Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Ankylosing spondylitis (AS) merupakan prototipe penyakit yang tergabung dalam


spondyloarthropathies (Sp A) merupakan sekelompok penyakit dengan gambaran utama berupa
inflamasi rangka axial, arthritis perifer, dan entesitis (inflamasi pada insersi lokasi tulang ke tendon,
ligamen dan kapsul sendi). Ankylosing spondylitis (AS) merupakan penyakit sistemik,
menyebabkan manifestasi ekstra skeletal yang berpengaruh signifikan terhadap prognosis pasien.
Termasuk di dalamnya adalah gangguan seperti inflammatory bowel disease, acute anterior uveitis
(iritis), dan psoriasis. Selain itu ada hubungan yang erat dengan antigen HLA-B27 dan agregasi
familial.

Onset penyakit ini dimulai sejak usia muda dan kemudian akan terjadi kekakuan spinal yang
progressif, yaitu pada 2/3 penderita akan mengalami ankylosis beberapa tahun kemudian. AS
mempunyai ciri-ciri klinis yang sama dengan arthritis psoriasis, penyakit inflamasi usus dan
arthritis reaktif. Ketiga keadaan ini adalah famili spondyloarthritis dan terkadang diberi nama
seronegative spondyloarthropathies. Disebut seronegative karena mereka tidak mempunyai faktor
negatif.

Penderita AS kulit putih 90% dengan HLA B27 positif sedang pada penderita kulit hitam (Afrika-
Amerika) hanya 50% dengan HLA B27 positif. Gambaran utama Spondyloarthropathies yang
termasuk di antaranya Ankylosing Spondylitis (AS), Reactive arthritis (termasuk Reiter’ s
syndrome, Psoriatic arthritis, IBD associated spondyloarthropathy dapat dibedakan sesuai dengan
tabel berikut :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Ankylosing Spondylitis

Ankylosing spondylitis (AS) adalah penyakit kronis, inflamasi, rematik yang melibatkan
terutama sendi tulang belakang dan sakroiliaka.

Ankylosing spondylitis (AS) merupakan prototipe penyakit yang tergabung dalam


spondyloarthropathies (SpA) merupakan sekelompok penyakit dengan gambaran utama
berupa inflamasi rangka axial, arthritis perifer, dan entesitis (inflamasi pada insersi lokasi
tulang ke tendon, ligamen dan kapsul sendi).

2.2 Epidemiologi Ankylosing Spondylitis

Ankylosing spondylitis menyerang 0,1-0,2% populasi di amerika, sementara di benua eropa


prevalensi berkisar dari 0,2 hingga 1% dari seluruh populasi yang menunjukkan bahwa
penyakit ini jauh dari langka. Dapat terjadi pada satu dari 200 orang, pria lebih beresiko
dibandingkan wanita.

2.3 Etiologi Ankylosing Spondylitis

Meskipun penyebab ankylosing spondylitis tidak diketahui, hal ini diyakini melibatkan
kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Lebih dari 85% dari mereka yang terkena dampak
di inggris memiliki antigen leukosit manusia spesifik yang dikenal sebagai antigen HLA-
B27. Mekanisme yang mendasari diyakini autoimun atau autoinflamasi. Beberapa bukti
menunjukan bahwa AS mungkin dicetuskan oleh infeksi dan dapat berpengaruh pada
perkembangan AS (klebsiella atau shigella)

2.4 Patofisiologi Ankylosing Spondylitis

Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang melibatkan sendi sakroiliaka,
kerangka aksial, dan sendi perifer. Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses
peradangan kronis,termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor
necrosisfactor-α (TNF-α) dan Transforming Group Factor-β (TGF-β), juga penting dalam
proses inflamasi dengan menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya
peradangan.

2.5 Patogenesis Ankylosing Spondylitis

Patogenesis fundamental bergantung pada hubungan HLA-B27. Faktor yang berbeda,


misalnya, kualitas aminopeptidase dan variabel tumor nekrotik juga dapat berperan penting
dalam AS. Melalui transmisi autosomal, perubahan ini dapat terjadi karena kualitas
kromosom 6. Ini adalah transmisi autosom.
Bahaya relatif pada kerabat tingkat pertama dengan AS sekitar 60% dan pada kembar sekitar
63%. Sekitar 90% kejadiannya adalah dengan kecenderungan turun-temurun.
Penelitian momentum menunjukkan bahwa tumor necrosis factor (TNF) adalah sitokin
signifikan yang berkontribusi dalam memperburuk AS.
2.6 Gejala dan Tanda Ankylosing Spondyltis

• Gejala Utama adalah Nyeri punggung (Inflammatory back Pain)

• Nyeri punggung bawah atau leher dan kekakuan di pagi hari yang hilang pada siang hari
atau saat beraktivitas
• Nyeri di sendi sakroiliaka (sendi tempat pangkal tulang belakang bertemu panggul), bokong,
atau bagian belakang paha
• Kelelahan (lemas).
• Nyeri dan bengkak pada persendian selain yang ada di tulang belakang
• Nyeri tekan atau tidak nyaman di sekitar tumit Anda
• Jari tangan atau kaki bengkak
• Nyeri dada atau sesak
• Radang mata (nyeri, mata merah).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
• X-Ray : Rontgen panggul anteroposterior tunggal (bukan tampilan sendi sakroiliaka khusus)
harus memadai untuk menilai sendi sakroiliaka. Sebagai didefinisikan oleh IBP dan
setidaknya perubahan tingkat 2 bilateral atau tingkat 3 unilateral (Figure 2)
Temuan radiografi mewakili perubahan reparatif dalam menanggapi peradangan akut
sebelumnya. Dengan demikian, munculnya kelainan radiografi biasanya tertunda. Di tulang
belakang, ada perkembangan dari sklerosis reaktif ('sudut mengkilap' atau lesi Romanus),
kuadrat dan erosi di tepi badan vertebral ke pembentukan syndesmophyte dan jembatan
tulang (Gambar 3). 'Tulang bambu' klasik adalah karakteristik AS tingkat lanjut.

• MRI sering dipertimbangkan jika hasil rontgen normal tetapi ada kecurigaan klinis dari spA.
MRI mungkin sangat membantu pada awal penyakit, meskipun bisa normal bahkan pada
spA aktif dan perubahan kronis sakroiliitis lebih baik terlihat pada foto polos. Pendek
tertekan lemak.
Urutan pemulihan inversi T1 (sTIR) menunjukkan edema sumsum pada sendi sakroiliaka
dan / atau sudut vertebral. Edema sumsum tulang dikaitkan dengan perkembangan
selanjutnya dari sklerosis atau fusi tulang, baik pada sendi sakroiliaka atau tulang belakang.

• Ultrasonografi dapat berguna dalam mendeteksi enthesitis, seperti Tendonitis Achilles.


Perannya dalam mendeteksi sakroiliitis masih harus ditentukan karena modalitas ini sangat
bergantung pada operator. Namun demikian, beberapa saran bahwa USG Doppler berwarna
dapat digunakan untuk mendiagnosis sakroiliitis dini dan untuk memantau respons terhadap
terapi.
“Gambar Radiografi menunjukkan penyempitan celah sendi dan sklerosis seperti persendian
sakroiliaka”
Osteitis dan serangkaian terjadinya erosi pada permukaan anterior superior dan inferior
menyebabkan terbentuknya gambaran klassik “squaring” pada corpus vertebra.

• Ossifikasi ligamen spinal yang menjembatani diskus intervertebral menyebabkan


karakteristik protuberantes tulang disebut “syndesmophytes,”yang menunjukkan perjalanan
penyakit yang sudah lanjut berupa gambaran “bamboo spine”.

• Pada sendi DIP tampak adanya bony ankylosis disertai adanya resopsi pada phalang distal.
Tampak pula lisis pada phalang distal dan remodelling pada bagian proksimal dari phalang
distal yang disebut “pencil in cup”.
“Foto rontgen lateral punggung tengah pada ankylosing spondylitis”
“Rontgen lateral leher pada ankylosing spondylitis”

“CT scan menunjukkan tulang belakang bambu pada ankylosing spondylitis”


“Foto rontgen menunjukkan tulang punggung bambu pada orang yang mengalami ankylosing
spondylitis”

“T1-weighted MRI dengan penekanan lemak setelah pemberian kontras gadolinium


yangmenunjukkan sakroiliitis pada orang dengan ankylosing spondylitis”
“Fraktur vertebra T5 dan C7 karena trauma pada seseorang dengan ankylosing spondylitis seperti
yang terlihat pada CT scan”

2.8 Diagnosis Ankylosing Spondylitis

Modified New York Criteria for Ankylosing Spondylitis 1984 :

1. Kriteria Kinis
• Nyeri punggung bawah dan kekakuan selama lebih dari 3 bulan, yang membaik dengan
olahraga tetapi tidak berkurang dengan istirahat
• Batasan pergerakan tulang belakang lumbal di bidang sagital dan frontal
• Batasan ekstensi dada bila dibandingkan dengan kualitas tipikal yang dikaitkan dengan usia
dan jenis kelamin.

2. Kriteria radiologi (Sacroiliitis Unilateral grade 3-4 atau Sacroiliitis Bilateral grade 2-4)
0 = biasa
1 = perubahan yang mencurigakan
2 = paling sedikit variasi dari norma (sedikit terbatas zona dengan disintegrasi atau
sklerosis)
3 = variasi tegas dari norma (sakroiliitis sedang atau berkembang dengan disintegrasi, bukti
sklerosis, meluas, penyempitan, atau ankilosis setengah)
4 = variasi serius dari norma (lengkap ankilosis).

Dikatakan Ankylosing Spondylitis Defenitif apabila didapatkan 1 kriteria klinis dan 1


kriteria radiologis.

2.9 Penatalaksanaan Ankylosing Spondylitis

Tujuan penatalaksanaan terdiri dari 4 kategori :

1. Edukasi pasien dalam perjalanan alamiah penyakit, opsi terapi, peranan pasien dalam
perilaku modifikasi penyakit.
2. Mengurangi nyeri dan kekakuan
3. Mempertahankan spinal dan mobilitas secara keseluruhan dan pencegahan disabilitas
melalui terapi physical dan pharmacological disease modifying agents
4. Pengenalan dan penatalaksanaan komplikasi ekstra artikular dan artikular. Penatalaksanaan
Non Farmakologik
• Edukasi penderita termasuk :
- Bagaimana mengahadapi traveling lama
- Bagaimana tidur yang benar
- Latihan pernafasan
• Terapi fisik
• Exercise
• Terapi konvesional
- Terapi simtomatik
- Terapi DMARDs
• Terapi dengan agen biologik

Banyak tersedia modalitas terapi farmakologik untuk AS antara lain : obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), glukokortikoid, disease modifying antirheumatic drugs (DMARDs) dan anti
tumor necrosis factor.

Agen Biologik : Dalam berbagai penelitian telah terbukti bahwa TNF-α memegang peranan
penting dalam timbulnya inflamasi pada AS. Peningkatan jumlah ekspressi TNF-α dapat ditemukan
pada sendi sacroiliaca, jaringan sinovial dan juga serum penderita AS. Berdasarkan atas penemuan
tersebut telah dicoba terapi AS dengan anti TNF-α yang ternyata memberikan hasil yang
memuaskan. Sampai saat ini ada 3 jenis anti TNF-α yang telah teruji untuk terapi AS, yaitu
etanercept, infliximab dan adalimumab, contohnya :

• Etanercept : Mekanisme kerja Etanercept yaitu dengan cara mengikat TNF-α yang larut,
sehingga dapat mencegah ikatan antara sitokin dengan reseptor pada permukaan sel.
Etanercept dapat diberikan sub kutan dengan dosis 2x25 mg atau 1x50 mg setiap minggu
akan memberikan hasil yang cukup baik.
• Adalimumab : Adalah human antimonoklonal antibodi dengan dosis biasanya adalah 40 mg
selang seminggu diberikan secara subkutan.
• Infliximab : Adalah antibodi monoklonal yang dapat mengikat TNF-α baik yang larut
maupun yang terikat pada permukaan sel. Pada AS infliximab harus diberikan dengan dosis
5 mg/kgBB secara IV diulang 2 minggu kemudian. Pemberian ketiga diberikan 6 minggu
kemudian dan seterusnya sampai 24 minggu.

2.10 Komplikasi Ankylosing Spondylitis

1. Keterlibatan Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskuler termasuk diantaranya aortitis dan insuffisiensi aorta yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan kematian. Selain itu gangguan konduksi seperti
audiovisual block dan bundle branch block, sama seperti keterlibatan miokard yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri.
2. Keterlibatan Pulmoner
Keterlibatan pulmoner pada penderita AS dihubungkan dengan fibrosis dan perubahan
mekanikal pada paru. Kurang lebih 1 % penderita AS mengalami fibrosis paru lobus atas.
Rigiditas rongga dada akan mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengembangkan dada
secara maksimal dan akan mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi paru ringan yang
jarang mengakibatkan terjadinya insufisiensi ventilasi karena adanya kompensasi pernafasan
melalui diafragma. Penurunan kapasitas paru total dikarenakan sekunder akibat kyphosis
dan menurunnya ekspansi dinding toraks
3. Lesi Mata
Uveitis anterior akut (UAA) atau iritis terjadi pada 1/3 kasus AS, kejadian ini dapat berulang
dan pada umumnya terjadi unilateral. Gejalanya : mata sakit, merah, lakrimasi, fotofobia dan
penglihatan kabur. Terjadinya uveitis khususnya tidak bersamaan dengan serangan arthritis.
Keadaan ini harus dengan cepat mendapat terapi, bila tidak akan terjadi gangguan
penglihatan permanen.
4. Lesi Usus
Pada penderita dengan colitis ulserative sering ditemukan sacroiliitis unilateral dan juga
mungkin menderita arthritis dan entesopati. Pada 60% penderita AS ditemukan perubahan
pada usus halus dan usus besarnya tanpa adanya gejala klinis. Diduga perubahan tersebut
mungkin berkaitan dengan patogenesis AS, akan tetapi belum terbukti kebenarannya.
Walaupun demikian sebagian lesinya sangat menyerupai chron’s disease dan sebagian besar
lesi seperti ini tanpa disertai dengan gejala klinis. Hanya 10-15% penderita AS dengan jelas
menderita colitis ulserative atau chron’s disease. Hubungan antara AS dan IBD tampaknya
tidak langsung karena terjadi variasi aktivasi inflamasi pada kedua penyakit tidak
bersamaan.
5. Lesi Neurologi
Lesi neurologi biasanya timbul oleh karena terjadinya kompressi fraktur pada spinal.
6. Lesi Kulit
Antara 1-25% pada penderita AS disertai dengan kelainan kulit psoriasis secara bersamaan.
7. Lesi Ginjal
Manifestasi ginjal relatif jarang pada AS, tetapi bisa terjadi beberapa kondisi yang berat
seperti secondary renal amyloidosis, IgA nephropathy, mesangioproliferative
glomerulonephritis, dan membranous nephropathy.
BAB III
KESIMPULAN

Ankilosing spondilitis (AS) adalah salah satu subkelompok SpA dengan prevalensi terbesar.
Diagnosis AS dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria modifikasi New York 1984. Nyeri
pinggang pada spondilitis ankilosa timbul secara bertahap dan sifat nyerinya tumpul, dengan
penjalaran ke arah bokong. Nyeri pinggang memberat pada pada pagi hari dan membaik dengan
aktifitas dan serta mempunyai komponen nyeri malam hari.

Gambaran inflamasi di sendi perifer maupun aksial dapat dievalusi dari foto polos maupun dengan
pemeriksaan MRI dan USG muskuloskeletal. Gambaran radiologis yang dapat ditemukan antara
lain sklerosis dan erosif sampai terjadinya ankilosing atau fusi total terutama pada sendi sakroiliaka.
Sedangkan pada tulang belakang didapatkan gambaran sindesmofit yaitu penulangan annulus
fibrosus yang selanjutnya dapat menghubungkan masing-masing ruas tulang belakang sehingga
memberikan gambaran “bamboo spine”.

Pada AS terapi non-farmakologis sangat memegang peranan dalam keberhasilan terapi, dan hal ini
juga berkaitan dengan tidak adanya obat yang secara signifikan mampu mempengaruhi perjalanan
penyakit termasuk Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) konvensional. Agen biologik
saat ini diharapkan mampu memberikan respon yang lebih baik terutama pada kasus dengan
aktifitas penyakit yang tinggi, atau yang tidak respon dengan terapi lain.

Anda mungkin juga menyukai