Anda di halaman 1dari 14

1) Harmonisasi adalah suatu usaha atau proses untuk meningkatkan keserupaan atau

kecocokan antara praktik akuntansi antarnegara dengan batasan-batasan tertentu,


nasional, metoda, dan format pelaporan keuangan. Harmonisasi standar akuntansi
menjadi sangat penting bagi perusahaan-perusahaan multinasional, diperlukan untuk
mengurangi hambatan berupa peraturan terhadap upaya perolehan laba lintas batas. Sejak
tahun 1982, tujuan IASC telah berubah dari tujuannya semula untuk menyusun satu
standar akuntansi yang seragam untuk semua negara menjadi suatu proses harmonisasi
SAI. IASC mulai menyadari bahwa standardisasi merupakan usaha yang sulit. Oleh
karena itu alternatif lain adalah melakukan harmonisasi standar akuntansi internasional.
Potensi keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan multinasional dari konvergensi
standar akuntansi internasional adalah meningkatkan arus investasi global melalui
transparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui
pasar modal secara global, mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan
multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis, dapat bersaing dengan
perusahaan asing, memiliki kemampuan untuk mentransfer staf akuntansi ke anak
perusahaan lain di luar negeri dengan lebih mudah menciptakan efisiensi penyusunan
laporan keuangan, meningkatkan daya banding laporan keuangan dan memberikan
informasi yang berkualitas di pasar modal internasional. Pendekatan harmonisasi yang
efektif adalah dengan melakukan konvergensi standar akuntansi masing-masing negara.
Konvergensi berarti kerjasama di antara badan penyusun standar untuk mengembangkan
atau merevisi standar akuntansi mereka yang memungkinkan adanya satu standar global.
Program konvergensi standar akuntansi akan memberikan manfaat: a) Peningkatan daya
banding laporan keuangan, sehingga dapat memberikan informasi keuangan yang dapat
diperbandingkan dan berkualitas di pasar modal internasional; b) Menghilangkan
hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan ketentuan pelaporan
keuangan; c) Mengurangi kos pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional; d)
Memungkinkan perbandingan yang lebih baik sehubungan dengan kinerja keuangan
suatu perusahaan; e) Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan kepada international
best practice.
Referensi :
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/download/930/740
2) Yang menyebabkan perbedaan antara US GAAP dan IFRS :
- IFRS adalah sistem akuntansi yang menganut principle – based sedangkan US GAAP
adalah sistem akuntansi yang menganut rules – based (US GAAP sebagian besar
berbasis aturan, sedangkan IFRS sebagian besar berbasis prinsip). GAAP adalah aturan
yang didasarkan pada penyusunan laporan keuangan yang mengikuti serangkaian aturan
sehingga tidak ada ruang untuk kesalahan, oleh karena itu standarnya selalu sangat
otoriter dalam praktik akuntansi dan kebutuhan pengungkapan. Praktik IFRS kurang
ketat dan memungkinkan beberapa interpretasi dari transaksi dan diskusi yang sama
dapat diverifikasi oleh dewan yang menetapkan standar dan memberikan beberapa
pengecualian. Terdapat beberapa perbedaan lain antara standar akuntansi IFRS dengan
standar akuntansi US GAAP. Perbedaan tersebut diantaranya adalah:
• Perbedaan dalam definisi.
• Perbedaan dalam aturan pengakuan (recognition).
• Perbedaan dalam aturan pengukuran (measurement).
• Alternative yang dapat dipilih. IFRS dalam beberapa hal bersifat lebih fleksibel
dibandingkan dengan US GAAP. Sebaliknya US GAAP juga dapat lebih fleksibel
untuk beberapa hal yang lain. Contohnya alternatif untuk mengukur persediaan. IFRS
tidak memperbolehkan penggunaan metode Last in first out, sedangkan US GAAP
memperbolehkan.
• Kurangnya petunjuk Pada umumnya IFRS memiliki lebih sedikit petunjuk
penerapan dibanding US GAAP yang menyebabkan akuntan perlu menerapkan
penilaiannya pada saat menerapkan IFRS.
Dalam prakteknya, perbedaan tersebut dalam bentuk transaksi :
1) Konsolidasi - IFRS mendukung model kontrol sedangkan US GAAP lebih memilih
model risiko-dan-hadiah. Beberapa entitas yang dikonsolidasikan sesuai dengan FIN 46
(R) mungkin harus ditampilkan secara terpisah di bawah IFRS.
2) Laporan Penghasilan - Berdasarkan IFRS, pos luar biasa tidak dipisahkan dalam
laporan laba rugi, sementara, berdasarkan US GAAP, barang tersebut ditampilkan di
bawah laba bersih.
3) Inventaris - Di bawah IFRS, LIFO (metode historis mencatat nilai persediaan,
perusahaan mencatat unit terakhir yang dibeli sebagai unit pertama yang terjual) tidak
dapat digunakan saat berdasarkan US GAAP, perusahaan memiliki pilihan antara LIFO
dan FIFO (adalah umum metode untuk mencatat nilai persediaan).
4) Earning-per-Share - Berdasarkan IFRS, perhitungan earning-per-share tidak rata-rata
perhitungan periode interim individu, sedangkan di bawah US GAAP perhitungannya
rata-rata untuk masing-masing saham tambahan untuk periode interim individual.
5) Biaya pengembangan - Biaya ini dapat dikapitalisasi berdasarkan IFRS jika kriteria
tertentu dipenuhi, sementara itu dianggap sebagai "biaya" berdasarkan US GAAP.

Apakah US GAAP yang begitu rinci mengatur pencatatan dan pengungkapan transaksi bisa
dikatakan lebih unggul dibandingkan dengan IFRS?

- Dalam banyak kasus, IFRS lebih fleksibel daripada US GAAP. beberapa standar
akuntansi internasional (IAS) memungkinkan suatu perusahaan untuk memilih salah satu
diantara dua perlakuan alternatif dalam akuntansi untuk item tertentu. juga, IFRS
umumnya memiliki lebih sedikit pedoman  peraturan (tidak terlalu banyak peraturan)
daripada US GAAP; sehingga penilaian/pertimbangan lebih lanjut diperlukan dalam
menerapkan IFRS. IFRS merupakan system akuntansi berbasis prinsip/principle-based
accounting system (prinsip-prinsip luas dengan aturan rinci yang terbatas), sedangkan
US GAAP adalah sistem berbasis aturan. Namun, dalam beberapa kasus, IFRS lebih
rinci dari US GAAP.
Secara konseptual IFRS menawarkan standard akuntansi yang lebih ideal untuk
diterapkan, terlepas dari berbagai hambatan yang dipastikan akan dihadapi pada saat
standard tersebut diterapkan. Dalam hal standard akuntansi untuk aset tetap, terdapat
sejumlah kesamaan dan juga sejumlah perbedaan. Hal-hal yang berbeda dalam IFRS
pada dasarnya sudah lama menjadi wacana dalam perumusan US GAAP, dan tidak
dimasukkannya wacana standar akuntansi ke dalam US GAAP adalah karena faktor
pertimbangan biaya, manfaat, dan risiko. Dengan demikian, jika pada akhirnya wacana
standar akuntansi yang tidak dimasukkan ke dalam US GAAP sekarang justru
dimasukkan ke dalam IFRS, maka pengguna standar harus terampil di dalam
menerapkannya sehingga tujuan ideal dari IFRS benar-benar bisa dicapai.
Referensi :
-https://id.bccrwp.org/solution/us-gaap-vs-ifrs-major-differences/#:~:text=Jawaban
%201%3A,IFRS%20sebagian%20besar%20berbasis%20prinsip.&text=Standar
%20berbasis%20aturan%20seperti%20US,standar%20berbasis%20prinsip%20seperti
%20IFRS.
-http://advanceaccountingivan.blogspot.com/2016/10/perbedaan-antara-gaap-dan-
ifrs.html

3) Berikut beberapa perbedaan utama PSAK 55 (revisi 2014) dengan PSAK 71 (2017):
- Perbandingan Kategori Instrumen Keuangan Menurut PSAK 55 dan ED PSAK 71.
PSAK 55 membagi kategori instrumen keuangan berdasarkan intensi manajemen yang terdiri
dari 4 kategori, dimana setiap kategori memiki cara pengukuran tersendiri. Dengan kata lain
menurut PSAK 55 kategori menentukan pengukuran suatu instrumen keuangan.. Adapun
keempat katagori tesebut adalah:
a. Nilai wajar melalui laba rugi (FVTPL)
b. Biaya perolehan diamortisasi
c. Piutang dan Pinjaman
d. Tersedia Untuk Dijual
ED PSAK 7l membagi kategori menurut model bisnis yang terdiri dari 3 kategori , yakni:
1) Biaya perolehan diamortisasi
2) Nilai wajar melalui penghasilan komperhensif lain (FVOCI) (dengan recycling)
3) Nilai wajar melalui laba rugi (FVTPL)
- Perbandingan Perlakuan Akuntansi Instrumen Keuangan Untuk Kredit - Pengakuan dan
Pengukuran Awal
PSAK 55 mensyaratkan pengakuan kredit pada saat Bank menjadi salah satu pihak dalam
contractual party. Adapun ED PSAK 7l menganut prinsip risk and reward, dimana pengakuan
kredit mensyaratkan Bank telah terekspos secara efektif dari perjanjian kredit. Dari uraian
tersebut secara teknis tidak terdapat perbedaarl pengakuan awal untuk kredit antaraPsAK 55
dan ED PSAK 71. Dalam hal pengukuran awal (initial measurement) terdapat perbedaan
mendasar antara PSAK 55 dan ED PSAK 71. PSAK 55 mensyaratkan pengukuran awal
berdasarkan klasifikasi (kategori) kredit berdasarkan intensi manajemen, sedangkan ED PSAK 7l
memberi panduan bahwa pengukuran awal kredit hanya berdasarkan nilai wajar, yang dalam
hal ini adalah nilai historis (histori cal cost). Adapun kredit pada BPR sesuai PA-BPR diakui
sebagai "Kredit yang Diberikan" dengan nilai awal sebesar pokok kredit dikurangi provisi serta
ditambah biaya transaksi yang ditanggung oleh BPR. Karena ketiadaan informasi nilai pasar, 44
E-ISSN: 2528-0163; 35 ± 48 (Armanto Witjaksono) Dampak ED PSAK ´ maka penyaluran kredit ini
oleh BPR dikategorikan sebagai Pinjaman yang Diberikan dan Piutang menurut PSAK 55, yang
berarti pengukurannya adalah amortized cost dan tidak berubah sesuai ED PSAK 71.
- Perbandingan Perlakuan Akuntansi Instrumen Keuangan Untuk Kredit - Pengukuran Setelah
Pengukuran Awal (Subsequent Measurement)
PSAK 55 mensyaratkan pengakuan kredit pada saat Bank menjadi salah satu pihak dalam
contractual party. Adapun ED PSAK 7l menganut prinsip risk and reward, dimana pengakuan
kredit mensyaratkan Bank telah terekspos secara efektif dari perjanjian kredit. Dari uraian
tersebut secara teknis tidak terdapat perbedaarl pengakuan awal untuk kredit antaraPsAK 55
dan ED PSAK 71. Dalam hal pengukuran awal (initial measurement) terdapat perbedaan
mendasar antara PSAK 55 dan ED PSAK 71. PSAK 55 mensyaratkan pengukuran awal
berdasarkan klasifikasi (kategori) kredit berdasarkan intensi manajemen, sedangkan ED PSAK 7l
memberi panduan bahwa pengukuran awal kredit hanya berdasarkan nilai wajar, yang dalam
hal ini adalah nilai historis (histori cal cost). Adapun kredit pada BPR sesuai PA-BPR diakui
sebagai "Kredit yang Diberikan" dengan nilai awal sebesar pokok kredit dikurangi provisi serta
ditambah biaya transaksi yang ditanggung oleh BPR. Karena ketiadaan informasi nilai pasar,
Dampak ED PSAK ´ maka penyaluran kredit ini oleh BPR dikategorikan sebagai Pinjaman yang
Diberikan dan Piutang menurut PSAK 55, yang berarti pengukurannya adalah amortized cost
dan tidak berubah sesuai ED PSAK 71.
- Perbandingan Perlakuan Akuntansi Instrumen Keuangan Untuk Kredit
Pengukuran Setelah Pengukuran Awal (Subsequent Measurement) ED PSAK 7l memberi
panduan bahwa katagorisasi instrumen keuangan dalam hal ini adalah kredit dilakukan pada
subsequent meosurement berdasarkan model bisnis. Tabel 5 menjelaskan perbandingan
katagorisasi instrumen keuangan berupa kredit yang diberikan menurut PSAK 55 dan ED PSAK
71
- Perbandingan Metoda Penurunan Nilai (Impairment) Kredit
Impairment adalah penurunan nilai aset keuangan, yang secara akuntansi entitas wajib
mencadangkannya, yang dikenal dengan istilah Cadangan kecukupan Penurunan Nilai (CKPN).
Terdapat perbedaan mendasar dalam metodologi pembentukan CKPN antara PAPI 2008 dengan
ED PSAK 71. Perbedaan tersebut berasal dari perbedaan pendekatan pembentukan CKPN. PSAK
55 didasarkan pada metodologi Loss Incurred Method (ILM). Sedangkan ED PSAK 71 didasarkan
pada metodologi Expected Credit Loss (ECL), yang kemudian diistilahkan sebagai Kerugian
Kredit Ekspetasian
- Perbandingan Pengungkapan (Discloure) Kredit
ED PSAK 71 meminta Bank untuk mengungkapkan penurunan nilai kredit secara lebih
komprehensif baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif. Berikut ikhtisar singkatnya:
1. Kuantitatif
a) Rekonsiliasi dari saldo awal hingga saldo penutup CKPN
b) Penjelasan perubahan nilai tercatat bruto credit
c) Nilai tercatat bruto per credit risk grade
d) Penghapus bukuan, poffiulihan, modifikasi
2. Kualitatif
a) Inputs, asumsi dan teknik yang digunakan dalam menentukan Kerugian Kredit Ekspektasian
(dan perubahan teknik)
b) Inputs, asumsi dan teknik yang digunakan dalam menentukan ³kenaikan signifikan¥ pada
risiko kredit' dan gagal bayar
c) Inputs, asumsi dan teknik yang digunakan dalam menentukan ³credit impaired'
d) Kebijakan penghapus bukuan, kebijakan modifikasi, agunan.

Poin PSAK 71 PSAK 55

Penentuan Berdasarkan model bisnis dengan Berdasarkan intensi


Klasifikasi Aset dan SPPI (Solely Payments of Principal & manajemen
Liabilitas Keuangan Interest test)

Klasifikasi Aset -   Fair Value -    Held to Maturity (HTM)


Keuangan through Profit/Loss  (FVPL) -    Fair Value
-   Fair Value  through Other through Profit/Loss
Comprehensive Income (FVOCI) -    Loan and Receivables  (LR)
-   Amortised Cost  (AC) -    Available for Sale (AFS)

Reklasifikasi Aset Apabila terdapat perubahan model Diperbolehkan, untuk kondisi


Keuangan bisnis Perusahaan tertentu (tidak terkena tainting
rules)

Tainting Rules Dihapuskan Berlaku untuk reklasifikasi


kategori HTM ke AFS
melebihi batas material

Hedge Accounting -  Persyaratan dan dokumentasi lebih -   Persyaratan


sederhana dan dokumentasi lebih rinci
- Berhubungan langsung dengan strate -   Tidak ada hubungan langsun
gi manajemen risiko g dengan
-  Penilaian efektivitas sesuai dengan strategi manajemen risiko Ban
tujuan manajemen risiko k
-   Penilaian efektivitas 80% ‐
125% 

Pendekatan Impairm Expected Credit Loss (ECL) Incurred Loss


ent

Referensi :
- http://mohmadian.blogspot.com/2018/05/perbedaan-utama-psak-55-vs-psak-71.html
-https://media.neliti.com/media/publications/234094-dampak-ed-psak-71-intrumen-
keuangan-terh-ed6bea12.pdf

4) Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan akibat adanya: akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan; dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan dalam hal
peraturan perpajakan mengizinkan. Dengan definisi ini muncul konsep tentang “pemulihan pada
masa mendatang”. Aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat
dikurangkan, sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah
yang cukup memadai sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan tersebut dapat
dimanfaatkan, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari pengakuan awal aset atau
pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang:
 bukan dari transaksi kombinasi bisnis; dan
 pada saat transaksi, tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba
kena pajak (rugi pajak)
Namun, untuk perbedaan temporer dapat dikurangkan dihubungkan dengan investasi entitas
anak, cabang dan entitas asosiasi, serta ventura bersama, maka aset pajak tangguhan harus
diakui sesuai dengan cara khusus.
Akuntasi pajak yang ditangguhkan terdiri dari empat kegiatan, yaitu pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan.
1. Pengakuan
Pengakuan aktiva atau aset dalam kewajiban perpajakan yang ditunda pada laporan
keuangan. Artinya bahwa perusahaan yang menyusun laporan keuangan dapat
mengakui nilai tercatat pada aktiva atau akan melunasi nilai tercatat pada kewajiban.
Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan akan diakui
sebagai kewajiban (utang pajak yang ditangguhkan dan perusahaan harus mengakui
adanya beban pajak tangguhan).
2. Pengukuran
Pengukuran pajak yang ditangguhkan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang
berlaku di masa yang akan datang, seperti yang dinyatakan dalam PSAK No. 46
paragraf 30. Pengukuran atas kewajiban dan aset pajak yang ditunda harus dikur
dengan menggunakan tarif pajak yang akan diterapkan pada periode dimana aset
direalisasi atau kewajiban dilunasi. Yaitu dengan tarif pajak yang secara substansif
berlaku pada tanggal neraca. Secara teknis, pengakuan kewajiban dan aktiva pajak
yang ditunda ini dilakukan terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan.
Serta perbedaan temporer (waktu) antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
3. Penyajian
Aset dan kewajiban pajak yang ditangguhkan harus disajikan secara terpisah dari aset
atau kewajiban pajak terkini serta disajikan dalam unsur non current (tidak lancar)
dalam neraca. Sementara beban atau penghasilan (manfaat) pajak yang ditangguhkan
harus disajikan terpisah dengan beban pajak kini dalam laporan laba rugi perusahaan.
Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan secara terpisah dari aset dan
kewajiban lainnya dalam neraca. Aset dan kewajiban pajak yang ditunda harus
dibedakan dari aset pajak kini dan kewajiban pajak kini (PSAK No. 46 paragraf 45).
Apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aset dan kewajiban lancar
disajikan terpisah dari aset dan kewajiban tidak lancar, maka aset (kewajiban) pajak
tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset (kewajiban) lancar.
4. Pengungkapan
Pengungkapan pajak yang ditangguhkan diatur dalam PSAK No. 46 paragraf 56
sampai dengan paragraf 63. Pada paragraf 56 dijelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan pajak yang ditangguhkan dan harus diungkapkan dalam catatan
atas laporan keuangan, yaitu:
 Jumlah pajak kini dan pajak yang ditunda berasal dari transaksi-transaksi yang
langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.
 Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba
akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut:
 Rekonsialisasi antara beban pajak dan hasil perkalian laba akuntansi
serta tarif pajak yang berlaku dengan mengungkapkan dasar
penghitungsn tarif pajak yang berlaku.
 Rekonsialisasi antara tarif pajak efektif rata-rata dan tarif pajak yang
berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang
berlaku.
 Perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif yang
berlaku pada periode akuntansi sebelumnya.
 Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang
dapat dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasikan ke tahun berikut
dan diakui sebagai aset pajak yang ditangguhkan pada neraca.

Berikan ilustrasi singkat terkait Aset Pajak Tangguhan!

Aktiva pajak tangguhan muncul ketika jumlah kelebihan yang dibayarkan untuk pajak
penghasilan relatif terhadap laba akuntansi. Aset pajak tangguhan ada pada bagian aset di laporan
keuangan, menunjukkan ada manfaat masa depan yang perusahaan akan peroleh.
Aset pajak tangguhan muncul karena perusahaan membayar pajak terlalu banyak. Dalam arti,
perusahaan membayar ke otoritas lebih tinggi dari yang tersaji dalam dalam laporan laba rugi.
Atau, otoritas pajak mengakui pendapatan atau beban pada waktu yang berbeda dengan standar
akuntansi yang perusahaan gunakan dalam pelaporan keuangan. Atau, perusahaan membayar
pajak sebelum tanggal jatuh tempo (pajak dibayar dimuka).
Beberapa transaksi yang dapat memunculkan aset pajak tangguhan adalah piutang yang tidak
tertagih (uncollectible accounts receivable), jaminan (warranty), sewa (lease), persediaan dan
kerugian operasi bersih (net operating losses)
Oleh karena mewakili pembayaran di awal pajak, maka itulah disebut aktiva atau aset. Aktiva
pajak tangguhan juga terjadi sebagai akibat dari adanya dua hal, yaitu perbedaan temporer yang
boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Aktiva diperiksa dan dinilai
kembali secara berkala di setiap tanggal neraca. Hal ini dilakukan terkait kemungkinan bisa atau
tidaknya pemulihan aktiva pajak tangguhan direalisasikan pada periode mendatang. Perusahaan
tidak melaporkan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan secara terpisah.
Melainkan, menggabungkan keduanya menjadi jumlah bersih (net value). Jadi, tidak akan
menjumpai kedua akun pada satu neraca. Nilai bersih masuk dalam bagian aset  jika aset pajak
tangguhan melebihi liabilitas pajak tangguhan. Atau, itu sebagai liabilitas jika liabilitas pajak tangguhan
melebihi aset pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan bisa sebagai aset lancar atau tidak lancar. 

contoh kasus sederhananya:


Perusahaan X membeli mobil sebagai aset dengan harga Rp100 juta. Mobil ini memiliki masa
manfaat 5 tahun secara akuntansi dan tidak memiliki nilai residu. Berdasarkan aturan
perpajakan, mobil yang dibeli masuk ke dalam kategori I yaitu memiliki minimal 4 tahun masa
manfaat dan tidak memiliki residu. Maka untuk perhitungan kewajiban pajak tangguhannya
adalah sebagai berikut.
Pada Tahun Pertama :
Diketahui bahwa tarif normal PPh badan adalah 25% dari selisih antara beban depresiasi pajak
dan depresiasi akuntansi. Bagaimana mengetahui nilainya?
1. Depresiasi Pajak adalah satu per empat dari nilai aktiva, maka 100 juta dibagi 4 yaitu
25 juta. 
2. Depresiasi akuntansi adalah satu per lima dari nilai aktiva, maka 100 juta dibagi 5
yaitu 20 juta.
Maka bisa dilihat bahwa ada perbedaan beban depresiasi dalam pajak dan akuntansinya yaitu
sebesar 5 juta. Sehingga bisa didapatkan nilai dari beban pajak tangguhannya adalah sebagai
berikut.
Beban Pajak Tangguhan = 25% x 5 Juta = Rp1,25 Juta
Kewajiban Pajak Tangguhan = Rp1,25 Juta
Berdasarkan nilai tersebut maka kewajiban Pajak Tangguhan yang harus dibayar oleh
perusahaan X adalah sebesar Rp1.250.000 setiap tahunnya.

Referensi :
-https://klikpajak.id/blog/perencanaan-pajak/definisi-pajak-tangguhan/#:~:text=Aset
%20pajak%20tangguhan%20adalah%20jumlah,dalam%20hal%20peraturan
%20perpajakan%20mengizinkan.
-https://www.ukirama.com/en/blogs/pengertian-aktiva-pajak-tangguhan-deferred-tax-
assets-serta-contoh-cara-menghitungnya
-https://cerdasco.com/aset-pajak-tangguhan/

5) implementasi CSR dalam suatu perusahaan

CSR (Corporate Social Responsibility) Merupakan salah satu kewajiban yang harus di
laksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas
(UUPT), yakni UU Nomor 40 Tahun 2007. Melalui 202 industri atau koperasi-koperasi wajib
untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan. Perlu
diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan industri
saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan
pengelolaan kualitas hidup masyarakat. ketentuan Pasal 74 UUPT yang menyatakan sebagai
berikut:
1) Perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban perusahaan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;
3) Perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
peraturan Pemerintah.

Menurut Prince of Wales International Business Forum, ada lima pilar aktivitas CSR yaitu:
a. Building human capital adalah berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan
sumber daya manusia yang handal, sedangkan secara eksternal perusahaan dituntut
melakukan pemberdayaan masyarakat.
b. Strengthening economies adalah perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri
sementara komunitas di lingkungannya miskin. Perusahaan harus memberdayakan ekonomi
sekitarnya.
c. Assessing social chesion adalah upaya untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat
sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
d. Encouraging good governance adalah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, harus
mengacu pada Good Corporate Governance (GCG).
e. Protecting the environment adalah perusahaan harus berupaya keras menjaga kelestarian
lingkungan.

Apa hubungan antara perusahaan dengan lingkungan di sekitar perusahaan?


- Perusahaan harus menyadari bahwa dirinya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat dan lingkungan disekitarnya yang lebih luas. Sehingga hal buruk yang menimpa
dan merugikan masyarakat serta lingkungan, misalnya pencemaran akibat limbah pabrik
dilingkungan, pada gilirannya akan berdampak pada mereka juga. Oleh karena itu perusahaan
harus memerlukan komunitasnya sebagai mitra, program-program yang dilaksanakan harus
benar-benar memberdayakan masyarakat, agar perusahaan memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap lingkungan dan masyarakat, serta mampu memecahkan setiap persoalan yang di
hadapi dengan kekuatan sendiri dalam jangka panjang. CSR yang dijalankan dengan baik
oleh perusahaan pun akan meningkatkan citra perusahaan itu sendiri dan akan menjadi nilai
jual di mata masyarakat.

Berikan contoh perusahaan yang menjalankan praktek CSR!

CSR “APEX GROUP”


Di Apex, kami percaya bahwa menghormati hak asasi manusia dan planet kita adalah
prioritas global. Kami ingin memungkinkan manusia dan planet ini untuk berkembang
melalui penggunaan inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan secara proaktif, yang
didorong baik di tingkat global maupun lokal.

Building human capital : Mendukung karyawan kami untuk tumbuh bersama organisasi
dengan memberikan peluang, pelatihan, dan menghormati keragaman.

Strengthening economies : Kami selalu berupaya untuk mencari teknologi baru untuk
menambah dan meningkatkan infrastruktur bisnis

Assessing social : Mendukung para tunawisma - perumahan, mengantarkan makanan kepada


yang lapar, membangun tempat berlindung, dll.

Encouraging good governance : Lindungi kepentingan para pemangku kepentingan, klien,


dan investor kami dengan mempraktikkan keunggulan dalam keamanan finansial Kami
menangani penyediaan layanan pelaporan yang aman, andal, dan sesuai di setiap yurisdiksi
dengan sangat serius. Kami memiliki departemen Risiko, Tata Kelola, dan Kepatuhan yang
kuat dan sangat mementingkan pengawasan global di seluruh Grup. Mematuhi regulasi dan
melindungi kepentingan klien kami adalah hal mendasar, tidak hanya untuk kesuksesan kami,
tetapi juga untuk menjaga integritas sebagai bisnis.
Protecting the environment : Mendukung pembersihan planet. Kami tahu dampak merusak
yang ditimbulkan plastik terhadap lingkungan sekitar, kami mendukung upaya untuk
mengurangi dampaknya. Ini termasuk pembersihan pantai, melindungi satwa liar yang
dirugikan dengan memakan plastik, dan menemukan solusi untuk meningkatkan kesehatan
terumbu karang
Selain itu, Grup Apex memantau dan mengukur dampak lingkungannya dan membuat
laporan tahunan untuk menyampaikan analisis yang menunjukkan komitmen Grup global
untuk melindungi lingkungan.

CSR bagi suatu Entitas apakah dianggap sebagai beban atau aset?
Jika dilihat dari dampak jangka panjangnya pada CSR, maka CSR dianggap sebagai aset
perusahaan atau sbg suatu investasi. Laporan CSR terpisah dari komponen laporan keuangan.
Pemisahan ini bertujuan untuk menekankan bahwa tanggung jawab sosial harus benar-benar
terpisah dari unsur profit oriented dimana kelima komponen laporan keuangan diatas memilik
itujuan yang mengarah pada hasil kinerja yang dinilai berdasarkan peningkatan laba. CSR sendiri
lebih dianggap sebagai investasi korporasi baik dalam jangka panjang maupun pendek. Laporan
CSR suatu korporasi umumnya berupa biaya yang dianggarkan berdasarkan keputusan CEO
(chief executive officer) suatu korporasi dan bersifat sukarela sehingga tidak ada batas bawah
ataupun batas atas dalam penentuan alokasi biaya CSR. Alokasi biaya diperolah dari laba bersih
korporasi yang akan diimplementasikan pada periode berjalan berikutnya. Anggapan bahwa CSR
merupakan suatu investasi membuat CSR tidak dapat diterima dalam laporan laba rugi. Meskipun
dianggap sebagai investasi, CSR justru tidak dapat masuk dalam laporan neraca. Hal ini
dikarenakan CSR merupakan investasi yang bersifat tanggung jawab sosial bukan profit oriented
dalam hal ini berhubungan dengan posisi keuangan korporasi sehingga nilai aset dari CSR tidak
layak untuk dimasukkan dalam laporan posisi keuangan atau neraca.
Asumsi dasar yang melatarbelakangi bahwa CSR merupakan investasi bukan biaya adalah bahwa
sifat dasar CSR dan dampak yang diharapkan dari implementasi CSR. Dimana CSR diharapkan
memberikan manfaat dan nilai tambah bagi korporasi secara langsung ataupun tidak. Secara
langsungnya adalah dapat meningkatkan goodwill korporasi, perbaikan lingkungan sekitar,
perbaikan nasib karyawan dan masyarakat, dan lain-lain. Keuntungan secara tidak langsungnya
berupa corporate branding based on product menjadi lebih baik dimata konsumen serta
kelangsungan usaha akan berjalan dengan lancar (diluar asumsi keuangan). Apabila dikaitkan
dengan perpajakan maka asumsi CSR merupakan investasi justru jauh  lebih relevan dibandingan
sebagai biaya. Alasannya bahwa jika biaya maka jelas akan menjadi pengurang bagi penghasilan
bruto korporasi sehingga pajak yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil, sehingga dalam hal ini
institusi pajak dan pemerintah akan mendapatkan kerugian. Juga bahwa biaya CSR merupakan
suatu tanggung jawab moral korporasi terhadap pihak internal dan eksternal
sehingga sifatnya lebih kepada kegiatan sosial korporasi, dan juga CSR ini hampir mirip dengan
natura (kenikmatan yang diberikan korporasi terhadap pihak internal korporasi) dimana dalam
UU perpajakan di Indonesia, natura tidak boleh dijadikan salah satu indikator pengurang
penghasilan bruto. Maka sesuai asumsi diatas bahwa CSR memang tidak dapat dicampur dalam
laporan laba rugi maupun neraca, sehingga selayaknya biaya CSR harus dilaporkan secara
terpisah dan dipertanggungjawabkan secara terpisah pula.

Referensi :
https://media.neliti.com/media/publications/301819-implementasi-corporate-social-
responsibi-b627920b.pdf
https://theapexgroup.com/csr-policy/
http://kma.undip.ac.id/sebuah-pandangan-corporate-social-responsibility-csr-dalam-sudut-
pandang-akuntansi/

Anda mungkin juga menyukai