Anda di halaman 1dari 32

BAB 10

PENGELOLAAN RUMAH SAKIT

Tujuan Pembelajaran adalah Mampu mengevaluasi kinerja keuangan rumah sakit

SIFAT DAN KARAKTERISTIK RUMAH SAKIT


Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarkat,
serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah.
Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat
penelitian bio-medik. fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan
maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman
sampai saat ini, pengaduan mengenai pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan
oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku
di rumah sakit secar proporsional dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan
lainnya.

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit
telah berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni,
menjadi suatu lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”,
terlebih setelah para pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah
badan hukum yang bertujuan mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang
padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi
dan efektivitas yang tinggi, diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan
lembaga bisnis yang modern.

Kewaiban setiap insan kesehatan adalah mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai
“unit Sosio-Ekonomi”, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan
insan kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh,
para dokter dan para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk
mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk
menghimpunkekayaan. Rumah sakit sebagai lahan pengabdian profesinya masing-masing
merupakan pengabdian yang sepantasnya bag setiap insan kesehatan atau insan rumah
sakit.

PERTANGGUNGJAWABAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

1 / 16
Pembangunan kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber
daya manusia yang ada di daerah. Kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya peran
pihak ketiga dalam mengatur pembiayaan kesehatan melalui sistem asuransi, baik publik
maupun swasta. Keadaan ini juga akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang
akan datang bila perdagangan antar negara menjadi semakin bebas. Sebagai bukti
pertanggungjawaban unit pelayanan rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit rumah
sakit berkewajiban memberikan laporan akhir sebagai bukti pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kegiatan usaha selam periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan
alokasi dana, laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah
setempat.

Secara lebih luas, tergantung pada sumber daya yang dipunyai, sebuah rumah sakit dapat
mempunyai siklus aktivitas sebagai berikut :

 Menyelenggarakan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kepada umum


 Menyelenggarakan pendidikan dan latihan tenaga medis, ahli dan para medis, baik
yang diselenggarakan sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,
 Mengadakan dan melakukan penelitian.

JENIS – JENIS ANGGARAN RUMAH SAKIT


1. Anggaran modal
Adalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan penambahan modal.
Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang diajukan selama tahun yang akan datang.
Dampak anggaran tersebut mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang terencana selama
setahun.

2. Anggaran kas
Adalah anggaran yang tercatat dalam rencana penerimaan dan pengeluaran kas. Kas
meliputi saldo tunai dan saldo rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta elemen-
elemen lainnya yangdapat dipersamakan dengan kas. Anggaran kas sangat terkait dengan
komponen kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan.

3. Anggaran pelaksanaan
Adalah anggaran yang telah tergambar dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan.
Anggaran pelaksanaan terdiri dari tiga komponen :
a. Penerimaan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

2 / 16
b. Biaya dan pengeluaran
c. Pengukuran hasil

AKUNTANSI RUMAH SAKIT


Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam merencanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam manajemen
keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan menyimpulkan
semua transaksi dan kejadian-kejadian dalam suatu organisasi yang menyangkut
keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan.

Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :


a. Neraca (Balance sheet)
b. Laporan keuangan (Income statement)
c. Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu:

a. Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel


Yang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya
dicatat “penerimaan” dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat
sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu
pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan
pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang ditentukan.

b. Accrual Basis
Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak
diterima atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan.
Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat
kas diterima; dan biaya diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan
metode aktual, harta daki ui pada saat diperoleh kepemilikannya.

KARAKTERISTIK KUALITAS INFORMASI

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

3 / 16
a. Kualitas informasi akuntansi
Laporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :

- Dapat dipahami
- Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan
- serta evaluasi masa lalu
- Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi mengungguli
- bentuk, netralitas, pertimbangan sehat dan lengkap.
- Berdaya banding (comparability)

Oleh karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif
lain yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan. Hanya
perubahan tersebut perlu diberitahukan kepada pembaca laporan keuangan.

b. Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi di atas antara lain :
Ketepatan waktu;
Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya
untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan
informasi. Untuk mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil
keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.

Keseimbangan biaya dan manfaat;


Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas
berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.

ASUMSI AKUNTANSI
a. Dasar akrual
b. Kesinambungan (going concern)
c. Kesatuan ekonomi.
Dalam akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dari
pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.
d. Transaksi bebas
Transaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang
sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari transaksi
tersebut
adalah harga yang objektif.
e. Pengukuran dalam nilai uang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

4 / 16
Akuntansi menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya
faktor/transaksi yang dapat dianjurkan dalam nilai uang yang dicatat dan dilaporkan
dalam akutansi. Selain itu, dalam akuntansi uang diasumsikan merupakan ukuran yang
stabil, sehingga perubahan nilai beli dari uang diabaikan.

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN


Merupakan pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.

KEBIJAKAN AKUNTANSI
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi, peraturan dan
prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Dalam Rumah Sakit Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan
menggunakan cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel.

Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)


Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting
Standards Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).

2. Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)


Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang
dikem bangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar
Akuntansi Pemerintah).

AKUNTANSI DANA DI RUMAH SAKIT


Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan
mengharuskan pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)


Yaitu dana yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.

2. Dana Terikat (Restricted Fund)


Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya
muncuul karena permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat
tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber
keuangan.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

5 / 16
Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang
paling “cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi
nirlaba. Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana
tunggal. Namun aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:
1. Dana tidak terikat
2. Dana terikat sementara
3. Dana terikat permanen

RUANG LINGKUP AKUNTANSI RUMAH SAKIT


1. Laporan hasil usaha
Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan
perubahan menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun
bukan menjadi tujuan utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit
Swadana berbeda dengan SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang berbentuk PT,
pada Rumah Sakit Swadana tidak ada bagian yang diserahkan kepada pemilik sebagai
dividen.
a. Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode
tertentu.
b. Manfaat SHU antara lain :

 Memungkinkan analisis laporan keuangan


 Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap unit di Rumah
Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang berkontribusi
sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai pusat
pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai basil
peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh dan
laporan-laporan unit center.

c. Penyajian didapat dari:

 Penyajian penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha (operating


revenues) yaitu semua penghasilan (bruto) yang timbul dari aktivitas utama Rumah
Sakit seperti pelayanan jasa medis dan kesehatan di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan,
penunjang medik dan lain-lain
 Penyajian penghasilan yang berasal dari penghasilan lain-lain yang merupakan
semua basil yang diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah Sakit seperti parkir,
WC, bunga bank dan lain-lain.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

6 / 16
 Beban (expenses) yaitu biaya yang secara lang sung telah dimanfaatkan di dalam
kegiatan memperoleh penghasilan dalam suatu periode tertentu.

Terdiri dari :

1. beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan
utama Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok obat/bahan habis
pakai, snack karyawan, sparepart peralatan medik dan lain-lain.
2. beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul bukan diakibatkan langsung
dari kegiatan memperoleh pendapat usaha Rumah Sakit seperti beban gaji direksi
dan karyawan adiministrasi umum, ATK dan lain-lain
3. beban lain-lain adalah semua beban yang itmbul bukan dikarenakan dari
pelaksanaan aktivitas utama Rumah Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.

d. Bentuk laporan :
Tunggal (Single step)

 Semua penghasilan dikelompokkan


 Semua beban dikelompokkan
 Selisih penghasilan atas beban adalah SHU
 PPH 25 maka didapat SHU bersih.

Bertahap
Setiap penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.

e. Perkiraan luar biasa


Yaitu perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa
keuntungan atau kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi, kebakaran
dan lain-lain.

DANA-DANA DALAM AKUNTANSI DANA RUMAH SAKIT


Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Dana Umum (General Fund)
Damna umum digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan
dibelanjakan dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari
rumah sakit.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

7 / 16
2. Dana Terikat
Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana terikat digunakan untuk
mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh donor atau pihak yang mensponsori
dana tersebut.

LAPORAN KEUANGAN RUMAH SAKIT


Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang
dihasilkan oleh proses akuntansi, yaitu:

1. Neraca
Terdiri dari :
• Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:
– Aktiva lancar – aktiva tetap
– Utang lancar – utang jangka panjang
• Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:
– Aktiva bersih tidak terikat
– Aktiva bersih terikat temporer
– Aktiva bersih terikat permanen

Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses
penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan
yang sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara
khusus perlu diperhatikan antara lain:
a. Kas
Jumlah kas yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak
dapat digunakan untuk kegiatan operasi.

b. Piutang
Piutang harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.

c. Investasi
Investasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar
pada saat penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.

d. Aktiva Tetap
Aktiva tetap dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.

e. Aktiva yang Disisihkan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

8 / 16
Klasifikasi aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang
penggunaannya dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana
tersebut.

f. Utang Jangka Panjang


Utang jangka panjang dilaporkan pada neraca.

g. Saldo Dana
Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh
rumah sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan
terikat
permanen.

2. Laporan Operasi
Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi
(Statement of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan
rugi, serta transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan.
Dalam laporan operasi harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih
dalam perusahaan, yang melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode
berjalan. Indikator kinerja ini harus mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama
periode berjalan maupun laba langsung yang diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan
lain dari saldo dana selama periode berjalan harus dilaporkan setelah indikator kinerja.

Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:


a. Pendapatan Jasa Pasien
Pendapatan jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar.
Jumlah tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual
adjusments) menjadi Pendapatan Bersih Jasa Pasien.

b. Penyesuaian Kontraktual
Penyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif
standar penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan
asuransi. Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang diberikan, namun
rumah sakit menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di mana rumah sakit
menerima jumlah pembayaran yang lebih rendah untuk jasa tersebut.

c. Pendapatan dari Kegiatan Lainnya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

9 / 16
Pendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan
pasien, seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah
bersih dari operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.

d. Transfer Antardana
Tidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut
harus ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan pelaporan
keuangan, transfer antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi sebagai “Pelepasan
Saldo Dana” dan ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.
Contoh Pendapatan:
1. Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.
2. Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan visite.
3. Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan
4. Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan
rehab medik.

e. Beban Dana Umum


Beban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas
komersial.
Contoh beban :
• Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan,asuransi,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.
• Biaya umum dan administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan,pemelihataan,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian

f. Sumbangan
Sumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva.
Karena sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai
dari donasi ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk melakukan
pencatatan, maka perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai sumbangan yang
langsung diikuti dengan beban dalam jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk
aktiva dilaporkan pada nilai wajar pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika
donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh pihak sponsor atau donor maka dilaporkan
dalam Dana Terikat Sementara atau Dana Terikat Permanen. Ketika pembatasannya sudah
tidak berlaku lagi, maka dilakukan transfer dari Dana Terikat ke Dana Umum.

3. Laporan Perubahan Aktiva Bersih

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

10 / 16
Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat,
Terikat Sementara, dan terikat Permanen.

4. Laporan Arus Kas


Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.
Laporan arus kas terdiri dari:
1. Aktivitas operasi
2. Aktivitas investasi
3. Aktivitas pendanaan

5. Catatan Atas Laporan Keuangan


Terdiri dari :
1. Gambaran umum RS
2. Iktisar kebijakan akuntansi
3. Penjelasan pos-pos laporan keuangan
Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang
sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab

1. Pendahuluan
2. Laporan Keuangan
3. Akuntansi Aktiva
4. Akuntansi Kewajiban
5. Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)
6. Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih
7. Laporan Arus Kas
8. Catatan Atas Laporan Keuangan
9. Ilustrasi Laporan Keuangan
10. Rasio Keuangan

RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU


• Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit
Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan- keinginan ataupun
harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-
persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian
pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan
dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi mengajukan
persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan pihak
manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

11 / 16
dari berbagai sudut pandang Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD
menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta
kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah
(RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan
kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang
menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD
2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan;
3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat
pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan
dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;
5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah
ditetapkan.

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya
kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun
atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan
diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD
sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala
daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang
diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. daya beli masyarakat;
3. asas keadilan dan kepatutan; dan
4. kompetisi yang sehat.

Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan
segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih
berbasis aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture
yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

12 / 16
Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan
konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat
menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah
usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun berdasar pada kajian yang
dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan penentuan tarif harus melalui
mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan
kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD.

• Pengelolaan Keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan
Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29
Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit
pemerintah daerah harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan
keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan biaya.

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami
perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan
tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga
harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-
prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus
berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari
indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP
No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan
berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

• Pelaporan dan Pertanggungjawaban


BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

13 / 16
mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat
nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa
“Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini
menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi
pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan
sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar
Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang
bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP
bukan SAK.

Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh
pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan
keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit
pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana
diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi
untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan
rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun
harus menyediakan informasi untuk:

 Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;


 Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan
aktivitas dan laporan arus kas);
 Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi
keuangan);
 mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:
1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca).
Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan
aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat
permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber
daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

14 / 16
pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber
daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan tertentu;

2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva
bersih);

3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;

4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih. Dalam hal konsolidasi laporan keuangan
rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga,
maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah
sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK
No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan
Layanan Umum).

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan


Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005,
maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan
keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
1. Laporan Keuangan; dan
2. Laporan Kinerja.

Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:


1. Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada
entitas pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat
satuan pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian
negara/lembaga. Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran
dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU
diaudit oleh auditor eksternal.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

15 / 16
Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai
media penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit
merupakan penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
entitas tersebut. Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan umum
ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk
pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut
diaudit oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan
rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

16 / 16
K
KEEB
BIIJJA
AKKA
ANNK
KEEU
UAAN
NGGA
ANN

A. PENDAHULUAN

1. Kebijakan keuangan yang diuraikan dalam bab ini mengacu pada siklus yang terjadi di rumah sakit,
sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, dan didetilkan sesuai dengan kondisi di
rumah sakit.
2. Kebijakan akuntansi yang terkait erat dengan perlakuan akuntansi, khususnya pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan, diuraikan dalam bab Laporan Posisi Keuangan
(Neraca) pada Bagian Tiga tentang Pedoman Akuntansi.

KEBIJAKAN PENDAPATAN

A. Kebijakan Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan rumah sakit menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh
bupati sesuai dengan kewenangannya dan diusulkan oleh rumah sakit.
2. Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud dalam butir 1 harus mempertimbangkan
kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk
mendapatkan layanan.

B. Kebijakan Pendapatan

1. Pendapatan Pelayanan
1. Pendapatan yang diperoleh dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat merupakan
pendapatan operasional rumah sakit.
2. Pendapatan rumah sakit terdiri dari pendapatan pasien umum dan pihak ketiga.
1) Pendapatan pasien umum adalah pendapatan yang diperoleh dari pembayaran langsung
pasien.
2) Pendapatan pihak ketiga adalah pendapatan yang diperoleh dari pembayaran pasien yang
dijamin oleh pihak ketiga, yang terdiri dari
a) Jaminan sosial seperti
(1) Asuransi Kesehatan (Askes),
(2) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
(3) Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)
(4) Jaminan Kesehatan lainnya
b) Jaminan perusahaan swasta dan atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D).
3. Pendapatan rumah sakit dibagi lagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Pendapatan Pasien Rawat Jalan, yaitu semua pendapatan yang diperoleh dan timbul dari
kegiatan pada instalasi rawat jalan;
2) Pendapatan Pasien Rawat Inap, yaitu semua pendapatan yang diperoleh dan timbul dari
kegiatan atau pelayanan yang diberikan kepada pasien di instalasi rawat inap
3) Pendapatan Penunjang Medis, yaitu semua pendapatan yang diperoleh dan timbul dari
kegiatan atau pelayanan yang diberikan kepada pasien di instalasi penunjang.
4) Pendapatan lain-lain, yaitu semua pendapatan yang diperoleh dan timbul dari kegiatan
atau pelayanan selain dari pasien rawat jalan, pasien rawat inap, dan penunjang medis.
2. Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBD/N yang berupa kas diberlakukan sebagai
pendapatan rumah sakit.
3. Pendapatan hibah terdiri dari pendapatan hibah terikat dan tidak terikat berupa kas yang diperoleh
langsung dari masyarakat atau badan lain dan merupakan pendapatan rumah sakit yang harus
diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
4. Hasil kerja sama rumah sakit dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan
pendapatan rumah sakit.

C. Kebijakan Pengelolaan Piutang

1. Piutang rumah sakit dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah sesuai dengan praktik bisnis yang sehat
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penagihan Piutang
a. Penagihan Pasien Pulang Paksa (Pulang atas permintaan sendiri)
1) Penagihan pasien pulang paksa adalah penagihan yang dilakukan kepada pasien yang
pulang atas inisiatif sendiri dan pada saat pulang pasien belum melakukan pembayaran
terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
2) Penagihan terhadap pasien pulang paksa ini menjadi tanggung jawab Sub Bidang
Keuangan.
b. Penagihan Pihak Ketiga
1) Penagihan Askes
Askes adalah jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh PT Asuransi Kesehatan (persero)
dan diberikan kepada pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran dan perintis
kemerdekaan yang membayar iuran untuk jaminan pemeliharaan. Jaminan pelayanan
tersebut juga diperuntukkan bagi keluarga peserta yang meliputi isteri atau suami dari
peserta dan anak yang sah atau anak angkat dari peserta yang berhak menerima
tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a) Pelayanan dan pemeliharaan kesehatan meliputi
(1) rawat jalan tingkat lanjutan,
(2) rawat inap lanjutan,
(3) pelayanan 1 (satu) hari (“one day care”),
(4) pelayanan kesehatan penunjang,
(5) pelayanan obat,
(6) rehabilitasi medis,
(7) pelayanan gawat darurat (“emergency”) dan
(8) persalinan.
Pelayanan dan pemeliharaan kesehatan tersebut berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan baik di Puskesmas maupun rumah sakit yang telah ditunjuk di wilayah A dan
diberikan secara cuma-cuma dengan atau tanpa iuran biaya.

b) Jaminan yang diperoleh berupa pelayanan kesehatan yang diperlukan dalam upaya
pencegahan, penanggulangan, pengobatan dan pemulihan gangguan kesehatan,
diawali dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama di Puskesmas beserta
jaringannya. Apabila diperlukan, jaminan tersebut dilanjutkan dengan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan di rumah sakit berdasarkan rujukan dari Puskesmas.
c) Penagihan terhadap Askes dilakukan kepada PT Askes sesuai dengan peraturan PT
Askes.

2) Penagihan Jamkesmas

a) Jamkesmas adalah jaminan kesehatan yang diberikan Departemen Kesehatan kepada


masyarakat miskin berupa pelayanan kesehatan yang diperlukan dalam upaya
penanggulangan, pengobatan, dan pemulihan gangguan kesehatan, diawali dengan
pelayanan kesehatan tingkat pertama di Puskesmas beserta jaringannya. Apabila
diperlukan, jaminan dilanjutkan dengan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan di rumah
sakit berdasarkan rujukan dari Puskesmas.
b) Pelayanan dan pemeliharaan yang diberikan meliputi keseluruhan pelayanan rumah
sakit. Pelayanan dan pemeliharaan kesehatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan baik di Puskesmas maupun rumah sakit yang telah ditunjuk di
Kabupaten A, dan diberikan secara cuma-cuma dengan atau tanpa iuran biaya
c) Penagihan terhadap Jamkesmas ini dilakukan merujuk kepada peraturan yang
dikeluarkan oleh kementrian kesehatan.

3) Penagihan Jaminan Kesehatan Bali Mandara

a) Jaminan Kesehatan Bali Mandara adalah jaminan kesehatan yang diberikan oleh
Pemerintah Provinsi Bali kepada masyarakat miskin yang belum memiliki jaminan
kesehatan berupa pelayanan kesehatan yang diperlukan dalam upaya
penanggulangan, pengobatan, dan pemulihan gangguan kesehatan, diawali dengan
pelayanan kesehatan tingkat pertama di Puskesmas beserta jaringannya. Apabila
diperlukan, jaminan dilanjutkan dengan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan di rumah
sakit berdasarkan rujukan dari Puskesmas.
b) Pelayanan dan pemeliharaan yang diberikan meliputi:
(1) rawat jalan tingkat lanjutan;
(2) rawat inap tingkat lanjutan;
(3) pelayanan kesehatan penunjang;
(4) pelayanan obat;
(5) pelayanan gawat darurat (“emergency”) kecuali kecelakaan lalu lintas dan
(6) persalinan

4) Penagihan jaminan perusahaan atau jaminan lainnya


a) Jaminan perusahaan adalah jaminan kesehatan yang diberikan perusahaan
kepada karyawannya melalui kontrak kerja sama antara perusahaan selaku
penjamin dengan rumah sakit selaku pemberi pelayanan kesehatan.
b) Penagihan jaminan perusahaan dilakukan kepada perusahaan yang karyawannya
mendapatkan pelayanan dari rumah sakit dan didasarkan pada kontrak kerja
sama yang disepakati.
5) Atas piutang yang sulit ditagih, diakui sebagai kerugian piutang tak tertagih.

2) Penghapusan Piutang

1. Piutang rumah sakit dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang
setelah memperhatikan penyisihan kerugian piutang yang diuraikan di bab Laporan Posisi
Keuangan (Neraca), khususnya pembahasan piutang.
2. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan dengan peraturan Bupati
sesuai dengan kewenangannya dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

KEBIJAKAN PENGELUARAN

A. Kebijakan Umum Pengeluaran


1) Belanja rumah sakit terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan
dalam RBA (Rencana Bisnis Anggaran), Penetapan Anggaran atau dokumen lain yang telah
disahkan Pemerintah Daerah A.
2) Pengelolaan belanja rumah sakit diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara
volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran dan mengikuti praktik bisnis yang sehat.
3) Fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan
dalam RBA dan dokumen anggaran yang telah disahkan.
4) Belanja rumah sakit yang melampaui ambang batas fleksibilitas harus mendapat persetujuan
Bupati atas usulan kepala rumah sakit sesuai dengan kewenangannya.
5) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, rumah sakit dapat mengajukan usulan tambahan
anggaran dari APBD kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah atau PPKD, yang memiliki
tugas melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
6) Usulan tambahan anggaran sebagaimana dimaksud pada butir 5 di atas dilakukan melalui kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD (instansi pemerintah daerah yang merupakan bagian
dari pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu unit)
sesuai dengan kewenangannya.
7) Belanja rumah sakit dilaporkan sebagai belanja barang dan atau jasa SKPD/pemerintah daerah.

B. Kebijakan Belanja Pegawai

1) Gaji
a. Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS)
1) Gaji PNS adalah jumlah total yang dibayarkan kepada karyawan yang merupakan Pegawai
Negeri Sipil selama satu periode tertentu.
2) Prosedur pembayaran gaji PNS harus berdasarkan peraturan pemerintah.
3) Pembayaran gaji terhadap PNS dilakukan dengan melibatkan bank yang telah ditunjuk
oleh Pemerintah Daerah A

b. Gaji Pegawai Rumah Sakit Non PNS


1) Gaji pegawai rumah sakit non PNS adalah jumlah total yang dibayarkan kepada karyawan
rumah sakit non PNS selama satu periode tertentu;
2) Prosedur pembayaran gaji pegawai rumah sakit non PNS harus berdasarkan surat ijin
kerja dari Bupati dan surat tugas dari Kepala RS;
3) Pembayaran terhadap gaji pegawai rumah sakit non PNS dilakukan dengan melibatkan
bank yang ditunjuk oleh Rumah Sakit.

2) Tunjangan
a. Tunjangan adalah pembayaran yang dilakukan kepada seluruh pegawai karena mendapatkan
tugas khusus sesuai dengan surat keputusan Bupati dan Kepala rumah sakit.
b. Pembayaran tunjangan dilakukan dengan melibatkan bank yang ditunjuk oleh Pemerintah
daerah

3) Insentif
a. Insentif adalah pembayaran yang dilakukan kepada seluruh pegawai atas pelayanan yang
telah diberikan disesuaikan dengan tugas dan fungsi;
b. Ketentuan terhadap pembayaran insentif diatur berdasarkan surat keputusan Bupati dan
Kepala rumah sakit.
4) Tambahan Penghasilan
a. Tambahan penghasilan adalah jumlah total yang dibayarkan kepada karyawan atas kegiatan
tertentu, misalnya shift kerja dan anggota tim kerja, dan mencakup juga premi dokter dan
perawat yang sudah memberikan pelayanan dalam suatu periode tertentu;
b. Ketentuan pembayaran tambahan penghasilan diatur berdasarkan surat keputusan Bupati
berdasarkan usul dan beban kerja dari Kepala rumah sakit dengan ditetapkan dengan
keputusan Bupati.
c. Pembayaran tambahan penghasilan dilakukan dengan melibatkan bank yang telah ditunjuk
oleh Pemerintah Daerah.

C. Kebijakan Belanja Barang dan Jasa

1) Pengadaan barang/jasa oleh rumah sakit dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis
sesuai dengan praktik bisnis yang sehat.
2) Kewenangan pengadaaan barang/jasa, termasuk pelaksanannya, diselenggarakan berdasarkan
jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Bupati A Nomor XX tahun 20XX dan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan perubahannya.
3) Pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan RBA yang telah disusun oleh Sub Bidang
Penyusunan Program dan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten A.
4) Pembayaran pengadaan barang/jasa dilakukan dengan melibatkan bank yang telah ditunjuk oleh
kepala rumah sakit.

D. Kebijakan Belanja Perjalanan Dinas

1) Belanja perjalanan dinas adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas
pegawai.
2) Yang termasuk dalam belanja perjalanan dinas adalah pengeluaran untuk transportasi, akomodasi,
dan lumsump
3) Pengeluaran terhadap belanja perjalanan dinas harus berdasarkan surat keputusan Bupati
kabupaten A dan kepala rumah sakit

E. Kebijakan Belanja Pemeliharaan

1) Belanja pemeliharaan adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai pemeliharaan atau
perawatan aset yang termasuk di dalamnya sarana dan prasarana rumah sakit.
2) Yang termasuk dalam aset yang disebutkan di atas adalah semua aset tetap dan aset lainnya yang
dimiliki oleh rumah sakit.
3) Pengeluaran terhadap belanja pemeliharaan harus berdasarkan surat keputusan Bupati A dan
kepala rumah sakit.

F. Kebijakan Pengelolaan Utang

1) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya untuk
belanja operasional.
2) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk
investasi atas persetujuan kepala daerah.
3) Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai
pinjaman.
4) Pembayaran kembali utang merupakan tanggung jawab rumah sakit.
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN

A. Pengelolaan Persediaan Medis

1) Persediaan adalah:
a. aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan pelayanan rumah sakit;
b. aset dalam proses pelayanan; dan
c. aset yang tersedia dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam pemberian
pelayanan, proses pelayanan, dan mendukung kegiatan administratif
2) Yang termasuk dalam persediaan medis di antaranya adalah obat, alat kesehatan habis pakai, dan
bahan medis habis pakai;
3) Pengelolaan persediaan medis berada di bawah tanggung jawab Instalasi Farmasi dan bidang
pelayanan medis;
4) Pengeluaran untuk pemakaian persediaan medis berdasarkan Formulir Permintaan Barang Medis
(FPBM) yang disetujui oleh Instalasi Farmasi & Bidang Pelayanan Medis;
5) Pemeriksaan fisik (stock opname) persediaan medis dilakukan oleh petugas gudang setiap bulan
untuk depo farmasi dan 3 bulan sekali untuk instalasi/ gudang farmasi.

B. Pengelolaan Persediaan Non Medis

1) Persediaan non medis terdiri atas barang cetakan, alat tulis kantor, persediaan rumah tangga,
linen, bahan makanan kering/basah, alat listrik, bahan bangunan, dan persediaan bahan bakar.
2) Pengelolaan persediaan non medis melibatkan seluruh pengguna (user), sub bagian rumah tangga
dan perlengkapan, serta bagian umum;
3) Pengeluaran untuk pemakaian persediaan non medis harus berdasarkan Formulir Permintaan
Barang Non Medis (FPBNM) yang setujui oleh Kepala Seksi;
4) FPBNM menjadi dasar pengeluaran barang yang dilakukan oleh bagian gudang. Selanjutnya,
pengurus barang melakukan verifikasi terhadap FPBNM.
5) Pemeriksaan fisik (stock opname) persediaan non medis dilakukan oleh petugas gudang setiap
bulan.

C. Pemusnahan Persediaan

1) Pemusnahan persediaan dilakukan terhadap persediaan yang sudah tidak layak untuk digunakan,
baik karena sudah kadaluarsa (expired) atau pun rusak dan tidak bisa dikembalikan lagi ke
supplier.
2) Pemusnahan persediaan medis harus dilakukan berdasarkan surat keputusan kepala rumah sakit
dan diketahui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Departemen Kesehatan.
3) Pemusnahan persediaan non medis harus dilakukan berdasarkan surat keputusan direktur rumah
sakit.
4) Pemusnahan persediaan harus dilengkapi dengan Berita Acara Pemusnahan.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ASET TETAP

A. Kebijakan Umum Pengelolaan Aset Tetap

1) Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun
lebih dahulu, yang digunakan dalam operasional rumah sakit dalam rangka kegiatan normal rumah
sakit, tidak dimaksudkan untuk dijual dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun;
2) Aset tetap yang dimiliki rumah sakit harus diinventarisasi secara berkala dan dibuatkan kode aset.
3) Barang inventaris dan/atau aset tetap milik rumah sakit dapat dihapuskan berdasarkan
pertimbangan ekonomis dan atas persetujuan kepala daerah;
4) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi
rumah sakit harus mendapat persetujuan Pemerintah Kabupaten A c.q. Kepala Bagian Umum dan
Perlengkapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Kebijakan Pemerolehan Aset Tetap

1) Tanah
a. Tanah rumah sakit disertifikatkan atas nama Pemerintah Kabupaten A.
b. Tanah yang tidak digunakan oleh rumah sakit untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsinya dapat dialihgunakan oleh direktur BRSU terkait dengan persetujuan Bupati sesuai
dengan kewenangannya.
2) Bangunan
a. Bangunan rumah sakit disertifikatkan atas nama Pemerintah Kabupaten A.
b. Bangunan yang tidak digunakan rumah sakit untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsinya dapat dialihgunakan oleh direktur BRSU terkait dengan persetujuan bupati sesuai
dengan kewenangannya
3) Kendaraan bermotor
Kendaraan bermotor rumah sakit diinventarisasikan atas nama Pemerintah Kabupaten A
4) Furnitur dan Komputer
Yang termasuk dalam furnitur dan komputer rumah sakit adalah furnitur dan komputer yang
diinventarisasikan atas nama Pemerintah Kabupaten A
5) Peralatan / Mesin
Yang termasuk dalam kategori peralatan/mesin adalah peralatan medis dan peralatan non medis.

C. Kebijakan Pemeliharaan, Perawatan, Perbaikan Aset Tetap

1) Aset tetap milik rumah sakit dipelihara dan dirawat secara berkala, efisien, efektif dan ekonomis.
2) Perbaikan aset tetap milik rumah sakit dilakukan jika aset tetap tersebut dalam kondisi rusak
dengan mempertimbangkan asas efisiensi dan efektivitas.

D. Kebijakan Penyusutan Aset Tetap

Penyusutan aset tetap mengacu pada bagian Pedoman Akuntansi, khususnya Bab Laporan Posisi
Keuangan (Neraca) yang mengupas penjelasan atas aset tetap.

E. Kebijakan Penghapusan Aset

1) Penghapusan aset tetap dilakukan bila aset yang dimaksud sudah habis masa manfaat (telah
habis penyusutan) atau sudah tidak dapat digunakan lagi;
2) Penghapusan aset tetap dilakukan dengan membentuk tim panitia penghapusan dan harus
berdasarkan surat keputusan direktur rumah sakit;
3) Aset tetap yang telah diusulkan untuk dihapuskan dinilai oleh tim penghapusan bupati dan
dituangkan dalam berita acara penghapusan yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit dan tim
penghapusan barang untuk disahkan oleh Bupati A.
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAS

A. Kebijakan Umum Pengelolaan Kas

1) Pengelolaan kas rumah sakit dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sehat.
2) Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD menggunakan Surat Perintah Membayar (SPM)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Setiap penerimaan kas harus disetorkan ke rekening rumah sakit di bank paling lambat 24 jam
berikutnya.
4) Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan dilakukan
sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.

B. Kebijakan Kas Harian (USULAN KEBIJAKAN)

1) Yang termasuk dalam kas harian adalah pengelolaan kas kecil untuk kebutuhan non rutin.
2) Tujuan kebijakan ini adalah untuk menciptakan pengelolaan kas kecil yang sehat
3) Pengelolaan kas kecil melibatkan bendahara pengeluaran. dengan nilai kas maksimal yang
tersimpan di brankas rumah sakit sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
4) Pembayaran dengan menggunakan kas harian maksimal penggunaan belum ditentukan
5) Pengisian kembali kas kecil didasarkan pada imprest fund system, yaitu pemegang kas harian
mempertahankan saldo kas kecil sesuai dengan butir 3 di atas.

KEBIJAKAN PELAPORAN KEUANGAN

A. Kebijakan Umum Pelaporan Keuangan

1) Rumah sakit menerapkan sistem infomasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan
praktek bisnis yang sehat.
2) Setiap transaksi keuangan rumah sakit harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola
secara tertib.
3) Akuntansi dan laporan keuangan rumah sakit diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia dan Standard Akuntansi
Pemerintahan yang diterbitkan oleh Komisi Standard Akuntansi Pemerintahan (KSAP);
4) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas, rumah
sakit dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik;
5) Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya;
6) Laporan keuangan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas setidak-tidaknya
meliputi:
a. Laporan yang sesuai dengan Standard Akuntansi Keuangan, terdiri atas:
1. laporan posisi keuangan (neraca);
2. laporan operasional;
3. laporan aliran kas, dan
4. catatan atas laporan keuangan.
b. Laporan yang sesuai dengan Standard Akuntansi Pemerintahan, terdiri atas:
1. laporan posisi keuangan (neraca);
2. laporan realisasi anggaran (LRA); dan
3. catatan atas laporan keuangan.
B. Kebijakan Pelaporan Keuangan Unit Pelayanan

1) Laporan keuangan unit-unit pelayanan yang diselenggarakan oleh rumah sakit dikonsolidasikan
dalam laporan keuangan rumah sakit setiap bulannya.
2) Laporan pendapatan didasarkan pada transaksi yang terjadi mulai pukul 00:00 s.d. pukul 24:00.
3) Perbedaan antara laporan penerimaan kas dengan saldo bank dituangkan dalam rekonsiliasi bank
yang disusun setiap bulan.

C. Kebijakan Penyampaian Laporan Keuangan

1) Laporan keuangan rumah sakit disampaikan secara berkala kepada Bupati sesuai dengan
kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan pemerintah daerah.
2) Laporan keuangan rumah sakit terdiri dari:
1. Laporan keuangan triwulanan berupa laporan operasional dan aliran kas;
2. Laporan keuangan tengah tahun/semester;
3. Laporan keuangan tahunan
3) Laporan keuangan disampaikan kepada Pimpinan PPK BLUD serta Bupati sesuai dengan
kewenangannya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.
4) Laporan keuangan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah.
5) Penggabungan laporan keuangan rumah sakit pada laporan keuangan pemerintah daerah
dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

D. Kebijakan Pemeriksaan

1) Laporan pertanggungjawaban keuangan rumah sakit diaudit oleh pemeriksa eksternal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pemeriksaan internal rumah sakit dilaksanakan oleh satuan pengawas internal yang merupakan
unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah kepala rumah sakit.

KEBIJAKAN KONTROL INTERNAL

A. Kebijakan Umum Kontrol Internal / Pengawasan Internal

1) Kebijakan kontrol internal berkaitan dengan kebijakan pemeriksaan pada kebijakan Pelaporan
Keuangan.
2) Pemeriksaan internal didasarkan pada norma pemeriksaan internal yang ditetapkan oleh direktur
rumah sakit.
3) Proses pengawasan transaksi meliputi enam kelompok aktivitas pengawasan internal, yaitu :
a. Otorisasi Transaksi
Tujuan otorisasi transaksi adalah untuk memastikan bahwa semua materi transaksi yang
diproses dalam sistem informasi akuntansi rumah sakit valid dan sesuai dengan tujuan
manajemen.
b. Pemisahan Tugas Pokok dan Fungsi
Tujuan pemisahan tugas pokok dan fungsi adalah meminimalkan fungsi bertentangan agar
penyimpangan dapat ditekan.
c. Supervisi
Tujuan supervisi adalah untuk melakukan pengawasan kepada karyawan yang mempunyai
potensi untuk melakukan sesuatu yang tidak selaras dengan prosedur sehingga rumah sakit
dapat melakukan antisipasi dalam sistemnya.
d. Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi bertujuan untuk membantu auditor independen menelusuri setiap transaksi
dari proses pencatatan sampai dengan penyusunan laporan keuangan.
e. Pengendalian Akses
Kontrol akses atau pengendalian akses bertujuan untuk memastikan bahwa hanya pegawai
tertentu yang memiliki otorisasi untuk mengakses aset rumah sakit.
f. Verifikasi Independen
Verifikasi independen bertujuan untuk mengidentifikasi guna meningkatkan dan memverifikasi
kebenaran dan kelengkapan dari prosedur yang dilaksanakan oleh sistem lainnya.
4) Aktivitas pengawasan internal yang disebutkan di atas harus terlaksana pada setiap prosedur yang
ada di rumah sakit.

B. Kebijakan Pemeriksaan Internal

1) Ruang lingkup pemeriksaan menyangkut perencanaan, pelaksanaan dari prosedur pemeriksaan


internal.
2) Satuan Pengawas Internal harus mempunyai jadwal untuk program pengawasan yang bersifat
internal di rumah sakit.
3) Satuan Pengawas Internal dalam pelaksanaan tugasnya harus berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
4) Satuan Pengawas Internal terdiri atas :
a. Ketua Satuan Pengawas Internal, yang bertugas dan bertanggung jawab secara keseluruhan
terhadap perencanaan dan proses pemeriksaan (audit) serta pelaporan dari hasil pemeriksaan
b. Tim Audit, yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemeriksaan
5) Satuan Pengawas Internal melaporkan hasil pemeriksaan kepada direktur rumah sakit
6) Satuan Pengawas Internal melakukan koreksi dan saran perbaikan bila diminta oleh kepala rumah
sakit.
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 94

Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian


Rumah Sakit di RSUD Dr.Abdoer Rahem Situbondo
(Analysis of Financial Performance and Service with Hospital Independence
in RSUD Dr.Abdoer Rahem Situbondo)
Mentari Candrasari*, Taufik Kurrohman, Nining Ika Wahyuni
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: mentaricandrasari@ymail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan dan pelayanan rumah sakit dr. Abdoer Rahem yang menerapkan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak tahun 2009. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan metode runtut
waktu. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui laporan keuangan dan laporan manajemen
rumah sakit. Kinerja keuangan diukur dengan rasio keuangan yang meliputi rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio
rentabilitas. Sedangkan, kinerja pelayanan diukur dengan enam indikator, yaitu: Bed Occupancy Rate (BOR), Turn Over
Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO), Average Length of Stay (ALOS), Gross Date Rate (GDR), dan Net Date Rate (NDR).
Hipotesis penelitian ini diuji menggunakan korelasi pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang
diukur dengan rasio solvabilitas secara statistik terbukti berkorelasi kuat dengan cost recovery rate dan tingkat kemandirian.
Kinerja pelayanan yang diukur dengan BTO memiliki korelasi kuat dengan tingkat kemandirian.
Kata Kunci: kinerja keuangan, kinerja pelayanan, cost recovery rate, dan tingkat kemandirian
Abstract
This study aims to analyze the financial performance and service or the dr. Abdoer Rahem hospital that implement regional
public service agency since 2009. This study included a quantitive research with time series method. The data used is
secondary data collected through the financial statements and management report hospital. Financial performance is measured
by financial ratios of liquidity ratio, solvency ratio, and profitability ratio. Meanwhile, service performance is measured by six
indicators, namely: Bed Occupancy Rate (BOR), Turn Over Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO), Average Length of Stay
(ALOS), Gross Date Rate (GDR), dan Net Date Rate (NDR). The study’s hypotheses were tested using pearson corerelation.
The results showed that financial performance is measured by the solvency ratio is statistically proven to correlate strongly
with the cost recovery rate and level of independence. Service performance as measured by BTO has a strong correlation with
the level of independence.
Keywords: financial performance, service performance, cost recovery rate, and level of independence
Pendahuluan juga memerlukan suatu alat untuk mengetahui kinerja
keuangan dan pelayanannya. Penilaian kinerja digunakan
Semua organisasi sektor publik (institusi pemerintah) untuk menilai peningkatan pencapaian tujuan rumah sakit
merupakan sebuah entitas ekonomi yang unik karena tidak sebagai public service dan sumber keuangan daerah sudah
mencari keuntungan, dimiliki secara kolektif, kepemilikan terlaksana sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Lestari
sumber daya, dan keputusan yang terkait kebijakan maupun dkk (2009) menegaskan kualitas layanan kesehatan
operasi didasarkan pada konsensus ( Nordiawan,2006). Pada berbanding lurus dengan kinerja keuangan rumah sakit dan
dasarnya organisasi sektor publik bertujuan untuk tingkat kepuasan pasien rawat inap dan instalasi gawat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan. darurat.
rumah sakit memiliki tujuan pada aspek pelayanan kepada
masyarakat (public/service orientated). Dipandang dari Dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas pelayanan serta
segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit adanya Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
yang dimiliki pemerintah merupakan layanan jasa untuk Rumah Sakit mengamanatkan bahwa rumah sakit yang
kalangan masyarakat menengah ke bawah, sedangkan rumah didirikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus
sakit yang dimiliki oleh swasta merupakan layanan jasa yang dikelola dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) atau
melayani masyarakat kalangan menengah ke atas. Namun, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pada awal tahun
saat ini biaya kesehatan cenderung mengalami peningkatan 2012 Menteri Kesehatan Republik Indonesia menegaskan
dan rumah sakit dituntut untuk mandiri dalam mengatasi rumah sakit daerah wajib menerapkan Pola Pengelolaan
masalah tersebut. Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Pasal 1 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Pada dasarnya organisasi sektor publik pemerintah memiliki Badan Layanan Umum (PPK – BLU ) menyatakan Badan
tujuan bukan memperoleh laba (non-profit orientated), maka Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah
sumber pendanaan organisasi melalui pembayaran pajak atau yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
retribusi dan harus melakukan aktivitasnya sesuai dengan masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumah sakit dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam

* Corresponding Author

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 95

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan Metode


produktivitas.
Desain Penelitian
Masnah (2012) menjelaskan bahwa dengan adanya
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan BLUD pada RSUD
hypothesis testing (pengujian hipotesis) dengan menggunakan
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan dan
pearson correlation atau korelasi pearson.
kinerja keuangan sehingga rumah sakit mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal dan dapat bersaing dengan Jenis dan Sumber Data
kompetitornya. Hasil penelitiannya menunjukkan tren kinerja Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang
pelayanan belum sesuai dengan standar tipe rumah sakit dikumpulkan melalui laporan keuangan dan laporan
sehingga kinerja keuangannya pun relatif stagnan. Madjid manajemen RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo tahun 2010
dkk (2009) meneliti kinerja keuangan pada 69 BLU rumah sampai dengan 2015.
sakit pemerintah pusat dan hasilnya menunjukkan bahwa
secara umum rata-rata current ratio, quick ratio, dan debt Populasi dan Sampel
ratio cukup baik, tetapi terdapat angka rasio keuangan di Populasi pada penelitian ini meliputi direktur, kelompok
bawah rata-rata. Hantoro (2010) melaporkan bahwa kinerja pejabat fungsional, dewan pengawas dan anggota rumah sakit
pelayanan rumah sakit berpengaruh signifikan terhadap dr. Abdoer Rahem. Bagian sampel dalam penelitian ini yaitu
loyalitas pasien, tetapi kepuasan pasien tidak mempengaruhi bagian keuangan dan bagian rekam medik sebagai pusat
hubungan antara kinerja pelayanan dan loyalitas pasien. informasi tentang laporan keuangan dan laporan pelayanan
Susanto dan Nandiwardhana (2005) menilai kualitas RSUD dr. Abdoer Rahem.
pelayanan rumah sakit dengan menggunakan model servquel
dan hasilnya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang Definisi Operasional dan Pengukurannya
baik mampu meningkatkan kinerja keuangan rumah sakit. Variabel Dependen
Sedangkan, Handayani dan Sriyanto (2015) memiliki tujuan Variabel dependen yang digunkanan dalam penelitian ini
untuk mengevaluasi kinerja pelayanan dan keuangan RSUD yaitu cost recovery rate dan tingkat kemandirian. Keduanya
yang menerapkan PPK-BLUD sejak 2012. Terdapat beberapa merupakan indikator pengukuran kemandirian rumah sakit.
hasil penilitian diantaranya korelasi negatif TOI dengan CRR Berikut definisi operasional cost recovery rate dan tingkat
(jika TOI semakin tinggi, maka CRR semakin rendah, dan kemandirian menurut Madjid (2009) dalam Handayani dan
sebaliknya), korelasi positif AVLOS dengan tingkat Siyanto (2015):
kemandirian (jika AVLOS meningkat, maka tingkat
kemandirian semakin tinggi), kinerja keuangan dengan rasio 1. Cost Recovery Rate (CRR) merupakan rasio yang
rentabilitas dan ketergantungan APBD berkorelasi kuat dan digunakan untuk mengetahui kemampuan rumah sakit
signifikan terhadap tingkat efektivitas dan efisiensi rumah dalam memenuhi seluruh belanja operasional dari
sakit yang diukur dengan CRR. pendapatan fungsional. Pendapatan fungsional adalah
pendapatan yang berasal dari pelayanan jasa yang
Berdasarkan hasil penelitian di atas, peneliti termotivasi diberikan oleh rumah sakit. Sedangkan yang dimaksud
melakukan analisis kinerja keuangan dan pelayanan dengan belanja operasional adalah belanja yang digunakan untuk
kemandirian rumah sakit di RSUD dr. Abdoer Rahem memenuhi kegiatan pelayanan jasa rumah sakit.
Situbondo. RSUD ini menerapkan PPK-BLU sejak tahun
2009. Kemandirian rumah sakit menggambarkan kemampuan 2. Tingkat Kemandirian merupakan kemampuan untuk
dalam membiayai kewajiban rumah sakit baik jangka panjang membiayai seluruh belanja dari pendapatan fungsional,
maupun jangka pendeknya. Penelitian yang mendasari baik belanja operasional maupun investasinya.
penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Handayani Pendapatan fungsional adalah total dari pendapatan
dan Sriyanto. Kinerja keuangan diukur dengan rasio fungsional dengan subsidi. Tingkat kemandirian dapat
likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas sesuai dengan dihitung dengan menggunakan rumus :
penelitian Madjid (2009) juga. Kinerja pelayanan diukur Variabel Independen
dengan enam indikator, yaitu: Bed Occupancy Rate (BOR),
Turn Over Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO), Average Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
Length of Stay (ALOS), Gross Date Rate (GDR), dan Net meliputi kinerja keuangan dan kinerja pelayanan rumah sakit
Date Rate (NDR). Kinerja keuangan dan pelayanan akan diukur dengan beberapa indikator beikut.
diuji korelasi dengan kinerja keseluruhan rumah sakit yang 1. Kinerja keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 127
menunjukkan kemandirian rumah sakit secara efektif dan ayat 1, dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan
efisiensi diukur dengan cost recovery rate dan tingkat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam
kemandirian sesuai dengan Madjid (2009). Dengan demikian memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang
rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah adanya diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka
korelasi antara kinerja keuangan dan pelayanan dengan pendeknya (likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya
kemandirian rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk (solvabilitas), kemampuan penerimaan dari jasa layanan
mengetahui dan menganalisis korelasi antara kinerja untuk membiayai pengeluaran (Permendagri no. 61,
keuangan dan pelayanan dengan kemandirian rumah sakit. 2007).

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 96

a. Rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu normalitas untuk mengetahui apakah data terdistribusi
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan normal atau tidak. Selanjutnya, dilakukan uji
secara tepat waktu (Irham Fahmi, 2014:59). Rasio hipotesis dengan korelasi pearson. Korelasi pearson memiliki
likuiditas yang digunakan pada penelitian ini yaitu rasio penilaian interpretasi nilai sig. > 0,05 memiliki arti bahwa
lancar. Rasio Lancar (Current Ratio) merupakan adanya korelasi bermakna antar variabel, sedangkan nilai sig.
perbandingan antara aset lancar dan kewajiban lancar. < 0,05 tidak memiliki korelasi bermakna antar variabel
(Dahlan, 2009:157) . Selain itu, nilai koefisien korelasi
b. Rasio solvabilitas menurut Handayani dan Sriyanto
berkisar antara -1 sampai dengan 1.
(2015) menunjukkan kemampuan rumah sakit untuk
memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas Hasil dan Pembahasan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio hutang
terhadap total aktiva (Debt To Total Asset). Rasio hutang Statistik Deskriptif
terhadap total aktiva (Debt To Total Asset Ratio) Statistik deskriptif adalah suatu proses perubahan data
merupakan perbandingan hutang dengan total aktiva. penelitian ke dalam bentuk tabel atau diagram, sehingga data
Rasio ini menunjukkan berapa total aktiva yang tersedia yang dihasilkan dapat dengan mudah dipahami dan
untuk menjamin hutang perusahaan. Semakin tinggi debt diinterpretasikan. Statistik deskriptif dalam penelitian ini
ratio, maka semakin besar pinjaman yang digunakan disajikan untuk memberikan informasi mengenai
dalam menghasilkan keuntungan perusahaan. karakteristik variabel penelitian meliputi nilai minimum,
c. Rasio rentabilitas digunakan untuk mengukur maksimum, rata-rata dan deviasi standar. Hasil statistik
kemampuan rumah sakit mendapatkan hasil usaha atau deskriptif dari penelitian ini terdapat pada tabel berikut.
hasil kerja (pendapatan) dari layanan yang diberikan. Tabel 1 Statistik Deskriptif
Dapat dihitung dengan pendapatan operasional tahun
sekarang dikurang realisasi pendapatan tahun lalu Variabel Min Max Mean Std. Dev
dibanding realisasi pendapatan tahun lalu.
LIQ 2.99 11.1 4.93 3.14
2. Kinerja pelayanan diukur dengan enam indikator menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007, SOLV 0.01 0.12 0.04 0.03
yaitu:
RENT 0.07 2.68 0.94 1.09
a. Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan persentase
pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. BOR 69 82 76.5 5.57
Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai TOI 0.7 1.5 1.05 0.3
parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%. ALOS 3.75 4.14 3.95 0.17
b. Turn Over Interval (TOI) merupakan rata-rata hari
dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat BTO 72 82 76.5 3.44
terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran NDR 14 28 22.16 5.26
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. GDR 45 60 52.16 5.45
c. Bed Turn Over (BTO) merupakan pemakaian tempat CRR 1.42 1.9 1.73 0.17
tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai
dalam satu-satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu TK 0.43 1.05 0.66 0.25
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Sumber: data sekunder, diolah, 2017
d. Average Length of Stay (ALOS) merupakan pemakaian
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur Dari hasil statistik deskriptif yang tercantum pada tabel
dipakai dalam satu-satuan waktu tertentu. Idealnya dalam menunjukkan kemampuan rumah sakit untuk membiayai
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. biaya operasional yang didanai dari pendapatan
fungsionalnya menunjukkan angka rata-rata sebesar 1,73,
e. Gross Date Rate (GDR) merupakan angka kematian sedangkan kemampuan rumah sakit dalam membiayai baik
umum untuk setiap 1000 penderita keluar. Secara umum biaya operasional maupun kebutuhan investasi dari
nilai GDR yang ideal adalah tidak lebih dari 45/1000 pendapatannya menunjukkan rata-rata sebesar 0,66. Selain
penderita keluar (4,5/100 penderita keluar). itu, kinerja keuangan yang diukur dengan rasio-rasio
f. Net Date Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam keuangan menunjukkan hasil rata-rata sebesar 4,93 untuk
setelah dirawat untuk 1000 penderita keluar. Indikator ini rasio likuiditas yang menggambarkan kemampuan melunasi
memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. utang jangka pendek rumah sakit dan 0,04 untuk rasio
Secara umum nilai NDR yang ideal adalah kurang dari solvabilitas yang menggambarkan kemampuan melunasi
25/1000 penderita keluar (2,5/100 penderita keluar). utang jangka panjang rumah sakit. Sedangkan, rasio
rentabilitas menunjukkan rata-rata sebesar 0,94 yang
Metode Analisis Data menggambarkan kemampuan rumah sakit untuk
Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows mendapatkan hasil usaha atau hasil kerja (pendapatan) dari
22.0. Pertama, data yang terkumpul dianalisis dengan layanan yang diberikan.
menggunakan statistik deskriptif. Kemudian, dilakukan uji

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 97

Kinerja pelayanan rumah sakit dalam penelitian ini Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis 1
menggunakan 6 (enam) pengukuran. Rata-rata BOR yang
menunjukkan rata-rata pemakaian tempat tidur rumah sakit Variabel Koef. Tanda Sig. Kesimpulan
sebesar 76,50 dari jumlah tempat tidur yang tersedia di Pearson
RSUD dr. Abdoer Rahem. Rata-rata TOI mengindikasikan
bahwa rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari LIQ 0.06 (+) 0.91 Korelasi sangat
hari setelah diisi ke hari terisi berikutnya sebesar 1,05 hari. lemah, tidak
Rata-rata ALOS yang menunjukkan rata-rata lama rawat signifikan
pasien sebesar 3,95, berarti bahwa pasien rawat inap di SOLV 0.85 (-) 0.03 Korelasi sangat
RSUD dr. Abdoer Rahem dirawat selama hampir 4 hari. BTO kuat, signifikan
menunjukkan angka rata-rata 76,50 yang berarti bahwa rata-
rata frekuensi pemakaian tempat tidur sebesar 76,50 kali. RENT 0.63 (-) 0.18 Korelasi kuat,
Rata-rata NDR sebesar 22,16 yang menunjukkan rata-rata tidak signifikan
angka kematian pasien setelah 48 jam dirawat untuk setiap
1.000 pasien keluar, sedangkan GDR yang menunjukkan Sumber: data sekunder, diolah, 2017
angka kematian umum untuk setiap 1.000 pasien keluar
Tabel 3 menunjukkan bahwa likuiditas dan rentabilitas
adalah 52,16.
memiliki nilai sig. > 0,05 yang artinya likuiditas dan
Uji Normalitas rentabilitas tidak memiliki korelasi yang bermakna terhadap
cost recovery rate. Sedangkan, solvabilitas menunjukkan
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan
adanya korelasi kuat dan signifikan terhadap cost recovery
melihat apakah data yang digunakan dalam penelitian
rate. Solvabilitas menghasilkan korelasi negatif atau
terdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas yang
berlawanan arah. Dengan kata lain, jika solvabilitas semakin
digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov Smirnov
tinggi, maka cost recovery rate semakin rendah. Dengan
Test dengan kriteria yaitu jika asymp. sig > 0,05 maka data
demikian semakin tinggi kemampuan rumah sakit dalam
terdistribusi normal, sedangkan jika nilai asymp. sig < 0,05
melunasi utang jangka panjangnya, maka semakin rendah
maka data terdistribusi tidak normal. Hasil uji normalitas dari
kemampuan rumah sakit dalam membiayai belanja
penelitian ini terdapat pada tabel berikut.
operasional dari pendapatan fungsionalnya. Hal ini
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas disebabkan karena rumah sakit dalam kondisi aman dan tidak
memiliki kewajiban jangka panjang yang harus dipenuhi oleh
Variabel Asymp. sig Keterangan RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, sehingga rumah sakit
LIQ 0.07 Terdistribusi Normal mampu memenuhi kebutuhan operasionalnya. Oleh karena
SOLV 0.1 Terdistribusi Normal itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 dapat diterima
RENT 0.2 Terdistribusi Normal karena kinerja keuangan menunjukkan adanya korelasi
dengan cost recovery rate.
BOR 0.2 Terdistribusi Normal
TOI 0.2 Terdistribusi Normal 2. Kinerja keuangan berkorelasi dengan tingkat
kemandirian
ALOS 0.2 Terdistribusi Normal
BTO 0.2 Terdistribusi Normal Pengujian hipotesis kedua yaitu korelasi antara kinerja
keuangan terhadap tingkat kemandirian. Dalam pengujian
NDR 0.2 Terdistribusi Normal hipotesis kedua ini memiliki beberapa pengukuran yang
GDR 0.2 Terdistribusi Normal digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan sesuai
CRR 0.2 Terdistribusi Normal dengan Permendagri No 61 Tahun 2007. Hasil pengujian
TK 0.13 Terdistribusi Normal hipotesis kedua dalam penelitian ini terdapat pada tabel
berikut.
Sumber: data sekunder, diolah, 2017
Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis 2
Dari hasil uji normalitas yang tercantum pada tabel
menunjukkan data yang terdistribusi secara normal, yaitu Variabel Koef. Tanda Sig. Kesimpulan
data yang memiliki angka asymp. sig > 0,05. Dengan Pearson
keseluruhan hasil distribusi secara normal, maka uji hipotesis
menggunakan pearson correlation atau korelasi pearson LIQ 0.25 (-) 0.91 Korelasi lemah,
dapat dilakukan. tidak signifikan

Pembahasan SOLV 0.86 (+) 0.03 Korelasi sangat


kuat, signifikan
1. Kinerja keuangan berkorelasi dengan cost recovery
rate RENT 0.5 (+) 0.18 Korelasi sedang,
tidak signifikan
Pengujian hipotesis pertama yaitu korelasi antara kinerja
Sumber: data sekunder, diolah, 2017
keuangan terhadap cost recovery rate. Dalam pengujian
hipotesis pertama ini memiliki beberapa pengukuran yang Berdasarkan tabel 4, hasil pengujian menunjukkan hasil
digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan sesuai hipotesis yang sama dengan hipotesis pertama. Likuiditas dan
dengan Permendagri No 61 Tahun 2007. Hasil pengujian rentabilitas tidak memiliki korelasi yang bermakna terhadap
hipotesis pertama dalam penelitian ini terdapat pada tabel tingkat kemandirian. Sedangkan, solvabilitas menghasilkan
berikut. sig. < 0,05 yang menunjukkan adanya korelasi yang

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 98

bermakna terhadap tingkat kemandirian. Tanda positif karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak
menunjukkan korelasi antara solvabilitas dan tingkat karena kinerja pelayanan menunjukkan tidak adanya korelasi
kemandirian searah. Dengan kata lain, jika solvabilitas dengan cost recovery rate.
semakin tinggi, maka tingkat kemandirian semakin tinggi.
4. Kinerja pelayanan berkorelasi dengan tingkat
Dengan demikian semakin tinggi kemampuan rumah sakit
kemandirian
dalam melunasi utang jangka panjangnya, maka semakin
tinggi kemampuan rumah sakit dalam membiayai belanja Pengujian hipotesis keempat yaitu korelasi antara kinerja
operasional dan investasinya dari pendapatan operasionalnya. pelayanan terhadap tingkat kemandirian. Dalam pengujian
Hal ini disebabkan karena rumah sakit dalam kondisi aman hipotesis keempat ini memiliki beberapa pengukuran yang
dan tidak memiliki kewajiban jangka panjang yang harus digunakan untuk menggambarkan kinerja pelayanan rumah
dipenuhi oleh RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, sehingga sakit sesuai Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
rumah sakit mampu memenuhi kebutuhan operasional dan 2005. Hasil pengujian hipotesis keempat dalam penelitian ini
investasinya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pada tabel berikut.
hipotesis 2 dapat diterima karena kinerja keuangan
Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis 4
menunjukkan adanya korelasi dengan tingkat kemandirian.
3. Kinerja pelayanan berkorelasi dengan cost recovery Variabel Koef. Tanda Sig. Kesimpulan
rate Pearson

Pengujian hipotesis ketiga yaitu korelasi antara kinerja


BOR 0.64 (-) 0.18 Korelasi kuat,
pelayanan terhadap cost recovery rate. Dalam pengujian
tidak signifikan
hipotesis ketiga ini juga memiliki beberapa pengukuran yang
digunakan untuk menggambarkan kinerja pelayanan rumah
sakit sesuai Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun TOI 0.52 (+) 0.29 Korelasi sedang,
2005. Hasil pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini tidak signifikan
terdapat pada tabel berikut.
ALOS 0.3 (-) 0.56 Korelasi lemah,
Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis 3
tidak signifikan
Variabel Koef. Tanda Sig. Kesimpulan
Pearson BTO 0.83 (+) 0.04 Korelasi sangat
kuat, signifikan
BOR 0.28 (+) 0.59 Korelasi lemah,
tidak signifikan NDR 0.71 (+) 0.12 Korelasi kuat,
tidak signifikan
TOI 0.12 (-) 0.82 Korelasi sangat
lemah, tidak GDR 0.12 (+) 0.83 Korelasi sangat
signifikan lemah, tidak
signifikan
ALOS 0.24 (+) 0.65 Korelasi lemah, Sumber: data sekunder, diolah, 2017
tidak signifikan
Pada tabel 6 menunjukkan hasil korelasi sangat kuat dan
signifikan antara BTO terhadap tingkat kemandirian rumah
BTO 0.73 (-) 0.1 Korelasi kuat, sakit. Tanda positif menunjukkan korelasi antara BTO dan
tidak signifikan tingkat kemandirian yang searah. Dengan kata lain, jika
BTO/ semakin tinggi, maka tingkat kemandirian semakin
NDR 0.71 (-) 0.11 Korelasi kuat, tinggi. Dengan demikian semakin tinggi frekuensi pemakaian
tidak signifikan tempat tidur pada suatu periode, maka semakin tinggi
kemampuan rumah sakit dalam membiayai belanja
operasional dan investasinya dari pendapatan operasionalnya.
GDR 0.08 (-) 0.87 Korelasi sangat Sedangkan, BOR dan NDR memiliki korelasi kuat, namun
lemah, tidak tidak signifikan. Hasil tidak signifikan juga digambarkan
signifikan TOI, ALOS dan GDR terhadap kemandirian rumah sakit.
Sumber: data sekunder, diolah, 2017 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 dapat
Pada tabel 5 menunjukkan hasil sig. > 0,05 yang artinya tidak diterima karena kinerja pelayanan menunjukkan adanya
ada korelasi yang bermakna antara kinerja pelayanan yang korelasi dengan tingkat kemandirian.
diukur dengan enam indikator terhadap cost recovery rate. Simpulan
Namun terlihat pada variabel BTO dan NDR memiliki
korelasi yang kuat namun tidak signifikan. BTO dan NDR Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi pearson
menghasilkan tanda korelasi negatif yang artinya berlawan apabila data tedistribusi normal. Pada uji normalitas terbukti
arah. Dengan kata lain, apabila BTO dan NDR semakin bahwa seluruh data dari aspek keuangan dan pelayanan
tinggi, maka tingkat kemandirian semakin rendah. menunjukkan data terdisribusi normal. Oleh karena itu,
Sedangkan, untuk BOR, TOI, ALOS, dan GDR menunjukkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan uji
korelasi lemah terhadap kemandirian rumah sakit. Oleh hipotesis dengan korelasi pearson. Hasil pada kinerja

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665
Mentari et al., Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian Rumah Sakit ... 99

keuangan menunjukkan adanya korelasi kuat dan signifikan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Buku Petunjuk Pengisian,
Pengelolaan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Dikjen
antara solvabilitas terhadap cost recovery rate. Tanda Bina Pelayanan Medik
korelasi yang dihasilkan menunjukkan tanda negatif. Dengan
Hantoro, Fajar Dwi. 2010. Pengaruh kinerja pelayanan terhadap loyalitas
kata lain, jika solvabilitas semakin tinggi, maka cost recovery pelanggan dengan kepuasan pelanggan sebagai variabel pemoderasi
rate semakin rendah. Pada hipotesis kedua kinerja keuangan (studi pada rumah sakit cakra husada di kota klaten). Skripsi.
menunjukkan hasil yang sama dengan hipotesis pertama yaitu Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
solvabilitas memiliki korelasi kuat dan signifikan terhadap Lestari, Wijayanti Puji., Sunarto, dan Titik Kuntari. 2009. Analisa
tingkat kemandirian rumah sakit. namun tanda yang faktorpenentu kepuasan pasien di rumah sakit pku muhammadiyah
ditunjukkan yaitu tanda positif. Dengan kata lain, jika bantul. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
solvabilitas semakin tinggi, maka tingkat kemandirian
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan rumah sakit dalam Madjid, Noor Choolis., Cahyono, Heru, dan Tohirin. 2009. Evaluasi antara
kinerja keuangan dan operasional pada rumah sakit umum pemerintah
kondisi aman dan tidak memiliki kewajiban jangka yang menerapkan pola pengelolaan badan layanan umum. Kajian
panjangnya yang harus dipenuhi, sehingga pendapatan Akademis. BPPK.
fungsional maupun operasional mampu memenuhi kebutuhan Masnah. 2012. Analisis rasio financial dan rasio nonfinancial sebagai
operasional dan investasi pada RSUD dr. Abdoer Rahem dasarpengukuran kinerja RSUP dr. Muhammad hoesin palembang.
Situbondo Jurnal Manajemen Pelanggan Kesehatan. Universitas Binadarma.
Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Hipotesis ketiga menunjukkan kinerja pelayanan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman
dengan enam indikator pengukuran tidak memiliki Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
korelasi yang bermakna karena memiliki hasil sig. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 2005 Tentang
> 0,05 terhadap cost recovery rate. Sedangkan, Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
hipotesis keempat kinerja pelayanan menunjukkan hasil Sunanto, Sandra., Abraham Nandiwardhana. 2005. Analisis kesenjangan
dimensi kualitas layanan berdasarkan persepsi manajemen dan persepsi
korelasi kuat dan signifikan antara BTO terhadap tingkat
pasien pada unit rawat inap di rumah sakit umum daerah dokter abdul
kemandirian rumah sakit. Tanda positif menunjukkan aziz singkawang kalimantan barat. Jurnal Widya Manajemen &
korelasi antara BTO dan tingkat kemandirian yang searah. Akuntansi. Vol 5, No.1.
Dengan kata lain, jika BTO semakin tinggi, maka tingkat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
kemandirian semakin tinggi. Sakit.
Wijayanti, Handayani Tri. Dan Sriyanto. 2015. Evaluasi Kinerja Pelayanan
Referensi Dan Keuangan Rsud Yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: BLUD di Subosukowonosrtaen. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Perbankan.
Deskriptif, Bivariat, dan Multivarat. (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat. Vol. 1. No. 1.

e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (1) : 94-99 ISSN : 2355-4665

Anda mungkin juga menyukai