Anda di halaman 1dari 11

PENATALAKSANAAN USG PAYUDARA*

Dang Lina Riawina

Sejarah USG

Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat terutama dalam dunia IT
(Information Technology). Perkembangan dunia IT berimbas pada perkembangan berbagai
macam aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT
adalah kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembangan
teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan. Salah satu contoh
pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah penggunaan alat-alat kedokteran yang
mempergunakan aplikasi komputer, salah satunya adalah USG (Ultra sonografi).

USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu
gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi (250 kHz - 2000 kHz) yang kemudian
hasilnya ditampilkan dalam layar monitor. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan
penemuan gelombang ultrasonik kemudian bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekira tahun
1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran.
Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan
terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dalam hal ini yang dimanfaatkan adalah
kemampuan gelombang ultrasonik dalam menghancurkan sel-sel atau jaringan “berbahaya” ini
kemudian secara luas diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya,
terapi untuk penderita arthritis, haemorrhoids, asma, thyrotoxicosis, ulcus pepticum (tukak
lambung), elephanthiasis (kaki gajah), dan bahkan terapi untuk penderita angina pectoris (nyeri
dada).

Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan
sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit, bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut
disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari
Universitas Vienna, Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil
menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur
transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak. Dengan menggunakan
transduser (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar
dua dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik berintensitas rendah. Kemudian George Ludwig,
ahli fisika Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik.

Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di Medico Technological
Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan John Reid, seorang teknisi dari National
Cancer Institute. Mereka melakukan investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik.
Beberapa jenis alat yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode
ultrasound, transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal, dan transrectal. Prinsip alat-alat
tersebut mengacu pada sistem radar. Oleh sebab itu mereka kemudian menyebutnya sebagai
Tissue Radar Machine (mesin radar untuk deteksi jaringan). Beberapa hasil penelitian lanjutan
yang cukup penting dalam bidang obstetri ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan
ukuran janin (fetal biometry), teknologi transduser/alat pemindai digital, transduser dua dimensi
dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih fokus, dan penentuan
jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex Assignment/FASA).

Teknologi transduser digital sekira tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik
yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 1


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
komputer pada pertengahan 1990 jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik
akan melalui proses sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian
gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga bentuk tampilan gambar
akan terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan terdiri dari transduser penghasil
gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa
hingga saat ini.

Ultrasonografi medis (sonografi) adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara
ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ internal dan otot, ukuran mereka, struktur, dan
luka patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ. Sonografi obstetrik biasa
digunakan ketika masa kehamilan.

Pilihan frekuensi menentukan resolusi gambar dan penembusan ke dalam tubuh pasien.
Diagnostik sonografi umumnya beroperasi pada frekuensi dari 2 sampai 13 megahertz.
Sedangkan dalam fisika istilah "suara ultra" termasuk ke seluruh energi akustik dengan sebuah
frekuensi di atas pendengaran manusia (20.000 Hertz), penggunaan umumnya dalam
penggambaran medis melibatkan sekelompok frekuensi yang ratusan kali lebih tinggi.

Ultrasonografi atau yang lebih dikenal dengan singkatan USG digunakan luas dalam medis.
Pelaksanaan prosedur diagnosis atau terapi dapat dilakukan dengan bantuan ultrasonografi
(misalnya untuk biopsi atau pengeluaran cairan). Biasanya menggunakan probe yang digenggam
yang diletakkan di atas pasien dan digerakkan: gel berair memastikan penyerasian antara pasien
dan probe.

Dalam kasus kehamilan, Ultrasonografi (USG) digunakan oleh dokter spesialis kedokteran
(DSOG) untuk memperkirakan usia kandungan dan memperkirakan hari persalinan. Dalam dunia
kedokteran secara luas, alat USG (ultrasonografi) digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan
diagnosa atas bagian tubuh yang terbangun dari cairan.
Sonograf ini menunjukkan citra kepala sebuah janin dalam kandungan.
Ultrasonografi medis digunakan dalam:
• Kardiologi; lihat ekokardiografi
• Endokrinologi
• Gastroenterologi
• Ginaekologi; lihat ultrasonografi gynekologik
• Obstetrik; lihat ultrasonografi obstetrik
• Ophthalmologi; lihat ultrasonografi A-scan, ultrasonografi B-scan
• Urologi
• Intravascular ultrasound
• Contrast enhanced ultrasound

KELAINAN DI PAYUDARA

Kelainan pada payudara pastilah merupakan mimpi buruk bagi wanita. Percaya diri lenyap, dan
tak jarang memengaruhi hubungan dengan pasangan.

Apa saja kelainan payudara dan bagaimana merawat payudara agar sehat dan
indah?

Payudara ternyata juga butuh perawatan agar bisa sehat dan indah terawat. Kelainan pada
payudara timbul dalam berbagai bentuk. Ada pula yang karena faktor bawaan, pula karena

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 2


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
kelainan hormon. Menurut dr. Sonar Soni Panigoro, SpB.K-Onk dari Klinik Swadana Bedah
Tumor RSCM, Jakarta, secara garis besar kelainan-kelainan pada payudara wanita terbagi dalam
5 kelompok besar, yakni:

1. Infeksi Payudara

Infeksi ini terbagi dua, infeksi pada masa menyusui dan infeksi yang umumnya sering terjadi.
“Bisa akibat kuman atau virus dari luar yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya, payudara akan
membengkak dan muncul keluhan rasa nyeri,” tutur Sonar. Infeksi payudara lebih sering terjadi
pada wanita yang sedang menyusui. Pasalnya, air susu ibu (ASI) merupakan media paling subur
bagi pertumbuhan kuman-kuman penyakit. Jika ada hambatan dalam proses pengeluaran air susu,
maka kuman jadi lebih mudah masuk.

“Wanita yang sedang menyusui kerap mengeluh demam. Selain itu, payudara akan terasa sakit
dan memerah. Kalau infeksi sudah parah, bisa pecah seperti bisul,” tambah Sonar. Namun, bukan
tak mungkin infeksi juga dialami wanita yang tidak sedang menyusui. “Ini akibat masuknya
kuman pada lapisan kelenjar payudara.”

2. Kelainan Bawaan

Payudara manusia sebenarnya seperti pada binatang. Manusia memiliki 6 pasang payudara. Posisi
yang akan menjadi cikal bakal payudara dimulai dari pangkal ketiak hingga selangkangan. Pada
saat kehamilan 10 minggu, ini akan hilang, kecuali di kiri-kanan dada. Pada beberapa orang, fase
tersebut bisa saja terhambat. “Ini dapat menyebabkan tumbuh payudara lebih dari sepasang. Oleh
sebab itu, beberapa wanita memiliki payudara lebih dari sepasang. Bahkan, payudara tambahan
ini kadang dilengkapi puting susu juga,” lanjutnya.

Besar-kecilnya kelenjar payudara tambahan ini pun bervariasi. “Lebih sering terjadi, adanya
gumpalan kelenjar payudara pada salah satu sisi ketiak. Tapi, ada pula yang kelenjar payudaranya
tidak terbentuk sama sekali, atau perkembangan kedua payudara tidak berjalan normal,” tambah
Sonar.

Wanita dengan kelainan seperti ini biasanya tak nyaman dengan kondisi tubuhnya. Tak jarang,
kelainan bawaan ini membuat wanita kehilangan rasa percaya dirinya. Dokter biasanya akan
mengambil langkah operasi estetika. Menurut Sonar, munculnya kelenjar payudara tambahan ini
juga perlu diwaspadai. “Soalnya, benjolan yang tumbuh sebagai payudara tambahan ini
kemungkinan bisa berkembang menjadi tumor.”

3. Status Hormon

Kelainan hormonal cukup sering dikeluhkan wanita. Timbul nyeri dan pegal pada payudara.
Keluhan sering terjadi menjelang atau ketika tiba masa menstruasi. “Rasa sakit bervariasi, ada
yang nyeri biasa, tapi ada juga yang merasa nyeri luar biasa,” tutur Sonar.

Payudara disiapkan tubuh untuk memproduksi air susu pada akhir masa kehamilan. Ketika
menstruasi, kondisi payudara dipengaruhi oleh hormon kewanitaan. “Ini yang membuat payudara
terasa lebih padat dan kencang. Tak jarang disertai munculnya benjolan, selain keluar cairan dari
kedua puting susu.” Sonar mengganggap kelainan hormonal ini merupakan reaksi wajar. “Kecuali
bila muncul rasa sakit yang hebat, sebaiknya segera kunjungi dokter.”

4. Neoplasma-Tumor

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 3


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
Tumor terbagi tumor jinak dan ganas. “Selama 30 tahun ini, pasien di Indonesia lebih banyak
mendatangi dokter setelah tumor yang diidapnya memasuki stadium lanjut,” ungkap Sonar. Hal
itu tentu saja mengakibatkan pengobatan medis yang diberikan tidak maksimal.

5. Kelainan lain

Salah satunya adalah trauma pada payudara. “Trauma dapat terjadi karena adanya benturan keras
pada payudara,” jelas Sonar.

Oleskan Minyak zaitun

Berkurangnya kekencangan payudara merupakan momok bagi


kaum wanita. Oleh sebab itu, payudara perlu dirawat,
selayaknya kita merawat bagian tubuh lainnya.

1. Kenakan bra untuk menjaga bentuk payudara tetap


indah. Pilih ukuran bra yang sesuai agar dapat
menopang payudara dengan baik.
2. Bersihkan secara rutin daerah seputar puting susu
dengan kapas yang dibasahi air hangat.
3. Oleskan minyak zaitun pada payudara untuk menjaga
kelembaban. Agar hasilnya lebih maksimal, lakukan
pijatan ringan dengan gerakan lembut.
4. Lakukan senam ringan dengan fokus untuk
memperkuat otot dada.

Awas Kanker Payudara

Gejala awal penyakit yang jadi momok wanita ini ditandai


munculnya benjolan sebesar kelereng.

Benjolan ini tak teraba dengan tangan ketika ukurannya masih kecil. Selain itu, salah satu puting
susu mengeluarkan cairan berwarna merah dan berbekas di bra. Jika gejala ini muncul, sebaiknya
segera hubungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Kanker payudara merupakan salah satu penyakit paling mematikan di Indonesia. “Ini karena
beberapa faktor. Bisa jadi mereka enggak tahu atau merasa malu berobat. Kebanyakan pasien
lebih memilih pengobatan alternatif. Mereka mendatangi dokter setelah penyakitnya mencapai
stadium lanjut,” papar Sonar.

Salah satu upaya mengetahui kelainan pada payudara adalah dengan melakukan SADARI
(Periksa Payudara Sendiri). SADARI dapat dilakukan 7-10 hari sesudah menstruasi hari terakhir.
Untuk membantu proses ini, oleskan sedikit minyak zaitun atau busa sabun mandi di permukaan
payudara. Ini akan memperlicin permukaan payudara. Selain itu tangan menjadi lebih sensitif
meraba kemungkinan adanya benjolan di payudara.

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 4


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
Langkah-langkah melakukan SADARI:

a. Dalam posisi berbaring telentang, letakkan tangan kanan di bawah kepala. Letakkan
sebuah bantal kecil di bawah punggung sebelah kanan.
b. Raba seluruh bagian payudara sebelah kanan dengan menggunakan 3 ujung jari tengah
yang dirapatkan.
c. Lakukan gerakan memutar dan tekanan lembut tetapi mantap. Lakukan gerakan ini mulai
dari bagian pinggir searah jarum jam.

d. Ulangi gerakan serupa pada payudara sebelah kiri. Rasakan dan perhatikan dengan
seksama, apabila muncul benjolan yang mencurigakan.
e. Tekan pelan-pelan daerah di sekitar puting. Perhatikan, apakah puting mengeluarkan
cairan yang tidak normal.
f. Dalam posisi berdiri dan lengan lurus ke bawah, teliti kedua payudara di depan cermin.
Perhatikan, bila ada benjolan atau perubahan bentuk payudara.
g. Angkat kedua lengan lurus ke atas. Ulangi langkah di atas.

Penyebab kanker payudara sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti, masih banyak
kontroversi dikalangan peneliti, namun ada beberapa faktor resiko pada pasien yang diduga
berhubungan dengan kejadian kanker payudara ini, antara lain :

a. Umur > 30 tahun


b. Melahirkan anak pertama pada usia > 35 tahun
c. Tidak kawin / tidak pernah melahirkan
d. Usia haid pertama < 12 tahun
e. Usia menopause > 55 tahun
f. Pernah mengalami infeksi, trauma atau operasi tumor jinak payudara
g. Terapi hormonal yang lama
h. Pernah mengalami operasi ginekologis misalnya tumor indung telur
i. Pernah mengalami penyinaran radiasi di daerah dada
j. Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara
perempuan adik / kakak
k. Penggunaan obat hormonal pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik
yang ganas

Stadium Pada Kanker Payudara

Dikenal ada 4 stadium, yaitu

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 5


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
Stadium I :

Massa tumor pada payudara dengan ukuran < 2 cm, tidak terfiksasi pada
kulit atau otot, tanpa adanya penyebaran melalui kelenjar getah bening pada
ketiak.
Stadium II : Massa tumor dengan ukuran < 2 cm dengan adanya penyebaran melalui
kelenjar getah bening ketiak, atau diameter 2 - 5 cm dengan / tanpa
penyebaran melalui kelenjar getah bening ketiak.
Stadium IIIa : Massa tumor dengan ukuran > 5 cm tapi masih bebas dari
jaringan sekitarnya dengan / tanpa penyebaran melalui kelenjar getah
bening ketiak.
Stadium III : Massa tumor dengan penyebaran ke kelenjar getah bening di bawah atau di
atas tulang selangka yang bersisian dengan payudara atau tumor sudah
menginfiltrasi kulit dan dinding dada.
Stadium IV : Massa tumor sudah mengadakan penyebaran ke organ lain, seperti Tulang,
Hati, Limpa, Paru paru, Otak dan lain sebagainya.

Jangan Asal Besar (WaGeBang)

Besar-kecilnya ukuran payudara memang relatif, tak sama pada masing-masing wanita.

Namun, ada asumsi, payudara yang besar akan lebih indah. Akibatnya, banyak wanita yang
merasa tak puas dengan ukuran payudara mereka dan berusaha melakukan rekonstruksi payudara,
baik dengan operasi payudara maupun pemakaian obat-obatan yang dipercaya bisa membesarkan
ukuran payudara.

“Tindakan operasi payudara tidak boleh dilakukan sembarangan, seperti yang terjadi di salon-
salon kecantikan, misalnya,” ujar Sonar. Operasi pembesaran payudara sebaiknya dilakukan
dokter ahli bedah estetika. Pasalnya, pembesaran payudara secara ilegal dapat berakibat fatal.
Pada beberapa kasus, akibat fatal terjadi karena penyuntikan silikon cair pada kelenjar payudara.
“Silikon menyebar dan bereaksi dengan organ tubuh lainnya. Ini sangat berbahaya,” lanjut Sonar.
“Yang benar adalah dengan silikon dalam kantung yang ditanam pada kelenjar payudara.
Tindakan ini aman selama dilakukan dengan benar.”

Belakangan juga banyak beredar produk perawatan untuk memperbesar ukuran payudara.
Sebagian wanita ada yang mencoba produk berbentuk krim untuk membesarkan payudara.

“Tapi ini pun belum terbukti efektif. Perkembangan payudara hanya bisa dipengaruhi oleh faktor
hormonal,” tukas Sonar. Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon juga tidak
disarankan. Pasalnya, hal itu dapat menyebabkan efek samping tertentu, seperti kenaikan berat
badan dan munculnya kelainan lain.

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN PAYUDARA

Pendahuluan

Pada setiap pemeriksaan USG, diperlukan persiapan yang baik dari pasien, pemeriksa, maupun
peralatan yang akan dipergunakan. Bila salah satu tidak siap, kemungkinan adanya gangguan
dalam proses pemeriksaan USG tersebut dapat saja terjadi. Misalnya, bila pemeriksa sedang

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 6


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
dalam kondisi kelelahan atau sakit, maka pemeriksaan USG harus dihentikan. Bila klien belum
memberikan persetujuan untuk pemeriksaan USG, maka pemeriksaan USG tersebut tidak dapat
dilaksanakan.

Sebelum memulai pemeriksaan, perhatikan setting mesin USG. Jangan memakai setting obstetri
untuk pemeriksaan ginekologi, atau setting jantung untuk pemeriksaan obstetri. Setting yang
salah akan menyebabkan kesalahan dalam diagnosis semakin besar. Selain itu, buku manual harus
diletakkan didekat mesin USG agar bila terjadi masalah dapat dicari penyelesaiannya pada buku
manual tersebut. Kesamaan teknik dasar pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi diperlukan
agar dapat dicapai suatu standarisasi dalam pemeriksaan USG tersebut. Standarisasi ini penting
didalam mencapai dan melakukan evaluasi tingkat kompetensi seorang sonografer atau
sonologist.

Indikasi Pemeriksaan

Indikasi pemeriksaan USG merupakan salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi sebelum
pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan secara rutin atau setiap
melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila pasien hamil. Banyak panduan yang telah
diterbitkan, misalnya dari ISUOG (International Society of Ultrasound in Medicine), AIUM
(American Institute of Ultrasound in Medicine), RCOG (Royal College of Obstetrics and
Gynecology), atau ASUM (Australian Society of Ultrasound in Medicine). Untuk mempermudah
memilah indikasi pemeriksaan tersebut penulis menyaran-kan pembagian indikasi sebagai berikut
: 1. indikasi obstetri, 2. indikasi ginekologi onkologi, 3. indikasi endokrinologi reproduksi, 4.
indikasi uroginekologi, dan 5. indikasi non obstetri ginekologi.

Semakin tinggi frekuensi gelombang suara, maka semakin pendek gelombang suara yang
dipergunakan, sehingga gambar yang dihasilkan lebih jelas dan rinci (memiliki resolusi tinggi).
Kebalikannya bila semakin tinggi frekuensi yang dipergunakan, maka kedalaman penetrasi
gelombang suara semakin rendah (dangkal), artinya untuk pemeriksaan organ superfisial atau
yang dekat dengan transduser lebih baik memakai frekuensi tinggi (> 5 MHz), misalnya USG
transvaginal atau payudara. Ketajaman gambar juga dipengaruhi oleh fokus. Fokus dapat diatur
melalui mesin USG oleh operator, fokus ditempatkan pada daerah yang akan diamati. Khusus
untuk pemeriksaan jantung janin hanya dipergunakan satu fokus saja, sedangkan untuk organ
lainnya cukup dua buah fokus. Semakin banyak fokus yang dipergunakan, semakin banyak energi
yang dipakai, sehingga gambar USG semakin tidak tegas gambarannya.

Resolusi aksial dan lateral mempengaruhi ketajaman gambar. Resolusi aksial adalah kemampuan
untuk membedakan dua titik pada daerah yang tegak lurus dengan transduser. Resolusi lateral
adalah kemampuan untuk membedakan dua titik pada daerah horizontal (lateral) terhadap
transduser. Selain itu, ketajaman gambar juga dapat dipengaruhi oleh adanya artefak.

Persiapan Pemeriksaan

Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan USG adalah :

a. Pencegahan infeksi
b. Persiapan alat
c. Persiapan pasien
d. Persiapan pemeriksa

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 7


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
Pencegahan infeksi

Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah kontak dengan darah
atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan, telah terbukti dapat mencegah
penyebaran infeksi. Epidemi HIV/AIDS telah menjadikan pencegahan infeksi kembali menjadi
perhatian utama, termasuk dalam kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja
terjadi. Kemungkinan penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriiksaan USG transvaginal
karena terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.

Risiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan ringan.

1) Risiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi (misalnya punksi menembus
kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya); peralatan yang dipakai memerlukan sterilisasi
(misalnya dengan autoklaf atau etilen oksida) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.

2) Risiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan kontak dengan
mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan yang dipakai minimal memerlukan
desinfeksi tingkat tinggi (lebih baik bila dilakukan sterilisasi). 3) Risiko penularan ringan terjadi
pada pemeriksaan kontak langsung dengan kulit intak, misalnya USG transabdominal; peralatan
yang dipakai cukup dibersihkan dengan alkohol 70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif,
virus mengandung lemak, fungisidal, dan tuberkulosidal) atau dicuci dengan sabun dan air.

Panduan di bawah ini dapat membantu mencegah penyebaran infeksi :

1. Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan, bisa memakai kain halus
atau kertas tissue halus.
2. Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus dibersihkan dengan
sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara membersihkan peralatan USG.
3. Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70% atau direndam selama dua menit 10
dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite (kadar 500 ppm dan diganti setiap
hari), kemudian dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan.
4. Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG transvaginal, bisa
memakai sarung tangan karet, atau kondom.
5. Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai (tidak steril) pada tangan yang akan
membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan. Perhatikan jangan sampai sarung
tangan tersebut mengotori peralatan USG dan tempat pemeriksaan.
6. Setelah melakukan pemeriksaan, kondom atau sarung tangan harus dimasukkan pada tempat
khusus untuk mencegah penyebaran infeksi, dan kemudian pemeriksa mencuci tangan.

Persiapan alat

Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap baik. Mesin USG
diletakkan disebelah kanan tempat tidur pasien, bila pemeriksa bertangan kiri, maka mesin
diletakkan disisi kiri pasien. Hidupkan peralatan USG sesuai dengan tatacara yang dianjurkan
oleh pabrik pembuat peralatan tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya
diletakkan di dekat mesin USG, hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat
ketidaktahuan operator USG. Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang
terlalu naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang stabilisator
tegangan listrik dan UPS (uninterrupted power supply). Setiap kali selesai melakukan
pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan dengan hatihati, terutama pada transduser

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 8


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
(penjejak) yang mudah rusak. Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci
dengan larutan anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat diperoleh dari
setiap pabrik pembuat mesin USG). Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya,
rapikan dan bersihkan kabel-kabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit. Setelah semua rapih,
tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini penting untuk mencegah mesin USG dari
siraman air atau zat kimia lainnya. Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai
penanggung jawab pemeliharaan alat tersebut.
Penyetelan gain yang benar, variasikan pengaturan gain untuk mendapatkan gambar terbaik dari
bagian yang tengah di USG

Persiapan pasien

Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh informasi yang cukup
mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi penting yang harus diketahui
pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara pemeriksaan (termasuk posisi pasien), akurasi
ketepatan diagnostik, perlu tidaknya pemeriksaan USG 3D, dan berapa biaya pemeriksaan.

Persiapan pemeriksaan

Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan USG, apa
indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat darurat gawat, misalnya pasien dengan
kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang nyonya atau nona, terutama bila akan
melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis
dan pemeriksaan fisik yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan
terhadap tindak medik yang akan dilakukan. Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku
di Indonesia saat ini hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang bersifat
invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis.

Setiap mesin mempunyai konfigurasi tampilan tombol-tombol yang berbeda, sehingga setiap
pemeriksa harus menyesuaikan dengan peralatan yang dipakainya serta mengenali semua lokasi
dan fungsi tombol-tombol yang tersedia. Transduser dipegang oleh tangan yang terdekat dengan
tubuh pasien, hal ini untuk mencegah terjatuhnya transduser tersebut. Sebaiknya pemeriksa duduk
dikursi ergonomis yang dapat bergerak, berputar, dan dapat diatur ketinggiannya agar posisi
tangan sama tinggi dengan dinding perut pasien (pemeriksaan USG transabdominal) atau duduk
di depan perineum pada saat melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Mesin USG harus dapat
dijangkau oleh tangan kiri pemeriksa agar pemeriksaan tersebut dapat optimal dan tidak membuat
lekas lelah. Pemeriksa juga harus berlatih dengan baik agar dapat merasakan bahwa transduser

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 9


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber
tersebut merupakan kepanjangan dan bagian dari tangannya (terutama transduser transvaginal)
sehingga adanya tahanan, konsistensi masa, atau perlekatan dapat dirasakan. Jangan memegang
transduser terlalu kaku dan kuat karena akan menimbulkan cedera pada lengan dan bahu.
Pemeriksa juga harus mengetahui program pencegahan infeksi universal.

Pemilihan Tranduser

Untuk pemeriksaan payudara, digunakan tranduser dengan frekuensi 7.5 Mhz. Frekuensi
tranduser berbanding terbalik dengan kedalaman objek yang akan diperiksa. Semakin
tinggi frekuensi, maka daya tembusnya hanya pada permukaan, semakin rendah frekuensi
tranduser, maka daya tembusnya semakin dalam.

Teknik Pemeriksaan

Setelah pasien tidur terlentang, untuk pemeriksaan payudara sebelah kanan, tangan kanan pasien
diangkat keatas dan ditaruh di sebelah kepala pasien.
Pertama-tama gerakkan transduser secara longitudinal ke kanan dan kekiri
Payudara dan secara transversal keatas dan kebawah sehingga menyapu seluruh area payudara

Pemeriksaan dengan posisi Longitudinal

Selanjutnya lakukan gerakan mengitari daerah papila mammae untuk melihat ductus lactiferus
mayor dan lakukan juga pemeriksaan daerah axilla

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 10


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Penyapuan
Makalah diambil dari berbagai Pemeriksaan Axilla
daerah seputar papilasumber
mamae
Jika didapat gambar yang mencurigakan, freeze gambar dan tulis note sesuai dengan arah jarum
jam. Dan untuk kelainan yang tidak teraba dan diketemukan kelainan maka penulisan
umpamanya 2 Cm diatas areola dan jam berapa diketemukannya kelainan, tetapi jika teraba,
cukup dituliskan sesuai dengan arah jarum jam saja.
Tangan kiri pasien berada di samping tubuh pasien. Begitu pula untuk pembuatan payudara
sebelah kiri.
Teknik pemeriksaan dan cara pengambilan gambar ini sangat mempengaruhi keakuratan
diagnosa, sehingga prinsip kehati-hatian sangat dibutuhkan

 Disampaikan dalam Workshop PARI Pengda JAYA dengan tema “Penatalaksanaan 11


mammografi dari berbagai modalitas imaging,
Jakarta 26 April 2009
 Makalah diambil dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai