Anda di halaman 1dari 32

NAMA: Oppi Yolanda Yuditia

NIM: 0503182140

KELAS: PS VIC

10 Tokoh Pemikiran Ekonomi Islam

1. Zaid bin Ali ( 79H – 122H / 698M – 740M )


A. Nama dan tahun penting di kehidupannya
1) Nama Lengkap: Zaid bin Ali bin Husain bin Ali Abu Thalib
2) Tahun penting kehidupannya: Imam Zaid bin Ali (w. 122 H) seorang mujtahid
fikih mazhab syiah yang hidup sebelum era empat imam mazhab fikih sunni di atas.
Zaid bin Ali dilahirkan tahun 75 H. Sementara menurut pendapat yang lain ia
dilahirkan pada tahun 79 H/698 M.
B. Perjalanan Pendidikan, bertemu dengan gurunya dan kitab – kitab karyanya
1) Perjalanan Pendidikan: “Ketika saya melihat Zaid Bin Ali, saya tidak pernah
menemukan seorangpun dizamannya yang melebihi kefaqihan-nya, tidak pula
pengetahuaanya, kelihaiannya dalam memberikan jawaban, dan kefasihannya dalam
berbicara,…….”. Imam Zaid Bin Ali tumbuh dan berkembang ditengah-tengan
keluargan yang selalu memprioritaskan pendidikan. Dalam usianya yang masih muda,
imam Zaid sudah memiliki keunggulan yang jarang dimiliki oleh orang lain
sebayanya, seperti keilmuan dan kesopan-santunan yang luar biasa, akhlak yang
sempurna, dll. Hal itu didukung oleh beberapa factor internal, diantaranya ialah:

•    Karena Imam Zaid mempunyai nasab yang paling mulia dinegeri arab, dan didalam
tubuhnya mengalir darah suci Rasulullah SAW.
•    Karena beliau dan keluarganya telah lulus ujian yang diberikan Allah kepada mereka,
sehingga Allah mengangkat derajat mereka.
•    Karena keluarganya yang selalu mengarahkannya kepada ilmu pengetahuan, serta
menganggap suatu ujian sebagi hiburan yang pada akhirnya akan berbuah pengetahuan.

Dari tiga faktor internal inilah, Imam Zaid Bin Ali tumbuh dan berkembang selalu dalam
pengawasan ayahnya hingga menjadi seorang ulama’ terkemuka di Kuffah, yang alim dan
banyak menguasai ilmu pengetahuan tentang islam. Dia adalah seorang imam yang ahli
dalam bidang Qira’aat, seperti ilmu Al-Qur’an beserta tafsirnya, ilmu Nasikh Wal Mansukh,
dan dia juga seorang ulama’ aqidah yang banyak dijadikan rujukan. Disamping ilmu qira’at,
Imam Zaid juga seorang yang mumpuni dalam bidang fiqih dan hadits, karena beliau
mengambil hadits langsung dari ayahnya, ahlul bait, dan selainnya. Bahkan banyak syekh
dari Kuffah yang belajar kepadanya. Berbagai pujian dan sanjungan datang kepada beliau
dari orang yang pernah belajar kepadanya, diantaranya ialah Imam Abu Hanifah (yang
ungkapannya penulis kutipkan diatas), Abdullah Bin Al-Hasan Bin Al-Hasan, Abu
Muhammad , Ibrahim, dll.

Dalam satu pujiannya, Abdullah Bin Hasan mengungkapkan tentang keilmuan yang dimiliki
oleh Imam Zaid dengan mengatakan bahwa dia belum pernah melihat seorangpun semasanya
yang menandingi keahliannya, dan tidak pula dari ahlul bait-nya.

Ilmu tanpa dihisai dengan sulukiyah al-hasanah tidak akan bermanfaat. Maka, selain
menguasai ilmu keislaman, Imam Zaid juga menguasai sulukiyah al-hasanah sebagai sarana
bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat dalam menyebarkan pemikirannya. Seperti
keikhlasan, karena keikhlasan itu bagaikan cahaya yang akan menerangi dirinya; pemberani,
sabar, kesadaran berfikir, kefasihan dalam bertutur kata, insting yang kuat, haibah yang
tinggi, dll. 
Dalam pengembaraannya mencari ilmu, Imam Zaid tidak hanya berkutat di Madinah bersama
Alul Bait, tapi dia sudah mengembara kepenjuru negeri arab hanya untuk memperdalam
pengetahuannya. Seperti hijrahnya ke Iraq, disana ia mendapatkan ilmu baru yang tidak ia
dapatkan sebelumnya di Madinah, seperti ilmu tentang filsafat, ilmu al-adyan, dan  ‘ilmu al-
firaq.

2) Guru – gurunya: Guru utama Zaid bin Ali bukan lain adalah ayahnya sendiri, Ali
Zainal Abidin, seorang fakih dan perawi hadis yang sangat gandrung dengan ilmu dan
menjauhi politik. Pada tahun 25 Muharram 95 H/ 713 Masehi ayahnya wafat, beliau
kemudian diasuh oleh saudara tertua ayahnya, yaitu Muhammad al–Baqir (57–113
H/677–732 M), ayah Imam Ja’far as–Sidiq. Selain itu, beliau juga dididik oleh
Abdullah bin Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad, guru Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, dan Sufyan as-Sauri. Zaid bin Ali juga belajar kepada Muhammad bin
Hanafiyah bin Ali bin Abu Thalib, seorang pakar ilmu kalam pada zaman itu.
Kecintaan pada ilmu pengetahuan dan semangatnya dalam menyebarkan kebaikan
membuatnya berkeliling ke berbagai daerah. Tujuannya untuk bertemu dengan para
alim saat itu guna memperdalam ilmu di bidang akidah, fikih dan hadis. Di Basrah,
Zaid bin Ali sempat berjumpa dengan seorang pemuka Mu’tazilah, yakni Wasil bin
Atha’.

3) Kitab karyanya: Karya Zaid Ibn  Ali yakni Al Majmu’. Kitab ini merupakan kitab
fiqih pertama diawal abad 2 H yang sampai pada zaman kini dan menjadi rujukan
utama madzhab Zaidiyah[2]. Buku ini kemudian disyarah32 oleh Syarifuddin al
Husain Ibn  Haimi al Yamani as San’ani dengan judul Ar Raud an Nadir Syarh
Majmu’ al Fiqh al Kabir.

C. Keadaan politik dan ekonomi pada masa Zaid bin Ali


1) Keadaan politik pada masa Zaid: Pada tahun 120 H / 738 M, di tengah suasana
menurunnya simpati masyarakat terhadap Kekhalifahan Bani Umayyah, Zaid bin Ali
bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, salah satu pemuka Alawi dan peletak pondasi
dasar salah satu mazhab dalam Syiah, yakni Zaidiyah, secara diam-diam menggalang
baiat untuk melakukan perlawanan terhadap Dinasti Umayyah. Zaid memperoleh
dukungan yang sangat besar di Kufah, sebanyak 15.000 orang dilaporkan telah
berbaiat kepadanya. Pada masa-masa inilah kemudian Abu Hanifah menyatakan
dukungannya terhadap Zaid, dia memberikan dukungan moral dan finansial untuk
gerakan ini. Tidak berhenti di sana, Abu Hanifah yang sudah menjadi tokoh besar
bahkan mengeluarkan fatwa untuk mendukung perjuangan Zaid.

Ketika gerakan Zaid sudah semakin mantap dan konstelasi sudah meruncing ke arah
perjuangan bersenjata, sebagian pendukungnya malah berkhianat kepadanya. Mereka
mulai berargumen kepada Zaid dan berkata kepadanya, “Pertama, katakan kepada kami
tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab?”

Zaid menjawab, “Aku tidak pernah mendengar siapapun di keluargaku menyebut mereka
dengan sebutan yang buruk.”

Mereka berkata, “Anggota keluargamu yang berhak atas kekhalifahan, dan mereka tidak
merasa tersinggung dengan direbutnya kekhalifahan oleh mereka berdua (Abu Bakar dan
Umar), dan sekarang Bani Umayyah, bukankah engkau akan merebutnya? Jadi
bagaimana engkau dapat menyebut mereka (Bani Umayyah) tidak adil dan melawan
mereka?” Setelah berkata demikian mereka pergi meninggalkannya, dan Zaid kemudian
menyebut mereka dengan sebutan rafidhah (bahasa Arab, artinya adalah “menolak” /
“tidak menerima”).

Setelah kejadian ini, kini hanya tinggal tersisa 220 orang yang setia kepada Zaid. Dengan
jumlah yang sangat sedikit, mereka mesti berhadapan dengan pasukan Yusuf bin Umar
al-Thaqafi yang berjumlah ribuan. Zaid kemudian mendatangi setiap rumah
pendukungnya, mengingatkan atas baiat yang pernah mereka berikan sebelumnya, dan
meminta dukungan mereka kembali, namun tak seorangpun yang kini bersedia.

Akhirnya, pertempuran tidak terelakkan, dengan jumlah pasukan seadanya Zaid terpaksa
menghadapi gempuran pasukan Bani Umayyah. Pada awalnya dia sempat memukul
mundur pasukan musuh, namun karena jumlah yang tidak seimbang, pada akhirnya
pasukan Zaid dikalahkan. Zaid sendiri tertembak panah di bagian dahinya, dia jatuh
tersungkur dan tewas.

Gubernur Yusuf lalu memenggal kepala Zaid dan mengirimkannya kepada khalifah Bani
Umayyah, Hisyam bin Abdul-Malik, di Damaskus. Putra Zaid, Yahya bin Zaid berhasil
melarikan diri ke Nainawa (sekarang berada di pantai timur Sungai Tigris, di seberang
Mosul, Irak), dan untuk sementara bersembunyi di sana sebelum akhirnya dia bertolak ke
Khurasan.

Di Damaskus, Khalifah Hisyam melakukan tindakan demonstratif dengan menggantung


kepala Zaid di gerbang kota. Sementara itu, Gubernur Yusuf di Kufah, menggantung
jenazah para pendukung Zaid dan membiarkannya tergantung di sana selama bertahun-
tahun sampai jasad mereka mengering.

Tindakan Bani Umayyah kali ini, semakin membuat mereka dibenci oleh rakyat. Di sisi
lain, simpati rakyat terhadap Bani Hasyim (kabilah Arab yang masih memiliki hubungan
kekeluargaan yang lebih dekat dengan Nabi Muhammad, Alawi dan Abbasi termasuk di
dalamnya) terus bertambah.

Lalu bagaimana dengan Abu Hanifah? Dia sendiri tidak sampai dihukum mati, tapi dia
menerima hukuman cambuk yang diberikan kepadanya oleh Gubernur Irak pengganti
Yusuf, yakni Yazid bin Hubayrah (wafat 132 H / 750 M). Abu Hanifah kemudian
mencari perlindungan politik di Makkah, di mana dia tinggal di sana selama lebih dari
sepuluh tahun. Dia baru kembali ke Kufah setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa pada tahun
132 H / 750 M.

2) Kondisi ekonomi Zaid bin Ali: Pada masanya Zayd bin Ali suadah mulai
berkembang proses jual beli barang dengan system kredit atau transaksi pembayaran
yang ditangguhkan. Pada saat itu harga yang lebih tinggi ditentukan oleh penjual, jika
pembeli menangguhkan pembayaran menyicil maka sebagai kompensasi kepada
penjual, dikarenakan penjual memberikan kemudahan kepada pembeli dalam
pembayaran. Transaksi ini sah dan dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi
oleh prinsip sama sama ridha diantara kedua pihak.
D. Substansi Pemikiran Tokoh:
1) Sanad hadist yang diutamakan ialah yang berasal Ahli Bait.
2) Khalifah bukanlah jabatan keturunan.
3) Melaksanakan amar ma’ruf merupakan kewajiban atas setiap muslim karena itulah ia
bertempur dengan khalifah Zayd.
4) Pelaku dosa besar diletakkan antara kufur dan iman, mereka dinamakan fasiq.
5) Manusia merupaka ikhtiar dan bertindak sesuai dengan kemampuan.
6) Para imam tidak mempunyai mukjizat.

E. Respon Tokoh terhadap Ekonomi: Zayd bin Ali adalah penggagas penjualan secara
kredit dengan harga yang lebih tinggi disbanding harga tunai. Zayd bin Ali
memperbolehkan penjualan hal tersebut. Hanya saja Zayd bin Ali tidak
memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayarannya lebih tinggi dari
pembayaran tunai, seperti penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian
pinjaman, dikarenakan penambahan terhadap penundaan adalah riba.

Sumber: Zaid bin Ali - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

PEMIKIRAN EKONOMI MENURUT ZAYD BIN ALI DAN ABU HANIFAH ~ GUBUK
TATANG

Suriyadi: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (suriyadiando.blogspot.com)


2. Abu Hanifah ( 80H – 148H / 699M – 767M )
A. Nama dan Tahun Penting Kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi
2) Tahun penting kehidupannya:  lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah/699 M,
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru – gurunya, kitab – kitab
karyanya

1) Pendidikannya: Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra.


Namun, tidak seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke
Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu menghafal Al-
Qur'an serta ribuan hadits.
Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun kemudian berprofesi seperti
bapaknya. Ia mendapat banyak keuntungan dari profesi ini. Di sisi lain ia memiliki wawasan
yang sangat luas, kecerdasan yang luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat. Beberapa ulama
dapat menangkap fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya untuk pergi berguru
kepada ulama seperti ia pergi ke pasar setiap hari.
Di masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk Kufah disibukkan dengan
tiga halaqah keilmuan. Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua,
halaqah yang membahas tentang Hadits Rasulullah metode dan proses pengumpulannya dari
berbagai negara, serta pembahasan dari perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya
pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari Al-
Qur'an dan Hadits, termasuk membahas fatawa untuk menjawab masalah-masalah baru yang
muncul saat itu, yang belum pernah muncul sebelumnya.
Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang ilmu kalam, tauhid dan metafisika.
Menghadiri kajian hadits dan periwayatannya, sehingga ia mempunyai andil besar dalam
bidang ini.
Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang keilmuan secara mendalam, ia memilih
bidang fikih sebagai konsentrasi kajian. Ia mulai mempelajari berbagai permasalahan fikih
dengan cara berguru kepada salah satu Syaikh ternama di Kufah, ia terus menimba ilmu
darinya hingga selesai. Sementara Kufah saat itu menjadi tempat domisili bagi ulama fikih
Iraq.
Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya, hanya saja ia terkenal
sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebat, serta bersikeras mempertahankan
pendapatnya, terkadang menjadikan syaikh kesal padanya, namun karena kecintaannya pada
sang murid, ia selalu mencari tahu tentang kondisi perkembangannya. Dari informasi yang ia
peroleh, akhirnya sang syaikh tahu bahwa ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan
shalat dan tilawah Al-Qur'an. Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka syaikh
menamakannya Al-Watad.
2) Pertemuan dengan guru – guru: Guru Abu Hanifah kebanyakan dari kalangan
“tabi‟in” (golongan yang hidup pada masa sahabat nabi). Diantara mereka itu ialah
Imam Atha bin Raba‟ah (wafat pada tahun 114 H), Imam Nafi‟ Muala Ibnu Umar
(wafat pada tahun 117 H), dan lain-lain lagi. Adapun orang alim ahli fiqh yang
menjadi guru beliau yang paling mashur ialah Imam Hamdan bin Abu Sulaiman
(wafat pada tahun 120 H), Imam Hanafi berguru kepada beliau sekitar 18 tahun.
antara orang yang pernah menjadi guru Abu Hanifah ialah Imam Muhammad Al
Baqir, Imam Ady bin Tsabit, Imam Abdur Rahman
bin Harmaz, Imam Amr bin Dinar, Imam Manshur bin Mu‟tamir, Imam Syubah bin
Hajjaj, Imam Ashim bin Abin Najwad, Imam Salamah bin Kuhail, Imam Qatadah,
Imam Rabi‟ah bin Abi Abdur Rahman. Dan lain-lainnya dari ulama Tabi‟in dan
Tabi‟it Tabi‟in.
3) Kitab – Kitab karyanya: Kitaab-ul-Aathar and Fiqh al-Akbar
C. Kondisi ekonomi: Ayahnya adalah pedagang muslim yang baik serta kaya. Diketahui
pula bahwa ayahnya bertemu dengan Ali bin Abi Thalib saat kecil dan kakeknya
memberi 'Ali beberapa faludhaj pada hari Nawruz. Hal ini menunjukkan bahwa
keluarganya kaya karena mereka bisa memberikan manisan khalifah atau faludhaj
yang hanya bisa dimakan oleh orang kaya. Dapat disimpulkan dari kejadian tersebut
bahwa Tsabit merupakan orang kaya.
D. Substansi pemikiran Abu Hanifah
1) Akad salam Ia mensyaratkan adanya jangka waktu dalam akad salam.
2) Zakat madu, Abu Hanifah menyatakan bahwa zakat wajib dikeluarksan dari madu
sebagaimana zakat hasil pertanian.
3) Abu Hanifah mensyaratkan ridho muhal dan muhil dalam hawalah.

E. Respon tokoh terhadap ekonomi:  Imam Abu Hanifah terkenal sebagai pemuka
madzhab dalam masalah fiqh. Sehingga tidak ditemukan kebijakan-kebijakan atau
gagasa-gagasan khusus mengenai ekonomi yang ditawarkan oleh Abu Hanifah,
namun ia mengemukakan banyak pendapat dalam akad-akad muamalat dalam segi
pandang fiqh.
Sumber: Abu Hanifah - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemikiran Ekonomi Islam Abu Hanifah | Abdurrachman Tsanie (rohman-utm.blogspot.com)

Islam Is A Real Asset: Sejarah dan pemikiran Ekonomi Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu
Muhammad bin Al Hasan (Al Syaibani) dan Abu Ubaid (annajihah91.blogspot.com)

3. Abu Yusuf ( 113H – 182H /732M – 798M )


A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad ibn Husaen al-Anshory 
2) Tahun penting kehidupannya: - Setelah Imam Abu Hanifah wafat, Abu Yusuf
menggantikan kedudukannya sebagai guru pada perguruan Imam Abu Hanifah.
Ketika itu Abu Yusuf tetap mewarisi prinsip gurunya yang tidak mau memegang
jabatan apapun dalam bidang pemerintahan, terutama jabatan kehakiman. Namun,
sejak Imam Abu Hanifah wafat, keadaan ekonomi keluarganya semakin lama semakin
memburuk, hal itu membuat karier keilmuannya tidak berkembang. Sehingga pada
tahun 166 H/782 M beliapun meninggalkan Kufah dan pergi ke Baghdad.
- Pada tahun 159-169 H/775-785 M Abu Yusuf diangkat sebagai hakim oleh Khalifah
Abbasiyah, al Mahdi di Baghdad Timur. Jabatan ini terus dipegangnya sampai masa
kekhalifahan al Hadi pada tahun 169-170 H/785-786 M.
- Pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar Rasyid, tahun 170-194 H/786-809 M,
beliau menjabat sebagai ketua para hakim (Qadi al Qudah, seperti ketua Mahkamah
Agung pada masa sekarang) pertama Daulah Abbasiyah.
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru – gurunya, kitab – kitab
karyanya

1) Perjalanan Pendidikan: Abu Yusuf mempunyai minat yang kuat terhadap ilmu
pengetahuan sejak kecil. Kecendrungan dan minat kuat tersebut selalu memacu beliau
untuk lebih giat menimba ilmu pengetahuan dari beberapa tokoh yang hidup pada
masanya dan ini pula yang mendorongnya untuk menekuni beberapa kajian, terutama
dalam kajian-kajian hadis, meskipun dalam perjalanan pendidikannya harus berbaur
dengan beberapa pekerjaan lain yang memaksa beliau untuk mencari nafkah dalam
upaya pemenuhan kebutuhan orang tuanya yang tergolong dalam kelompok garis
kemiskinan. Karir pendidikan Abu Yusuf dimulai dari mempelajari hadis dari para
tabi’in yang mempunyai nama besar dan termasyhur pada masa itu. Bakat dan
ketekunan Abu Yusuf dalam belajar ini telah menggugah hati Abu Hanifah untuk
membiayai seluruh keperluan pendidikannya, bahkan biaya hidup keluarganya. Hal
ini dikarenakan besarnya harapan Abu Hanifah terhadap Abu Yusuf dalam
melanjutkan dan menyebarluaskan paham fiqh beliau keberbagai wilayah. Hal ini
terliht dari ungkapan Abu Hanifah yang mengatakan bahwa Abu Yusuf adalah
seorang yang sangat kuat hafalan dan ilmunya. Tidak ada lagi seorangpun diseluruh
dunia yang lebih luas ilmu fiqhnya dari pemuda ini. Ungkapan tersebut memberi
gambaran bahwa sekiranya Abu Hanifah tidak mempunyai murid selain Abu Yusuf,
niscaya beliau sendiri (Abu Yusuf) telah cukup untuk menjadi kebanggan bagi
manusia.
2) Pertemuan dengan guru – gurunya: Abu Yusuf menjadi murid Abu Hanifah selama
17 tahun dan sejumlah ulama terkemuka pada masa itu. Antara lain (1) Jalil „Ata' bin
al-Sha‟bi seorang tabi'in senior, yang memiliki keahlian di bidang fikih dan hadis, (2)
al-A'mash yang nama lengkapnya Sulaiman bin Mahran, (3) Hisham ibn Urwah al-
Asadi al-Madani beliau adalah ulama hadis yang sangat terkenal pada masanya serta
termasuk dalam tabaqāt para tabiin yang banyak melahirkan murid terutama para
ulama Hijaz seperti al-Zuhri, Imam Malik dan lainnya , Abu Ishaq al-Shaibani,
Sofyan al-Thauri seorang imam yang ahli dalam bidang hadis, beliau juga salah
seorang mujtahid besar yang mempunyai pengikut dan pengaruh yang amat besar,
Muhammad Ibnu Abdillah Ibnu Abi Laila, beliau dikenal sebagai mujtahid yang
berpegang kepada ra‟yu dan pernah menjabat hakim di Kufah selama 33 tahun, yaitu
sejak masa Bani Umayyah sampai beberapa masa pada daulat Bani Abbasiyyah.
Selain itu juga tokoh seperti Sulaiman al-Tamimi dan Yahya Ibnu Said. Masing-
masing ulama besar tersebut sempat menjadi tempat Abu Yusuf menimba ilmu
pengetahuan (Azis, 1997: 16).
3) Kitab – kitab karyanya: ·         Kitab Al-Atsar yaitu kitab yang menghimpun hadits-
hadits yang diriwayatkan dari para gurunya dan juga ayahnya.

·         Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibni Abi Laila


·         Kitab al-Radd ala Siyar al-Auza’i.Kitab ini memuat beberapa pendapat dan pandangan
Aabu Yusuf tentang beberapa hukum islam yang merupakan himpunan dari kritikan dan
sanggahan-sanggahan beliau terhadap pendapat al-Auza’i di seputar perang dan jihad.
·         Kitab Adabu al-Qadhi.Yaitu kitab yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi oleh seorang hakim(Qadhi)
·         Kitab al-Maharij fi al-Haili.Yaitu kitab yang memuat tentang kajian biologi,tentang
binatang binatang dan segala hal yang berkaitan dengan itu.
·         Kitab al-Jawami’.Kitab ini lebih banyak membahas tentang pendidikan
·         Kitab al-kharaj.Kitab ini merupakan karya monumental beliau.

C. Kadaan sosiologi politik budaya dan ekonomi pada saat itu


1) Keadaan sosiologi: Abu Yusuf hidup pada masa bani Abbasiyah yang merupakan
salah satu masa kejayaan Islam, sehingga keadaan sosial pada masa itu cenderung
stabil.
2) Keadaan politik: pada masa Abbasiyah kekuasaan di pegang oleh Harun al-Rasyid
merupakan penjak keemasan bani Abbasiyah
3) Keadaan peradaban dan budaya:  hidup dimasa bani Abbasiyah perdaban yang
paling berkembang adalah teknologi pertanian,kesusastraan, kesehatan , dan lain-lain
berkembang begitu pesat.
4) Kondisi ekonomi:  seperti yang kita ketahui bahwa pemikiran ekonomi dari Abu
Yusuf yang paling terkenal adalah kitab AL-Kharaj yang di sampaikannya kepada
Harus al- Rasyid selaku pemimpin bani Abbasiyah pada saat itu. Dimana pada saat
pemikiran beliau mengenai sistem pajak dan keuangan negara muncul kondisi
ekonomi sudah berjalan dengan baik dan berkembang serta penduduknya yang
makmur.
D. Substansi pemikiran tokoh:
1) Negara dan Aktivitas Ekonomi
Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta
menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya
memenuhi kebutuan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang
berorientasi kepada kesejahteraan umum.
2) Teori Perpajakan
Dalam hal perpajakan Abu Yusuf telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas
yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons
of taxation. Kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar bagi
pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi
pajak adalah beberapa prinsip yang ditekankannya.
3) Mekanisme Harga
Abu Yusuf menyatakan, tidak ada batasan tetentu tentang murah dan mahal
yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak
bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan,demikian juga
mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan
ketentuan Allah.
E. Respon tokoh terhadap ekonomi:  Pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi adalah
bahwa semua kekayaan yang dikumpulkan dan dikelola oleh khalifah adalah amanah
dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Semua kebijakan negara harus
mengedepankan aspek kepentingan rakyat seluas-luasnya.

Sumber: 11-13-1-SM (4).pdf

Majelis Penulis: BIOGRAFI ABU YUSUF

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MASA ABU YUSUF (113-182 H/731-798 M)


~ Islamic Economics Knowledge (ilmu-iqtishoduna.blogspot.com)

4. Asy Syaibani ( 132H – 189H / 748M – 804M)


A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Abdullah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad Jazariya asy-
Syaibani.
2) Tahun penting kehidupannya: - Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota
Wasit, ibu kota dari Irak pada masa akhir pemerintah Bani Umawiyyah.

-       Ketika Abu Hanifah meninggal dunia 183 H/798 M, dia pindah ke Madinah dan belajar
kepada Malik dan al-Awza’i, lalu dia menguasai fiqh yang mengandalkan hadis.
-       Pada usia 19 tahun Asy-Syaibani belajar kepada Imam Abu Hanifah.

B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru gurunya, kitab – kitab


karyanya
1) Perjalanan pendidikannya: Pendidikan Asy-Syaibani berawal di rumah, di bawah
bimbingan langsung dari ayahnya, yang tak lain merupakan seorang ahli fikih di
zamannya. Pada usia belia asy-Syaibani telah menghafal Alquran.
2) Peretemuan dengan guru gurunya: Pada usia 19 tahun Asy-Syaibani belajar kepada
Imam Abu Hanifah. Kemudian ia belajar kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu
Hanifah. Dari kedua imam inilah asy-Syaibani memahami fikih Mazhab Hanafi dan
tumbuh menjadi pendukung utama mazhab tersebut. Asy-syaibani sendiri di
kemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam Abu Hanifah
kepadanya. Pada usia 14 tahun al- Syaibani berguru kepada Abu Hanifah selama
empat tahun, setelah belajar 4 tahun, Abu Hanifah meninggal dunia dan ia tercatat
sebagai penyebar Mazhab Hanafi. Ia belajar hadis dan ilmu hadis kepada Sufyan as-
Sauri dan Abdurrahman al-Auza’i. di samping itu, ketika berusia 30 tahun ia
mengunjungi Madinah dan berguru kepada Imam Malik yang mempunyai latar
belakang sebagai ulama ahlulhadis dan ahlurra’yi. Berguru kepada ulama-ulama di
atas memberikan nuansa baru dalam pemikiran fikihnya. Asy-Syaibani menjadi tahu
lebih banyak tentang hadis yang selama ini luput dari pengamatan Imam Abu
Hanifah.
3) Kitab – kitab karyanya: Kitab al-Iktisab fiil rizq al-Mustahab (book on Earning a
clean living) dan Kitab al-Asl.
C. Substansi pemikiran tokoh:
1) Al-Kasb (Kerja) asy-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai mencari
perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas
demikian termasuk dalam aktivitas produksi. 
2)    Kekayaan dan Kefakiran Asy-Syaibani menyerukan agar manusia hidup dalam
kecukupan baik untuk diri sendiri bukan keluarganya. 
3)  Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian Asy-Syaibani membagi usaha
perekonomian menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian
dan perindustrian. Dari keempat usaha perekonomian tersebut, Asy-Syabani lebih
mengutamakan usaha pertanian. Menurutnya pertanian memproduksi berbagai
kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai
kewajibannya.
4) Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi l-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya
Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan
berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu makan, minum, pakaian dan tempat
tinggal.
5)   Distribusi Pekerjaan Imam Asy-Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam
hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Asy-Syaibani menandaskan bahwa seorang
yang fakir membutuhkan orang kaya dan orang kaya membutuhkan tenaga orang
miskin. Dari hasil tolong menolong itu, manusia jadi lebih mudah dalam menjalankan
aktivitas kepada-Nya.

D. Respon tokoh terhadap ekonomi: Dari teori lain yang digagas oleh asy-syaibani
apabila dikaitkan pada kondisi ekonomi bisa kita lihat bahwa banyak manusia yang
kaya pada dunia ini akan tetapi di dalam hatinya tidak pernah merasakan kecukupan,
semakin kaya seseorang semakin merasa kekurangan di dalam hatinya, hal ini bisa
kita lihat bahwa masih banyak penjabat yang melakukan korupsi untuk menambah
harta kekayaannya padahal menurut asy-Syaibani sendiri menyatakan apabila manusia
telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegaas pada kebajikan,
sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi
mereka.

Sumber: Sepercik Hikmah: BIOGRAFI IMAM ASY-SYAIBANI (tetesan-


coretanrasa.blogspot.com)

PEMIKIRAN EKONOMI ASY-SYAIBANI | Zulfikarnasution's Blog (wordpress.com)

Ekonomi Islam: PEMIKIRAN EKONOMI ASY SYAIBANI (shaft-1.blogspot.com)

Pemikiran Ekonomi Abu Abdullah Muhammad Asy-Syaibani - JUMAL AHMAD


(ahmadbinhanbal.com)

5. Al-Ghazali ( 450H – 505 H / 1058M – 1111M)


A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali
2) Tahun penting kehidupannya: - Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali
ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H
- Pada akhir tahun 490 H, al-Ghazali menuju palestina, mengunjungi Hebron dan
Yerussalem. Ia berdoa dalam mesjid Bait al- Maqdis, memohon kepada Allah supaya
diberi petunjuk sebagaimana yang dianugrahkan kepada para nabi.
- Selanjutnya pada tahun 499 H/ 1105 M karena desakan dari penguasan Saljuk, al-
Ghazali mengajar kembali pada madrasah Nizhamiyah di Naisabur, tetapi hanya
berlangsung selama 2 tahun, kemudian dia kembali ke Thus untuk mendirikan
madrasah bagi para fuqaha, dan sebuah zawiyahi atau khanaqah untuk para
mutasawwifin.
- Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan, menulis dan mengajar, maka pada
usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia dalam usia 54 tahun di kota kelahirannya
pada tanggal 14 jumadil akhir 505 H/ 19 Desember 1111 M dalam pangkuan
saudaranya Ahmad al-Ghazali.
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru gurunya, kitab – kitab
karyanya
1) Perjalanan pendidikannya: Pada tingkat dasar, dia mendapat pendidikan secara
gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang
diperoleh pada peringkat ini membolehkan dia menguasai Bahasa Arab dan Parsi
dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, dia mula
mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat, dan mempelajari segala
pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-
mazhab tersebut. Selepas itu, dia melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-
Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim
di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, dia telah dilantik
menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiyah (sebuah universitas yang didirikan oleh
perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian dia dilantik pula
sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat
seperti Mekkah, Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama
di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, dia
menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat
dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
2) Peretemuan dengan guru gurunya: Al Ghazali belajar kepada Imam Al- Haramain
Abu Al- Ma’ali Al-Juwaini. Setelah itu ia berkunjung ke kota Baghdad, ibu kota
Daulah Abbasyah, dan bertemu dengan Wazir Nizham Al-Mulk. Darinya Al-Ghazali
mendapat penghormatan dan penghargaan yang besar.
3) Kitab – kitab karyanya: Mi’yaru al-‘llm
Iljam al-Awam an ‘llm al-Kalam
Arba’in fi Ushulu al-Diin
Ara ‘llm al-Dinn
Mahkun Nadhar
Al-Madhnun bi al-Ghair Ahlihi
Al-Muntahal fi ‘llm al-Diin
Munfashil Al-Khilaf fi Ushulu al-Diin
Hujjatu al-Haqq
Al-Mustazhiri
C. Keaadaan sosiologi, politik, peradaban dan budaya, dan Kondisi ekonomi:
1) Keadaan sosiologi : Al-Ghazali dikenal memiliki pemikiran yang sangat luas dalam
berbagai bidang keilmuan. Bahasannya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam
karya monumentalnya Ihya Ulumuddin, al-Mustashfa Mizan, al-Amal dan At-Tibr al-
Masbuk fi al-Nasihah alMuluk. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas
meliputi pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta
peranan negara dan keuangan publik
2) Keadaan politik : Sesama hidup Al-Ghazali, dunia Islam memang mengalami fase
kemunduran dan kemorosotan yang makin parah.
3) Keadaan peradaban dan budaya : Dalam bidang politik misalnya, kekuasaan
khalifah hampir semata-mata terbatas pada bidang spiritual, sedang kekuasaan politik
yang sesungguhnya berada pada penguasa-penguasa lokal yang bertebaran di wilayah
dunia Islam, apakah mereka bergelar Sultan, Amir atau Raja.
4) Kondisi ekonomi : Secara umum sosio ekonomi, Al-Ghazali berakar dari sebuah
konsep fungsi kesejahteraan sosial Islam. Tema yang menjadi pangkal tolak seluruh
karyanya adalah konsep maslahah, yakni sebuah konsep yang mencakup semua
aktivitas manusia dan membuat kaitan erat antara individu dan masyarakat.

D. Substansi pemikiran tokoh:

Bahwa pemikiran al-Ghazali mengenai perekonomian Islam yaitu Pemikiran sosio


ekonomi al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi
kesejahteraan sosial”. Al-Ghazali telah mengidentifikasikan semua masalah baik yang
berupa mashalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid(disutilitas, kerusakan) dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut al-Ghazali, kesejahteran (maslahah) dari
suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni
agama (al-dien), hidup atau jiwa (nafs) keluarga atau keturunan (nasl), harta atau
kekayaan (mal), dan intelek atau akal (aql).
Mayoritas pembahasan al-Ghazali mengenai berbagai pembahasan ekonomi terdapat
dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din.
1. Pertukaran sukarela dan evolusi pasar, yang meliputi;
a. Permintaan,penawaran,harga,dan laba
b. Etika perilaku dasar
2. Produksi barang, yang meliputi;
a. Produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial
b. Hierarki produksi
c. Tahapan produksi, spesialisasi, dan keterkaitannya
3. Barter dan Evolusi barang, yang meliputi;
a. Problema Barter dan kebutuhan terhadap uang.
b. Uang yang tidak bermanfaat dan penimbunan bertentangan dengan hukum illahi.
c. Pemalsuan dan penurunan nilai uang
d. Larangan Riba‟
4. Peran Negara dan Keuangan Publik, yang meliputi;
Kemajuan ekonomi melalui keadilan, kedamaian, dan stabilitas
Keuangan publik (sumber negara, utang publik, dan pengeluaran publik).

E. Respon tokoh terhadap ekonomi: Al-Ghazali menegaskan bahwa aktivitas ekonomi


harus dilakukan secara efisien karena merupakan bagian dari pemenuhan tugas
keagamaan seseorang. Ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus
melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi, yaitu:7 pertama, untuk mencukupi kebutuhan
hidup yang bersangkutan. Kedua, untuk mensejahterakan keluarga. Ketiga, untuk
membantu orang lain yang membutuhkan.

Sumber: Biografi Imam Al Ghazali - Portal-Ilmu.com | Read More Learn More

Biografi Lengkap Imam Al-Ghazali Beserta Karya-Karyanya (tongkronganislami.net)

Al-Ghazali - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

PEMIKIRAN EKONOMI MENURUT AL-GHAZALI | cakrawala dunia


(didiaananggariani.blogspot.com)
6. Ibn Miskawaih ( 330H – 421H / 932M – 1030M )
A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih.
2) Tahun penting kehidupannya: - Dia lahir di Iran pada tahun 330 H/932 M
- Ibnu Miskawaih melewatkan seluruh masa hidupnya pada masa
kekhalifahan Abassiyyah yang berlangsung selama 524 tahun, yaitu dari tahun 132
sampai 654 H /750-1258 M.
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru gurunya, kitab – kitab
karyanya
1) Perjalanan pendidikannya: Ibnu Maskawaih seorang yang tekun dalam melakukan
percobaan-percoabaan unuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Selain itu beliau
dipercayakan oleh penguasa untuk mengajari dan mendidik anak-anak penjebat
pemerintah, hal ini tentu menunjukkan bahwa ibnu maskawaih dikenal keilmuannya
oleh masyarakat luas ketika itu.
2) Peretemuan dengan guru gurunya: Dari segi latar belakang pendidikannya tidak
dijumpai data sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan, bahwa ia mempelajari
sejarah dari Abu Bakar Ahmad Ibn Kamil al-Qadhi, mempelajari filasafat dari Ibn al-
Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu Tayyib. Karena leahliannya daam berbagai
ilmu, Iqbal mengelompokkannya sebagai seorang pemikir, moralis, dan sejarawan
Parsi paling terkenal.[4] Ibnu Maskawaih lebih terkenal dalam bidang filsafat
dibandingkan dengan ilmu yang lain, apalagi karya beliau yang sangat terkenal adalah
tentang pendidikan dan akhlak. Sehingga beliau lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk memikir dan belajar secara otodidak tanpa harus berguru kepada
yang ahlinya.
3) Kitab – kitab karyanya: • Tajarib Al-Umam
• Ta'qub Al-Himam
• Thaharat Al-Nafs
• Adab Al-Arab wa Al-Firs
• Al-Fawz Al-Ashgarfi Ushul Al-Diniyat
• Al-Fawz Al-Akbar (dalam bidang etika)
• Kitab Al-Siasat
• Mukhtar Al-Asy' ar
• Nadim Al-Farid
• Nu Zhat Namah ' Alaiy
• Jawidan Khird
• Tartib Al-Sa;adat (dalam bidang etika)
• Al-Adawiyah Al-Mufridah (tentang obat-obatan)
• Al-Asyribah

C. Substansi pemikiran tokoh: Jiwa dan Jisim


Ibnu Miskawaihi menyatakan keterkaitan antara pembentukan watak dengan
pendidikan dan ilmu jiwa. Katanya "Tujuan kami menyusun kitab ini (Tahzi-bul
Akhlak) adalah untuk menghasiikan bagi diri kita suatu watak pribadi yang melahirkan
perilaku yang baik seluruhnya dengan gampang, tak dibuat-buat lagi tanpa kesulitan
(maksudnya perilaku yang baik lahir dari watak itu secara otomatis).

D. Respon tokoh terhadap ekonomi: Pandangan ibn Miskawaih yang terkait dengan
aktivitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang. Ia menyatakan bahwa
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerjasama dan saling membantu dengan
sesamanya. Oleh karena itu, mereka akan saling memberi dan menerima.
Konsekuensinya mereka akan menuntut kompensasi yang pantas. Dalam hal ini, dinar
akan menjadi suatu penilaian dan penyeimbang yang tepat. Ia juga menegaskan
persyaratan mata uang bahwa logam yang dijadikan mata uang merupakan logam
yang dapat diterima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah
dibawa, tidak mudah rusak, dikehendaki orang dengan fakta orang senang melihatnya.

Sumber:

Ulu Karim: IBNU MASKAWAIH DAN PEMIKIRANNYA (kamaloddey.blogspot.com)

Pemikiran_Filsafat_Akhlak_dan_Ekonomi_Ib.pdf
7. Ibnu Taimiyah ( 661H – 728H / 1263M – 1328M )
A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Al Hakim bin Taimiyah
2) Tahun penting kehidupannya: - Lahir di kota Haram, wilayah Syiria, pada hari Seni
10 Rabiul Awwal tahun 611 H.
- Pada tahun 1268 M, Ibnu Taimiyyah dibawa mengungsi oleh keluarganya ke
Damaskus.
- Setelah ayahnya wafat pada tahun 1284, Ibnun Taimiyyah yang baru berusia 21
tahun,menggantikan kedudukan sang ayah sebagai guru dan khatib pada masjid-
masjid sekaligus mengawali karirnya yang kontroversial dalam kehidupan masyarakat
sebagaiteolog yang aktif.
- Pada tahun 705 H / 1306 M, ia kembali dijebloskan kepenjara dibenteng Kairo,
karena mempertanggung jawabkan tulisannya tentang sifat- sifat Tuhan, yang dinilai
penguasa menimbulkan keresahan dan kerisuhan.
- Dan Ibnu Taimiyyah dibebaskan pada tahun 702 H / 1306 M.
- Selesai menjalani hukuman, pada tanggal 8 Syawal 709 H / 11 Maret 1310 M, Ibnu
Taimiyyah kembali ke Kairo dan tinggal disana sekitar tiga tahun lamanya.
- Pada Zulkaidah 712 H / Februari 1313 M, Ibnu Taimiyyah yang ketika itu telah cukup
lanjut usia ( sekitar 51 tahun ), beliau diperintahkan lagi pergi bertempur bersama-
sama tentara Islam ke medan perang Yerussalem.
- Pada bulan Juli 1326 M / bulan Sya‟ban 726 H, Ibnu Taimiyyah ditangkap lagi dan
dimasukkan lagi kepenjara di benteng Damaskus.
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru gurunya, kitab – kitab
karyanya
1) Perjalanan pendidikannya: Ibnu Taimiyyah tumbuh dalam lingkungan keluarga
yang berpendidikan tinggi. Ia mulai belajar agama ketika ia masih kecil,
berkatkecerdasan dan kejeniusannya Ibnu Taimiyyah yang masih berusia muda sudah
dapat menghafal Al-Qur‟an dan telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran
seperti tafsir, hadits, fiqh, matematika dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik
diantara teman-teman seperguruannya. Ibnu Taimiyyah menyelesaikan pendidikannya
dalam bidang yurisprudensi (Fiqh), hadits nabi, tafsir al-Qur‟an, matematika dan
filsafat pada usia yang sangat muda. Disebabkan oleh pemikirannya yang
revolusioner yakni gerakan tajdid (pembaharu) dan ijtihadnya dalam bidang
muamalah, membuat namanya terkenal diseluruh dunia.
2) Peretemuan dengan guru gurunya: Ibnu Taimiyyah belajar teologi Islam dan
Hukum Islam dari ayahnya sendiri. Disamping itu ia juga belajar dari ulamaulama
hadits yang terkenal. Guru Ibnu Taimiyyah berjumlah kurang lebih 200 orang,
diantaranya adalah Syamsuddin alMaqdisi, Ahmad bin Abu bin al-Khair, Ibnu Abi al-
Yusr dan alKamal bin Abdul Majd bin Asakir.
3) Kitab – kitab karyanya: a. Kitab fi Ushul Fiqh b. Kitab Manasiki al-Haj c. Kitab al-
Farq al-Mubin baina al-Thlaq wa al Yamin
C. Keadaan sosiologis, poltik Kondisi ekonomi:
1) Keadaan sosiologis: Struktur masyarakat Mamluk terbagi dalam beberapa kelas.
Pertama, bangsa Mamluk, yaitu mereka yang seketurunan dengan penguasa, para
pemimpin yang menduduki jabatan pemerintahan dan yang ikut berperang. Kedua,
kaum serbanan (ahl al-imamah), yaitu mereka yang bekerja di sejumlah kantor
pemerintahan. Ketiga, kelas para pedagang dan pengusaha, mereka sangat kaya raya
karena berkembangnya sektor perdagangan. Selain ketiga kelas di atas, ada kelas
masyarakat lainnya, yaitu: para buruh, perajin, pedagang kecil dan kaum miskin.
Mayoritas di antara mereka adalah kaum fallahin (petani dan buruh tani). Kondisi
mereka sangat buruk karena men-jadi sasaran dari berbagai pungutan pajak yang tak
sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat di wilayah itu.
2) Keadaan politik: Sekitar 13 tahun sebelum Ibnu Taimi-yah lahir, Dinasti Mamluk
membangun kekuasaan di Suriah dan Mesir. Penguasa pertama dari Dinasti Mamluk
(1260-1383 M) dikenal dengan nama Bahrite Mamluks. Masa pemerintahan awal
dinasti itu bersamaan dengan masa hidup Ibnu Taimiyah (1263-1328 M), ketika ia
tinggal di Damaskus maupun di Kairo. Baibar menjadi sultan Mesir pada tahun 1260-
1277 M. Pada masanya, banyak ulama, ahli hukum tertarik pergi ke Mesir yang
menjadi fokus dari per-kembangan dunia Islam dan pusat peng-kajian di dunia Islam
pada saat itu. Setelah Baibar meninggal dunia, Sultan Nasir Muhammad Qawalun
menaiki tahta (1293-1341 M). Inilah masa emas bagi Dinasti Mamluk, Ia
memperkenalkan sejumlah pembaruan politik dan ekonomi dan memperluas
hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Ia sangat menghargai ulama
para ulama dan kaum terpelajar. Pada masa ini, Ibnu Taimiyah mampu meraih
pengalaman akademik, politik dan ekonomi. Sultan Nasir memberinya kedudukan
yang tinggi di antara para ulama, setelah dia dijemput dari penjara akibat sejumlah
kesalahpahaman, perbedaan dan perselisihan pendapatnya dengan sejumlah ahli
hukum (ulama) yang menentang dirinya dan gagasan-gagasan-nya.
3) Kondisi ekonomi: Orang-orang Mamluk mengetahui bahwa stabilitas dan kesuksesan
pemerintahannya sangat tergantung pada kekuatan ekonomi. Oleh karena itu mereka
berusaha menggali sumber-sumber kesejahteraan, mengembangkan pertanian,
perdagangan dan industri. Sektor pertanian memperoleh prioritas pertama masa itu
sebagai sumber utama kesejahteraan masyarakat. Karena kehidupan masyarakat pada
waktu itu sangat tergantung kepada hasil produksi pertanian. Sejumlah lahan tanah
pada masa Dinasti Mamluk didistribusikan kepada para Amir sebagai bentuk iqta’
(pengganti gaji atau tanah ganjaran) sebagai bentuk hadiah dari pemerintah.7
D. Substansi pemikiran tokoh:
1) Kompensasi dan Harga Konsep Ibnu Taimiyah tentang kom-pensasi yang adil
(‘iwad al-mitsl) dan harga yang adil (tsaman al-mitsl) tidaklah sama. Kompensasi
yang adil adalah penggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara dari
sebuah benda menurut adat kebiasaan. Kompensasi yang setara diukur dan ditaksir
oleh hal-hal yang setara tanpa ada tambahan dan pengurangan.
2) Keuntungan yang setara (adil) Ibnu Taimiyah menganjurkan penjual berhak
memperoleh keuntungan yang diterima secara umum (al-ribh al-ma’ruf) tanpa
merusak kepentingannya dan kepentingan pelanggannya. Keuntungan yang adil
adalah keuntungan normal yang secara umum diperoleh dari berbagai macam model
perdagangan, tanpa saling merugikan.
3) Mekanisme Pasar Ibnu Taimiyah memiliki pandangan yang jernih bagaimana dalam
sebuah pasar bebas, harga dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran.20 Ia
berkata: “Naik dan turunnya harga tidak selalu berkait dengan kezaliman (zulm) yang
di-lakukan seseorang. Sesekali, alasannya ada-lah adanya kekurangan dalam produksi
atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta.
4) Regulasi harga Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga yaitu: 1) Tidak
adil dan tidak sah adalah memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa
dasar kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan
ketidakadilan itu dilarang; 2) Adil dan sah: saat pemerintah memaksa seseorang
menjual barangbarangnya pada harga yang jujur, jika pen-duduk sangat
membutuhkannya.
5) Uang dan Kebijakan Moneter , Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa pemerintah
harus mencetak mata uang yang sesuai dengan nilai transaksi yang adil dari
penduduk, tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya. Dan juga para penguasa jangan
memplopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian mencetaknya
menjadi mata uang koin, bahkan pemerintah harus mencetak mata uang dengan harga
yang sebenarnya tanpa bertujuan mencari keuntungan apapun dari pencetakannya
agar kesejahteraan publik terjamin.
E. Respon tokoh terhadap ekonomi: Pandangan Ibnu Taimiyyah tentang masalah
ekonomi sangat jelas. Seluruh kegiatan ekonomi dibolehkan, kecuali apa yang secara
tegas dilarang oleh syari’at. Dalam batasan larangan syari’at itu, semua orang
mengetahui hal itu demi kebaikan bagi mereka dan mereka bebas melakukan
transaksi, membuat kontrak atau mengerjakan berbagai masalah keduniaan dengan
cara yang adil dan jujur. Hal ini mengikuti doktrin Islam pokok dari tauhid dan secara
wajar mementingkan keadilan. Berkaitan dengan keadilan ini, beliau menulis,
“Keadilan berkait dengan tauhid dan tauhid merupakan fondamen dari keadilan.
Inilah yang memberikan keunggulan berkaitan dengan korupsi, yang merupakan dasar
dan fondasi dari ketidakadilan.

Sumber: BAB II CADANGAN.pdf (uinbanten.ac.id)

Biografi Ibnu Taimiyah (referensimakalah.com)

634-1410-1-SM.pdf

8. Ibnu Khaldun ( 661H – 808H / 1332M – 1406M )


A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-
Hadrami
2) Tahun penting kehidupannya: Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru
gurunya, kitab – kitab karyanya
1) Perjalanan pendidikannya:  Ibnu Khaldun mengawali
pendidikannya dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Seperti kebiasaan
yang membudaya pada masanya, pendidikan Ibnu Khaldun dimulai pada usia
yang dini, dengan pengajaran yang ketat dari guru pertamanya, yaitu
orangtuanya sendiri. Kemudian barulah beliau menimba berbagai ilmu dari
guru-guru yang terkenal pada masanya sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Misalnya, mempelajari bahasa Arab dengan sastranya, al-Qur’an
dengan tafsirnya, hadis dengan ilmu-ilmunya, ilmu tauhid, fikih, filsafat dan
ilmu berhitung.
2) Peretemuan dengan guru gurunya: Dari ayahnya ia belajar ilmu qiro‟at. Sementara
ilmu hadits, bahasa Arab dan fiqhdiperoleh dari para gurunya, Abu al-Abbas al-
QassardanMuhammad bin Jabir al-Rawi. Ia juga belajar kepada Ibn‘Abd al-Salam,
Abu Abdullah bin Haidarah, al-Sibtidan Ibnu ‘Abd al-Muhaimin. Kemudian
memperoleh ijazah hadits dari Abu al-Abbas al-Zawawi, Abu Abdullah al-Iyli, Abu
Abdullah Muhammad, dan lain-lain. Ia pernah mengunjungi Andalusia dan Maroko.
Di kedua negara itu ia sempat menimba ilmu dari para ulamanya, antara lain Abu
Abdullah Muhammad al-Muqri, Abu al-Qosim Muhammad bin Muhammad al-Burji,
Abu al-Qasim al-Syarif al-Sibti, dan lain-lain. Kemudian mengunjungi Persia,
Granada, dan Tilimsin.
3) Kitab – kitab karyanya: - Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi
Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-
Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat
diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan
peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka
yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering
menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh
Ibnu Khaldun. (Ma’arif, 1996:12)
- Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-
maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.
(Suharto, 2003:65)
- Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai
orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.
B. Keadaan sosiologis, politik, peradaban dan budaya, dan Kondisi ekonomi:

1) Analisis sosiologi: pada masa tokoh : Pemikiran Ibnu Khaldun dalam konteks
sosiologi dan sejarah Arab sangat menarik untuk dikaji. Dia membagi masyarakat
menjadi tiga tingkatan. Pertama, masyarakat primitif (wahsy), di mana mereka belum
mengenal peradaban, hidup berpindah-pindah dan hidup secara liar. Kedua,
masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana. Mata pencaharian
mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi mereka dibagi menjadi
tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta penggembala unta.
Sedangkan yang Ketiga, masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai
masyarakat berperadaban, di mana mata pencahariannya dari perdagangan dan
perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu mencukupi
kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok, melainkanjuga kebutuhan sekunder dan
mewah. Kebesaran pemikiran Ibnu Khaldun telah banyak
mempengaruhi filosuf Eropa dan pemikir pada masa pencerahan. Ibnu Khaldun telah
mampu membuka sinyal teori evolusi biologi sebelum dilontarkan oleh Herbert
Spencer, teori pemindahan solidaritas mekanis ke solidaritas unsur sebelum
didengungkan oleh Durkheim dan, teori hegemoni kekuasaan sebelum disampaikan
oleh Max Weber mengungkap teori surplus nilai sebelum Karl Marx dan
kaidah dialektikasebelum Hegel, di samping teori lain seperti filsafat evolusi sejarah
dan kreasi barunya, ilmu sosiologi serta ilmu budaya.

2) Keadaan politik pada masa tokoh: IbnuKhaldun hidup pada abad ke-14 M atau


abad ke-8 H. Abad ini merupakan periode terjadinya perubahan historis yang pasif,
dibidang perpolitikan ataupun pemikiran bagi orang barat, dimana pada masa ini
merupakan lahirnya bibit zaman Renaisans. Periode ini untuk Islam sendiri bisa
disebutkan saat terjadinya kemunduran serta disintegrasi. Ibnu Khaldun dibesarkan
dalam kondisi seperti ini dan menghabiskan lebih dari dua pertiga umurnya di
kawasan Afrika Barat Laut, yang saat itu berdiri beberapa negara seperti Tunisia,
Aljazair dan Maroko serta Andalusia yang terletak di ujung selatan Spanyol. Pada
masa itu kawasan tersebut menjadi kancah perebutan dan pertarungan kekuatan antara
dinasti, serta pemberontakan sehingga kawasan tersebut sering berpindah tangan dari
satu dinasti ke dinasti lain. Ibnu Khaldun pun berperan dalam percaturan politik yang
sarat dengan perebutan kekuasaan tersebut. Dalam kancah perpolitikan, Ibnu Khaldun
sering kali berpindah jabatan dan bergeser loyalitas dari seorang penguasa ke
penguasa lain dari dinasti yang sama. Jabatan pemerintahan pertama yang cukup
berarti baginya yaitu menjadi keanggotaan majelis ilmuwan Sultan Abu Inan dari
Bani Marin di ibu kota negara itu, yaiut Fez. Kemudian diangkat menjadi sekretaris
Sultan dengan tugas mencatat semua Kesenangan keputusan Sultan terhadap semua
permohonan rakyat, juga dokumen-ajar kepadapara ulama dan sastrawan dari
Andalusia dan Tunisia. Beliau sering mendatangi perpustakaan Fez yang dianggap
sebagai perpustakaan terbesar dan terlengkap saadokumen lain yang diajukan
kepada sultan. Selama berada di Fez, Ibnu Khaldun masih terus belt itu. dalam
menuntut ilmu serta terjun ke dunia politik menjadi salah satu ambisinya untuk
memegang jabatan penting agar bisa mengusai dan memerintah suatu daerah. Ambisi
tersebut bukan tidak ada alasan, namun berharap untuk mengembalikan kejayaan
masa lalu seperti pada memerintah masa kakeknya, bahwa ketika masa pemerintahan
Bani Hafs, kakeknya yang pertama di Tunisia dan kakeknya yang kedua memerintah
di Bijayah, dimana saat itu sistem perpolitikan masih sangat baik.

3) Keadaan peradaban dan budaya pada masa tokoh :Masyarakat menurut Ibnu Khaldun
merupakan sekumpulan manusia yang berkontribusi dalam menjalankan aktivitasnya
sebagai penggerak di muka bumi.Fitrah manusia yang paling dasar adalah membentuk
sebuah perkumpulan untuk saling membutuhkan satu sama lain dan kuat dalam
menghadapi kehidupan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap
kejahatan dan penjajahan yang dilakukan oleh sekelompokorang.Ibnu Khaldun
membagi masyarakat ke dalam dua jenis, yaitu masyarakat Badui, yang memiliki
watak keras dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap anggota keluarga,
kelompok, dan golongannya, dan masyarakat kota, yang memiliki sifat menetap, tidak
berpindah-pindah, dan malas.Tulisan ini berusaha menggali pokok persoalan sekitar
latar belakang kehidupan Ibnu Khaldun, pandangannya tentang konsep masyarakat,
serta hubungan agama dan negara dalam masyarakat. Studi ini bertujuan untuk
mengetahui konsep pemikiran Ibnu Khaldun, pandangannya tentang konsep
masyarakat serta hubungan agama dan negara dalam masyarakat.

4) Kondisi ekonomi pada saat pemikiran itu muncul Salah satu karya fenomenal Ibnu
Khaldun adalah Kitab Al-Muqaddimah,
yang Selesai penulisan nyapada Nopember 1377. Sebuah kitab yang sangat
menakjubkan, karena isinya mencakup ilmu dan kehidupan manusia pada ketika itu.
Al-Muqaddimah secara harfiah bararti 'pembukaan' atau 'introduksi' dan merupakan
jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah. Al-Muqaddimah mencoba untuk
menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti
yang berkuasa (daulah) dan peradaban ('umran). Tetapi bukan hanya itu saja
yang dibahas.Al Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik,
yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.
Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya
yang lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan
yang sejaman dengannya. Melahirkan karya Al-Muqaddimah menjadikan Ibnu
Khaldun sebagai seorang genius polymath (jenius dalam berbagaibakat) dan
seorang renaissance manyang menguasai banyak bidang ilmu. Di dalam kitab ini,
Ibnu Khaldun membincangkan berbagai topik seperti sejarah, geografi, matematik,
agama, sistem kerajaan, sistem ekonomi, sistem pendidikan dan lain-lain.

C. Substansi pemikiran tokoh:

1) Teori tentang harga -Tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya
perdagangan, tingkat keuntungan yang rendah jika berlanjut perniagaan akan macet,
dan pasar menjadi hancur serta modal tidak kembali (Muqaddimah, h. 398)

- Kemerosotan harga dari produk pertanian akan membawa kegoncangan petani, jika
berlanjut petani akan jatuh pada kemiskinan modal mereka tidak Kembali

- Kerendahan harga yang melampaui batas, serta kemahalan harga yang ekstrim akan
merugikan kaum pedagang (muqaddimah)

- Emas dan perak merupakan logam mulia yang menjadi ukuran harga dan akumulasi
modal/kapital, serta menjadi simpanan dan kekayaan bagi penduduk (muqaddimah)

2) Sektor pertanian
Pertanian pada dasarnya merupakan sektor penghidupan yang dapat mendorong
pertumbuhan sektor lain (muqaddimah, h. 383)
3) Sektor industri
Industri akan berkembang, jika permintaan konsumen meningkat dan industri akan
bangkrut jika permintaan konsumen merosot (muqaddimah, h. 408)
4) Faktor Tumbuhnya Produksi
– Alam (kekayaan alam)
– Pekerja
– Modal
– Pasar (muqaddimah, h. 403)
5) Teori tentang mata uang

- Mata uang sebagai alat pengukur harga barang kekayaan (muqaddimah, h.381)
- Fungsi uang yang pertama sebagai alat penukaran dan kedua sebagai nilai 3)
Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang disuatu negara
melainkan ditentukan oleh tingkat produksi suatu negara.

D. Respon tokoh terhadap ekonomi: Fenomena-fenomena ekonomis, memainkan


peran penting dalam perkembangan kebudayaan, dan mempunyai dampak yang besar
atas eksistensi negara (daulah) dan perkembangannya.

Sumber: Pemikiran Ibnu Khaldun : Perspektif Filsafat Pendidikan Islam - Kompasiana.com

BAB II.pdf (uin-suska.ac.id)

KARYA-KARYA IBNU KHALDUN | (wordpress.com)

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU KHALDUN | Pistaza (wordpress.com)

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU KHALDUN | Sharia Economics (wordpress.com)

9. Al – Maqrizi ( 766H – 786H / 1365M – 1384M )


A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Taqiyuddin Abu Al Abbas Ahmad bin Ali bin Abdur Qadir Al
Husaini.
2) Tahun penting kehidupannya: -  lahir di desa barjuwan, kairo, pada tahun 766 H
(1364-1365 M).
- Interaksinya dengan Ibnu Khaldun dimulai ketika Abu Al-Iqtishad ini menetap di
Kairo dan memangku jabatan hakim agung (Qadi Al-Qudah)  mazhab Maliki pada
masa pemerintahan Sultan Barquq (786-801 H ).
- Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan
dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H (1386 M), Al-Maqrizi memulai kiprahnya sebagai
pegawai di Diwan Al-Insya, semacam secretariat negara.
- Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi
sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun.
- Pada tahun 811 H (1408 M), Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administratif
wakaf di Qalaniyah, sambil bekerja di rumah sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun
yang sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah.
- Kemudian, Sultan Al-Malik Al-Nashir Faraj bin Barquq (1399-1412 M) menawarinya
jabatan wakil pemerintah Dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak
Al-Maqrizi
- Sekitar 10 tahun menetap di Damakus, Al-Maqrizi kembali ke kairo. Sejak itu, ia
mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan menghabiskan waktunya untuk
ilmu. Pada tahun 834 H (1430 M),
B. Perjalanan Pendidikan, pertemuan dengan guru gurunya, kitab – kitab
karyanya
1) Perjalanan pendidikannya: Al-Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai
ilmu. Sejak kecil, ia gemar melakukan perjalanan intelektual. Ia mempelajari
bermacam disiplin ilmu: fiqh, hadits, dan sejarah, dari para ulama besar yang hidup
pada masanya. Di antara tokoh terkenal yang amat mempengaruhi pemikirannya
adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan penggagas ilmu-ilmu sosial, termasuk
ilmu ekonomi. Interaksinya dengan Ibnu Khaldun dimulai saat Abu Al-Iqtishad ini
menetap di Kairo dan memangku jabatan hakim agung (Qadi Al-Qudat) mazhab
Maliki pada masa pemerintahan Sultan Barquq (784-801 H).

2) Peretemuan dengan guru gurunya: Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai


terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H (1386
M), Al-Maqrizi memulai kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al-Insya, semacam
sekretariat negara. Kemudian, ia diangkat menjadi wakil Qadi pada kantor hakim
agum mazhab syafi’i, khatib di masjid Jami ‘Amr dan Madarasah Al-Sultan Hasan,
Imam masjid jami Al-Hakim , dan guru hadis di Madarasah Al-
Muayyadah(Jamaluddin Al-Syayyal, 1967 : 11-12 dikutip dalam buku Adiwarman
Karim, 2004 : 380).

Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib di
kairo.Jabatan itu diembannya selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi mulai banyak
bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah, sehingga
perhatiaannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang, dan kaidah-kaidah
timbangan.(Hammd bin Abdurrahman Al-Janidal, 1406 H : 208 dikutip dalam buku
Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 381). Pada tahun 811 H (1408 M), Al-Maqrizi sebagai
pelaku administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di rumah sakit an-Nuri, Damaskus.
Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madarasah Asyrafiyyah dan Madarasah
Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan Al-Malik Al-Nashir Fajr bin Barquq (1399-1412)
menawarinya jabatan wakil pemerintahan Dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini
ditolak Al-Maqrizi. (Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, 1999 : 42 dikutip dalam buku
Adiwarman Karim, 2004 : 381).

3) Kitab – kitab karyanya: Pertama, buku yang membahas sejarah dunia, Seperti kitab


Al-Khabar ’an Al-Basyr. Kedua, buku yag menjelaskan tentang sejarah Islam umum,
seperti kitab Al-Durar Al-Mahdi’ah fi tarkh Al-Daulah Al-Islamiyyah. Ketiga, buku
yang menguraikan sejah Mesir pada masa Islam, seperti kitab Al-Mawa’izh wa Al-
I’ibar bi Dzikr Al-Aimmah Al-Fathimiyyin Al-Khulafa, dan kitab Al-Suluk li Ma’rifah
Duwal Al-Muluk.
C. Kondisi ekonomi: Pada masa hidupnya, Al-Maqrizi dikenal sebagai seorang
mengeritik keras kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan pemerintahan Bani
Mamluk Burji yang dianggap sebagai sumber malapetaka yang menghancurkan
perekonomian negara dan masyarakat Mesir.Perilaku para penguasa Mamluk Burji
yang menyimpang dari ajaran- ajaran agama dan moral telah mengakibatkan krisis
ekonomi yang sangat parah yang didominasi oleh kecenderungan inflasioner yang
semakin diperburuk dengan merebaknya wabah penyakit menular yang melanda
Mesir selama beberapa waktu.

D. Substansi pemikiran tokoh: Al-Maqrizi ingin membuktikan bahawa inflasi yang


terjadi pada periode 806-808 H adalah berbeda dengan inflasi yang terjadi pada
periode-periodesebelumnya sepanjang sejarah Mesir(Addel Allouche, 1994 : 13
dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 384).

Dari perspektif objek pembahasan, apabila kita telusuri kembali berbagai literatur Islam
klasik, pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati para cendikiawan
Muslim, baik pada periode klasik maupun pertengahan. 

Hubungannya dengan keadaan ekonomi islam sekarang:

Dengan demikian secara kronologis dapat dikatakan bahwa Al-Maqrizi merupakan


cendikiawan Muslim abad pertengahan yang terakhir mengamati permasalahan tersebut,
sekaligus mengkorelasikannya dengan peristiwa inflasi yang melanda suatu negeri. 

1. Konsep Uang  Sebagai seorang sejarahwan, Al-Maqrizi mengemukakan beberapa


pemikiran tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan oleh umat
manusia.Pemikirannya ini meliputi sejarah dan fungsi uang, implikasi penciptaan mata uang
buruk, dan daya beli uang.

2. Teori Inflasi

Dalam uraian berikutnya, Al-Maqrizi membahas permasalahan inflasi secara lebih


mendetail.Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya ke dalam dua hal,
yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan oleh kesalahan
manusia.(Al-Maqrizi, 1986 : 30 dikutip dalam buku Euis Amalia, 2005 : 268).

3. Korupsi dan Administrasi yang Buruk

menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan pemberian


suap, dan bukan kapabilitas, akan menempatan orang-orang yang tidak mempunyai
kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik di kalangan legislatif,
yudikatif, maupun eksekutif. Mereka rela menggadaikan seluruh harta miliknya sebagai
kompensasi untuk meraih jabatan yang diinginkan serta kebutuhan sehari-hari sebagai
pejabat.(Al - Ashraf Sha’ban, 1376 dalam Al-Maqrizi 1986: 52-53 dikutip dalam buku Euis
Amalia, 2005 : 2

4. Pajak yang berlebihan

akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara
mengalami peningkatan yang sangat drastis. Sebagai kompensasinya, mereka menerapkan
sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta
menaikan tingkat pajak yang sudah ada.Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani
yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Para pemilik tanah yang ingin
selalu berada dalam kesenangan akan melimpahkan beban pajak kepada para petani melalui
peningkatan biaya sewa tanah. Karena tertarik dengan hasil pajak yang sangat menjanjikan,
tekanan para pejabat dan pemilik tanah terhadap para petani menjadi lebih besar dan
intensif.Frekuensi berbagai pajak untuk pemeliharaan bendungan dan pekerjaan-pekerjaan
yang serupa semakin meningkat.(Al-Ashraf Sha’ban, dalam Al-Maqrizi 1986 : 50-51 dikutip
dalam Adiwarman Azwar Karim, 2006 : 428)

5. Peningkatan sirkulasi Mata Uang Fulus  Seperti yang telah disinggung diatas, pada
awalnya uang fulus yang mempunyai nilai instrintik jauh lebih kecil dibandingkan dengan
nilai nominalnya dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
yang tidak signifikan. Oleh sebab itu, jumlah mata uang ini hanya sedikit yang terdapat dalam
peredaran. Keadaan ini menempatkan fulus sebagai standar nilai bagi sebagian besar barang
dan jasa.Kebijakan pencetakan fulus secara besar-besaran, menurut Al-Maqrizi, sangat
mempengaruhi penurunan nilai mata uang secara drastis.Akibatnya, uang tidak lagi bernilai
dan harga-harga membumbung tinggi yang pada gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan
makanan.

E. Respon tokoh terhadap ekonomi: Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam


yang melakukan studi khusus tentang uang dan inflasi. (M. Nejatullah Siddiqi dikutip
dalam buku Adiwarman karim, 2004 : 383). Fokus perhatian Al-Maqrizi terhadap dua
aspek yang dimasa pemerintahan Rasulullah dan Al-Khulafa Al-Rasyidun tidak
menimbulkan masalah ini, tampaknya dilatar-belakangi oleh semakin banyaknya
penyimpangan nilainilai Islam, terutama dalam kedua aspek tersebut, yang dilakukan
oleh para kepala pemerintahan Bani Umayyah dan selanjutnya. (Adiwarman Azwar
Karim, 2001 : 67 dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 383).

Sumber: Lhaelyimma: pemikiran ekonomi al-maqrizi

sejarah pemikiran al maqrizi (purnamailmu9.blogspot.com)

TOKOH-TOKOH ISLAM: Al-Maqrizi (ariefmaulanaakbar.blogspot.com)

PEMIKIRAN_EKONOMI_AL_MAQRIZI.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/287387-pemikiran-ekonomi-al-maqrizi-
c6dc494b.pdf

10. Abu Ubayd al-Qasim Ibn Sallam ( 154H – 224H / 770M – 838M )
A. Nama dan tahun penting kehidupannya
1) Nama Lengkap: Abu 'Ubaid al-Qasim bin Sallam al-Khurasani al-Harawi
2) Tahun penting kehidupannya: - Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (lahir
di Herat tahun 154 H/770 
- ia menghabiskan masa kecilnya di Herat hingga mencapai usia 20 tahun,
- emudian pada tahun 179 H/795 ia pindah ke berbagai kota seperti Kufah, Bagdad,
Tartus dan kota-kota di Syam untuk belajar dari para ahli fikih, tafsir, nahwu dan
bahasa Arab. 
- Kemudian ia kembali ke Herat, dan bekerja sebagai sastrawan, lalu ia menjadi Qadi di
Tartus pada tahun 192 H/807 dan menduduki jabatan tersebut hingga 18 tahun,
-  kemudian ia pindah ke Khurasan pada tahun 210 H/826, karena ia dekat dengan
penguasa disana maka ia diangkat sebagai wali.
B. Karyanya: Al-Gharibal-MushannifatauGharibal-MushannifatauAl-GharibalMu`allif,
Gharibal-Hadits,
C. Substansi pemikiran tokoh: Kitab al Amwal merupakan sebuah mahakarya tentang
ekonomi yang dibuat oleh Abu‘Ubaid yang menekankan beberapa issu mengenai
perpajakan, hukum,serta hukum administrasi dan hukum internasional. Kitab Al-
Amwal secara komprehensif membahas tentang sistem keuangan publik islam
terutama pada bidang administrasi pemerintahan. Abu‘Ubaid ,dalam Kitab Al-
Amwal, banyak mengutip pandangan dan perlakuan ekonomi dari imam dan ulama
terdahulu .Ia sering mengutip pandangan Malik ibn Anas dan pandangan sebagian
besar ulama madzhab Syafi’I lainnya, dan juga mengutip beberapa ijtihad Abu
Hanifah,Abu Yusuf dan Muhammad ibn alHasan asy-Syaibani.
D. Respon tokoh terhadap ekonomi: Buku yang berjudul al-Amwal di tulis oleh Abu
Ubayd al-Qasim merupakan suatu buku yang membahas keuangan publik atau
kebijakan fiskal secara komprehensif. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang
hak dan kewajiban negara, pengumpulan dan penyaluran zakat, ‘khums, kharaj, fay,
dan bebagai sumber penerimaan negara lainnya. Buku ini juga kaya dengan paparan
sejarah ekonomi negara Islam pada masa dua abad sebelumnya, selain juga
merupakan kompendium yang auntentik tentang kehidupan ekonomi negara Islam
pada masa Rasulullah.

Sumber: BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM HUKUM (uinjkt.ac.id)


Islam dan Perkembangan Pemikiran Ekonomi ~ MUHAMMAD NIZAR
(nizaryudharta.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai