perbedaan aksesibilitas dan kecepatan informasi akan
mengakibatkan perbedaan bias politik, atau perbedaan posisi dalam menghadapi media
komunikasi menyebabkan bias sosial yang berbeda pula.
Dari sini kiranya perlu dikembangkan sudut pandang lain dalam menghadapi
fenomena komunikasi. Pandangan konvensional yang berfokus pada proses
komunikasi, akan menjadi tumpul dalam memandang perubahan moda dan teknologi
komunikasi. Untuk itu fenomena komunikasi perlu didekati melalui dua sisi, yaitu basis
material dan basis sosial yang menjadikannya terwujud. Cara pandang ini akan melihat
basis material dari media pers cetak adalah kertas (termasuk tinta cetak), percetakan
dan jaringan transportasi (alat angkut dan jalan darat, air dan udara). Media penyiaran
berbasis material pada jaringan telekomunikasi yang terdiri atas gelombang
elektromagnetik, perangkat transmisi dan penerima. Sedang basis material media
interaktif adalah jaringan telekomunikasi dan komputer. Setiap basis material bagi
media komunikasi dijalankan dengan basis budaya berupa perangkat lunak (software)
yang spesifik.
Basis material dalam kegiatan media komunikasi perlu dibedakan antara
teknologi yang secara langsung digunakan untuk mewujudkan produk media dan
produk informasi, atau secara tidak langsung berupa teknologi yang memungkinkan
media dan informasi yang diproduksi sampai atau diambil oleh konsumen. Artinya
dengan basis material inilah moda komunikasi dapat diproduksi dan dapat sampai
kepada khalayak. Sedangkan basis sosial dari media komunikasi adalah seluruh aspek
yang memungkinkan media dan informasi diproduksi. Ini mencakup 2 aspek, pertama
bersifat tidak langsung berupa basis politik yang mendasari keberadaan institusional
media komunikasi, dan basis ekonomi dengan logika pasar yang menggerakkan
produksi dan distribusi moda komunikasi. Kedua, aspek bersifat langsung berupa basis
budaya seperti jurnalisme dan seni yang mendasari produksi media dan informasi.
Dalam kajian media, ranah teknologi komunikasi dapat dilihat melalui dimensi
politik dan ekonomi sebagai perspektif dari media komunikasi secara struktural.
Sedangkan permasalahan intrinsik teknologi komunikasi dapat difokuskan pada basis
material dan sosial yang secara langsung mendasari proses produksi media dan
informasi komunikasi. Dari sini dilihat basis budaya yaitu perangkat lunak yang
menggerakkan proses produksi media dan informasi komunikasi. Perangkat lunak ini
11
dapat dibedakan dalam dua tahap, pertama berfungsi untuk menjalankan mesin-mesin
teknologi, dan kedua mendasari proses produksi media dan informasi komunikasi.
Dengan begitu keterlibatan seseorang dalam proses produksi media komunikasi pada
dasarnya adalah pada basis budaya yang dijalankan, apakah berupa perangkat lunak
pada mesin-mesin teknologi komunikasi, ataukah dalam proses produksi media dan
informasi. Kajian media dalam perspektif budaya ini merupakan upaya untuk
menjembatani jurang yang ada di antara kajian komunikasi dan kultur yang dipandang
terpisah, sementara kedua hal pada hakikatnya berkaitan dengan femonema yang sama.
Untuk itu
B. TEORI KOMUNIKASI
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)
dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya.
Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang
dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat
dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan
kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa
nonverbal.
Sejarah komunikasi
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan
kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk
reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif
yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang
terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.
Pada binatang, selain untuk seks, komunikasi juga dilakukan untuk
menunjukkan keunggulan, biasanya dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi
sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak
memungkinkan reaksi-reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal
sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik
otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".
12
13
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk barang antik,
topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi
digambarkan sebagai penemuan yang revolusioner, hal ini dikarenakan peningkatan
teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan
komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang
mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen
sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi
pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam
komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri. Mencari teori
komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena kong terbaik pun tidak akan
berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktivitas. Masingmasing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara
terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri.
Komponen komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak
kepada pihak lain.
Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan
yang disampaikannya.
Proses komunikasi
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut.
1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang
lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang
disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat
simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran
baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung
melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.
media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan
1. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan
isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan
itu sendiri.
2. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan
yang dimaksud oleh si pengirim.
Teknologi komunikasi
Dalam telekomunikasi, komunikasi radio dua-arah melewati Atlantik pertama
terjadi pada 25 Juli 1920. Dengan berkembangnya teknologi, protokol komunikasi juga
turut berkembang, contohnya, Thomas Edison telah menemukan bahwa "halo"
merupakan kata sambutan yang paling tidak berambiguasi melalui suara dari kejauhan;
kata sambutan lain seperti hail dapat mudah hilang atau terganggu dalam transmisi.
Batasan dalam komunikasi
Batasan dalam komunikasi termasuk:
1. Bahasa
2. Penundaan waktu
3. Politik
15
untuk
mengurangi
ketidakpastian,
bertindak
secara
efektif,
16
17
1. Teori-teori Umum (general theories), teori ini merupakan teori yang mengarah pada
bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). Karenanya
teori ini memberi analisa piker suatu teori, terdiri dari:
2. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori ini adalah:
Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu bagian dari
struktur. Sehingga cara pandangnya dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya.
Pendekatan ini menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi.
Karakteristik dari pendekatan ini adalah:
a. Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diacrony
(perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya dalam mengamati suatu
fenomena menggunakan dalil-dalil yang jelas dari suatu kaidah. Perubahan terjadi
melalui tahapan metodologis yang telah baku.
b. Cenderung memusatkan perhatiannya pada akibat-akibat yang tidak diinginkan
(unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan. Pendekatan ini
tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran. Fokus mereka pada
faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran manusia.
c. Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent. Oleh karena
itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris yang cermat.
d. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan objek yanng disimbolkan
dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah
ada.
e. Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini bahasa
harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan ssuatu
secara akurat.
4.
individu yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat
dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana
harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interactionisme
19
simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori
ini adalah: kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun,
memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini
bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of
society). Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi
melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat
ditemukan melalui metode interpretasi. Struktur sosial merupakan produk interaksi,
karena bahasa dan simbol direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya.
Sehingga focus pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur
social, serta bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.
Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat
objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu makna dapat
berubah dari waktu ke waktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok social ke
kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relative dan
temporer.
5.
oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. sementara teori kritis berkembang dari
pemikiran Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School.
Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari
suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak
dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses
aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti
lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan
kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna.
Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik,
tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi
dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan
komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis
20
mengenai
komunikasi
perlu
melibatkan
kritik
mengenai
masyarakat
secara
keseluruhan.
Pendekatan kelompok ini
terutama
sekali
popular di Negara-negara
22
Pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori
semata, tetapi juga memperhitungkan mazhab dan model apa yang dipakai. Mazhab
yang dipakai antara lain mazhab proses dan semiotika. Namun, dalam paper ini saya
tidak membahas teori kontemporer yang dianggap pahlwan revolusioner, tetapi saya
mengajak anda untuk mengkaji lebih detail tentang salah satu teori komunikasi klasik
yang dicetuskan oleh Shannon dan Weaver, yaitu teori matematis atau teori informasi
yang berkembang setelah perang dunia II . Teori yang termasuk ke dalam tradisi
sibernetik ini mengkaji bagaimana mengirim sejumlah informasi yang maksimum
melalui saluran yang ada.
Tentunya teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan dengan
teori-teori lainnya. Apakah teori ini masih relevan atau justru sudah tidak dapat
disentuh sama sekali. Namun, kita tidak bisa menafikkan kontribusi Shannon dan
Weaver dalam memberikan inspirasi ahli-ahli komunikasi berikutnya yang terus
mengembangkan teorinya seperti Gerbner, Newcomb, Westley dan MacLean, dan lainlain.
Teori Informasi
1. Konteks Sejarah
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori
komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini
merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949,
Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan
informatif:
komunikasi
sebagai
transmisi
pesan
dan
bagaimana
transmitter
menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh
gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk
mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik
perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah
komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state
of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia
melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak
23
atau matematis, konsep tidak mengacu pada makna, akan tetapi hanya memfokuskan
titik perhatiannya pada banyaknya stimulus atau sinyal.
Konsep dasar dalam teori ini adalah entropi dan redundansi-konsep yang
dipinjam dari thermodynamics. Kedua konsep ini saling mempengaruhi dan bersifat
sebab akibat (kausatif). Di mana entropi akan sangat berpengaruh terhadap redundansi
yang timbul dalam proses komunikasi.
Entropi
Entropi adalah konsep keacakan, di mana terdapat suatu keadaan yang tidak
dapat dipastikan kemungkinannya. Entropi timbul jika prediktabilitas/kemungkinan
rendah (low predictable) dan informasi yang ada tinggi (high information). Sebagai
contoh ada pada penderita penyakit Aids. Pengidap Aids atau yang lebih sering disebut
OHIDA tidak dapat dipastikan usianya atau kapan ia akan dijemput maut. Ada yang
sampai delapan tahun, sepuluh tahun, bahkan sampai dua puluh tahun, masih bisa
menjalani hidup sebagaimana orang yang sehat. Hal ini dikarenakan ajal atau kematian
adalah sebuah sistem organisasi yang kemungkinannya sangat tidak dapat dipastikan.
Dengan kata lain, semakin besar entropi, semakin kecil kemungkinankemungkinannya (prediktabilitas). Informasi adalah sebuah ukuran ketidakpastian, atau
entropi, dalam sebuah situasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar informasi
yang tersedia dalam proses komunikasi. Ketika sebuah situasi atau keadaan secara
lengkap dapat dipastikan kemungkinannya atau dapat diprediksikan-highly predictable,
maka informasi tidak ada sama sekali. Kondisi inilah yang disebut dengan negentropy.
Redundansi
Konsep kedua yang merupakan kebalikan dari entropi adalah redundansi.
Redudansi adalah sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksikan (predictable).
Karena prediktabilitasnya tinggi (high predictable), maka informasi pun rendah (low
information). Fungsi dari redundan dalam komunikasi menurut Shannon dan Weaver
ada dua, yaitu yang berkaitan dengan masalah teknis dan yang berkaitan dengan
25
perluasan
konsep
redundan
itu
sendiri
ke
dalam
dimensi
sosial.
Fungsi redundansi apabila dikaitkan dengan masalah teknis, ia dapat membantu untuk
mengatasi masalah komunikasi praktis. Masalah ini berhubungan dengan akurasi dan
kesalahan, dengan saluran dan gangguan, dengan sifat pesan, atau dengan khalayak.
Kekurangan-kekurangan dari saluran (channel) yang mengalami gangguan
(noisy channel) juga dapat diatasi oleh bantuan redundansi. Misalnya ketika kita
berkomunikasi melalui pesawat telepon dan mengalami gangguan, mungkin sinyal
yang lemah, maka kita akan mengeja huruf dengan ejaan yang telah banyak diketahui
umum, seperti charlie untuk C, alpa untuk huruf A, dan seterusnya. Contoh lain, apabila
kita ingin mengiklankan produk kita kepada masyarakat konsumen baik melalui media
cetak (koran, majalah, atau tabloid) ataupun elektronik (radio dan televisi), maka
redundansi berperan pada penciptaan pesan (iklan) yang dapat menarik perhatian,
sangat simpel, sederhana, berulang-ulang dan mudah untuk diprediksikan (predictable).
Selain masalah gangguan, redundansi juga membantu mengatasi masalah dalam
pentransmisian pesan entropik dalam proses komunikasi. Pesan yang tidak diinginkan
atau tidak diharapkan, lebih baik disampaikan lebih dari satu kali, dengan berbagai cara
yang sekreatif mungkin.
Fungsi kreatif redundansi ini juga bila dikaitkan dengan khalayak, akan sangat
membantu sekali pada masalah jumlah dan gangguan pesan di dalamnya. Jika pesan
yang ingin disampaikan tertuju pada khalayak yang besar dan heterogen, maka pesan
tersebut harus memiliki tingkat redundansi yang tinggi, sehingga pesan yang
disampaikan akan berhasil dan mudah dicerna. Sebaliknya, jika khalayak berada pada
jumlah yang kecil, spesialis, dan homogen, maka pesan yang akan disampaikan akan
lebih entropik.
Contoh dari fungsi redundansi di atas misalnya pada pemaknaan seni populer
(popular art) yang lebih redundan dari pada seni bercita rasa tinggi (highbrow art). Hal
ini dikarenakan seni populer lebih mudah untuk dicerna dan dipahami oleh banyak
khalayak dari pada seni bercita rasa tinggi di mana khalayak yang mengerti hanya
beberapa golongan elit saja. Selain masalah di atas, konsep redundansi juga bisa
diperluas hubungannya dengan konvensi dan hubungan realitas sosial masyarakat.
26
model teorinya. Padahal dalam konsep analogi pesawat telepon yang ia kemukakan,
konsep umpan balik sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan
komunikasi. Hal ini dikarenakan teori yang ia kaji hanya melihat komunikasi sebagai
fenomena linear satu arah.
Teori informasi (matematis) yang ia kaji hanya melihat komunikasi dari faktor
komunikator yang dominan. Padahal penerima sebagai komunikan pun adalah bagian
dari proses komunikasi yang akan terlibat jika konsep umpan balik ia masukkan. Selain
itu umpan balik juga justru bisa memberitahukan kegagalan dalam komunikasi. Sebagai
contoh, ketika seseorang menelpon dan yang ditelepon tidak melakukan reaksi apapun,
atau mungkin sinyal di udara lemah, maka reaksi diam penerima sebenarnya adalah
umpan balik bagi sumber atau penelpon. Selain konsep umpan balik yang tidak diusung
dalam teori informasi, sebenarnya, Shannon dan weaver juga tidak mengkaji detil
tentang peranan medium (media) dalam teorinya. Ia hanya terfokus pada fungsi saluran
atau transmitter. Padahal konsep medium tidak dapat dipisahkan dari konsep transmisi
yang ia usung sebelumnya.
Secara garis besar, jika dibandingkan dengan teori kontemporer, misalnya,
interaksionisme simbolik, model teori Shannon dan Weaver ini terlalu sederhana.
Padahal komunikasi terdiri dari banyak aspek seperti yang dikatakan Schramm sebagai
area studi Multidisipliner. Ia akan selalu berkaitan dengan ilmu sosial, psikologi,
kejiwaan, teknologi, bahkan perang.
Teori informasi
Teori informasi (Inggris: information theory) adalah disiplin ilmu dalam
bidang matematika terapan yang berkaitan dengan kuantisasi data sehingga data atau
informasi itu dapat disimpan dan dikirimkan tanpa kesalahan (error) melalui suatu
kanal komunikasi. Entropi informasi (information entropy) sering dipakai sebagai alat
untuk maksud ini, dan biasanya dinyatakan sebagai banyaknya bit rerata yang
diperlukan untuk penyimpanan dan pengiriman informasi tersebut. Sebagai contoh, jika
keadaan cuaca harian dinyatakan dengan entropi 3 bit, maka kita katakan bahwa cuaca
itu mempunyai rata-rata 3 bit tiap harinya.
28
Aplikasi dari topik dasar dalam teori informasi meliputi kompresi data tanpa
cacat (lossless data compression, pada file ZIP misalnya), kompresi data (lossy data
compression, pada file MP3, misalnya), dan pengkodean kanal (channel coding, pada
saluran DSL, ADSL dll). Biasanya teori informasi merupakan titik temu dari bidang
bidang matematika, statistika, ilmu komputer, fisika, neurobiologi, dan teknik listrik
serta komputer. Implementasi dari teori ini berdampak langsung dengan misi ruang
angkasa, pemahaman mengenai lubang hitam dalam galaksi, dengan penelitian
linguistika dan persepsi manusia, dengan jaringan komputer, jaringan Internet serta
jaringan telepon genggam.
Rumus ini jika diterapkan pada suatu sumber informasi, dapat menentukan kapasitas
dari saluran yang diperlukan untuk mengirim data yang diterjemahkan ke dalam digit
biner.
Artikel bertopik matematika ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya.
29
Sosio-Psikologi
(komunikasi
merupakan
pengaruh
antarpribadi)
3. Tradisi Retorika (komunikasi sebagai ilmu bicara yang sarat seni) Ada enam
keistimewaan yang mencirikan tradisi ini:
a. Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang.
b. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi
adalah cara yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
c. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara mencoba
mempengaruhi seorang audiens dari sekian banyak audiens melalui pidato yang
jelas-jelas bersifat persuasive. Public speaking pada dasarnya merupakan
komunikasi satu arah.
d. Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang
pemimpin harus mampu menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu dengan
lantang menyuarakannya.
31
atau refleksi tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara
kita memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
Secara fungsional, bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan
gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di
antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan
dengan kata-kata dan kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh;
terhadap buah pisang, orang sunda menyebutnya cau dan orang jawa menyebutnya
gedang. Secara formal, bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai tata
bahasa/ grammarnya tersendiri. Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa Indonesia yang
berbunyi dimana saya dapat menukar uang ini?, maka akan ditulis dalam bhasa
Inggris where can I Change some money?
6. Tradisi Kritis (komunikasi adalah refleksi penolakan terhadap wacana yang tidak
adil).
Tiga asumsi dasar tradisi kritis:
a. Menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuwan kritis
menganggap perlu untuk memahami pengalaman orang dalam konteks.
b.Mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya mengungkap struktur-struktur yang
seringkali tersembunyi
Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan
sebutan Frankfurt School. Para teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis.
Kelompok ini telah mengembangkan suatu kritik sosial umum, di mana komunikasi
menjadi titik sentral dalam prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan
focus yang sangat penting di dalamnya. Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max
Horkheimer, Theodore Adorno serta Herbert Marcuse. Pemikirannya disebut dengan
teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di Jerman, mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana
mereka menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur
penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika. Teori kritis
menganggap tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam
33
masyarakat melalui analisis dialektika. Teori kritis juga memberikan perhatian yang
sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi merupakan
suatu hasil dari tekanan antara kreativitas individu dalam memberi kerangka pesan dan
kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut. Salah satu kendala utama pada
ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan dalam masyarakat
menciptakan suatu bahasaa penindasan dan pengekangan, yang membuat kelas pekerja
menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk keluar dari situasi
tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru
yang
memungkinkan
diruntuhkannya
paradigma
dominan.
Hal
itulah
yang
diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh terkemuka kelompok Franfurt School di era
berikutnya. Habermas menaruh perhatian khusus pada dominasi kepentingan teknis
dalam masyarakat kapitalis kontemporer. Dalam masyarakat seperti itu, public dan
swasta terjalin sampai pada tingkat di mana sector public tidak mampu
mempertahankan diri terhadap penindasan kepentingan teknis swasta. Idealnya, public
dan swasta seimbang, dan sector public harus cukup kuat untuk memberikan suatu
iklim bagi kebebasan gagasan dan debat. Dari bahasan tersebut, jelaslah bahwa
Habermas menilai komunikasi sangat penting bagi pembebasan. Bahasa sendiri
merupakan hal pokok bagi kehidupan manusia, dan bahasa menjadi alat di mana
kepentingan pembebesan dapat dipenuhi. Karenanya, kompetensi komunikasi
diperlukan untuk partisipasi yang efektif dalam pengambilan keputusan.
7. Tradisi Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain melalui
dialog)
Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi yang mengagumkan, pada dasarnya
menunjukkan analisis terhadap kehidupan sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi
adalah pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada
pengalaman subyektifnya. Bagi seorang fenomenologis, cerita kehidupan seseorang
lebih penting daripada axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis, Carl Rogers
percaya bahwa kesehatan kliennya akan pulih ketika komunikasinya menciptakan
lingkungan yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia menggambarkan tiga kondisi
yang penting dan kondusif bagi perubahan suatu hubungan dan kepribadian, yakni:
34
Ada beberapa tokoh dalam perkembangan studi awal komunikasi antara lain:
a. CORAX DAN TISIAS
Teori komunikasi pertama yang dikembangkan di Greece adalah oleh Corax dan
kemudian disusun kembali oleh muridnya Tisias. Teori ini berkaitan dengan berbicara
di ruang pengadilan sebagai ketrampilan persuasi.tisias meyakini bahwa persuasi
adalah suatu seni yang kemudian disebut retorika. Corax dan Tisias mengembangkan
konsep organisasi pesan, yaitu terdiri dari introduction, body, dan kesimpulan.
b.PROTAGORAS
Dia mengembangkan tentang debat. Dia mengajarkan bagaimana seharusnya
mennajdi seorang pembicara yang baik.
c. GORGIAS DARI LEONTINI
Dia mengajarkan tentang penggunaan emosional dalam pidato persuasif,
penggunaan gaya dan figur-figur yang tepat untuk suatu pidato.
d.ISOCRATES
Dia mengajarkan bagaimana seorang orator seharusnya dilatih dengan seni
liberal dan bagaimana menjadi seorang yang baik.
e. ARISTOTELES
Aristoteles dan gurunya Plato adalah tokoh sentral dalam studi komunikasi awal
ini. Keduanya yang mengibarkan bahwa komunikasi adalah sebuah seni untuk
dipraktekkan dan sebagai area studi. Dia mendeskripsikan komunikasi menjadi suatu
orator atau speaker yang memberikan suatu argument untuk dipresentasikan dalam
suatu pidato untuk pendengar atau audience. Karya klasiknya adalah The Rhetoric,
yang berisi 3 buku yang menekankan pada the speaker, the audience dan speech. Dalam
bukunya yang pertama yang memfokuskan pada persuasi yang mengenalkan ethos
(sifat sumber), pathos ( emosi dari audience) dan logos ( sifat dari pesan yang
disampaikan sumber kepada audience). Buku kedua menekankan pada sifat audience
36
dan bagaimana pembicara dapat membangun emosi audience. Menurut dia faktor
demografi mempengaruhi audience (termasuk usia dan kelas sosial) dalam menerima
pesan.Dan buku ketiga menekankan pada gaya dan bagaimana suatu pesan
dikonstuksikan dan diterima.
f. AUGUSTINE
Dia mengapliksikan komunikasi dalam melakukan interpretasi dari Bible dan
tulisan religious lainnya. Dia menyatukan aspek praktis dan teoritis dari studi
komunikasi.
g. SIR FRANCIS BACON
Dia mengenalkan pembuatan pidato dan penulisannya yang di susun untuk
tujuan praktis.
h. PLATO
Dalam tulisannya Plato menggarisbawahi pentingnya mempelajari retorika yang
memberikan kontribusi untuk dapat menjelaskan perilaku manusia. Bidang ini
mempelajari sifat kata-kata, sifat manusia, cara mereka hidup, dan segala yang dapat
mempengaruhi manusia dalam kehidupannya.
i.
CICERO
Dia mengembangkan teori retorika dan melihat komunikasi sebagai persoalan
akademik dan praktis. Pandangannya bahwa komunikasi adalah komprehensif yang
melibatkan seluruh domain ilmu sosial.
j. QUINTILIAN
Dia mengajarkan bagaimana cara menjadi seorang komunikator yang baik itu
perlu dididik.
37
3. JURNALISME
Praktek jurnalistik dimulai pada tahun 3700 tahun lalu di Mesir, ketika laporan
peristiwa-peristiwa pada waktu dituliskan pada makam raja Mesir. Julius Caesar, dan
mempunyai laporan resmi mengenai berita-berita sehari-hari yang ditempatkan di
tempat-tempat public. Berita itu diperbanyak dan dijual. Pada awalnya surat kabar
merupakan campuran dari newsletter, balada, proklamasi, brosur politik, dan pamphlet
yang menggambarkan berbagai kejadian. Pertengahan 1600 an muncul surat kabar
modern. Surat kabar AS pertama Public Occurences Both Foreign and Domestic terbit
tahun 1690 di Boston.
4. TAHUN
1900-AN-1930-AN
PERKEMBANGAN
PIDATO
DAN
JURNALISME
Awal abad 19 pidato muncul sebagai sebuah disiplin tersendiri di AS:
a. Tahun 1909 dibentuk (Eastern States Speech Association).Tahun 1910
mengadakan konferensi tahunan pertama.
b. Tahun 1914 terbentuk The National Association of Teachers of Public
Speaking(sekarang Speech Communication Association)
c. Tahun 1915 terbit jurnal Quaterly Journal of Public Speakingdiikuti journal
Quaterly Journal of Speech.
kontribusi pada usaha persuasive. Kurt Lewin dan koleganya memimipin penelitian
pada kelompok dinamik. Carl Hovland dan Paul Lazarfeld melakukan riset awal pada
komunikasi massa. Ilmuwan sosiologi dan politik mempelajari sifat media massa dalam
berbagai aktifitas social dan politik misalnya voting behaviour.Dalam bidang zoology
mengkaji mengenai komunikasi diantara binatang-binatang.Demikian juga bidang
linguistic , sematik umum, dan semiotic yang memfokuskan pada sifat bahasa dan
perannya dalam kehidupan manusia yang mendorong studi ilmu komunikasi. Dalm
retorika dan pidato pada akhir tahun 1940an dan 1950an mengkaji mengenai
interpretasi oral, suara,dan diksi, debat, theater,fisiologi pidato,dan patologi
pidato.Jurnalisme dan studi media massa memberi perhatian pada sifat dan efek media
massa dan komunikasi massa.
Sampai akhir tahun 1950an mulai terbentuk The National Society for the Study
of Communication (sekarang The International Communication Association)dengan
tujuan
membuat
satu
kesatuan
hubungan
antara
pidato,
bahasa,
dan
39
Pada tahun 1960 an para ilmuwan melakukan sintesa dari retorika dan pidato,
jurnalisme dan media massa, dan disiplin ilmu social lainnya.kontribusi pada integrasi
ini ditandai dengan berbagai buku antara lain The Process of Communication(1960),
The Effect s of Mass Communication(1960), On Human Communication(1961),
Diffusion of Innovations (1962), The Science of Human Commnunication (1963),
Understanding Media(1964), and Theories of Mass Communication(1966).
Komunikasi menarik minat beberapa displin lain selama decade 1960an. Para
ahli sosiologis memfokuskan pada dinamika kelompok, relasi social, asal pengetahuan
social.
Para
ilmuwan
politik
menulis
tentang
peran
komunikasi
dalam
7.
TAHUN
1970-AN
DAN
AWAL
1980-AN
PERTUMBUHAN
DAN
SPESIALISASI
Dalam periode ini beberapa bidang kajian mulai popular. Perluasan dan
spesialisasi bidang mencapai tingkatan tinggi pada periode ini. Komunikasi
interpersonal menjadi bidang yang popular seperti mempelajari interaksi nonverbal,
ilmu informasi, teori informasi dam sistem informasi dan komunikasi merupakan topic
lainnya yang juga menarik. Dismaping itu pada tahun yang sama komunikasi
kelompok, organisasi, politik, internasional dan intercultural bermunculan sebagai area
studi.
Media baru dan media penyatu. Pengaruh ekonomi dan pasar. Komunikasi sebagai
proses. Memperkuat hubungan antardisiplin:
a. Psikologi kognitif ( persepsi,interpretasi, penyimpanan dan penggunaan
informasi).
b. Kajian kritis dan budaya (pengaruh sejarah, social, dan budaya pada
penciptaan, transmisi, interpretasi, akibat dan penggunaan pesan)
c. Ekonomi (produksi dan konsumsi informasi sebagai sumberdaya ekonomi)
d. Ilmu komputer dan rekaya elektrik (penyimpanan, mendapatkan kembali,
manipulasi dan transmisi informasi
e. Ilmu informasi(klasifikasi, managemen dan penyimpanan infromasi)
f. Jurnalisme (sumber infromasi, isi, komunikasi public dan media massa)
g. Sastra (penciptaan dan interpretasi pembaca pada materi teks)
h. Pemasaran (kebutuhan dan pilihan pengguna untuk adopsi dan penggunaan
pesan, produk dan layanan)
i. Filsafat( dimensi dari proses komunikasi individual dan media massa)
E. MOBILITAS PENDUDUK
1. Pengertian dan Bentuk Mobilitas Penduduk
Pertumbuhan penduduk di suatu negara dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
fertilitas, mortalitas dan moilitas penduduk. Peranan mobilitas penduduk terhadap laju
pertumbuhan penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainnya berbeda-beda.
Istilah mobiltas penduduk diartikan menjadi gerak penduduk seperti yang dinyatakan
oleh Mantra (1985:15): Mobilitas penduduk yaitu semua gerak penduduk dalam waktu
41
tertentu dan batas wilayah administrasi tertentu seperti batas propinsi, kabupaten,
kecamatan dan sebagainya. Sedangkan menurut Sumaatmadja (1981:147), bahwa:
Pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, baik untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi maupun untuk memenuhi kebutuhan sosial lainnya.
Tingkah laku manusia dalam bentuk perpindahan tadi, erat hubungannya
dengan faktor-faktor geografi pada ruang yang bersangkutan. Faktor-faktor
terseut meliputi faktor fisis dan non fisis. Bentuk permukaan bumi, elevasi,
vegetasi, keadaan cuaca merupakan faktor fisis yang mempengaruhi gerak
berpindah yang dilakukan manusia. Alat transportasi, kegiatan ekonomi, biaya
trasportasi, kondisi jalan, dan kondisi sosial budaya setempat merupakan faktor
non fisis yang mendorong manusia untuk beranjak dari tempat asalnya.
Dari kedua pendapat di atas jelas, bahwa mobilitas penduduk merupakan
pergerakan atau perpindahan secara horizontal dari satu wilayah ke wilayah lainnya
dengan faktor pendorong dan bentuk yang berbeda-beda. Ada yang didorong oleh
faktor fisis misalnya karena bencana alam, ada faktor non fisis misalnya ekonomi dan
pendidikan. Bentuknya ada yang bersifat sementara ada juga yang bersifat permanen
atau menetap. Sedangkan mobilitas vertikal mengandung pengertian perubahan status
atau kedudukan sesorang dalam masyarakat.
Perbedaan antara mobilitas penduduk yang bersifat sementara dengan mobilitas
penduduk yang bersifat permanen terletak pada ada atau tidaknya niatan untuk menetap
di tempat tujuan. Apabila sesorang yang pergi ke daerah lain tetapi sejak semula sudah
bermaksud kembali ke daerah asal, maka perpindahan tersebut hanya bersifat
sementara. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Pardoko (1986:10) bahwa:
Migrasi adalah perpindahan tempat tinggal seseorang dari satu tempat ke tempat
lain dan biasanya ada di luar batas administrasi, karena itu biasanya tinggal di
tempat yang baru, maka migrasi itu disebut migrasi permanen. Istilah ini
dipakai untuk membedakan perpindahan seseorang ke suatu tempat yang
sifatnya sementara, dan pada suatu saat tertentu pulang untuk beberapa waktu
ke tempat tinggal yang tetap. Migrasi ini disebut migrasi sirkuler dan bersifat
non-permanen.
Sementara Daldjoeni (1981:121) mengemukakan ada tiga bentuk mobilitas
penduduk, yaitu sebagai berikut:
1. Mobilitas fisik (moilitas geografis), yaitu berpindahnya penduduk dari
suatu tempat ke tempat lain.
2. Mobilitas sosial, dimana mereka yang bersangkutan berganti statusatau
pekerjaan.
3. Mobilitas psikis, mereka yangbersangkutan mengalami perubahan sikap
yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
42
Mobilitas penduduk secara permanen disebut juga migrasi, yaitu orang yang
berpindah mempunyai niat untuk menetap di daerah tujuan. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Rusli (1996:136) bahwa:
Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat
secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu)
dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari satu unit geografis
lainnya. Unit geografis sering berarti administratif pemerintah baik berupa
negara maupun bagian-bagian dari negara. Migrasi adalah salah satu bentuk
gerak penduduk geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari
tempat asal ke tempat tujuan.
Mobilitas penduduk non-permanen terjadi apabila seseorang pindah ke daerah
lain dengan tidak ada tujuan untuk menetap, tetapi kembali ke daerah asal dalam
jangka waktu tertentu. Penduduk desa banyak yang memilih pola mobilitas nonpermanen karena ada faktor-faktor lain yang dapat mengikat mereka untuk tetap tinggal
di desa seperti keluarga dan sumber pendapatan yang ada di daerah asal. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Mantra (1985:15) bahwa: Faktor-faktor yang menyebabkan
mobilitas non-permanen lebih banyak dari mobilitas permanen.
44
45
46
Kemudian pengaruh lain dari mobilitas penduduk antara lain terhadap sosial
budaya yaitu gaya hidup (life style), status dan peranan wanita, kehidupan sosial,
partisipasi politik dan seagainya merupakan dampak dari adanya mobilitas penduduk.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Abustam (1989:70) sebagai berikut:
Dampak gerak penduduk bagi rumah tangga dan komunitasnya di daerah asal
antara lain menambah pendapatan rumah tangga, meningkatkan status sosial
dan mutu hidup rumah tangga, mempercepat penerimaan ide-ide baru,
berkurangnya tenaga kerja dan meningkatnya kemampuan membaca dan
menulis, partisipasi ekonomi yang luas; pola perilaku dengan empati yang
tinggi dan pada akhirnya mengakibatkan perubahan sosial dan ekonomi pada
masyarakat pedesaan.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya mobilitas penduduk
ini salah satunya berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian, mengingat komoditas
yang dihasilkan kurang berarti agi mereka dan resiko investasi di sektor pertanian
kemungkinan
pergeseran orientasi kegiatan masyarakat desa, yang semula bersifat sosial dan
kekeluargaan bergeser menjadi lebih bersifat komersial, dimana segala sesuatu harus
diimbangi dengan materi.
1. Dampak Mobilitas Penduduk bagi Daerah Tujuan
Gejala mobilitas penduduk sering dipandang sebagai masalah terutama
mobilitas penduduk dari desa ke kota. Adanya kebijakan yang berusaha menahan arus
mobilitas penduduk terutama dari desa ke kota adalah wujud dari adanya kekhawatiran
terhadap dampak negatif dari mobilitas penduduk tersebut.
Pandangan negatif terhadap mobilitas penduduk, merujuk pada suatu masalah
yang ditimbulkan sebagai akibat mobilitas penduduk terutama dari desa ke kota itu
meliputi timbulnya unsur-unsur marginal (pedagang kaki lima, gubuk-gubuk liar,
gelandangan, dan lain-lain), pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, kemacetan
lalu lintas, pengangguran, dan sebagainya. Namun kenyataannya urbanisasi juga
banyak membawa manfaat bagi kota atau daerah tujuan, hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Suharso (1972:27-28) bahwa:
Kalau kita renungkan sejenak dan meneliti siapa-siapa yang turut ambil bagian
dalam proses uranisasi tersebut, dimana komponen terdiri erbagai ragam orang,
dengan berbagai ragam pula keterampilan yang dimilikinya, maka kita akan
cepat pula menarik kesimpulan bahwa urbanisasi dapat dipakai sebagai pertanda
adanya angin pemangunan. Sebagai contoh orang-orang yang bedagang di
pinggir jalan, sampai toko-toko mentereng, orang-orang seagai pemegang
tampuk pimpinan baik sipil maupun militer, bukankah mereka juga sama
merupakan pendatang. Dilihat dari sudut lain, pembangunan umpamanya,
47
dengan lengkap, perubahan sosial adalah suatu proses yang luas, lengkap yang
mencakup suatu tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial tidak hanya dilihat
sebagai serpihan atau kepingan dari peristiwa sekelompok manusia tetapi fenomena itu
menjadi saksi adanya suatu proses perubahan empiris dari kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu daya serap perubahan sosial akan selalu merembes ke segala
segi kehidupan yang dihuni oleh manusia, khususnya dalam sektor pendidikan.
Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi pendidikan
yang berlangsung. Intervensi kekuatan proses tersebut juga mencakup semua proses
pendidikan yang terjadi di berbagai sektor lain masyarakat. Baik dari tingkat basis
keluarga sampai interaksi antar pranata sosial. Sebagai bagian dari pranata sosial,
tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam hukum-hukum perubahan sosial yang
terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikan sebagai wadah pengembangan
kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut
menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu
pada kualitas masyarakat sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas
pribadi-pribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan
yang cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kemajuan.
Mengingat begitu eratnya keterkaitan perubahan social dengan pendidikan maka
pembahasan perubahan sosial menempati ruang tersendiri dalam analisa sosiologi
pendidikan. Sebagai bagian dari gejala sosial maka upaya untuk mengupas perubahan
sosial akan tetap merujuk pada ilmu induk yang menaunginya yakni sosiologi.
1. Teori Perubahan Sosial
Berbicara mengenai perubahan sosial tidak lepas dari konteks filsafat barat,
yaitu suatu pandangan terhadap kemajuan manusia dalam masyarakat yang ditimbulkan
oleh kemajuan masyarakatnya. Ilmu pengetahuan yang berasal dari barat ditopang oleh
dua kelompok pemikiran utama yaitu filsafat yunani dan perilaku kehidupan kekristenan yang sifatnya progresif dan perfeksionistis.
Dalam filsafat yunani intinya memiliki beberapa pemikiran yang sifatnya
konsisten menghubungkan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dimana
masyarakat yunani mengutamakan prinsip empiris yang menghubungkan perilaku
manusia dalam alam lingkungannya. Lingkungan alam sebagai obyek terdekat manusia
menjadi pusat rujukan kesadaran memahami dunia. Dengan melihat hukum
50
53
tadinya memihak kelas kapitalis menjadi mode produksi yang berbasis dari kaum
tertindas (para pekerja).
c) Tentang Surplus Value
Konsep ini lebih mengupas tentang keuntungan berlebih yang seharusnya menjadi
hak para buruh. Namun karena kekuasaan alat-alat produksi maka hak itu diambil
alih secara sepihak oleh pemilik modal. Sebagaimana diungkap oleh Salim
(2002), ada dua keuntungan yang diperoleh pengusaha yaitu:
(1) Keuntungan utama, yang diperoleh melalui sisa waktu lebih dari kerja buruh.
Namun dalam prosesnya buruh tidak pernah menerimanya sehingga tidak
merasa dirugikan. Sehingga keuntungan itu diraup oleh pengusaha dan secara
sepihak dianggap sebagai haknya yang sah.
(2) Keuntungan sekunder, yakni ukuran harga jual barang hasil produksi dengan
mengacu pada biaya produksi, tanpa memperhitungkan harga tenaga yang
dikeluarkan oleh buruh.
Dalam kondisi tersebut sebenarnya telah terjadi penghisapan secara terselubung,
yang dari masa ke masa senantiasa menyulitkan posisi buruh dalam menuntut
haknya.
d) Dinamika Perubahan Sosial Menurut Marx
Acuan konsep materialisme historis telah menegaskan bahwa sejarah perubahan
dan perkembangan manusia selalu berlandaskan pada kondisi sejarah kehidupan
material manusia. Dalam hal ini mode produksi, sebagai basis ekonomi dan
infrastruktur masyarakat sangat mempengaruhi proses hubungan-hubungan sosial
yang terjadi. Uraian refleksi sejarah masyarakat menurut Marx berangkat dari
masyarakat primitif tanpa kelas. Lalu disusul masyarakat feodalis, dimana
kapitalisme dalam tahap awal sudah mulai nampak. Kemudian masyarakat akan
beranjak menuju masyarakat industrialis kapitalis, dimana sumber daya kekuatan
ekonomi telah dikuasai oleh para pemilik modal dan melangsungkan serangkaian
proses penghisapan yang merugikan kalangan pekerja. Pada akhirnya, asumsi
Marx menyatakan bahwa kapitalisme akan menemui kehancurannya sendiri, dan
segera masyarakat pekerja mampu mengambil alih perangkat-perangkat produksi.
Dalam tahap selanjutnya seluruh sumber daya yang ada menjadi milik bersama
dan masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat komunis. Dalam
masyarakat tersebut penggambaran Marx menekankan bahwa pola pikir
masyarakat sangat rasional dimana dalam struktur kehidupan sudah bertahtakan
54
ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi. Sumber daya material itu tidak merugikan
pihak-pihak tertentu karena struktur sosial sudah menghapus kelas sebagai sarang
diskriminasi dan ketidakadilan.
Dari paparan diatas, maka secara garis besar dapat ditangkap beberapa formulasi
penting menurut Marx mengenai dinamika perubahan sosial :
(1) Perubahan sosial berpusat pada kemajuan cara atau teknik produksi material sebagai
sumber perubahan sosial-budaya. Pengertian tersebut meliputi pula perkembangan
teknologi dan penemuan sumber daya baru yang berguna dalam aktivitas produksi.
Bagi Marx, teknologi tinggi tidak dapat menghadirkan kesejahteraan sebelum
semuanya dikuasai langsung oleh kaum pekerja. Justeru teknologi menjadi petaka
apabila masih bernaung dibawah kekuatan para pemilik modal.
(2) Dalam perubahan sosial selain kondisi material dan cara berproduksi, maka yang
patut diperhatikan adalah hubungan sosial beserta norma-norma kepemilikan yang
tersusun berkat keberadaan sumberdaya di tangan pemilik modal. Harapan yang
diinginkan bahwa tahap kehidupan komunal menjanjikan masyarakat manusiawi.
Dimana motif dan ambisi individual berganti menjadi solidaritas bersama yang
menempatkan pemerataan sebagai landasan berkehidupan.
(3) Asumsi dasar dari hukum sosial yang bisa ditangkap bahwa manusia menciptakan
sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan
materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam
proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarah dibatasi
oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada.
Dari ketiga formulasi tersebut bagi Marx, perubahan social hanya mungkin
terjadi karena konflik kepentingan materiil. Konflik sosial dan perubahan sosial
menjadi satu pengertian yang setara, karena perubahan sosial berasal dari adanya
konflik kepentingan material tersebut akan melahirkan perubahan sosial.
2) MaxWeber (1864-1920)
Paparan yang terurai dari penjelasan tentangWeber di bawah ini sebagian besar
diambil dari buku Teori Sosiologi Klasik dan Modern karangan Doyle Paul Johnson
(1986). Suatu sumbangsih pemikiran yang paling dikenal oleh public berkaitan dengan
Weber dalam sosiologi adalah telaah Weber yang cukup detail membahas kiprah akal
budi (rasio) yang dominan dalam masyarakat barat. Dalam masyarakat barat model
rasionalisme akan mewarnai semua aspek kehidupannya. Orang barat tampaknya hidup
55
kehidupan rasionalitas ini bisa menggerakkan banyak perubahan sosialmengubah perilaku kehidupan orang-perorang secara kontekstual.
b) Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
Dua bentuk semangat ini merupakan hasil telaahan Weber mengamati bentuk
kemajuan awal kapitalisme di eropa barat yang mendapat dorongan dari ajaran
protestan secara bersamaan. Masyarakat barat yang dikenal mengunggulkan
rasionalitas instrumental (yakni rasionalisme yang paling tepat-guna/efisien serta
efektif demi mencapai tujuan) hadir bersama-sama dengan etika protestan. Weber
menekankan bahwa karakteristik ajaran protestan yang mendukung masyarakat
yakni, melihat kerja sebagai panggilan hidup. Bekerja tidak sekedar memenuhi
keperluan, tetapi tugas yang suci. Bekerja adalah juga pensucian sebagai kegiatan
agama yang menjamin kepastian akan keselamatan, orang yang tidak bekerja adalah
mengingkari sikap hidup agama dan melarikan diri dari agama. Dalam kerangka
pemikiran teologis seperti ini, maka semangat kapitalisme yang bersandar pada
cita-cita ketekunan, hemat, berpenghitungan, rasional dan sanggup menahan diri
menemukan pasangannya. Dengan demikian terjalinlah hubungan antara etika
protestan dengan semangat kapitalisme, hal ini dimungkinkan oleh proses
rasionalisasi dunia, penghapusan usaha magis, yaitu suatu manipulasi kekuatan
supernatural, sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan. Perkembangan
rasionalisme masyarakat sesuai dengan konsepsi Weber bergerak dari jenis-jenis
rasional sesuai tahap-tahap tertentu. Pada awalnya, model rasionalitas bermula dari
masyarakat agraris lalu menuju masyarakat industri.
c) Tentang Birokrasi
Birokrasi merupakan agen perubahan sosial. Menurut Weber, birokrasi meliputi
birokrasi pemerintah maupun birokrasi yang dikelola oleh kaum swasta. Semua
produk asumsi mengenai birokrasi acuan Weber, yakni birokrasi merupakan produk
berpikir barat yang dibangun azas kemodernan sehingga sesuatu yang barat adalah
rasional. Konsepsi birokrasi adalah sistem kerja yang memberi wewenang untuk
menjalankan kekuasaan. Birokrasi berasal dari dua konsep kata (bureau + cracy).
Beareau adalah kantor yang menjadi alat dari manusia dalam hal ini adalah
seperangkat peran yang menghasilkan basis kekuasaan dengan berlandaskan pada
aturan-aturan yang baku. Cracy adalah kekuatan yang kemudian menghasilkan
kewibawaan. Birokrasi bagi Weber merupakan hasil dari tradisi rasional masyarakat
barat yang dicerminkan ke dalam aplikasi lembaga kerja manusia yang mengurusi
57
pekerjaan.
Ide-ide
yang
dominan
berkembang
akan
mencerminkan dinamika interaksi hubungan antar profesi atau seprofesi, oleh karena
itu kohesi sosial yang paling kuat terbentuk
dari ikatan pekerjaan.
b. Dialog Tiga Tokoh Klasik dalam Konsepsi Perubahan Sosial
Kajian teoritis dari perubahan sosial menurut tiga tokoh sosiologi klasik ini
sudah sangat dikenal di-Eropa sejak dua abad silam. Lalu kemudian berkembang
menjadi mainstream berpikir para ahli muda yang hidup setelah generasi mereka.
Terlihat jelas ketiga tokoh itu memiliki spesifikasi epistemologi yang berbeda secara
teoritik, sehingga melahirkan paradigma teoritik tersendiri.
Ketiga pemikir itu berkembang menjadi suatu acuan besar mana kala banyak
orang belajar tentang sosiologi, sejauh itu ketiganya banyak mewarnai cara-cara
berpikir, melahirkan asumsi-asumsi, dasar teoritik dan kemudian menjadikan
paradigma besar dalam sosiologi.
Menurut pengamatan ketiga tokoh peletak sosiologi itu memiliki pendapat yang
saling menyambung, atau bisa saja dikatakan saling melengkapi. Namun disisi lain
pemikiran mereka sebenarnya merupakan upaya saling mengkritisi satu sama lain.
Dalam hal ini Karl Marx bahkan berperan sebagai pengantar awal yang menjadi acuan
tindakan saling kritis dengan pemikiran Emile Durkhiem dan MaxWeber yang datang
kemudian.
Pandangan tentang dunia dan perubahan sosial dari ketiga pemikir sosiologi itu
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Konsep perubahan sosial dapat muncul dari dua kubu yang saling mencari pengaruh,
yaitu kubu materialisme (dipelopori Marx dan Durkhiem) dan kubu idealisme
60
dipoelopori oleh Weber. Pemikiran Weber pada awalnya setuju dengan ide dasar
pemikiran Marx, namun ia tidak setuju menempatkan manusia sebagai robot, karena
individu memiliki tempat terhormat. Dalam proses perubahan sosial, Marx
menempatkan kesadaran individu, sejajar dengan kesadaran kelas, ideologi dan
budaya yang kemudian medium perantara antara struktur dan individu.
2) Weber dan Marx tampaknya setuju untuk menolak idealism Hegel, yang menyatakan
bahwa didunia ada yang mendominasi yakni semangat nasionalisme. Sementara
Durkhiem lebih terfokus mengamati semangat kelompok yang mengikat anggota
sehingga dapat dijadikan sebagai unit analisa. Kekuatan Durkhiem memang terletak
pada analisis tentang perilaku masyarakat dalam fakta sosial. Pada kesempatan ini
Weber, mengakui bahwa masyarakat memang merupakan unit analisa tetapi tidak
memiliki kekuatan determenistis diikat oleh spirit yang seragam. Masyarakat
memiliki dinamika sendiri-sendiri yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Bagaimanapun masyarakat tetap merupakan unit yang kompleks dan dapat dianalisa
secara beragam. Pada Masyarakat modern (Weber dan Marx) memiliki kesamaan
pandangan, bahwa masyarakat itu diikat oleh spirit dalam struktur kapitalis.
Perubahan sosial adalah suatu fenomena yang sama, tapi ketiga tokoh tersebut
menjelaskan dengan perspektif dan teori yang berbeda. Bagi Marx, perubahan sosial
dipacu dengan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat terjadi
sangat cepat. Sebagai akibatnya mode produksi masyarakat mengalami perubahan
sangat cepat dan mendasar. Menurut pandangan Weber, dinyatakan bahwa sebelum
terjadinya perubahan teknologi terlebih dahulu terjadi perubahan gagasan baru
dalam pola pemikiran masyarakat (dalam hal ini Weber memfokuskan Etika
Protestan sebagai pendorong berkembangnya semangat kapitalisme). Di setiap
masyarakat ada suatu sistem nilai yang hidup dan tumbuh secara khusus, yang
membedakan masyarakat satu dengan lainnya. Nilai yang merupakan gagasan
tersebut akhirnya menjadi kekuatan dominan dari suatu kelompok masyarakat, yang
membedakan keberadaanya dengan masyarakat lain. Sementara Emile Durkhiem
lebih bertolak kepada keteraturan masyarakat yang menjamin terciptanya
keseimbangan sosial. Bagi Durkhiem pendekatan individu sebagai reduksi perilaku
ekonomi, yang menurunkan manusia dalam teori pertukaran pasar dengan sendirinya
menempatkan individu tidak bermoral. Oleh karena itu, Durkhiem lebih tertarik
mengungkap fakta sosial sebagai pedoman individu. Dengan asumsi semacam itu
wajar jika Durkhiem menganggap perubahan sosial merupakan kondisi yang
61
63
landasan material yang kuat, suatu bentuk eksploitasi manusia dan alam
lingkungan yang berorientasi pada kelimpahan material.
b. Teori Dependensia atau Ketergantungan
Kemunculan teori dependensia merupakan perbaikan sekaligus antitesis
dari kegagalan teori pembangunan maupun modernisasi dalam menjalankan
tugasnya mengungkap jawaban kelemahan hubungan ekonomi dua kelompok
negara di dunia. Teori ini muncul di Amerika Latin, yang menjadi kekuatan
reaktif dari suatu kegagalan yang dilakukan teori modernisasi. Tradisi berpikir
yang sangat kental dari teori ini timbul akibat kejadian dalam varian ekonomi,
yaitu pada tahun 1960-an.
Dalam konsep berpikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara
internasional mengakibatkan ketidakadilan dan keterbelakangan bagi negaranegara pertanian. Dari sini pertanyaan yang muncul adalah mengapa teori
pembagian
kerja
internasional
harus
diterapkan
jika
ternyata
tidak
kepada Negara berkembang, tetapi sebetulnya telah mencekik mereka perlahanlahan dengan membikin tata hubungan ekonomi internasional yang eksploitatif.
Sekelumit uraian dari teori-teori perubahan sosial menurut kacamata sosiologi
diatas hanyalah menunjukkan ilustrasi keragaman analisa sosiologi dalam rentangan
perkembangan produksi teorinya. Masih terdapat turunan teori yang lain lagi, antara
lain: teori sistim dunia dan teori-teori kritis lainnya. Tentu saja kemunculan setiap teori
selalu dilatarbelakangi oleh situasi dominan dibelakangnya. Sebuah teori merupakan
perwujudan dari harapan warga masyarakat pendukungnya. Dari sini teori sosiologi
klasik sesungguhnya lebih berfungsi sebagai pembuka gerbang nalar manusia untuk
mengungkap masyarakat tatkala akal budi yang tercermin dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi tumbuh berkembang menjadi mindset peradaban dunia. Teori-teori berikutnya
lebih membedah kasus-kasus kelemahan seputar perkembangan gerbong kuasa nalar
atas dunia. Hingga di penghujung abad ini teori dasar tersebut tengah mengalami
perdebatan serius. Apalagi perbaikan teoritik yang menyusulnya mulai mendorong
potensi masyarakat dunia ketiga untuk tampil dalam panggung sejarah.
Dalam hal ini tentunya pendidikan sebagai bagian dari masyarakat tidak bias
dipisahkan dari arah perubahan yang menggejala. Dinamika orientasi pendidikan selalu
berjalan beriringan dengan konteks wilayah sosial-politik yang menaunginya. Sehingga
pada praktik pendidikan terjadi perbedaan yang menajam antar negara. Negara maju
dengan segala keberhasilan peradabannya tentunya sudah menghantarkan orientasi
pendidikan yang menjadi satelit acuan penting bagi aktivitas pendidikan di Negara
berkembang. Sementara itu demi mengejar ketertinggalan, negara berkembang
mencoba menyesuaikan perpaduan hokum perkembangan masyarakat (masih seputar
modernisasi) dengan penerapan sistim pendidikannya.
3. Perubahan Sosial dan Pendidikan
Sejalan dengan penjelasan perubahan sosial di atas maka sebenarnya di
manakah letak posisi pendidikan. Dalam hal ini kita mengingat penuturan Eisentandt
dalam Faisal dan Yasik (1985) institusionalisasi merupakan proses penting untuk
membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga
menjadi kenyataan sejarah. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang
berupaya menjembatani dan memelihara warisan budaya suatu masyarakat.
65
Melihat perkembangan masyarakat yang sering dilanda perubahan secara tibatiba, maka kemungkinan terjadinya dampak negatif yang akan menggejala ke dalam
kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari kehadirannya. Gejala ketimpangan budaya
atau cultural lag, harus dapat diminimalisasi pengaruhnya ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat. Untuk itu sebagai lembaga yang berfungsi menjaga dan mengarahkan
perjalanan masyarakat, pendidikan harus dapat menangkap potensi kebutuhan
masyarakat.
Dalam proses perubahan sosial modifikasi yang terjadi seringkali tidak teratur
dan tidak menyeluruh, meskipun sendi-sendi yang berubah itu saling berkaitan secara
erat, sehingga melahirkan ketimpangan kebudayaan. Dikatakan pula olehnya bahwa
cepatnya perubahan teknologi jelas akan membawa dampak luas ke seluruh institusiinstitusi masyarakat sehingga munculnya kemiskinan, kejahatan, kriminalitas dan lain
sebagainya merupakan dampak negatif yang tidak bisa dicegah.
Untuk itulah pendidikan harus mampu melakukan analisis kebutuhan nilai,
pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak dapat mengantisipasi kesiapan
masyarakat dalam menghadapi perubahan.
Karl Manheim dalam Faisal dan Yasik (1985) memfokuskan pandangannya
untuk melihat aktivitas sekolah dalam melaksanakan proses pengajaran kepada para
peserta didik. Secara jeli Manheim mengisyaratkan adanya semacam penyimpangan, di
mana para siswa seolah-olah terobsesi pada angka prestasi, padahal tujuan pendidikan
bukan itu.
Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan perubahan pendidikan
tidak pernah terlepas dari konsep modernisasi. Sebagai sebuah proses masyarakat
dunia, modernisasi merupakan gejala universal yang dapat dijadikan sebagai kerangka
acuan guna memahami konteks sosial dan pendidikan. Dari sinilah dapat ditarik ruang
interpretasi mengenai perspektif perubahan sosial dan perubahan pendidikan.
Kata atau istilah modernisasi mempunyai banyak definisi. Meskipun bagitu,
namun tetap ada satu kepastian bahwa pengembangan aplikasi teknologi manusia
menjadi muara kelahiran modernisasi. Produk modernisasi sebagaimana terlihat pada
masyarakat modern, ditandai oleh kehidupan industrialistis, dengan struktur pekerjaan
serta ruang sosial yang kompleks, termasuk di dalamnya munculnya diferensiasi sosial
yang semakin tajam.
Dalam menjelaskan tingkat modernisasi suatu masyarakat selain berpatokan
pada kekuatan-kekuatan materiil baik itu ruang lingkup ekonomi maupun aplikasi
66
teknologinya, ada banyak ahli lain yang mengedepankan pada atribut strukturalnya.
Semisal Parson, Einsantand, Smelser, Buckley dan Marsh. Sebagaimana dituangkan
dalam Faisal dan Yasik (1985) pendapat mereka lebih condong menempatkan
diferensiasi sosial sebagai titik tolak analisisnya.
Menurut mereka paling tidak ada dua alasan, kenapa titik pangkal diferensiasi
sosial begitu pentingnya untuk memahami modernisasi.
a) Diferensiasi merupakan suatu keniscayaan yang pasti dilalui oleh sistem
sosial dalam mengadaptasikan diri terhadap perubahan-perubahan di
lingkungannya, dan
b) Kemampuan untuk melakukan diferensiasi merupakan sebuah indikator
positif mengenai kemampuan suatu sistem dalam menyesuaikan diri sesuai
dengan proses-proses perubahan yang terjadi.
Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia pendidikan
dengan tumbuh kembangnya modernisasi, kiranya perlu berangkat dari konsep
deferensiasi. Dengan berkembangnya diferensiasi sosial, secara perlahan-lahan akan
mengubah fungsi dan sistem pendidikan agar berjalan sejalur dengan kecen derungan
sosial tersebut. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya spesialisasi peran serta
merebaknya organisasi di dalam sistem pendidikan, sehingga secara internal
menumbuhkan diferensiasi struktural dalam tubuh pendidikan.
Proses yang mempengaruhi tubuh pendidikan ini dapat digambarkan dalam
pengamatan komparatif antara masyarakat modern dengan masyarakat primitif. Pada
masyarakat tradisional proses pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang
kesemuanya diperankan oleh institusi keluarga. Sedangkan pada masyarakat modern
proses pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga.
Meskipun terdapat perbedaan karakter pendidikan yang cukup tajam dalam
kedua tipe masyarakat tersebut. Namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan
fungsi pendidikan antarkedua tipologi masyarakat tersebut. Baik pendidikan pada
masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, keduanya sama-sama bertanggung
jawab untuk mentransmisikan sekaligus mentransformasikan perangkat-perangkat nilai
budaya pada generasi penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang
proses sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peran-peran baru. Letak
perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi semakin
besar dan kompleks. Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasi
pendidikan dapat diterangkan dalam beberapa poin sebagai berikut.
67
untuk
memberikan
bekal
keterampilan-keterampilan
mata
pencaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku yang sesuai dengan nilai
serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan ini, peran sebagai siswa
dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran-ukuran askriptif. Anak-anak
menjadi siswa dilatarbelakangi oleh factor usia mereka, sementara guru
disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma
serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para
guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan
memasak sementara para laki-laki mengajarkan berburu).
b) Pada tingkatan yang lebih maju, sebagaian proses sosialisasi teridentifikasi
keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat
tentu saja dengan bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau
berkeahlian. Kurikulum pendidikan bukan semata-mata kumpulan dari
latihan memperoleh ketrampilan-ketrampilan namun juga ditekankan soalsoal metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan sebagai guru,
tampaknya sudah mulai mempertimbangkan bakat dan pengalaman
berguru yang pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah
orang yang memiliki spesialisasi khusus seperti halnya spesialisasispesialisasi sekarang ini, namun para siswa bisa belajar banyak mengenai
nilai-nilai kehidupan sebab guru dipandang sebagai sumber segala macam
pengetahuan.
c) Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri, maka
meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluarga atau kelompok
meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan
ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah
menempati posisi kuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam
pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam
menentukan siapa-siapa yang menjadi siswa, terletak pada latar belakang
kelas atau kterurunan seseorang. Sedangkan seleksi para guru, di samping
disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga
diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah
diperhitungkan
kebutuhan-kebutuhan
perkembangan
zaman
dengan
68
69
masyarakat kita. Perubahan-perubahan tersebut sangat berkaitan dengan kekuatankekuatan global yang tengah melanda masyarakat kita.
Pertama ialah masyarakat kita sedang berubah dari masyarakat yang relative
masih tertutup menuju suatu masyarakat terbuka. Proses demokratisasi yang sedang
melanda seluruh dunia termasuk di Indonesia, telah membongkar kehidupan tradisional
masyarakat kita. Selanjutnya, masyarakat kita sesudah melampai masa krisis yang
terjadi pada penghujung abad 20, akan dituntut melahirkan bentuk nasionalisme baru
yang berhadapan dengan munculnya rasa kesukuan atau tribalisme. Keadaan
masyarakat Indonesia yang pluralistik dalam suku dan budayanya merupakan tantangan
baru terhadap kehidupan nasional.
Kekuatan-kekuatan yang dibicarakan tersebut
di atas
tentunya
akan
a) Revolusi Industri
Seperti yang telah diuraikan, revolusi industri telah mengubah banyak
aspek kehidupan. Dengan adanya perkembangan industri maka struktur
produksi dan konsumsi berubah total, dari ekonomi yang tertutup menjadi
ekonomi yang terbuka. Begitu pula struktur permodalan, berubah dengan
lahirnya kapitalisme.
Dari perkembangan industri muncullah suatu kelas baru, yaitu kaum
buruh yang semakin lama semakin kuat dan menuntut hakhaknya. Tidak
mengherankan apabila di dalam revolusi industry melahirkan pemikiranpemikiran perubahan sosial yang baru, seperti komunisme dan sosialisme.
Sejalan dengan itu pula berkembang kota-kota besar sebagai pusat industri.
Terjadilah dorongan ke kota-kota atau urbanisasi yang melahirkan banyak
permasalahan sosial. Sejalan dengan itu pula nilai-nilai masyarakat yang
tradisional dihancurkan oleh lahirnya nilai-nilai baru.
Perubahan nilai tersebut mengubah bentuk-bentuk kehidupan manusia
termasuk kehidupan keluarga. Keluarga sebagai dasar kehidupan sosial
mulai tergoyah dan lebur, serta dikuasai oleh nilai-nilai komersial.
Sejalan dengan proses industrialisasi dengan nilai-nilai sosialnya yang
baru, maka lahirlah apa yang disebut kelas menengah. Apabila sebelumnya
di dalam masyarakat terdapat golongan elit atau feodal yang berkuasa
disertai dengan penguasaan modal, dan dibawahnya lapisan besar
masyarakat yang miskin dan tertindas, maka dengan revolusi industri telah
lahir kelas baru di dalam masyarakat, yaitu kelas menengah. Kelas
menengah ini semakin lama semakin besar, berpengaruh dan terkenal
dengan nilainilainya yang progresif dan anti establisment. Kelas menegah
ini merupakan kelompok masyarakat yang dinamis, yang berkembang
kemampuan intelektualnya dan tidak jarang dari mereka menjadi pembela
golongan rakyat banyak. Nilai-nilai kelas menengah mendorong lahirnya
suatu masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Mereka
itulah warga negara yang meminta partisipasinya lebih diakui di dalam
berbagai aspek kehidupan. Mereka aktif di dalam mewujudkan hak-hak
politiknya, partisipasinya di dalam kegiatan ekonomi dan sejalan dengan itu
lahirnya bisnis pekerjaan baru yang belum dikenal sebelumnya. Kelas
menengah ini menempati pos-pos yang sangat strategis di dalam dinamika
73
pada luas wilayah dan sumber daya alamnya yang melimpah tetapi telah
berpindah pada penguasaan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Inilah peradaban baru umat manusia. Terdapat tiga kekuatan yang dominan
yaitu (1) ilmu pengetahuan, (2) teknologi sebagai penerapan ilmu
pengetahuan, dan (3) informasi. Ketiga kekuatan ini tidak berhubungan lagi
secara langsung dengan nasionalitas. Ilmu pengetahuan tidak perlu
menyebarangi tapal batas suatu Negara dan oleh sebab itu tidak lagi
memerlukan paspor dan visa.
Demikian pula informasi berembus ke mana-mana tanpa batas dan tidak
ada yang dapat menghentikan atau menghambatnya. Teknologi informasi
telah mengubah kebudayaan negara menuju kebudayaan global karena
sekat-sekat yang mengisolasikan kehidupan berbagai masyarakat dan negara
telah dihapuskan. Futuris Alvin Toffler dalam Anshori (2000) mengatakan
bahwa ada tiga gelombang peradaban hingga saat ini, yaitu.
1) Gelombang peradaban teknologi pertanian (8000 SM 1500 M)
2) Gelombang peradaban teknologi industri (1500 1970 M)
3) Gelombang peradaban informasi (1970 sekarang).
Masing-masing gelombang tersebut dikuasai oleh tingkat teknologi yang
digunakan pada era tersebut. Di dalam peradaban pertanian teknologi
terbatas pada pengelolaan lahan-lahan pertanian untuk mencukupi
kehidupan dasar manusia. Revolusi industri yang dimulai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan pada masa renaisans dalam kebudayaan Eropa, telah
melahirkan ilmu pengetahuan yang diterapkan di dalam perkembangan
industry modern. Mesin-mesin industri seperti mesin uap, mesin pemintal
dalam
industri
Aufklarung.
garmen,
Kemajuan
tambang-tambang
industri
yang
pesat
muncul
sesudah
tersebut,
di
masa
samping
metric yang dikemukakan oleh Gabriel Mouton seorang pakar dari Lyons
tahun 1670 dan kemudian diterima oleh pemerintah Perancis pada tahun
1795. Sistem metric ini merupakan suatu sistem desimal untuk ukuran
panjang dan berat. Ukuran nano adalah sepermilyar dari meter (10-9).
Bahkan teknologi nano ini mungkin akan terus dikembangkan menjadi pico
teknologi (10-12 atau sepertriliun). Ukuran yang sangat kecil ini tentunya
akan mengubah berbagai produk elektronik yang semakin kecil sehingga
sangat memudahkan bagi pemakainya. Demikian pula di dalam bidangbidang teknik yang lain nano teknologi ini akan terus dikembangkan baik
dalam bidang kedokteran, pangan, teknologi, pokoknya semua bidang
kehidupan. Diperkirakan nano teknologi ini akan berkembang dengan
sangat pesatnya.
4) Era atom baru (fusi, laser). Era ini diperkirakan akan sangat berkembang
pada tahun 2100 2500.
5) Era angkasa luar baru. Diperkirakan sebelum tahun 3000 penjelajahan
angkasa luar dari manusia telah dapat menjadi kenyataan. Pada masa itu
pesawat angkasa luar telah merupakan alat transportasi umum.
Demikianlah gambaran kasar mengenai perubahan yang sangat
mendasar yang belum dapat kita gambarkan pada saat ini bentuk kehidupan
manusia menjelang 3000.
d. Globalisasi
Globalisasi adalah proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya
kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik,
menjadi seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dalam
kehidupan sosial proses global telah menciptakan egalitarianisme. Di bidang
budaya memicu munculnya internalisasi kultural, di bidang ekonomi
menciptakan saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran,
dan di bidang politik menciptakan liberalisasi.
Hal-hal nyata yang terlihat dalam era global adalah meningkatnya
integrasi ekonomi antar negara-negara di dunia, baik antarnegara maju,
berkembang, dan keduanya. Globalisasi dengan demikian diwarnai oleh
ekspansi
pasar
dalam
bentuk
konkret
menjelma
dalam
berbagai
78
negaranegara
(2001)
menawarkan
berbagai
langkah
untuk
memperkuat
80
sosial ialah suatu sistem nilai yang hidup dan dipelihara serta dihormati
untuk dilaksanakan di terhadap hilangnya kapital sosial tersebut.
Dari berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa suatu gejala proses
perubahan sosial yang mahadahsyat, yang belum pernah dialami umat
manusia sebelumnya. Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang
dibicarakan oleh setiap orang sampai diskusi ilmiah dalam lingkungan
akademik.
3. Pendidikan sebagai Dasar PengembanganMasyarakat Baru
Dewasa ini boleh dikatakan pendidikan telah diadopsi oleh semua
negara, baik negara berkembang maupun negara maju, dijadikan sebagai
pondasi untuk menghadapi perubahan-perubahan besar di dalam kehidupan
masyarakat dalam millennium ketiga. Hal ini dapat terbayang di dalam investasi
pendidikan dari negara-negara tersebut. Pendidikan telah dijadikan prioritas
utama dan pertama dari banyak negara untuk dijadikan sebagai pondasi
membangun masyarakat yang lebih demokratis, terbuka bagi perubahanperubahan global dan menghadapi masyarakat digital. Di dalam kampanye
pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2000 baru-baru ini, pendidikan telah
menempati
kedudukan
yang
sangat
penting
dan
dijadikan
landasan
oleh
kebanyakan
negara
berkembang
yakni
pemberantasan
baru
yang
mendorong
dilakukannya
restrukturisasi
dan
jika kita lihat secara mendalam, masih mengalami masa peralihan. Ini terjadi karena
persentuhan dengan budaya luar yang semakin terbuka. Seharusnya, dalam membangun
Indonesia untuk masa mendatang, kita sama sekali tidak boleh meninggalkan esensi
warisan budaya bangsa. Jika hal tersebut diabaikan, maka kehidupan masyarakat kita
akan tercabut dari akar budayanya dan hanyut dalam arus budaya lain yang tidak kita
kenal.
Saat ini dunia berada dalam era informasi. Wujud informasi dan komunikasi
massa memiliki nilai yang lebih tinggi dari nilai-nilai lainnya. Terdapat beberapa wujud
system komunikasi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi. Pertama, jaringan
pengolahan data yang memungkinkan orang berbelanja cukup dengan menekan
tombol-tombol komputer dirumah masing-masing. Kedua, bank informasi dan
penelusuran data, yang memungkinkan pemakainya menelusuri informasi yang
diperlukan serta memperoleh copy cetakannya dalam sekejap. Ketiga, sistem teleks,
yang menyediakan informasi mengenai segala rupa kebutuhan. Seperti berita, cuaca,
gerhana, informasi finansial, iklan terklasifikasi, catalog segala macam produk dan
sebagainya, lewat layar televisi di rumah masing - masing. Keempat, sistem faksimili,
yang memungkinkan pengirimam dokumen secara elektronik. Kelima, jaringan
komputer interaktif, yang memungkinkan pihak-pihak berkomunikasi mendiskusikan
informasi melalui komputer.
Serangan
teroris
terhadap
mengungkapkan
betapa
kehadiran
kota
Mumbai,
teknologi
India,
komunikasi
akhir
bulan
informasi
lalu,
mampu
menghadirkan pola baru taktik dan strategi baru yang disebut sebagai urban terrorism,
melakukan serangan frontal selama hampir 3 x 24 jam serta memperkenalkan apa yang
disebut sebagai shock and awe warefare.
Terungkap bahwa ada sekitar 10 orang menebar ketakutan dan meneror kota
Mumbai memperkenalkan terorisme kosmopolitan yang tidak mewakili prejudisme dan
diskriminasi fundamentalisme kepercayaan yang selama ini dikembangkan sebagai
sebuah gabungan taktis dan strategi mengemas perangkat teknologi komunikasi
informasi dengan foot-soldiers dan seasoned operatives yang terlatih.
Berbagai perangkat teknologi, mulai dari ponsel, teleponi satelit, perangkat
global positioning system (GPS), hingga perangkat ponsel push e-mail Blackberry,
dikemas dalam serangan frontal yang dikendalikan oleh operator teroris dari jarak jauh
yang memanfaatkan siaran langsung teve, peta digital resolusi tinggi, serta penggunaan
hi-tech lainnya.
84
Jenis terorisme perkotaan gaya baru ini menyebabkan 180-an orang tidak
bersalah menjadi korban akibat kebrutalan dan kegilaan para pelaku serta 300 orang
lainnya luka-luka dan traumatik karena terjebak di dalam sebuah metode serangan yang
dirancang dengan perspektif kegilaan yang mengerikan.
Pendekatan simfoni
Serangan terorisme ala Mumbai pada tanggal 27 November lalu menyisakan
pesan yang sangat keras dan kuat bagi siapa saja di dunia, ada sekelompok kecil orang
bisa mengubah sebuah kota megalopolis dengan penduduk sekitar 15 juta orang
menjadi sebuah medan pertempuran setidaknya selama satu hari penuh. Pertanyaannya
adalah berapa cepat sebenarnya kemampuan pasukan keamanan untuk menangani
situasi seperti ini bila terjadi di berbagai kota besar dunia di mana negara mana saja.
Kita mencatat bahwa serangan ala Mumbai merupakan sebuah pendekatan
simfoni dalam arti melibatkan berbagai jenis operasi yang dimasak menjadi sesuatu
yang menakutkan. Dan, kehadiran berbagai perangkat teknologi komunikasi informasi
di tengah pertumbuhan jejaring sosial yang luas, digitalisasi yang menyenangkan, dan
memudahkan kehidupan ternyata mampu untuk sekaligus juga menghadirkan
kecemasan.
Secara awam kita memerhatikan perlunya transformasi secara cepat, tepat, dan
fundamental terhadap pasukan khusus yang memang dirancang untuk berhadaphadapan melindungi kepentingan rakyat kebanyakan untuk memberikan rasa aman dan
nyaman, menangani terorisme yang terus berkembang mencari bentuk-bentuk yang
tidak terpikirkan sebelumnya.
Transformasi ini membutuhkan pengetahuan, dalam arti berbagai pasukan
khusus yang tersedia mampu menggunakan cara-cara teknis yang tersedia dalam
arsenal masing-masing untuk melihat, menjejaki, ataupun mencari apa musuh terorisme
ini sebenarnya.
Transformasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi informasi
memproyeksikan keharusan kecepatan strategis bagi pasukan khusus untuk digelar
dalam situasi ataupun dimensi apa pun secepat-cepatnya. Bahkan, transformasi pasukan
khusus ini juga harus mampu secara akurat untuk memiliki kemampuan pemukul
teroris dengan keahlian surgical strike untuk mengeliminasi terorisme secara cepat.
85
Bola salju
Secara psikologis, ketika kita semua mengetahui dan menyadari bahwa pasukan
khusus antiteror memiliki keahlian dan kemampuan untuk menggunakan dan
mengembangkan kecanggihan kemajuan teknologi komunikasi informasi, kita akan
merasa aman dan percaya tidak ada gangguan kemasyarakatan yang tidak bisa diatasi.
Rasa aman dan nyaman dengan kecanggihan dan keahlian pemanfaatan
teknologi komunikasi informasi secara tidak langsung berdampak bola salju yang
mampu untuk mendorong investasi, masuknya modal asing, dan kepercayaan lainnya
untuk menggerakkan perekonomian dan perdagangan suatu negara.
Serangan urban terrorism di Mumbai sangat mengandalkan penggunaan
teknologi informasi untuk mencapai konklusi serangan secara maksimal. Di masa
depan, penggunaan teknologi komunikasi informasi oleh kelompok teroris menjadi
sangat intensif karena semua peralatan tersedia di pasar bebas dan merupakan
peralatan-peralatan teknologi yang juga kita gunakan sehari-hari.
Saya mengenal si dia dari FS teman, awalnya sih iseng-iseng saja. Setelah
tuker-tukeran alamat email kita lanjut ke tuker-tukeran alamat ym biar lebih asyik
ngobrol-nya. Akhirnya setelah dapat alamat ym-nya saya dan dia janjian untuk
ngobrol via ym. Lumayan juga waktu yang kita pilih, sekitar jam 22.00 sampai
24.00 WIB. Karena penasaran ingin mengenal lebih jauh akhirnya saya sudah
online lebih awal sekitar jam 20.00 WIB, sampai akhirnya dalam waktu yang cukup
lama kami sudah tuker-tukeran nomor handphone, ketemuan di negaranya (Kuala
Lumpur, Malaysia) dan happy ending dengan menikah.......... saat ini saya sudah
dikaruniai oleh Tuhan (sementara) 2 orang anak yang lucu-lucu dan cerdascerdas .....
Potongan cerita diatas sebenarnya banyak terjadi dewasa ini, saat ini pergeseran
komunikasi luar biasa, ntah kita sebut mengalami kemajuan atau tidak yang jelas
saat ini dengan hanya duduk di depan komputer yang tentunya sudah terkoneksikan
dengan jaringan internet kita bisa say hello, bercakap-cakap, diskusi sampai
mengumpat dan menghina dengan banyak orang di seluruh Indonesia. Dan kalau
kita bisa sedikit menguasai bahasa inggris kita juga bisa bangun komunikasi dengan
orang diluar Indonesia.
Mungkin kalau orang yang awam teknologi akan melihat bahwa kawankawan kita yang sering online ini tak punya kerjaan, aneh dan tak bisa bersosialisasi
dengan orang lain. Justru, mereka itu punya teman-teman sendiri di dunia maya,
mereka juga bisa mendapatkan uang masuk dari hobi baru mereka itu. Banyak
fasilitas di dunia maya yang bisa dijadikan sebagai sumber keuangan pribadi, bisa
dengan jualan online atau ikut jejaring iklan lainnya. Belum lagi bisnis hitam
seperti mencuri uang orang via internet, merusak website orang lain atau bisa juga
menyebar virus baru agar mereka bisa menjual anti virusnya dengan mudah seperti
penjual kacang goreng.
Hampir sama dengan dunia nyata, dunia maya juga ada pengamannya, ada
undang-undang yang membatasi kebebasan mereka, ada pimpinannya dan mereka
juga memiliki organisasi baik lokal, nasional sampai internasional. Jadi, bisa
disimpulkan bahwa saat ini manusia telah mengalami transformasi komunikasi dari
komunikasi
tradisional
ke
komunikasi
modern.
Memang
masih
banyak
kelemahannya, tapi minimal yang selama ini kita yang tidak bisa berkomunikasi
dengan orang diluar kota, atau negeri kita karena tak punya jaringan di sana, saat ini
kita sudah bisa dengan bebas mau kemana dan kepada siapa kita berkomunikasi.
87
Bahkan seperti penggalan tulisan diatas kita juga bisa mencari pasangan hidup
melalui jaringan komunikasi modern ini, banyak yang sudah membuktikannya.
Apakah saya salah satunya? Kita liat saja nanti 3-4 tahun lagi ......
G. PENUTUP
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni
perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilainilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh
satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah
dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah
menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi
peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja
khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna
globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak
tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv
internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki
masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji
melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak
kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang
betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali
dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap
keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari
khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain
dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh
banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin
lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola
masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang
berasal dari berbagai belahan bumi.
Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian
tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan
88
Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang
kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati
masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara
langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu
menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya
minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan
Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti
wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali
dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di
aula Kertarajasa, Museum Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, M.I. (1989). Gerak Penduduk dan Perubahan Sosial. Jakarta: UI Press.
Daldjoeni, N. (1981). Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka. Bandung: Alumni.
Dance, Frank. "The 'concept' of communication. Journal of Communication, 20, 201210 (1970).
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
90
Brent
D,
Stewart,
Lea
P,
1998,
Communication
and
Human
91
92