Anda di halaman 1dari 5

PENYEBAB TSUNAMI DI PALU

Episentrum Gempa Donggala-Palu 2018 terletak di daratan tepatnya di kawasan Lompio,


Kabupaten Donggala. Akan tetapi posisi episentrum hanyalah 3 kilometer dari pesisir Selat
Makassar terdekat. Sehingga terbit dugaan sebagian sumber Gempa Donggala-Palu 2018, yakni
segmen batuan yang terpatahkan sebagai sumber gempa tersebut dan bergeser, juga menjangkau
dasar Selat Makassar. Khususnya di sepanjang lepas pantai barat pesisir Donggala.

Hasil simulasi BMKG tentang potensi tsunami di kawasan Teluk Palu, yang dipublikasikan
dalam 4 menit pasca awal Gempa Donggala-Palu 2018. Angka-angka dalam warna hitam
menunjukkan prakiraan tinggi tsunami dalam cm dpl. Sementara angka berwarna merah adalah
hasil observasi tinggi tsunami sesungguhnya dari stasiun pasangsurut Majene. Sumber: BMKG,
2018.

Parameter awal Gempa Donggala-Palu 2018 menjadi basis BMKG mengerjakan simulasi
tsunami (modelling) berdasarkan sistem yang telah menjadi standar bagi lembaga-lembaga
geofisika sejenis di dunia. Dari informasi episentrum dan magnitudo gempa (yang awalnya 7,7)
diperoleh prakiraan geometri sumber gempa, dimana sebagian diantaranya terletak di dasar laut.
Meski mekanisme sumber gempa ini adalah pematahan mendatar (strike slip), namun terdapat
komponen kecil pematahan naik (uplift). Tsunami selalu dihasilkan dari naik atau turunnya dasar
laut setempat dalam skala tertentu, dimana makin besar kenaikan/penurunannya maka kian
dahsyat pula tsunaminya. Secara kasar, geometri sumber Gempa Donggala-Palu 2018 adalah
persegi panjang sepanjang 100 kilometer yang berorientasi utara-selatan.
Hasil simulasi BMKG memperlihatkan pesisir Teluk Palu bagian barat dan selatan, yang
mencakup sebagian Kabupaten Donggala dan Kota Palu, berpotensi dilanda tsunami dengan
prakiraan ketinggian 60 cm. Sementara pesisir timur Teluk Palu berpotensi dilanda tsunami yang
prakiraan ketinggiannya 40 cm. Sedangkan pesisir Kabupaten Mamuju berpotensi dilimbur
tsunami yang tingginya diprakirakan 30 cm (sebelah utara) dan 10 cm atau kurang (sebelah
selatan).

Dinamika paras air laut sebagaimana yang terekam di stasiun pasangsurut pelabuhan Majene,
sekitar 200 kilometer dari episentrum Gempa Donggala-Palu 2018. Nampak usikan khas tsunami
dengan tinggi hanya 6 cm yang mulai terekam pada pukul 18:13 WIB. Sumber: BMKG, 2018.

Peringatan Dini Tsunami diudarakan pada pukul 18:06 WITA atau hanya dalam 4 menit
pascagempa. Dalam kejadian Gempa Donggala-Palu 2018 ini BMKG langsung mengeluarkan
peringatan dini tsunami tanpa didahului informasi gempanya. Keputusan ini nampaknya
didasarkan oleh tingginya resiko tsunami di Teluk Palu dan geometri teluk yang bisa
memperkuat (mengamplifikasi) gelombang tsunami sehingga tingginya akan meningkat. Dalam
peringatan dini ini, pesisir barat Teluk Palu dinyatakan berstatus Siaga (Zona Jingga) sementara
pesisir sisanya mulai dari Kabupaten Majene di selatan hingga Kabupaten Donggala di utara
berstatus Waspada (Zona Kuning).
Pada pukul 18:13 WITA, terdeteksi adanya usikan paras air laut khas tsunami di stasiun
pasangsurut pelabuhan Majene, sejauh sekitar 200 kilometer dari episentrum gempa. Usikan
berpola tsunami ini kecil, hanya setinggi 6 cm. Angka ini berdekatan dengan hasil simulasi
tsunami BMKG untuk daerah itu (yang menyimpulkan kurang dari 10 cm). Sebaliknya pada
stasiun pasangsurut Lahat Datu, negara bagian Sabah (Malaysia) tidak terekam usikan apapun.
Kedua data pengukuran itu menyajikan kesan memang terjadi tsunami, namun kecil. Dan pada
pukul 18:36 WITA Peringatan Dini Tsunami pun diakhiri.

Dalam realitanya, tsunami besar melimbur pesisir kota Palu mulai pukul 18:27 WITA. Tinggi
tsunami di sejumlah titik yang berdekatan dengan pesisir kota tercatat 1,5 hingga 2 meter dari
paras tanah. Sehingga tinggi tsunami saat tiba di pesisir berkisar antara 3 hingga 5 meter dari
paras air laut (dpl). Tsunami menerjang daratan dan menggenang hingga sejauh sekitar 700
meter dari garis pantai. Kecuali di alur Sungai Palu yang menjangkau hingga sekitar 1.000 meter
dari muara. Putusnya aliran listrik dan jalur komunikasi serta tidak berfungsinya stasiun
pasangsurut di pelabuhan Palu (akibat terjangan tsunami) membuat informasi terjadinya tsunami
di kota Palu tidak segera diterima.

Terjadinya tsunami besar di kota Palu, yang bertolakbelakang dengan prakiraan tinggi tsunami
maksimum produk simulasi BMKG (ketinggian 60 cm) memperlihatkan ada mekanisme lain
yang bekerja dalam membangkitkan tsunami ini. Karena jika hanya murni berasal dari
pergerakan kerak bumi akibat gempa, tentunya tinggi tsunaminya tidak sebesar itu. Mekanisme
lain tersebut kemungkinan besar adalah kejadian longsor massif di dasar laut yang dipicu oleh
gempa bumi. Kemungkinan besar terdapat tebing-tebing curam di dasar laut lepas pantai barat
Kabupaten Donggala bagian timur. Tebing-tebing curam itu dipahat oleh aktifnya sesar geser
Palu-Koro nan legendaris, yang tepat melintas di sini.

Manakala gempa mengguncang, tebing-tebing tersebut menderita getaran sangat keras hingga
melampaui ambang batas getaran yang bisa ditahannya, yakni dalam skala intensitas 6 hingga 7
MMI (Modified Mercalli Intensity). Analisis USGS memperlihatkan tebing dasar laut di sebelah
barat episentrum gempa mengalami getaran hingga sekeras 7 – 8 MMI. Getaran sangat keras itu
membuat tebing-tebing runtuh melorot sebagai longsor dasar laut dalam volume massif.
Peristiwa longsor besar itu membuat kolom air laut setempat bergolak dan sebagai upaya untuk
memulihkannya maka perairan itu menjalarkan olakan tersebut ke segenap arah sebagai tsunami.

Tsunami yang diproduksi oleh longsor massif di dasar laut bukanlah hal yang aneh meski
tergolong jarang. Bencana Tsunami Banyuwangi 3 Juni 1994 dan Tsunami Pangandaran 17 Juli
2006  merupakan peristiwa tsunami seperti itu. Demikian halnya bencana Tsunami Krakatau
1883, meski dalam hal ini peristiwa longsor dasar laut digantikan oleh injeksi material awan
panas nan massif ke dasar Selat Sunda. Tsunami produk longsor massif di dasar laut memiliki
karakter unik. Di dekat sumbernya, ketinggiannya bisa besar hingga sangat besar. Sebaliknya
kian menjauh dari sumbernya, ketinggiannya sontak merosot dramatis. Inilah yang terlihat dalam
kejadian tsunami yang mengiringi Gempa Donggala-Palu 2018. Di Kota Palu, tsunaminya
setinggi hingga 5 meter dpl, sementara di pesisir Mamuju bagian selatan hanya setinggi 6 cm
dpl.
DAMPAK

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, dampak


bencana gempa dan tsunami di Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah
hingga Minggu (21/10) pukul 13.00 WIB mencapai 2.256 orang meninggal
dunia. 

Ribuan bangunan di Sulteng rusak akibat bencana


Kerusakan tersebut meliputi 68.451 unit rumah, 327 unit rumah ibadah, 265
unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 362 unit, jalan 168 titik retak, jembatan
7 unit, dan sebagainya. Menurut Sutopo, data tersebut akan bertambah seiring
pendataan yang terus dilakukan.
Bangunan lainnya di Kota Palu yang juga terdampak gempa adalah Rumah Sakit Anutaputra. Kala
lindu 7,4 SR menerjang, bangunan di Jalan Kangkung, Kamonji, Palu itu roboh.

Begitu pun dengan jembatan yang menjadi salah satu ikon Kota Palu. Jembatan Ponulele yang
menghubungkan Donggala Barat dan Timur ikut ambruk kala disapu gelombang tinggi.

Dampak bencana berpengaruh terhadap


pembangunan
apaian pembangunan yang dengan susah payah telah dibangun dan
memerlukan waktu lama, tiba-tiba hancur seketika akibat bencana. 

Apalagi jika kapasitas menghadapi bencana masih rendah, maka dipastikan


dampak bencana akan besar, baik jumlah korban jiwa maupun kerugian
ekonomi

Bencana dalam skala cukup besar, langsung menyusutkan kapasitas


produktif dalam skala besar yang berakibat kerugian finansial yang besar
juga. Bahkan, pertumbuhan pembangunan di wilayah terdampak bencana
menjadi minus atau mengalami kemunduran dalam rentang waktu tertentu.

Kerugian akibat bencana mencapai Rp13,82 triliun


BNPB mencatat, hasil penghitungan sementara terhadap kerugian dan
kerusakan akibat bencana berdasarkan data per 20 Oktober 2018, mencapai
lebih dari Rp13,82 triliun. Perkiraan untuk membangun kembali daerah
terdampak bencana saat periode rehabilitasi dan rekonstruksi di Sulteng akan
memerlukan anggaran lebih dari Rp10 triliun. 

YUINTA

STASIUN PASANG SURUT KERUSAKAN TERKENA TSUNAMI,

Anda mungkin juga menyukai