Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Ankylosing
Spondylitis dan
Nephrolithiasis
Staghorn Bilateral
Dokter Muda : Prestique Fida Puri, S.Ked
Dokter Pembimbing : dr. Winilya Septrida, Sp.Rad
LAPORAN
KASUS
SKENARIO
Seorang pria 38 tahun dengan keluhan nyeri di pinggang sebelah kiri. Nyeri bersifat hilang timbul dan
terkadang menetap. Pasien sempat mengalami keluhan nyeri saat berkemih, rasa tidak puas/lampias saat
berkemih, tetapi sekarang tidak lagi. Pasien tidak merasakan mual, muntah, dan meminum air lebih dari 1 liter
tiap hari. Pasien mengaku sudah sejak lama sulit untuk menggerakkan tulang belakang, untuk membungkuk
ataupun untuk melakukan gerakan-gerakan antefleksi ataupun dorsofleksi vertebra. Pasien menyangkal
riwayat diabetes mellitus sebelumnya, penyakit asam urat, ataupun kolesterol tinggi.
Pasien menyangkal menderita hipertensi sebelumnya. Sebelumnya pasien pernah didiagnosis spondilitis
ankilosis dan nefrolitiasis staghorn bilateral. Pasien sudah menjalani operasi PCNL dekstra pada 24 April 2018.
Pasien mengaku memiliki riwayat alergi ciprofloxacine dan ketorolac dengan manifestasi kulit melepuh
sebelumnya. Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal, riwayat penyakit imun, diabetes mellitus, dan
hipertensi keluarga disangkal.
SKENARIO
Pemeriksaan fisik menunjukkan pria berusia 38 tahun dengan berat badan 55 kg, tinggi badan 168 cm,
tampak sakit ringan. Kesadaran composmentis, GCS 15, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit isi dan
tegangan cukup, laju pernafasan 20 x/menit, teratur dan tidak ada suara nafas tambahan, suhu 36°C, nyeri
skala VAS 3. Tidak didapatkan anemia pada kedua konjungtiva, pupil isokor diameter 3mm/3mm dan refleks
pupil positif. Pemeriksaan dada menunjukkan simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas, suara paru
normal tidak ada wheezing ataupun ronkhi, suara jantung normal tidak ada bising. Pemeriksaan pada
abdomen menunjukkan perut datar, tidak ada penonjolan umbilikus, terdapat bekas luka operasi di daerah
kanan bawah. Bunyi usus normal, pekak sisi normal, tidak ada pekak alih.
Pada pemeriksaan regio flank kanan terdapat luka bekas operasi berukuran 0,5x0,5 cm. Tidak ada
balotement dan tidak ada nyeri tekan, terdapat nyeri ketok kostovertebral. Pada pemeriksaan regio flank kiri
tidak terdapat luka bekas operasi, tidak tampak massa ataupun tumor. Tidak terdapat balotement ginjal,
didapatkan nyeri ketok kostovertebra kiri. Pada regio suprapubik dan genitalia tidak didapatkan kelainan.
Pada ekstremitas tidak didapatkan sianosis, edema, akral dingin, venektasi, CRT <2 detik. Pada
pemeriksaan tulang belakang didapatkan keterbatasan gerak antefleksi dan dorsofleksi.
SKENARIO
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hemoglobin 12 gr%, Hematokrit 38,1%, Leukosit 6,9 x 10^3 /µL,
trombosit 386 x 10 /µL. Gula darah 74 mg/dL, Urea 41 mg/dL, Kreatinin 2,1 mg/ dL, natrium 141 mmol/mL,
Kalium 3,0 mmol/ L, Klorida 100 mml/ dL, PPT 10,3 (kontrol : 10,0), APTT 40,4 (kontrol : 34,2). Foto polos whole
spine AP–lateral dan pelvis AP pasien mendukung gambaran Spondilitis ankilosis grade IV (Gambar 1).
Pada pasien juga dilakukan foto polos abdomen hasil dari kontrol penyakit setelah prosedur PCNL dekstra
sebelumnya (Gambar 2).
Pasien didagnosa dengan nefrolitiasis staghorn bilateral dengan spondilitis ankilosis. Selanjutnya pasien
dijadwalkan untuk dilakukan prosedur PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) untuk penghancuran batu.
Pasien diberikan ceftriaxone 2 gr/24 jam, infus RL 20 tpm, dan dipersiapkan menjalani operasi. Setelah
menjalani operasi, jika tidak ada komplikasi yang terjadi pasien diperbolehkan pulang setelah beberapa hari.
GAMBARAN
RADIOLOGI
GAMBAR 1. FOTO POLOS WHOLE SPINE AP–
LATERAL

Trakea ditengah, tidak terdapat deviasi trakea


Tulang scapula, clavicula, costae intak, deformitas (-)
dalam batas normal
Tampak kalsifikasi pada celah sendi vertebrae
Tidak terdapat pergeseran mediastinum
Apex pulmo dextra et sinistra bersih
Corakan bronkovaskuler pulmo dextra et sinistra
normal
Hilus pulmo dextra et sinistra tidak menebal
Sinus costophrenicus kedua paru lancip
Diafragma licin tidak mendatar
Cor, ukuran dan letak normal, CTR <50%
Pada sepanjang tulang vertebrae, corpus vertebra
menyatu oleh syndesmophytes marjinal yang
memberikan tampilan “bamboo spine appearance”

Kesan : Ankylosing Spondylitis dengan Nephrolitiasis


Dextra et Sinistra
GAMBAR 2. FOTO POLOS ABDOMEN

Preperitoneal fat line normal


Psoas line normal
Air fluid lever tidak ada
Soft tissue swelling tidak ada
Tampak massa radioopak pada
regio hipokondriaka dextra et
sinistra
Alignment tulang baik dan
tampak kalsifikasi pada celah
sendi os vertebrae
Sacroiliaca joint grade IV

Kesan : Ankylosing Spondylitis


dengan Nephrolitiasis Dextra et
Sinistra
TINJAUAN
PUSTAKA
ANKYLOSING SPONDYLITIS
Ankylosing Spondylitis
DEFINISI

Ankylosing spondylitis (AS) merupakan prototipe penyakit yang tergabung dalam


spondyloarthropathies (Sp A) merupakan sekelompok penyakit dengan gambaran utama berupa
inflamasi rangka axial, arthritis perifer, dan entesitis (inflamasi pada insersi lokasi tulang ke tendon,
ligamen, dan kapsul sendi) yang berhubungan dengan HLA-B27. Inflamasi yang bersifat kronis
progresif pada SA ini dapat menyebabkan fibrosis dan kalsifikasi, yang mengakibatkan hilangnya
fleksibilitas serta fusi dari tulang belakang, dikenal dengan istilah “bamboo spine”, sehingga terjadi
kesulitan mobilisasi pada penderita.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama pada SA adalah nyeri pinggang inflamasi lebih dari 3 bulan yaitu nyeri pada gluteus
dan/atau regio lumbal bawah yang disertai dengan kekakuan pada pagi hari di daerah yang sama
dan berlangsung selama beberapa jam, dan akan membaik dengan aktivitas, namun kembali nyeri
saat beraktivitas lama. AS juga dapat disertai dengan keluhan artritis perifer dan manifestasi
ekstraartikular.
Ankylosing Spondylitis
EPIDEMIOLOGI

Secara global : 0.1-1% prevalensi tertinggi di Eropa utara; prevalensi terendah di sub-sahara
Afrika.
1-2% populasi dengan HLA-B27 (+) mengalami SA
Terjadi pada usia : 20-40 tahun
Pria biasanya memiliki gambaran radiologi yang lebih berat pada tulang belakang dan panggul
bila dibandingkan dengan wanita.
Rasio kejadian pria : wanita = 3:1

DIAGNOSIS

Pencitraan merupakan modalitas penting pada SA yang memiliki berbagai manfaat seperti
membantu menegakkan diagnosis, menentukan lokasi sendi yang terlibat, memonitor
progresivitas SA sehubungan dengan terapi yang diberikan klinisi, serta menentukan prognosis
dari pasien.
Ankylosing Spondylitis
ASPEK RADIOLOGI PADA ANKYLOSING SPONDYLITIS

Pada dasarnya gambaran inflamasi di sendi perifer maupun aksial pada Ankylosing Spondylitis dapat dievalusi dari foto polos
maupun dengan pemeriksaan MRI dan USG muskuloskeletal. Gambaran radiologis yang dapat ditemukan antara lain
sklerosis dan erosif sampai terjadinya ankilosing atau fusi total terutama pada sendi sakroiliaka. Sedangkan pada tulang
belakang didapatkan gambaran sindesmofit yaitu penulangan annulus fibrosus yang selanjutnya dapat menghubungkan
masing-masing ruas tulang belakang sehingga memberikan gambaran “bamboo spine”.

X-RAY ANKYLOSING SPONDYLITIS

Sakroiliitis (Inflamasi sendi sakroiliaka) biasanya merupakan manifestasi pertama dan bersifat simetris dan bilateral. Pertama sendi
sacroiliac (SI) akan melebar sebelum mempersempit, selanjutnya akan terjadi erosi subkondral, sklerosis, dan proliferasi pada sisi iliaka
sendi SI dan pada tahap akhir, sambungan SI dapat dilihat sebagai garis tipis atau tidak terlihat. Grade sakroilitis dibagi menjadi beberapa
grade yaitu:
Grade 0: normal
Grade I: perubahan yang mencurigakan (beberapa kabur dari margin sendi)
Grade II: kelainan minimum (daerah terlokalisasi kecil dengan erosi atau sklerosis, tanpa perubahan lebar sendi)
Grade III : kelainan tegas (sakroiliitis sedang atau lanjut dengan erosi, bukti sklerosis, pelebaran, penyempitan, atau ankilosis parsial)
Grade IV: kelainan parah (ankilosis lengkap) (Gambar 4-9).
X-Ray Ankylosing Spondylitis

Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6


Gambar 7
Grade 0 Grade I (Tampilan kerucut Grade II (sklerosis minimal
Grade III (sendi sakroiliaka yang kabur
pada SI dextra) dengan beberapa erosi di
secara bilateral dengan sklerosis
bagian caudal sendi)
periartikular, dan pelebaran)
X-Ray Ankylosing Spondylitis

Gambar 8 Gambar 9
Grade IV (sendi sakroiliaka Grade III (paling sering
mengeras) terlihat pada AS)
Gambaran Sendi Sakroiliak
Pada Spondilitis Ankilosa

Awal perubahan radiologis pada sacroiliitis biasanya dimulai dari


bagian iliak kompartemen kartilgo disertai dengan erosi pada
tulang subkondral.

Erosi dan ankilosis pada sendi sakroiliak adalah gambaran khas


pada Spondilitis ankilosa. Sakroilitis adalah manifestasi awal dan
biasanya bersifat bilateral simetris pada SA (Gambar 1).
Gambaran radiologis awal didominasi pada fibrokartilago di area
iliac yang mengalami erosi subkondral dan mengakibatkan
permukaan sendi tampak kabur yang diikuti dengan
osteoporosis serta sklerosis reaktif pada daerah sekitar.

Erosi tulang menyebabkan pelebaran fokal antar sendi, dan


sejalan dengan progesivitas penyakit, sendi yang terlibat
mengalami destruksi dengan gambaran radiologis yang
menunjukkan erosi, sklerosis, dan pembentukan tulang baru
yang tampak mengisi daerah tulang rawan sendi yang
sebelumnya sudah mengalami erosi. Apabila remodeling tulang
dan proses ankilosis sudah terjadi maka sendi akan menghilang.

Gambar 1. Sakroiliitis grade 1, 2, 3, dan 4


Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa

Tulang belakang atau vertebra baik servikal, torakal, maupun


lumbal dapat dinilai secara radiologis melalui proyeksi AP dan
lateral. Posisi oblik mungkin diperlukan dalam mengevaluasi
sendi facet. 50% pasien dengan spondilitis ankilosa mengalami
gangguan pada vertebra, pada fase awal, perubahan biasanya
terjadi di regio torakolumbal dan lumbosakral kemudian seiiring
progresivitas penyakit regio midlumbal, mid torakal, dan servikal
juga ikut terlibat.

Manifestasi radiologis awal dari SA, sebagian besar disebabkan


oleh proses entesitis pada tepi sendi diskovertebra. 3 tipe
perubahan pada vertebra yang dapat terjadi pada SA. Lesi tipe I
terlokalisasi pada lesi sentral di endplate vertebra (Andersson
type A). Tipe ini biasanya ringan dan bersifat fokal serta tidak
mengalami perubahan selama beberapa bulan dan beberapa
tahun. Tipe ini paling sering terjadi di vertebra torakolumbal, dan
selama fase awal SA secara radiologis tampak sebagai erosi
endplate (Gambar 2). Pasien SA yang memiliki lesi ini, sebagian
besar asimtomatis dan sering tidak terdeteksi.
Gambar 2. Lesi Andersson tipe A
Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa

Lesi tipe II terdiri dari lesi erosif perifer (lesi Romanus) dengan
sklerosis reaktif (shiny corner appearence) pada ujung anterior
pada endplate vertebra (Gambar 3). Kedua lesi ini berkembang
dari perlekatan anulus fibrosus menuju tepi anterior dari
endplate vertebra. Tepi anterior tampak lurus atau berbentuk
“lebih persegi” karena proliferasi periosteal mengisi bentuk
konkaf normal dari vertebra atau dapat pula disebabkan oleh
erosi pada tepi anterosuperior dan anteroinferior. Perubahan ini
lebih mudah diamati bila terjadi pada vertebra lumbalis dimana
corpus vertebra normal selalu berbentuk konkaf di anterior,
sedangkan jika dibandingkan dengan vertebra torakalis maupun
servikalis kontur normal dapat bervariasi mulai dari persegi
hingga berbentuk konveks. Lesi Romanus nantinya akan
Gambar 3. Skema perubahan radiologis pada spondylitis mengalami osifikasi (bony spur formation) yang disebut
ankilosa dengan proyeksi foto lateral
sindesmofit. Pada mulanya sindesmofit tampak terproyeksi
vertikal dari corpus vertebra yang berasal dari proses osifikasi
pada anulus fibrosus diskus intervertebralis. Sindesmofit
tampak secara radiologis di bagian anterior dan lateral tulang
belakang yang berawal dari sudut-sudut corpus vertebra.
Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa
Progresivitas dari pertumbuhan sindesmofit akan tampak
seperti “jembatan” pada diskus intervertebralis yang
menyebabkan terjadinya ankilosis dan dikenal dengan istilah
bamboo spine (Gambar 4). Sindesmofit yang menjadi
karakteristik dari SA harus dibedakan dari osifikasi spinal dan
paraspinal lainnya. Osifikasi degeneratif dari Spondilosis
deformans dimulai beberapa milimeter dari diskus
intervertebralis, biasanya berbentuk segitiga dan mengarah ke
horizontal dari segmen corpus vertebra.
B
Erosi pada endplate vertebra umumnya terjadi pada SA fase
A lanjut dan dapat bersifat fokal atau difus. Hal ini juga tampak
ketika pseudoartrosis terjadi setelah vertebra yang ankilosis
mengalami fraktur. Perubahan pada sendi apofise umum terjadi
dan dimulai dari terjadinya erosi dan sklerosis, namun untuk fase
awal sulit dilihat secara radiologis. Osifikasi kapsular atau
ankilosis tulang intraartikular sering terjadi pada fase lanjut.
Tulang belakang yang mengalami ankilosis rentan mengalami
fraktur, sehingga pada pasien SA yang mengalami nyeri
mendadak perlu dicurigai adanya fraktur pada area vertebra.
Entesitis pada perlekatan ligamen interspinosus dan
supraspinosus sangat sering terjadi dan menyebabkan ankilosis
interspinosus.
C D

Gambar 4. Shiny corner appearance (A dan B)


Sindesmofit marginal yang telah mengalami ankilosis
atau disebut Bamboo Spine Appearance (C dan D)
Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa

Lesi tipe III atau Andersson type B adalah lesi yang terdiri dari
lesi ekstensif di sentral dan perifer (Gambar 5). Secara umum
tipe ini berhubungan dengan lesi Andersson type A. Lesi ini
menunjukkan malunion dan nonunion pada fraktur yang terjadi
di diskus intervertebralis yang berhubungan dengan ankilosis
multisegmen. Andersson type B terjadi pada SA fase lanjut di
regio torakolumbal, dan bersifat jarang. Pada umumnya pasien
melaporkan adanya nyeri dan membaik dengan aktivitas.
Biasanya ini sulit dideteksi apabila tidak ada foto sebelumnya.
Faktor resiko untuk mengalami lesi ini adalah adanya
osteoporosis, trauma, dan kifosis torakolumbal. Fraktur
transveral pada lamina yang tampak dari proyeksi AP atau
dehisens pada prosesus spinosus dari proyeksi lateral
merupakan salah satu karakteristiknya. Kadang terdapat
destruksi intens pada endplate vertebra, yang mengakibatkan
adanya resorbsi, yang dikelilingi sklerosis, menyerupai
pseudoartrosis. Inflamasi juga tampak terjadi pada vertebra
bagian posterior. Perubahan pada sendi apofise merupakan
akibat dari terjadinya artritis dan entesitis. Pada fase awal,
memang sulit dideteksi secara radiologis.

Gambar 5. Lesi Andersson tipe B


Gambaran Tulang Belakang
Pada Spondilitis Ankilosa

Pada fase lanjut, terdapat osifikasi ekstensif pada aspek


dorsolateral di kolumna vertebra, yang tampak pada proyeksi
lateral, atau disebut dengan tramline sign pada proyeksi AP,
yang terdiri dari 2 garis paralel sklerosis diatas sendi apofisis.
Osifikasi ligamen yang terjadi pada ligamen supraspinosus dan
interspinosus umumnya terjadi pada fase lanjut. Hal ini
menyebabkan munculnya gambaran garis tipis radioopak di
bagian tengah vertikal menuju ke bawah yang disebut dengan
dagger sign pada foto tulang belakang (Gambar 6).

Gambar 6. Dagger sign, Railroad track, dan Trolley track


appearance pada spondilitis ankilosa dari proyeksi foto
AP
NEPHROLITIASIS
Nephrolitiasis
DEFINISI

Nephrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak
kelainan saluran kemih. Batu saluran kemih adalah keadaan terdapat batu di saluran kemih, yaitu
ginjal, ureter, kandung kemih, dan/atau uretra. Batu saluran kemih umum dijumpai di seluruh dunia,
tidak terbatas pada jenis kelamin, usia, dan lokasi geografik, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor

EPIDEMIOLOGI

Pada beberapa dekade terakhir, terdapat peningkatan insiden batu saluran kemih di negara maju
ataupun negara berkembang. Prevalensi batu saluran kemih tercatat meningkat sekitar 1%-5% di
Asia, 5%-9% di Eropa, 12% di Kanada, dan 13%-15% di Amerika Serikat; di beberapa negara Asia
seperti Arab Saudi, tercatat peningkatan prevalensi sekitar 20,1%. Insiden batu saluran kemih juga
meningkat pada perempuan dan usia muda; sekitar 2%-3% total populasi penderita saluran kemih
adalah anak-anak. Di samping itu, estimasi tingkat kekambuhan batu saluran kemih diperkirakan
sebesar 50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20 tahun.
Nephrolitiasis
ETIOLOGI

Etiopatogenesis batu saluran kemih belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Pembentukan batu
saluran kemih dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor, seperti iklim, kebiasaan makan,
pekerjaan, dan intake cairan. Predisposisi faktor genetik dan beberapa gangguan metabolik juga
menjadi faktor risiko pembentukan batu.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang paling umum adalah nyeri pinggang akut. Batu di ureteropelvic junction akan
menyebabkan nyeri pinggang, rasa tidak nyaman di daerah suprapubik, dan urinary urgency. Batu
di daerah proksimal ureter akan menyebabkan nyeri pinggang yang menjalar ke genital. Gejala lain
termasuk gross atau mikroskopik hematuria (kencing berdarah), disertai mual dan muntah.
Nephrolitiasis
KLASIFIKASI

Berdasarkan posisi anatominya, yaitu di kaliks ginjal bagian atas, tengah, atau bawah; pelvis ginjal;
ureter bagian atas, tengah atau distal, dan kandung kemih. Selain itu, batu dapat juga diklasifikasi
berdasarkan karakteristik pada foto x-ray KUB (kidney- ureter-bladder) tergantung komposisi
mineralnya.
Nephrolitiasis
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk diagnosis, rencana terapi dan follow up pasca-terapi batu
saluran kemih. Modalitas pencitraan untuk diagnosis batu saluran kemih, yaitu pemeriksaan polos
KUB (kidneyureter-bladder), pielografi intravena (IVP), ultrasound, CT scan, dan MRI.
Foto X-ray KUB (Kidney-Ureter-
Bladder)

Foto x-ray KUB merupakan salah satu modalitas dasar untuk


evaluasi nyeri pinggang onset akut. Sekitar 90% batu saluran
kemih menghasilkan gambaran radioopak. Batu radioopak di
saluran kemih atas mudah diidentifikasi dengan gambaran
morfologi unik, seperti batu staghorn. Namun, sensitivitas foto
x-ray KUB hanya sekitar 60% untuk deteksi batu saluran kemih
karena batu radioopak kecil dapat terhalangi oleh isi usus,
gambaran jaringan lunak di sekitarnya, kalsifikasi ekstra renal,
dan postur tubuh pasien yang besar.

Selain keterbatasan untuk deteksi batu saluran kemih, foto x-


ray KUB juga tidak dapat mengindentifikasi obstruksi saluran
kemih. Di lain pihak, foto x-ray KUB dapat menilai progresi
pasca-terapi, berguna pada penderita dengan rencana
fluoroscopic-guided SWL (shockwave lithotripsy) dan dapat
melacak progresi letak fragmen batu setelah terapi SWL dan
PCNL (percutaneous nephrolithotomy).

Gambar 1. Foto x-ray KUB: Tampak batu staghorn di


sistem pelvikokalises ginjal kiri.
Pielografi Intravena
(Intravenous Pyelography -
IVP)
Pielografi intravena dilakukan setelah x-ray KUB dengan
menyuntikkan medium kontras secara intravena; pemeriksaan
x-ray dilakukan berurutan untuk evaluasi ekskresi kontras.
Gambaran anatomi ginjal pada IVP lebih jelas jika dibandingkan
dengan x-ray KUB, dan dapat memperlihatkan adanya batu
penyebab obstruksi. IVP juga dapat menilai struktur dan fungsi
saluran kemih, termasuk lokasi, derajat, dan penyebab obstruksi.
Pada kasus kecurigaan batu radiolusen, akan tampak gambaran
filling defect, tetapi batu tersebut juga dapat ‘tertutup’ oleh
materi kontras.

Dahulu IVP merupakan pencitraan pilihan untuk evaluasi batu


saluran kemih, tetapi saat ini berangsur digantikan oleh CT scan.
Beberapa kekurangan IVP yaitu kontraindikasi penggunaan
media kontras pada pasien gangguan ginjal dan reaksi alergi
terhadap media kontras. Obstruksi saluran kemih juga akan
menyebabkan penundaan signifikan ekskresi media kontras,
sehingga akan menambah lamanya pemeriksaan.

Gambar 2. IVP saluran kemih setelah agen media kontras


injeksi 5,20,40 menit, Kandung kemih penuh, dan pasca
void
Ultrasound

Batu saluran kemih akan tampak sebagai focus echogenic yang


menghasilkan bayangan acoustic shadowing di dalam saluran
kemih. Batu yang pre-dominan terdiri dari kalsium oksalat,
kalsium fosfat, struvite, atau asam urat merupakan bahan padat
yang akan merefleksikan gelombang suara dan tampak
echogenic. Batu berukuran kecil atau batu yang terdiri dari
indinavir sulfat mungkin tidak akan menimbulkan bayangan
acoustic shadowing. Untuk konfirmasi visualisasi batu, dapat
digunakan pemeriksaan Doppler untuk melihat artefak twinkle
Gambar 3. Potongan longitudinal pada ultrasound ginjal pada daerah shadowing yang diharapkan pada pencitraan gray-
menunjukkan adanya beberapa fokus yang sedikit scale.
echogenic (panah) di dalam sinus ginjal
Pemeriksaan ultrasound (USG) dapat mendeteksi batu di ginjal,
di pieloureter, dan vesicoureter junction. Umumnya, batu di
daerah ureter sulit tervisualisasi karena tertutup udara usus di
atasnya dan karena letak ureter yang relatif dalam di rongga
pelvis. Pada kasus batu ureter, saluran kemih atas biasanya akan
mengalami pelebaran. Pemeriksaan USG memiliki sensitivitas
19%-93% dan spesifisitas 84%-100% dalam mendeteksi batu
saluran kemih. Beberapa keterbatasan ultrasound dalam
diagnosis batu saluran kemih adalah kurangnya akurasi untuk
diagnosis ukuran batu dan pada orang dengan IMT tinggi.

Gambar 4. Pada Doppler tampak beberapa regio yang


memiliki artefak twinkle (panah), mengonfirmasi
gambaran batu ginjal.
Computerized Tomography
(CT) Scan

Pemeriksaan CT scan tanpa kontras merupakan pemeriksaan


pencitraan lini pertama pasien nyeri pinggang pada unit gawat
darurat. Sensitivitas CT scan 95%-100% dan spesifisitas 96%-
98% untuk diagnosis batu, sehingga CT scan menjadi baku
emas pencitraan untuk batu saluran kemih. Pada pemeriksaan
CT scan, batu saluran kemih diidentifikasi sebagai fokus dengan
atenuasi tinggi (sekitar 200-1200 HU). CT scan juga dapat
mengkaji tanda sekunder batu saluran kemih yang meliputi
tanda obstruksi atau infeksi; juga sering dijumpai hidronefrosis
(69%), edema perinefrik (65%), dan edema periureter (65%).

Gambar 5. Potongan CT scan (A) (B) batu ginjal.


Magnetic Resonance Imaging
(MRI)

Pemeriksaan MRI abdominopelvis, sama seperti ultrasound


merupakan pemeriksaan pencitraan non-radiasi yang dapat
memperlihatkan seluruh jaringan lunak di abdomen dan pelvis
secara komprehensif.

MRI merupakan modalitas yang baik untuk penggambaran


tanda sekunder batu saluran kemih seperti infeksi atau
obstruksi, tetapi tidak dapat secara langsung menvisualisasi
batu. Deteksi tidak langsung batu ureter adalah melalui filling
defect di dalam lumen ureter, tanda tidak spesifik yang juga
dapat menandakan gumpalan darah atau tumor.

Gambar 6. MRI Nephrolitiasis


KESIMPULAN
1. Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan Ankylosing Spondylitis dan Nephrolitiasis
Staghorn Bilateral.
2. Ankylosing spondylitis (AS), salah satu jenis spondyloarthropathies (Sp A), merupakan
sekelompok penyakit dengan gambaran utama berupa inflamasi rangka axial, arthritis
perifer, dan entesitis yang berhubungan dengan HLA-B27.
3. Nephrolitiasis merupakan salah satu penyakit ginjal yaitu ditemukannya batu yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab
terbanyak kelainan saluran kemih.
4. Untuk mendiagnosis SA, radiologi konvensional (lini pertama) digunakan untuk melihat
grading sakroiliitis yang termasuk dalam kriteria Modified New York Criteria. Ciri khas
pada SA adalah adanya “bamboo spine appearance”.
5. Pemeriksaan radiologi memiliki peran penting dalam diagnosis nephrolitiasis, yaitu CT
scan yang merupakan gold standard dan banyak digunakan karena sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi serta lama pemeriksaan yang singkat.
NNI
HR Ahmad dan Al-Tirmidzi

Artinya: dari Al-Miqdam berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, „ tidak ada
wadah yang sangat buruk jika diisi penuh melebihi perut. Untuk seorang (anak Adam) itu
sebenarnya cukup untuk beberapa suap untuk menegakkan tulang belakangnya
(bertenaga). Tapi, jika terpaksa harus (makan) melebihi dari itu (beberapa suap), maka
(hendaklah dibagi) sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, sepertiga lagi untuk
pernapasan (udara)”.

Perut yang terlalu penuh adalah sumber kerusakan dan sumber sebagian besar penyakit.
Yang dimaksud “perut” dalam hadis tersebut adalah sistem pencernaan. Hal ini mengingat
makanan yang dimakan manusia masuk kedalam tubuh melewati sistem pencernaan.
Sedangkan pada pandangan herbalis yang dimaksud dengan “perut” sebagaimana
disebutkan dalam hadis tersebut lebih mengarah pada kolon (usus besar). Sebab pada
organ ini sering terjadi penumpukan sisa-sisa makanan yang pada akhirnya bisa menjadi
pemicu munculnya beberapa penyakit
TERIMA KASIH!

Anda mungkin juga menyukai