Anda di halaman 1dari 54

PT.

HENTRACO INDOPERKASA
Hanurata Graha Lt.8, Jl. Kebon Sirih Raya Kav 67-69, Jakarta 10340

LAPORAN KAJIAN TEKNIS


RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO
(PLTM) WAWOPADA III & IV

LOKASI DESA WAWOPADA, KECAMATAN LEMBO, KABUPATEN MOROWALI UTARA


PROVINSI SULAWEI TENGAH
DAFTAR ISI

BAGIAN A STANDAR TEKNIS


Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Peraturan Perundang-Undangan
Bab 2 Deskripsi Kegiatan
2.1 Jenis dan kapasitas Usaha dan/atau Kegiatan
2.2 Jenis dan jumlah bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan
2.3 Proses Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan termasuk kegiatan penunjang
yang berpotensi menghasilkan Air Limbah
2.3.1 Proses Utama dan Proses Penunjang Usaha dan/atau Kegiatan
2.3.2 Karakteristik Air Limbah
2.3.3 Diagram Alir Proses
2.3.4 Neraca Air
2.3.5 Fluktuasi atau Kontinuitas Produksi dan Air Limbah
2.3.6 Layout Lokasi Masing-Masing Unit Proses/Kerja
2.3.7 Layout Instalasi Pengolahan Air Limbah, Saluran Air Limbah serta Lokasi
Pembuangan Air Limbah (Outfall)
Bab 3 Rona Lingkungan Awal
3.1 Badan Air Permukaan
3.1.1 Mutu Air Permukaan
3.1.2 Lokasi Pengambilan Contoh Uji
3.1.3 Debit
3.1.4 Alokasi Beban Pencemar Air (Bila Ada)
3.1.5 Mutu Sedimen (untuk Kegiatan yang Mempunyai Potensi Pencemar Air
Tinggi)
3.2 Hidrologi dan Morfologi Badan Air Permukaan
3.3 Biota Air
3.4 Ekosistem yang Memiliki Nilai Penting (Bila Ada)
3.5 Air Tanah

Bab 4 Prakiraan Dampak


4.1 Perhitungan Baku Mutu Air Limbah
4.2 Sebaran Air Limbah
4.3 Sifat penting dampak
Bab 5 Rencana Pengelolaan Lingkungan
5.1 Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Limbah
5.2 Teknologi Sistem Pengolahan Air Limbah
5.3 Unit Proses atau Unit Operasi
5.4 Kriteria Desain Setiap Unit Proses
5.5 Alur Proses dan Layout Instalasi Pengolahan Air Limbah
5.6 Pengelolaan Lumpur dan/atau Gas yang Dihasilkan
Bab 6 Rencana Pemantauan Lingkungan
6.1 Titik Penaatan (Outlet)
6.2 Titik Pembuangan Air Limbah (Outfall)
6.3 Titik Pemantauan Badan Air Permukaan
6.4 Mutu Air Limbah dan Metode Pengambilan Contoh Uji
6.5 Mutu Air Limbah dan Metode Pengambilan Contoh Uji
6.6 Mutu Air pada Badan Air Permukaan yang Dipantau dan Metode Pengambilan Contoh
Uji
6.7 Mutu Air Tanah yang Dipantau dan Metode Pengambilan Contoh Uji
6.8 Frekuensi Pemantauan
Bab 7 Sistem Penanggulangan Keadaan Darurat
7.1 Unit yang Bertanggung Jawab terhadap Penanganan Kondisi Darurat
7.2 Rencana dan Prosedur Tanggap Darurat
Bab 8 Internalisasi Biaya Lingkungan
Bab 9 Periode waktu uji coba

BAGIAN B STANDAR KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA


Bab 10 Struktur Organisasi
Bab 11 Sumberdaya manusia

BAGIAN C SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN


BAGIAN A

STANDAR TEKNIS
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dokumen Kajian Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Wawopada yang
berlokasi di Sungai Koro Puawu yang termasuk dalam wilayah DAS Mamosalato Provinsi
Sulawesi Tengah ini merupakan bagian dari persyaratan Persetujuan Teknis. Sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 1 angka 93 PP No. 22 Tahun 2021 bahwa Persetujuan Teknis adalah
Persetujuan dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah berupa ketentuan mengenai Standar
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Analisis Mengenai Dampak Lalu
Lintas usaha dan/atau kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan. Dokumen Kajian
Teknis merupakan kelengkapan untuk memperoleh Sertifikat Kelayakan Operasional (SLO).
Berdasarkan Pasal 1 angka 94 PP No. 22 Tahun 2021, Sertifikat Kelayakan Operasional
(SLO) adalah surat yang memuat pernyataan pemenuhan mengenai Standar Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup usaha dan/atau kegiatan sesuai peraturan perundang-
undangan.

Kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat berdampak pada ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni : (1) Menipisnya
cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru), (2)
Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi
minyak, dan (3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125,000 tahun belakangan. Hal ini
menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu,
pengembangan dan implementasi bahan bakar atau sumber energi terbarukan yang ramah
lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai negara.
Potensi Sumber Energi Terbarukan di Indonesia Indonesia sesungguhnya memiliki potensi
sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya seperti : bioethanol
sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, Mikrohidro,
tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan
listrik.

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberapa ratus
kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan Mikrohidro (dibandingkan dengan PLTA skala
besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal tanah yang
diperlukan guna instalasi dan pengoperasian Mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu
keunggulan Mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Mikrohidro cocok
diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dari PT PLN. Mikrohidro mendapatkan
energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Energi tersebut
dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro
bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air
2.5 m bisa dihasilkan listrik 400 W. Meski potensi energinya tidak terlalu besar, namun
Mikrohidro patut dipertimbangkan untuk memperluas jangkauan listrik di seluruh pelosok
nusantara.

Prinsip dasar dari pembangkit listrik tenaga Mikrohidro adalah transformasi energi dari


energi potensial yang ada pada aliran dan ketinggian menjadi energi mekanik dan energi
listrik. Pembangkit listrik tenaga Mikrohidro memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah
debit air per detik yang dimiliki oleh aliran air. Aliran air yang memiliki beda ketinggian
dapat diperoleh dari saluran irigasi, sungai ataupun dari air terjun. Energi mekanik dihasilkan
melalui perputaran poros turbin oleh aliran air.

Berdasarkan pemberitaan koran Kontan (21 Maret 2021), proyek pembangkit 35.000 MW
sampai Agustus 2020 realisasinya baru mencapai 24%. Masih ada proyek yang sedang dalam
tahap konstruksi sebanyak 19.000 MW, sementara proyek yang telah dilaksanakan kontrak
power purchase agreement (PPA) sebesar 6.500 MW. Saat ini pemerintah memiliki major
project 2020-2024 berupa penambahan pembangkit listrik sebesar 24.307 MW yang mana
4.771 MW termasuk energi baru terbarukan (EBT), dan proyek 35.000 MW baru akan
rampung secara keseluruhan sekitar tahun 2028-2029 mendatang.

Ketergantungan sumber listrik terhadap bahan bakar fosil masih tinggi, PLTU dengan
kapasitas terpasang mencapai 35.216 MW (49,67 %) masihmenjadi sumber listrik utama
(Dirjen Ketenagalistrikan, Konpers, 31/7/2020). PLTU dan PLTG 28,90 % disusul PTLD
(4.781 MW setara 6,74 %). Kelompok EBT baru menyumbang 10.426 MW (14,71%) terdiri
dari PLTP (2.131 MW), PLTA (6.095 MW), dan sisa 2.200 MW gabungan dari berbagai
EBT. Ironisnya di Indonesia dengan potensi sumber daya air yang melimpah kontribusi
PLTA baru mencapai sekitar 9 %.

Menurut sumber PT PLN (Persero) Area Palu, kebutuhan listrik masyarakat di tujuh (7)
kabupaten di Sulteng yakni Tojo Una-Una, Morowali, Morowali Utara, Poso, Parigi
Moutong, Sigi, dan Donggala. Rasio eletrifikasi di Poso, Buol, Tolitoli, dan Sigi, sudah di
atas 80%, kecuali Kota Palu, rasio elektrifikasinya hampir 100%. Pada 2019 mendatang,
Pemerintah telah menargetkan resio elektrifikasi nasional, termasuk di Sulteng sudah
meningkat menjadi 97%. Total desa di Sulteng mencapai dua ribu desa lebih, sekitar 200-an
desa di antaranya belum terjangkau listrik dari PLN. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah
menargetkan pada 2020 mendatang, seluruh rumah tangga di daerah ini telah tersambung
listrik. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng tahun 2016, masih ada 97.962
rumah tangga yang belum tersambung listrik yang tersebar di kabupaten dan kota.

Khusus kabupaten Morowali Utara rasio elektrifikasi baru mencapai 85,3 %. dengan jumlah
pelanggan 30.825 rumah tangga, telah berlistrik sebanyak 26.291 rumah tangga, dan yang
belum berlistrik sebanyak 4.534 rumah tangga. Seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk, pertumbuhan industri dan ekonomi regional kebutuhan listrik di Kabupaten
Morowali Utara akan terus berkembang, sementara jumlah dan kapasitas pembangkitan
terbatas dengan PLTD dan PLTM Wawopada menjadi salah satu andalan untuk memenuhi
kebutuhan puncak.

Pada 2021, seluruh Pulau Sulawesi ditargetkan terhubung dalam satu sistem kelistrikan.
Interkoneksi sistem kelistrikan empat provinsi saat ini disambung melalui jaringan transmisi
yang membentang sejauh 3.767 kilometer sirkit (kms) dengan 5.687 tower transmisi dan total
daya 2.648 MVA. Tersambungnya sistem kelistrikan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah
ditandai melalui pengoperasian jaringan transmisi bertegangan 150 kilo Volt (kV) dari Gardu
Induk (GI) 150 kV Mamuju Baru di Kabupaten Mamuju sampai dengan GI 150 kV Topoyo
di Kabupaten Mamuju Tengah. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) telah
merampungkan pembangunan Interkoneksi Sistem Kelistrikan dari Sulawesi Selatan (Sulsel)
hingga Sulawesi Tenggara (Sultra).

Rasio eletrifikasi khususnya di kabupaten Morowali Utara baru mencapai 85,3 %, maka
pengembangan pembangkitan listrik terutama yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan
(EBT) masih prospektif. Lebih jauh lagi dengan adanya dukungan infrastruktur interkoneksi
maka dimungkinan distribusi yang lebih luas lagi di Pulau Sulawesi. Berdasarkan pemikiran
tersebut di atas maka PT Hendraco Indopower bermaksud mengembangkan kapasitas
terpasang dan daya mampu PLTM Wawopada 3 yakni dengan cara melakukan optimalisasi
PLTM Wawopada 1 dan 2 . Langkah awal ini dimaksudkan untuk memenuhi kontrak dengan
PLN sehingga tercapai daya mampu dari 5 MW menjadi 6,5 MW.
1.2 Tujuan
Tujuan dokumen ini adalah untuk menyusun Kajian Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Mini
Hidro (PLTMH) Wawopada yang berlokasi di Sungai Koro Puawu yang termasuk dalam
wilayah DAS Mamosalato Provinsi Sulawesi Tengah. Dokumen Kajian Teknis merupakan
persyaratan untuk memperoleh Persetujuan Teknis dan juga merupakan kelengkapan untuk
memperoleh SLO.

1.3 Peraturan Perundang-Undangan


Kajian Teknis Pabrik Tekstil X ini dibuat dengan mengacu para peraturan perundangan
sebagai berikut:

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan


Lingkungan jo Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

b) Peraturan Pemerintah Nomor 05 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan


Berusaha Bebasis Resiko

c) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang
Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup.

e) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Sertifikat Kelayakan Operasional Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.

f) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah.
BAB 2
DESKRIPSI KEGIATAN

2.1 Jenis dan Kapasitas Usaha dan/atau Kegiatan

PLTM Wawopada III & IV merupakan pengembangan PLTM Wawopada 1 (2 x 1.5 MW)
dan PLTM Wawopada 2 (2x1,75 MW) sudah beroperasi sejak tahun 2013. Berdasarkan data
kwh meter yang disampaikan ke PLN selama tahun 2020, hanya menghasilkan total daya 4.5
MW-5.5MW, sehingga kondisi tersebut masih jauh dari daya rencana sebesar 6.5MW. PLTM
Wawopada III (lokasi di hulu Headpond Wawopada I). Sedangkan Wawopada IV lokasi di
hilir Powerhouse Wawopada I.

Penambahan unit PLTM memiliki pertimbangan pada kondisi eksisting masih banyak debit
yang melimpas dari PLTM Wawopada I. Untuk debit rencana pada PLTM Wawopada III
memiliki batasan debit yang akan diambil, yaitu debit rencana akan memenuhi kekurangan
daya 1 MW. Sedangkan debit rencana PLTM Wawopada IV merupakan debit dari PLTM
Wawopada I (kondisi eksisting) dan PLTM Wawopada III. Untuk menambah kekurangan
dari daya rencana, maka akan dilakukan penambahan unit PLTM. Dari hasil kajian diperoleh
estimasi daya (P) dari PLTM Wawopada III sebasar 1.000 kW, sedangkan estimasi daya
PLTM Wawopada IV sebasar 1.300 kW sebagaimana dirinci menurut tabel 2.1.

Tabel 2.1 Feature PLTM Wawopada III & IV


PLTM PLTM
No Parameter
Wawopada III Wawopada IV
1. Q (m3/s) 2,8 m3/s 6,35 m3/s
2. Elevasi Bendung 274 m-dpl 220 m-dpl
3. Elevasi Prowerhouse 224 m-dpl 195 m-dpl
4. Gross Head (m) 50 20
5. Eff (%) 48 24,9
6. Estimasi Daya Terpasang P (KW) 1.000 1.300
7. Plant Factor (CF) 50,27% 64,11%
8. Estimasi Produksi Energi Tahunan (GWH) 4,84 7,34
Total Penambahan Daya (KW) 2.300 (2,3 MW)
Total Produksi Energi Tahunan (GWH) 12,18
Sumber : Studi Kelayakan PLTMH Wawopada III & IV, 2021
LAYOUT SKEMA PLTM WAWOPADA III &
BENDUNG I

BENDUNG III

PH III (gabung PHI)

INTAKE - IV

PH IV

BNDUNG II

Gambar 2.1 Skema PLTM Wawopada III dan IV

2.2 Lokasi dan Akesibilitas


2.2.1 Lokasi Studi

PLTM Wawopada III dan IV berlokasi di Sungai Koro Puawu termasuk dalam
wilayah DAS Mamosalato, terletak di Desa Wawopada, Kecamatan Lembo,
Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lokasi PLTM Wawopada


2.2.2 Pencapaian Lokasi

Aksesibilitas menuju lokasi cukup lancar, dari Jakarta ditempuh melalui penerbanganr
ke Makasar dilanjutkan dengan rute penerbangan Makasar ke Morowali
menggunakan pesawat Wing Air dalam waktu 1 jam. Selanjutnya dari bandara
Morowali menuju lokasi PLTM Wawopada memerlukan waktu 2 jam menggunakan
mobil, melintasi Beteleme (ibukota kecamatan Lembo) dan Desa Wawopada melalui
jalan Trans Sulawesi (menghubungkan Makasar-Morowali- Kendari) dengan kondisi
jalan yang sangat baik dan terawat. Jarak tempuh dari Pusat pemerintahan Kabupaten
Morowali Utara sebagaimana ditampilkan pada tabel 2.2 berikut ini.

Waktu
Tempat Jarak Moda
Tempat Tujuan Tempuh Keterangan
Asal (Km) Trasportasi
(Jam)
Jakarta Makasar 2 Jam Pesawat Lancar
Makasar Morowali 500 Km 1 Jam 30 Pesawat Tiap hari 1 x
menit Wing penerbangan
Morowali Tompira 20 Km 30 menit Mobil Melalui jalan
Tompira Beteleme 20 Km 30 menit Mobil trans Sulawesi
dalam kondisi
Beteleme Wawopada 10 Km 30 menit Mobil baik
Wawopada PLTM 5 Km 10 menit Mobil
Wawopada
Total Jarak /Waktu Tempuh 65 Km 2 Jam

Kegiatan yang akan dilakukan PT X adalah produksi tekstil yang akan menempati lahan
seluas 55.213 m2 dengan rincian penggunaan lahan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan lahan

Luas Area
No. Penggunaan Lahan
m2 %
1 Gudang (3 lantai) 712,0 1,29
2 Gudang, parkir, masjid 1.062,0 1,92
3 Bangunan boiler 1.376,0 2,49
4 Bangunan distributor, stock load, dan maintenance 1.440,0 2,61
5 Technical support 1.008,0 1,83
6 Kantor 480,0 0,87
7 Bangunan produksi 3.960,0 7,17
8 Bangunan gudang 1.224,0 2,22
9 Dapur dan klinik 490,0 0,89
10 Washing dan Finishing (3 lantai) 1.973,0 3,57
11 Bangunan finishing dan gudang 2.880,0 5,22
12 Bangunan sizing 1.568,0 2,84
13 Bangunan utility 720,0 1,30
14 Bangunan dyeing, finishing, dan kantor PIC 9.555,0 17,31
15 Gudang 1.950,0 3,53
16 Pos satpam 18,0 0,03
17 IPAL 1.531,0 2,77
18 Bak air 950,0 1,72
19 TPS Limbah B3 77,0 0,14
20 Jalan, parkir beton 5.247,2 9,50
21 Jalan, parkir paving block 3.066,6 5,55
22 Taman/RTH 11.073,3 20,06
23 Perkerasan tanah 2.851,9 5,17
TOTAL 55.213,0 100,00

Bidang usaha yang akan dijalankan oleh PT X adalah pembuatan produk tekstil. Kegiatan
usaha di perusahaan ini akan dilakukan oleh Divisi Tekstil. Kegiatan yang dilakukan di divisi
ini secara umum berupa dyeing (pewarnaan). Divisi Tekstil memiliki spesialisasi dalam
proses Continuous Vat Dyeing, Pigment Dyeing, dan Reactive Dyeing untuk jenis kain-kain
woven.

2.2 Jenis dan Jumlah Bahan Baku dan/atau Bahan penolong

Bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan produksi tekstil berupa bahan baku dan
bahan penolong, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Jenis bahan baku dan bahan penolong

Jenis Bahan Bentuk Fisik Sifat Bahan

1. Bahan Baku

Kain greige (dari Customer/Supplier) Padat Mudah terbakar

Benang baku Padat Mudah terbakar

Tetaron cotton Padat Mudah terbakar

2. Bahan Penolong

Size Agent:

PVA Padat Iritasi

Starch Padat Iritasi

Acrylic Cair Iritasi

Wax Cair Iritasi

Dyestuff:

Vat Dyes Padat Iritasi, beracun

Reactive Dyes Padat Iritasi, beracun

Pigment Dyes Padat Iritasi, beracun

Disperse Dyes Cair Iritasi, beracun

Auxiliries:

NaOH Cair Iritasi

H2O2 Cair Iritasi

Asam Cair Iritasi

Wetting Cair Iritasi

Enzyme Cair Iritasi

Glaubert salt Padat Iritasi

Hydrosulphite Padat Iritasi

Soda ash Padat Beracun

Binder Cair Beracun


Jenis Bahan Bentuk Fisik Sifat Bahan

Sequestering Cair Beracun

Soaping Cair Beracun

Glucose Padat Beracun

Sodium silicate 52 Be Cair Beracun

Resin Finish:

Softener Cair Beracun

Stiffener Cair Iritasi, beracun

Melamine Cair Iritasi, beracun

2.3 Proses Usaha dan/atau Kegiatan


2.3.1 Proses produksi tekstil
Beberapa proses yang akan dilakukan dalam kegiatan produksi tekstil di PT X di antaranya:
a. Proses Sizing
Bahan baku yang digunakan untuk proses sizing adalah benang yang diperoleh dari
buyer/customer.
1) Twisting adalah proses di mana benang diberikan twist/puntiran dengan nilai puntiran
tertentu (twist per meter atau TPM) yang menjadikan benang semakin kompak dan
kuat serta sifat lain sesuai dengan peruntukan desain. Hal ini berguna untuk
memberikan ketahanan kepada benang agar tidak pecah saat proses weaving.
Gambar 2.4 Diagram alir proses sizing tekstil

2) Proses sizing yang terdiri dari:


 Warping adalah proses memindahkan benang dari gulungan bobbi atau chese atau
cones ke dalam gulungan besar (beam) dengan arah sejajar serta jumlah dan
panjang benang yang sudah ditentukan. Selanjutnya benang ini akan dijadikan
benang lusi (wrap) yaitu benang yang searah dengan arah panjang kain. Proses ini
adalah proses persiapan sebelum benang masuk kedalam proses penenunan.
 Sizing adalah proses memberikan kanji atau film kepada benang agar lebih kuat
sehingga tidak mudah putus saat dilakukan proses berikutnya. Pengkanjian ini
dilakukan khususnya pada benang non twist atau low twist.
 Beaming adalah proses penggabungan benang setelah proses warping dan proses
sizing dari beberapa beam untuk menjadi beam lusi. Gabungan ini bisa dari jenis
benang yang sama atau jenis benang yang berbeda sesuai dengan desain yang
diperuntukan.
3) Weaving merupakan proses pertenunan, di mana benang pakan disilangkan dengan
benang lusi sehingga terbentuk anyaman berupa kain greige.
b. Proses Dyeing – finishing
Bahan baku yang digunakan untuk proses ini adalah kain greige yang selain dibeli dari
supplier, ada pula yang diperoleh dari customer (terima jasa). Beberapa tahapan yang
dilakukan dalam proses dyeing-finishing antara lain:
1) Inspecting adalah proses pemeriksaan/pengecekan kain greige serta penyambungan
kain tiap roll sebelum masuk ke proses selanjutnya. Limbah yang dihasilkan ialah
limbah padat berupa potongan benang.
2) Pemartaian adalah proses penyambungan kain dari beberapa gulungan (120
m/gulung) menjadi satu partai yang lebih panjang (±2000 m).
3) Pre-treatment adalah proses sebelum memasuki proses dyeing, terdiri dari:
 Desizing adalah proses pembuangan sizing agent/kanji.
 Scouring adalah proses pembersihan kain atau penyabunan menggunakan soda
kaustik.
 Bleaching adalah proses memutihkan kain menggunakan H2O2 50%.
 Mercerinazing adalah proses penguatan kain agar lebih mudah menyerap, tidak
mudah sobek, dan menghasilkan warna yang lebih cerah setelah proses
pencelupan dengan menggunakan NaOH 28 Be.
 Setting adalah proses untuk penstabilan dimensi kain agar proses pencelupan
lebih mudah.
4) Kain selanjutnya diproses di mesin dyeing. Proses dyeing merupakan proses
pencelupan kain dengan zat warna, ditambah auxiliaries dan bahan penolong lainnya.
Adapun zat warna yang digunakan disesuaikan dengan pesanan. Limbah cair yang
dihasilkan pada proses ini memiliki temperatur yang tinggi.
5) Washing adalah proses pencucian kain yang telah diberikan warna agar warna yang
dihasilkan tidak luntur.
6) Drying adalah proses pengeringan kain celup setelah melalui proses pencucian.
7) Semua proses produksi tekstil akan melalui proses finishing. Di dalam proses ini
dilakukan penambahan zat tertentu pada kain dengan menggunakan mesin stenter
yang berfungsi untuk menimbulkan efek lembut/keras, tebal/tipis dan setting lebar,
sekaligus merapikan kain supaya tidak kusut. Limbah yang dihasilkan berupa limbah
cair.
8) Sanforizing adalah proses untuk mengembalikan dimensi kain ke konstruksi jadi kain
tersebut. Memadatkan benang pakan agar mendapatkan susut ke arah lusi yang baik.
9) Final inspection adalah proses pengecekan akhir kualitas kain celup yang telah
dihasilkan.
10) Packing adalah proses pengemasan kain greige setelah selesai melalui seluruh proses
tekstil kemudian disimpan dalam gudang finish.

2.3.2 Sumber dan Karakteristik Air Limbah


Air limbah akan dihasilkan dari Departemen Dyeing-Finishing sebagai berikut.
1) Proses desizing-scouring-bleaching
 Desizing adalah proses penghilangan sizing agent (kanji) dari benang lungsin setelah
penenunan. Limbah yang dihasilkan akan mengandung zat-zat seperti starch dan
enzyme.
 Scouring adalah proses pembersihan kain atau penyabunan menggunakan soda
kaustik. Dari proses ini dihasilkan limbah cair yang mengandung sizing agent, PVA,
acrylic, NaOH, dan wax.
 Bleaching adalah proses memutihkan kain menggunakan H2O2 50%.

2) Proses mercerizing
Mercerizing adalah proses penguatan kain agar lebih mudah menyerap, tidak mudah
sobek, dan menghasilkan warna yang lebih cerah setelah proses pencelupan. Bahan yang
digunakan salah satunya natrium hidroksida. Oleh sebab itu, limbah yang dihasilkan akan
mengandung soda kaustik yang bersifat basa.

3) Proses dyeing (soaping ex pencelupan, oksidasi, penetralan)


Proses dyeing merupakan proses pencelupan kain dengan zat warna, ditambah auxiliaries
dan bahan penolong lainnya. Proses dyeing terdiri dari beberapa teknik seperti vat dyeing,
reactive dyeing, pigment dyeing, dan disperse dyeing. Setelah pencelupan, dilakukan
washing menggunakan saoping agent serta perlakuan lain seperti pemberian softener.
Limbah cair yang dihasilkan akan mengandung zat pewarna yang cukup pekat.

4) Proses boiler blowdown


Air yang digunakan untuk steam boiler merupakan softwater. Air tersebut masih
mengandung impurities yang berupa padatan tersuspensi, garam mineral, dan sebagainya.
Ketika air menguap menjadi steam, ada impurities yang mengendap di dasar tangki air,
terutama partikel padatan, sehingga dapat menghambat proses transfer panas. Lalu ada
pula impurities yang ikut menguap dan dapat menyebabkan kerusakan pada pipa karena
water hammer. Akumulasi konsentrat akan menyebabkan kandungan TDS meningkat
sehingga tangki air harus dibersihkan dengan cara mengeluarkan air yang tinggi
kandungan impurities.

Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah yang akan dihasilkan dari PT X dapat dilihat pada Gambar 2.5, yaitu:

 BOD yang tinggi. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah suatu pengukuran
pendekatan jumlah biokimia yang terdegradaasi di perairan. Hal ini didefinisikan sebagai
jumlah oksigen yang di perlukan oleh proses MIni organisme aerob untuk mengoksidasi
menjadi bahan anorganik.
 COD yang tinggi. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah pengukuran oksigen
equivalent dari bahan organik dan anorganik dalam sampel air yang mampu dioksidasi
oleh bahan kimiawi pengoksidasi yang kuat seperti misal bichromat.
 TSS yang tinggi. TSS (Total Suspended Solid) atau padatan tersuspensi total adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal
2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.
 pH yang tinggi. pH (Power of Hydrogen) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
Gambar 2.5 Karakteristik Air Limbah yang akan dihasilkan PT X
Gambar 2.6 Diagram alir pabrik tekstil yang menghasilkan air limbah

2.3.3 Diagram Alir Proses

Diagram alir proses yang menghasilkan air limbah dapat dilihat pada Gambar 2.6. Air limbah
dihasilkan dari proses pre-treatment, dyeing, washing, dan finishing.
Tabel 2.1 Tipikal pencemar dari pabrik tekstil

2.3.4 Neraca Air

Industri tekstil terdiri dari unit-unit produksi yang heterogen dan berantai panjang. Mewarnai
dan proses finishing mengkonsumsi air paling besar (lihat Tabel 2.2). Limbah cair tekstil
umumnya mengandung surfaktan, pewarna, pigmen, resin, zat pengkelat, zat pendispersi,
garam anorganik, logam berat, biosida, dll. Sehingga COD dan BOD yang dihasilkan sangat
tinggi.
Tabel 2.2 Tipikal konsumsi air di industri tekstil
Dalam kajian Patel tahun 2018 di India, kebutuhan air baku di industri tekstil dalam rentang
86-247 liter/kg kain dengan rata-rata 172 liter/kg kain, atau dalam rentang 17-50 liter/meter
kain dengan rata-rata 35 liter/meter kain. Dari 100% air baku, dihasilkan air limbah dalam
rentang 58-81% dengan nilai rata-rata 73% (Patel, 2018).

Pabrik tekstil PT X memiliki neraca air sebagaimana disampaikan dalam Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Neraca air pabrik tekstil PT X

2.3.5 Fluktuasi atau Kontinuitas Produksi dan Air Limbah


Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi. Kuantitas dan kualitas air
limbah dari proses produksi tekstil selalu berubah karena menyesuaikan dengan permintaan
produksi. Bak ekualisasi berfungsi untuk menghomogenkan limbah cair yang akan diolah,
baik dari segi kuantitas (debit aliran) maupun kualitas (beban atau konsentrasi polutan),
sehingga pengolahan limbah di unit-unit selanjutnya dapat berjalan optimal. Bak ini
dilengkapi dengan coarse bubble diffuser yang berfungsi untuk membentuk gelembung-
gelembung gas dari udara yang dialirkan oleh blower sebagai upaya pencampuran (mixing)
agar konsentrasi polutan lebih seragam. Proses pencampuran yang seperti ini dikenal dengan
istilah pneumatic mixing. Kondisi limbah cair di bak ini memiliki kandungan senyawa
organik dan padatan tersuspensi yang tinggi, serta dalam kondisi basa dengan warna larutan
hitam karena merupakan hasil pencampuran beragam warna.

2.3.6 Layout Lokasi Masing-Masing Unit Proses/Kerja

Layout dari pabrik tekstil PT X yang menghasilkan air limbah adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8 Layout Lokasi Unit Proses/Kerja


2.3.7 Layout Instalasi Pengolahan Air Limbah, Saluran Air Limbah serta Lokasi
Pembuangan Air Limbah (Outfall)

Teknologi IPAL yang umum digunakan di indutri tekstil adalah sebagai berikut (lihat Tabel
2.3).

Tabel 2.3 Teknologi IPAL di industri tekstil (Vindevivere, 1998)


Konfigurasi IPAL yang akan dipergunakan untuk menurunkan pencemar air dari pabrik
tekstil PT X adalah sebagai berikut:

inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi

Gambar 2.9 Konfigurasi IPAL PT X

Unit IPAL yang akan dipergunakan di PT X adalah sebagai berikut:

 Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Kuantitas dan kualitas air limbah dari proses produksi tekstil selalu berubah karena
menyesuaikan dengan permintaan produksi. Bak ekualisasi berfungsi untuk
menghomogenkan limbah cair yang akan diolah, baik dari segi kuantitas (debit aliran)
maupun kualitas (beban atau konsentrasi polutan), sehingga pengolahan limbah di unit-
unit selanjutnya dapat berjalan optimal. Bak ini dilengkapi dengan coarse bubble diffuser
yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung gas dari udara yang dialirkan
oleh blower sebagai upaya pencampuran (mixing) agar konsentrasi polutan lebih seragam.
Proses pencampuran yang seperti ini dikenal dengan istilah pneumatic mixing. Kondisi
limbah cair di bak ini memiliki kandungan senyawa organik dan padatan tersuspensi yang
tinggi, serta dalam kondisi basa dengan warna larutan hitam karena merupakan hasil
pencampuran beragam warna.
 Anaerobik Filter mengkombinasikan penyisihan padatan secara mekanis dan proses
penyerapan organik terlarut. Media filter pada unit anaerobic filter berfungsi sebagai
tempat aktifitas bakteri yang bertugas menguraikan zat organic yang terdapat pada
limbah. Unit anaerobic filter ini menerapkan proses pertumbuhan melekat dengan
prinsip kerja fixed-medium system yaitu dengan cara melewatkan air limbah pada
media-media tempat tumbuh melekatnya MIniorganisme yang digunakan untuk
menghilangkan kandungan materi organik pada air limbah. Kelebihan Anaerobic Filter
adalah (1) Lumpur yang dihasilkan rendah, (2) Energi yang dibutuhkan rendah, (3) Bisa
dibangun vertikal disesuaikan dengan kebutuhan lahan.
 Unit Adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam
porinya dengan range zat pencemar yang luas.
Layout IPAL dan saluran IPAL dapat dilihat pada gambar 2.10 sebagai berikut.

Gambar 2.10 Layout IPAL Pabrik Tekstil PT X

Lokasi pembuangan air limbah (outfall) berupa sungai Y, berjarak 22 meter dari outlet IPAL.
Gambar profil hidrolis IPAL dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Profil Hidrolis IPAL Pabrik Tekstil PT X


BAB III
RONA LINGKUNGAN AWAL

3.1 Perhitungan kapasitas instalasi pengolahan air limbah


3.1.1 Iklim

Pabrik tekstil PT X terletak di kota A yang memiliki musim kemarau pada bulan Juni sampai
September dengan dipengaruhi oleh Australia Continental Air Masses. Musim hujan terjadi
pada bulan Desember sampai Maret dengan dipengaruhi oleh Asia Continental and Pacific
Ocean Air Mass. Suhu udara rata‐rata siang hari berada di kisaran 27°C sepanjang tahun dan
kelembaban relatif bervariasi dari 78% hingga 88%. Kondisi lembab hangat ini
menguntungkan untuk pengolahan air limbah karena membantu mempercepat penguraian
limbah organik.

3.1.2 Curah hujan

Curah hujan bulanan rata‐rata selama periode 20 tahun (2000‐2020) ditampilkan pada
Gambar 3.1

Gambar 3.1 Rata-rata bulanan curah hujan tahun 2000-2020

3.2 Keperluan perhitungan prakiraan dampak


Hasil dari data pengukuran suhu bulanan di wilayah studi mempenyai kisaran rata-rata suhu minimal
sebesar 27oC pada bulan Agustus dan suhu maksimal terjadi pada bulan Nopember.
Tabel 3.1 Rata-rata suhu tahunan pada tahun 2009-2018

Kelembaban udara terendah dari data kelembaban udara di wilayah studi periode 2009-2018
menunjukkan tingkat kelembaban terendah sebesar 62,1% di bulan September 2012 dan kelembaban
tertinggi terjadi pada bulan April 2011 dengan tingkat kelembaban 90, 6%.

Tabel 3.2 Rata-rata kelembapan udara tahunan pada tahun 2009-2018


3.3 Komponen lingkungan terkena dampak
3.3.1 Badan air
a. Mutu air
1) Parameter
Mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, di dalam
Lampiran II diatur baku mutu air limbah yang baru bagi usaha dan/atau kegiatan industri
tekstil yang ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3.3 Baku mutu air limbah kegiatan industri tekstil

Debit (m3/hari) ≤100 100 ≤ x ≤ 1.000 ≥1.000


BOD (mg/L) 60 45 35
COD (mg/L) 150 125 115
TSS (mg/L) 50 40 30
Fenol Total (mg/L) 0,5 0,5 0,5
Krom Total (mg/L) 1 1 1
Amonia total (mg/L) 8 8 8
Sulfida (mg/L) 0,3 0,3 0,3
Minyak dan Lemak 3 3 3
pH 6–9 6–9 6–9
Warna/True Color (Pt-Co) 200 200 200
Suhu Deviasi 2* Deviasi 2* Deviasi 2*
Debit maksimum (m3/ton produk) 100 100 100
*: dari temperatur udara sekitar

2) Lokasi pengambilan contoh uji


Lokasi pengambilan sampling kualitas air dilakukan di Sungai Y dibagi menjadi 3 lokasi,
hulu, tengah (lokasi outlate IPAL), dan hilir.

Tabel 3.4 Lokasi pengambilan sampel kualitas air


No Air Sungai
1 Sungai Y (hulu)
2 Sungai Y (tengah/ lokasi outlate IPAL)
3 Sungai Y (hilir)

b. Debit
Sungai Y sebagai badan air penerima outlet IPAL PT X memiliki debit 1877,3 m3/detik
dengan kondisi sungai seperti ditampilkan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kondisi dan debit Sungai Y


No Nama Sungai Panjang Sungai Lebar Kedalaman Debit
(km) permukaan (m) (m) (m3/detik)
1 Sungai Y 64 25 11 1877,3

c. Alokasi beban pencemar air


Sampling untuk kualitas air Sungai Y dilakukan sebanyak 3 kali dengan hasil data kualitas air
Sungai Y beserta parameter yang dianalisa ditunjukkan pada Tabel 3.. untuk kondisi pasang
dan Tabel 3.6 untuk kondisi surut.
Tabel 3.6 Data kualitas air Sungai Y kondisi pasang
Tabel 3.7 Data kualitas air Sungai Y kondisi surut
d. Mutu Sedimen
Pabrik tekstil PT X tidak berdampak penting terhadap mutu sedimen sehingga tidak
dilakukan sampling dan analisis laboratorium untuk parameter sedimen sungai.

3.3.2 Hidrologi dan morfologi badan air


Kota A merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki drainase yang baik sehingga tidak
pernah tergenang air. Kota A dialiri 5 (lima) sungai besar dan 68 sungai kecil. Sungai besar
antara lain 1) Sungai A, 2) Sungai B, 3) Sungai C, 4) Sungai D, dan 5) Sungai Y. Diantara
sungai-sungai besar tersebut, Sungai Y merupakan sungai tempat outlet IPAL PT X. Sungai
Y memiliki Panjang 64 km dengan kedalaman rata-rata 11 m, dan lebar permukaan 25 m.

Tabel 3.8 Kondisi dan debit Sungai Y


No Nama Sungai Panjang Sungai Lebar Kedalaman Debit
(km) permukaan (m) (m) (m3/detik)
1 Sungai Y 64 25 11 1877,3

3.3.3 Biota air


Biota air yang dianalisis adalah zooplankton dan fitoplankton. Kondisi zooplankton di Sungai
Y menunjukkan jumlah, jenis dan kepadatan yang rendah, akibat arus air sungai yang deras
sehingga tidak menguntungkan bagi perkembangan populasi zooplankton. Disamping itu,
populasi fitoplankton Sungai Y juga rendah, sehingga mengurangi makanan zooplankton.

Tabel 3.9 Keanekaragaman jenis dan kepadatan zooplankton

Jumlah jenis zoobenthos di perairan Sungai Y maksimal mencapai 10 spesies, tetapi


kepadatannya tergolong rendah, maksimal 19 individu/m2. Rendahnya kepadatan zoobenthos
bisa disebabkan oleh kondisi arus air perairan yang sangat deras. Sebaliknya, hasil
perhitungan indek keanekaragaman jenis zoobenthos di perairan hulu sungai pada umumnya
tinggi, karena habitat dasar perairan yang berbatu hingga kerikil memberikan relung ekologi
yang beragam bagi berbagai jenis zoobenthos, khususnya larva-larva serangga dan crustacea
(udang-udangan).

Tabel 3.10 Keanekaragaman jenis dan kepadatan zoobenthos di Sungai Y

Jenis-jenis ikan yang ditemukan di Sungai Y adalah jenis-jenis ikan putih (white fishes), yaitu
jenis ikan sungai dari famili Cyprinidae yang sudah jarang ditemukan karena sungai-
sungainya telah tercemar.

Tabel 3.11 Keanekaragaman jenis dan kepadatan ikan Sungai Y

3.3.4 Ekosistim yang memiliki nilai penting


Sungai Y tidak memiliki daerah pemijahan, jalur perpindahan spesies migratori, atau daerah
yang memiliki nilai penting dalam siklus hidup spesies tertentu. Sungai Y juga tidak memiliki
lokasi akuatik khusus, termasuk Kawasan suaka alam. Sungai Y tidak memiliki potensi lokasi
daerah rekreasi atau perikanan.

1 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


3.3.5 Air Tanah
Air tanah yang ada di sekitar lokasi kegiatan memiliki potensi yang masih cukup baik. Selain
air bersih dari PDAM, PT X saat ini menggunakan juga air tanah sumur bor dalam dengan
kedalaman sumur sekitar 70 m dengan diamater pipa casing sebesar 5 inchi kapasitas
terpasang sekitar 1,0 L/detik, namun kapasitas terpakai sekitar 0,73 L/detik. Kedalaman muka
air rata-rata sumur dalam di sekitar lokasi adalah sekitar 50 hingga 60 meter. Sementara
masyarakat sekitar juga menggunakan air tanah sebagai sumber air. Kedalaman rata-rata
muka air sumur masyarakat adalah sekitar 10-15 meter. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan terlihat bahwa penggunaan air tanah yang dilakukan oleh pihak PT X mengambil
dari lapisan akifer yang dalam, sedangkan masyarakat menggunakan lapisan akifer dangkal.

2 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


BAB IV
PRAKIRAAN DAMPAK

4.1 Perhitungan baku mutu air limbah


Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 dalam industri tekstil parameter yang
harus dipantau adalah pH, COD, TSS, NH3-N, Debit. Berikut merupakan jenis dan kadar
parameter serta debit air limbah yang dihasilkan
Tabel 4.1 Perkiraan karakteristik limbah cair PT X

COD BOD TSS


Warna (Pt-Co) pH Debit (m3/hari)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

130 10 2645 1640 364 81

4.2 Sebaran air limbah


Dalam kajian sebaran air limbah di Sungai Y dengan menggunakan pemodelan QUAL2Kw
menghasilkan potensi sebaran sebagai berikut. QUAL2Kw adalah model kualitas air yang
dapat mensimulasikan transport dan transformasi berbagai konstituen termasuk oksigen
terlarut, COD, dsb.

Gambar 4.1 Perbandingan model dan data untuk parameter DO

3 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Gambar 4.2 Perbandingan model dan data untuk parameter CBOD

Gambar 4.3 Perbandingan model dan data untuk parameter COD

4 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Gambar 4.4 Perbandingan model dan data untuk parameter pH

Gambar 4.5 Perbandingan model dan data untuk parameter suhu

5 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Gambar 4.6 Perbandingan model dan data untuk parameter TSS

6 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


BAB V
RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

5.1 Rencana pengelolaan lingkungan


5.1.1 Kapasitas instalasi pengolahan air limbah

Konfigurasi IPAL yang akan dipergunakan untuk menurunkan pencemar air dari pabrik
tekstil PT X adalah sebagai berikut:

inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi

Unit IPAL yang akan dipergunakan adalah sebagai berikut:

1) Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Bak ekualisasi yang direncanakan menggunakan pompa untuk mengalirkan air limbah yang
akan diolah. Aliran diharapkan dapat mengalir secara konstan dan terjadi sirkulasi di dalam
bak ekualisasi sehingga tidak terbentuk endapan. Pompa yang direncanakan adalah
pompa submersible.
Kapasitas unit bak ekualisasi
 HRT = 4 jam
 Kedalaman (h) =2m
 Panjang = 2,6 m
 Lebar = 2,6 m
 Volume = 13,5 m3

2) Anaerobik Filter

Anaerobic filter yang direncanakan memiliki jumlah 4 kompartemen dan dipasang secara
seri. Media filter yang dipilih adalah media sarang tawon. Media sarang tawon dipilih karena
memiliki poros media yang mencapai 98 %. Anaerobic filter yang direncanakan memiliki 4
buah manhole dan 4 buah pipa vent. Manhole berfungsi sebagai pintu masuk untuk
melakukan perawatan dan perbaikan pada media yang ada di dalam IPAL. Manhole yang
direncanakan memiliki panjang 1 meter dan lebar 1 m. Pipa vent berfungsi agar biogas

7 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


yang dihasilkan tidak terperangkap di dalam IPAL karena hal ini dapat membahayakan baik
bagi petugas yang melakukan perawatan karena menghirup gas methan dan juga potensi
terjadinya ledakan.

Kapasitas anaerobic filter sebagai berikut:

 Q = 81 m3/hari
 COD in = 1821,16 mg/L
 BOD in = 1098,54 mg/L
 Temperature = 30 °C
 Luas spesifik filter = 200 m2/m3
 HRT = 36 jam = 1,5 hari
 Jumlah kompartemen = 4
 Kedalaman = 2,5 m
 Panjang kompartemen = 2,5 m
 Tinggi media = 1,45 m
 Porositas media = 0,98 (menggunakan media sarang tawon)
 Ukuran media = 0,6 m × 0,5 m × 1,2 m
 Ruang dibawah baffle = 0,6 m
3) Unit Adsorpsi

Unit adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam porinya
dengan range zat pencemar yang luas. Unit adsorpsi akan diletakkan setelah unit
pengolahan anaerobic filter. Arah aliran dari adsorpsi adalah horizontal, arah aliran ini
dipilih karena tidak memerlukan pompa untuk mengalirkan air limbah sehingga biaya
operasi dapat diminimalkan. Reaktor yang digunakan berupa pipa PVC dengan panjang 3
meter. Adsorben karbon aktif dapat menghilangkan warna mencapai 88%.

Kapasitas unit adsorpsi:

 Q = 81 m3/hari = 3,375 m3/jam


 ρs =400 kg/m3
 vb =17,4 lt = 0,0174 m3
 massa karbon = 357,55 gr =0,35755 kg

8 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


 volume treated per kg karbon = 0,048664522 m3/kg
 Diameter pipa = 27,3 cm
 Panjang =3m

5.1.2 Teknologi sistem pengolahan air limbah

Unit IPAL yang akan dipergunakan adalah sebagai berikut:

 Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Kuantitas dan kualitas air limbah dari proses produksi tekstil selalu berubah karena
menyesuaikan dengan permintaan produksi. Bak ekualisasi berfungsi untuk
menghomogenkan limbah cair yang akan diolah, baik dari segi kuantitas (debit aliran)
maupun kualitas (beban atau konsentrasi polutan), sehingga pengolahan limbah di unit-
unit selanjutnya dapat berjalan optimal. Bak ini dilengkapi dengan coarse bubble diffuser
yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung gas dari udara yang dialirkan
oleh blower sebagai upaya pencampuran (mixing) agar konsentrasi polutan lebih seragam.
Proses pencampuran yang seperti ini dikenal dengan istilah pneumatic mixing. Kondisi
limbah cair di bak ini memiliki kandungan senyawa organik dan padatan tersuspensi yang
tinggi, serta dalam kondisi basa dengan warna larutan hitam karena merupakan hasil
pencampuran beragam warna.
 Anaerobik Filter mengkombinasikan penyisihan padatan secara mekanis dan proses
penyerapan organik terlarut. Media filter pada unit anaerobic filter berfungsi sebagai
tempat aktifitas bakteri yang bertugas menguraikan zat organic yang terdapat pada
limbah. Unit anaerobic filter ini menerapkan proses pertumbuhan melekat dengan
prinsip kerja fixed-medium system yaitu dengan cara melewatkan air limbah pada
media-media tempat tumbuh melekatnya MIniorganisme yang digunakan untuk
menghilangkan kandungan materi organik pada air limbah. Kelebihan Anaerobic Filter
adalah (1) Lumpur yang dihasilkan rendah, (2) Energi yang dibutuhkan rendah, (3) Bisa
dibangun vertikal disesuaikan dengan kebutuhan lahan.
 Unit Adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam
porinya dengan range zat pencemar yang luas.

9 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


5.1.3 Unit proses atau unit operasi
Pada pengolahan air limbah industri dibagi menjadi beberapa tahapan. Berikut merupakan
beberapa unit proses atau unit operasi pengolahan limbah tekstil dari PT X:

Gambar 5.1 Tampak Atas dan Potongan IPAL Pabrik Tekstil PT X

10 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Gambar 5.2 Tampak Atas Unit Adsorpsi IPAL Pabrik Tekstil PT X

Gambar 5.3 Potongan Unit Adsorpsi IPAL Pabrik Tekstil PT X

11 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


5.1.4 Kriteria desain setiap unit proses
Berikut merupakan kriteria desain menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2021.

a. Bar Screen
Qasim, S. 1985
Kriteria Desain Pembersihan Pembersihan
manual mekasnis
Kecepatan aliran melalui
0,3 patan 0,6 patan
screen (m/det)
Ukuran Bar (batang)
Lebar (mm) 4-Aug 8-Oct
Tebal (mm) 25-50 50 - 75
Jarak antar Bar(mm) 25 - 75 10 - 75
Slope dengan horizontal 45o – tao 75o 5talo
Headloss yang
dibolehkan, clogged 150 150
screen (mm)
Maksimum Headloss,
800 800
clogged screen (mm)

b. Saringan Halus

Saringan halus mempunyai = 2,3 an hal

bukan (opening screen)


Jarak antar batang = 1,5 antar b
(Said, N. 2017)

c. Proses Koagulasi
Parameter Nilai
Waktu Tinggal Air Bersih Air Limbah
30-60 detik 2-5 menit
Pengadukan cepat 100-150 rpm

12 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


d. Flokulasi
Parameter Nilai
Waktu Tinggal Air Bersih Air Limbah
10-15 menit 10-20 menit
Pengadukan cepat 10-50 rpm

e. Dissolved Air Floatation


Parameter Nilai
Hydraulic Loading Rate (HLR) 2-5 m3/m2.hour

Sumber: R-WEF, MOP

f. Anaerobic Tank (CSTR): COD Loading


Laju
Volume
Biological Process Pembebanan
(m3/ton
(kg COD/m3/d)
COD.d)
CSTR (Continuous Stirred
Tank 1-5 333
Anaerobic Reactor)
Anaerobic Filter 4-10 260
UASB 5-15 100
EGSB / IC /Aquatyx
10-30 30 - 60

g. Pengolahan Lumpur Aktif (Activated Sludge)


Parameter Satuan 1Metcalf &
Eddy.
F/M kg/kg.hari 0,05 - 1,0
Umur Sel Hari 3,0 - 15
BOD-Volume loading kg/m3.hari 0,3 - 3

Konsentrasi MLSS mg/l 1500 - 10000


Waktu detensi Jam 4,0 - 8,0

Sumber:1Eckenfelder. 2000; 2Metcalf & Eddy. 1991; 3Tchobanoglous

13 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


1985

h. FM Ratio of Aerobic System


New Model Aerobic System FM ratio (BOD)

SBR = Sequence Batch Reactor 0,05 Sequ

MBR = Membran Bio Reactor 0,04 Membr

MBBR = Moving Bed Bio Reactor 1.1

RBC = Rotating Biological Contactor 0,16 Rota

Trickling Filter 0,6 kling

i. Process Loading
Process MCRT, days F/M ratio (BOD)
High rate 3-5 0,4-1,5
Conventional rate 5-15 0,2-0,4
Low rate 15-30 0,05-0,2

j. Tipikal Desain Bak Clarifier


No Parameter 1Tom. Reynolds, 2Tchobanoglous et

1 Over flow rate 200 flow rateetak o2 8,0 flow ra3/m2hari


2 Kedalaman 3,6 laman r 3,5 laman
3 Solids loading 20 ids loadingeta2 1,0 ds loading2
4 Waktu tinggal 1 ktu ting -

Sumber: 1Tom. Reynolds, 1982 ; 2Tchobanoglous et al, 1985

k. Kriteria Desain Filtrasi

Kriteria
No. Parameter Satuan Saringan Saringan Pressure
Lambat Cepat Filter
1. Media Pasir Pasir Pasir

14 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Ukuran Media (ES)
mm 0,15 - 0,35 0,4 - 0,8 0,4 - 0,8
< 2, < 2,
Uniformity ( EC) < 3, typical typical typical
2 1,5 1,5
Ketebalan Media m 1 - 1,5 0,5 - 0,7 0,6 - 0,9
Kecepatan
Operasional m/jam 0,1 - 0,3 7-Oct 15 - 20
Kecepatan Backwash m/jam - 20 - 30 30 - 40
Headloss m 2,7 - 4,5 15 - 20
Sumber: Martin Darman Setiawan

5.1.5 Alur proses dan layout instalasi pengolahan air limbah


Untuk pemilihan teknologi pengolahan air limbah industri dapat menggunakan diagram alir
yang ditunjukkan pada Gambar 13.

Alur proses IPAL yang akan dipergunakan untuk menurunkan pencemar air dari pabrik
tekstil PT X adalah sebagai berikut:

inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi

Pre-treatment Biological Treatment Physical Treatment

Gambar 5.4 Diagram alir IPAL Pabrik Tekstil PT X

15 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Layout IPAL dan saluran IPAL dapat dilihat pada gambar 5.5 sebagai berikut.

Gambar 5.5 Layout IPAL Pabrik Tekstil PT X

Lokasi pembuangan air limbah (outfall) berupa sungai Y, berjarak 22 meter dari outlet IPAL.
Gambar profil hidrolis IPAL dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Profil Hidrolis IPAL Pabrik Tekstil PT X

5.1.6 Pengelolaan lumpur dan/atau gas


Pengelolaan lumpur di IPAL PT X direncanakan sebagai berikut:
a. Sludge thickening
Lumpur yang terkumpul di dalam sludge holding tank dipompa menuju unit sludge
thickener untuk dikentalkan sehingga kadar air dalam lumpur berkurang. Agar proses
pengentalan (thickening) lumpur berjalan lebih baik, maka dilakukan penambahan bahan
kimia berupa polimer yang akan meningkatkan efektivitas pengentalan.
b. Sludge dewatering

16 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Setelah melalui proses pengentalan (thickening), lumpur masih memiliki kadar air yang
tinggi sehingga diolah kembali pada sludge dewatering unit. Terdapat dua macam alat
yang digunakan yaitu screw press dan sludge decanter centrifuge. Lumpur yang keluar
dari operasi sludge dewatering memiliki kadar air sekitar 80%.
c. Sludge drying
Setelah dewatering, lumpur dikeringkan sehingga kadar air dalam lumpur berkurang
menjadi 30%. Alat pengeringan lumpur yang digunakan adalah rotary dryer di mana
lumpur dimasukkan ke dalam drum dan diputar, kadar air akan menguap karena adanya
panas dari tungku pembakaran. Lumpur hasil pengeringan selanjutnya dikemas dan
disimpan di TPS Limbah B3.

5.2 Rencana pemantauan lingkungan


Periode pemantauan kualitas air dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pelaporan akan dilakukan
setiap 6 bulan sekali. Parameter yang dipantau mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah.
Tabel 5.3 Baku mutu air limbah kegiatan industri tekstil

Debit (m3/hari) ≤100 100 ≤ x ≤ 1.000 ≥1.000


BOD (mg/L) 60 45 35
COD (mg/L) 150 125 115
TSS (mg/L) 50 40 30
Fenol Total (mg/L) 0,5 0,5 0,5
Krom Total (mg/L) 1 1 1
Amonia total (mg/L) 8 8 8
Sulfida (mg/L) 0,3 0,3 0,3
Minyak dan Lemak 3 3 3
pH 6–9 6–9 6–9
Warna/True Color (Pt-Co) 200 200 200
Suhu Deviasi 2* Deviasi 2* Deviasi 2*
Debit maksimum (m3/ton produk) 100 100 100
*: dari temperatur udara sekitar

17 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


Lokasi pengambilan sampling kualitas air dilakukan di Sungai Y dibagi menjadi 3 lokasi,
hulu sungai, tengah (lokasi outlet IPAL), dan hilir sungai.

18 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


BAB VI
STANDAR KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA

6.1 Struktur Organisasi

Gambar 17 Struktur organisasi PT X


6.2 Sumber daya manusia
PT X telah mempunyai sumber daya manusia/personil yang sudah memiliki sertifikat
kompetensi sebagai berikut:
1. Penanggungjawab pengendalian pencemaran air;

2. Penanggungjawab operator instalasi pengolahan air limbah; dan/atau

3. Kompetensi lainya sesuai kebutuhan

19 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


BAB VII
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Sistem manajemen lingkungan dilakukan sesuai dengan kompleksitas perusahaan.


Sistem manajemen lingkungan terdiri dari:
1. Perencanaan

a. Menentukan lingkup sistem manajemen lingkungan terkait pengendalian


pencemaran air.

b. Menetapkan kebijakan pengendalian pencemaran air.

c. Menentukan sumber daya yang dipersyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan


sistem manajemen lingkungan terkait pengendalian pencemaran air.

d. Menentukan sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi


Pengendalian Pencemaran Air.

e. Menetapkan kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap


Pengendalian Pencemaran Air.

f. Menetapkan struktur organisasi yang menangani Pengendalian Pencemaran Air.

g. Menetapkan tanggung jawab dan kewenangan untuk peran yang sesuai.

h. Menentukan aspek Pengendalian Pencemaran Air dan dampaknya.

i. Mengidentifikasi dan memiliki akses terhadap kewajiban penaatan Pengendalian


Pencemaran Air.

j. Merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evalasi
efektifitas dari kegiatan tersebut.

k. Menetapkan sasaran pengendalian pencemaran air, serta menentukan indikator dan


proses untuk mencapainya.

l. Memastikan kesesuaian metode untuk pembuatan dan pemutakhiran serta


pengendalian informasi terdokumentasi;

m. Menentukan risiko dan peluang yang perlu ditangani; dan/atau;

n. Menentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan

20 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id


2. Pelaksanaan

a. Memantau, mengukur, menganalisa dan mengevaluasi kinerja pengendalian


pencemaran air;

b. Mendokumentasikan hasil pemantauan air limbah dan kualitas air laut;

c. Melakukan evaluasi hasil pemantauan air limbah mengacu pada Baku Mutu Air
Limbah yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Teknis atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah;

d. Melaporkan seluruh kewajiban Pengendalian Pencemaran Air.


3. Pemeriksaan

a. Mengevaluasi pemenuhan terhadap kewajiban penaatan Pengendalian Pencemaran


Air;

b. Melakukan internal audit secara berkala;dan/atau

c. Mengkaji sistem manajemen lingkungan organisasi terkait Pengendalian


Pencemaran Air untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifan.

4. Tindakan

a. Melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan

b. Melakukan tindakan perbaikan berkelanjutan terhadap sistem manajemen


lingkungan yang sesuai dan efektif untuk meningkatkan kinerja Pengendalian
Pencemaran Air.

21 | Bahan Pelatihan Pertek Air Limbah EcoEdu.id

Anda mungkin juga menyukai