Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SATUAN OPERASI

SEDIMENTASI TIPE 4
(COMPRESSION SETTLING)

DISUSUN OLEH :
Harummitha Harissa
D1051191006

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Rizki Purnaini, S.T., M.T

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul [judul makalah] ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bu Rizki Purnaini pada mata kuliah Satuan Operasi. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang sedimentasi tipe IV (compression settling) bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih bu Rizki Purnai, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 25 November 2020

Penyusun

Harummitha Harissa

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3

1. 1 Latar Belakang..........................................................................................................3

1. 2 Tujuan........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

2. 1 Jurnal Pertama..........................................................................................................4

2. 2 Jurnal Kedua.............................................................................................................6

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

3. 1 Kesimpulan..............................................................................................................11

3. 2 Saran.........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Upaya mencegah terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh air limbah industri,
perusahaan diwajibkan untuk mengolah air limbahnya dengan baik dan benar didalam IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah). IPAL terdiri dari beberapa unit peralatan yang masing-
masing peralatan mempunyai fungi yang berbeda-beda. Masing-masing alat beroperasi secara
simultan sehingga menghasilkan efluen yang memenuhi baku mutu yang disyaratkan.
Kondisi yang ideal ini akan tercapai jika masing-masing unit alat bisa beroperasi pada
kondisi yang optimal. Oleh karena itu, informasi yang tepat sangat diperlukan sebagai input
didalam perancangan IPAL. Salah satu unit IPAL adalah bak sedimentasi atau bak
pengendap, bak sedimentasi berfungsi untuk mengurangi kandungan TSS (Total Suspended
Solid) dalam air limbah melalui proses fisik (gravitasi) tanpa penambahan bahan kimia
sehingga kandungan COD dan BOD menjadi turun.
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau
flok kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk
menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
Gumpalan padatan yang terbentuk pada proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-
gumpalan kecil ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam
proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan
bertambah, sehingga karena gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke
bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi.
Kriteria yang diperlukan dalam perencanaan bak pengendap antara lain surface loading
(beban permukaan), kedalaman bak, waktu tinggal dan ratio antara luas permukaan dan
kedalaman bak. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga apabila
persyaratannya terpenuhi maka proses pengendapan dapat berlangsung efisien.
1. 2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Mengetahui proses sedimentasi tipe IV
2. Mengetahui rancangan bak pengendap menggunakan metode grafis

3
BAB II

PEMBAHASAN
2. 1 Jurnal Pertama
Jurnal pertama dengan judul “Perencanaan Bak Pengendap pada Sistem Lumpur Aktif
Industri Biskuit dengan Metode Grafis”.
Penelitian ini menggunakan metode grafis digunakan untuk mendesain bak pengendap
yang spesifik untuk satu sistem lumpur aktif yang diketahui konsentrasi MLSS nya. Sebelum
mendesain sebuah bak pengendap final, maka perlu dilakukan percobaan laboratorium secara
batch menggunakan column settling test. Pengamantan dilakukan terhadap tinggi endapn
pada to (waktu awal) hingga t (waktu yang ditentukan). Data yang diperoleh adalah hubungan
antara tinggi endapan dengan waktu. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air
limbah dari proses lumpur aktif di salah satu industri biskuit, alat yang digunakan berupa
tabung kaca dan peralatan yang digunakkan untuk analisa adalah MLSS meter, oven, kertas
saring, peralatan gelas dan desikator.

Hasil dan Pembahasan:

Pengendapan tipe IV merupakan kelanjutan dari pengendapan tipe III dimana terjadi
pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi.
Suatu proses lumpur aktif, jika lumpur diendapkan dalam suatu kolom kaca, maka akan
terlihat jelas batas interface antara lumpur dan larutan jernih yang bisa terlihat dalam kurun
waktu tertentu. Percobaan pengendapan lumpur aktif dalam tabung kaca dengan tinggi cairan
150 cm dan diameter 100 cm2. Kurva H vs T hasil percobaan tersebut ditampilan melalui
kurva ini, bisa dilihat hubungan antara konsentrasi lumpur underflow yang diinginkan dengan
HRT (Hydraulic Retention Time). Dengan metode kecepatan pengendapan secara batch
dengan mudah dapat ditentukan dan keakuratan prosedur ini sangat tergantung pada
penentuan titik kompresi.

Gambar 1. Kurva Sedimentasi

4
Kecepatan pengendapan didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan
ketinggian daerah batas antara endapan dan liquid jernih pada suhu seragam untuk mencegah
pergeseran fluida karena konveksi. Didalam proses sedimentasi ini terjadi pemisahan antara
padatan dengan cairan yang berupa slurry encer. Pemisahan ini menghasilkan cairan jernih
dan padatan dengan konsentrasi tinggi. Mekanisme dari sedimentasi dideskripsikan dengan
observasi pada tes batch settling yaitu ketika partike-partikel padatan salam suatu slurry
mengalami proses pengendapan dalam tabung kaca.

Keadaan awal, konsentrasi slurry adalah seragam di seluruh bagian tabung. Kecepatan
sedimentasi konstan terlihat pada grafik 1, yang membentuk garis lurus untuk periode awal.
Periode ini disebut free settling, dimana padatan bergerak turun hanya karena gaya grafistasi.
Kecepatan yang konstan ini disebabkan oleh konsentrasi di lapisan batas yang relatif masih
kecil, sehingga pengaruh gaya tarik-menarik antar partikel, gaya gesek dan gaya tumbukan
antar partikel dapat diabaikan.

Partikel yang berukuran besar akan turun lebih cepat yang menyebabakan tekanan ke
atas oleh cairan bertambah, sehingga mengurangu kecepatan turunnya padatan yang lebih
besar. Kurva sedimentasi ditentukan slope di zona free settling dan di zona compression.
Titik pertemuan dua slope tersebut ditentukan titik pusat lengkungan dan dibuat garis
singgung. Melalui garis singgung bisa dihitung tinggi lumpur dan konsentrasi lumpur
underflow. Data yang diperoleh dari prinsip sedimentasi secara batch dapat digunakan untuk
merencanakan proses yang kontinyu.

Tinggi endapan dibuat garis lurus dari zona pengendapan dan zona compression. Dari
titik potong kedua garis tersebut ditarikgaris memotong kurva di titik C 1. Konsentrasi MLSS
underflow 18,000 mg/L, maka ketinggian endapan:

Area yang diperlukan untuk mengendapkan lumpur sebesar:

5
Volume bak sebesar:

Waktu tuinggal cairan, HRT (Hidraulic Retention Time)

Dimensi bak, bentuk bak rectangular, dengan perbandingan panjang : lebar = 3:1

Apabila dasar bak dibuat miring dengan kedalaman 1,5 m dan 2 m, maka lebar bak 2,90 m
dan panjang bak 8,70 m.

Produksi lumpur yang terbentuk ditentukan oleh rumus sebagai berikut:

2. 2 Jurnal Kedua

Jurnal kedua dengan judul ”Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit
Ramah Lingkungan”.

Penelitian ini dilakukan pada influent dan efluent IPAL industri Kelapa Sawit Sumatera
Selatan. Perhitungan neraca massa yang dianalisis adalah parameter, NQ, TSS, dan BOD.
Data sampel dari beberapa industri yang mewakili industri kelapa sawit. Model rancangan
IPAL yang direncanakan sebagai berikut:

6
Gambar 2. Rancangan Inovasi IPAL

Tahapan pengolahan air limbah yaitu dilakukan proses pre-treatment bertujuan untuk
menyaring bahan kasar dan padatan yang masih terikut dalam air limbah yang dialirkan
melalui saluran tertutup yang berasal dari industri sebagai influent ke primary treatment.
Primary clarifier berfungsi untuk menghilangkan padatan halus, zat berwarna maupun
tersuspensu yang tidak tertahan pada jaringan pendahuluan. Primary clarifier dilakukan 2
cara yaitu cara fisik, yaitu kolam didesain ukuran tertentu sehingga dapat mengendapkan
partikel-partikel tanpa zat kimia, dengan cara air dibiarkan mengalir dan partikelpartikelnya
yang ada akan terus mengendap. Cara kimia tersebut untuk mengendapkan padatan jenis
limbah anorganik seperti aluminium, besi, timbal, nikel dan lain-lain, dimana akan
menghasilkan butiran zat yang lebih besar sehingga berat jenisnya juga lebih besar dari air.

Air Limbah yang masih mengandung padatan tersuspensi yang disebut lumpur mentah
ditampung pada tangki pengendap. Keluaran sebagai outlet dari primary clarifier dialirkan ke
tangki pengendap yang disebut dengan sludge thickener. Sludge thickener, adalah suatu alat
untuk mengentalkan lumpur dengan cara meningkatkan konsentrasi padatan (lumpur) dan
mengurangi volume dengan metode gravity thickening yang dilakukan pada bak bulat yang
serupa dengan bak sedimentasi. Air pada bagian atas relatif bersih sedangkan lapisan
bawahnya adalah sedimen atau lumpur kemudian lumpur yang sudah kental di masukkan ke
sludge mixing.

7
Secondary clarifer, dimana tahapan prosesnya adalah proses kimia, dan didominasi
proses biologi, tujuannya untuk menghasilkan air limbah yang lebih bersih dari tahapan
proses sebelumnya. Secondary clarifer, adalah aktifitas untuk memperkaya lumpur dengan
melibatkan proses biologis prosesnya disebut activated sludge process, tujuan proses ini
untuk menghilangkan zat organik dalam air limbah yaitu melalui oksidasi biokimia. Pada
proses lumpur aktif kecepatan aktivitas bakteri ditingkatkan sehingga lebih banyak
mengalami kontak dengan air buangan, yang sebelumnya telah mengalami kontak beberapa
jam di dalam tangki aerasi. Selama proses berlangsung bahan buangan organik dipecah
dengan cara memasukkan udara (aerasi) dan lumpur aktif yang mengandung bakteri ke dalam
tangki, menjadi senyawa-senyawa yang sederhana. Proses penanganan sekunder ini diakhiri
dengan proses klorinasi.

Proses aerobik pada activated sludge ditandai oleh adanya molekul oksigen yang
terlarut atau proses anaerobik yang tidak menunjukkan adanya oksigen yang terlarut. Process
activated sludge (suspended growth process), adalah mikroorganisme membentuk gumpalan-
gumpalan koloni bakteri yang bergerak secara bebas (tersuspensi) di dalam air limbah.
Biomassa yang terakumulasi dipisahkan dari cairan di dalam bak sedimentasi. Sebagian dari
biomassa yang dipisahkan dari cairan dikembalikan ke dalam reaktor untuk mengontrol
densitas bakteri di dalam reaktor Pengoperasian yang teliti untuk memperoleh kualitas
effluent yang tinggi dan efisiensi operasi. Proses anerobik ini bertujuan untuk menstabilkan
lumpur. Reaktor tipe suspended growth dan pengadukan pada reaktor dilakukan dengan
menggunakan mixer berkecepatan lambat atau resirkulasi.

Mixingsludge, adalah alat pencampur sludge yang berasal dari sludge thickener dengan
sludge dari outlet secondary treatment yang akan menghasilkan biosludge, kemudian
dilanjutkan ke proses sludge dewataring. Sludge dewatering adalah suatu alat untuk
pembuangan akhir sludge dengan mengeluarkan air dalam jumlah yang cukup banyak
sehingga lumpur berbentuk seperti padatan, pengoperasiannya dapat dikerjakan melalui
beberapa proses, salah satu contohnya adalah sludge drying bels, pada proses ini terdiri dari
lapisan pasir kasar (kerikil) dengan ukuran yang berbeda, dan pipa didesain berlubang-lubang
tujuannya sebagai jalan aliran air. Air limbah hasil penirisan lumpur dikembalikan ke primary
clarifier.

8
Hasil dan Pembahasan:

Tahapan awal proses di primary treatment adalah proses primary clarifier, tujuannya
untuk memisahkan air limbah dan lumpur (sludge) sehingga membentuk dua zona, melalui
baik pada tahapan proses fisika maupun kimia. Proses kimia yang dilakukan yaitu dengan
cara koagulasi, zat kimia yang dipilih adalah lime (kapur) dengan formula kimianya CaCO3.
Penambahan CaCO3 ini harus tetap dijaga pH limbahnya di antara 6,5-8,5. Pada secondary
treatment, aktivated sludge berasal dari equalizatin basin, Di reaktor diinjeksikan udara,
nitrogen dan fosfor tujuannya untuk proses anaerobik kemudian sebagai waste flow tersebut
dibuang ke sungai, sedangkan sludge dialirkan ke unit sludge mixing bercampur dengan
aliran lumpur dari sludge thickener, ke-2 (dua) aliran lumpur tersebut diproses lebih lanjut
pada sludge akhir yaitu unit sludge dewatering.

Hasil perhitungan saat awal proses treatment, dengan satuan mg/L:

Tabel 1. Neraca Massa Debit Air Limbah

Besarnya nilai TSS dan BOD dari E5 di effluent IPAL, dan dari ke-3 (tiga) industri
sawit, yang dihitung menggunakan IPAL inovasi, menghasilkan parameter dibawah BMLC
industri yang diizinkan, yaitu terdiri dari; a) output scoundary treatnent dan yang akan
dibuang ke sungai, yaitu TSS sebesar 7.7 mg/L, dan BOD sebesar 2.83 mg/L. b) output
sludge dewatering dan akan ditampung pada removal fasilities, berupa sludge, yaitu Q
sebesar 2.87 x 1012 ton/hari, TSS sebesar 724.48 mg/L, dan BOD sebesar 3.349,84 mg/L.

9
Tabel 2. Analisis TSS dan BOD di IPAL

Padatan seperti sludge dapat menjadi masalah besar apa bila tidak difikirkan solusinya,
karena ada pengaruh kelarutan oksigen akan terjadi. Pengaruh kelarutan oksigen karena
adanya padatan tersuspensi, artinya zat padat terlarut dan tersuspensi dalam air sungai berupa
sludge yang makin hari akan makin meningkat dapat mengakibatkan semakin berkurangnya
kelarutan oksigen dalam air, sehingga kualitas sungai akan menurun. Dimana seharusnya zat
padat terlarut di dalam sungai tidak lebih dari 500 mg/L. Air sungai dapat dikatakan masih
dianggap baik, apabila adanya tanda kehidupan tumbuhtumbuhan dan hewan di dalamnya.
IPAL inovasi dapat memberikan solusi mengontrol dan mengatur output air limbah dengan
memperhitungkan beban limbah (polluting load) pada suatu perairan, terutama khusus untuk
limbah organik. Hal ini penting juga bagi pemerakarsa proyek, untuk menghindari beban
biaya yang terlalu tinggi akibat pengolahan limbah yang terlalu intensif.

10
BAB III

PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Kesimpulan dari jurnal 1 yaitu:
Hasil percobaan pengendapan lumpur aktif secara laboratorium dengan
menggunakan column settling test digunakan sebagai data dasar perencanaan bak
pengendap. Dengan menggunakan perhitungan secara grafis bisa direncanakan dimensi
bak pengendap, volume bak, HRT, jumlah lumpur, surface hydraulic loading rate
dengan kandungan MLSS awal 4325 mg/L menjadi 18.00 mg/L dengan debit 300
m3/hari, diperlukan HRT 1,87 jam, luas area pengendapan 20,83 m 2, volume bak
pengendap 31,24 m3. Perkiraan lumpur yang dihasilkan adalah sebesar 98,61 kg
MLSS/hari.
Kesimpulan dari jurnal 2 yaitu:
Hasil hitungan dengan inovasi IPAL mengandung rata-rata TSS sebesar
7,7mg/L dibawah ambang batas yang diizinkan dari BMLC industri sebesar 100 mg/L.
BOD dihasilkan rata-rata sebesar 2,83 mg/L sedangkan BMLC industri untuk BOD
diizinkan 60 mg/L. TSS dihasilkan dari sludge dewatering sebesar 724,48 mg/L per
hari ditampung pada sludge removal facilities.
3. 2 Saran
Saran yang dapat saya berikan yaitu

11
DAFTAR PUSTAKA

Setianingsih, Nanik Indah., Djarwanti., Moch. Syarif Romadhon. 2016. Perencanaan Bak
Pengendap pada Sistem Lumpur Aktif Industri Biskuit dengan Metode Grafis.
Semarang: Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Volume 7, Nomor
2
Hj. Hasmawaty. AR. 2014. Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Ramah
Lingkungan. Palembang

12

Anda mungkin juga menyukai