Ankylosing
Spondylitis dan
Nephrolithiasis
Staghorn Bilateral
Dokter Muda : Prestique Fida Puri, S.Ked
Dokter Pembimbing : dr. Winilya Septrida, Sp.Rad
LAPORAN
KASUS
SKENARIO
Seorang pria 38 tahun dengan keluhan nyeri di pinggang sebelah kiri. Nyeri bersifat hilang timbul dan
terkadang menetap. Pasien sempat mengalami keluhan nyeri saat berkemih, rasa tidak puas/lampias saat
berkemih, tetapi sekarang tidak lagi. Pasien tidak merasakan mual, muntah, dan meminum air lebih dari 1 liter
tiap hari. Pasien mengaku sudah sejak lama sulit untuk menggerakkan tulang belakang, untuk membungkuk
ataupun untuk melakukan gerakan-gerakan antefleksi ataupun dorsofleksi vertebra. Pasien menyangkal
riwayat diabetes mellitus sebelumnya, penyakit asam urat, ataupun kolesterol tinggi.
Pasien menyangkal menderita hipertensi sebelumnya. Sebelumnya pasien pernah didiagnosis spondilitis
ankilosis dan nefrolitiasis staghorn bilateral. Pasien sudah menjalani operasi PCNL dekstra pada 24 April 2018.
Pasien mengaku memiliki riwayat alergi ciprofloxacine dan ketorolac dengan manifestasi kulit melepuh
sebelumnya. Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal, riwayat penyakit imun, diabetes mellitus, dan
hipertensi keluarga disangkal.
SKENARIO
Pemeriksaan fisik menunjukkan pria berusia 38 tahun dengan berat badan 55 kg, tinggi badan 168 cm,
tampak sakit ringan. Kesadaran composmentis, GCS 15, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit isi dan
tegangan cukup, laju pernafasan 20 x/menit, teratur dan tidak ada suara nafas tambahan, suhu 36°C, nyeri
skala VAS 3. Tidak didapatkan anemia pada kedua konjungtiva, pupil isokor diameter 3mm/3mm dan refleks
pupil positif. Pemeriksaan dada menunjukkan simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas, suara paru
normal tidak ada wheezing ataupun ronkhi, suara jantung normal tidak ada bising. Pemeriksaan pada
abdomen menunjukkan perut datar, tidak ada penonjolan umbilikus, terdapat bekas luka operasi di daerah
kanan bawah. Bunyi usus normal, pekak sisi normal, tidak ada pekak alih.
Pada pemeriksaan regio flank kanan terdapat luka bekas operasi berukuran 0,5x0,5 cm. Tidak ada
balotement dan tidak ada nyeri tekan, terdapat nyeri ketok kostovertebral. Pada pemeriksaan regio flank kiri
tidak terdapat luka bekas operasi, tidak tampak massa ataupun tumor. Tidak terdapat balotement ginjal,
didapatkan nyeri ketok kostovertebra kiri. Pada regio suprapubik dan genitalia tidak didapatkan kelainan.
Pada ekstremitas tidak didapatkan sianosis, edema, akral dingin, venektasi, CRT <2 detik. Pada
pemeriksaan tulang belakang didapatkan keterbatasan gerak antefleksi dan dorsofleksi.
SKENARIO
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hemoglobin 12 gr%, Hematokrit 38,1%, Leukosit 6,9 x 10^3 /µL,
trombosit 386 x 10 /µL. Gula darah 74 mg/dL, Urea 41 mg/dL, Kreatinin 2,1 mg/ dL, natrium 141 mmol/mL,
Kalium 3,0 mmol/ L, Klorida 100 mml/ dL, PPT 10,3 (kontrol : 10,0), APTT 40,4 (kontrol : 34,2). Foto polos whole
spine AP–lateral dan pelvis AP pasien mendukung gambaran Spondilitis ankilosis grade IV (Gambar 1).
Pada pasien juga dilakukan foto polos abdomen hasil dari kontrol penyakit setelah prosedur PCNL dekstra
sebelumnya (Gambar 2).
Pasien didagnosa dengan nefrolitiasis staghorn bilateral dengan spondilitis ankilosis. Selanjutnya pasien
dijadwalkan untuk dilakukan prosedur PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) untuk penghancuran batu.
Pasien diberikan ceftriaxone 2 gr/24 jam, infus RL 20 tpm, dan dipersiapkan menjalani operasi. Setelah
menjalani operasi, jika tidak ada komplikasi yang terjadi pasien diperbolehkan pulang setelah beberapa hari.
GAMBARAN
RADIOLOGI
GAMBAR 1. FOTO POLOS WHOLE SPINE AP–
LATERAL
MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pada SA adalah nyeri pinggang inflamasi lebih dari 3 bulan yaitu nyeri pada gluteus
dan/atau regio lumbal bawah yang disertai dengan kekakuan pada pagi hari di daerah yang sama
dan berlangsung selama beberapa jam, dan akan membaik dengan aktivitas, namun kembali nyeri
saat beraktivitas lama. AS juga dapat disertai dengan keluhan artritis perifer dan manifestasi
ekstraartikular.
Ankylosing Spondylitis
EPIDEMIOLOGI
Secara global : 0.1-1% prevalensi tertinggi di Eropa utara; prevalensi terendah di sub-sahara
Afrika.
1-2% populasi dengan HLA-B27 (+) mengalami SA
Terjadi pada usia : 20-40 tahun
Pria biasanya memiliki gambaran radiologi yang lebih berat pada tulang belakang dan panggul
bila dibandingkan dengan wanita.
Rasio kejadian pria : wanita = 3:1
DIAGNOSIS
Pencitraan merupakan modalitas penting pada SA yang memiliki berbagai manfaat seperti
membantu menegakkan diagnosis, menentukan lokasi sendi yang terlibat, memonitor
progresivitas SA sehubungan dengan terapi yang diberikan klinisi, serta menentukan prognosis
dari pasien.
Ankylosing Spondylitis
ASPEK RADIOLOGI PADA ANKYLOSING SPONDYLITIS
Pada dasarnya gambaran inflamasi di sendi perifer maupun aksial pada Ankylosing Spondylitis dapat dievalusi dari foto polos
maupun dengan pemeriksaan MRI dan USG muskuloskeletal. Gambaran radiologis yang dapat ditemukan antara lain
sklerosis dan erosif sampai terjadinya ankilosing atau fusi total terutama pada sendi sakroiliaka. Sedangkan pada tulang
belakang didapatkan gambaran sindesmofit yaitu penulangan annulus fibrosus yang selanjutnya dapat menghubungkan
masing-masing ruas tulang belakang sehingga memberikan gambaran “bamboo spine”.
Sakroiliitis (Inflamasi sendi sakroiliaka) biasanya merupakan manifestasi pertama dan bersifat simetris dan bilateral. Pertama sendi
sacroiliac (SI) akan melebar sebelum mempersempit, selanjutnya akan terjadi erosi subkondral, sklerosis, dan proliferasi pada sisi iliaka
sendi SI dan pada tahap akhir, sambungan SI dapat dilihat sebagai garis tipis atau tidak terlihat. Grade sakroilitis dibagi menjadi beberapa
grade yaitu:
Grade 0: normal
Grade I: perubahan yang mencurigakan (beberapa kabur dari margin sendi)
Grade II: kelainan minimum (daerah terlokalisasi kecil dengan erosi atau sklerosis, tanpa perubahan lebar sendi)
Grade III : kelainan tegas (sakroiliitis sedang atau lanjut dengan erosi, bukti sklerosis, pelebaran, penyempitan, atau ankilosis parsial)
Grade IV: kelainan parah (ankilosis lengkap) (Gambar 4-9).
X-Ray Ankylosing Spondylitis
Gambar 8 Gambar 9
Grade IV (sendi sakroiliaka Grade III (paling sering
mengeras) terlihat pada AS)
Gambaran Sendi Sakroiliak
Pada Spondilitis Ankilosa
Lesi tipe II terdiri dari lesi erosif perifer (lesi Romanus) dengan
sklerosis reaktif (shiny corner appearence) pada ujung anterior
pada endplate vertebra (Gambar 3). Kedua lesi ini berkembang
dari perlekatan anulus fibrosus menuju tepi anterior dari
endplate vertebra. Tepi anterior tampak lurus atau berbentuk
“lebih persegi” karena proliferasi periosteal mengisi bentuk
konkaf normal dari vertebra atau dapat pula disebabkan oleh
erosi pada tepi anterosuperior dan anteroinferior. Perubahan ini
lebih mudah diamati bila terjadi pada vertebra lumbalis dimana
corpus vertebra normal selalu berbentuk konkaf di anterior,
sedangkan jika dibandingkan dengan vertebra torakalis maupun
servikalis kontur normal dapat bervariasi mulai dari persegi
hingga berbentuk konveks. Lesi Romanus nantinya akan
Gambar 3. Skema perubahan radiologis pada spondylitis mengalami osifikasi (bony spur formation) yang disebut
ankilosa dengan proyeksi foto lateral
sindesmofit. Pada mulanya sindesmofit tampak terproyeksi
vertikal dari corpus vertebra yang berasal dari proses osifikasi
pada anulus fibrosus diskus intervertebralis. Sindesmofit
tampak secara radiologis di bagian anterior dan lateral tulang
belakang yang berawal dari sudut-sudut corpus vertebra.
Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa
Progresivitas dari pertumbuhan sindesmofit akan tampak
seperti “jembatan” pada diskus intervertebralis yang
menyebabkan terjadinya ankilosis dan dikenal dengan istilah
bamboo spine (Gambar 4). Sindesmofit yang menjadi
karakteristik dari SA harus dibedakan dari osifikasi spinal dan
paraspinal lainnya. Osifikasi degeneratif dari Spondilosis
deformans dimulai beberapa milimeter dari diskus
intervertebralis, biasanya berbentuk segitiga dan mengarah ke
horizontal dari segmen corpus vertebra.
B
Erosi pada endplate vertebra umumnya terjadi pada SA fase
A lanjut dan dapat bersifat fokal atau difus. Hal ini juga tampak
ketika pseudoartrosis terjadi setelah vertebra yang ankilosis
mengalami fraktur. Perubahan pada sendi apofise umum terjadi
dan dimulai dari terjadinya erosi dan sklerosis, namun untuk fase
awal sulit dilihat secara radiologis. Osifikasi kapsular atau
ankilosis tulang intraartikular sering terjadi pada fase lanjut.
Tulang belakang yang mengalami ankilosis rentan mengalami
fraktur, sehingga pada pasien SA yang mengalami nyeri
mendadak perlu dicurigai adanya fraktur pada area vertebra.
Entesitis pada perlekatan ligamen interspinosus dan
supraspinosus sangat sering terjadi dan menyebabkan ankilosis
interspinosus.
C D
Lesi tipe III atau Andersson type B adalah lesi yang terdiri dari
lesi ekstensif di sentral dan perifer (Gambar 5). Secara umum
tipe ini berhubungan dengan lesi Andersson type A. Lesi ini
menunjukkan malunion dan nonunion pada fraktur yang terjadi
di diskus intervertebralis yang berhubungan dengan ankilosis
multisegmen. Andersson type B terjadi pada SA fase lanjut di
regio torakolumbal, dan bersifat jarang. Pada umumnya pasien
melaporkan adanya nyeri dan membaik dengan aktivitas.
Biasanya ini sulit dideteksi apabila tidak ada foto sebelumnya.
Faktor resiko untuk mengalami lesi ini adalah adanya
osteoporosis, trauma, dan kifosis torakolumbal. Fraktur
transveral pada lamina yang tampak dari proyeksi AP atau
dehisens pada prosesus spinosus dari proyeksi lateral
merupakan salah satu karakteristiknya. Kadang terdapat
destruksi intens pada endplate vertebra, yang mengakibatkan
adanya resorbsi, yang dikelilingi sklerosis, menyerupai
pseudoartrosis. Inflamasi juga tampak terjadi pada vertebra
bagian posterior. Perubahan pada sendi apofise merupakan
akibat dari terjadinya artritis dan entesitis. Pada fase awal,
memang sulit dideteksi secara radiologis.
Nephrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak
kelainan saluran kemih. Batu saluran kemih adalah keadaan terdapat batu di saluran kemih, yaitu
ginjal, ureter, kandung kemih, dan/atau uretra. Batu saluran kemih umum dijumpai di seluruh dunia,
tidak terbatas pada jenis kelamin, usia, dan lokasi geografik, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor
EPIDEMIOLOGI
Pada beberapa dekade terakhir, terdapat peningkatan insiden batu saluran kemih di negara maju
ataupun negara berkembang. Prevalensi batu saluran kemih tercatat meningkat sekitar 1%-5% di
Asia, 5%-9% di Eropa, 12% di Kanada, dan 13%-15% di Amerika Serikat; di beberapa negara Asia
seperti Arab Saudi, tercatat peningkatan prevalensi sekitar 20,1%. Insiden batu saluran kemih juga
meningkat pada perempuan dan usia muda; sekitar 2%-3% total populasi penderita saluran kemih
adalah anak-anak. Di samping itu, estimasi tingkat kekambuhan batu saluran kemih diperkirakan
sebesar 50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20 tahun.
Nephrolitiasis
ETIOLOGI
Etiopatogenesis batu saluran kemih belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Pembentukan batu
saluran kemih dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor, seperti iklim, kebiasaan makan,
pekerjaan, dan intake cairan. Predisposisi faktor genetik dan beberapa gangguan metabolik juga
menjadi faktor risiko pembentukan batu.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling umum adalah nyeri pinggang akut. Batu di ureteropelvic junction akan
menyebabkan nyeri pinggang, rasa tidak nyaman di daerah suprapubik, dan urinary urgency. Batu
di daerah proksimal ureter akan menyebabkan nyeri pinggang yang menjalar ke genital. Gejala lain
termasuk gross atau mikroskopik hematuria (kencing berdarah), disertai mual dan muntah.
Nephrolitiasis
KLASIFIKASI
Berdasarkan posisi anatominya, yaitu di kaliks ginjal bagian atas, tengah, atau bawah; pelvis ginjal;
ureter bagian atas, tengah atau distal, dan kandung kemih. Selain itu, batu dapat juga diklasifikasi
berdasarkan karakteristik pada foto x-ray KUB (kidney- ureter-bladder) tergantung komposisi
mineralnya.
Nephrolitiasis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk diagnosis, rencana terapi dan follow up pasca-terapi batu
saluran kemih. Modalitas pencitraan untuk diagnosis batu saluran kemih, yaitu pemeriksaan polos
KUB (kidneyureter-bladder), pielografi intravena (IVP), ultrasound, CT scan, dan MRI.
Foto X-ray KUB (Kidney-Ureter-
Bladder)
Artinya: dari Al-Miqdam berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, „ tidak ada
wadah yang sangat buruk jika diisi penuh melebihi perut. Untuk seorang (anak Adam) itu
sebenarnya cukup untuk beberapa suap untuk menegakkan tulang belakangnya
(bertenaga). Tapi, jika terpaksa harus (makan) melebihi dari itu (beberapa suap), maka
(hendaklah dibagi) sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, sepertiga lagi untuk
pernapasan (udara)”.
Perut yang terlalu penuh adalah sumber kerusakan dan sumber sebagian besar penyakit.
Yang dimaksud “perut” dalam hadis tersebut adalah sistem pencernaan. Hal ini mengingat
makanan yang dimakan manusia masuk kedalam tubuh melewati sistem pencernaan.
Sedangkan pada pandangan herbalis yang dimaksud dengan “perut” sebagaimana
disebutkan dalam hadis tersebut lebih mengarah pada kolon (usus besar). Sebab pada
organ ini sering terjadi penumpukan sisa-sisa makanan yang pada akhirnya bisa menjadi
pemicu munculnya beberapa penyakit
TERIMA KASIH!