Anda di halaman 1dari 168

MODUL

PELATIHAN TIM PENILAI


JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

PUSDIKLAT APARATUR – BADAN PPSDM KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2014
MATERI DASAR 2
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Arah kebijakan organisasi pemerintah ke depan adalah rightsizing yaitu
upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah agar lebih proporsional,
datar, transparan, hierarki yang pendek dan terdesentralisasi
kewenangannya. Kementerian Kesehatan telah mengantisipasi dan
menyesuaikan organisasinya kearah hemat struktur kaya fungsi dengan
membatasi jabatan struktural dan mengembangkan jabatan fungsional.
Upaya ini sesuai dengan amanat Undang–Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Pokok – Pokok Kepegawaian bahwa Pegawai Negeri Sipil
diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu sehingga terbatasnya
jabatan struktural maka jabatan fungsional menjadi solusinya.

Langkah antisipasi Kementerian Kesehatan dalam pembinaan dan


pengembangan karier pegawai telah dimulai sejak tahun 1997 diawali
dengan Penetapan Jabatan Fungsional Dokter dan Dokter Gigi, tahun
1999 Apoteker dan Asisten Apoteker. Tahun 2000 Penyuluh Kesehatan
Masyarakat, Administrator Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan,
Entomolog Kesehatan, Sanitarian. Tahun 2001 sampai 2005 diterbitkan
Jabatan Fungsional Perawat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Perekam Medis,
Radiografer, Teknisi Elektromedis, Fisioterapis, Okupasi Terapis, Ortotis
Prostetis, Refraksionis Optisien dan Terapis Wicara. Tahun 2006 – 2009
diterbitkan Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan, Teknisi
Gigi, Teknisi Transfusi Darah, Bidan, Fisikawan Medis, Psikolog Klinis dan
Dokter Pendidik Klinis. Untuk mengoptimalkan jabatan-jabatan
fungsional tersebut di atas sebagian besar telah ditindaklanjuti dengan
kebijakan-kebijakan tingkat teknis berupa Petunjuk Pelaksanaan dan
Petunjuk Teknisnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
1
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional


Pegawai Negeri Sipil Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa
penyelenggaraan pembinaan jabatan fungsional dilakukan oleh Instansi
Pembina jabatan fungsional. Dengan kata lain instansi pembina
mempunyai kewajiban melakukan pembinaan dalam rangka
mewujudkan profesionalitas para pejabat fungsional. Pembinaan jabatan
fungsional dapat dilakukan melalui pola karier PNS yaitu Perpindahan
dari jabatan struktural ke fungsional dan dari jabatan fungsional ke
struktural baik secara horizontal, vertikal maupun diagonal serta
perpindahan wilayah kerja; Perpindahan jabatan secara horizontal adalah
perpindahan jabatan pada tingkat eselon dan pangkat jabatan yang sama,
serta jabatan fungsional ke jabatan fungsional lain; Perpindahan jabatan
secara vertikal adalah perpindahan yang bersifat kenaikan jabatan
(promosi); serta Perpindahan jabatan secara diagonal adalah
perpindahan dari jabatan struktural ke fungsional.

Kewajiban pembinaan jabatan fungsional tidak hanya menjadi tugas


instansi tingkat pusat namun merupakan tugas bersama dengan
pemerintah daerah sebagaimana tercermin dari semangat tugas
pembantuan dan pembagian kewenangan yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah yang diperjelas
didalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka Tim Penilai Jabatan Fungsional baik Tim
Penilai Pusat maupun Tim Penilai Provinsi/Kabupaten/Kota perlu dibekali
informasi mengenai berbagai kebijakan yang mendasari terbitnya
jabatan fungsional serta tata kelola jabatan fungsional kedepan dalam
rangka pembinaan dan pengembangan pegawai melalui pelatihan Tim
Penilai Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami
kebijakan jabatan fungsional kesehatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
2
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan latar belakang pembentukan jabatan fungsional
kesehatan
2. Menjelaskan tata kelola kebijakan jabatan fungsional kesehatan

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut :
Pokok Bahasan 1. Latar belakang Pembentukan Jabatan Fungsional
Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Dasar hukum
b. Tujuan dan manfaat
c. Penetapan Jabatan Fungsional
d. Posisi strategis Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan
Pokok Bahasan 2. Tata Kelola Kebijakan Jabatan Fungsional Kesehatan

IV. METODE

 Ceramah Tanya Jawab


 Curah Pendapat

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayangan (slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 White board
 Spidol (ATK)

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
3
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Langkah 1. Pengkondisian
Langkah Pembelajaran :
a. Fasilitator harus memperkenalkan diri dan menyebutkan namanya,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
b. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi dan pokok
bahasan dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah Pembelajaran :
a. Fasilitator menjelaskan secara berurutan tentang Latar belakang
pembentukan jabatan fungsional kesehatan dan Tata Kelola Kebijakan
Jabatan fungsional kesehatan melalui ceramah dengan menggunakan
bahan tayang (slide power point), laptop dan LCD.
b. Fasilitator memberikan kesempatan bertanya kepada peserta untuk
menanyakan permasalahan yang mungkin ditemui di lapangan
seputar kebijakan jabatan fungsional bidang kesehatan.
c. Fasilitator menjawab pertanyaan peserta dengan penjelasan
berdasarkan peraturan yang berlaku, bila perlu menggunakan bahan
tayang (slide power point), whiteboard dan spidol.
d. Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk
menyampaikan pendapat mengenai kebijakan jabatan fungsional
bidang kesehatan.

Langkah 3. Diskusi
Langkah Pembelajaran :
a. Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk
berdiskusi mengenai masalah yang dihadapi dalam instansi masing-
masing mengenai kebijakan jabatan fungsional
b. Fasilitator merangkum hasil diskusi peserta

Langkah 4. Penutup, Umpan Balik dan Rangkuman


Langkah Pembelajaran :
a. Fasilitator merangkum atau pembulatan tentang pembahasan materi
ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi atau
umpan balik.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
4
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

b. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif


seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

A. Dasar Hukum
Undang–Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974), menyatakan bahwa PNS diangkat dalam jabatan dan pangkat
tertentu dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dan
pembangunan. Dengan demikian setiap Pegawai Negeri Sipil harus
mempunyai jabatan dan pangkat yang terdiri dari jabatan struktural
dan jabatan fungsional. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas
pemerintah dan pembangunan, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang
profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan
yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier
yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Pasal 5 tentang Jabatan


Fungsional PNS menyatakan Penetapan jabatan dan angka kredit
jabatan fungsional dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul
dari pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setelah terlebih
dahulu mendapat pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara dengan mengacu pada
rumpun jabatan yang ditetapkan oleh Presiden.

Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan


angka kredit oleh pejabat yang berwenang setelah mendengar
pertimbangan Tim Penilai. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam
dibentuk oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional atau
pimpinan instansi pengguna jabatan fungsional.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
5
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pengertian
Jabatan Struktural merupakan jabatan yang secara jelas tertera dalam
struktur organisasi, tugas memimpin dan memanage serta
mempunyai kode etik. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan
yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi negara.

Jabatan Fungsional adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup,


tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan keahliannya yang diduduki oleh Pegawai
Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh
oleh pejabat yang berwenang (PP No. 16 Tahun 1994).

Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak


tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam
tugas-tugas pokok organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan.

Jabatan Fungsional tertentu adalah kedudukan yang menunjukkan


tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil
dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya
didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat
mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya disyaratkan dengan angka
kredit.

B. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dibentuknya jabatan fungsional adalah untuk peningkatan
produktivitas kerja PNS, peningkatan produktivitas unit kerja,
peningkatan karier PNS dan peningkatan profesionalisme PNS.
Dengan demikian jabatan fungsional bisa dijadikan sebagai sarana
untuk membina pegawai dan sebagai jalur pengembangan karier
pegawai. Dalam rangka membina dan mengembangkan karir pegawai
fungsional tersebut telah diterbitkan berbagai kebijakan di bidang
kepegawaian, salah satunya adalah di bidang jabatan fungsional

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
6
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

dengan harapan dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kinerja


pegawai serta pada gilirannya akan dapat meningkatkan kinerja
organisasi. Pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional merupakan
salah satu bentuk penghargaan dari pekerjaan seorang pegawai yang
disesuaikan dengan tingkat keahlian atau profesionalismenya.

Manfaat yang diperoleh dengan adanya jabatan fungsional yaitu


sebagai berikut :
1) Kenaikan pangkat dapat diperoleh dalam waktu 2 tahun,
sedangkan struktural 4 tahun sekali;
2) Dengan adanya angka kredit prestasi kerja langsung dinilai, yang
berarti penilaian prestasi kerja bukan berdasarkan masa kerja
ataupun faktor like and dislike;
3) Memotivasi Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kreativitas dalam bekerja untuk
mengumpulkan angka kredit;
4) Status kerja pada jabatan fungsional adalah bersifat mandiri,
pejabat fungsional adalah mitra kerja bukan sebagai atasan
ataupun bawahan;
5) Bekerja penuh sesuai profesinya (profesional)
6) Meningkatkan tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan pekerjaan, karena adanya beban jabatan.

C. Penetapan Jabatan Fungsional


Penetapan Jabatan Fungsional didasarkan pada prinsip/kriteria
sebagai berikut :
1) Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja
yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan
teknis tertentu dengan sertifikasi,
2) Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi,
3) Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan:
a) Tingkat Ahli, bagi jabatan fungsional keahlian,
b) Tingkat Terampil, bagi jabatan fungsional keterampilan.
4) Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.
5) Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi organisasi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
7
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

D. Posisi Strategis Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Menyadari posisi strategis Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan
sebagai sarana/wadah pembinaan dan pengembangan karier
pegawai maupun di dalam meningkatkan kinerja organisasi, maka
jabatan fungsional bidang kesehatan perlu terus dikembangkan
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya di bidang peralatan kesehatan serta makin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan yang makin
baik.

Jabatan fungsional kesehatan yang telah ditetapkan (28 jenis)


terdapat beberapa jabatan fungsional yang telah dan sedang
dilakukan revisi/ penyempurnaan baik yang menyangkut adanya
kebijakan baru di bidang kepegawaian, penyesuaian kebijakan dengan
kondisi lingkungan (besaran tunjangan yang sudah tidak sesuai, batas
usia pensiun karena usia masih produktif dan kelangkaan pejabat
fungsional tertentu), tingkat pendidikan yang lebih tinggi, tuntutan
tugas dan fungsi organisasi serta bertambahnya butir-butir kegiatan
yang selama ini dilakukan dalam pelaksanaan tugas/kegiatan tetapi
belum tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara yang terdahulu. Hal ini berkaitan dengan perkembangan
teknologi pelayanan kesehatan yang semakin meningkat seiring
kemajuan sarana dan peralatan kesehatan dengan konsekuensi
pemenuhan kemampuan/kompetensi sumber daya manusia
kesehatan itu sendiri.

Pokok Bahasan 2.
TATA KELOLA KEBIJAKAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

A. Tujuan Pengelolaan Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Jabatan Fungsional
bidang kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan peranan dan
fungsi pejabat fungsional di dalam tugas pokok dan fungsinya sehari-
hari, serta dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
8
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

mengoptimalkan pembinaan jabatan fungsional bidang kesehatan,


yang meliputi :
1) Peningkatan jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang diangkat dalam jabatan fungsional
bidang kesehatan
2) Memberdayakan pejabat fungsional sebagai rekan/mitra kerja
yang bersinergi dengan instansi, organisasi dan atau unit-unit kerja
pembinanya
3) Mengoptimalisasi peran institusi pembina instansi jabatan
fungsional bidang kesehatan
4) Melakukan langkah-langkah yang tepat bagi pembinaan dan
pengembangan jabatan fungsional

B. Unit Kerja Pembina Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Kementerian Kesehatan membina 27 jabatan fungsional bidang
kesehatan sebagai berikut :
a) Jabatan fungsional Administrator Kesehatan, unit pembinanya
adalah Biro Hukum dan Organisasi;
b) Jabatan fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker, unit
pembinanya adalah Ditjen Binfar dan Alkes;
c) Jabatan fungsional Bidan, Dokter, Dokter Gigi, Dokter Pendidik
Klinis, Fisioterapis, Perawat, Perawat Gigi, Perekam Medis, Pranata
Laboratorium Kesehatan, Psikolog Klinis, Teknisi Elektromedis,
Teknisi Transfusi Darah, Ortotik Prostetik, Okupasi Terapis, Terapis
Wicara, Radiografer, dan Refraksionis Optision, unit pembinanya
adalah Ditjen Bina Upaya Kesehatan;
d) Jabatan fungsional Entomolog Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan
dan Sanitarian, unit pembinanya adalah Ditjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
e) Jabatan fungsional Nutrisionis dan Pembimbing Kesehatan Kerja
unit pembinanya adalah Ditjen GKIA;
f) Jabatan fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat, unit
pembinanya adalah Pusat Promosi Kesehatan;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
9
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

C. Tugas Unit Kerja Pembina Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Unit – Unit kerja pembina jabatan fungsional diatas bertugas
mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka pembinaan dan
pengembangan jabatan fungsional bidang kesehatan dilingkungan
Kementerian Kesehatan. Tugas – tugas unit yang tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Unit Pembina Teknis :
a) Mensosialisasikan jabatan fungsional sesuai bidangnya secara
berkesinambungan untuk lingkup Kementerian Kesehatan;
b) Menyusun Pedoman/Petunjuk Teknis;
c) Melakukan evaluasi berkala jabatan fungsional serta revisi
pedoman pembinaan jabatan fungsional sesuai bidangnya.
2) Unit Kediklatan :
a) Menyelenggarakan Diklat Teknis Fungsional sesuai kebutuhan;
b) Mengkoordinasikan program diklat Teknis Fungsional;
c) Menyusun kurikulum, silabus dan modul-modul pelatihan Teknis
Fungsional.
3) Unit Kepegawaian :
a) Menyusun formasi jabatan fungsional di lingkungan
Kementerian Kesehatan;
b) Menetapkan standar kompetensi jabatan fungsional;
c) Mengusulkan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan
fungsional bidang kesehatan;
d) Mengembangkan Sistem Informasi Jabatan Fungsional;
e) Membentuk Sekretariat Pusat Jabatan Fungsional di lingkungan
Kementerian Kesehatan;
f) Melakukan sosialisasi, evaluasi dan revisi pedoman pembinaan
jabatan fungsional bidang kesehatan bersama-sama pembina
teknis jabatan fungsional terkait;
g) Melaksanakan pengelolaan kepegawaian yang terpadu dalam
pengembangan karir, diklat maupun mutasi kepegawaian.
4) Unit Organisasi :
a) Memfasilitasi pembentukan jabatan fungsional bidang
kesehatan bersama-sama pembina teknis jabatan fungsional
terkait;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
10
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

b) Memfasilitasi revisi jabatan fungsional bidang kesehatan


bersama-sama pembina teknis jabatan fungsional terkait;
c) Memfasilitasi penyusunan petunjuk pelaksanaan jabatan
fungsional bidang kesehatan bersama-sama pembina teknis
jabatan fungsional terkait;
d) Memfasilitasi penyusunan petunjuk teknis jabatan fungsional
bidang kesehatan bersama-sama pembina teknis jabatan
fungsional terkait;
e) Melakukan monitoring dan evaluasi jabatan fungsional bidang
kesehatan bersama-sama pembina teknis jabatan fungsional
terkait.
5) Sekretariat Pusat :
a) Membantu unit pembina teknis jabatan fungsional bidang
kesehatan dalam menyelenggarakan tugas-tugas pembinaan;
b) Membantu kelancaran tugas Tim penilai Angka Kredit Instansi/
Pembina Teknis;
c) Melakukan tugas kesekretariatan Tim Penilai;
d) Menyusun agenda kerja Tim Penilai;
e) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Tim Penilai.

D. Fungsi Unit Kerja Pembina Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Instansi/Unit Pembina menjalankan fungsi :
1) Memberdayakan pejabat fungsional secara optimal dibidangnya;
2) Memberikan pembinaan teknis dan administratif kepada pejabat
fungsional sesuai bidangnya secara periodik;
3) Melakukan sosialisasi jabatan fungsional sesuai bidangnya kepada
instansi Pusat maupun Daerah;
4) Meningkatkan kompetensi para pejabat fungsional baik
knowledge, skill maupun attitudenya;
5) Melaksanakan pemantauan (monitoring) terhadap pembinaan dan
pengembangan pejabat fungsional sesuai bidangnya;
6) Melaksanakan evaluasi terhadap standar kualitas dan kinerja
pejabat fungsional;
7) Meningkatkan peran pejabat fungsional pada tugas-tugas unit
kerja;
8) Melakukan Penyusunan Pedoman/Petunjuk Teknis yang terkait

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
11
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

dengan pembinaan dan pengembangan jabatan fungsional;


9) Mendukung upaya Kementerian dalam pengembangan dan
pembinaan jabatan fungsional.

E. Pengelolaan Jabatan Fungsional


Tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan jabatan fungsional
bidang kesehatan tidak hanya oleh Pemerintah Pusat/Kementerian
Kesehatan/ Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi/Badan Kepegawaian Negara, namun
merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dimana tugas ini merupakan tugas
bersama/fungsi konkuren sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah daerah merupakan instansi terbesar yang memanfaatkan


dan menggunakan jasa pejabat fungsional terutama jabatan
fungsional bidang kesehatan yang tersebar diseluruh pelosok daerah
karena pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi
masyarakat. Dengan demikian Pemerintah Daerah juga harus
berperan di dalam mengembangkan jabatan fungsional bidang
kesehatan dengan memberi akses yang seluas-luasnya kepada
pejabat fungsional bidang kesehatan yang bertugas dilingkungannya
untuk terus meningkatkan produktivitasnya sehingga pada gilirannya
akan dapat meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah itu sendiri.

F. Pembentukan Unit Organisasi Pengelola Jabatan Fungsional


1) Tingkat Pemerintah Daerah
Berdasarkan Undang–Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974), menyatakan bahwa PNS diangkat dalam
jabatan dan pangkat tertentu. Dengan demikian setiap Pegawai
Negeri Sipil harus mempunyai jabatan dan pangkat. Kebijakan
hemat struktur pada organisasi pemerintahan yang berarti harus
memangkas cukup banyak jabatan struktural bisa diatasi dengan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
12
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

menempatkan pejabat tersebut ke dalam jabatan fungsional.


Dengan cukup membentuk unit kerja/organisasi yang secara
khusus mengelola dan mengembangkan jabatan fungsional akan
mampu mengatasi problem organisasi itu sendiri.

Salah satu bentuk perhatian Pemerintah Daerah di dalam


memandang pentingnya peran pejabat fungsional di daerah adalah
dengan menyediakan wadah unit kerja tersendiri di dalam struktur
organisasi Pemerintah Daerah. Dengan dibentuknya wadah/unit
kerja yang secara khusus menangani jabatan fungsional ini akan
sama-sama menguntungkan baik bagi Pemerintah Daerah maupun
pejabat fungsional itu sendiri. Wadah organisasi tersebut
disamping sebagai tempat untuk membina dan mengembangkan
karier pegawai juga menjadi alternatif dalam penataan
kepegawaian, dimana jabatan struktural yang terbatas akan dapat
diatasi dengan adanya jabatan fungsional ini.

2) Tingkat Pusat/Unit Pembina


Kementerian Kesehatan membina 28 jabatan fungsional bidang
kesehatan sebagai berikut :
a) Jabatan fungsional Administrator Kesehatan, unit pembinanya
adalah Biro Hukum dan Organisasi;
b) Jabatan fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker, unit
pembinanya adalah Ditjen Binfar dan Alkes;
c) Jabatan fungsional Bidan, Dokter, Dokter Gigi, Dokter Pendidik
Klinis, Fisioterapis, Perawat, Perawat Gigi, Perekam Medis,
Pranata Laboratorium Kesehatan, Psikolog Klinis, Teknisi
Elektromedis, Teknisi Transfusi Darah, Ortotik Prostetik,
Okupasi Terapis, Terapis Wicara, Radiografer, dan Refraksionis
Optision, unit pembinanya adalah Ditjen Bina Upaya Kesehatan;
d) Jabatan fungsional Entomolog Kesehatan, Epidemiolog
Kesehatan dan Sanitarian, unit pembinanya adalah Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
e) Jabatan fungsional Nutrisionis dan Pembimbing Kesehatan
Kerja, unit pembinanya adalah Ditjen GIKIA;
f) Jabatan fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat, unit
pembinanya adalah Pusat Promosi Kesehatan.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
13
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Salah satu kendala dalam pengembangan jabatan fungsional


bidang kesehatan adalah di bidang administrasi kepegawaian,
dimana banyak keterlambatan-keterlambatan di dalam proses
penyelesaian administrasi jabatan fungsional. Hal ini lebih
disebabkan karena tugas/pekerjaan sebagai Tim Penilai bukan
merupakan tugas pokok di dalam organisasi/ unit kerjanya, tugas
menilai jabatan fungsional hanya merupakan tugas tambahan dan
lebih sering dilaksanakan setelah tugas pokok telah selesai.

Berdasarkan uraian diatas, sudah saatnya penanganan jabatan


fungsional ini dilakukan secara serius dan terencana yaitu tugas
penanganan jabatan fungsional menjadi salah satu tugas pokok,
sehingga pejabat fungsional tidak lagi dibebani ketidakpastian agar
mereka dapat bekerja secara maksimal. Pada kenyataannya
pejabat fungsional yang pengurusan administrasi kepegawaiannya
diajukan ke masing–masing unit pembinanya/Pusat cukup banyak,
maka perlu dibentuk unit organisasi/ unit kerja tersendiri yang
khusus menangani administrasi jabatan fungsional.

G. Penyempurnaan/Revisi Jabatan Fungsional dan Pembentukan


Jabatan Fungsional
1) Penyempurnaan/Revisi Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan
Sebagaimana diuraikan di atas sampai dengan tahun 2014 telah
terdapat 28 jabatan fungsional bidang kesehatan. Kementerian
Kesehatan sebagai unit pembina dari jabatan fungsional bidang
kesehatan tersebut terus berusaha menyempurnakan/merevisi
jabatan fungsional yang dianggap sudah tidak sesuai lagi.

Sebagai contoh telah diusulkan penyempurnaan/revisi beberapa


tambahan butir-butir kegiatan, syarat pendidikan dan beberapa
penyesuaian yang dianggap perlu terhadap jabatan fungsional,
antara lain :
a) Jabatan fungsional Sanitarian;
b) Jabatan fungsional Epidemiolog Kesehatan;
c) Jabatan fungsional Entomolog Kesehatan;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
14
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

d) Jabatan fungsional Perawat;


e) Jabatan fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat;

Beberapa jabatan fungsional yang sedang dalam proses usulan


peningkatan tingkat dari tingkat Terampil ke tingkat Ahli, antara
lain :
a) Jabatan fungsional Radiografer;
b) Jabatan fungsional Teknisi Elektromedis;
c) Jabatan fungsional Perekam Medis;
d) Jabatan fungsional Perawat Gigi;

2) Pembentukan Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan


Pembentukan jabatan fungsional baru dimungkinkan sepanjang
memenuhi prinsip-prinsip dasar jabatan fungsional. Saat ini yang
sedang dalam proses usulan penetapan adalah jabatan fungsional
tenaga kesehatan kerja. Hal ini diusulkan karena adanya tugas
organisasi yang memerlukan keberadaan jabatan fungsional ini
disamping sumberdaya manusia yang juga sudah terpenuhi.
Jabatan fungsional tenaga kesehatan kerja ini diusulkan terutama
untuk peningkatan produktivitas kerja PNS, peningkatan
produktivitas unit kerja, peningkatan karier PNS, dan peningkatan
profesionalisme PNS.

Usulan penetapan jabatan fungsional tenaga kesehatan kerja


karena telah memenuhi prinsip dasar pembentukan suatu jabatan
fungsional antara lain :
a) Mempunyai Metodologi/cara kerja
b) Memiliki Etika Profesi
c) Dapat disusun dalam Jenjang Jabatan
d) Bersifat Mandiri
e) Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi organisasi

Tugas pokok jabatan fungsional tenaga kesehatan kerja adalah


melakukan pelayanan kesehatan kerja yang meliputi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif di bidang kesehatan kerja.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
15
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3) Kendala
Kendala dalam proses penyempurnaan/revisi jabatan fungsional
maupun pembentukan jabatan fungsional baru adalah koordinasi
lintas sektor dimana untuk menyatukan dan mempertemukan
pihak-pihak yang saling berkepentingan terkendala oleh jadwal
kerja yang cukup padat serta jumlah jabatan fungsional yang cukup
banyak dimana hingga saat ini telah terdapat 114 jabatan
fungsional.

Instansi yang menangani proses penyempurnaan/revisi maupun


pembentukan jabatan fungsional disamping instansi pembina yaitu
Kementerian teknis adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi yaitu kaitan dengan kebijakan di
bidang aparatur/jabatan fungsional, Badan Kepegawaian Negara
yaitu kaitan dengan pembinaan di bidang administrasi
kepegawaian jabatan fungsional, Kementerian Sekretariat Negara
yaitu kaitan dengan Batas Usia Pensiun jabatan fungsional, dan
Kementerian Keuangan yaitu kaitan dengan Tunjangan jabatan
fungsional.

VIII. REFERENSI
1. Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil
3. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil
4. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 34/PRT/M/2007 tentang
Pembinaan Jabatan Fungsional di Lingkungan Departemen Pekerjaan
Umum.
6. Tim Biro Hukum dan Organisasi. Profil Jabatan Fungsional Bidang
Kesehatan. Biro Hukum dan Organisasi setjen Depkes RI. Jakarta.
2008

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
16
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

7. Direktorat Jabatan Karier BKN. Profil Jabatan Fungsional Pegawai


Negeri Sipil. Badan Kepegawaian Negara. Jakarta. 2010
8. Peraturan-peraturan mengenai Kebijakan Jabatan Fungsional yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi yang dituangkan dalam PERMENPAN
9. Peraturan-peraturan Kepegawaian yang dikeluarkan oleh BKN dan
Kemenkes yang dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Badan
Kepegawaian Negara dan Menteri Kesehatan.
10. Peraturan-peraturan yang tersusun dalam Petunjuk Teknis yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan yang dituangkan dalam
PERMENKES

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
17
MATERI INTI 1
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI INTI 1
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

I. DESRIPSI SINGKAT
Sejalan dengan arah perkembangan organisasi pemerintah termasuk
organisasi kesehatan, yaitu mengarah pada organisasi yang semakin
ramping dalam struktur akan tetapi kaya dalam fungsi. Sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Kementerian Kesehatan dalam
menyiapkan Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan atau pelayanan di bidang kesehatan sesuai dengan profesinya
telah menetapkan 28 jenis jabatan fungsional kesehatan.

Penilaian prestasi bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka


kredit oleh pejabat yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai
dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi niali butir-butir kegiatan yang
harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier
yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan
fungsional dibentuk tim penilai yang bertugas membantu pejabat yang
berwenang dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional.

Setiap tim penilai jabatan fungsional harus memahami secara jelas dan
benar tentang jabatan fungsional kesehatan. Untuk kesamaan persepsi
dari setiap tim penilai jabatan fungsional maka disusun modul jabatan
fungsional kesehatan yang berisi tentang pengertian dan tugas pokok,
fungsi, jenjang dalam jabatan fungsional kesehatan, Hak dan Kewajiban,
jenis-jenis jabatan fungsional kesehatan yang dirangkum dari peraturan
yang ada di masing-masing jabatan fungsional kesehatan. Materi
diuraikan dalam bahasa yang sesederhana mungkin, sesuai dengan
bahasa modul dan disertai lembar kerja dengan tujuan memudahkan
fasilitator dan peserta pelatihan memahami tentang jabatan fungsional
kesehatan.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
18
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Pada akhir sesi ini, peserta mampu memahami tentang jabatan
fungsional kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Pada akhir sesi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan jabatan fungsional kesehatan
2. Menjelaskan pengangkatan jabatan fungsional kesehatan
3. Menjelaskan kenaikan jabatan dan pangkat fungsional
4. Menjelaskan pembebasan sementara, pengangkatan kembali dan
pemberhentian.

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut :
Pokok Bahasan 1. Jabatan Fungsional Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Pengertian
b. Kedudukan
c. Jenis-jenis jabatan fungsional kesehatan
d. Jenjang jabatan dan pangkat
Pokok Bahasan 2. Pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Inpassing
b. Pengangkatan pertama
c. Perpindahan dari Jabatan lain
Pokok Bahasan 3. Kenaikan Jabatan dan Pangkat Fungsional
Pokok Bahasan 4. Pembebasan Sementara, Pengangkatan Kembali dan
Pemberhentian

IV. METODE

 CTJ
 Curah pendapat

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
19
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang (Slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 Whiteboard
 Spidol (ATK)

VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
Kegiatan fasilitator :
a. Memperkenalkan diri dan menciptakan suasana nyaman serta
mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi.
b. Menyampaikan agenda pembelajaran.
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran bahwa diakhir sesi peserta harus
mampu memahami tentang jabatan fungsional kesehatan.

Kegiatan peserta :
a. Menyepakati agenda pembelajaran yang disampaikan fasilitator.
b. Menjadikan tujuan pembelajaran yang disampaikan fasilitator sebagai
acuan.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Kegiatan fasilitator :
a. Menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub
pokok bahasan dengan metode ceramah dan menggunakan bahan
tayang, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta
tentang materi yang disampaikan.
b. Meminta peserta untuk masing-masing memberikan jawaban dengan
menggunakan lembar kerja yang disediakan.
c. Bersama dengan peserta mencocokkan jawaban dengan peraturan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
20
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

yang berlaku.

Kegiatan peserta :
a. Memberikan jawaban atas pertanyaan fasilitator dengan
menggunakan lembar kerja yang tersedia.
b. Bersama dengan fasilitator mencocokkan jawaban dengan peraturan
yang berlaku.

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan


Kegiatan fasilitator :
a. Tutup acara dengan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap harapan
peserta diawal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang
kompetensi yang dicapai pada akhir sesi. Komentar lisan direkam
dalam flipchart/komputer untuk ditayangkan.
b. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.
c. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.

Kegiatan peserta:
a. Berikan komentar obyektif (kritik) Anda, hanya menyampaikan yang
terlihat dan terdengar, positif.
b. Selain komentar, Anda dapat juga menyampaikan rekomendasi secara
lisan atau tertulis.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

A. Pengertian
Jabatan fungsional kesehatan adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam
satu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan keterampilan tertentu secara mandiri.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
21
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Jabatan fungsional kesehatan ini sesuai dengan Keppres RI Nomor :


87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
Sipil, termasuk dalam rumpun jabatan fungsional kesehatan.

B. Kedudukan
Pejabat fungsional kesehatan berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional sesuai dengan jenis jabatan fungsional kesehatannya di
lingkungan Kementerian Kesehatan dan instansi lainnya.

Pejabat fungsional kesehatan dimaksud adalah jabatan karier yang


hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil.

C. Jenis – jenis Jabatan Fungsional Kesehatan


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi telah menetapkan 28 jenis Jabatan Fungsional Kesehatan
sebagai berikut :
1) Jabatan Fungsional Administrator Kesehatan,
2) Jabatan Fungsional Apoteker,
3) Jabatan Fungsional Asisten Apoteker,
4) Jabatan Fungsional Bidan,
5) Jabatan Fungsional Dokter,
6) Jabatan Fungsional Dokter Gigi,
7) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis,
8) Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan,
9) Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan,
10) Jabatan Fungsional Fisikawan Medik,
11) Jabatan Fungsional Fisioterapis,
12) Jabatan Fungsional Nutrisionis,
13) Jabatan Fungsional Okupasi Terapis,
14) Jabatan Fungsional Ortotis Prostetis,
15) Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat,
16) Jabatan Fungsional Perekam Medis,
17) Jabatan Fungsional Perawat,
18) Jabatan Fungsional Perawat Gigi,

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
22
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

19) Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan,


20) Jabatan Fungsional Psikolog Klinis,
21) Jabatan Fungsional Radiografer,
22) Jabatan Fungsional Refraksionis Optisien,
23) Jabatan Fungsional Sanitarian,
24) Jabatan Fungsional Teknisi Elektromedis,
25) Jabatan Fungsional Teknisi Gigi,
26) Jabatan Fungsional Teknisi Transfusi Darah,
27) Jabatan Fungsional Terapis Wicara
28) Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja

D. Jenjang Jabatan dan Pangkat


Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas Tingkat Terampil
dimulai dari Jenjang Pelaksana Pemula, Golongan ruang II/a sampai
dengan Jenjang Penyelia, Golongan ruang III/d, dan Tingkat Ahli
dimulai dari Jenjang Pertama, Golongan ruang III/a sampai dengan
Jenjang Utama, Golongan ruang IV/e (Jenjang dan pangkat tersebut
disesuaikan dengan Permenpan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan).

Pokok Bahasan 2.
PENGANGKATAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

A. Inpassing
 PNS yang pada saat ditetapkan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB telah dan masih
melaksanakan tugas sesuai tupoksi.
 Ijazah sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
 Pangkat paling rendah sesuai ketentuan masing-masing jabatan
fungsional kesehatan;
 Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
23
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

 Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional


kesehatan.

B. Pengangkatan Pertama
 Pengangkatan untuk mengisi lowongan formasi melalui
pengangkatan CPNS
 Ijazah sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan
masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
 Pangkat paling rendah sesuai ketentuan masing-masing jabatan
fungsional kesehatan;
 Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
 Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.

C. Perpindahan dari Jabatan Lain


Sebelumnya menduduki jabatan Struktural atau Jabatan Fungsional
Kesehatan lain :
 Memiliki ijazah paling rendah sesuai dengan yang dipersyaratkan
dalam Permenpan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
 Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya disesuaikan dengan
ketentuan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
 Usia maksimal sebelum BUP dari jabatan terakhir disesuaikan
dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional kesehatan;
 Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
 Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
24
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok Bahasan 3.
KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT FUNGSIONAL
A. Kenaikan Jabatan dapat dipertimbangkan setiap kali dengan
ketentuan :
 Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir;
 Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan
setingkat lebih tinggi;
 Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
 Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.

B. Kenaikan Pangkat dapat dipertimbangkan setiap kali dengan


ketentuan :
 Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
 Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat
setingkat lebih tinggi;
 Setiap unsur penilaian prestasi kerja dan pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

Pokok Bahasan 4.
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI DAN
PEMBERHENTIAN

A. Pembebasan Sementara
 Tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan,
disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan;
 Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat atau
berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat;
 Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
 Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional kesehatan;
 Cuti di luar tanggungan negara;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
25
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

 Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.

B. Pengangkatan Kembali
Jabatan fungsional kesehatan yang telah selesai menjalani
pembebasan sementara dapat diangkat kembali dalam jabatannya
disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.

C. Pemberhentian
 Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara
dari jabatannya tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang
ditentukan;
 Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian
sebagai PNS (PP No. 30 Tahun 1980) dan telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, kecuali hukuman disiplin berat
berupa penurunan pangkat;
 Disesuaikan dengan ketentuan masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.

VIII. REFERENSI
1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok – pokok Kepegawaian
2. PP No. 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional PNS
3. Kepmenpan/Permenpan masing-masing jenis Jabatan Fungsional
Kesehatan dan Angka Kreditnya.
4. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan masing-masing
jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dan Angka Kreditnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
26
MATERI INTI 2
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI INTI 2
PENGORGANISASIAN TIM PENILAI
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Tenaga fungsional kesehatan tersebar di berbagai instansi, mulai yang
bertugas di kantor Pusat Kementerian Kesehatan, Kantor Dinas
Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota dan UPT/UPTD. Konsekuensi logis
dengan banyaknya tenaga fungsional di bidang kesehatan membawa
pengaruh terhadap mekanisme proses kenaikan pangkat pegawai yang
memilih berkarier di bidang jabatan fungsional.

Sehubungan dengan itu diperlukan tim penilai jabatan fungsional, baik di


tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Dalam menjalankan
tugasnya, tim penilai harus memahami secara jelas tentang
pengorganisasian tim penilai, oleh karena itu modul ini membahas
tentang pengorganisasian tim penilai meliputi pengertian, kriteria dan
Susunan Organisasi tim penilai.

Dengan pengorganisasian tim penilai angka kredit diharapkan


menghasilkan tenaga penilai angka kredit jabatan fungsional bagi tenaga
kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pengorganisasian tim
penilai melibatkan unsur yang terkait dengan kriteria tertentu sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami
tentang pengorganisasian tim penilai jabatan fungsional kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang tim penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
27
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2. Menjelaskan susunan organisasi tim penilai jabatan fungsional


kesehatan

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:

Pokok Bahasan 1. Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan


Sub pokok bahasan :
a. Pengertian
b. Kriteria Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Pokok Bahasan 2. Susunan Organisasi Tim Penilai Jabatan Fungsional
Kesehatan
Sub pokok bahasan :
a. Persyaratan Pembentukan Tim Penilai
b. Susunan Keanggotaan Tim Penilai
c. Masa Jabatan Tim Penilai
Pokok Bahasan 3. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Tim Penilai
Sub pokok bahasan :
a. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Tim Penilai
b. Hubungan Kerja antar Tim Penilai

IV. METODE

 Ceramah Tanya Jawab


 Curah Pendapat

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayangan (Slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 White board
 Spidol (ATK)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
28
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator harus memperkenalkan diri dengan menyebutkan
namanya, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.
b. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi dan pokok
bahasan dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator menjelaskan secara berurutan tentang pokok bahasan
mengenai tim penilai meliputi Pengertian tim penilai, Kriteria tim
penilai; Susunan organisasi tim penilai, diantaranya: tim penilai pusat;
tim penilai propinsi, tim penilai kabupaten/kota; tim penilai instansi;
tim penilai unit kerja; tim penilai teknis; Sekretariat tim penilai, Tata
cara pembentukan tim penilai dan Sekretariat tim penilai; Susunan
keanggotaan tim penilai; Masa jabatan tim penilai; kedudukan, tugas
dan fungsi tim penilai; Hubungan kerja antar tim penilai, melalui
ceramah dengan menggunakan bahan tayang (slide power point),
laptop dan LCD.
b. Fasilitator memberikan kesempatan bertanya kepada peserta untuk
menanyakan permasalahan yang mungkin ditemui di lapangan
seputar pengorganisasian tim penilai;
c. Fasilitator menjawab pertanyaan peserta dengan penjelasan
berdasarkan peraturan yang berlaku, bila perlu menggunakan bahan
tayang (slide power point), whiteboard dan spidol.
d. Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk
menyampaikan pendapat mengenai pengorganisasian tim penilai
Jabatan Fungsional Kesehatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
29
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Langkah 3. Diskusi
Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk
berdiskusi mengenai masalah yang dihadapi dalam instansi masing-
masing mengenai pengorganisaian tim penilai
b. Fasilitator merangkum hasil diskusi peserta

Langkah 4. Penutup, Umpan Balik, dan Rangkuman


Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator merangkum atau pembulatan tentang pembahasan materi
ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi atau
umpan balik.
b. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif
seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

A. Pengertian
Tim penilai jabatan fungsional kesehatan adalah tim yang dibentuk
dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka
kredit untuk melaksanakan penilaian angka kredit atas dasar Daftar
Usul Penetapan Angka Kredit dari Pejabat Fungsional bidang
kesehatan.

B. Kriteria Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan


Anggota tim penilai jabatan fungsional kesehatan adalah seseorang
yang mempunyai profesi yang sama dengan jabatan fungsional yang
dinilai atau pejabat lain yang berhubungan dengan jabatan fungsional
tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Menduduki jabatan/pangkat serendah-rendahnya sama dengan
jabatan /pangkat jabatan fungsional yang dinilai;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
30
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2) Memiliki keahlian serta kemampuan untuk menilai prestasi kerja


jabatan fungsional yang dinilai;
3) Dapat aktif melakukan penilaian.

Pokok Bahasan 2.
SUSUNAN ORGANISASI TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL
KESEHATAN

A. Persyaratan Pembentukan Tim Penilai


1) Tim Penilai Pusat
Adalah tim yang dibentuk oleh Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan untuk membantu Sekretaris Jenderal dalam
menetapkan angka kredit bagi pejabat fungsional kesehatan
Madya yang berada dilingkungan Kementerian Kesehatan.

2) Tim Penilai Propinsi


Adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas kesehatan Propinsi
untuk membantu Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam
menetapkan angka kredit bagi jabatan fungsional Pelaksana
Lanjutan sampai dengan Penyelia dan jabatan fungsional Pertama
sampai dengan Muda yang satuan administrasi pangkatnya berada
di kantor Dinas Kesehatan.

3) Tim Penilai Kabupaten/Kota


Adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk membantu Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam menetapkan angka kredit bagi jabatan
fungsional Pelaksana Lanjutan sampai dengan Penyelia dan
jabatan fungsional Pertama sampai dengan Muda yang satuan
administrasi pangkatnya berada di kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

4) Tim Penilai Instansi


Adalah tim yang dibentuk pada masing-masing instansi untuk
membantu Tim Penilai Pusat, Tim Penilai Propinsi dan Tim Penilai
Kabupaten/Kota dalam menetapkan angka kredit jabatan
fungsional Pelaksana Lanjutan sampai dengan Penyelia dan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
31
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

jabatan fungsional Pertama sampai dengan Muda yang satuan


administrasi pangkatnya berada di masing-masing instansi.
Contoh : Pejabat fungsional kesehatan yang bekerja di Instansi
Kementerian Pertahanan dan Keamanan dinilai oleh Tim Penilai
Instansi tersebut.

5) Tim Penilai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan


Adalah tim yang dibentuk oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk
membantu pimpinan tertinggi Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Kesehatan dalam menetapkan angka kredit jabatan
fungsional Pelaksana Lanjutan sampai dengan Penyelia dan
jabatan fungsional Pertama sampai dengan Muda yang satuan
administrasi pangkatnya berada di masing-masing Unit Pelaksana
Teknis (UPT).

6) Tim Penilai Teknis


Adalah tim yang dibentuk untuk membantu Tim Penilai dalam
menilai bidang-bidang ilmu yang bersifat khusus dan memerlukan
keahlian tertentu.
Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dapat
membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para
ahli, baik yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil atau bukan
Pegawai Negeri Sipil.

7) Sekretariat Tim Penilai


Adalah Sekretariat yang dibentuk untuk membantu Tim Penilai
Pusat, Tim Penilai Propinsi, Tim Penilai Kabupaten/kota, Tim Penilai
Instansi, Tim Penilai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam melakukan
penilaian angka kredit jabatan fungsional kesehatan.

Tata cara pembentukan tim penilai dan sekretariat tim penilai


1) Sekurang-kurangnya memiliki 8 (delapan) orang pejabat fungsional
kesehatan dengan profesi yang sama dilingkungan kerjanya.
2) Apabila dilingkungan kerjanya belum memenuhi syarat untuk
membentuk tim penilai, maka PBAK dapat membentuk tim penilai
gabungan yang terdiri dari para pejabat fungsional kesehatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
32
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

dengan profesi yang sama, yang direkrut dari unit-unit kerja di


wilayah kerja sekitarnya.

B. Susunan Keanggotaan Tim Penilai


Keanggotaan Tim Penilai Pusat, Tim Penilai Propinsi dan Tim Penilai
Unit Kerja terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, dengan susunan sebagai
berikut :
1) Seorang Ketua merangkap Anggota
2) Seorang Wakil Ketua merangkap Anggota
3) Seorang Sekretaris merangkap Anggota
4) Sekurang-kurangnya 4 (empat) orang Anggota.
5) Jumlah anggota Tim Penilai dari profesi jabatan fungsional
kesehatan tertentu harus lebih banyak dari anggota Tim yang
berasal dari profesi lain.

C. Masa Jabatan Tim Penilai


1) Masa jabatan Tim Penilai Pusat, Tim Penilai Propinsi, Tim Penilai
Kabupaten/Kota adalah 3 (tiga) tahun
2) Apabila masa jabatan pertama habis, masa jabatan tim penilai
dapat di perpanjang untuk 1 (satu) masa jabatan lagi.

Pokok Bahasan 3.
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI TIM PENILAI

A. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Tim Penilai


Dalam proses penilaian dibedakan antara kedudukan, tugas dan
fungsi tim penilai menurut jenjang organisasi (mekanisme kerja)
dengan kedudukan, tugas dan fungsi tim penilai dalam satu jenjang
organisasi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
33
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI TIM PENILAI

TIM
KEDUDUKAN TUGAS POKOK FUNGSI
PENILAI

PUSAT Kementerian 1. Membantu Menteri 1. Melakukan verifikasi


Kesehatan Kesehatan dalam terhadap hasil penilaian
melaksanakan tim penilai propinsi.
penilaian & 2. Menentukan besarnya
penetapan angka angka kredit yang
kredit pejabat diperoleh pejabat
fungsional fungsional kesehatan
kesehatan Gol. IV/a dari hasil prestasi kerja
s.d IV/e. dalam melaksanakan
2. Melaksanakan tugas butir kegiatan jabatan
lain yang berkaitan fungsional kesehatan.
dengan pelaksanaan 3. Mengumpulkan hasil
jabatan fungsional rapat tim penilai pusat
kesehatan di wilayah kepada Menteri
kerjanya. Kesehatan atau pejabat
yang ditunjuk berupa
angka kredit yang telah
dituangkan dalam
blanko PAK untuk di
tandatangani.
4. Melakukan monitoring
pelaksanaan jabfung
kesehatan dilingkungan
Kemenkes.
5. Melaporkan hasil
pelaksanaan jabatan
fungsional dilingkungan
Kemenkes setiap tahun.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
34
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

TIM
KEDUDUKAN TUGAS POKOK FUNGSI
PENILAI
PROPINSI Kantor Dinas 1. Membantu 1. Melakukan verifikasi
Kesehatan Kadinkes propinsi terhadap hasil penilaian
Propinsi dalam tim penilai kab/kota.
melaksanakan 2. Menentukan besarnya
penilaian & angka kredit yang
penetapan angka diperoleh pejabat
kredit pejabat fungsional kesehatan
fungsional dari hasil prestasi kerja
kesehatan Gol.III/a dalam melaksanakan
s.d III/d. butir kegiatan jabatan
2. Melaksanakan tugas fungsional kesehatan.
lain yang berkaitan 3. Mengumpulkan hasil
dengan pelaksanaan rapat tim penilai
jabatan fungsional propinsi kepada
kesehatan di Kadinkes propinsi atau
wilayah kerjanya. pejabat yang ditunjuk
berupa angka kredit
yang telah dituangkan
dalam blanko PAK
untuk ditandatangani.
4. Melakukan monitoring
pelaksanaan jabatan
fungsional kesehatan di
wilayah kerjanya.
5. Melaporkan hasil
pelaksanaan jabatan
fungsional di wilayah
kerjanya setiap tahun.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
35
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

TIM
KEDUDUKAN TUGAS POKOK FUNGSI
PENILAI
KABUPA Kantor Dinas 1. Membantu 1. Melakukan verifikasi
TEN/ Kesehatan Kadinkes terhadap hasil penilaian
KOTA Kabupaten/Ko Kabupaten dalam tim penilai pembantu
ta melaksanakan jika diperlukan.
penilaian & 2. Menentukan besarnya
penetapan angka angka kredit yang
kredit pejabat diperoleh pejabat
fungsional fungsional kesehatan
kesehatan Gol.III/a dari hasil prestasi kerja
s.d III/d. dalam melaksanakan
2. Melaksanakan tugas butir kegiatan jabatan
lain yang berkaitan fungsional kesehatan.
dengan pelaksanaan 3. Mengumpulkan hasil
jabatan fungsional rapat tim penilai
kesehatan di pembantu berupa
wilayah kerjanya. angka kredit yang telah
dituangkan dalam
blangko PAK untuk di
tandatangani.
4. Melaporkan hasil
pelaksanaan jabatan
fungsional di wilayah
kerjanya setiap tahun.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
36
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

TIM
KEDUDUKAN TUGAS POKOK FUNGSI
PENILAI
PEMBAN Unit kerja 1. Mengusulkan hasil 1. Melaksanakan
TU/ masing- penghitungan penghitungan angka
UNIT masing angka kredit ke kredit jabfungkes.
KERJA tingkat yang lebih 2. Mengajukan DUPAK
tinggi. untuk penetapan angka
2. Melaporkan kredit ke tingkat yang
pelaksanaan lebih tinggi.
jabfung yang
dilakukan pada
unit/wilayah
kerjanya kepada Tim
Penilai Propinsi dan
Kabupaten/Kota
setiap tahun.

B. Hubungan Kerja antar Tim Penilai


Hubungan kerja antara Tim Penilai Pusat, Tim Penilai Propinsi dan Tim
Penilai Kab/kota adalah bersifat koordinatif, maka hubungan kerja
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tim Penilai Pusat :
a) Mengkoordinir pelaksanaan penilaian dan penetapan angka
kredit jabatan fungsional yang dilakukan seluruh Tim Penilai
Propinsi dan Tim Penilai Kab/kota
b) Membina dan membimbing para anggota Tim Penilai Propinsi
dan Tim Penilai Kab/kota mengenai teknis pelaksanaan
penilaian dan penetapan angka kredit.
c) Melakukan pemantauan dan mengevaluasi pelaksanaan jabatan
fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim Penilai Propinsi
dan Tim Penilai Kab/kota.
2) Tim Penilai Propinsi :
a) Mengkoordinir pelaksanaan penilaian dan penetapan angka
kredit jabatan fungsional yang dilakukan seluruh Tim Penilai

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
37
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Kabupaten dan tim penilai pembantu (jika diperlukan) yang


berada di wilayah kerjanya.
b) Membina dan membimbing para anggota Tim Penilai
Kabupaten dan tim penilai pembantu (jika diperlukan) yang
berada di wilayah kerjanya mengenai teknis pelaksanaan
penilaian dan penetapan angka kredit
c) Melaksanakan pemantauan dan mengevaluasi pelaksanaan
jabatan fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim Penilai
Kabupaten dan tim penilai pembantu (jika diperlukan) yang
berada di wilayah kerjanya.
d) Melaporkan seluruh pelaksanaan jabatan fungsional kesehatan
yang dilakukan di wilayah kerjanya kepada Tim Penilai Pusat
setiap tahun, baik di minta maupun tidak di minta.

VIII. REFERENSI

1. Kepmenkes RI Nomor 153/MENKES/SK/III/2006 tentang Pedoman


Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
2. Kepmenkes RI Nomor 1254 A/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman
Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
3. PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pendelegasian dan Kewenangan
4. Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di
lingkungan Departemen Kesehatan.
5. Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor B/81/M.PAN/1
/2007 tentang Pembentukan Tim Penilai Jabatan Fungsional, satu tim
penilai untuk satu jabatan fungsional.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
38
MATERI INTI 3
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI INTI 3
KARYA TULIS/KARYA ILMIAH

I. DESKRIPSI SINGKAT
Membuat karya ilmiah bagi pemangku jabatan fungsional merupakan
salah satu kegiatan pokok yang mempunyai nilai kredit yang relatif
tinggi. Karya ilmiah yang diciptakan selain dalam bentuk suatu model,
juga harus dituangkan dalam bentuk tulisan atau disebut juga karya tulis.
Sebagai seorang profesional tentunya pemangku jabatan fungsional
harus memahami berbagai bentuk karya tulis dan terlebih lagi bagi tim
penilai angka kredit jabatan fungsional harus benar-benar memahami
apakah tulisan yang dinilai merupakan suatu karya ilmiah yang murni,
oleh karena itu pada modul ini akan diawali dengan membahas tentang
filosofi ilmu pengetahuan. Berdasarkan filosofi tersebut akan dibahas
ciri-ciri berbagai jenis karya tulis baik dalam bentuk resensi, laporan buku,
skripsi, tesis, disertasi, artikel, makalah, berita, laporan penelitian dan
esei.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Pada akhir sesi, peserta mampu mengenal jenis-jenis karya tulis/ilmiah
dan prinsip penilaian.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan tentang karya tulis/ilmiah.
2. Menerapkan prinsip penilaian karya tulis/ilmiah sesuai dengan jenis
jabatan fungsional

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut :

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
39
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok Bahasan 1. Karya Tulis/Ilmiah


Sub pokok bahasan :
a.Definisi karya tulis/karya ilmiah
b. Jenis-jenis karya tulis/karya ilmiah
c. Isi/outline dari jenis-jenis karya tulis/karya ilmiah
Pokok Bahasan 2. Prinsip Penilaian Karya Tulis/Ilmiah sesuai dengan
Jenis Jabatan Fungsionalnya

IV. METODE

 Ceramah Tanya Jawab


 Curah Pendapat
 Penugasan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang (slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 White board
 Spidol (ATK)
 Panduan penugasan
 Contoh-contoh karya tulis/ilmiah

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Pada sesi “Pengenalan Jenis-jenis karya tulis”, saudara akan mempelajari
2 (dua) pokok bahasan. Berikut ini merupakan pedoman bagi fasilitator
dan peserta dalam melaksanakan pembelajaran.

Langkah 1. Pengkondisian
Kegiatan fasilitator.
Agar substansi ini dapat dipahami sepenuhnya oleh peserta, ciptakan
suasana belajar yang rileks, menyenangkan dan dapat memotivasi
peserta untuk mengikuti sesi ini. Menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai pada sesi ini dan menggali pengetahuan peserta
tentang jenis-jenis karya tulis dan prinsip penilaiannya.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
40
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Langkah 2. Penyampaian Materi


Dari 2 pokok bahasan yang direncanakan akan disampaikan kepada
peserta terlebih dahulu mempertimbangkan pokok bahasan yang telah
dipahami peserta. Untuk bahasan tersebut cukup hanya sekilas saja
disampaikan. Tetapi jika sebagian besar peserta belum memahaminya
atau mengetahuinya, maka setiap pokok bahasan harus disampaikan
secara menyeluruh.

Untuk sub pokok bahasan definisi dan jenis-jenis karya tulis, dengan
metode brainstorming fasilitator menuliskan apa yang telah diketahui
peserta. Di akhir satu pokok bahasan fasilitator hanya melengkapi apa
yang telah dikemukakan oleh peserta tentang definisi dan jenis-jenis
karya tulis. Untuk mempermudah, tayangkan skema jenis-jenis karya tulis
yang pada garis besarnya dibedakan dalam 2 klasifikasi, yaitu fiksi dan
non fiksi.

Langkah 3. Penutup
Berdasarkan penilaian hasil penugasan, fasilitator memberikan ulasan
tentang hasil tersebut dan hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam mengenali karya tulis dan penilaiannya dengan kalimat yang relatif
singkat. Dan ulasan ini juga dapat merupakan kesimpulan dari sesi ini.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
KARYA TULIS/KARYA ILMIAH

A. Definisi Karya Tulis/Karya Ilmiah


1) Ilmu dan Proses Berpikir
Ilmu lahir karena manusia diberkati sifat ingin tahu oleh Sang
Pencipta. Keingintahuan manusia terhadap apa yang ada
disekelilingnya mengarahkan kita kepada keingintahuan ilmiah.
Menurut Maranon (1953), ilmu atau sains adalah pengetahuan
tentang fakta–fakta, baik natural atau sosial yang berlaku umum
dan sistimatik. Jadi pengetahuan dapat dikatakan sebagai suatu
ilmu, bila diperoleh melalui suatu percobaan yang dilakukan secara

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
41
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

menyeluruh, terus-menerus dan sistimatik yang telah


menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum. Pakar
lainnya Tan (1954) berpendapat bahwa ilmu bukan saja merupakan
suatu metodologi. Nilai dari ilmu tidak saja terletak dalam
pengetahuan yang dikandungnya, sehingga si penuntut ilmu
menjadi seorang yang ilmiah, baik dalam pandangan (wawasan),
keterampilan maupun perilakunya.

Konsep antara ilmu dan berpikir adalah sama. Proses berpikir


adalah suatu refleksi yang teratur dan hati-hati. Proses berpikir
diawali dari adanya rasa sangsi dan kebutuhan akan suatu hal yang
bersifat umum, kemudian timbul suatu pertanyaan terhadap data
yang tersedia dengan metode yang tepat. Akhirnya diperoleh
suatu kesimpulan tentative akan diterima, tetapi masih tetap di
bawah penyelidikan yang kritis dan terus-menerus untuk
mengadakan evaluasi secara terbuka. Biasanya, manusia normal
selalu berpikir dengan situasi permasalahan. Hanya terhadap hal-
hal yang lumrah saja, biasanya reaksi manusia terjadi tanpa
berpikir. Tetapi jika masalah yang dihadapi adalah masalah yang
rumit, maka manusia normal akan mencoba memecahkan masalah
tersebut menurut langkah-langkah tertentu. Berpikir demikian
dinamakan berpikir secara reflektif.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir secara


nalar mencakup dua kriteria, yaitu : 1) Ada unsur logis didalamnya
dan 2) Ada unsur analitis.

Ciri pertama dari berpikir adalah adanya unsur logis didalamnya.


Tiap bentuk berpikir mempunyai logikanya tersendiri. Dengan kata
lain berpikir secara nalar adalah berpikir secara logis. Berpikir
secara logis mempunyai konotasi jamak, karena itu suatu kegiatan
berpikir dapat saja logis menurut logika lain.

Ciri kedua dari berpikir adalah adanya unsur analitis, dengan logika
yang ada ketika berpikir, maka kegiatan berpikir itu secara
sendirinya mempunyai sifat analitis. Sifat analitis ini merupakan
konsekuensi dari adanya pola berpikir tertentu. Berpikir secara
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
42
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

ilmiah berarti melakukan kegiatan analitis dalam menggunakan


logika secara ilmiah. Dengan demikian berpikir tidak terlepas dari
daya imajinatif seseorang dalam merangkaikan rambu-rambu
pikirannya ke dalam suatu pola tertentu yang dapat timbul sebagai
kejeniusan ilmuan.

Pada hakekatnya berpikir secara ilmiah merupakan gabungan


antara penalaran secara deduktif dan induktif. Induksi merupakan
cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dilain pihak terdapat cara
berpikir yang berpangkal dari pernyataan yang bersifat umum dan
dari sini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus atau disebut
berpikir secara deduktif.

2) Karya Tulis
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa dalam karya tulis terjadi
proses berpikir yang berdasarkan ilmu yang dimiliki. Karya tulis
atau karangan merupakan bentuk yang dipersembahkan kepada
orang lain, dengan berbagai tujuan baik sebagai bahan laporan
maupun untuk tujuan lainnya. Suatu karya tulis akan lebih
bermakna bila dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang
membacanya, dan bila mungkin dapat juga tersebar meluas sesuai
dengan sasaran dan target audiensnya. Suatu karya tulis yang baik
tentunya menguraikan pokok bahasan yang diminati pembacanya
dan teknik penulisan menganut pada sistematika baku sesuai
dengan bentuk dari tiap jenis karya tulis.

B. Jenis – jenis Karya Tulis


Jenis Karya tulis dapat diklasifikasi dalam 4 kelompok, yaitu karya tulis
ilmiah, karya tulis informatif, prosa dan puisi. Sebagai gambaran yang
menyeluruh tentang jenis karya tulis dapat dilihat pada diagram
berikut :

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
43
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Karya Tulis Ilmiah Kependidikan


Penelitian

Karya Tulis Kisah


Informatif Laporan
Ringkasan
Ulasan
Jenis Novel
Karya Tulis Proses Fiksi
Cerpen
Ilmu
Drama
Lirik
Proses Epik
Dramatik

Pada modul ini tidak semua karya tulis akan dibahas, tetapi hanya
karya tulis yang banyak disusun berkaitan dengan jabatan fungsional
kesehatan yaitu terutama dari kelompok karya tulis ilmiah yang jenis-
jenisnya adalah sebagai berikut :
Karya Tulis Kesarjanaan:
Paper
Skripsi
Karya Tulis Tesis
Kependidikan Disertasi

Karya Tulis didaktik:


Karangan Diktat Kuliah
Buku Pelajaran
Ilmiah

Karangan Referensi:
Kamus
Ensiklopedi

Artikel jurnal ilmiah


Karangan
Penelitian Makalah seminar
Naskah penelitian

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
44
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Dengan demikian perlu dipahami terlebih dahulu beberapa


pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan karya tulis
ilmiah seperti paper, makalah seminar, naskah penelitian, artikel jurnal
ilmiah/laporan penelitian, resensi, artikel, berita, laporan buku dan
essei.

1) Karya Tulis
Karya tulis merupakan uraian tentang kegiatan, temuan atau
informasi yang berasal dari data primer atau data sekunder dan
disajikan untuk tujuan serta sasaran tertentu. Penyusunan karya
tulis dimaksudkan untuk menyebarkan hasil tulisan atau laporan
dengan tujuan tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang
lain yang tidak terlibat dalam kegiatan penulisan tersebut. Jadi
sasaran penulisan karya tulis ilmiah adalah untuk masyarakat
tertentu seperti para ilmuwan, masyarakat luas baik perorangan
maupun kelompok dan pemerintah atau lembaga tertentu.
Secara umum karya tulis terdiri atas karya tulis ilmiah dan karya
tulis non ilmiah. Dengan membaca uraian modul ini pembaca akan
lebih memahami mana yang dapat dinilai sebagai karya tulis ilmiah
dan karya tulis non ilmiah.

2) Karya Tulis Ilmiah


Karya Tulis Ilmiah adalah suatu karya tulis yang disusun
berdasarkan pendekatan dan metode ilmiah yang ditujukan untuk
kelompok pembaca tertentu. Penulisan disebut ilmiah bila dalam
penulisan tersebut dilakukan secara sistimatik dalam arti mengikuti
langkah-langkah dalam melakukan penelitian, generalisasi,
eksplanasi, maupun terkontrol. Pada masyarakat ilmiah,
penanaman karya tulis ilmiah sangat bervariasi tergantung pada
tingkatan, ruang lingkup dan kegunaannya. Secara garis besar, ada
yang disusun oleh kalangan masyarakat tertentu seperti laporan,
makalah ilmiah, resensi, artikel, berita dan laporan penelitian, dan
ada yang disusun oleh kalangan masyarakat pendidikan untuk
maksud kegiatan pendidikan tertentu seperti makalah semesterial
(term paper), skripsi, tesis dan disertasi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
45
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3) Paper
Paper adalah karya ilmiah yang berisi ringkasan atau resume dari
mata diklat tertentu. Maksud pembuatan paper adalah melatih
peserta diklat untuk mengambil intisari dari mata kuliah. Pada
paper materi tulisannya masih sederhana, yaitu hanya berupa
catatan poin-poin yang dianggap penting dari mata diklat yang
dirangkai menjadi suatu karya tulis agar mudah dimengerti dan
dipahami.

4) Makalah Ilmiah
Makalah ilmiah adalah karya tulis yang disusun berdasarkan
informasi, data atau hasil penelitian yang ditujukan untuk kalangan
pembaca tertentu dan atau pada kejadian (event) tertentu pula.
Makalah ilmiah ini bisa digunakan sebagai masukan untuk
keputusan yang akan diambil oleh pembaca.

5) Makalah Semesterial
Makalah semesterial atau yang sering dikenal dengan diktat
biasanya disusun oleh dosen atau fasilitator. Penulisan makalah ini
biasanya berhubungan dengan kegiatan pendidikan, dan
merupakan rangkuman dalam suatu periode pendidikan seperti
semester atau triwulan. Makalah ini bisa disusun berdasarkan hasil
penelitian atau tanpa penelitian.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan analisis mahasiswa dalam meningkatkan ketrampilan
tertentu.

6) Karya Tulis Panduan


a) Buku Panduan (Textbook)
Buku panduan adalah salah satu karya tulis ilmiah yang bukan
merupakan hasil penelitian tetapi merupakan suatu ringkasan
dari satu mata pelajaran yang berisi kompilasi dari prinsip-
prinsip ilmiah. Misalnya Panduan menyusun perencanaan
kegiatan panduan menyusun laporan.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
46
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Tujuan utamanya adalah memberikan panduan (guidance)


kepada mahasiswa/peserta latih, dosen atau fasilitator atau
masyarakat umum yang berminat dalam bidang tersebut.

b) Buku Pegangan (handbook)


Buku Pegangan adalah karya tulis ilmiah yang bertujuan
memberikan petunjuk cara mengoperasionalkan suatu barang
yang sudah ada. Misalnya buku pegangan pengisian data dalam
computer, petunjuk penggunaan peralatan laboratorium.
Perbedaan antara buku panduan dengan buku pegangan adalah
pada buku panduan lebih menekankan pada pengertian ilmiah,
maka buku pegangan lebih memfokuskan pada pemberian
petunjuk praktis untuk prakteknya.

7) Karya Tulis Penelitian


a) Makalah Seminar
Makalah Seminar dibedakan menjadi 2 yaitu naskah seminar
dan naskah bersambung. Naskah seminar adalah karya tulis
ilmiah yang berisi uraian dari topik yang membahas suatu
permasalahan yang akan disampaikan dalam forum seminar.
Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian atau pemikiran
murni. Uraian dalam naskah seminar bisa seperti hasil penelitian
(bab per bab) atau bisa dalam bentuk seperti artikel yang tetap
pada koridor pemikiran ilmiah secara logis dan empiris. Naskah
ilmiah yang ideal panjangnya antara 3-8 halaman.

Naskah bersambung adalah karya tulis ilmiah yang berupa hasil


penelitian yang ditulis selanjutnya masih saling terkait. Bentuk
tulisan bersambung ini mempunyai judul dengan pokok
bahasan (topik) yang sama. Dua tulisan atau lebih yang
mempunyai pokok bahasan yang sama dan diterbitkan dalam
satu penertiban, merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah
yang sering disebut dengan jurnal karya ilmiah.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
47
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

b) Laporan Hasil Penelitian


Laporan adalah salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang cara
penulisannya dilakukan relative singkat. Laporan ini materinya
berasal dari kegiatan percobaan, observasi, pelaksanaan kerja
dan sebagainya. Contohnya adalah laporan observasi lapangan.

c) Jurnal Penelitian
Jurnal penelitian adalah buku yang berisi kurva ilmiah yang
terdiri dari hasil penelitian dan buku. Penertiban jurnal
penelitian ini harus teratur dan mendapatkan nomor dari
Perpustakaan nasional berupa ISSN (International Standar Serial
Number).
Pemuatan naskah hasil penelitian dalam jurnal penelitian tidak
sama dengan laporan hasil penelitian. Dalam jurnal penelitian
pemuatan hasil penelitian lebih dipadatkan sehingga lebih
efisien, namun dalam penulisannya tetap menggunakan prinsip-
prinsip pemikiran ilmiah, hanya tidak perlu diberi lampiran, dan
kata pengantar.

8) Karya Tulis Informatif


a) Resensi
Resensi dapat diartikan sebagai tulisan tentang timbangan
buku atau wawasan tentang baik atau kurang baiknya kualitas
suatu tulisan yang terdapat di dalam suatu buku. Namun dalam
perkembangannya kata resensi tidak hanya penilaian terhadap
suatu buku.
Menurut O. Setiawan Djuhaeri – Suherli, resensi adalah suatu
tulisan yang memberikan penilaian terhadap suatu karya buku
baik fiksi maupun non fiksi, pementasan film, drama atau musik
dengan cara mengungkapkan segi keunggulan dan kelemahan
yang obyektif.
Dari pengertian diatas, penulisan resensi dapat dikatakan
merupakan salah satu upaya menghargai tulisan atau karya
orang lain dengan cara memberikan komentar secara obyektif.
Selain itu menulis resensi sebagai salah satu upaya

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
48
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

memperkenalkan suatu buku atau pementasan kepada orang


lain yang belum membaca atau menyaksikan, sehingga setelah
membaca resensi, pembaca tergerak untuk membaca buku dan
menyaksikan karya seseorang.
Karangan resensi tidak hanya mengungkapkan segala sesuatu
yang terdapat pada karya tersebut, tetapi mencakup uraian
perbandingan dengan karya-karya sejenis. Dalam karangan
resensi harus memuat identitas buku (foto copy/foto jilid luar
buku), jenis buku, kutipan singkat/ikhtisar buku, penilaian
peresensi terhadap kualitas buku atau karya lain dan ajakan
kepada khalayak untuk mengetahui isi buku atau karya lain
secara keseluruhan.

b) Artikel dan Berita


Dalam bahasa Inggris, article berarti karangan, sedangkan
dalam bahasa Indonesia berarti karangan di surat kabar,
majalah dan media cetak lainnya. Banyak pengertian tentang
artikel yang pada dasarnya dalam artikel menampung gagasan
dan opini penulis, dapat berupa gagasan murni atau berasal dari
sumber lain seperti referensi atau pernyataan orang. Menurut
Syamsul M. Romli - Mantan Ketua laboratorium dan Pusdiklat
jurnalistik Mingguan Hikmah, artikel adalah sebuah karangan
faktual (non fiksi) tentang suatu masalah secara lengkap yang
biasanya tidak terlalu panjang untuk dimuat di surat kabar,
majalah, bulletin dan sebagainya; dengan tujuan untuk
menyampaikan gagasan dan fakta guna meyainkan, mendidik,
menawarkan pemecahan suatu masalah atau menghibur.
Berdasarkan pendapat para pakar tentang pengertian artikel
dapat disimpulkan bahwa semua tulisan di surat kabar atau
majalah yang bukan berbentuk berita, dapat disebut artikel.
Yang membedakan hanya pada tempat pemuatannya di
halaman surat kabar/majalah. Jika artikel itu dimuat pada
halaman opini, disebut artikel umum. Bila diletakkan di halaman
seni dan hiburan dikatakan essai, dan jika dimuat di kolom
khusus redaksi diberi nama tajuk rencana dan sebagainya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
49
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Hal lain yang membedakan dengan berita adalah, dalam berita


yang ditulis harus berdasarkan fakta atas kejadian atau
peristiwa. Dalam menulis berita diperbolehkan menambah
interpretasi sepanjang hal itu diperuntukkan bagi penjelasan
fakta. Dalam menulis berita sama sekali tidak diperbolehkan
memuat opini.

Bentuk Artikel
Bila anda mengetahui bentuk artikel akan membantu penilai
dalam menentukan arah pesan, berikut beberapa bentuk
artikel:
(1) How – to : bentuk artikel ini lebih banyak menunjukkan
bagaimana cara mengatasi satu masalah yang paling baik
dan efisien. Misalnya “13 Rahasia Mengatur Pekerjaan”.
(2) Personal Experience : bentuk artikel yang memuat
pengalaman langsung yang dialami penulisnya. Misalnya
“Menakulkan gunung tertinggi di dunia”.
(3) Self – help : bentuk artikel ini menekankan pada petunjuk
dan pedoman yang bersifat psikologis. Misalnya
“Memanfaatkan hari libur untuk mencari uang”.
(4) Profil : bentuk artikel ini memuat potret pribadi atau kaum
profesional yang sudah dikenal. Jenis artikel ini berfungsi
menghibur atau mengenal lebih dalam, menautkan emosi
dan mendalami jiwa atau pribadi dari seorang tokoh.
(5) Round up, survey : artikel ini memuat gabungan berbagai
pendapat, saran, gagasan, atau komentar beberapa tokoh
yang dirangkum menjadi satu untuk menanggapi
permasalahan yang timbul. Artikel ini biasanya berisi
komentar, renungan, informasi terbaru atau petunjuk dan
saran.
(6) Bentuk lainnya seperti humor, general interest kiranya tidak
perlu dibahas disini karena kurang berkaitan dengan
jabatan fungsional kesehatan.

c) Laporan
Laporan adalah uraian tertulis dari hasil pengamatan langsung
atau sumber data primer yang biasanya penulis membuat
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
50
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

kesimpulan yang berasal dari informasi yang disajikan. Laporan


tentunya bermanfaat bagi pembaca atau pembaca tertentu,
dan laporan acapkali digunakan oleh lembaga pendidikan tinggi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan jenjang
pendidikan tertentu atau dalam hal ini dipergunakan untuk
mendapatkan angka kredit sebagai dasar untuk menaikkan
pangkat pada jenjang jabatan fungsional.

d) Terjemahan/Saduran
Salah satu kegiatan yang terdapat pada jabatan fungsional
sebagai salah satu bentuk karya tulis adalah penerjemahan.
Translation atau penerjemahan didefinisikan melalui berbagai
cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda.
Sebagai landasan digunakan definisi dari Catford (1965) yang
menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan
penerjemahan dan mendefinisikan sebagai berikut : mengganti
bahasa teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran. Newmark (1988)
mendefinisikan penerjemahan adalah menerjemahkan makna
suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang
dimaksudkan pengarang.
Pada kedua definisi di atas terdapat arti “mengganti” yang
dimaksudkan adalah penerjemah menyampaikan kembali isi
sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekedar
kegiatan penggantian karena penerjemah melakukan
komunikasi baru. Melalui hasil kegiatan komunikasi tersebut
penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan makna”
antara produsen teks sumber dan pembaca teks sasaran. Bila
kita membaca terjemahan akan diketahui terdapat
penerjemahan sebagai kegiatan penggantian bahasa, yang
biasanya dilihat dari aspek bahasa Indonesia terasa kaku,
misalnya dalam penulisan surat berbahasa Inggris, pengirim
surat diakhir surat menuliskan : Yours Faithfully dengan nama
pengirim dibawahnya. Bila diartikan secara harfiah adalah Yours
Faithfully sama artinya “Dengan sesungguhnya”, sedangkan
penerjemah lain dengan menggunakan pendekatan “jembatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
51
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

makna” Yours Faithfully dimaksudkan dalam bahasa Indonesia


yang lebih lazim sebagai “Hormat saya” yang terasa lebih enak
dibaca. Penerjemahan yang terakhir sering disebut pergeseran
bentuk.

C. Isi/outline dari Jenis-Jenis Karya Tulis


1) Sistimatika Penulisan Karya Ilmiah
a) Halaman Judul : berisi judul, sub judul, penulis dan lembaga
dimana peneliti bernaung.
b) Lembar Persetujuan : merupakan bagian yang berisi
rekomendasi atau persetujuan dari dosen pembimbing badi
penulisan skripsi, thesis dan disertasi atau lembar persetujuan
dari kepala lembaga dimana penulis bernaung.
c) Abstraksi : memuat gambaran singkat dari keseluruhan hasil
karya ilmiah beserta penjelasan dimana dan bagaimana karya
ilmiah itu dilaksanakan. Penulisan abstraksi besar hurufnya lebih
kecil dan formatnya lain dibanding dengan isi tulisan.
d) Kata Pengantar : memuat kalimat yang mengantarkan apa yang
akan dibahas dalam karya ilmiah tersebut.
e) Daftar Isi : memuat judul-judul isi tulisan beserta letaknya di
halaman berapa.
f) Daftar Tabel (tentatif) : memuat judul-judul tabel beserta
letaknya di halaman berapa.
g) Daftar Gambar (tentatif) : memuat judul-judul gambar beserta
letaknya di halaman berapa.
h) Daftar Lampiran (tentatif) : memuat judul-judul lampiran
beserta letanya di halaman berapa.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah : memuat alasan teoritik dan faktual,
mengapa permasalahan tersebut perlu dijawab melalui kegiatan
penelitian.
B. Rumusan Masalah : memuat pertanyaan kritis atau argumentasi
yang fleksibel yang diambil intinya dari pernyataan umum dari
masalah penelitian. Rumusan pertanyaan ini harus dapat
dioperasionalkan dalam suatu penelitian.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
52
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

C. Tujuan Penelitian : memuat apa yang ingin dicapai dalam penelitian


tersebut yang sebaiknya dikaitkan dengan permasalahan
penelitian.
D. Manfaat Penelitian : memuat uraian tentang manfaat penelitian
baik secara teoritis maupun praktis yang dapat disumbangkan dari
hasil penelitian.

BAB II KERANGKA TEORI


A. Landasan Teori :
Teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang
dapat menyajikan suatu pandangan sistematis, tentang fenomenal
dalam penelitian dengan merinci hubungan-hubungan antar
variabel, yang bertujuan menjelaskan serta memprediksi fenomena
tersebut.
B. Hipotesis Penelitian (tentatif)
Hipotesis adalah kesimpulan sementara kerangka pemikiran dari
seorang peneliti.

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
B. Definisi Konsep dan Operasional Variabel
C. Populasi dan Sampel Penelitian
D. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisa/Pengujian Hipotesis (tentatif)

BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN


A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
B. Deskripsi Hasil Penelitian
C. Pengujian Hipotesis (tentatif)
D. Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis (tentatif)

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

BAB VI Daftar Pustaka


LAMPIRAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
53
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2) Ragam Bahasa untuk Karya Tulis Ilmiah


Kegiatan ilmiah biasanya bersifat resmi. Oleh karena itu ragam
bahasa yang dipergunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah
adalah ragam Bahasa Indonesia baku dan ragam ilmiah. Ragam
ilmiah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk kegiatan ilmu
dan teknologi yang biasanya bersifat spesifik untuk masing-masing
bidang ilmu. Ragam bahasa ini sering disebut bahasa teknis. Dalam
kegiatan ilmiah untuk menghindari salah tafsir baik dalam
penggunaan ragam bahasa, kelengkapan, kecermatan dan
kejelasan pengungkapan ide harus diperhatikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijabarkan ciri-ciri ragam bahasa


ilmiah sebagai berkut :
a) Menggunakan kaidah Bahasa Indonesia baku, baik kaidah tata
ejaan maupun tata bahasa (pembentukan kata, frase, klausa,
kalimat dan paragraf).
b) Ide yang diungkapkan harus benar, sesuai dengan fakta atau
dapat diterima akal sehat (logis).
c) Ide yang diungkapkan harus benar, sesuai dengan fakta atau
dapat diterima akal sehat (logis).
d) Ide yang diungkapkan harus tepat dan hanya mengandung satu
makna. Hal ini sangat tergantung pada ketepatan memilih kata
dan penyusunan struktur kalimat. Jadi kalimat yang digunakan
efektif. Kalimat yang efektif dan benar adalah kalimat dengan
penggunaan jumlah kata yang sedikit dapat diungkapkan
gagasan yang padat dan tepat tanpa terjadinya pelanggaran
terhadap kaidah setiap unsur dan aspek bahasa.
e) Kata yang dipilih harus bernilai denotative yaitu makna yang
sebenarnya.
f) Pengungkapan ide dalam kalimat ataupun alinea harus lugas,
yaitu langsung menuju sasaran.
g) Unsur ide yang diungkapan dalam kalimat diungkapkan secara
runtun dan sistematis.
h) Ungkapan dalam kalimat harus jelas sehingga tidak
menimbulkan salah tafsir.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
54
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3) Sistematika Makalah
a) Pendahuluan : di bagian ini dikemukakan persoalan yang akan
dibahas meliputi latar belakang masalah, masalah, prosedur
pemecahan masalah dan sistimatika uraian.
b) Isi : mengungkapkan berbagai hal dalam menjawab masalah
yang dibahas. Bagian isi ini dapat terdiri dari beberapa bagian.
c) Kesimpulan : adalah makna yang diberikan penulis, terhadap
hasil diskusi yang telah dilakukannya dalam bagian ini.

4) Gaya Penulisan Artikel


Pengalaman berikut memberikan gambaran kepada kita, bila kita
membeli buku, dalam benak kita mencari penulis yang memang
sudah dikenalnya dalam artian adalah seorang pakar dalam
bidangnya. Demikian pula dalam menulis artikel, dimana banyak
orang merasa bisa menulis artikel, tetapi sering ditolak oleh media
massa yang ditujunya. Boleh jadi orang ini kurang menyadari siapa
sebenarnya dirinya dan apa yang ditulisnya. Jika anda ingin menulis
artikel, tulislah hal-hal yang benar-benar anda pahami. Bukan
sekedar paham, tetapi sudah terasah oleh pergulatan berbagai
ilmu dan pengalaman hidup.

Dalam menulis artikel, penguasaan materi saja belum cukup untuk


diterima media massa. Editor surat kabar atau majalah dalam
menerima tulisan atau artikel, yang dilihat kesesuaian topic artikel
dengan pendidikan penulisnya, dan cara mengemukakannya.

Beberapa gaya penulisan artikel:


a) Gaya penulisan harus kritis, analitis dan eksplanatif bukan
karangan fiksi.
b) Hindari penggunaan istilah/bahasa teknis ilmiah, gunakan
bahasa ilmiah popular, disertai penjelasan dengan bahasa yang
sederhana.
c) Alur pemaparan harus truntut dan logis.
d) Tulisan harus terfokus, terorganisasi, punya latar belakang yang
jelas.
e) Tidak bertele-tele, bombastis atau vulgar.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
55
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

f) Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


Penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah sebaiknya
disertai padan kata atau penjelasan.
g) Tidak menggunakan ungkapan kalimat klise/normatif.

5) Komposisi Artikel
Dalam penulisan ilmiah dikenal dengan sistematika penulisan,
sedangkan pada penulisan artikel disebut komposisi. Setidaknya
ada 4 komposisi atau disebut juga bangun, karena sebenarnya
sebuah artikel tidak ubahnya satu bentuk bangunan.

Bangun I terdiri dari Lead, Prolog, Intro, atau Teras yang umumnya
disebut dengan pembuka. Bangunan I ini berisi uraian berisi uraian
aktual yang penting untuk dijadikan pijakan untuk pembahasan
artikel berikutnya. Uraian aktual ini berupa uraian peristiwa,
pernyataan, rangkuman kejadian, atau kutipan kata bernyali.

Bangun II disebut juga leher, bagian ini yang akan


menyambungkan antara prolog dengan isi artikel. Isi pada
bangunan II ini adalah pernyataan atau uraian yang
mengungkapkan suatu permasalahan yang ingin kita ungkapkan
dalam artikel.

Bangun III merupakan bagian yang paling penting, karena memuat


uraian eksplanasi tetapi tetap terjaga fokus bahasanya. Dalam
menguraikan masalah dalam penulisan artikel dapat dilakukan
dengan 2 cara. Bentuk penjelasan dalam suasana yang terus
menerus meninggi hingga klimaks atau uraiannya secara mendatar
dengan irama yang beraneka, yaitu dengan cepat dan tegas atau
dengan tenang dan mengendur.

Bangun IV sering disebut sebagai anti klimaks, kaki, atau ending.


Setelah memaca bangun IV ini pembaca akan tahu inti dari suatu
pemaparan permasalahan artikel. Pada bangun IV ini berisi kalimat
kunci yang merangkum pembahasan ke dalam suatu bentuk
kesimpulan yang ringkas dan jelas atau dapat pula berupa

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
56
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

pertanyaan yang menggantung –yang kita serahkan pada pembaca


sendiri.

Bagian akhir dari menulis artikel harus bisa mengaitkan kembali


dari prolog, isi dan materi artikel secara runtut yang merupakan
satu kesatuan yang utuh.

Pokok Bahasan 2.
PRINSIP PENILAIAN KARYA TULIS/ILMIAH SESUAI DENGAN JENIS
JABATAN FUNGSIONALNYA

A. Batasan Penilaian Jenis-Jenis Karya Tulis


1) Azas-azas
Azas-azas untuk mengelola dan membangun sebuah karangan
yang baik adalah kejelasan, keringkasan, ketepatan; kesatuan,
pertautan dan harkat. Azas kejelasan, keringkasan dan ketepatan
menyangkut unsur gagasan dalam karangan. Pada azas kesatuan
menuntut kita melihat pada kesatuan antara pikiran-pikiran utama
dan gagasan pokok karangan, antara pikiran utama dan pikiran
pendukung dan antara pikiran pendukung dan pikiran-pikiran
penjelasannya.

Azas pertautan koherensi menuntut untuk memperhatikan


koherensi antara bentuk – bentuk bahasa; antara kata – klausa –
kalimat yang satu dengan kata – klausa – kalimat yang lain, juga
antara paragraf. Sedangkan harkat menuntut kita agar
memperhatikan sosok karangan yang berbobot, berdaya
kekuatan. Hal itu berarti tiap bagian karangan harus dikembangkan
secara memadai deproporsional, oleh karena itu asas harkat juga
disebut pengembangan yang memadai. Daya kekuatan karangan
sangat tergantung pada isinya. (Widyamartaya Al & Sudati
Veronica; Dasar-Dasar Menulis karya Ilmiah; Grasindo, Jakarta,
1997).

2) Pembabakan Bab dan Bagiannya


Untuk membagi dan mengklasifikasikan isi karangan sangat
tergantung pada panjang dan kompleksitas materi bahasannya.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
57
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Biasanya panjang tulisan pada skripsi, tesis dan disertasi melebihi


60 halaman, jadi pembabakan dan bagiannya sangat diperlukan.
Pada karya tulis yang panjangnya kurang dari 25 halaman,
pengorganisasian tulisan dalam bentuk pembabakan dan
bagiannya tida dianjurkan, namun pembagian yang sederhana
untuk membedaan setiap pokok bahasan masih bisa dilakukan.
Judul bab harus dinyatakan secara jelas dan tepat, yang
menggambarkan isi bab tersebut dan hubungan dengan karya tulis
secara keseluruhan. Bagian bab dapat digunakan untuk membagi
bab yang panjang dan beragam isinya. Judul bagian bab dianjurkan
sama tingkatannya dan pembagian ini sangat berbeda untuk setiap
bab, tergantung pada logika pokok bahasannya.

B. Prinsip Penilaian Jenis-Jenis Karya Tulis


1) Prinsip Umum Penilaian
Untuk dapat menulis laporan dan bentuk karya tulis lainnya yang
baik dibutuhkan kemampuan yang memerlukan suatu tahapan
pelatihan dan pembinaan, seperti yang akan dilakukan dalam
penilaian jabatan fungsional.
Suatu karya tulis yang baik ditentukan oleh kualitas atau bobot
yang antara lain dapat ditentukan oleh berbagai aspek, yaitu
keaslian, susunan dan sistematika perbendaharaan kata dan tata
bahasanya, serta manfaat yang dapat diberikan dari karya tulis
tersebut.
Keaslian dilihat dari topik materi tulisan atau topkmateri atau
pokok bahasanya yang belum dibahas oleh penulis lain dan current
reality, susunan dan sistematika perbendaharaan kata dan
penulisannya memenuhi persyaratan seperti bentuk format, gaya,
sistematika penulisan yang sudah baku. Karya tulis yang baik
diharapkan mempunyai nilai manfaat bagi orang lain.

2) Penilaian Karya Tulis Ilmiah


Berikut hal-hal pokok yang dapat digunakan dalam penilaian karya
tulis ilmiah :

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
58
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

a) Daftar pustaka : pada bagian ini dilihat susunan, referensi yang


terbaru, relevansinya dengan topic yang dibahas dan referensi
tersebut bisa dilacak.
b) Judul, usulan tugas dan pendahuluan. Dalam judul jelas batas
kuantitatif, batas kualitatif dan sasaran. Uraian tugas mencakup
penilaian latar belakang, permasalahan, penelaahan studi dan
langkah-langkah kegiatan ilmiah tersebut.
c) Teori penunjang : aspek yang dinilai adalah tata bahasa, catatan
kaki, susunan gambar, format pengetikan dan relevansi.
d) Pembahasan : aspek yang dinilai ialah pengumpulan data,
pengolahan data, analisa/sintesa, tata bahasa dan format
pengetikan.
e) Kesimpulan : dalam penilaian ini dilihat relevansi kesimpulan
mulai dari pendahuluan sampai dengan pembahasan, dan
apakah memuat implikasi dari hasil karya ilmiah tersebut.
f) Sebagai bahan umpan balik kepada pemegang jabatan
fungsional, tim penilai harus mengkaji hasil karya tulis ini apakah
penulis berusaha untuk mencoba :
(1) Mengumpulkan lebih banyak data
(2) Mengadakan studi
(3) Mengumpulkan informasi lebih banyak
(4) Mengadakan pengetesan laboratorium
(5) Mengadakan studi literature
(6) Menemukan faator korelasi
(7) Membuat suatu perencanaan
(8) Membuat suatu prototype
(9) Mengadakan studi experimental
(10) Melaksanakan penerapan teknologi
(11) Mengerjakan hal-hal lain.

3) Tips Menilai Karangan


Menurut Wibowo Wahyu, Manajemen Bahasa-Pengorganisasian
Karangan pragmatic dalam Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa
dan Praktisi Bisnis dalam menilai karangan kita harus obyektif,
nalar dan berwawasan. Aspek yang harus dinilai dalam sebuah
karangan sebagai berikut:

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
59
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

a) Isi karangan : gagasan, keaslian gagasan, pengoperasian


gagasan dan dukungan data.
b) Bahan Penyajian : ketepatan susunan kalimat, ketepatan diksi,
kesatuan dan kelancaran peralihan paragraph, kesesuaian gaya
dengan tujuan penulisan dan kebenaran penerapan ejaan.
c) Teknik Penulisan : keteraturan urutan gagasan, kerapian rupa
karangan dan kaitan judul dengan isi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
60
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

TABEL PENILAIAN KARYA TULIS

60 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 NILAI
KATEGORI NILAI BOBOT
(KURANG) (CUKUP) (BAIK) (BAIK SEKALI) BOBOT
1. Sistimatika Hanya isi saja Hanya terdapat 2  Memenuhi semua  Memenuhi semua 1
Penulisan komponen dari sistematika penulisan sistematika
sistimatika  Proporsi antar penulisan
penulisan komponen tidak  Proporsi antar
(Pendahuluan + isi sesuai komponen sesuai
atau isi + penutup)
2. Isi : Kesesuaian Tidak ada yang Satu point sesuai Dua point Ketiga komponen 3
sesuai dengan dengan esensi buku (pendahuluan, isi atau (pendahuluan, isi,
esensi buku isi dan penutup) dan penutup) sesuai
dengan buku
3. Bahasa 2
a. Kesesuaian 50 – 60% sesuai 61 – 75% sesuai 76 – 85% sesuai dengan 86 – 100% sesuai
dengan dengan dengan ketentuan ketentuan bahasa dengan ketentuan
tatabahasa ketentuan bahasa bahasa
dan kaidah bahasa
Bahasa
Indonesia

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
61
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

60 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 NILAI
KATEGORI NILAI BOBOT
(KURANG) (CUKUP) (BAIK) (BAIK SEKALI) BOBOT
b. Penulisan 50 – 60% sesuai 61 – 75% sesuai 76 – 85% sesuai dengan 86 – 100% sesuai
bahasa asing dengan dengan penulisan penulisan bahasa asing dengan penulisan
penulisan bahasa asing bahasa asing
bahasa asing
4. Konsistensi 3
idea penulisan
a. Konsistensi Tidak ada Konsistensi dalam 1 Konsistensi dalam 2 Konsistensi dalam 2
dalam konsistensi komponen komponen komponen
komponen dalam koponen (pendahuluan & isi atau (pendahuluan isi,
isi + penutup) penutup)
b. Konsistensi Tidak ada Konsistensi antar 1 Konsistensi antar 2 Konsistensi antar 3
antar konsistensi komponen komponen komponen
komponen antar (pendahuluan & isi atau (pendahuluan, isi,
komponen isi + penutup) penutup)
5. Ketentuan 1
penulisan
a. Jumlah Sesuai dengan 1 Sesuai dengan 2 Sesuai dengan 3 point Sesuai dengan 4
halaman point saja point point
minimal 5
halaman

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
62
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

60 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 NILAI
KATEGORI NILAI BOBOT
(KURANG) (CUKUP) (BAIK) (BAIK SEKALI) BOBOT
b. Spasi 1,5
c. Jenis huruf
arial/times
new roman
size 12
d. Tidak
pernah
diterbitkan
di forum/
media cetak
lain
TOTAL

Jumlah nilai bobot


SKOR =
10

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
63
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

4) Penilaian Berita
Dalam memberikan penilaian tentang berita bahasa surat kabar
merupakan variasi tersendiri. Adapun ciri-ciri khusus di dalam
penulisan surat kabar adalah:
a) Judul-judul yang digunakan di dalam setiap bagian surat kabar
merupakan bagian terpenting atau sesuatu hal yang menarik
orang lain untuk mengetahui berita itu secara lengkap dan
tertarik untuk membacanya.
b) Penggunaan bahasa di dalam surat kabar cenderung singkat
dan hemat, tentu saja menghindari penggunaan kata-kata yang
tidak perlu atau mubazir.
c) Bagian yang merupakan inti berita atau bagian terpenting
biasanya ditempatkan pada awal karangan, sedangkan bagian
penjelas ditempatkan berikutnya, karena pada umumnya
pembaca surat kabar orang yang mempunyai waktu relatif
sedikit.
d) Bagian akhir suatu berita yang bersifat reportase biasanya
mengungkapkan sebagai latar belakang peristiwa yang
diberitakan.

Menyusun suatu karya tulis bukanlah suatu pekerjaan yang mudah


dan sederhana, apa yang telah dibuat dalam modul ini merupakan
salah satu bahan bagi tim penilai angka kredit jabatan fungsional,
saudara masih mempelajari kembali dari aspek Penggunaan Kaidah
Bahasa Indonesia baku.

5) Penilaian terjemahan
Pada penilaian terjemahan terdapat tiga aspek yang perlu
diperhatikan yaitu:
- Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian
- Kriteria penilaian
- Cara penilaian

a) Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian


Hal yang perlu diingat dalam penilaian penerjemahan bukanlah
sekedar menilainya dari segi benar-salah, bagus-buruk; harfiah-

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
64
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

bebas. Ada beberapa segi dalam penerjemahan yang harus


dipertimbangkan dalam penilainnya.
 Padanan makna referensial merupakan persyaratan minimal
dalam penilaian terjemahan, karena aspek inilah yang
merupakan perwujudan isi pesan dan maksud pengarang,
maka aspek makna referensial adalah alat ukur absolute
mendahului pengukuran lain; terjemahan dianggap salah
apabila mengandung distorsi makan referensial.
 Dari segi ketepatan pemadanan ada aspek linguistic
(struktur gramatikal)/kecermatan, semantic dan pragmatic.
Pada padanan ini dalam terjemahan harus mampu
menunjukkan saling hubungan antara kalimat dan tataran
teks. Padanan semantic dan linguistic tidak bisa dilepaskan
dari pertimbangan pragmatic. Aspek pragmatic merupakan
aspek penerjemahan yang menghubungkan seorang
penerjemah dengan faktor—faktor konteks diluar teks.
 Segi lain yang dinilai adalah gaya bahasa penyampaian
terjemahan. Padanan dalam arti ketepatan reproduksi pesan
perlu diperhatikan karena prosedur transposisi dan modulasi
perlu dilakukan agar penyampaian terjemahan terasa alami
dan wajar. Selain itu dalam segi kewajaran ungkapan yang
penting diperhatikan adalah idiom. Idiom adalah
sekelompok kata yang maknanya tidak dapat dicari dari
makna kata-kata unsurnya.

b) Kriteria Penilaian
Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas,
karena penilaian karya terjemahan adalah relative (berdasarkan
criteria lebih-kurang), maka validitas penilaian dapat dipandang
dari aspek content validity dan face validity. Menilai terjemahan
berarti melihat aspek ini (content) dan aspek yang menyangkut
keterbacaan seperti ejaan (face). Dengan mendasarkan pada
dua jenis validity ini, diharapkan aspek reliabilitas akan dapat
tercapai.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
65
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Kriteria pada tabel berikut merupakan aspek yang telah dibahas


terdahulu, yang dilihat lebih jauh dari segi total-tidaknya
kemunculan dalam teks. Pada bahasan berikut, penilaian
dibedakan menjadi dua yaitu umum dan khusus. Penilaian
umum didasarkan dan berangkat dari konsep tentang kedua
metode penerjemahan yang sudah disebut diatas, yakni
metode penerjemahan semantic dan komunikatif. Penilaian
khusus adalah penilaian yang berkenaan dengan teks-teks jenis
khusus, misalnya teks hukum, yang ungkapan-ungkapannya
sangat khusus dan tertentu atau puisi, yang ungkapan-
ungkapannya sangat ekspresif.

SEGI DAN ASPEK KRITERIA


A. Ketepatan reproduksi makna
1. Aspek Linguistis
a) Transposisi
b) Modulasi Benar, jelas, wajar
c) Leksikon (Kosakata)
d) Idiom
2. Aspek Semantis
a) Makna referensial
b) Makna interpersonal
- Gaya bahasa Menyimpang?
- Aspek interpersonal (lokal/total)
Misal: konotatif,
denotatif
3. Aspek pragmatis
a) Pemadanan jenis teks Berubah?
(termasuk (lokal/total)
maksud/tujuan penulis)
b) Keruntukan makna pada Tidak runtut?
tataran kalimat dengan (lokal/Total)
tataran teks
B. Kewajaran ungkapan Wajar dan/atau harfiah?
C. Peristilahan Benar, baku, jelas
D. Ejaan benar, baku Benar, baku

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
66
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Catatan untuk tabel ini :


a. “Lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam
perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks
(persentase).
b. “Total” maksudnya menyangkut 75 % atau lebih bila
dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks.
c. Runtut maksudnya sesuai/cocok dalam hal makna.
d. Wajar artinya alami, tidak kaku (suatu penerjemahan yang
harfiah bisa kaku/wajar bisa juga tidak).
e. “Penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tida
demikian halnya untuk “perubahan” (misalnya perubahan
gaya).

TABEL KLASIFIKASI PENILAIAN TERJEMAHAN


KATEGORI NILAI INDIKATOR

Penyampaian wajar: hampir tidak terasa


Terjemahan
86 – 90 seperti terjemahan; tidak ada kesalahan
hampir
(A) ejaan; tidak ada penyimpangan tata bahasa;
sempurna
tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.

Tidak ada distorsi makna; tidak ada


Terjemahan 76 – 85 terjemahan harfiah yang kaku; tidak ada
sangat bagus (B) kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua
kesalahan tata bahasa.

Tidak distorsi makna; ada terjemahan harfiah


61 – 75 yang kaku < 15 %; Ada kesalahan tata bahasa
Terjemahan baik
(C) dan idiom < 15 %; ada 1 – 2 penggunaan istilah
yang tidak baku/tidak umum/kurang jelas.
Terasa sebagai terjemahan; ada terjemahan
Terjemahan 40 – 60 harfiah yang kaku < 25 %; ada 1 - 2
cukup (D) penggunaan istilah yang tidak baku/tidak
umum/kurang jelas.
Sangat terasa sebagai terjemahan; ada
Terjemahan 20 – 4 terjemahan harfiah yang kaku > 25 %; ada
buruk (E) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan
istilah > 25 %.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
67
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

PENUTUP
Karya tulis merupakan salah satu bentuk karya ilmiah yang mempunyai
makna bagi orang lain untuk meningkatkan kemampuannya. Karena
maknanya yang besar maka tim penilai angka kredit jabatan fungsional
harus memahami jenis, sistematika penulisan dari berbagai jenis karya
ilmiah penggunaan bahasanya dan cara penilaiannya agar orang lain
tidak dirugikan.

VIII. REFERENSI
Djuroto Toto & Suprijadi Bambang; Menulis Artikel dan Karya Ilmiah; PT
Remaja Rosda Karya; Bandung; 2003.
Hadiwidjojo Purbo M.M, Menyusun Laporan Teknik; Penerbit ITB;
Bandung; 1993.
Indriati Etty; Menulis Karya Ilmiah-Artikel, skripsi, tesis dan disertasi; PT
Gramedia Pustaka Utama Utama; Jakarta; 2002.
Suherli O. Setiawan Djuhaeri; Panduan Membuat Karya Tulis – Resensi,
Laporan Buku, Skripsi, Tesis, Artikel, Makalah, Berita, Essei; Yrama
Widya; Bandung; 2001.
Wibowo Wahyu; Langkah Jitu Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak
Dibaca; PT Gramedia Pustaka Utama; Jakarta; 2003.
Wibowo Wahyu; MANAJEMEN BAHASA- Pengorganisasian Karangan
Pragmantik dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi
Bisnis; PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta; 2001.
Widyamartaya A1. & Sudiati Veronica; Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah;
PT Gramedia Widiasarana Indonesia; Jakarta; 1997.
FKM-UI, Makalah Semesterial.
FKM-UI Program Pasca Sarjana, Bachtiar Adang dan tim fasilitator,
Metodologi Penelitian Kesehatan; Depok; 2000.
Marchall Rochayah: Pedoman Bagi Penerjemah; PT. Grasindo; Jakarta;
2000.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
68
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

IX. LAMPIRAN
A. LEMBAR PENUGASAN KELOMPOK

Kesehatan, Bukan Hanya Pengobatan

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi pembentukan


sumber daya manusia sehingga sudah selayaknya jika dalam debat
calon presiden hal ini mestinya mendapat perhatian yang besar.
Bila dianalogikan dengan rantai produksi, pendidikan adalah
bagian dari proses pengolahan dengan harapan, hasil akhirnya
(output) akan berupa manusia Indonesia yang andal dan mampu
bersaing dengan bangsa lain di dunia. Yang agak dilupakan adalah
bahan baku yang akan diolah.
Betapapun bagusnya proses pengolahan, bila bahan bakunya
bermutu rendah, hasil akhirnya akan tetap bermutu rendah. Bahan
baku yang diolah adalah manusia-manusia Indonesia sendiri. Bila
bahan bakunya sakit-sakitan, kurang darah dan kurang gizi, jangan
harap produk akhirnya akan berupa sumber daya andal.
Tulisan ini bukan untuk menempatkan kesehatan lebih
penting daripada pendidikan, tetapi hanya berharap agar pemerintah
mendatang mampu melihat, masalah kesehatan di Indonesia bukan
hanya sebatas masalah biaya pengobatan seperti terungkap dalam
debat capres sebelum pemilu. Bahkan dalam debat akhir yang
diselenggarakan KPU, tidak ada panelis yang menyinggung masalah
ini. Bagi banyak politikus dan media massa Indonesia, masalah
kesehatan hanya masalah ketidakmampuan rakyat membayar saat
mereka sakit. Betapa sederhananya, sehingga janji penyelesaiannya
pun hanya membuat biaya pengobatan terjangkau rakyat miskin.
Masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia tak hanya
biaya pengobatan, tetapi lebih luas, bagaimana agar mereka
memperoleh hak-haknya untuk dapat hidup sehat. Biaya pengobatan
adalah masalah akhir saat mereka tidak dapat hidup sehat sehingga
jatuh sakit dan terpaksa mengeluarkan biaya untuk penyembuhannya.
Pada seminar yang digelar dalam rangka Kongres Karet
Internasional di Jakarta (Batavia) tahun 1914, Dr. Schuffner (kelak
dikenal sebagai penerima indeks limpa penderita (malaria)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
69
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

mengungkapkan, di daerah perkebunan Senembah (Sumatera) angka


kematian buruh karena disentri, kolera dan tifus tahun 1807 – 1904
yang mencapai 23 % dapat turun jadi sekitar 3 % antara tahun 1905 –
1912 setelah dilakukan perbaikan sanitasi dan hygiene dilingkungan
perumahan buruh.
Pada laporan lain, Dr. G. Bhermann menunjukkan, kerugian
akibat infeksi cacing tambang di kalangan buruh perkebunan
mencapai 200.000 – 300.000 gulden/tahun (karena kematian buruh,
hilangnya produktivitas dan sebagainya) dapat diselamatkan hanya
dengan 55.000 – 60.000 gulden. Biaya 50.000 gulden untuk perbaikan
sanitasi lingkungan dan pembasmian sumber cacing tambang.
Mungkin karena kesadaran akan hal itu, pada tahun 1919
Pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan, anggaran belanja
pemerintah untuk kesehatan akan dipusatkan pada pencegahan,
karantina, perbaikan sanitasi dan perbaikan sarana hidup sehat.
Sementara untuk penyembuhan terutama diserahkan kepada
masyarakat (perkumpulan, gereja dan swasta). Hanya sarana
perawatan tertentu yang akan ditangani pemerintah. Kebijakan itu
berubah setelah Indonesia merdeka, terutama setelah tahun 1957.
Peranan pemerntah di bidang kuratif tiba-tiba meningkat
drastis dan hal itu diteruskan sampai masa Orde Baru (dan mungkin
hingga kini). Secara politis, penyediaan sarana kuratif lebih
menguntungkan karena bangunan fisik tampak secara kasatmata
meski dampaknya hanya kecil bagi peningkatan kesehatan
masyarakat.
Pemahaman bahwa program kesehatan lebih diartikan
sebagai program penyembuhan membuat wacana ini tidak muncul
dalam program-program para capres kecuali sebatas masalah biaya
pengobatan. Megawati menjanjikan akan meluncurkan Undang-
Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (kini sudah disahkan) yang
intinya biaya pengobatan akan diatur berdasarkan prinsip asuransi
dan mencakup seluruh rakyat, sementara Susilo Bambang Yudhoyono
menjanjikan akan membuat biaya pengobatan terjangkau rakyat.
Konsep pembangunan kesehatan yang lebih ditujukan menjaga agar
rakyat dapat hidup sehat sehingga tidak sampai perlu mengeluarkan
biaya pengobatan tidak tergambar sama sekali.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
70
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

PEMUSATAN perhatian pada biaya pengobatan akan


membuat beban kian berat karena biaya itu sendiri akan terus
meningkat. Alasannya: (1) adanya perubahan pola hidup masyarakat,
(2) adanya persentuhan antar budaya dan pembauran yang
menimbulkan stress, (3) semakin banyak orang usia lanjut, (4)
pemanfaatan teknologi yang kian mahal, (5) biaya operasi hospital
yang kian tinggi. Apalagi bila masalah-masalah yang dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan tidak ditangani secara
memadai. Di sisi lain, penyakit-penyakit rakyat yang diam-diam (tidak
menimbulkan keluhan) akan dilupakan meski secara langsung
penyakit-penyakit itu mempengaruhi daya pikir dan daya juang
manusia.
Penyakit cacingan yang menyerang sekitar 70 persen siswa SD
akan membuat mereka kekurangan darah dan gizi yang diperlukan
untuk mencerna pelajaran dan menurunkan kemampuan fisik.
Penyakit kurang darah (anemia) yang melanda 60 persen perempuan
usia produktif akan menurunkan tingkat produktifitas mereka serta
memudahkan mereka mengalami perdarahan dan kejang saat mereka
hamil.
Kekurangan mikronutrient dalam makanan penduduk akan
menurunkan kemampuan mereka melahirkan anak-anak berotak
cerdas. Akibatnya, bahan baku untuk sumber daya manusia di masa
depan juga bermutu rendah. Hal-hal inilah yang seharusnya menjadi
perhatian pemerintah mendatang dalam programnya membangun
kesehatan rakyat, seperti pernah dikonsepkan Dr. Leimena di tahun
1955.

B. TUGAS KELOMPOK
Tugas ini dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang.
Bacalah karya tulis ini secara cermat dan berikan penilaian Saudara
dengan menajwab pertanyaan berikut:
1. Tulisan diatas termasuk jenis karya tulis apa? Identifikasi ciri karya
tulis menurut penilaian saudara tersebut atau tuliskan alasan
Saudara mengapa menetapkan jenis karya tulis tersebut.
2. Apakah sistimatikanya sudah sesuai dengan persyaratan suatu
karya tulis? Jelaskan jawaban Saudara.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
71
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3. Berikan penilaian Saudara terhadap karya tulis tersebut menurut


aspek penilaian karya tulis.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
72
MATERI INTI 4
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI INTI 4
ETIKA TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip
atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan
etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim
untuk memasukkan nilai-nilai etika ini kedalam undang-undang atau
peraturan yang berlaku di Negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada
tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat nilai-
nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu menerapkan etika tim
penilai jabatan fungsional kesehatan

B. Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan etika tim penilai jabatan fungsional kesehatan
2. Menerapkan etika tim penilai jabatan fungsional kesehatan

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut :
Pokok Bahasan 1. Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan
Sub Pokok Bahasan :
a. Pengertian
b. Prinsip-prinsip etika

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
73
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok Bahasan 2. Etika Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan


Sub Pokok Bahasan :
a. Etika tuntutan organisasi
b. Etika sesama penilai angka kredit
c. Etika dan pihak yang dinilai

IV. METODE

 CTJ
 Curah pendapat

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang (Slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 Whiteboard
 Spidol (ATK)

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah – langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
b. Tujuan pembelajaran dan pokok bahasan yang akan disampaikan
serta metode pembelajaran yang akan digunakan, sebaiknya
disepakati antara peserta dan fasilitator. Penyampaian tujuan
pembelajaran ini sebaiknya menggunakan bahan tayang.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
74
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Langkah 2. Penyampaian Materi


a. Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dengan metode ceramah dan
menggunakan bahan tayang. Diawali dengan materi tentang
pengertian dan prinsip-prinsip etika
b. Fasilitator memberikan kesempatan bertanya kepada peserta untuk
menanyakan permasalahan yang mungkin ditemui di lapangan
seputar penerapan etika tim penilai.
c. Fasilitator menjawab pertanyaan peserta dengan penjelasan
berdasarkan peraturan yang berlaku, bila perlu menggunakan bahan
tayang (slide power point), whiteboard dan spidol.

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan


a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang
disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
ETIKA TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN
A. Pengertian
1) Etika
Dari segi etiomologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa
Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).

Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika


merupakan sinonim dari akhlak. Sedangkan yang dimaksud
kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
75
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi


kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filsafat
dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahas tentang tingkah
laku manusia.

Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama.


Persamaan memang ada karena keduanya membahas baik dan
buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan
filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik
dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia.
Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami
kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini
tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.

Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat


menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan
akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek
yang akan dikaji, dimana keduanya sama-sama membahas tentang
baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan
perbedaannya adalah sumber norma, dimana akhlak mempunyai
basis atau landasan kepada norma agama.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan


dengan empat hal sebagai berkut :

Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya


membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal


pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak
bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal.

Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,


penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan dimana

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
76
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,


terhina dan sebagainya.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau
buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku
yang dihasilkan oleh akal manusia.

2) Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos
yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia,
mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada


pula perbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori,
sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut
pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan
manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara local.
Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral


memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika,
untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk
menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam
pembicaraan moral tolok ukur yang digunakan adalah norma-
norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan


manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah
menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya
perbuatan selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolok
ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia, baik buruknya sebagai manusia.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
77
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pengertian etika dalam kamus Echol dan Shadaly (1995) adalah


bertindak etis, layak, beradab dan bertata susila. Menurut Boynton
dan Kell (1996) etika terdiri dari prinsip-prinsip moral dan standar.
Moralitas berfokus pada perilaku manusiawi “benar” dan “salah”.
Selanjutnya Arens – Loebbecke (1996) menyatakan bahwa etika
secara umum didefinisikan sebagai perangkat moral dan nilai. Dari
definisi tersebut dapat dikatakan bahwa etika berkaitan erat
dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Termasuk para akuntan
diharapkan oleh masyarakat untuk berlaku jujur, adil dan tidak
memihak serta mengungkapkan laporan keuangan sesuai dengan
kondisi sebenarnya.

B. Prinsip – Prinsip Etika


Prinsip etika seorang penilai angka kredit terdiri dari enam yaitu :
pertama, rasa tanggung jawab (responsibility), mereka harus peka
serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka
lakukan. Kedua, kepentingan publik, penilai angka kredit harus
menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat
melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan publik
serta menunjukkan komitmennya pada profesionalisme. Ketiga,
integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
Keempat, Obyektivitas dan Independensi, penilai angka kredit harus
mempertahankan obyektivitas dan terbebas dari konflik antar
kepentingan dan harus berada dalam posisi yang independen. Kelima,
Due Care, seorang penilai angka kredit harus selalu memperhatikan
standar teknik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi
dan kualitas jasa, serta melaksanakan tanggung jawab dengan
kemampuan terbaiknya. Keenam, Lingkup dan Sifat Jasa, Penilai
angka kredit yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan
prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan
sifat jasa yang disediakannya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
78
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Prinsip-Prinsip Aturan Perilaku Profesional Mengandung Enam (6)


Cakupan Umum :

1) Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai penilai angka
kredit profesional harus menggunakan pertimbangan profesional
dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya, penilai angka
kredit melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka
bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk
mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara
kepercayaan publik dan melaksanakan tanggung jawab profesi.

2) Kepentingan Publik
Penilai angka kredit wajib memberikan pelayanannya bagi
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik dan
menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda
yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya
kepada publik. Penilai angka kredit diandalkan oleh banyak unsur
masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai,
investor dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini
mengandalkan obyektifitas dan integritas penilai angka kredit
untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.

3) Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, penilai
angka kredit harus melaksanakan semua tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan
karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan
anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Integritas
menurut penilai angka kredit bertindak jujur dan terus terang
meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan
publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.
Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-
hati dan perbedaan pendapat yang jujur, akan tetapi integritas
tidak dapat mengakomodasi kecurangan/pelanggaran prinsip.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
79
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

4) Obyektifitas dan Independensi


Seorang penilai angka kredit harus mempertahankan obyektifitas
dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung
jawab profesionalnya. Seorang penilai angka kredit dalam praktik
publik harus independen baik dalam perbuatan maupun dalam
penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi
lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang penilai angka kredit
untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan bebas dari
konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari
hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang penilai angka
kredit dalam melakukan jasa atestasi.

5) Kemahiran
Seorang penilai angka kredit harus melakukan standar teknis dan
etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu
pelayanan serta melaksanakan tanggung jawab profesional
dengan sebaik-baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut
penilai angka kredit untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya. Penilai angka kredit akan menguasai ilmu yang
disyaratkan bagi seorang penilai angka kredit. Kompetensi juga
menuntut penilai angka kredit untuk terus belajar di sepanjang
karirnya.

6) Lingkup dan Sifat Jasa


Seorang penilai angka kredit yang berpraktik publik harus
mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam
menentukan lingkup dan sifat yang akan diberikan. Dalam
menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa,
anggota penilai angka kredit yang berpraktik publik harus
mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan
setiap prinsip perilaku profesional penilai angka kredit dan kesan
masyarakat terhadap profesi penilai angka kredit.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
80
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok Bahasan 2.
ETIKA TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN

Etika atau pola sikap dan tingkah laku penilai angka kredit jabatan
fungsional kesehatan yang dituntut dalam bertugas dan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari adalah :

A. Etika Tuntutan Organisasi


1) Penilai angka kredit wajib mentaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas :
a) Melakukan pekerjaan sesuai dengan urutan atau prosedur/
langkah kegiatan penilaian.
b) Selalu menggunakan acuan yang berlaku sebagai pembanding
data objek yang dinilai.
c) Menjaga dan memelihara serta menyimpan dengan baik seluruh
peraturan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan acuan
lainnya.
d) Waspada dan teliti terhadap data objek yang dinilai, jika data
tidak rasional atau tidak jelas, lakukan konfirmasi dan klarifikasi
terhadap objek atau pihak yang terkait.
e) Waspada dan teliti dalam melakukan proses hitung data objek
yang dinilai jika menggunakan alat elektronik, sesekali lakukan
uji manual.
f) Tidak mengulangi kelalaian atau kekeliruan yang pernah terjadi.
g) Menghindari manipulasi data, sekalipun karena pesanan dan
tekanan siapapun serta tidak takut tekanan atau ancaman
siapapun.
h) Tidak menerima dan atau memberi imbalan dalam bentuk
apapun yang diduga atau jelas terkait dengan pekerjaan
penilaian.
i) Menjaga, memelihara dan menyimpan dengan baik seluruh
bahan-bahan, catatan dan laporan penilaian.

2) Penilai angka kredit harus memiliki semangat pengabdian yang


tinggi terhadap organisasinya, misalnya :

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
81
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

a) Mengutamakan tugas penilaian daripada tugas lain dan


kepentingan pribadi.
b) Tidak menolak dan/atau meninggalkan penugasan tanpa alasan
yang jelas.
c) Tidak menunda-nunda tugasnya tanpa alasan yang jelas.
d) Loyal terhadap tugas dan tanggung jawab yang diembannya.
e) Senantiasa meningkatkan keterampilan bidang profesi sebagai
penilai angka kredit.

3) Penilai angka kredit harus memiliki keahlian dan keterampilan yang


diperlukan seperti :
a) Terampil dalam menentukan sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam melakukan tugas penilaian.
b) Terampil memperhitungkan waktu kerja dan istirahat dengan
beban kerja sehingga daya dan mutu kerja tetap prima.
c) Terampil melakukan teknik-teknik penilaian dan penelusuran
sumber acuan.
d) Memiliki ketelitian dan kecermatan dalam pemeriksaan berkas
aritmatik.
e) Terampil dalam menyusun laporan dan taat dalam mengirim
laporan penilaian tepat watu.
f) Menyimpan catatan penting dan arsip secara tertib.

4) Penilai angka kredit harus memiliki integritas yang tinggi


a) Jujur :
(1) Bekerja sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak
menambah maupun mengurangi fakta yang ada.
(2) Tidak menerima segala sesuatu dalam bentuk apapun yang
bukan haknya sehingga mengurangi objektivitasnya.
b) Berani
(1) Berani bertindak dengan melaporkan hal-hal atau data
yang menurut pertimbangan dan keyakinannya telah
benar.
(2) Tidak takut diintimidasi oleh orang lain dan tidak tunduk
karena tekanan yang dilakukan oleh orang lain guna
mempengaruhi sikap dan pendapatnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
82
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

(3) Berani melakukan tindakan koreksi yang diyakini tidak


bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c) Bijaksana
(1) Pengambilan keputusan dalam bertindak senantiasa
berorientasi pada manfaat bagi organisasinya (bukan
pribadi atau kelompok)
(2) Pengambilan keputusan bertindak tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

d) Bertanggung jawab
(1) Berbuat selalu berdasarkan yang berlaku serta norma.
(2) Bertanggung jawab terhadap segala resiko yang
berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya.

5) Penilai angka kredit dalam melaksanakan tugasnya harus selalu


mempertahankan obyektivitasnya
a) Menggunakan akal sehat dan pemikiran logis dalam mengambil
keputusan.
b) Konsisten menuliskan dan melaporkan fakta yang ditemukan.
c) Konsisten menggunakan peraturan dan acuan lain yang
berlaku.
d) Bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri (tidak
emosional) dan percaya diri sehingga dapat menyelesaikan
pekerjaan walau dibawah ancaman.
e) Menghindari jabatan rangkap yang menyulitkan pelaksanaan
tugas.

6) Penilai angka kredit wajib menyimpan rahasia jabatan


a) Tidak menyebarluaskan dokumen tertulis, seperti surat, notulen
rapat, laporan hasil penilaian kepada pihak diluar sasaran yang
telah ditetapkan.
b) Tidak menginformasikan secara lisan dan media apapun
sebahagian atau seluruh dokumen tertulis, seperti surat,
notulen rapat, laporan hasil penilaian kepada pihak diluar
sasaran yang telah ditetapkan.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
83
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

c) Menjaga dan menyimpan dengan baik seluruh dokumen


tertulis, seperti surat, notulen rapat, laporan hasil penilaian
kepada pihak diluar sasaran yang telah ditetapkan.

B. Etika Sesama Penilai Angka Kredit


1) Penilai angka kredit wajib menjalin kerja sama yang baik dengan
sesama penilai angka kredit.
a) Menerima dan menyarankan pendapat yang logis dan rasional
dalam berdiskusi
b) Saling mengkomunikasikan segala permasalahan yang timbul
dalam tugas penilaian.
c) Saling menghargai setiap pendapat.
d) Saling percaya dengan sesama penilai angka kredit.
e) Saling mengendalikan diri/mengendalikan emosi
f) Menghindari sikap iri, dengki dan prasangka buruk
g) Tidak memfitnah teman sesama penilai angka kredit
h) Saling mengerti perasaan sesama penilai angka kredit.

2) Penilai angka kredit harus saling mengingatkan, membimbing dan


mengoreksi perilaku sesama penilai angka kredit dan provider.
a) Saling membimbing dalam hal kemampuan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku penilai angka kredit.
b) Bersedia menerima saran dan kritik yang sehat atau tindakan
korektif dari sesama penilai angka kredit.
c) Saling mendorong penilai angka kredit untuk bertanggung
jawab pada tugasnya.
d) Saling mengingatkan untuk selalu mengacu pada aturan
perilaku ini.

3) Penilai angka kredit harus memiliki rasa kebersamaan dan


kekeluargaan diantara sesama penilai angka kredit
a) Mengkomunikasikan informasi penting mengenai objek/pihak
yang pernah dinilai kepada penilai angka kredit lainnya yang
akan memeriksa obyek/pihak yang sama.
b) Tidak mengatasnamakan sesama penilai angka kredit untuk
tujuan-tujuan pribadinya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
84
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

c) Berjiwa besar dan menghindari selisih pendapat dihadapan


pihak yang dinilai.
d) Tidak mempermalukan sesama penilai angka kredit dihadapan
pihak yang dinilai.
e) Tidak mengadu domba mengenai perilaku sesama rekan penilai
angka kredit.

C. Etika dan Pihak yang Dinilai


1) Penilai angka kredit senantiasa harus menjaga penampilannya.
a) Berperilaku wajar, sopan, rapi sesuai dengan kelaziman.
b) Gaya bicara yang wajar, tidak berbelit-belit dan menguasai
pokok permasalahan.

2) Penilai angka kredit harus mampu menjalin interaksi yang baik


dengan pihak yang dinilai.
a) Berkomunikasi secara persuasive dan menarik dengan pihak
yang dinilai.
b) Memperlakukan pihak yang dinilai sebagai subjek dengan
menganggapnya sebagai sesama yang punya fikiran, perasaan
dan martabat.
c) Mengerti kesibukan pihak yang dinilainya sehingga pelaksanaan
penilaian berlangsung tenang dan lancar.

3) Penilai angka kredit harus mampu menciptakan iklim kerja yang


baik dengan pihak yang dinilai. Unsur yang menunjang adalah:
a) Bersikap positif dan wajar terhadap objek yang dinilai.
b) Tidak bersikap menekan atau mengancam jika menemukan
kelalaian atau kekeliruan.
c) Menumbuhkan dan membina sikap yang positif .

4) Penilai angka kredit wajib menjalin kerjasama yang baik dengan


pihak yang dinilai.
a) Bersifat mendidik terhadap pihak yang dinilai dengan mau
membantu, mendorong dan membimbing pihak yang dinilai bila
ditemukan kelalaian atau kekeliruan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
85
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

b) Tidak menonjolkan segi-segi negatif pihak yang dinilai dengan


siapapun.

VIII. REFERENSI
1. Badan Pengawasan Keuangan Pemerntah RI, Modul MA-1110 “Kode
Etik dan Standar Audit” Pusdiklatwas, Jakarta 1998.
2. Badan Pemeriksa Keuangan, Standar Pemeriksaan Auditor; Jakarta,
2007.
3. Departemen Kesehatan RI, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat, Sekjen DepKes RI, Jakarta, 2008.
4. Departemen Pendidikan Nasional RI – Lembaga Administrasi Negara
RI; Modul – 2, Pembinaan Disiplin Diklat Penjenjangan Struktur PNS,
Tim Pengembang Modul Pembinaan Mental, Fisik dan Disiplin,
Jakarta; 2002.
5. Departemen Pendidikan Nasional RI; Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi III, Balai Pustaka, Jakarta; 2002.
6. Lembaga Administrasi Negara RI; Etika Organisasi Pemerintah; LAN
RI, 2006.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
86
MATERI INTI 5
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI INTI 5
PENILAIAN DUPAK

I. DESKRIPSI SINGKAT
Tugas atau tanggung jawab utama tim penilai angka kredit jabatan
fungsional kesehatan adalah melakukan penilaian terhadap daftar usul
penetapan angka kredit yang diajukan oleh setiap pemangku jabatan
fungsional kesehatan. Hasil penilaian ini sangat penting untuk
kelangsungan proses selanjutnya dalam pengajuan angka kredit bagi
pejabat fungsional kesehatan. Penilaian dapat dilakukan apabila seorang
anggota tim penilai memahami apa yang akan dinilai dan bagaimana
menghitung angka kredit dengan tepat dan benar sehingga dapat
menilai angka kredit yang diusulkan oleh pemangku jabatan fungsional
kesehatan.

Oleh karena itu, setiap Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional
Kesehatan harus memiliki kecepatan, ketepatan, kebenaran, ketelitian,
kecermatan, kesabaran dan kejujuran dalam menilai DUPAK yang
diajukan agar dapat ditetapkan angka kredit yang diperlukan untuk
kenaikan jabatan atau golongan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu melakukan penilaian
DUPAK jabatan fungsional kesehatan

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah selesai menikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan mekanisme pengajuan DUPAK
2. Melakukan penilaian angka kredit
3. Membuat laporan hasil penilaian angka kredit

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
87
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

III. POKOK BAHASAN


Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:

Pokok Bahasan 1. Mekanisme Pengajuan DUPAK


Pokok Bahasan 2. Penilaian Angka Kredit
Sub pokok bahasan :
a. Verifikasi berkas DUPAK
b. Teknik penilaian dan penghitungan angka kredit
c. Teknik pengisian form DUPAK
Pokok Bahasan 3. Laporan Hasil Penilaian Angka Kredit

IV. METODE

 Ceramah tanya jawab


 Curah pendapat
 Latihan menilai DUPAK

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayangan (Slide power point)


 Laptop
 LCD/OHP
 Flipchart
 White board
 Spidol (ATK)
 Panduan latihan
 Rincian butir kegiatan
 Berkas DUPAK

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses
pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian
Langkah Pembelajaran:

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
88
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

a. Fasilitator harus memperkenalkan diri dengan menyebutkan


namanya, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.
b. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi dan pokok
bahasan dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2.Penyampaian Materi


Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator menjelaskan secara berurutan tentang pokok bahasan
penilaian terhadap DUPAK yang meliputi penilaian administrasi dan
penilaian angka kredit serta penyusunan laporan melalui ceramah dan
tanya jawab dengan menggunakan bahan tayang, laptop dan LCD.
b. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan permasalahan yang mungkin ditemui dilapangan seputar
penilaianDUPAK dan penyusunan laporan.
c. Fasilitator menjawab pertanyaan peserta dengan penjelasan
berdasarkan peraturan yang berlaku, bila perlu menggunakan bahan
tayang (slide powerpoint), whiteboard dan spidol.
d. Fasilitator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk
menyampaikan pendapat mengenai penilaian DUPAK dan
penyusunan laporan.

Langkah 3.Latihan
Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator membagikan berkas DUPAK yang akan dinilai.
b. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan
penilaian terhadap DUPAK yang diusulkan.
c. Fasilitator dan peserta bersama-sama mengoreksi hasil latihan
penilaian (verifikasi) terhadap DUPAK yang diusulkan dan membahas
permasalahan yang terdapat dalam pengusulan DUPAK tersebut.
d. Fasilitator memberikan solusi mengenai masalah yang dihadapi dalam
penilaian DUPAK dan penyusunan laporan.

Langkah 4.Penutup, Umpan Balik dan Rangkuman


Langkah Pembelajaran:
a. Fasilitator merangkum atau pembulatan tentang pembahasan materi
ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi atau
umpan balik.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
89
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

b. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif


seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
MEKANISME PENGAJUAN DUPAK

A. Pengertian
Tata cara pengajuan DUPAK adalah teknik/cara mengajukan angka
kredit yang telah disusun dalam bentuk DUPAK yang telah dilakukan
oleh pemangku jabatan fungsional kesehatan tertentu.

Kenaikan jabatan fungsional sangat ditentukan oleh seberapa banyak


jumlah kumulatif angka kredit yang berhasil
dikumpulkan.Pengumpulan angka kredit yang dilakukan setiap hari
dituliskan dalam format laporan harian, bulanan dan semesteran.

B. Mekanisme Pengajuan DUPAK

MEKANISME PENILAIAN ANGKA KREDIT & SK


JABFUNG YANG PBAK-nya di DINKES PROP/KAB/KOT

P.B.A.K
Ka. Dinkes
Prop/Kab/Kota

Atasan Langsung Set Tim


Pejabat TIM
Penilai Dinkes
PF Pengusul PENILAI
Prop/Kab/Kota

Biro Kepeg/BKD Tim


Yg Terkait SK Jabfung Teknis

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
90
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Langkah – langkah:
1) Dupak diusulkan oleh Pejabat Pengusul ke Sekretariat Tim Penilai
Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota selambat-lambatnya tanggal 10
bulan Februari/Agustus.
2) Sekretariat Tim Penilai Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota melakukan
verifikasi untuk mengecek kelengkapan dokumen dan melakukan
Persiapan Sidang Tim Penilai selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
Februari/Agustus.
3) Tim Penilai Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota menyelesaikan
Penilaian PAK selambat-lambatnya akhir bulan Februari/Agustus.
4) Sekretariat Tim Penilai Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota
menyelesaikan SK PAK dan mengusulkan pembuatan SK Jabatan
Fungsional ke Biro Kepegawaian/BKD selambat-lambatnya tanggal
10 bulan Maret/September.
5) Biro Kepegawaian/BKD menyelesaikan SK Jabatan Fungsional yang
telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan Maret/September.
6) Usul Kenaikan Pangkat ke Biro Kepegawaian/BKD selambat-
lambatnya akhir Maret/September.
7) Apabila DUPAK yang masuk ke Sekretariat Tim Penilai Dinas
Kesehatan Prop/Kab/Kota telah melampaui tanggal 20 Februari/
Agustus, maka DUPAK akan diproses untuk periode berikutnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
91
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Mekanisme Penilaian AK dan SK Jabfung yang PBAK-nya di Pusat


sebagai Pembina Jabfungkes Jenjang Madya keatas atau PNS DPK di
Daerah

Langkah-langkah :
1) Dupak diusulkan oleh Pejabat Pengusul ke Sekretariat Tim Penilai
Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota selambat-lambatnya tanggal 10
bulan Februari/Agustus.
2) Sekretariat Tim Penilai Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota melakukan
verifikasi untuk mengecek kelengkapan dokumen dan melakukan
Persiapan Sidang Tim Penilai selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
Februari/Agustus.
3) Tim Penilai Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota meneruskan DUPAK ke
Sekretariat Tim Pusat selambat-lambatnya akhir bulan Februari/
Agustus
4) Sekretariat Tim Pusat melakukan verifikasi untuk mengecek
kelengkapan dokumen DUPAK dan melakukan Persiapan Sidang
Tim Penilai selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
Maret/September.
5) Tim Penilai Pusat melakukan Penilaian DUPAK yang telah
ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan Maret/September.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
92
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

6) Sekretariat Tim Pusat mengirim PAK yang telah selesai ke Biro


Kepegawaian/BKD Selambat-lambatnya akhir bulan
Maret/September untuk dibuatkan SK JABFUNG dan Proses KP.
7) Apabila DUPAK yang masuk ke Sekretariat Tim Pusat telah
melampaui bulan Februari/Agustus maka DUPAK akan diproses
untuk periode berikutnya.

MEKANISME PENILAIAN ANGKA KREDIT & SK


JABFUNG YANG PBAK-nya di UPT DEPKES

P.B.A.K
Pim. UPT Depkes

AL # Pejabat Set. Tim Tim


PJF Pengusul Penilai UPT Penilai

Biro Kepegawaian Tim


Yg terkait
SK Tunjab Teknis
(#) Pimpinan unit Pelayanan/
PJ Struktural Atasan YBS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
93
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit(Sesuai


Kewenangan yang tercantum dalam Kepmenpan masing-masing
Jabfungkes)

1. Instansi Pusat
MENKES atau Pejabat lain yang ditunjuk selaku Pembina Jabfung
Kesehatan, secara umum Menetapkan PAK Jabfung baik bagi PJF
Pusat/Daerah/Instansi

2. Instansi Daerah Propinsi


Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Pejabat lain yang ditunjuk
untuk menetapkan PAK Jabfung Jenjang Terampil (Pemula s/d
Penyelia) dan Jenjang Ahli (Pertama dan Muda) yang bekerja pada
sarana kesehatan di Propinsi.

3. Instansi Daerah Kab/Kota


Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota atau Pejabat lain yang ditunjuk
bagi Jabfung Jenjang Terampil (Pelaksana Pemula s/d Penyelia)
dan Jenjang Ahli (Pertama dan Muda) yang bekerja pada sarana
kesehatan di Kab/ Kota.

Pokok Bahasan 2.
PENILAIAN ANGKA KREDIT

A. Verifikasi Berkas DUPAK


Tugas utama tim penilai adalah melakukan penilaian atau pengkajian
(verifikasi) terhadap DUPAK yang diajukan oleh pemangku jabatan
fungsional kesehatan (Jabfungkes). Penilaian DUPAK selayaknya
dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu periode semester pertama
(Januari – Juni) dan semester kedua (Juli - Desember). Penilaian
terhadap DUPAK dan angka kredit ini sangat penting, karena dengan
demikian dapat diketahui berapa angka kredit yang dapat mereka
kumpulkan dan apa tindaklanjutnya. Sebagaimana diketahui bahwa
prestasi seorang pemangku jabfungkes sangat ditentukan oleh nilai
kumulatif angka kredit yang dapat dikumpulkan dalam periode
tertentu dan kelengkapan berkas yang diperlukan sebagai bukti fisik
atas kegiatan yang telahdilakukan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
94
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Dalam penilaian DUPAK ini ada 2(dua) pokok kegiatan yaitu penilaian
terhadap kelengkapan berkas dan penilaian terhadap ketepatan
angka kredit yang diajukan.

Penilaian terhadap Berkas DUPAK


Penilaian terhadap daftar usulan penetapan angka kredit merupakan
langkah awal dari tugas tim penilai, oleh karena itu seorang anggota
tim penilai harus mampu menguasai apa yang dinilai, syarat-syarat
atau kelengkapan berkas yang harus dipenuhi agar dapat dinilai dan
tidak kalah pentingnya adalah kriteria dari tim tersebut yaitu jujur,
adil, konsisten, teliti, sabar dan lain sebagainya.

Langkah – langkah dalam penilaian DUPAK :


1) Amati DUPAK yang sudah diisi mulai dari identitas pemangku
jabfungkes, unit kerja, periode pengajuan, tanggal pengajuan serta
tanda tangan atasan langsung yang mensyahkan.
2) Perhatikan lampiran – lampiran yang menyertai DUPAK sebagai
persyaratan penting dalam memberikan penilaian seperti:
a) Lampiran DUPAK terkait administrasi :
(1) SK Pengangkatan pertama sebagai pemangku jabfungkes
untuk tenaga fungsional yang baru mengajukan DUPAK
kenaikan jabatan atau pangkat.
(2) SK jabatan atau pangkat terakhir
b) Lampiran berkas terkait dengan penetapan angka kredit
sebagai bukti fisik yang meliputi:
(1) Pendidikan, dokumen yang harus ada :
(a) SPMK pendidikan;
(b) Fotocopy surat izin mengikuti pendidikan diluar
kedinasan atau surat keputusan penugasan belajar
bagi yang tugas belajar;
(c) Fotocopy ijazah yang disahkan/dilegalisir oleh pejabat
yang berwenang berdasarkan ketentuan pendidikan
nasional;
(d) Fotocopy surat keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang
persamaan ijazah untuk ijazah yang diperoleh dari luar

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
95
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

negeri.
(2) Pelatihan, dokumen yang harus ada :
(a) SPMK Pelatihan;
(b) Fotocopy surat tugas;
(c) Fotocopy dari STTPL/sertifikat yang disahkan oleh
penyelenggara diklat atau pejabat pengelola
kepegawaian.

(3) Kegiatan pelayanan, dokumen yang harus ada :


(a) SPMK pelayanan/pekerjaan;
(b) Laporan harian yang disahkan oleh atasan
langsungnya;
(c) Laporan bulanan yang disahkan oleh atasan
langsungnya;
(d) Dokumen pendukung lainnya;
(e) Bukti fisik hasil kegiatan.

(4) Pengembangan profesi, dokumen yang harus ada:


(a) SPMK pengembangan profesi;
(b) Buku/majalah/makalah asli guntingan media massa
yang memuat tulisan tersebut atau fotocopynya yang
disahkan oleh Kepala/Pimpinan organisasi;
(c) Surat keterangan dari pihak penyelenggara pertemuan
untuk karya ilmiah/karya tulis yang disampaikan dalam
pertemuan ilmiah.

(5) Pengabdian masyarakat, dokumen yang harus ada:


(a) SPMK pengabdian masyarakat;
(b) Surat penugasan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang menugaskan dilokasi pengabdian.

(6) Kegiatan penunjang yang meliputi :


(a) Mengajar/melatih/membimbing pada diklat, dokumen
yang harus ada:
 SPMK Penunjang;
 Fotocopy surat dari penyelenggara yang disertai
jadwal diklat.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
96
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

(b) Peran serta dalam pertemuan ilmiah, dokumen yang


harus ada:
 SPMK Penunjang;
 Fotocopy sertifikat seminar, lokakarya, konferensi
atau kongres;
 Fotocopy surat penugasan.
(c) Keanggotaan dalam organisasi profesi, dokumen yang
harus ada :
 Fotocopy kartu anggota aktif;
 Surat keputusan dari organisasi profesi, jika pejabat
fungsional kesehatan yang bersangkutan
merupakan pengurus organisasi profesi tersebut.
(d) Keanggotaan dalam Tim Penilai Angka Kredit Jabatan
Fungsional Kesehatan, dokumen yang harus ada :
 SPMK Penunjang;
 Fotocopy SK Tim Penilai yang dilegalisir asli oleh
pejabat kepegawaian.
(e) Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya, dokumen yang
harus ada:
 SPMK Pendidikan;
 Fotocopy surat izin mengikuti pendidikan di luar
kedinasan atau surat keputusan penugasan belajar
bagi yang tugas belajar;
 Fotocopy ijazah yang disahkan/dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan
pendidikan nasional;
 Fotocopy Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang
persamaan ijazah untuk ijazah yang diperoleh dari
luar negeri.
(f) Memperoleh penghargaan/tanda jasa, dokumen yang
diperlukan:
 SPMK Penunjang;

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
97
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

 Fotocopy piagam penghargaan/tanda jasa yang


disahkan oleh pejabat yang menangani
kepegawaian.

Hasil penilaian (verifikasi) terhadap dokumen ini perlu segera


diberikan umpan baliknya kepada sekretariat tim penilai sehingga tim
penilai dapat segera menyampaikan umpan balik tersebut kepada
pejabat pengusul DUPAK. Melalui umpan balik ini kekurangan–
kekurangan atau ketidaklengkapan dokumen yang dipersyaratkan
dapat segera diatasi, sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam
proses pengajuan kenaikan jabatan atau pangkat .

B. Teknik Penilaian dan Penghitungan Angka Kredit


Definisi
1) Angka kredit adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan
penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh pejabat fungsional
dalam mengerjakan butir kegiatan yang digunakan sebagai salah
satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat.

2) Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah hasil


keseluruhan dari satuan nilai butir kegiatan dan/atau akumulasi
nilai butir-butir kegiatan dalam suatu kurun waktu tertentu yang
diajukan sebagai dasar untuk Penetapan Angka Kredit.

3) Penetapan Angka Kredit (PAK) adalah hasil perhitungan akhir


kegiatan pejabat fungsional dalam kurun waktu tertentu yang
telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka
kredit.

4) Dokumen adalah surat keterangan yang merupakan hasil kegiatan


pelayanan/pekerjaan dari pejabat fungsional kesehatan yang telah
disahkan oleh atasan langsungnya atau pejabat yang berwenang.

5) Bukti fisik adalah hasil prestasi kerja riil dari pelaksanaan kegiatan
pelayanan/pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat fungsional
kesehatan sebagai data pendukung dokumen.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
98
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

6) Butir kegiatan adalah rincian kegiatan pelayanan dari pekerjaan


baik dari unsur utama maupun unsur penunjang yang mengacu
pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara jabatan
fungsional tertentu.

7) Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan (SPMK) adalah surat


keterangan yang menyatakan hasil pelaksanaan kegiatan
pelayanan/pekerjaan harian pejabat fungsional kesehatan yang
dinyatakan oleh atasan langsung dan dibuat secara periodik.

8) Laporan harian adalah laporan yang dibuat setiap hari berdasarkan


kegiatan yang dilakukan setiap hari dan diketahui oleh atasan
langsungnya.

9) Laporan Bulanan adalah laporan yang dibuat setiap bulan


berdasarkan akumulasi hasil kegiatan pelayanan/pekerjaan dari
SPMK mingguan yang disahkan oleh atasan langsung.

Penilaian terhadap Angka Kredit


Menilai angka kredit yang diajukan merupakan tugas utama dari tim
penilai jabatan fungsional. Dalam melakukan penilaian ini diperlukan
kecermatan, ketelitian, ketepatan dan kebenaran dalam menilai
angka kredit dari setiap butir kegiatan, karena hasil dari penilaian ini
sangat mempengaruhi kelanjutan dari karier seorang pemangku
jabfungkes.

Tujuan penilaian terhadap angka kredit yang diusulkan ini untuk


melihat adanya kesesuaian dari angka kredit dengan kegiatan yang
dilakukan pemangku jabfungkes mulai dari unsur utama sampai unsur
penunjang dan sub unsurnya secara berurutan dengan nilai angka
kredit dari butir kegiatan yang sudah ditetapkan dalam PERMENPAN
masing-masing jabfungkes.

Langkah – langkah dalam melakukan penilaian:


1) Identifikasi unsur dan sub unsur serta butir-butir kegiatan yang
diajukan angka kreditnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
99
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2) Lakukan pengecekan dari setiap butir kegiatan dan kelengkapan


dokumen yang diperlukan.
3) Lakukan penilaian terhadap angka kredit dari setiap butir kegiatan
yang diajukan dengan menghitung ulang angka kredit dari butir-
butir kegiatan yang diajukan.
a) Apakah butir kegiatan yang diajukan sudah sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab dari jabfungkes bersangkutan.
b) Apakah angka kredit dari butir-butir kegiatan sudah sesuai
dengan mengacu pada Permenpan dari jabfungkes.
c) Apakah perhitungan angka kredit sudah tepat dan benar.
4) Buat catatan mengenai hasil penilaian terhadap angka kredit dari
setiap unsur dan sub unsur serta butir-butir kegiatan yang diajukan
dengan justifikasinya sebagai dasar penilaian.

Unsur dan sub unsur kegiatan Jabatan Fungsional Kesehatan yang


dinilai angka kreditnya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara masing-masing Jabatan Fungsional,
meliputi:
1) Penilaian Angka Kredit Unsur Utama
Kegiatan ini terdiri dari atas:
 Pendidikan;
 Pelatihan;
 Pelayanan/pekerjaan;
 Pengembangan profesi;
 Pengabdian masyarakat.

a) Penilaian Angka Kredit dari kegiatan Pendidikan


Yang dimaksud pendidikan sekolah adalah pendidikan yang
diakui atau diakreditasi oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Kesehatan dan Organisasi yaitu :
 Strata 3 (S-3)/Doktor diberikan angka kredit sebesar 200
(dua ratus);
 Dokter Spesialis/Dokter/Apoteker/Magister (S-2) diberikan
angka kredit sebesar 150 (seratus lima puluh);
 Sarjana (S-1)/D-4 diberikan angka kredit sebesar 100

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
100
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

(seratus);
 Diploma III/Sarjana Muda diberikan angka kredit sebesar 60
(enam puluh);
 Diploma II diberikan angka kredit sebesar 40 (empat puluh);
 SLTA/Diploma I diberikan angka kredit sebesar 25 (dua puluh
lima).
(1) Angka kredit yang diperoleh dari pendidikan formal
dengan ijazah sesuai dengan kompetensi jabatan
fungsional kesehatan yang bersangkutan, dikategorikan
ke dalam kegiatan dari unsur utama. Angka kredit yang
diberikan adalah selisih antara angka kredit dari
pendidikan yang baru dengan angka kredit dari
pendidikan yang lama.
Contoh: Pendidikan lama Sarjana (100 AK), Pendidikan
baru Pasca Sarjana (150 AK). Jadi AK yang dimasukkan
adalah 150 AK – 100 AK= 50 AK.
(2) Angka kredit yang diperoleh dari pendidikan formal
dengan ijazah tidak sesuai dengan kompetensi jabatan
fungsional kesehatan yang bersangkutan, dikategorikan
ke dalam kegiatan dari unsur penunjang. Angka kredit
yang diberikan sesuai dengan angka kredit yang
tercantum dalam unsur penunjang. Contoh: Jabfung
Apoteker (S1), mengambil S2 Biostatistik, karena S2
tidak sesuai dengan kompetensi jabfung Apoteker,
maka pendidikan S2 (Biostatistik) masuk dalam kegiatan
penunjang dan mendapat AK 10.

b) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Pelatihan:


(1) Angka kredit dari mengikuti kegiatan pelatihan kedinasan
serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pelatihan (STTPL)
atau sertifikat dapat diberikan apabila pelatihan yang
diikuti sesuai dengan kompetensi jabatan fungsional
kesehatannya dan ditugaskan oleh Kepala/Pimpinan Unit
Organisasi;
(2) Angka kredit dari kegiatan mengikuti pelatihan sesuai

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
101
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

dengan kompetensinya diberikan sesuai dengan jumlah


jam pelajaran pelatihan yang tercantum dalam Peraturan
MENPAN.
Contoh: seorang Jabfung Perawat mengikuti pelatihan
”Manajemen Keperawatan pada Pasien HIV” selama 3
bulan (500 JP), akan mendapat angka kredit 5.
c) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Pelayanan/ Pekerjaan :
(1) Angka kredit dari kegiatan pelayanan/pekerjaan jabatan
fungsional kesehatan dapat diberikan apabila kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan butir kegiatan
sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan yang
berlaku;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan
pelayanan/pekerjaan jabatan fungsional kesehatan baik
tingkat ahli maupun tingkat terampil sesuai dengan butir
kegiatan dan jenjang jabatan fungsional kesehatan
sebagaimana tercantum dalam Peraturan MENPAN;
(3) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan
pelayanan/pekerjaan jabatan fungsional kesehatan satu
tingkat diatas jenjang jabatan fungsional kesehatan yang
dimiliki dihitung 80%.Angka kredit yang diperoleh dari
kegiatan pelayanan/pekerjaan jabatan fungsional
kesehatan satu tingkat dibawah jenjang jabatan fungsional
kesehatan yang dimiliki dihitung 100%.
(4) Pejabat fungsional kesehatan yang melaksanakan tugas
kegiatan pelayanan/pekerjaan jabatan fungsional
kesehatan satu tingkat lebih tinggi harus dibuatkan surat
pelimpahan tugas dari atasan langsungnya.
d) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Pengembangan Profesi:
(1) Angka kredit pengembangan profesi jabatan fungsional
kesehatan dari kegiatan menyusun karya tulis/karya ilmiah
atau menerjemahkan/menyadur karya tulis/karya ilmiah
dibidang kesehatan dapat diberikan apabila memenuhi
kriteria penilaian karya tulis/karya ilmiah;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan pengembangan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
102
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

profesi menyusun karya tulis/karya ilmiah diberikan sesuai


dengan angka kredit yang tercantum dalam Peraturan
MENPAN;
(3) Apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka pembagian
angka kreditnya adalah 60 % (enam puluh persen) bagi
penulis utama dan 40% (empat puluh persen) untuk penulis
pembantu.
(4) Apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka pembagian
angka kreditnya adalah 60 % (enam puluh persen) bagi
penulis utamadan 40% (empat puluh persen) untuk 2
penulis pembantu.
(5) Apabila terdiri dari 4 (empat) orang penulis maka
pembagian angka kreditnya adalah 60% (enam puluh
persen) bagi penulis utama dan 40% (empat puluh persen)
untuk 3 penulis pembantu.
(6) Jumlah penulis pembantu sebanyak-banyaknya terdiri dari
3 (tiga) orang.
e) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Pengabdian Masyarakat:
(1) Angka kredit jabatan fungsional kesehatan dari kegiatan
pengabdian masyarakat dapat diberikan apabila kegiatan
tersebut berkaitan dengan bidang tugas dan profesi
kesehatan masing-masing;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan pengabdian
masyarakat diberikan sesuai dengan angka kredit yang
tercantum dalam Peraturan MENPAN.

2) Penilaian Angka Kredit Unsur Penunjang


Kegiatan ini terdiri dari atas:
 Mengajar/melatih/membimbing pada diklat;
 Peran serta dalam kegiatan pertemuan ilmiah;
 Keanggotaan dalam organisasi profesi;
 Keanggotaan dalam Tim Penilai Angka Kredit Jabatan
Fungsional Kesehatan;
 Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya;
 Memperoleh penghargaan/tanda jasa.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
103
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

a) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Mengajar/Melatih/


Membimbing pada diklat:
(1) Angka kredit jabatan fungional kesehatan dari kegiatan
mengajar/melatih/membimbing pada pendidikan dan
pelatihan pegawai dapat diberikan apabila diklat tersebut
sesuai dengan bidang jabatan fungsional kesehatannya;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan
mengajar/melatih/ membimbing pada pendidikan dan
pelatihan pegawai diberikan sesuai dengan angka kredit
yang tercantum dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.

b) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Mengikuti Pertemuan


Ilmiah :
(1) Angka kredit dari kegiatan mengikuti pertemuan ilmiah
seperti seminar, lokakarya, mengikuti delegasi ilmiah dapat
diberikan apabila kegiatan tersebut dalam lingkup bidang
jabatan fungsional kesehatannya atau memperluas
cakrawala jabatan fungsional kesehatannya dan
merupakan penugasan dari pimpinan unit organisasi;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan mengikuti
pertemuan ilmiah seperti seminar, lokakarya, mengikuti
delegasi ilmiah diberikan sesuai dengan angka kredit yang
tercantum dalam ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

c) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Menjadi Anggota


Organisasi Profesi :
(1) Angka kredit dari kegiatan menjadi anggota organisasi
profesi dapat diberikan apabila organisasi tersebut
merupakan organisasi profesi/keahlian yang
beranggotakan individu-individu yang memiliki
profesi/keahlian yang sama/sejenis, bersifat
internasional/nasional/propinsi dan diakui oleh instansi
Pembina atau Pemerintah.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
104
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan menjadi anggota


organisasi profesi diberikan sesuai dengan angka kredit
yang tercantum dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagi pejabat fungsional kesehatan yang memiliki kartu
anggota lebih dari satu, maka yang dinilai hanya 1 (satu)
kartu tanda anggota.

d) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Menjadi Anggota Tim


Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan :
(1) Angka kredit dari kegiatan menjadi anggota Tim Penilai
jabatan fungsional kesehatan dapat diberikan apabila yang
bersangkutan telah bertugas sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan menjadi anggota
Tim Penilai jabatan fungsional kesehatan diberikan sesuai
dengan angka kredit yang tercantum dalam ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

e) Penilaian Angka Kredit dari Memperoleh Gelar Kesarjanaan


Lainnya:
(1) Angka kredit yang diperoleh dari pendidikan formal dengan
ijazah tidak sesuai dengan kompetensi jabatan fungsional
kesehatan yang bersangkutan (memperoleh gelar
kesarjanaan lainnya), dikategorikan kedalam kegiatan
unsur penunjang.
(2) Angka kredit yang diberikan sesuai dengan angka kredit
yang tercantum dalam unsur penunjang pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pejabat fungsional yang memperoleh Ijazah Strata 1 (S-1),
Strata 2 (S-2) dan Strata 3 (S-3) diluar bidang jabatan
fungsionalnya, diberikan angka kredit sebagai berikut:
 Strata 3 (S-3) diberikan angka kredit sebesar15(lima
belas);
 Strata 2 (S-2) diberikan angka kredit sebesar 10
(sepuluh);
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
105
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

 Strata 1 (S-1)/D-IV diberikan angka kredit sebesar 5


(lima).

f) Penilaian Angka Kredit dari Kegiatan Memperoleh Penghargaan


atau Tanda Jasa :
(1) Angka kredit dari kegiatan memperoleh penghargaan atau
tanda jasa dapat diberikan apabila penghargaan/tanda jasa
diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia atau Negara
Asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas
prestasi dalam pengabdian kepada Nusa, Bangsa dan
Negara;
(2) Angka kredit yang diperoleh dari kegiatan memperoleh
penghargaan atau tanda jasa diberikan sesuai dengan
angka kredit yang tercantum dalam ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Penilaian angka kredit jabatan fungsional kesehatan dari kegiatan


pelayanan, pengembangan profesi, pengabdian masyarakat dan
penunjang tugas diberikan sepanjang masih dalam tenggang
waktu masa penilaian.

Apabila penilaian angka kredit jabatan fungsional kesehatan telah


ditetapkan dalam keputusan, maka angka kredit dari unsur
pelayanan, pengembangan profesi, pengabdian masyarakat dan
penunjang tugas jabatan fungsional kesehatan yang diperoleh
pada masa penilaian tersebut tetapi belum diusulkan, sudah tidak
dapat diperhitungkan kembali untuk masa penilaian berikutnya.
Kecuali untuk penilaian angka kredit dari unsur pendidikan dan
pelatihan dan sejenisnya yang memerlukan waktu untuk
penerbitan ijazah atau sertifikat.

Teknik Penghitungan Angka Kredit


 Pengertian
Teknik penghitungan angka kredit adalah suatu cara/teknik
bagaimana menghitung angka kredit suatu kegiatan yang telah

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
106
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

dilakukan oleh pemangku jabatan fungsional tenaga


kesehatan.Besaran nilai angka kredit dari setiap butir kegiatan
berbeda sesuai dengan bobot, resiko dan tanggung jawab dari
pelaksana pemangku jabatan fungsional.

Dalam pasal 3 Keppres RI No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun


Jabatan Fungsional PNS, jabatan-jabatan yang dihimpun dalam
jabatan fungsional dapat dikategorikan dalam jabatan fungsional
keahlian atau jabatan fungsional ketrampilan.

Berdasarkan penilaian bobot jabatan fungsional maka jabatan


fungsional ahli dibagi dalam 4 jenjang jabatan yaitu utama, madya,
muda dan pertama.Sementara untuk jabatan fungsional terampil
dibagi dalam 4 jenjang yaitu penyelia, pelaksana lanjutan,
pelaksana dan pelaksana pemula.

 Penghitungan Angka Kredit


a) Unsur Utama
1. Unsur Pendidikan dan Pelatihan
Untuk pendidikan, jenjang jabatan disesuaikan dengan latar
belakang pendidikan dasar dengan angka kredit yang
didapat dari unsur pendidikan.
Mengikuti pendidikan
Terampil

Bukti yang Angka


Butir Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
SarjanaMuda/ Fc Ijazah,
60 Semua jenjang
Akademi/DIII Transkrip nilai
Fc Ijazah,
D II 40 Semua jenjang
Transkrip nilai
Fc Ijazah,
SLTA 25 Semua jenjang
Transkrip nilai

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
107
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Ahli

Bukti yang Angka


Butir Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
Fc Ijazah,
S3/Doktor Transkrip nilai, 200 Semua jenjang
dilegalisir
Fc Ijazah,
S2/Pasca Sarjana Transkrip nilai, 150 Semua jenjang
dilegalisir
Fc Ijazah,
S1/D IV Transkrip nilai, 100 Semua jenjang
dilegalisir

Mengikuti pelatihan
Angka
Butir Kegiatan Bukti yang diperlukan Pelaksana
Kredit
Lebih dari 960
Fc STTPL/ Sertifikat 15 Semua jenjang
jam
641 – 960 jam Fc STTPL/ Sertifikat 9 Semua jenjang
481 – 640 jam Fc STTPL/ Sertifikat 5 Semua jenjang
161 – 480 jam Fc STTPL/ Sertifikat 3 Semua jenjang
81 – 160 jam Fc STTPL/ Sertifikat 2 Semua jenjang
30 – 80 jam Fc STTPL/ Sertifikat 1 Semua jenjang

2. Unsur Pelayanan
Dalam unsur pelayanan, kegiatan, bobot pekerjaan dan
tanggung jawab pelaksanaan menentukan besaran nilai
angka kredit.Untuk pemangku jabatan fungsional terampil
mempunyai wewenang dan tanggung jawab berbeda
dengan pemangku jabatan fungsional ahli, demikian pula
dengan jenjang jabatan dari setiap pemangku jabatan
fungsional terampil atau ahli.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
108
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Contoh : Jabfung PKM Ahli

Bukti yang Angka


Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
Menyusun rencana
tahunan :
- Membuat kerangka Kerangka acuan 0,05 PKM Pertama
acuan
- Mengevaluasi Laporan yang 0,06 PKM Madya
penyusunan rencana dilegalisir

Bila didalam suatu unit pelayanan, seorang pemangku


jabfungkes dengan tingkat jabatan tinggi melakukan
tindakan yang menjadi tanggung jawab jabfung dibawahnya,
maka pemangku jabfung yang tinggi tadi mendapat nilai
angka kredit 100 % dari butir kegiatan yang dilakukannya.
Sebaliknya bila dalam kondisi tertentu jabfung dibawahnya
melakukan tindakan yang menjadi tanggung jawab
pemangku jabfung diatasnya, maka pemangku jabfung
tersebut mendapat nilai angka kredit 80 % dari angka kredit
yang seharusnya.
Contoh :
PKM Madya membuat kerangka acuan, maka akan
mendapat nilai angka kredit 0,05. Bila PKM Pertama
melakukan evaluasi penyusunan rencana, maka pemangku
jabfung tersebut mendapat nilai : 80 % x 0,06 = 0,048.

3. Unsur Pengabdian Masyarakat


Dalam unsur pengabdian masyarakat, nilai angka kredit
sama untuk semua jenjang jabatan fungsional dalam bidang
profesinya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
109
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Contoh : Jabfung Perawat

Bukti yang Angka


Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
Melaksanakan
kegiatan Surat tugas Semua
0,5
penanggulangan dan SPMT jenjang
bencana (Terampil)
Melaksanakan
kegiatan Surat tugas Semua
0,5
penangulangan dan SPMT jenjang
bencana (Ahli)

4. Unsur Pengembangan Profesi


Pemberian angka kredit untuk kegiatan pengembangan
profesi yang dilakukan oleh pemangku jabatan fungsional
kesehatan sebagaimana tercantum dalam rincian kegiatan
akan mendapatkan nilai angka kredit yang sama untuk
semua jenjang jabatan fungsional dalam profesinya.
Contoh : Jabfung Asisten Apoteker

Bukti yang Angka


Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
Karya tulis hasil tinjauan
atau ulasan ilmiah hasil
gagasan sendiri dalam
bentuk :
- Buku yang diterbitkan Buku 8 Semua
dan diedarkan secara jenjang
nasional

Karya tulis yang disusun bersama, penulis utama mendapat


angka kredit 60 % dan penulis pembantu 40 %.Jumlah penulis
pembantu sebanyak-banyaknya 3 orang. Jadi bila penulis
utama dengan 3 orang penulis pembantu, maka penulis
utama mendapat 60 % dan masing-masing penulis pembantu

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
110
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

mendapat angka kredit = 40 % : 3 dari jumlah angka kredit


yang seharusnya.

b) Unsur Penunjang
Angka kredit untuk unsur penunjang dalam setiap jenjang
jabatan fungsional nilainya sama.
Contoh : Jabfung Apoteker

Bukti yang Angka


Kegiatan Pelaksana
diperlukan Kredit
Mengajar/melatih yang
berkaitan dengan bidang
farmasi/ kesehatan

Memberikan pelajaran/pelatihan Surat Tugas 0,04 Semua jenjang


kepada sejumlah pelatihan yang Mengajar,
formal dengan materi pelajaran/ Surat telah
pelatihan yang berkaitan dengan melaksanak
bidang kefarmasian an tugas.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan angka


kredit adalah :
(a) Setiap Tim penilai jabatan fungsional kesehatan harus
memahami unsur-unsur kegiatan yang dinilai dalam satuan
angka kreditnya.
(b) Untuk mempermudah penghitungan angka kredit setiap
anggota tim penilai harus memiliki rincian butir kegiatan dan
angka kreditnya dari jabfungkes yang akan dihitung angka
kreditnya.
(c) Dalam penghitungan angka kredit, semua berkas yang
diperlukan harus terlampir.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
111
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

C. Teknik Pengisian Form DUPAK


1) Pengisian Laporan Harian
Kegiatan pemangku jabatan fungsional yang dilakukan setiap hari
mencakup seluruh unsur utama dan penunjang dimasukkan dalam
format, pada akhir bulan jumlah kegiatan dijumlahkan secara
kumulatif dan dihitung angka kreditnya.

2) Pengisian Laporan Bulanan


Laporan harian yang sudah dijumlahkan dalam 1 (satu) bulan,
dipindahkan ke dalam laporan bulanan.

3) Pengisian Laporan 6 Bulan (Semester)


Laporan semesteran dilakukan setiap 6 (enam) bulan, periode
Januari – Desember.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengajuan DUPAK


adalah :
1) Pengumpulan angka kredit dari unsur utama minimal 80 % dari
total jumlah angka kredit kumulatif yang harus dikumpulkan untuk
naik ke jabatan setingkat diatasnya, dan angka kredit dari unsur
penunjang maksimal 20 % dari total jumlah angka kredit yang harus
dikumpulkan untuk naik ke jabatan setingkat diatasnya.
2) Telah memenuhi jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk
kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi.
3) Diterima sesuai jadwal yang ditetapkan, selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat
periode April, angka kreditnya ditetapkan selambat-lambatnya
pada bulan Januari tahun yang bersangkutan, sedangkan kenaikan
pangkat periode Oktober, angka kreditnya ditetapkan selambat-
lambatnya pada bulan Juli.
4) Dilengkapi bukti fisik antara lain : Fotokopi Ijazah, STTPL, Surat
Pernyataan Melakukan Pelayanan, Pengabdian Masyarakat/
Pengembangan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat,
Pengembangan Profesi dan Kegiatan Penunjang.
5) DUPAK yang lengkap diserahkan kepada Ketua Tim Penilai yang
akan membagi tugas kepada anggota tim.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
112
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok Bahasan 3.
LAPORAN HASIL PENILAIAN ANGKA KREDIT

A. Pengertian
Penyusunan Laporan Hasil Penilaian (Verifikasi) adalah hasil penilaian
DUPAK dan angka kredit yang dituangkan secara tertulis dan rinci
berdasarkan unsur, sub unsur dan butir-butir kegiatan yang diajukan.

Tujuan Penyusunan Laporan :


1) Sebagai dokumen penting hasil penilaian tim
2) Sebagai acuan/pedoman bagi sekretariat tim penilai apabila
dikemudian hari ada hal – hal yang perlu diklarifikasi/umpan balik
terhadap hasil penilaian bagi pemangku jabfungkes
3) Sebagai masukan didalam melakukan perbaikan mekanisme
penilaian serta pemanfaatannya.

Teknik Penyusunan Laporan Penilaian :


1) Tuliskan identitas pejabat fungsional yang dinilai dalam format
yang telah ditetapkan
2) Pada unsur/sub unsur dan butir-butir kegiatan, tuliskan nilai angka
kredit yang diusulkan disebelah kiri dan nilai angka kredit hasil
penilaian/yang disetujui tim penilai di sebelah kanan.
3) Jumlah nilai angka kredit yang diajukan dari setiap unsur dan sub
unsurdituliskan disebelah kiri sementara jumlah nilai angka kredit
hasil penilaian/yang disetujui disebelah kanan.
4) Tanda tangan dan nama jelas dari anggota tim yang menilai berkas
DUPAK jabfungkes tertentu.
5) Tim penilai dapat memberikan catatan pada lembar terakhir
DUPAK yang berisi:
(a) Rekomendasi dari tim penilai kepada Pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit mengenai pejabat fungsional
kesehatan yang dinilai;
(b) Catatan perkembangan nilai angka kredit, khususnya bagi
yang tidak dapat memenuhi angka kredit yang dipersyaratkan
untuk periode tertentu.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
113
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Format Laporan Penilaian Angka Kredit

Nama Pejabat Fungsional :


Instansi/Unit Kerja :
Jabatan :
Pangkat/Golongan :

Unsur/sub Hasil
Unsur/sub unsur/ AK yang Keterangan
NO NO unsur/butir Penilaian
butir kegiatan diusulkan /Justifikasi
kegiatan AK

Jumlah AK yang Jumlah AK


diusulkan Hasil Penilaian

Rekomendasi :
……………………………………………………….…………………….

Tim Penilai

Tanda tangan
(Nama Jelas)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
114
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

VIII. REFERENSI
1. Kepmenkes RI Nomor 153/MENKES/SK/III/2006 tentang Pedoman
Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
2. Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Kesehatan di
lingkungan Departemen Kesehatan.
3. Kepmenpan/Permenpan masing-masing Jabatan Fungsional
Kesehatan dan Angka Kreditnya
4. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan masing-masing
Jabatan Fungsional Kesehatan dan Angka Kreditnya.

IX. LAMPIRAN
1. Formulir Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) Jabatan
Fungsional Teknisi Elektromedis
2. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan
3. Formulir Laporan Enam Bulanan
4. Formulir Laporan Harian
5. Panduan Latihan :
 Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3
orang.
 Masing-masing kelompok menilai/mengkaji berkas pengajuan
DUPAK yang dibagikan oleh fasilitator.
 Setiap kelompok mempresentasikan hasil kajian dan kelompok
yang lain memperhatikan, setelah itu memberikan tanggapan.
 Fasilitator memberikan masukan terhadap tanggapan kelompok.
 Fasilitator menyimpulkan hasil pembelajaran.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
115
MATERI PENUNJANG 3
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

MATERI PENUNJANG. 3
ANTI KORUPSI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan.
Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi,
sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial
kemasyarakatan di negeri ini.

Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum


menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap
saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita
yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini
tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini.

Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary


crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua
bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan
pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa
melibatkan peran serta masyarakat.

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1


Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu
disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
kegiatan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan
agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan
terhindar dari perbuatan korupsi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
116
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan


korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui
pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi
yang selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja.

Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar


pada setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian
Kesehatan maka perlu disusun modul anti korupsi sebagai pegangan
fasilitator dalam menyampaikan materi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi
di lingkungan kerjanya.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Korupsi
2. Menjelaskan Anti Korupsi
3. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
4. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan
Pidana Korupsi (TPK)
5. Menjelaskan Gratifikasi
6. Menjelaskan Kasus-kasus Korupsi.

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:
Pokok bahasan 1. Konsep korupsi
Sub pokok bahasan:
a. Definisi Korupsi
b. Ciri-ciri Korupsi
c. Bentuk/ Jenis Korupsi
d. Tingkatan Korupsi
e. Faktor Penyebab Korupsi
f. Penyebab Korupsi
g. Dasar Hukum

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
117
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pokok bahasan 2. Anti Korupsi


Sub pokok bahasan:
a. Konsep Anti Korupsi
b. Nilai-nilai anti korupsi
c. Prinsip-prinsip anti korupsi
Pokok bahasan 3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Sub pokok bahasan:
a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya Pemberantasan Korupsi
c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi
Pokok bahasan 4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran Tindak
Pidana Korupsi
Sub pokok bahasan:
a. Laporan
b. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat
c. Pengaduan
d. Tata Cara Penyampaian Pengaduan
e. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kemenkes
f. Pencatatan Pengaduan
Pokok bahasan 5. Gratifikasi
Sub pokok bahasan:
a. Pengertian Gratifikasi
b. Landasan Hukum Gratifikasi
c. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
d. Contoh Gratifikasi
e. Sanksi Gratifikasi
Pokok bahasan 6. Kasus-kasus Korupsi

IV. METODE
Ceramah tanya jawab

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


a. Bahan tayang
b. Flipchart

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
118
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

c. LCD projector
d. Laptop
e. Whiteboard
f. Spidol

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:

Langkah 1: Pengkondisian peserta


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan
pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan
tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah
tanya jawab, kemudian curah pendapat.

Langkah 3. Latihan Kasus


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
2. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap
kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama
dikerjakan oleh 2 atau 3 kelompok
3. Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
4. Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus)
dan kelompok lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan
komentar atau sebagai penyanggah.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
119
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian


hasil untuk tiap jenis kasus

Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan


Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang
disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
KONSEP KORUPSI

Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama


kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi
yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari
kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering
dikaitkan pemaknaannya dengan politik.

Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi


adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas
mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat
para pakar.

A. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema
Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960).
Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin
tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
120
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,


kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.

Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah


berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan
“penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan,
dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa


(Muhammad Ali: 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

B. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. berlindung di balik pembenaran hukum;
5. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. mengkhianati kepercayaan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
121
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

C. Bentuk/ Jenis Korupsi


Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku
Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK: 2006)

No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi


1 Kerugian Keuangan Negara
 Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada
2 Suap Menyuap
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
 Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penye-lenggara
negara .... karena atau berhubungan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-batannya;
 Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang mele-kat pada
jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedu-dukan tersebut;
3 Penggelapan Dalam Jabatan
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan karena
jabatannya, atau uang/ surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-
tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
adminstrasi;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-
tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
122
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja


menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak da-pat dipakai
barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
4 Pemerasan
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain se-cara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan
utang;
5 Perbuatan Curang
 Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-
gunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu me-
nyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang;
 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan per-buatan
curang;
6 Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan atau perse-waan yang pada saat

dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan


untuk mengurus atau mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara
dianggap pemberian suap, apabila ber-hubungan dengan
jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
123
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

D. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
1. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan
material baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada
level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan
bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia

2. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)


Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan
merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui
struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-
lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa
mendapatkan keuntungan materi.

3. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)


 Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
 Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau
amanat yang diterimanya adalah koruptor.
 Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
 Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan
bentuk korupsi.

E. Faktor Penyebab Korupsi


Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka
perlu diketahui faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua
penyebab korupsi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya
sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap
berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh
kalau tidak menggunakan kesempatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
124
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman


antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara
negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk
berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan
korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah
puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan
korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga
dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu:
menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak
peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia


mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek
individu pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat
individu, dan korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.

1. Aspek Individu Pelaku Korupsi


Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral
kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi
untuk kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.

Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian


bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan
memberikan ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat
menurut agamanya masing-masing, ternyata tidak banyak
membawa implikasi positif terhadap upaya pemberantasan
korupsi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
125
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku


konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan
kurupsi, tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial,
karena terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya
hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

2. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang
benar, sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai,
kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta manajemen yang
lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan
menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi.

Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan


secara kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan
korupsi. Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun
untuk membuka praktik korkupsi kepada publik.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga
turut menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat
yang kondusif untuk melakukan korupsi.

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya


atau kebiasaan dalam organisasinya secara langsung maupun tidak
langsung telah menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif
pada dirinya, organisasi bahkan orang lain.

Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan


berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat
terbiasa hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang
berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
126
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

4. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk


Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa
perbuatan korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-
sebab yang sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif,
tetapi disebabkan pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif
bagi setiap individu untuk melakukan tindakan korupsi. Sedangkan
perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah
korupsi banyak dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan, atau
kedudukan. Tetapi korupsi dalam artian memberi suap, juga
banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum profesional bahkan
termasuk Advokat.

Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak


korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-
aturan yang dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan
tantangan besar yang masih harus dihadapi negara ini. Kualitas
tata kelola yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas
kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak
memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost
generation bagi Indonesia.

Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi


pemerintah, beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian
adalah menyangkut manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan
penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya penghasilan,
sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak
terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.

Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang


pada akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good
governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good
governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait
dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.

Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang


atau sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
127
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

berikutnya korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya


bisa terjadi karena dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku
korkupsi, pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.

F. Dasar Hukum tentang Korupsi


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi
adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah
diubah dengan UU no. 20 Th. 2001.

Pokok Bahasan 2.
KONSEP ANTI KORUPSI

A. Definisi Anti korupsi


Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan
menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.

Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah


bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan
korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.

Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan


melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan)
dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
128
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

B. Nilai- nilai Anti Korupsi


Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran,
kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja
keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang
akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan
dengan baik. Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti
korupsi

1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati,
tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat
yang sangat penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur
pegawai tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono:
2008).

Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan


budaya kerja sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya
seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam
kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai terbukti melakukan
tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja maupun sosial,
maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut. Sebagai akibatnya pegawai akan
selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi
orang lain karena selalu merasa curiga terhadap pegawai tersebut
yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika
seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun
kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali
kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa
pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai ter-sebut tidak akan
mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut.
Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh setiap pegawai
sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk karakter
mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
129
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan,
memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai
kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan
di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon pemimpin masa
depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun
lingkungan di luar dunia kerja.

Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak


berada di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk
mengembangkan sikap peduli di kalangan pegawai sebagai subjek
kerja sangat penting. Seorang pegawai dituntut untuk peduli
terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja, terhadap
pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan
efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam
dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap
lingkungan di luar dunia kerja.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di


antaranya adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang
atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan
kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat
memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya.
Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah
melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka
pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan
tindakan tercela tersebut.

3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain
untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting
untuk masa depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur
kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung
jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri
(mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
130
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

lain. Dengan karakter kemandirian tersebut pegawai dituntut


untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya
sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (Sugono:2008). Dalam mengatur kehidupan
dunia kerja baik kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin.
Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer di barak
militier namun hidup disiplin bagi pegawai adalah dapat mengatur
dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup
kerja maupun sosial dunia kerja.

Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai


tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga
membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan.
Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk
kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada
seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja,
mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada
pekerjaan.

5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008).

Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang
telah lulus dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan
pekerjaan dalam sebuah lembaga yang bernama organisasi.
Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki
kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai
yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki
rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh
hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
131
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang


kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik berhak untuk
mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil
dari kepercayaan orang lain terhadap pegawai tersebut. pegawai
yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk
dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin
suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah


perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan
kewajiban menerina dan menyelesaikan semua masalah yang telah
di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian
dan pengorbanan.

6. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan,
tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian,
ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan
pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan pegawai
harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus
menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang
lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya,
maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya.
Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai bersama
dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum.

Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil


yang sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi
tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia
kerja, para pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu
pengetahuan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
132
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

7. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi
dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya
perlu dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa
penkerjaannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap pegawai
dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan
kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap
kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal
tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.

Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina


untuk memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip
hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin
hubungan antara sesama pegawai karena prinsip ini akan
mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak,
egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup
sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang
berlebihan.

8. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang
sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian,
untuk menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan
pendirian dan keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus
mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.

Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pegawai dalam


kehidupan di dunia kerja dan di luar dunia kerja. Antara lain dapat
diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela
kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
jawab, dan lain sebagainya

Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam


kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya program-program
kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang berlaku di
dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
133
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat
sebelah, tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali
dibina agar pegawai dapat belajar mempertimbangkan dan
mengambil keputusan secara adil dan benar.

C. Prinsip-prinsip Anti Korupsi


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk
mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas
prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi,
kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor
eksternal penyebab korupsi. Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi:

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan
kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya
sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun
konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan
individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-
lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat,
publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.

Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang


digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku
administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat
memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas
eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti
yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab
kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre:
2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang
yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan
mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005).

Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam


mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program,
akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
134
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik


(Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus
dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme
pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang
dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan,
dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara
langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Transparansi adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya
adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena
pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka,
sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik
(Prasojo: 2007).

Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi


seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk
yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan
dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust)
karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan
modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat
melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan
masa mendatang (Kurniawan: 2010).

Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses


penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses
pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.

1) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari


perencanaan, implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan
penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.

2) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait


dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber
pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran
(anggaran belanja).

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
135
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

3) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan


peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan
(pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari
pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.

4) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek


pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang
lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh
masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses
evaluasi.

5) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek


dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara
teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat


melaksanakan kegiatannya agar lebih baik. Setelah pembahasan
prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari
masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat
mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam kehidupan
keseharian pegawai.

3. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip
fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam
bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip
kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan
disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.

Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan


aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan,
pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan
fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
136
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya


ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money
untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya
prinsip fairness.

Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam


kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran
program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar.
Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban,
harus disusun dengan penuh tanggung-jawab.

4. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.
Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat
mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-
undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat
memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol
terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para
pejabat negara.

Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,


pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan
efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait
dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan
tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.

Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh


aktor-aktor penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.

Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
137
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap


hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur
kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat
dalam pemberantasan korupsi.

5. Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol
kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul
efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini,
akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di
Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem
pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia.

Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi.


Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol
terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan
pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.

Pokok Bahasan 3.
UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa


berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di
kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan
menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya.

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor


penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah
seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan
prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan
bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah
menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang
paling tepat untuk memberantas korupsi.

Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat


hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
138
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi


untuk menjalankan peraturan tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan,
dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang
bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya
dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi. Namun korupsi
tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya lagi,
dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut
dalam beberapa kasus justru ikut menumbuh suburkan korupsi yang
terjadi di Indonesia. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal
penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama) memegang peranan yang
sangat penting untuk mencegah korupsi. Yang cukup mengejutkan,
negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah
negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat
beragama.

Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan


lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus
direformasi. Reformasi ini meliputi reformasi terhadap:
 sistem
 kelembagaan maupun pejabat publiknya
 ruang untuk korupi harus diperkecil
 transparansi dan akuntabilitas serta
 akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik
harus ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan
dan pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di
berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan
dan digali bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk
memberantas korupsi.

A. Upaya Pencegahan Korupsi


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan
untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations
yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat
dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004) .

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
139
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi


Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani
korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara didirikan lembaga
yang dinamakan Ombudsman. Peran lembaga ombudsman yang
kemudian berkembang pula di negara lain antara lain menyediakan
sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang
dilaku-kan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu
lembaga ini juga mem-berikan edukasi pada pemerintah dan
masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of
conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah
mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat
mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur
dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC: 2004).

Indonesia sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk


untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa saja yang sudah dilakukan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah dan
memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari
kinerja KPK yang merupakan lembaga independen anti-korupsi
yang ada di Indonesia? Ada beberapa negara yang tidak memiliki
lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti KPK Namun
tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat rendah.
Mengapa? Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya
telah berfungsi dengan baik dan aparat penegak hukumnya
bekerja dengan penuh integritas.

Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus


bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus
korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga
peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak
mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti
pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus
ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
140
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

(unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political


will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam
berbagai perkara korupsi. Di tingkat departemen, kinerja lembaga-
lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan.
Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya
gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat
tinggi.

Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah


satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang
harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula
kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk
menghindari praktik suap menyuap dalam rangka pelayanan publik
adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus
dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang juga cukup
krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan
memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil
oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran
umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan
otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong
korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi
berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat
pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau
diawasi terbukti melakukan korupsi

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri


yang menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan
hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk
meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri,
bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang
sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis
insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
141
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

2. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access
to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat
meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan
dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public
awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap
bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah
satu bagian

3. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan
mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan
jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah
menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat
kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya
apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai
menjabat.

Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di


pemerintahan pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk
memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang
atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas
atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari
pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus
dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi
masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang
sangat penting dari upaya memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah


dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
142
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak


korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.
Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media
massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala


bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan
sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi bahkan
memasukkan materi budaya anti korupsi menajdi bagian dari
pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil negara. Salah satu
cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi
masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.

Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana masyarakat


dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus
korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah
atau disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex. Di
beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan “pencemaran nama
baik” tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan
kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap
lebih besar dari pada kepentingan individu.

Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin
banyak informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham
mereka akan bahaya korupsi. Media memiliki fungsi yang efektif
untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal


atau internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah
dan memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat
sipil (civil society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan
begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang
Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas,
LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku
pejabat publik.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
143
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab


terjadinya korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam bab
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas
faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari


diri pribadi atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari
lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya
dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya
mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut. Faktor
internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi
tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut
antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk
dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk
mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti
korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-
prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,
kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/ institusi/
masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan
nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.

B. Upaya Pemberantasan Korupsi


Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab
mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu
negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker
ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia
menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun
pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan
masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami
bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
144
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan


strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat
karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di
mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep
atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan


memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan
dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas
korupsi.

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum


(pidana) saja dalam memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk


memberantas korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan
hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku
yang terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus dihukum
(diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus
dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk
menghukum pelakunya

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan,


lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku
korupsi bila hasilnya tidak ada? Jawabannya adalah: jangan hanya
mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu strategi saja yakni
dengan menggunakan sarana penal, karena ia tidak akan mempan
dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita lihat
bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas
korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut
menumbuhsuburkan praktik korupsi.

C. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK)


1. Adanyan regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
145
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Komunikasi Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian


Kesehatan Tahun 2013
 Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan
fasilitas kantor
 Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi
 Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang
antikorupsi dengan topik tentang gaya hidup PNS,
kesederhanaan, perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan
kemampuan lokus
 Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung
jawab) berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi
gratifikasi
 Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat
whistle blower dan justice collaborator

2. Perbaikan Sistem
 Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah
hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
 Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi
simpel dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti
korupsi. Reformasi birokrasi.
 Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan
fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya
untuk kepentingan pribadi.
 Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas.
 Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
 Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil
terjadinya human error.

3. Perbaikan manusianya
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada
peran penting keluarga dalam menanamkan nilai anti korupsi.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
146
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada


peran penting keluarga dalam proses pencegahan korupsi.
Keluarga batih menjadi pihak pertama yang bisa menanamkan nilai
anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan. "Keluarga batih
itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi
ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin
mantap.

KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika


seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman
sendiri, penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan.
Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai
dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi karena
mereka sudah punya pemahaman sendiri.
 Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman.
Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional
antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas
bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat
untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi,
mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian
masyarakat untuk melawan korupsi.
 Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada bangsa. Menolak
korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele
herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan
kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003).
 Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan
penkerjaan anti korupsi.
 Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
 Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi,
pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap,
pemimpin yang bisa menjadi teladan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
147
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Cara Penanggulangan Korupsi


Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan
menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai
tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan
dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji),
menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau
atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian
dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi
sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan
dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya
korupsi.

Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan


hukuman yang berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan
implementasinya maka aspek individu penegak hukum menjadi
dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting
di dalamnya.

Pokok Bahasan 4.
TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA
KORUPSI

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita


melihat ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana
korupsi namun kita binggung bagaimana cara melaporkan kasus
tersebut..

Pengertian Laporan/ pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1


angka 24 dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak


atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
148
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:


Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut
hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)

A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk
pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada
atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/
kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan
pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh
pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban
untuk melaporkan tindakan tersebut.

Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi
di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian
Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme
pengaduan tindak pidana korupsi.

Mekanisme Pelaporan :
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan
laporan penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat
kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal
memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi
ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan
semesteran untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
149
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

B. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan
evaluasi (money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi
dengan Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan money dan penyusunan laporan
hasil money dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal.

Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
berupa:
1. Tindakan administratif;
2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3. Tindakan perbuatan pidana;
4. Tindakan pidana;
5. Perbaikan manajemen.

C. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan
berbagai jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang
memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat
memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.
Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian
telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan,
dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan
pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan
pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam
hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat
Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang
dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana
delik aduan ataukah bukan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
150
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

D. Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi,
beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya.

Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan


dikelompokkan dalam:
1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung


informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur
Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian
masyarakat atau negara.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan


pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa
sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga
bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat.

Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat,


partai politik, institusi, kementerian/ lembaga pemerintah, dan
pemerintah daerah. Pengaduan masyarakat di lingkungan
Kementerian Kesehatan dapat disampaikan secara langsung melalui
tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan media
cetak kepada pimpinan atau pejabat Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan


secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat


disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit
utama dilingkungan Kementerian Kesehatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
151
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus


ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak pengaduan diterima.

E. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan


Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/
Per/ VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga
dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk
pengawasan. Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat
secara terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah
dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/
2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya
para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit
Eselon I di Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan


ditangani oleh Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kementerian Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri
berdasarkan kewenangan masing-masing.

Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan


Kementerian Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan
dapat dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat
meliputi pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan,
dan pengarsipan.

Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui


klarifikasi atau memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada
unit terkait yang berwenang menangani. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penanganan pengaduan masyarakat tercantum dalam
Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kementerian Kesehatan.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
152
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

F. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun
peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan
secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut
atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya
berupa pengaduan tertulis.

Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan


sebagai berikut:
1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu
pada Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai
politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/
Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email,
dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau
menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan
yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir
yang disediakan.
2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat
informasi tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal
diterima, identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan.
3. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis
dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
pengaduan diterima, dengan tembusan disampaikan kepada
Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian
Kesehatan.

Pokok Bahasan 5.
GRATIFIKASI

A. Pengertian Grafitasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud
dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata
tersebut dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti
“gratis di kasih”.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR – 2014
153
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda,


“Gratificatie”, atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan
hadiah uang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi


diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang
telah ditentukan.

Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar


negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik.

Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:


 Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari
pemenang lelang;
 Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket
tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya;
 Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai
tanda perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
 Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari
pemohon ijin yang sudah dilayani.
 Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif
dan Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan,
Honor-honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun
dituangkan dalam SK yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga
(misal, Golf, dll); Memberikan hadiah pada event-event tertentu
(misal, bingkisan hari raya, pernikahan, khitanan, dll).

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
154
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan


momen-momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik,
seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu),
hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan
pengaruh jabatan

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun


2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar


negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik.

Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak
berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. Landasan Hukum Gratifikasi


Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) Obyek Hukum

Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang


Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001

Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan
kepada KPK”

Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001


tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
155
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya


kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat
30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2)


pegawai negeri

Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga


tertinggi negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara,
menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis
dalam kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang


dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum
pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara
atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi
yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang
yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat

Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

C. Gratifikasi Merupakan Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan
dengan jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang


perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara
negara atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara
atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu
gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang
pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun
pekerjaannya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
156
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh
petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas

D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara
lain:
 Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena
telah dibantu;
 Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada
saat perkawinan anaknya;
 Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
 Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri
untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
 Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
 Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi
lainnya dari rekanan;
 Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat kunjungan kerja;
 Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat


dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang
mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau
semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan
pejabat/ pegawai negeri dengan si pemberi.

E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang :
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
157
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang


menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-
olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas
umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang
kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara
yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang
berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta
dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya.

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
158
Modul Pelatihan Tim Penilai Jabatan Fungsional Kesehatan

VIII. REFERENSI
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan
Pengaduan Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013
Tentang Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan
Tantangan bagi Dunia Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR – 2014
159
SEKRETARIAT TIM PENILAI
JABATAN FUNGSIONAL TEKNISI ELEKTROMEDIS

PERTIMBANGAN TIM PENILAI


Masa Penilaian : Oktober 2010 s/d Maret 2011

I KETERANGAN PERORANGAN
1 Nama :
2 NIP / KARPEG :
3 Tempat/tanggal lahir :
4 Pangkat / Gol ruang, TMT :
5 Jenis kelamin :
6 Pendidikan :
7 Jabatan :
8 Unit kerja :

II PENILAIAN ANGKA KREDIT


INSTANSI TIM PERTIMBANGAN
UNSUR YANG DINILAI KET.
PENGUSUL PENILAI TIM PENILAI
1 UNSUR UTAMA
a Pendidikan
1 Pendidikan sekolah memperoleh gelar/ijazah Setuju/Tidak setuju

2 Diklat fungsional TEM mendapat STTPL Setuju/Tidak setuju

b Pelayanan Teknik Elektromedik Setuju/Tidak setuju

c Pengembangan Profesi Setuju/Tidak setuju


2 UNSUR PENUNJANG
1 Penunjang Tugas teknisi Elektromedis Setuju/Tidak setuju

III JUMLAH KESELURUHAN Setuju/Tidak setuju

Keterangan :
1 PAK SK. Penyesuaian No. : Jakarta,
Tanggal : : TIM PENILAI
AK masa pen. Okt 2010 s/d Maret 2011 : Ketua/Wk.Ketua/Anggota
Jumlah :

2 Jumlah AK untuk persyaratan kenaikan


pangkat menjadi . . . . . . . . . . .
Gol. Ruang . . . . . . . . : ( )
NIP. :

Anda mungkin juga menyukai