DOKUMEN KAJIAN
PENGELOLAAN LIMBAH
bAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN (B3)
PT. Shell Indonesia
Jalan Prof. Djunjunan No.133, Kelurahan Pajajaran,
Kecamatan Cicendo, Kota Bandung
DOKUMEN KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
KATA PENGANTAR
PT. Shell Indonesia bergerak di bidang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dengan status
lahan dan bangunan berupa hak milik dari saudara Samuel G De Guzman selaku penanggung
jawab Pengelolaan Lingkungan PT. Shell Indonesia (Pasteur) yang beralamat di Jalan Prof.
Dr. Djunjunan No.133, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, dengan luas
lahan 1.926 m2.
Dalam proses melaksanakan kegiatan aktivitas PT. Shell Indonesia (SPBU SHELL Pasteur)
menghasilkan limbah yang harus dikelola dengan baik. Beberapa limbah yang dihasilkan
merupakan kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dimana dalam
pengelolaannya perlu dilakukan secara khusus mengikuti kriteria teknis penanganan limbah
B3. Karena itu, PT. Shell Indonesia (SPBU SHELL Pasteur) menilai penting melaksanakan
kajian pengelolaan limbah B3 agar potensi semua limbah B3 dapat terindentifikasi dan
dikelola telah sesuai dengan kriteria teknis dan sesuai dengan peraturan perundangan dalam
pengelolaan limbah B3
Kajian pengelolaan limbah B3 ini telah kami susun berdasarkan telaah studi lapangan, dan
konsultasi dengan ahli limbah B3 dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung
terhadap implementasi pengelolaan limbah di PT. Shell Indonesia (SPBU SHELL Pasteur). Atas
terselesainya kajian pengelolaan limbah B3 ini, kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang terlibat.
Samuel G De Guzman
Kata Pengantar | i
DOKUMEN KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
DAFTAR ISI
Daftar Isi | ii
DOKUMEN KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
Lampiran
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel | iv
DOKUMEN KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar | v
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
BAB I
PENDAHULUAN
PT. Shell Indonesia (Pasteur) sebagai salah satu perusahaan multinasional yang bergerak
dibidang penjualan bahan bakar ingin berpartisipasi dalam pengadaan bahan bakar non
subsidi di Indonesia, khususnya di Kota Bandung yang beralamat di Jalan
Prof.Dr.Djunjunan no. 133, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
Adanya kegiatan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang lebih baik bagi Kota Bandung khususnya wilayah Kelurahan
Pajajaran Kecamatan Cicendo dan sekitarnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan
daerah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu, dengan adanya kegiatan SPBU ini dapat
meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan pendapatan penduduk dan peningkatan
daya beli masyarakat pada umumnya serta penyaluran/ penyerapan tenaga kerja oleh
masyarakat lokal sebagai karyawan.
Sebelumnya PT. Shell Indonesia (Pasteur) telah memiliki dokumen lingkungan berupa
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) dan telah mendapat Rekomendasi UKL-UPL dari Kepala DLH Kota Bandung
dengan No. 660/014– DLHK pada tanggal 04 Januari 2013.
Seiring berjalannya waktu PT. Shell Indonesia (Pasteur) berencana untuk melakukan
pembangunan TPS Limbah B3. Hal ini didasari karena banyaknya limbah B3 yang dihasilkan
tidak terkelola dengan baik, hingga perlu adanya pembenahan pada TPS Limbah B3 agar
dapat dikelola sebelum nantinya akan diangkut oleh pihak ketiga. Namun dengan adanya
pembenahan bangunan tersebut tidak akan merubah/menambah lahan yang telah
dimiliki, dimana dalam hal ini hanya akan memaksimalkan dari penggunaan lahan yang
ada. Saat ini, PT. Shell Indonesia (Pasteur) memiliki lahan seluas 1.926 m2.
PT. Shell Indonesia (Pasteur) diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih baik
dalam bidang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bagi Kota Bandung. Selain itu,
dengan adanya PT. Shell Indonesia (Pasteur) dapat menyediakan penyerapan tenaga kerja
dari masyarakat lokal sebagai karyawan. Kegiatan operasional PT. Shell Indonesia
(Pasteur) akan menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan sekitar, sehingga
perlunya pengelolaan lingkungan hidup terkait limbah yang dihasilkan seperti limbah
padat, limbah cair dan limbah bahan berbahaya beracun.
Pendahuluan | I-1
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
B. Peraturan Pemerintah
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
C. Peraturan Menteri
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008 tentang
Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata
Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata
Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun oleh Pemerintah Daerah.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013
tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.55/MENLHK-
SETJEN/2015 tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.56/MENLHK-
SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
D. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 02 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan
Pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pendahuluan | I-2
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
E. Keputusan Lainnya
• Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknik Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-
02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
• Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-
03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Pendahuluan | I-3
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
Pendahuluan | I-4
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
Sumber limbah yang dihasilkan oleh PT. Shell Indonesia (Pasteur), beberapa diantaranya
sudah di kelola dengan baik, seperti limbah domestic sudah di kelola oleh pihak ketiga
untuk pengangkutan dan pengolahan, untuk limbah cair PT. Shell Indonesia (Pasteur)
sudah menggunakan Tangki septik untuk mengelola limbah cair tersebut agar tidak
mencemari lingkungan sekitar. Untuk limbah B3 yang dihasilkan oleh aktifitas PT. Shell
Indonesia (Pasteur) bersumber dari SPBU, Bengkel dan Perkantoran yaitu Limbah
Elektronik, Baterai bekas, Kemasan bekas tinta, refrigerant bekas, minyak pelumas bekas
mesin, aki bekas, Kemasan bekas B3, kain Majun Bekas dan yang Sejenis. Berikut tabel
identifikasi jenis limbah B3 PT. Shell Indonesia (Pasteur).
Kategori
Kode
No Limbah B3 Jenis Limbah Sumber
Limbah
(PP 101/2014)
Lampu Tl SPBU, Bengkel
Limbah
1 Cathode Ray Tube, B107d
Elektronik SPBU, Bengkel
Lampu Led
Refrigerant
2 Tabung Freon Perkantoran A111d
Bekas
Minyak Pelumas
3 Oli Bekas Bengkel B105d
Bekas Mesin
Aki/Baterai Aki Bekas Bengkel, Genset
4 A102d
Bekas Baterai bekas A2, A3 Perkantoran
Kaleng cat Bengkel
Kemasan Bekas Kemasan sabun Kamar Mandi
5 B104d
B3 Kemasan Oli Bengkel
Cartridge Printer Perkantoran
Kain Majun Sarung tangan bekas
6 bekas dan yang Bengkel B110d
Kain Terkontaminasi
sejenis
Sumber : PT. Shell Indonesia (Pasteur), 2020
Mengingat bahaya limbah B3 bagi lingkungan dan mahkluk hidup lainnya, maka dari itu
limbah B3 tersebut tidak langsung dibuang ke lingkungan, dan mengupayakan agar setiap
kegiatan di PT. Shell Indonesia (Pasteur) yang meghasilkan limbah B3 agar dilakukan
pengelolaan terhadap limbah yang dihasilkan.
Kebutuhan air bersih yang diperlukan untuk air bersih, sanitasi, kebersihan lingkungan
dan cadangan bagi pemadam kebakaran yang seluruhnya dipenuhi dari air tanah dan
PDAM, sementara untuk limbah cair menghasilkan 0,06 m3/detik yang dihasilkan dari
Pendahuluan | I-5
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
kegiatan minimarket, dan kegiatan SPBU yang dialirkan melalui saluran air limbah menuju
Grease trap dan di alirkan kembali ke saluran air kotor.
Pengunjung
Sumber Air PDAM Ground tank 0,18 m3/hari
2,87 m3/detik 5 m3/detik
Tangki Septik
1,82 m3/hari
0,45 m3/hari
Musholla
0,34 m3/hari
Cadangan air
Pemadam Kebakaran
Toilet
0,75 m3/hari
Minimarket
0,05 m3/hari
0,25 Saluran Air Kotor
Grease Trap
m3/hari 0,06 m3/hari
Lain-lain
0,26 m3/hari
Penyiraman taman
Tanah
0,3 m3/hari
1.4.2. Limbah B3
Limbah B3 yang dihasilkan oleh aktifitas PT. Shell Indonesia (Pasteur) bersumber dari
SPBU, Bengkel dan Perkantoran yaitu Limbah Elektronik, Baterai bekas, Kemasan bekas
tinta, refrigerant bekas, minyak pelumas bekas mesin, aki bekas, Kemasan bekas B3, kain
Majun Bekas dan yang Sejenis. Berikut perkiraan jumlah timbulan sampah limbah B3 di
PT. Shell Indonesia (Pasteur).
Pendahuluan | I-6
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
Pendahuluan | I-7
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
BAB II
LOGBOOK DAN NERACA LIMBAH B3
2.1.Logbook
Logbook berfungsi untuk menginventarisasi limbah B3 yang masuk dan keluar dari TPS.
Pengisian dilakukan oleh petugas TPS. Dan logbook juga berguna untuk dijadikan sumber
data dalam mengisi label limbah B3 yang akan ditempel pada tiap kemasan. Berikut
logbook limbah B3,
Keterangan:
1. Jika masuknya limbah B3 tidak per hari, maka pengisian form ini disesuaikan dengan
masuknya limbah ke TPS
2. Batas waktu penyimpanan di TPS disesuaikan dengan diktum KEEMPAT dalam SK MENLH
ini. Misal limbah jenis X masuk ke TPS tanggal 3 September 2005 (t=0), sehingga kolom
F berisi 1 Desember 2005 (untuk maksimal penyimpanan 90 hari).Sedangkan untuk
maksimal penyimpanan 180 hari, maka kolom F berisi 1 Maret 2006)
3. Dokumen dapat berupa:a.Manifest b.Dokumen internal perusahaan jika limbah B3
diserahkan ke bagian lain (untuk dimanfaatkan/diolah dalam lingkungan perusahaan
sendiri)
4. Setiap lembar harap di paraf oleh petugas yang bertanggung jawab.
BAB III
MANIFEST LIMBAH B3
3.1. Pengertian Manifest
Manifest merupakan dokumen yang menunjukkan perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan
sampai dimanfaatkan/diolah/ditimbun. Seluruh kegiatan pengangkutan limbah B3 yang
melewati fasilitas publik harus dilengkapi dengan dokumen pengangkutan limbah B3, atau
yang biasa disebut sebagai limbah B3. Manifest limbah B3 dapat berupa lembaran kertas
yang dicetak ataupun elektronik. Setiap perusahaan penyedia jasa pengangkutan limbah
B3 harus memiliki manifest yang akan diperoleh pada saat pengjuan rekomendasi
pengangkutan ke KLHK. Dokumen ini merupakan salah satu bentuk komunikasi bahaya dari
suatu limbah B3 yang diangkut, yang di dalamnya berisi informasi yang mencakup :
Sistem manifest ini juga diterapkan di negara lain yang sudah meratifikasi Konvensi Basel
dan melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, namun implementasinya bisa berbeda
satu sama lain tergantung regulasi setempat. Contohnya adalah di Amerika Serikat, di
mana satu manifest dapat digunakan untuk empat jenis limbah yang kompatibel satu sama
lain (seperti manifest pesawat), sementara di Indonesia satu manifest hanya dapat
digunakan untuk satu limbah saja.
Berikut merupakan contoh lembar manifest yang harus dilengkapi dibawah ini,
BAB IV
PENGELOLAAN LIMBAH B3
meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat
menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam
atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga
memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah
jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian atau dekomposisi saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas
pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku
acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-
01l/Bapedal/09/1995.
Limbah B3 yang berasal dari kegiatan bengkel dalam sebuah perusahaan harus disimpan
dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah.
Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2
kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara
limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai
kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan
kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung
dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal
petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang
memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat
dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--
01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik
limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun
lokasi.
5. Pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan teknis
pengangkutan.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan
pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Peraturan pengangkutan yang menjadi
acuan adalah peraturan pengangkutan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait
dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan
sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila
terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran
limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki
kualitas yang cukup agar efektifitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan.
Limbah gas yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah
kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus
selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang
ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
6. Pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan
kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan
ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi
secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah
lingkungan.
8. Penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999.
Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi dengan
saluran untuk pengaturan aliran permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya,
sumur pantau dan lapisan penutup akhir. Sebelum limbah B3 dibuang ke tempat
penimbunan akhir (landfill), dilakukan proses stabilisasi/solidifikasi yakni proses
pengolahan limbah dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan
senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa
monolit dengan struktur yang kekar (massive). Hal ini untuk memperkecil/ membatasi
daya larut, pergerakan/ penyebaran dan daya racunnya.
Kegiatan pengelolaan limbah B3 yang ada PT. Shell Indonesia (Pasteur) belum berjalan
dengan baik, sehingga limbah B3 yang ada tersebut masih tersebar di beberapa area
lingkungan PT. Shell Indonesia (Pasteur). Dengan adanya dokumen kajian pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ini bisa menjadi acuan dan rekomendasi untuk
kegiatan pengelolaan limbah B3 di PT. Shell Indonesia (Pasteur). Sehingga kedepannya
limbah B3 yang dihasilkan tersebut, dapat dikelola dengan baik dan tidak mencemari
lingkungan sekitar kegiatan PT. Shell Indonesia (Pasteur). Berikut beberapa limbah yang
masih tercecer di area lingkungan PT. Shell Indonesia (Pasteur).
Pengelolaan limbah B3 Eksisting yang dilakukan oleh PT. Shell Indonesia (Pasteur), sudah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, berikut neraca air pengelolaan
limbah B3 dari sumber sampai di musnahkan oleh pihak ketiga.
Berdasarkan Gambar di atas, beberapa timbulan limbah B3 yang dihasilkan PT. Shell
Indonesia (Pasteur) diangkut oleh pihak ketiga yang berizin yaitu CV. Simbar Kencana dan
CV.Sanggar Empat Lima Pihak ketiga ini sudah memiliki Izin berdasarkan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: B-
5054/Dep.IV/LH/PDAL/05/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Untuk Kegiatan Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sebagaimana
tercantum di dalam Tabel berikut.
Waktu penyimpanan limbah B3 bengkel diatur dalam Peraturan Pemerintah No.101 Tahun
2014 yang dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini,
limbah B3 yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah B3 dan Keputusan Kepala Bappedal (Kepdal) Nomor 1 Tahun 1995 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
Selain itu berdasarkan PP 101 tahun 2014, pada TPS limbah B3 harus terdapat peralatan
penganggulangan keadaan darurat minimal alat pemadam api. TPS limbah B3 di PT. Shell
Indonesia (Pasteur) belum tersedia alat pemadam api ringan (APAR).
Persyaratan Penyimpanan limbah B3 lebih detail/ rinci diatur di dalam Kepdal No. 1 Tahun
1995. Secara garis besar, tata cara pengemasan dikelompokkan sebanyak 3 peryaratan
yaitu tata cara penyimpanan limbah B3, persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3
dan persyaratan lokasi puntuk penyimpanan limbah B3. Adapun penjelasan 3 kriteria
bangunan penyimpanan limbah B3, jika disandingkan dengan teknis bangunan
penyimpanan limbah B3 yang dilakukan PT. Shell Indonesia (Pasteur) pada tabel dibawah
ini,
Selain itu, terdapat penambahan jenis limbah B3 berdasarkan hasil investigasi limbah B3
sehingga perlu dilakukan penaatan penyimpanan limbah B3 tersebut sesuai dengan Kepdal
No.1 Tahun 1995. Untuk itu penataan ulang penyimpanan limbah B3 dan perbaikan
bangunan TPS limbah B3 harus disesuaikan dengan jenis limbah B3 yang telah
teridentifikasi. Berikut hasil evaluasi dan rekomendasi kegiatan penyimpanan limbah B3
di TPS limbah B3.
Proses identifikasi dan invetigasi dilakukan dengan mencocokan limbah – limbah yang
dihasilkan dari proses produksi maupun utilitas yang ada di PT. Shell Indonesia (Pasteur)
dengan daftar limbah B3 pada Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3. Untuk mengetahui limbah B3 yang hasilkan PT. Shell
Indonesia (Pasteur), akan dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya :
1. Membuat daftar potensi limbah B3 yang dihasilkan di PT. Shell Indonesia (Pasteur)
berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014;
2. Penyesuaian daftar limbah B3 yang dihasilkan PT. Shell Indonesia (Pasteur)
berdasarkan potensi limbah B3 yang telah dibuat sebelumnya;
3. Melakukan kunjungan lapangan dan wawancara bersama pihak perusahaan tentang
kegiatan bengkel dan utilitas terkait limbah – limbah yang dihasilkan, dan
menginventarisasi jika ada limbah B3 yang dihasilkan di luar form ceklist yang
dilakukan sebelumnya.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan Perkantoran dan SPBU, adapun Limbah B3 yang
dihasilkan oleh aktifitas PT. Shell Indonesia (Pasteur) bersumber dari SPBU, Bengkel dan
Perkantoran yaitu Limbah Elektronik, Baterai bekas, Kemasan bekas tinta, refrigerant
bekas, minyak pelumas bekas mesin, aki bekas, Kemasan bekas B3, kain Majun Bekas dan
yang Sejenis. Seluruh limbah B3 tersebut kemudian dikumpulkan dari masing – masing
ruangan dan diangkut ke TPS Limbah B3. Berikut perkiraan jumlah timbulan sampah
limbah B3 di PT. Shell Indonesia (Pasteur).
Dari besaran limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Shell Indonesia (Pasteur), berikut
identifikasi dan karakteristik limbah B3,
1. Baterai bekas
Pengelolaan batu baterai bekas belum mendapat perhatian khusus, keadaan ini karena
kurangnya kepedulian pemerintah dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya limbah
batu baterai. Batu baterai biasanya langsung dibuang ke tempat sampah dan berakhir di
TPA. Batu baterai yang dibuang ke tempat sampah, tanpa disadari akan mengancam
lingkungan dan kesehatan. Padahal di Indonesia tidak semua TPA memiliki sistem
pengolahan yang baik.
Sumber bahaya dari baterai yaitu komponen penyusun baterai misalnya kadmium dan
mangan. Kenaikan konsentrasi kadmium dalam tanah akan memperbesar penangkapan
unsur logam tersebut oleh tanaman dan selanjutnya memasuki rantai makanan. Dari
seluruh logam kadmium yang masuk ke dalam tubuh manusia, sebesar 6% melalui
makanan.
Menurut PP No. 101 Tahun 2014 Limbah Beterai bekas bersumber dari : Sumber Spesifik
Umum. Limbah Beterai bekas dari sumber spesifik Umum merupakan limbah B3 sisa proses
suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik yang dapat ditentukan berdasarkan
kajian ilmiah. Kode limbah Beterai bekas menurut Peraturan pemerintah No 101 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 adalah : B326-1.
Lampu pijar sebagai sumber penerangan bagi pemukiman ataupun industri / komersial,
akhir-akhir ini telah banyak digantikan oleh Lampu TL (Fluorescent Lamp). Lampu yang
terang benderang dan hemat energi adalah pilihan tepat mengontrol rekening listrik tiap
bulan, juga memiliki cahaya yang lembut (tidak sakit mata), cahaya lebih terang dan umur
lebih panjang dari pada lampu pijar. Dan dalam skala lebih besar membantu menghambat
pemanasan global. Akan tetapi lampu TL mengandung sampai 5 miligram MERCURY (dalam
bentuk uap atau bubuk) yang jika ceroboh menggunakannya dapat membahayakan
keselamatan terutama untuk balita, anak-anak dan wanita hamil. Dengan catatan bahaya
itu akan timbul jika bola lampu pecah. Uap raksa ini menkonversi energi listrik menjadi
cahaya ultraviolet sehingga substansi fosfor pada tabung menjadi berpendar.
Menurut PP No. 101 Tahun 2014 Limbah lampu TL bersumber dari : Sumber Tidak Spesifik.
Limbah lampu tl/ neon bekas dari sumber tidak spesifik merupakan Limbah B3 yang pada
umumnya bukan berasal dari proses utamanya. Kode limbah lampu Tl/ neon bekas
menurut Peraturan pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
adalah : B107d.
Kandungan pada lampu Tl memiliki miligram Mercury/ Uap Raksa, kandungan tersebut
bisa meracuni metabolisme tubuh manusia, apalagi bila terkena pada anak-anak bisa
menurunkan IQ dan berdampak panjang pada usia lanjut. Uap raksa ini adalah Neurotoksin
/ racun yang sangat berbahaya dan berakibat fatal pada otak dan ginjal. Jika merkury
terakumulasi dalam tubuh dapat merusak sistem syaraf, janin dalam kandungan, dan
anak-anak.
3. Tabung Freon
Freon atau refrigerant adalah senyawa kimia atau gas yang biasanya digunakan sebagai
fluida untuk menyerap beban pendingin ruangan atau tempat-tempat lain yang ingin
dikondisikan suhu udaranya. Karena termasuk dalam senyawa kimia atau gas, freon tidak
memiliki warna dan juga tidak berbau. Dikarenakan fungsinya yang beragam, freon
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas berdasarkan jenis fluida yang digunakan. Jenis-
jenis tersebut antara lain CFS (Chlorodifluorocarbon), HCFC (Hydrochlorofluorocarbon),
HFC (Hydrofluorocarbon), HC (Hydrocarbon), dan jenis natural yang langsung digunakan
dari alam.
Berdasarkan PP No.101 Tahun 2014, Limbah tabung freon termasuk ke dalam limbah B3
dengan kategori limbah Refrigerant bekas dari peralatan elektronik. Kode limbah B3 ini
menurut Peraturan pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
adalah A111d.
Penggunaan freon secara aman sangatlah dianjurkan. Zat freon ini sebenarnya tidak
membahayakan lingkungan selama tidak terlepas ke udara alias instalasi AC tidak
mengalami kebocoran. Tapi, jika instalasi bocor dan freon terlepas ke udara, maka akan
menjadi racun jika terhirup oleh manusia. Akibatnya antara lain adalah keracunan
kloroflourokarbon yang mengakibatkan pembengkakan tenggorokan, sakit tenggorokan,
sesak nafas, penglihatan kabur, nyeri perut, irama jantung abnormal dan terganggunya
sistem peredaran darah.
dan komponen kelistrikan lainnya. Aki/ Baterai bekas selain dari genset, biasanya
bersumber dari penggunaan kendaraan bermotor, seperti sepeda motor dan mobil atau
truck, yang lazim digunakan untuk transportasi dan distribusi atau kendaraan dinas
pemerintah.
Menurut PP No. 101 Tahun 2014 Limbah Aki Bekas bersumber dari : Sumber Tidak Spesifik.
Limbah aki bekas dari sumber tidak spesifik merupakan Limbah B3 yang pada umumnya
bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari penggunaan genset, kendaraan
bermotor, seperti sepeda motor dan mobil atau truck. Kode limbah aki bekas menurut
Peraturan pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 adalah A102d.
Ada 2 jenis aki seperti Aki basah : media penyimpan arus listrik ini merupakan jenis paling
umum digunakan. Aki jenis ini masih perlu diberi air aki yang dikenal dengan sebutan
accu zuur. Selain aki jenis ini, ada beberapa jenis aki basah lainnya : – Low Maintenance
Jenis ini bentuknya mirip dengan aki basah biasa dan tetap punya lubang pengisian di
atasnya. Bedanya, aki ini sudah diisi air sejak dari pabrik. Untuk pengisian air aki (bukan
dengan accu zuur) bisa dilakukan dalam 6 bulan hingga 1 tahun. – Maintenance Free Aki
jenis ini tidak mempunyai lubang pengisian air, meski berisi cairan. Mirip jenis low
maintenance, aki ini juga sudah diisi air dari pabrik. Bahan perak yang dipakai buat
elektroda membuat airnya tidak menguap. Kalaupun menguap akan dikembalikan
lagi ke dalam. Keuntungannya adalah aki jenis ini tidak butuh perawatan. Kemudian
untuk Aki Kering : Aki jenis ini tidak memakai cairan, mirip seperti batere telpon selular.
Aki ini tahan terhadap getaran dan suhu rendah. Dimensinya yang kecil bisa menimbulkan
keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, tak banyak makan tempat. Sedangkan
kerugiannya, tidak pas di dudukan aki aslinya. Aki jenis ini samasekali tidak butuh
perawatan, tetapi rentan- terhadap pengisian berlebih dan pemakaian arus yang sampai
habis, karena bisa merusak sel-sel penyimpanan arusnya. Pada umumnya aki yang
diperdagangkan di Indonesia memiliki masa pakai sekitar 2 tahun. Sedangkan jenis aki
kering dapat dipakai hingga 5 tahun. Jenis ini tidak memerlukan perawatan, tetapi
harganya berlipat ganda. Untuk aki biasa (aki basah yang umum digunakan) memerlukan
perawatan untuk medapatkan masa pakai maksimal. Perawatan secara benar akan
menjamin tak mudah terganggunya sistem kelistrikan dan elektrik mobil.
tools maupun peralatan safety. Limbah B3 kategori 2 yang biasanya salah satunya adalah
kain majun bekas.
Berdasarkan PP No.101 Tahun 2014, kain majun bekas termasuk ke dalam limbah B3
dengan kategori Kain majun bekas (used rags) dan yang sejenis. Kode limbah B3 ini
menurut Peraturan pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
adalah B110d.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana
Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh
Pemerintah Daerah lokasi untuk penyimpanan sementara limbah B3 harus memenuhi
persyaratan teknis sehingga meminimalkan dampak yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan sekitarnya antara lain:
1. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis,
karakteristik dan jumlah limbah B3 yang disimpan;
2. Bangunan beratap dari bahan tidak mudah terbakar dengan ventilasi yang memadai
3. Terlindung dari masuknya air hujan, baik secara langsung maupun tidak langsung;
4. Memiliki sistem penerangan lampu/cahaya matahari yang memadai. Lampu harus
dipasang minimum 1 m di atas kemasan dengan sakelar terpasang di sisi luar bangunan
5. Lantai harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.
6. Dinding terbuat dari bahan tidak mudah terbakar
7. Bangunan dilengkapi dengan symbol
8. Dilengkapi dengan sistem penangkal petir jika bangunan tempat penyimpanan lebih
tinggi dari bangunan sekitarnya
9. Bila digunakan untuk menyimpan limbah B3 terbakar, harus:
• Tembok beton bertulang atau bata merah atau bata tahan api
• Lokasi harus jauh dari sumber pemicu kebakaran
10. Bila digunakan untuk menyimpan limbah mudah meledak, harus:
• Konstruksi bangunan (lantai, dinding, atap) harus dari bahan tahan ledakan
dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding lebih kuat dari konstruksi atap,
sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke atas
• Suhu ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal.
11. Bila digunakan untuk penyimpan limbah B-3 reaktif, korosif dan beracun:
• konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan pengamanan
limbah B-3 dalam keadaan darurat.
• konstruksi atap dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.
12. Jika yang disimpan 100% limbah B3 cair, diperlukan bak penampung kebocoran
dengan volume minimum 110% dari volume kemasan terbesar.
13. Lokasi bak penampung:
• sebaiknya ada di dalam tempat penyimpanan.
• bila ada di luar, harus tertutup, kedap air dengan kemiringan saluran minimum 1%
menuju bak penampung
14. Penyimpanan dari limbah cair mudah menguap menyisakan ruang 10% dari total
volume kemasan
15. Jika yang disimpan adalah limbah bersifat self combustion, harus diupayakan
pengurangan kontak langsung dgn oksigen
16. Jika yang disimpan limbah padat dgn kandungan air, maka:
• Memerlukan bak penampung
Lokasi penyimpanan Limbah B3 PT. Shell Indonesia (Pasteur), dekat dengan area parkir
motor, lokasi tersebut belum memenuhi presyaratan teknis yang dikeluarkan oleh PerMen
LH No. 30 Tahun 2009. Sehingga perlunya penataan TPS Limbah B3 tersebut agar sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
(a) (b)
Gambar 4.8 Pewadahan (a) Drum kaleng 200 L, (b) Drum Plastik 200 L,
(a) (b)
Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3 berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 14 Tahun 2013 tentang Simbol
dan Label Limbah B3:
- Nama Limbah B3;
- Identitas Penghasil Limbah B3;
- Tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
- Tanggal Pengemasan Limbah B3.
Simbol dan pelabelan yang sesuai merupakan salah satu syarat kelengkapan suatu
kemasan dan tempat penyimpanan limbah B3 yang harus menjadi perhatian. Penggunaan
simbol dan label harus sesuai dengan Syarat teknis simbol dan label limbah B3 dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013. Adapun simbol yang harus
dipasang pada kemasan limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Shell Indonesia (Pasteur) yang
telah di sesuaikan dengan karakteristik limbah B3 berukuran 10 cm x 10 cm. Berikut
merupakan gambar simbol kemasan TPS limbah B3.
Selain Simbol karakeristik limbah B3, setiap wadah atau kemasan limbah B3 juga wajib
di berikan label seperti dibawah ini,
(a) (b)
Gambar 4.15 Label (a) Identitas Limbah B3, (b) Penandaan posisi tutup
kemasan limbah B3
Pemberian symbol dan label pada alat angkut dan kemasan limbah B3
bergantung pada jenis karakteristik limbah B3 yang biasa digunakan antara lain
drum baja, wadah fleksibel, hopper, drum karton, tangki, jumbo bag.
Limbah B3 yang disimpan di dalam TPS berupa beberapa jenis limbah cair dan padat,
bersumber dari Pergudangan, Laboratorium dan Perkantoran yaitu Lampu TL, Baterai
bekas, kemasan bekas tinta, bahan kimia kadaluarsa, peralatan laboratorium kontaminasi
b3, Residu sampel Limbah B3, sludge IPAL, refrigerant bekas, oli bekas, aki bekas,
kemasan bekas B3, kain majun bekas, dan filter. Kandungan B3 pada limbah yang ada di
PT. Shell Indonesia (Pasteur) Bandung, tidak memiliki sifat yang menimbulkan reaksi
spontan, tidak reaktif ataupun mudah terbakar dan meledak. Oleh karena itu
penyimpanan limbah sementara dengan memakai Drum kaleng, drum plastic, box
container, dan jerigen tersebut sudah termasuk kedalam kategori yang aman, karena
untuk bangunan TPS Limbah B3 tersebut dilengkapi dengan atap dan dinding yang kokoh,
sehingga tidak akan dapat gangguan alam seperti angin, hujan dan banjir. Limbah B3 yang
dimasukan kedalam jumbo bag dan drum karton, untuk penggunaan jumbo bag diletakan
diatas palet sehingga tidak kontak langsung dengan lantai. Lantai TPS Limbah B3 diberi
lapisan yang tahan asam, tahan air kemudian diberikan juga saluran pembuangan dan bak
kontrol, untuk mencegah adanya aliran runoff limbah B3. Dan untuk menjaga akses masuk
kedalam TPS Limbah B3, diberikan pembatas dan rambu-rambu berbahaya agar hanya
petugas khusus yang dapat masuk ke area TPS Limbah B3.
Limbah B3 yang disimpan di TPS secara periodic diangkut oleh pihak ketiga atau
perusahaan pengumpul limbah B3 yang sudah memilki izin dari Kementrian dengan jangka
waktu sedemikian hingga tidak menyebabkan terjadinya penumpukan limbah diluar
kapasitas TPS dan di area lingkungan PT. Shell Indonesia (Pasteur).
BAB V
PENUTUP
Penutup | V-43
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan yang harus dilakukan PT. Shell Indonesia (Pasteur), yaitu dengan melakukan
pembangunan TPS Limbah B3 agar limbah yang dihasilkan, tidak disimpan di sembarang
tempat, dan membuat laporan inventarisasi limbah B3 agar limbah yang dihasilkan bisa di
monitoring limbah apa saja yang masuk dan keluar dari lingkungan PT. Shell Indonesia
(Pasteur). Kemudian melakukan kerjasama pengelolaan limbah B3 dengan pihak ketiga
yang merupakan suatu badan usaha, harus mendapatkan rekomendasi pemanfaatan
limbah B3 dari KLH dan juga mempunyai laporan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
Setelah mendapatkan kerjasama dengan pihak ketiga tersebut, nantinya berbagai jenis
limbah B3 dihasilkan oleh PT. Shell Indonesia (Pasteur) Bandung diangkut dan dibawa
keluar area PT. Shell Indonesia (Pasteur), untuk dilakukan pengelolaan lanjutan, seperti
dimanfaatkan langsung, direduksi, diolah ataupun ditimbun.
5.3. Kesimpulan
A. Dari hasil identifikasi limbah B3 di PT. Shell Indonesia (Pasteur), terdapat 6 jenis
potensi limbah B3 yang dihasilkan.
E. Peralatan tanggap darurat belum tersedia di TPS Limbah B3, seperti Kotak P3K, APAR,
dan eyewash
Penutup | V-44
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
5.4. Rekomendasi
− Pengemasan Limbah B3 secara klasifikasi, agar mudah pada saat pengangkutan
− Membuat baru fasilitas tumpahan limbah B3 yaitu saluran dan bak penampung
ceceran di dalam bangunan TPS limbah B3
− Membuat fasilitas tanggap darurat seperti Kotak P3K, APAR, dan eyewash
Penutup | V-45
Dokumen Kajian Pengelolaan Limbah B3
PROGRAM KEDARURATAN
PENGELOLAAN B3 DAN/ATAU LIMBAH B3
I. Pendahuluan
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.74/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Program
Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 memuat rencana pelaksanaan
pencegahan, kesiapsiagaan dan pelaksanaan penanggulangan kedaruratan B3 dan/atau
Limbah B3. Ketiga aspek tersebut terlingkup dalam subbab yang memuat mengenai
Infrastruktur dan Fungsi Penanggulangan. Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan
B3 dan/atau Limbah B3 dilakukan dengan memperhatikan hasil identifikasi risiko
kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3. Program Kedaruratan Pengelolaan B3
dan/atau Limbah B3 selanjutnya akan dibahas pada deskripsi di bawah ini.
III. Tujuan
Prosedur ini digunakan untuk mengatur tata cara kesiagaan dan tanggapan dalam
mencegah, mengendalikan, menanggulangi, dan mengevaluasi terulangnya kembali suatu
keadaan darurat yang dapat menyebabkan dampak berbahaya bagi kesehatan/
keselamatan pekerja, berdampak terhadap kerusakan lingkungan, dan mengganggu
aktivitas perusahaan.
V. Definisi
Keadaan darurat adalah suatu kejadian, kondisi atau peristiwa yang terjadi akibat dari
Limbah B3, yang akan berakibat membahayakan kesehatan/keselamatan karyawan/ orang
di sekitarnya, dan akan mengganggu aktivitas operasional kerja, sehingga bila terjadi
keadaan tersebut harus dilakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan sesegera
mungkin.
table exercise ataupun latihan lapangan untuk memastikan system tanggap darurat
pengelolaan limbah B3 dapat dilaksanakan.
Seluruh kegiatan system tanggap darurat yang meliputi penanggulangan kecelakaan dan
pemulihan pencemaran akibat limbah B3 dituangkan kedalam Standar Operasional
Prosedur kesiapsiagaan dan Tanggap darurat. SOP ini selalu secara berkala pada saat
kegiatan gladi kedaruratan.
Identifikasi risiko dilakukan dengan melihat potensi bahaya yang mungkin terjadi di suatu
kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 berdasarkan klasifikasi B3 (sifatnya)
dan/atau kategori dan karakteristik Limbah B3 yang dikelolanya. Identifikasi risiko
kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 bermanfaat untuk menentukan
infrastruktur yang dibutuhkan serta fungsi penanggulangan yang harus disiapkan. Tabel
6.10 merupakan tabel klasifikasi B3 yang dihasilkan dari adanya kegiatan Industri Karoseri
Kendaraan Bermotor PT. Shell Indonesia Pasteur
Sebagian besar kegiatan di PT. Shell Indonesia Pasteur, menghasilkan limbah B3, yang
terdiri dari beberapa jenis limbah cair dan padat, yang bersumber dari SPBU, Bengkel dan
Perkantoran yaitu Limbah Elektronik, Baterai bekas, Kemasan bekas tinta, refrigerant
bekas, minyak pelumas bekas mesin, aki bekas, Kemasan bekas b3, kain Majun Bekas dan
yang Sejenis. Masing-masing limbah yang dihasilkan oleh PT. Shell Indonesia Pasteur
memiliki karakteristik Limbah B3 yang berbeda-beda, karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan, diantaranya adalah:
a. Cairan Mudah Terbakar;
b. Padatan Mudah Menyala;
c. Beracun;
d. Korosif;
e. Mudah Meledak; dan
f. Reaktif.
VIII. Infrastruktur
1. Organisasi
Untuk pencapaian sasaran serta tujuan yang telah ditetapkan, maka ditetapkan struktur
organisasi dengan tugas dan tanggung jawab personel tim, sesuai dengan keputusan
manajer, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan (P2K3) PT.
Shell Indonesia Pasteur, Bandung ditunjuk oleh direktur dengan struktur organisasi seperti
gambar di bawah ini,
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
B. Wakil
1. Membuat laporan kinerja Unit Tanggap Darurat.
2. Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana
tanggap darurat Perusahaan.
3. Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan
tanggap darurat Perusahaan.
4. Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.
C. Sekretaris
1. Melakukan koordinasi dengan koordinator tanggap darurat terkait
persediaan peralatan tanggap darurat untuk kemudian diajukan pada
marketing
E. Regu Evakuasi
1. Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.
2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana evakuasi
di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit
Tanggap Darurat.
3. Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun teruka kepada
Regu P3K, Koordinator maupun wakil Unit Tanggap Darurat.
F. Regu P3K
1. Melaksanakan tindakan P3K.
2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana P3K di
lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit
Tanggap Darurat.
3. Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit Tanggap Darurat
bilamana terdapat korban yang memerlukan tindakan medis lanjut pihak
ke tiga di luar Perusahaan.
2. Koordinasi
Bentuk koordinasi yang dilakukan dalam program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau
Limbah B3 dituangkan dalam bentuk bagan alir komunikasi, mulai dari diterimanya
laporan kedaruratan sampai dengan kedaruratan dapat diatasi. Alur komunikasi juga
hendaknya dapat menjelaskan kewenangan masing-masing orang dalam menyampaikan
komunikasi sesuai dengan tugasnya.
Sistem hubungan antar tim menunjukkan keterkaitan tugas antara satu tim dengan tim
lainnya. Misalnya keterkaitan antara tim kaji cepat dengan tim tanggap darurat, tim kaji
cepat dengan tim pelayanan kesehatan, dst. Berikut merupakan alur komunikasi
Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 di PT. Shell Indonesia Pasteur.
Peralatan yang digunakan dalam tanggap darurat disesuaikan dengan potensi bahaya yang
dihadapi, sifat atau klasifikasi B3, dan/atau karakteristik Limbah B3. Peralatan yang
disediakan oleh PT. Shell Indonesia Pasteur diantaranya adalah:
a. Peralatan Tanggap Darurat Terhadap Kebakaran
1) Menyediakan Alarm;
2) Menyediakan Alat Tanggap Darurat berupa Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
3) Menentukan Jalur Evakuasi dan Titik Kumpul.
b. Peralatan Tanggap Darurat Terhadap Tumpahan Limbah B3
1) Menyediakan Kotak P3K;
2) Menyediakan APD (Helm, Sepatu Safety, Masker, Sarung Tangan Kulit, dan
Kacamata Safety);
3) Menyediakan Wastafel/Eyewash; dan
4) Karung Pasir.
Layout fasilitas dan peralatan kedaruratan termasuk alat peringatan dini yang disediakan
oleh PT. Shell Indonesia Pasteur dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar Layout Fasilitas dan Peralatan Kedaruratan PT. Shell Indonesia Pasteur
4. Prosedur Penanggulangan
Prosedur penanggulangan tanggap darurat limbah B3 yang dimiliki PT. Shell
Indonesia Pasteur dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Mulai
General Comander
N
DARURAT DAPAT
DIATASI ?
General Manager
Team Medis Team Evakuasi
Selesai
DOCUMENT NO : 0001
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
1. TUJUAN
1. Mencegah timbulnya korban manusia dan kerusakan komponen lingkungan lain
yang dapat diakibatkan oleh air tercemar
2. Mengendalikan sumber pencemaran
2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini berlaku untuk penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
dengan mencegah terjadinya peledakan, kebakaran dan keracunan
3. PROSEDUR
A. Sebelum Keadaan Darurat
1) Dilakukan identifikasi potensi bahaya dan dilakukan penilaian resiko terhadap
potensi bahaya tersebut melalui survey terkait dalam penilaian resiko diketahui
dari masing-masing sumber bahaya.
2) Dilakukan rapat internal Tim Tanggap Darurat untuk penyusunan Prosedur Kerja
Sistem Tanggap Darurat Lingkungan yang dijabarkan sesuai Instruksi Kerja Sistem
Tanggap Darurat Lingkungan.
3) Persiapan sarana dan prasarana penanggulangan keadaan darurat lingkungan
serta pertolongan pertama P3K.
4) Tim Tanggap Darurat melakukan pengecekan kondisi kendaraan dan kelengkapan
alat dengan panduan data sheet secara periodik.
5) Dilakukan pembinaan dan pelatihan mengenai tanggap darurat di lingkungan oleh
Tim Tanggap Darurat dengan kegiatan simulasi keadaan tanggap darurat yang
melibatkan karyawan setempat.
Setiap pengawas yang terlibat langsung dalam tanggap darurat di lapangan harus
membuat laporan lengkap semua aktivitas di wilayah kerja yang merupakan tanggung
jawabnya dan melaporkan ke selambat-lambatnya 48 jam setelah kejadian.
4. UNIT KERJA
3.1. Ahli B3
3.2. Operator B3
5. DOKUMEN TERKAIT
5.1. Formulir Emergency
5.2. Laporan Kejadian
DOCUMENT NO : 0002
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
Mulai
Floor Wardens
Mencari asal api dan mencoba dipadamkan
dengan tabung APAR.
Posko Security
( Control Room)
API PADAM ? N
Laporan
Kejadian Y
Selesai
DOCUMENT NO : 0002
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
1. TUJUAN
Untuk penanganan kebakaran dan penyelamatan Karyawan Industri
2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini berlaku untuk penanganan pemadaman api,konsolidasi, koordinasi dan
penyelamatan karyawan/pekerja pada keadaan darurat apabila terjadi kebakaran
gedung.
3. PROSEDUR
3.1 Proses Penanggulangan awal
3.1.1. Floor Wardens
3.1.1.1. Tetap tenang, JANGAN PANIK .
Arahkan penghuni/ karyawan/ ruang produksi/ yang tidak
berkepentingan, untuk meninggalkan area sekitar.
3.1.1.2. Mencari asal api, jika api kecil berusahalah memadamkannya
dengan tabung APAR/FIRE EXTENGUISER yang terdekat dengan
tidak membahayakan jiwa.
3.1.1.3. Pecahkan break glass pada hydrant cabinet bila api membesar
3.1.1.4. Amankan bila ada yang terluka serta menginformasikan ke Posko
Security.
3.1.1.5. Melaporkan kepada Chief Floorwardens, mengisi Form Emergency
dan diparaf oleh Chief Floorwardens & Safety Officer secara
lengkap.
4. DOKUMEN TERKAIT
3.3.1 Formulir Emergency
3.3.2 Laporan Kejadian
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LIMBAH B3
1. TUJUAN
Memberikan pedoman pelaksanaan penanganan limbah B3 agar tidak mencemari
Lingkungan Hidup dan Keselamatan Kesehatan Kerja, dengan mengacu kepada UU
dan peraturan yang berlaku.
2. RUANG LINGKUP
2.1 Oli bekas atau minyak pelumas bekas, accu bekas, dan sisa bahan B3 dari sisa
kegiatan dan / atau proses produksi perusahaan.
2.2 Penanggung jawab implementasi penanganan ini adalah bagian yang
menghasilkan limbah B3, bagian gudang/store dan Kepala Tata Usaha/PGA
3. PROSEDUR
3.1 Persyaratan Umum Tempat/Lokasi Penyimpanan B3
3.1.1. Merupakan daerah bebas banjir dengan jarak minimum antara lokasi
dengan fasilitas umum adalah 50 meter
3.1.2. Tempat penyimpanan LB3 harus kedap air dan harus dibuat Bak
penampungan apabila terjadi kebocoran
3.1.3. Tempat penyimpanan harus diidentifikasi (diberi symbol dan lebel) dan
memiliki perlengkapan pemadam api yang memadai
3.1.4. Memiliki tempat bongkar muat LB3 yang memadai dengan lantai yang
kedap air
3.2 Persyaratan Penyimpanan LB3 dengan menggunakan Kemasan Drum
3.2.1. Karakteristik kemasan harus sesuai dengan karakteristik LB3 yang akan
disimpan, bisa berupa drum plastic & drum logam
3.2.2. Penyimpanan kemasan/drum harus dibuat dengan system blok, sehingga
dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan dan
apabila terjadi kebocoran atau kerusakan kemasan/drum dapat segera
ditangani
3.2.3. Lebar antara blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya, sehingga
dapat dilewati kendaraan pengangkut (forklift) atau minimal 60 cm agar
dapat dilewati saat dilakukan pemeriksaan
3.2.4. Apabila penumpukan kemasan harus dilakukan maka harus diperhatikan
kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam maka
tumpukan kemasan maksimum 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet
(setiap palet mengalasi 4 drum)
3.2.5. Setiap drum harus diberi lebel dan symbol sesuai karakteristik limbah LB3
3.3 Persyaratan Penyimpanan LB3 dengan menggunakan Kemasan Tangki
3.3.1. Di sekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran
pembuangan yang menuju bak penampung
DOCUMENT NO : 0003
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
3.3.2. Bak penampungan harus kedap air dan mampu menampung cairan
minimal 110% dari kapasitas maksimum volume tangka
3.3.3. Tangki harus didesign sedemikian rupa hingga apabila terguling tetap
berada didalam tanggul.
3.3.4. Tangki harus terlindungi dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan
secara langsung
3.4 Persyaratan Bangunan Penyimpanan kemasan LB3
3.4.1. Bangunan tempat penyimpanan kemasan LB3 harus
3.4.1.1. Luas bangunan sesuai dengan karakteristik dan jumlah LB3 yang
dihasilkan/akan disimpan
3.4.1.2. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun
tidak langsung
3.4.1.3. Dibuat tanpa plafon dan memiliki system ventilasi udara yg
memadai (gambar 2 lampiran 1) untuk mencegah terjadinya
akumulasi gas di dalam ruangan penyimpanan, serta memasang
kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau
binatang kecil lainnya kedalam ruang penyimpanan
3.4.1.4. Memiliki system penerangan yg memadai dan stop contac harus
berada di luar ruangan
3.4.1.5. Apabila diperlukan agar dilengkapi dengan system penangkal
petir
3.5 Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari satu
karakteristik LB3 maka ruang penyimpanannya
3.5.1. Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan
ketentuan setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukan menyimpan
satu karakteristik LB3 atau limbah-limbah B3 yang saling cocok
3.5.2. Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak
penampungan tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai
3.6 Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan LB3
3.6.1. Persyaratan Bangunan Penyimpanan LB3 Mudah Terbakar
3.6.1.1. Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain harus dibuatkan
tembok pemisah tahan api, berupa: tembok beton bertulang
dengan tebal min. 15 cm atau tembok bata merah tebal dengan
tebal min. 23 cm atau blok-blok (tidak berongga) tak bertulang
dengan tebal min. 30 cm
3.6.1.2. Jarak dengan bangunan lain min. 20 meter
3.6.1.3. Alat Pemadam Kebakaran dalam kondisi standby
3.6.2. Persyaratan Bangunan Penyimpanan LB3 Mudah Meledak
DOCUMENT NO : 0003
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
3.6.2.1. Konstruksi bangunan lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari
konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat
akan mengarah keatas (tidak ke samping)
3.6.2.2. Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam
kondisi normal. Desain bangunan sedemikian rupa sehingga
cahaya matahari tidak langsung masuk ke ruangan gudang
4. UNIT KERJA
4.1. Ahli B3
4.2. Operator B3
5. DOKUMEN TERKAIT
5.1. Formulir Emergency
5.2. Laporan Kejadian
DOCUMENT NO : 0004
STANDARD OPERATING REVISION : 00
PROCEDURE
ISSUE DATE : 25-11-2019
1. TUJUAN
Prosedur ini berlaku untuk Pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dengan
mencegah terjadinya peledakan, kebakaran dan keracunan
3. PROSEDUR
3.1 Tiap limbah baik karena rusak, pecah, kadaluarsa maupun sisa hasil proses yang
tidak digunakan harus dibuang pada saluran khusus yang disiapkan atau tempat
sampah khusus B3
3.2 Jika limbah asam dan basa harus dinetralkan dahulu sebelum dibuang. Untuk zat-
zat logam berbahaya harus diendapkan dahulu hingga buangan aman tidak lebih
ambang
3.3 Limbah sisa gas yang mudah terbakar harus diamankan
3.4 Semua wadah kemasan B3 harus dibakar dengan benar
3.5 Membuang limbah B3 secara manual harus menggunakan APD yang sesuai. Hati
hati hindari bahaya percikan, jatuh, terpeleset, tersiram dsb
4 UNIT KERJA
4.1 Ahli B3
4.2 Operator B3
5 DOKUMEN TERKAIT
5.1 Formulir Emergency
5.2 Laporan Kejadian
DOCUMENT NO : 0005
1. RUANG LINGKUP
2. TUJUAN
3.1. Limbah adalah sisa dari kegiatan Shell yang tidak dapat digunakan
kembali baik berupa padat, cair, bersifat B3 atau non B3, yang mana harus
dikelola dengan baik;
3.2. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan
Beracun, juga memiliki karakteristik seperti berikut:
3.3. Limbah padat B3 adalah limbah padat yang memiliki sifat berbahaya dan
beracun yang berasal dari kegiatan produksi dan non produksi, contohnya:
bottom ash, fly ash, kain lap terkontaminasi, lumpur hasil olahan IPAL, aki
bekas, lampu & limbah elektronik;
3.4. Limbah cair B3 adalah limbah cair yang memiliki sifat berbahaya dan
beracun, contohnya: air bekas printing (berasal dari flexo), oli dan air
bekas eye wash.
3.5. TPS B3 (Tempat Penampungan Sementara) adalah tempat
mengumpulkan limbah B3 untuk sementara waktu sebelum diangkut oleh
pihak ketiga yang akan mengelola limbah;
3.6. IPAL adalah instalasi pengolahan air limbah untuk kawasan Shell
DOCUMENT NO : 0005
4 REFERENSI
4.1. REFERENSI
• UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
• PP No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
• Permen Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 Tentang Label dan Simbol B3
• PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
5 PROSEDUR
6 CATATAN
7 LAMPIRAN
Mengumpulkan
limbah
Menyerahkan Menimbang
limbah kepada Limbah
GA
Menempelka n
label limbah
Logbook
Mencatat Serah Limbah
Terima Limbah
Pengecekan
Menyimpan logbook
Dan mengorganisir dengan
Limbah di TPS kondisi TPS
Memberikan
Limbah kepada Menerima
pihak ketiga Limbah
Mencatat Logbook
Menerima
Serah Terima logbook Limbah
Limbah limbah
DOCUMENT NO : GA/OP/005
Pelaksana Standard
Keterangan
General Affair Environment Pihak Ketiga Waktu Output
Melakukan
proses IPAL
Menimbang limbah
Menempelkan label
limbah
Menerima
Limbah