Anda di halaman 1dari 28

BAB 13

BREAK EVENT POINT

Tujuan Pembelajaran adalah mahasiswa mampu menganalisis keputusan titik


impas pada rumah sakit dan mampu membuat proyeksi target laba untuk rumah
sakit

PENDAHULUAN
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba.Laba dalam
suatu bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan.Keuntungan
merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam
mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka
seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen
suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam
perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian
seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis
tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi
tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
 Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi
(cost of goods sold)
 Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
 Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan
unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha
mengendalikan ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat
dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang
diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen
dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum.
Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang
paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan
harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai,
sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan
tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu
dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan
lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi.
Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada
upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan
(total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).

A. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT

 Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan =
total biaya). (Munawir, 1986)
 Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis
dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
 Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)

 Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan
analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau
kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
 Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi
barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun
kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan
dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)

Analisis Break Event Point Hal 1


Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai
berikut:
 Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan
agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan
minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus
dibuat.
 Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa
tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
 Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP.
Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
 Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil
penjualan atau tingkat produksi.

Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan
(TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung
maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana
total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan
penjualan dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman
dengan titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan
berproduksi dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus
untung. (Prawirasentono, 1997)

Analisis Break Event Point Hal 2


Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.Oleh karena
analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan,
maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V.
analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-
planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even
baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai
berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan
golongan biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per
unitnya adalah tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi
lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara
masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
f. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara
material (perubahan besar dalam jangka pendek.

Analisis Break Event Point Hal 3


g. kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan sama
sekali, baik persediaan awal maupun persediaan akhir.
h. efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek.
Analisis break-even mempunyai beberapa batasan.Batasan tersebut berupa
asumsi yang mendasari model analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila
beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut
dengan asumsi linieritas. Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung
bersifat nonlinier seperti tampak pada gambar.

Ket: Q1 = break-even point yang rendah


Q2 = profit maksimum
Q3 = break-even point yang tinggi

Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah
bahwa biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam
kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama lain dalam
range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan
memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas
berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang

Analisis Break Event Point Hal 4


tidak dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya
alokasi biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per unit,
harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam
kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian (uncertainty).
Selain itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek,
beberapa biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan baru akan dirasakan
manfatnya dalam jangka panjang.

B. MENENTUKAN BREAK EVEN POINT


1. Menentukan BEP Secara Grafik

Untuk menentukan posisi BEP dalam grafik, maka perlu digambar variable-
variable yang ikut menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya
variable) dan pendapatan total. Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi
pendapatan (TR). seperti dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan dimulai dari titik
origin (titik nol). kenapa dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu
perusahaan belum memperoleh pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama
dengan nol. Grafik ini akan naik dari titik nol tersebut ke kanan atas. Kedua, kita
menggambar grafik biaya tetap (FC). Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu
kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa sejajar dengan biaya tetap? Hal ini karena
grafik biaya tetap ini menunjukan biaya yang tidak berubah walaupun produk yang
dihasilkan berubah. Ketiga, kita menggambar biaya total (TC). Grafik biaya total ini
dimulai dari titik potong antara grafik FC dengan sumbu vertical (di mulai dari grafik
FC) ke kanan atas memotong grafik TR. Mengapa TC dimulai dari grafik FC? Hal ini
karena TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variable (VC).
Ketika perusahaan belum berproduksi maka biaya totalnya adalah sebesar biaya
tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang jumlahnya tergantung pada volume
produksi yang dihasilkan sehingga VC ini memiliki karakteristik grafik seperti Grafik
TR dimana grafik ini dimulai dari nol. untuk lebih jelasnya kita lihat Grafik BEP
berikut ini :

Analisis Break Event Point Hal 5


R,C TR

TC

VC
--------------
FC

0 Qo Q (jumlah unit)
Gambar 17.1: Grafik Break Even Point

dimana:
R = Revenue (Penghasilan)
C = Cost (Biaya)
TR = Total Revenue (Total penghasilan)
TC = Total Cost (total biaya)
VC = Variabel Cost (biaya variable)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
BEP = Break Even Point (titik pulang pokok)
Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit)
R,Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam rupiah)

2. Menentukan BEP Secara matematis

Untuk menentukan posisi BEP secara sistematis dapat dicari formula (rumus)
untuk mencari atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua
rumus BEP dalam unit dan rupiah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya : TR = TC
TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC = Biaya tetap ditambah biaya variable = FC + VC

Analisis Break Event Point Hal 6


VC = biaya variable per unit dikalihkan kuantitas
karena TR = TC
Maka : P/u . Q = FC + VC/u.Q
P/u . Q – VC/u .Q = FC
Q(P/u – VC/u) = FC
Sehingga:

dimana adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:

Adapun keadaan BEP dalam hal rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas
pada posisi BEP dengan harga jualnya. keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari
dengan rumus berikut:

pada keadaan kedua ruas dikalikan dengan harga per unit atau P

sehingga :

dimana : adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P (sering juga ditulis
dengan VC/S) adalah rasio variable terhadap harga penjualan. sehingga BEP dalam
rupiah tercapai pada:

Analisis Break Event Point Hal 7


Agar lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik secara matematis
maupun grafik, berikut ini akan diberikan contoh sehingga memberikan ganbaran
yang jelas:
Contoh 17.1
sebuah perusahaan sepeda menjual produk dengan harga Rp.400.000,-. perusahaan
tersebut memiliki biaya tetap tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variable
sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual. untuk mencari titik impas
(BEP) kita lihat analisis berikut:
Dari data diatas, maka BEP dalam unit adalah:
BEP (unit) = FC/(P-V)
= 800.000.000/(400.000 – 200.000) unit = 4000 unit
sedangkan BEP dalam rupiah adalah:
BEP (rupiah) = xP
= Rp.(4.000 x 400.000) = Rp. 1.600.000.000,-
atau: BEP (Rp) = FC : (1 – VC/P) = 800.000.000 : (1 – 200.000 : 400.000)
BEP (Rp) = 800.000.000 : 0,5 = Rp. 1.600.000.000
apabila keadaan BEP tersebut diatas digambarkan akan terlihat sebagai berikut:
R, C (000.000)
Total Pendapatan (TR)

2,400 Biaya Total


Laba
2.000 Biaya Variabel

1.600 ------------------

800
Rugi Biaya Tetap

0 4.000 Jumlah produksi (Q unit)

gambar 17.2 grafif Break Even Point

Analisis Break Event Point Hal 8


Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin
of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan


yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-
even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas
jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut,
perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1.besamya margin of safety
dapat dihitung sebagai berikut:

Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan


yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang
direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan
hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety
berarti makin cepatperusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah
penjualan yang nyata.Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat
menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif,
kadang-kadang digunakan dua macam istilah.Untuk batas penyimpangan yang
absolut digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam
angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin of safety
ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab
Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio” adalah 50%.

Analisis Break Event Point Hal 9


C. EFEK PERUBAHAN BERBAGAI MACAM FAKTOR TERHADAP BEP
- Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap
BEP

Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara


lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada
perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena
BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri,
yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih
kecil.
Dari contoh misalkan suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap (FC) sebesar Rp.
400.000 per tahun. biaya variable per unit sebesar Rp.60,-. sedangkan harga jual
perunitnya adalah Rp.100,- . kapasitasn normal perusahaan sebesar 15.000 unit per
tahun. Pertanyaannya :
a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
b. Apabila harga naik menjadi Rp. 160,- per unit berapa BEP-nya?
c. apabila biaya tetap naik sebesar Rp.200.000 dan biaya variable per unit turun
menjadi Rp.50,- Berapa BEP-nya?
d. Apabila unit yang diproduksi sebanyak 5000 unit,berapakah laba atau rugi
perusahaan?
a. Biaya variable (VC) = 60Q
Total biaya (TC) = FC +VC = 400.000 +60Q
Total penghasilan (TR) = P x Q = 100 Q
BEP tercapai pada saat TR = TC
100 Q = 400.000 + 60Q
40Q = 400.000 → Q = Rp. 1.000.000
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 10.000 unit atau pada saat
penghasilan dan biaya mencapai sebesar Rp. 1.000.000
Jika kita gunakan rumus BEP, maka akan dipeoleh:

Analisis Break Event Point Hal 10


b. Apabila Harga naik menjadi Rp. 160 per unit BEP akan turun
Total penghasilan (TR) Menjadi TR = 160
Total biaya (TC) tetap yaitu menjadi TC = 400.000 + 60

BEP : TR’ = TC’


160 = 400.000 + 60
160 = 400.000 = 4.000 unit

atau 4.000 x Rp.160 = Rp. 640.000


jika kita menggunkana rumus BEP adalah

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 4000 unit, yang berarti turun
dari nilai semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung BEP sebelum harga
naik, atau pada saat penghasilan / biaya mencapai sebesar Rp.640.000.
c. Apabila Biaya tetap naik sebesar Rp 200.000 dan biaya variable turun
menjadi Rp. 50 Per unit
biaya tetap menjadi = Rp. 400.000 + Rp. 200.000 = 600.000
Biaya variable turun menjadi Rp. 50 per unit, maka VC = 50

Total biaya (TC) menjadi TC’ = 600.000 + 50


Total penghasilan TR = 100

BEP tercapai pada saat TR’ = TC’


100 = 600.000 + 50
50 = 600.000 = 12.000 unit

atau 12.000 x Rp.100 = Rp. 1.200.000

Analisis Break Event Point Hal 11


Jika kita menggunakan Rumus BEP , maka akan diperloleh:

Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 12.000 unit, yang berarti naik
2.000 unit dari semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung sebelum ada
kenaikan biaya tetap, atau pada penghasilan biaya mencapai sebesar Rp.1.200.000
d. apabila Perusahaan memproduksi 5.000 unit, maka yang terjadi:

Q = 5.000 unit
TR = 5.000 x Rp. 100,- = Rp.500.000
TC = 400.000 + (5.000 X 60) = Rp.700.000
Rugi = Rp. 200.000
jadi apabila perusahaan hanya menjual 5.000 unit, maka akan menderita kerugian
sebesar Rp.200.000,-
Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana
perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita
rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya
tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh
keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus
dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat

Analisis Break Event Point Hal 12


keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis
break even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara
lain mengenai:
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3. Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing
system) yaitu variable cost dan fixed cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam
pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan
penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara
grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh
oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time),
sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent)

Analisis Break Event Point Hal 13


merupakan biaya tetap.Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila
digambarkan, akan nampak seperti berikut:

Semi variabel cost


Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan
sebagian fixed yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang
tergolong dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s
commission). Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan
akan naik pada level yang lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:

Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana


menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang
tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya
variabel yang terkait dengan turun naiknya volume penjualan.

Analisis Break Event Point Hal 14


D. BREAK EVEN POINT UNTUK LEBIH DARI SATU MACAM PRODUK

Sesuai asumsi yang ada, analisis BEP digunakanbagi perusahaan yang menjual
satu macam produk saja. Apanila perusahaan menjual 2 macam produk atau lebih,
maka komposisi atau perimbangan penjualannya (sales mix) rasio kontribusi
marjinnya harus tetap. Rasio kontribusi marjin merupakan perimbangan antara
kontribusi marjin dengan penjualan. Sedangkan kontribusi marjin merupakan selisih
antara penjualan dengan biaya variable. dalam BEP diperoleh:

1 – VC/S merupakan rasio kontribusi marjin. apabila dua produk memiliki rasio
kontribusi marjin yang berbeda, maka perbedaan sales mix kedua produk tersebut
akan merubah BEP. Tetapi apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin yang
sama, maka perubahan sales mix tidak merubah BEP total kedua produk tersebut.
untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:

Contoh 17.3
Perusahaan “BHAKTI KARYA” menghasilkan dua macam produk A dan B. Perusahaan
memproduksi produk A sebanyak 10.000 unit dengan harga Rp.10.000 per unit dan
produk B sebanyak 5.000 dengan harga Rp.30.000 per unit. biaya variable produk A
dan B masing-masing sebesar 60% dari penjualan. sedangkan biaya tetap Produk A
sebesar Rp.20.000.000 dan produk B sebesar Rp.30.000.000. Data laporan laba rugi
untuk produk A dan B tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel. 71.1 Perhitungan Laba Rugi produk A dan B


Keterangan Produk A Produk B Total
Penjualan: Rp.100.000.000 Rp. 150.000.000 Rp. 250.000.000
Biaya variable Rp. 60.000.000 Rp. 90.000.000 Rp. 150.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 40.000.000 Rp. 60.000.000 Rp. 100.000.000
Biaya Tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000

Analisis Break Event Point Hal 15


Tabel diatas menunjukan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk A dan B
adalah 1 : 1,5 yaitu perbandingan antara Rp.100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan
perimbangan produknya (Produk mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000 unit : 5.000
unit. Adapun BEP total, yaitu BEP produk A dan B dapat dihitung sebagai berikut:

BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama dengan total biayanya
yakni sebesar Rp. 125.000.000. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak
harus dalam keadaan BEP. Mungkin saja pada saat terjadi BEP total, suatu produk
mengalami kerugian sedangkan produk lain mengalami keuntungan Untuk contoh
diatas, jumlah unit tiap-tiap produk dalam keadaan BEP total dapat dihitung sebagai
berikut:

Perimbangan Penjualan (Sales mix) Produk A : B = 1 :1,5 atau 2 : 3


maka penjualan produk A = 2/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 50.000.000
atau dalam unit = Rp. 50.000.000 : Rp. 10.000 = 5.000 unit
Penjualan produk B = 3/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 75.000.000
atau dalam unit = Rp. 75.000.000 : Rp. 30.000 = 2500 unit

Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan produk B sebesar 2.500
unit tercapai pada BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan berikut:

Analisis Break Event Point Hal 16


Tabel 17.2 Perhitungan BEP total dari produk A dan B
Keterangan Produk A Produk B Total
(5.000 unit) (2.500 unit)
Penjualan: Rp. 50.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. 125.000.000
Biaya variable Rp. 30.000.000 Rp. 45.000.000 Rp. 75.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp . 50.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 0 Rp. 0 Rp. 0

Selanjutnya Apakah BEP total produk A dan B berubah apabila komposisi


(perimbangan) penjualan atau sales mix kedua produk tersebut berubah. Misalnya
produk A bertambah 50% sehingga menjadi 150% x 10.000 unit = 15.000 unit,
sedangkan jumlah produk B tetap. dengan perubahan sales mix tersebut, maka
perhitungan BEP total yang baru adalah:
Tabel 17.3 Perhitunngan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan sales mix
Keterangan Produk A Produk B Total
(15.000 unit) (5.000 unit)
Penjualan: Rp. 150.000.000 Rp. 150.000.000 Rp. 300.000.000
Biaya variable Rp. 90.000.000 Rp. 90.000.000 Rp. 180.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 60.000.000 Rp. 60.000.000 Rp .120.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 40.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 70.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 1 atau 150.000.0000 : 150.000.000

Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit
sedangkan produk A tetap? bagaimana BEP total yang baru?

Analisis Break Event Point Hal 17


Seperti perhitungan diatas, maka kenaikan jumlah produk B mengakibatkan
BEP totalnya berubah yaitu:
Tabel 17.4: Perhitungan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan Sales mix
Keterangan Produk A Produk B Total
(10.000 unit) (7.500 unit)
Penjualan: Rp. 100.000.000 Rp. 225.000.000 Rp. 325.000.000
Biaya variable Rp. 60.000.000 Rp. 135.000.000 Rp. 195.000.000
Kontribusi Marjin Rp. 40.000.000 Rp. 90.000.000 Rp .130.000.000
Biaya tetap Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 50.000.000
Laba operasi Rp. 20.000.000 Rp. 60.000.000 Rp. 80.000.000

Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 2,25 atau 100.000.000 : 225.000.000

dari perubahan salesmix yang pertama dan perubahan sales mix yang kedua ternyata
BEP total setelah perubahan tetap sama dengan sebelum perubahan yaiti sebesar
Rp.125.000.000. Perubahan sales mix tersebut diatas tidak merubah BEP total
karena rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut ternyata sama yaitu sebesar
40% atau 0,4
Untuk membandingkan apakah penambahan produk A lebih baik disbanding
penambahan produk B atau sebaliknya, kita lihat perhitungan sebagai berikut
Tabel 17.5 Perbandingan keadaan produk A dan B sebelum dan setelah adanya
perubahan sales mix
Keterangan Sebelum perubahan Produk A bertambah Produk B bertambah
50% 50%
Sales mix A : B 1 : 1,5 1:1 1 : 2,25
Laba operasi Rp. 50.000.000 Rp. 70.000.000 Rp. 80.000.000
Presentase perubahan - 40% 60 %
laba operasi
Besarnya BEP Rp. 125.000.000 Rp. 125.000.000 Rp. 125.000.000

Analisis Break Event Point Hal 18


E. BEP NON LINIER

Analisis BEP yang telah kita bahas diatas terutama digunakan untuk keadaan
yang berubah secara linier.Pada analisis BEP yang non linier, analisis BEP yang akan
kita bahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak linier (non linier).
pada keadaan non linier ini, maka dalam grafik akan kita dapatkan keadaan BEP
lebih dari satu titik. pada dasarnya analisis biaya, volume dan laba (BEP) baik
menggunakan fungsi linier maupun non linier tidak berbeda. perbedaan terjadi pada
perilaku biaya dan pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran
grafiknya berbeda.
sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya
variable (VC). Biayatotal (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan
biaya variable. selain pengertian biaya tetap, biaya variable dan biaya tota tersebu,
kita kenal pula biaya yang lain yaitu biaya rata-rata (average cost=AC) dan biaya
marjinal atau biaya tambahan (marjinal cost =MC) biaya rata-rata merupakan hasil
bagi antara biaya total dengan dengan jumlah unit barang yang diproduksi.
sedangkan biaya marjinal merupakan tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk menghasilkan tambahan satu unit produk barang yang dihasilkan.
Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya produksi, maka volume
produksi ini akan menentukan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
membuat barang tersebut. disamping biaya total dapat juga dapat juga ditentukan
biaya variable, biaya tetap, biaya rata-rata, dan biaya marjinalnya. volume produksi
biasanya diberi notasi Q (Quantity). secara matemais, hubungan antara biaya
tersebut diatas dan volume produksi dapat dijelaskan berikut:
Biaya total (TC)_ = VC +FC
Variabel Cost (VC) = f(Q)
Fixed cost (FC) = k (Konstanta).
sehingga TC = F(Q) + k
average cost (AC) = TC/ Q
Average Variabel cost (AFC) = VC / Q
average Fixed cost (AFC) = FC / Q
karena TC = VC + FC, maka AC = AVC + AFC

Analisis Break Event Point Hal 19


Disamping berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan, volume produksi juga
akan menentukan besarnya pendapatan total. yang akan doterima oleh perusahaan.
Pendapatan total ini merupakan hasil kali antara jumlah barang yang dijual (Q)
dengan harga barang unitnya (price, P). Hal ini berarti bahwa pendapatan total ini
juga merupakan fungsi dari jumlah barang yang dijual. dalam konsep pendapatan
juga dikenal pendapatan rata-rata (AR). selain itu juga dada konspe pendapatan
marjinal (marginal revenue (MR)).Secara matematis konsep pendapatan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pendapatan total (TR) = f(Q) = P x Q
Pendapatan rata-rata (AR) = TR/Q

pada analisi BEP non linier,pendapatan maksimal dari barang yang akan dijual
akan tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yang dimaksud. sedangkan laba
maksimal akan tercapai pada titik puncak fungsi labanya. untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan contoh perhitungan:
Contoh 17.5
Perusahaan “BAHANA” menghadapi fungsi permintaan atas produk yang dijualnya
sebagai berikut : P = -4Q + 520, dan fungsi biayanya adalah TC = Q2 + 200Q + 3500.
dari informasi tersebut ditanyakan:
a. BEP
b. Pendapatan (Total revenue) maksimal
c. keuntungan (laba) maksimal

jawab
a. BEP
TR = P x Q = (-4Q + 520) Q
TR = -4Q2 + 520 Q
TC = Q2 +20Q + 3.500.000
BEP tercapai pada TR = TC -4Q2 + 5.200Q = Q2 +20Q + 3.500

Analisis Break Event Point Hal 20


-5 Q2 + 500 Q – 3.500 = 0
-Q2 +1.000 -700 = 0

Untuk Q1 = 7,58
TR = -4Q + 520Q = -4Q (7,58)2 +520 (7,58)
TR = -229,83 +3, 941,6
TR = 3.711,77 = Rp 3.712 (dibulatkan)
P = -4Q +520
P = -4Q (7,58) +520 → P = 489,68 → Sebagai P1 490 (dibulatkan)

Untuk Q2 = 92,43
TR = -4Q + 520Q = -4Q (92,43)2 +520 (92,43)
TR = -34.173,22 + 48.063,6
TR = 13.890,38 = Rp. 13.890,- (dibulatkan)
P = -4Q + 520
P = -4 (92,43) + 520 → P = -369,72+ 520
P = 150,28 → sebagai P2 = 150 (dibulatkan)
Jadi BEP terjadi pada saat
BEP1 → Q1= 7,28 dan P1= 489,68
BEP2→ Q2 = 92,43 dan P1 = 150, 28

Analisis Break Event Point Hal 21


b. Pendapatan maksimal
pendapatan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yaitu Q =
-b/2a
TR = 520Q -4Q2
Q = -b/2a = -520/2(-4) = -520/ (-8)= 65 unit
P = 520 – 4Q = 520 – 4 (65) = 520 -260 = Rp. 260
TR = 520Q – 4Q2
TR= 520 (65) – 4 (65)2
TR = 33.800 – 16.900 = Rp. 16.900
Jadi pendapatan maksimalnya adalah Rp.16.900 yang tercatat pada saat Q =65
unit dan harganya P = Rp.260
c. Keuntungan (Laba) maksimal
Keuntungan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi keuntungan (fungsi
laba)
Laba (π) = TR – TC
π = 520Q -4Q2 – (Q2 – 20Q + 3500)
π = -5Q2 + 500Q – 3500
Laba (π) maksimal tercapai pada Q = -b/2a
π = -500Q/2. (5) = -500/(-10) = 50 unit
Pada Q = 50 unit
maka laba (π) = -5 (50)2 + 500 (50) – 3500
π = -12.500 + 25.000 -3.500
π = Rp. 9.500
Jadi laba maksimal tercapai pada saat jumlah barang yang dijual sebanyak 50
unit dengan laba yang diperoleh sebesar Rp. 9.000,-

Analisis Break Event Point Hal 22


d. Gambar grafiknya adalah sebagai berikut:
TR, TC (000)

16 TC = Q2 + 20Q + 3.500

14 → BEP 2 (92,43; 13.890

C
4
→ BEP1 (7,58; 3.712) TR = -4Q2 + 520Q

unit
0 1050 65 92
Q1 Q3 Q4 Q2
Keterangan :
Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP
B – C = Laba maksimal
BEP1 = BEP pertama pada titik (7,83; 3.712)
BEP2 = BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)
A = Titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)
Q3 = Jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)
Q4 = Jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)

F. BEP UNTUK PERENCANAAN LABA

Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk merencanakan laba
perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa
jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales
price) apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui Budget sales
tersebut kita juga dapat mengetahui besarnya margin of safety yang harus
dipertahankan oleh perusahaan. Margin of safety (MOS) merupakan presentase batas
penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP.Margin of safety ini juga

Analisis Break Event Point Hal 23


merupakan batas resiko penurunan penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh
keuntungan dan tidak menderita kerugian. untuk lebih jelasnya diberikan contoh
sebagai berikut:
Contoh 17.6:
Pada tahun 2001 perusahaan “ANDIKA” dalam operasinya mengeluarkan biaya
tetap sebesar Rp. 10.000.000 per tahun. Biaya variable per unit sebesar Rp. 2.000,-
Sedangkan harga jual per unitnya adalah Rp.6.000,-. Dari informasi tersebut
ditanyakan:
a. Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
b. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan
“ANDIKA” menginginkan laba Rp. 2.000.000 pada tahun 2002?
c. Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan
“ANDIKA” menginginkan laba sebesar 20% dari penjualan pada tahun 2003?
d. Berapa batas penurunan penjualan (MOS) perusahaan tahun 2002 dan tahun
2003?
e. Berapa penjualan yang dicapai perusahaan apabila perusahaan terpaksa
harus menutup pabriknya?
f. Gambarlah grafik untuk keadaan Point a dan e di atas?

Untuk meyelesaikan soal diatas, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:


a. Break even point

BEP (unit) = 2.500 unit


BEP (Rp) = 2.500 x Rp. 6.000 = Rp. 15.000.000,-
b. Penjulan direncanakan (budget sales) bila ingin laba Rp. 2.000.000

Penjualan (dalam unit) = 3.000 unit


Penjualan (dalam rupiah) = 3.000 x Rp.6.000 = Rp. 18.000.000,-

Analisis Break Event Point Hal 24


c. Penjualan yang direncanakan (budget sales) tahun 2003 bila ingin laba
20%:
misalkan penjualan yang direncanakan = Rp. X

0,6667 X = 10.000.000 + 0,2 X → 0,4,667 X = 10.000.000


X = Rp. 21.427.041 atau = Rp. 21.427.041 / 6.000 = 3.571,17 unit

Jadi, agar perusahaan dapat memperoleh laba sebesar 20% maka harus
memperoleh laba penjualan sebesar RP. 21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).
Buktinya:
Penjualan = Rp 21.427.041
Biaya variable : 3.571 x Rp 2.000 = Rp 7.142.340 (-)
Kontribusi marjin = Rp 14.284.701
Biaya tetap = Rp 10.000.000 (-)
Laba = Rp 4.284.701
Laba (%) = (4.284.701 : 21.427.041) x 100% = 20%

d. Batas penurunan penjualan (MOS) tahun 2002 dan 2003?

Margin of safety tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas penurunan penjualan
tahun 2002 maksimal sebesar 16,67%. Apabila penurunan penjualan melebihi
16,67% maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan
penjualan kurang dari 16,67% perusahaan masih mendapat untung.

Analisis Break Event Point Hal 25


Demikian pula Margin of safety tahun 2003 sebesar 30% artinya batas penurunan
penjualan tahun 2003 maksimal sebesar 30%. Apabila penurunan penjualan
melebihi 30% maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila
penurunan penjualan kurang dari 30% perusahaan masih mendapat untung.
e. Penjualan yang dicapai perusahaan sampai perusahaan terpaksa harus
menutup pebriknya?

Apabila hasil penjualan perusahaan hanya dapat menutup biaya tetap tunai
saja,maka perusahaan sebaiknya ditutup saja. Keadaan ini disebut titik tutup pabrik
(shut down point). Pada keadaan tutup pabrik ini besarnya kontribusi marjin yang
diperoleh hanya dapat untuk menutup biaya variable dan biaya tetap tunai yang
ditanggung. Biaya tetap tunai misalnya biaya asuransi, biaya gaji, biaya sewa dan
biaya promosi. Sedangkan biay tetap yang tidak tunai misalnya biaya depresiasi.
Padahal biaya tetap (baik tetap tunai maupun ridak tunai) merupakan biaya yang
besarnya tidak terpengaruh oleh besarnya jumlah produk yang dijual. Hal ini berarti
berapapun penambahan jumlah produk yang dijual tidak menambah keuntungan
atau penambahan jumlah penjualan akan sama dengan tambahan biaya variabelnya.
sehingga penambahan penjualan tidak menambah keutungan. Jika perusahaan
mengalami hal demikian, maka perusahaan ditutup saja. untuk itu diasumsikan biaya
tetap tunai sebesar 60% dari total biaya tetapnya yaitu sebesar 60% x RP.10.000.000
= Rp 6.000.000, maka titik tutup pabriknya diformulasikn sebagai berikut:

Titik tutup pabrik = 6.000.000 : 0,6667 = Rp 8.999.550


atau pada produksi sebanyak Rp 8.999.550 : Rp 6.000 / unit = 1.500 unit

Analisis Break Event Point Hal 26


f. Gambar grafik untuk keadaan (a) dan (e) adalah sebagai berikut:

TR ,TC = (Rp 000) TR


TC

15.000
BEP
10.000 Biaya tetap total
8.999

Titik tutup pabrik

6.000 Biaya tetap tunai

Q (unit
0 1.500 2.500 3000

G. MANFAAT BREAK-EVEN POINT

 Menentukan Margin Of Safety


Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk
menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
 Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang
perlu didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP akan
tetap sama selama sales mix juga tetap.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi
Offset. Yogyakarta
Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.

Analisis Break Event Point Hal 27

Anda mungkin juga menyukai