Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Negara Hukum

2.1.1 Negara Hukum

Pemikiran mengenai negara hukum sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua

dari usia ilmu negara itu sendiri, gagasan itu merupakan gagasan modern yang multi

perspektif dan selalu aktual. Apabila melihat sejarah, perkembangan pemikiran filsafat

mengenai negara hukum dimulai sejak tahun 1800 S.M.10 Perkembangannya terjadi

sekitar abad ke-19sampai dengan abad ke-20. Menurut Jimly Ashiddiqie, gagasan

pemikiran mengenai negara hukum berkembang dari tradisi Yunani Kuno.11

Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas

hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. 12 Keadilan tersebut

memiliki arti bahwa setiap tindak tanduk negara serta penguasa baik dalam rangka

melakukan fungsi-fungsi kenegaraan ataupun menciptakan produk-produk hukum

haruslah selalu memperhatikan kondisi masyrakat sekitar serta tidak boleh melenceng

dari dimensi keadilan itu sendiri.

Senada dengan pendapat Aristoteles, Negara Hukum menurut Abdul Aziz

Hakim13 adalah negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya.

Artinya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau

10
S.F. Marbun, 1997, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, No. 9 Vol. 4, h. 9
11
Jimly Ashiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di
Indonesia, Jakarta, Ichtiar Baru van Hoeve,1994 h. 11
12
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat
Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta,
Bulan Bintang, 1992, h.72-74.
13
Abdul Aziz Hakim, Op.Cit, h. 8

10
11

penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum

sehingga dapat mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.

Pengertian lain negara hukum secara umum ialah bahwasanya kekuasaan

negara dibatasi oleh hukum yang berarti segala sikap, tingkah laku dan perbuatan

baik dilakukan oleh penguasa atau aparatur negara maupun dilakukan oleh para

warga negara harus berdasarkan atas hukum.

Wirjono Projadikoro14 menggabungan kata-kata Negara dan Hukum, yaitu

istilah “Negara Hukum” berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya meliputi:

1. Semua alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat perlengkapan dari


pemerintah dalam tindakan-tindakannya baik terhadap para warga negara
maupun dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh sewenang-
wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang
berlaku, dan
2. Semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada
peraturanperaturan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Sudargo Gautama mengemukakan15, ada tiga ciri atau unsur-

unsur Negara Hukum, yakni:

a. Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya


adalah negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara
dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak terdapat negara atau rakyat
mempunyai hak terhadap penguasa.
b. Asas Legalitas yang berarti bahwa setiap tindakan negara harus
berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati
juga oleh pemerintah atau aparatnya
c. Pemisahan Kekuasaan.
Pendapat diatas berdasarkan pendapat yang dikemukan oleh F.J. Stahl16 yang

mengemukakan bahwa elemen dari negara hukum antara lain :1) adanya jaminan

14
Ibid, h. 9
15
Lihat. Abdul Aziz Hakim,Op.Cit, h. 10
16
ibid

11
12

atau hak dasar manusia; 2) adanya pembagian kekuasaan Pemerintah berdasarkan

peraturan hukum; 3) danya peradilan administrasi negara

Konsep Negara Hukum dalam Anglo Saxon, dikemukakan Albert Van

Dicey17 salah seorang pemikir Inggris yang juga seorang penulis buku

mengemukakan, ada tiga (3) unsur utama the rule of law, yakni;

1.Supremacy of law adalah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu


negara ialah hukum (kedaulatan hukum).
2.Equality before the law ; kesamaan bagi kedudukan di depan hukum untuk
semua warga negara, baik selaku pribadi maupun sebagai pejabat negara
3.Constitution based on individual right; konstitusi itu tidak merupakan
sumber dari hak asasi manusia dan jika hak asasi manusia diletakan dalam
konstitusi itu hanyalah sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus
dilindungi.

2.1.2 Indonesia sebagai Negara Hukum

Menurut Utrecht18, prinsip-prinsip negara hukum berkembang sering dengan

perkembangan masyarakat dan negara. Utrecht membedakan dua macam negara

hukum, yaitu negara hukum formil atau negara hukum klasik dan negara hukum

materiil atau negara hukum yang bersifat modern. Perbedaan kedua model negara

hukum tersebut terletak pada tugas negara. Dalam negara hukum formil, tugas negara

adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ketertiban

atau leih dikenal sebagai negara penjaga malam ( nactwackerstaats). Sementara

dalam negara hukum materiil, tugas negara tidak hanya sekedar menjaga ketertiban

saja, melainkan juga untuk mencapai kesejahteraan rakyat untuk mencapai keadilan (

welfarestate ). Konsep negara hukum materiil menjadikan tugas utama negara

17
Ibid, h. 13
18
Uthrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,Jakarta, Ichtiar,1962. h.9

12
13

sebagai pelayan bagi masyarakat (public service), dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat tersebut.

Konsep negara hukum kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi

pemerintah (bestuurfunctie) dalam negara-negara modern. Negara kesejahteraan

merupakan antitesis dari konsep negara hukum klasik, yang didasari oleh pemikiran

untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penyelenggara kekuasaan negara. 19

Anthony Giddens mengatakan20, konsep fungsi negara yang demikian tersebut

menjadikan negara mempunyai sifat intervensionis, artinya bahwa negara selalu akan

ambil bagian dalam setiap gerak dan langkah masyarakat dengan alasan untuk

meningkatkan kesejahteraan umum. Oleh karenanya dalam Negara kesejahteraan

tidak jarang tugas negara menjadi sangat luas dan menjangkau setiap aspek

kehidupan masyarakat (warga negara) dalam segala bidang. bahkan di beberapa

negara tertentu negara juga masuk dalam kehidupan privat warga negaranya (missal :

perkawinan, agama, dan lain sebagainya).

Indonesia sebagai negara yang lahir pada era modern, tentu tidak lepas dari

pengaruh model-model negara hukum yang telah ada sebelumnya. Namun, Maria

Farida berpendapat21 bahwa prinsip negara hukum Indonesia adalah negara pengurus

(Verzonginstaat). Apabila dicermati secara sungguh-sungguh konsep negara hukum

ini hampir sama dengan konsep negara hukum kesejahteraan. Hal tersebut juga

ditegaskan melalui pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada alinea

IV. Hal yang menjadikan prinsip negara hukum Indonesia mirip dengan kesejahteraan

19
W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, Jakarta, Cahaya Atma Pustaka,2014.h.1
20
Anthony Giddens, The Third Way : Jalan ketiga Pembangunan Demokrasi Sosial, Jakarta,
Gramedia,1998.h. 100
21
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan (Dasar-Dasar dan Pembentukannya),
Jakarta, Kansius,1998. h.1

13
14

adalah frasa “kesejahteraan” yang dipertegas dalam aline IV, pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tersebut. Penegasan tersebut

menimbulkan konsekuensi bahwa negara Indonesia tidak hanya harus menjadikan

hukum sebagai panglima dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

(Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945). Namun, juga menjadikan kesejahteraan rakyatnya

sebagai prioritas dalam tujuan dibentuknya negara.

2.2 Teori Kewenangan

2.2.1 Pengertian Kewenangan

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan

kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak,

kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab

kepada orang/badan lain.22

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum kita juga

sering menemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering

disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan

dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering

disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam

arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule

and the ruled).23

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak

berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh Henc

22
Kamal Hidjaz. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan
Daerah Di Indonesia. Makassar, Pustaka Refleksi,2010. h. 35
23
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1998, h.
36

14
15

van Maarseven disebut sebagai “blote match”,24 sedangkan kekuasaan yang berkaitan

dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang rasional atau legal, yakni

wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum. Hal ini dipahami sebagai suatu

kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang

diperkuat oleh Negara .

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 25 Kekuasaan

memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh

Eksekutif, Legislatif dan Yudisial adalah kekuasaan formal (legal). Kekuasaan

merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu:

a. hukum
b.kewenangan (wewenang)
c. keadilan
d.kejujuran
e. kebijakbestarian, dan
f. kebijakan.26
Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara dalam

keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat berkiprah,

bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Oleh karena itu

Negara harus diberi kekuasaan. Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah

kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah

24
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia,
Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Surabaya,
Universitas Airlangga, 1990, h. 30
25
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang,Surabaya, Makalah, Universitas Airlangga, ,
tanpa tahun, h. 1
26
Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, Yogyakarta, Universitas Islam
Indonesia, 1998, h.37-38

15
16

laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai

dengan keinginan dan tujuan dari orang atau Negara.27

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ

sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten

complex) dimana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak

dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban.28 Dengan demikian

kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan

kewenangan hanya beraspek hukum semata yang artinya; kekuasaan itu dapat

bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi

(inkonstitusional),

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang

digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah

“bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika

dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah

“bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya.Istilah

“bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum privat.

Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan

dalam konsep hukum publik.29

Senada dengan pendapat Phillipus M, Hadjon, dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

tepatnya pada pasal 1 angka (6) kewenangan diartikan sebagai kekuasaan badan

dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak

27
Miriam Budiardjo, Op.Cit, h. 35
28
Rusadi Kantaprawira, Op.Cit, h. 39
29
Phillipus M. Hadjon, Op.Cit, h. 20

16

Anda mungkin juga menyukai