HENTRACO INDOPERKASA
Hanurata Graha Lt.8, Jl. Kebon Sirih Raya Kav 67-69, Jakarta 10340
STANDAR TEKNIS
BAB I
PENDAHULUAN
Kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat berdampak pada ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni : (1) Menipisnya
cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru), (2)
Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi
minyak, dan (3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125,000 tahun belakangan. Hal ini
menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu,
pengembangan dan implementasi bahan bakar atau sumber energi terbarukan yang ramah
lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai negara.
Potensi Sumber Energi Terbarukan di Indonesia Indonesia sesungguhnya memiliki potensi
sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya seperti : bioethanol
sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, Mikrohidro,
tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan
listrik.
Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberapa ratus
kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan Mikrohidro (dibandingkan dengan PLTA skala
besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal tanah yang
diperlukan guna instalasi dan pengoperasian Mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu
keunggulan Mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Mikrohidro cocok
diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dari PT PLN. Mikrohidro mendapatkan
energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Energi tersebut
dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro
bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air
2.5 m bisa dihasilkan listrik 400 W. Meski potensi energinya tidak terlalu besar, namun
Mikrohidro patut dipertimbangkan untuk memperluas jangkauan listrik di seluruh pelosok
nusantara.
Berdasarkan pemberitaan koran Kontan (21 Maret 2021), proyek pembangkit 35.000 MW
sampai Agustus 2020 realisasinya baru mencapai 24%. Masih ada proyek yang sedang dalam
tahap konstruksi sebanyak 19.000 MW, sementara proyek yang telah dilaksanakan kontrak
power purchase agreement (PPA) sebesar 6.500 MW. Saat ini pemerintah memiliki major
project 2020-2024 berupa penambahan pembangkit listrik sebesar 24.307 MW yang mana
4.771 MW termasuk energi baru terbarukan (EBT), dan proyek 35.000 MW baru akan
rampung secara keseluruhan sekitar tahun 2028-2029 mendatang.
Ketergantungan sumber listrik terhadap bahan bakar fosil masih tinggi, PLTU dengan
kapasitas terpasang mencapai 35.216 MW (49,67 %) masihmenjadi sumber listrik utama
(Dirjen Ketenagalistrikan, Konpers, 31/7/2020). PLTU dan PLTG 28,90 % disusul PTLD
(4.781 MW setara 6,74 %). Kelompok EBT baru menyumbang 10.426 MW (14,71%) terdiri
dari PLTP (2.131 MW), PLTA (6.095 MW), dan sisa 2.200 MW gabungan dari berbagai
EBT. Ironisnya di Indonesia dengan potensi sumber daya air yang melimpah kontribusi
PLTA baru mencapai sekitar 9 %.
Menurut sumber PT PLN (Persero) Area Palu, kebutuhan listrik masyarakat di tujuh (7)
kabupaten di Sulteng yakni Tojo Una-Una, Morowali, Morowali Utara, Poso, Parigi
Moutong, Sigi, dan Donggala. Rasio eletrifikasi di Poso, Buol, Tolitoli, dan Sigi, sudah di
atas 80%, kecuali Kota Palu, rasio elektrifikasinya hampir 100%. Pada 2019 mendatang,
Pemerintah telah menargetkan resio elektrifikasi nasional, termasuk di Sulteng sudah
meningkat menjadi 97%. Total desa di Sulteng mencapai dua ribu desa lebih, sekitar 200-an
desa di antaranya belum terjangkau listrik dari PLN. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah
menargetkan pada 2020 mendatang, seluruh rumah tangga di daerah ini telah tersambung
listrik. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng tahun 2016, masih ada 97.962
rumah tangga yang belum tersambung listrik yang tersebar di kabupaten dan kota.
Khusus kabupaten Morowali Utara rasio elektrifikasi baru mencapai 85,3 %. dengan jumlah
pelanggan 30.825 rumah tangga, telah berlistrik sebanyak 26.291 rumah tangga, dan yang
belum berlistrik sebanyak 4.534 rumah tangga. Seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk, pertumbuhan industri dan ekonomi regional kebutuhan listrik di Kabupaten
Morowali Utara akan terus berkembang, sementara jumlah dan kapasitas pembangkitan
terbatas dengan PLTD dan PLTM Wawopada menjadi salah satu andalan untuk memenuhi
kebutuhan puncak.
Pada 2021, seluruh Pulau Sulawesi ditargetkan terhubung dalam satu sistem kelistrikan.
Interkoneksi sistem kelistrikan empat provinsi saat ini disambung melalui jaringan transmisi
yang membentang sejauh 3.767 kilometer sirkit (kms) dengan 5.687 tower transmisi dan total
daya 2.648 MVA. Tersambungnya sistem kelistrikan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah
ditandai melalui pengoperasian jaringan transmisi bertegangan 150 kilo Volt (kV) dari Gardu
Induk (GI) 150 kV Mamuju Baru di Kabupaten Mamuju sampai dengan GI 150 kV Topoyo
di Kabupaten Mamuju Tengah. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) telah
merampungkan pembangunan Interkoneksi Sistem Kelistrikan dari Sulawesi Selatan (Sulsel)
hingga Sulawesi Tenggara (Sultra).
Rasio eletrifikasi khususnya di kabupaten Morowali Utara baru mencapai 85,3 %, maka
pengembangan pembangkitan listrik terutama yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan
(EBT) masih prospektif. Lebih jauh lagi dengan adanya dukungan infrastruktur interkoneksi
maka dimungkinan distribusi yang lebih luas lagi di Pulau Sulawesi. Berdasarkan pemikiran
tersebut di atas maka PT Hendraco Indopower bermaksud mengembangkan kapasitas
terpasang dan daya mampu PLTM Wawopada 3 yakni dengan cara melakukan optimalisasi
PLTM Wawopada 1 dan 2 . Langkah awal ini dimaksudkan untuk memenuhi kontrak dengan
PLN sehingga tercapai daya mampu dari 5 MW menjadi 6,5 MW.
1.2 Tujuan
Tujuan dokumen ini adalah untuk menyusun Kajian Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Mini
Hidro (PLTMH) Wawopada yang berlokasi di Sungai Koro Puawu yang termasuk dalam
wilayah DAS Mamosalato Provinsi Sulawesi Tengah. Dokumen Kajian Teknis merupakan
persyaratan untuk memperoleh Persetujuan Teknis dan juga merupakan kelengkapan untuk
memperoleh SLO.
e) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Sertifikat Kelayakan Operasional Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
f) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah.
BAB 2
DESKRIPSI KEGIATAN
PLTM Wawopada III & IV merupakan pengembangan PLTM Wawopada 1 (2 x 1.5 MW)
dan PLTM Wawopada 2 (2x1,75 MW) sudah beroperasi sejak tahun 2013. Berdasarkan data
kwh meter yang disampaikan ke PLN selama tahun 2020, hanya menghasilkan total daya 4.5
MW-5.5MW, sehingga kondisi tersebut masih jauh dari daya rencana sebesar 6.5MW. PLTM
Wawopada III (lokasi di hulu Headpond Wawopada I). Sedangkan Wawopada IV lokasi di
hilir Powerhouse Wawopada I.
Penambahan unit PLTM memiliki pertimbangan pada kondisi eksisting masih banyak debit
yang melimpas dari PLTM Wawopada I. Untuk debit rencana pada PLTM Wawopada III
memiliki batasan debit yang akan diambil, yaitu debit rencana akan memenuhi kekurangan
daya 1 MW. Sedangkan debit rencana PLTM Wawopada IV merupakan debit dari PLTM
Wawopada I (kondisi eksisting) dan PLTM Wawopada III. Untuk menambah kekurangan
dari daya rencana, maka akan dilakukan penambahan unit PLTM. Dari hasil kajian diperoleh
estimasi daya (P) dari PLTM Wawopada III sebasar 1.000 kW, sedangkan estimasi daya
PLTM Wawopada IV sebasar 1.300 kW sebagaimana dirinci menurut tabel 2.1.
BENDUNG III
INTAKE - IV
PH IV
BNDUNG II
PLTM Wawopada III dan IV berlokasi di Sungai Koro Puawu termasuk dalam
wilayah DAS Mamosalato, terletak di Desa Wawopada, Kecamatan Lembo,
Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.
Aksesibilitas menuju lokasi cukup lancar, dari Jakarta ditempuh melalui penerbanganr
ke Makasar dilanjutkan dengan rute penerbangan Makasar ke Morowali
menggunakan pesawat Wing Air dalam waktu 1 jam. Selanjutnya dari bandara
Morowali menuju lokasi PLTM Wawopada memerlukan waktu 2 jam menggunakan
mobil, melintasi Beteleme (ibukota kecamatan Lembo) dan Desa Wawopada melalui
jalan Trans Sulawesi (menghubungkan Makasar-Morowali- Kendari) dengan kondisi
jalan yang sangat baik dan terawat. Jarak tempuh dari Pusat pemerintahan Kabupaten
Morowali Utara sebagaimana ditampilkan pada tabel 2.2 berikut ini.
Waktu
Tempat Jarak Moda
Tempat Tujuan Tempuh Keterangan
Asal (Km) Trasportasi
(Jam)
Jakarta Makasar 2 Jam Pesawat Lancar
Makasar Morowali 500 Km 1 Jam 30 Pesawat Tiap hari 1 x
menit Wing penerbangan
Morowali Tompira 20 Km 30 menit Mobil Melalui jalan
Tompira Beteleme 20 Km 30 menit Mobil trans Sulawesi
dalam kondisi
Beteleme Wawopada 10 Km 30 menit Mobil baik
Wawopada PLTM 5 Km 10 menit Mobil
Wawopada
Total Jarak /Waktu Tempuh 65 Km 2 Jam
Kegiatan yang akan dilakukan PT X adalah produksi tekstil yang akan menempati lahan
seluas 55.213 m2 dengan rincian penggunaan lahan sebagai berikut:
Luas Area
No. Penggunaan Lahan
m2 %
1 Gudang (3 lantai) 712,0 1,29
2 Gudang, parkir, masjid 1.062,0 1,92
3 Bangunan boiler 1.376,0 2,49
4 Bangunan distributor, stock load, dan maintenance 1.440,0 2,61
5 Technical support 1.008,0 1,83
6 Kantor 480,0 0,87
7 Bangunan produksi 3.960,0 7,17
8 Bangunan gudang 1.224,0 2,22
9 Dapur dan klinik 490,0 0,89
10 Washing dan Finishing (3 lantai) 1.973,0 3,57
11 Bangunan finishing dan gudang 2.880,0 5,22
12 Bangunan sizing 1.568,0 2,84
13 Bangunan utility 720,0 1,30
14 Bangunan dyeing, finishing, dan kantor PIC 9.555,0 17,31
15 Gudang 1.950,0 3,53
16 Pos satpam 18,0 0,03
17 IPAL 1.531,0 2,77
18 Bak air 950,0 1,72
19 TPS Limbah B3 77,0 0,14
20 Jalan, parkir beton 5.247,2 9,50
21 Jalan, parkir paving block 3.066,6 5,55
22 Taman/RTH 11.073,3 20,06
23 Perkerasan tanah 2.851,9 5,17
TOTAL 55.213,0 100,00
Bidang usaha yang akan dijalankan oleh PT X adalah pembuatan produk tekstil. Kegiatan
usaha di perusahaan ini akan dilakukan oleh Divisi Tekstil. Kegiatan yang dilakukan di divisi
ini secara umum berupa dyeing (pewarnaan). Divisi Tekstil memiliki spesialisasi dalam
proses Continuous Vat Dyeing, Pigment Dyeing, dan Reactive Dyeing untuk jenis kain-kain
woven.
Bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan produksi tekstil berupa bahan baku dan
bahan penolong, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Jenis bahan baku dan bahan penolong
1. Bahan Baku
2. Bahan Penolong
Size Agent:
Dyestuff:
Auxiliries:
Resin Finish:
2) Proses mercerizing
Mercerizing adalah proses penguatan kain agar lebih mudah menyerap, tidak mudah
sobek, dan menghasilkan warna yang lebih cerah setelah proses pencelupan. Bahan yang
digunakan salah satunya natrium hidroksida. Oleh sebab itu, limbah yang dihasilkan akan
mengandung soda kaustik yang bersifat basa.
Karakteristik air limbah yang akan dihasilkan dari PT X dapat dilihat pada Gambar 2.5, yaitu:
BOD yang tinggi. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah suatu pengukuran
pendekatan jumlah biokimia yang terdegradaasi di perairan. Hal ini didefinisikan sebagai
jumlah oksigen yang di perlukan oleh proses MIni organisme aerob untuk mengoksidasi
menjadi bahan anorganik.
COD yang tinggi. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah pengukuran oksigen
equivalent dari bahan organik dan anorganik dalam sampel air yang mampu dioksidasi
oleh bahan kimiawi pengoksidasi yang kuat seperti misal bichromat.
TSS yang tinggi. TSS (Total Suspended Solid) atau padatan tersuspensi total adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal
2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.
pH yang tinggi. pH (Power of Hydrogen) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
Gambar 2.5 Karakteristik Air Limbah yang akan dihasilkan PT X
Gambar 2.6 Diagram alir pabrik tekstil yang menghasilkan air limbah
Diagram alir proses yang menghasilkan air limbah dapat dilihat pada Gambar 2.6. Air limbah
dihasilkan dari proses pre-treatment, dyeing, washing, dan finishing.
Tabel 2.1 Tipikal pencemar dari pabrik tekstil
Industri tekstil terdiri dari unit-unit produksi yang heterogen dan berantai panjang. Mewarnai
dan proses finishing mengkonsumsi air paling besar (lihat Tabel 2.2). Limbah cair tekstil
umumnya mengandung surfaktan, pewarna, pigmen, resin, zat pengkelat, zat pendispersi,
garam anorganik, logam berat, biosida, dll. Sehingga COD dan BOD yang dihasilkan sangat
tinggi.
Tabel 2.2 Tipikal konsumsi air di industri tekstil
Dalam kajian Patel tahun 2018 di India, kebutuhan air baku di industri tekstil dalam rentang
86-247 liter/kg kain dengan rata-rata 172 liter/kg kain, atau dalam rentang 17-50 liter/meter
kain dengan rata-rata 35 liter/meter kain. Dari 100% air baku, dihasilkan air limbah dalam
rentang 58-81% dengan nilai rata-rata 73% (Patel, 2018).
Pabrik tekstil PT X memiliki neraca air sebagaimana disampaikan dalam Gambar 2.7.
Layout dari pabrik tekstil PT X yang menghasilkan air limbah adalah sebagai berikut:
Teknologi IPAL yang umum digunakan di indutri tekstil adalah sebagai berikut (lihat Tabel
2.3).
inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi
Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Kuantitas dan kualitas air limbah dari proses produksi tekstil selalu berubah karena
menyesuaikan dengan permintaan produksi. Bak ekualisasi berfungsi untuk
menghomogenkan limbah cair yang akan diolah, baik dari segi kuantitas (debit aliran)
maupun kualitas (beban atau konsentrasi polutan), sehingga pengolahan limbah di unit-
unit selanjutnya dapat berjalan optimal. Bak ini dilengkapi dengan coarse bubble diffuser
yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung gas dari udara yang dialirkan
oleh blower sebagai upaya pencampuran (mixing) agar konsentrasi polutan lebih seragam.
Proses pencampuran yang seperti ini dikenal dengan istilah pneumatic mixing. Kondisi
limbah cair di bak ini memiliki kandungan senyawa organik dan padatan tersuspensi yang
tinggi, serta dalam kondisi basa dengan warna larutan hitam karena merupakan hasil
pencampuran beragam warna.
Anaerobik Filter mengkombinasikan penyisihan padatan secara mekanis dan proses
penyerapan organik terlarut. Media filter pada unit anaerobic filter berfungsi sebagai
tempat aktifitas bakteri yang bertugas menguraikan zat organic yang terdapat pada
limbah. Unit anaerobic filter ini menerapkan proses pertumbuhan melekat dengan
prinsip kerja fixed-medium system yaitu dengan cara melewatkan air limbah pada
media-media tempat tumbuh melekatnya MIniorganisme yang digunakan untuk
menghilangkan kandungan materi organik pada air limbah. Kelebihan Anaerobic Filter
adalah (1) Lumpur yang dihasilkan rendah, (2) Energi yang dibutuhkan rendah, (3) Bisa
dibangun vertikal disesuaikan dengan kebutuhan lahan.
Unit Adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam
porinya dengan range zat pencemar yang luas.
Layout IPAL dan saluran IPAL dapat dilihat pada gambar 2.10 sebagai berikut.
Lokasi pembuangan air limbah (outfall) berupa sungai Y, berjarak 22 meter dari outlet IPAL.
Gambar profil hidrolis IPAL dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Pabrik tekstil PT X terletak di kota A yang memiliki musim kemarau pada bulan Juni sampai
September dengan dipengaruhi oleh Australia Continental Air Masses. Musim hujan terjadi
pada bulan Desember sampai Maret dengan dipengaruhi oleh Asia Continental and Pacific
Ocean Air Mass. Suhu udara rata‐rata siang hari berada di kisaran 27°C sepanjang tahun dan
kelembaban relatif bervariasi dari 78% hingga 88%. Kondisi lembab hangat ini
menguntungkan untuk pengolahan air limbah karena membantu mempercepat penguraian
limbah organik.
Curah hujan bulanan rata‐rata selama periode 20 tahun (2000‐2020) ditampilkan pada
Gambar 3.1
Kelembaban udara terendah dari data kelembaban udara di wilayah studi periode 2009-2018
menunjukkan tingkat kelembaban terendah sebesar 62,1% di bulan September 2012 dan kelembaban
tertinggi terjadi pada bulan April 2011 dengan tingkat kelembaban 90, 6%.
b. Debit
Sungai Y sebagai badan air penerima outlet IPAL PT X memiliki debit 1877,3 m3/detik
dengan kondisi sungai seperti ditampilkan pada Tabel 3.5.
Jenis-jenis ikan yang ditemukan di Sungai Y adalah jenis-jenis ikan putih (white fishes), yaitu
jenis ikan sungai dari famili Cyprinidae yang sudah jarang ditemukan karena sungai-
sungainya telah tercemar.
Konfigurasi IPAL yang akan dipergunakan untuk menurunkan pencemar air dari pabrik
tekstil PT X adalah sebagai berikut:
inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi
1) Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Bak ekualisasi yang direncanakan menggunakan pompa untuk mengalirkan air limbah yang
akan diolah. Aliran diharapkan dapat mengalir secara konstan dan terjadi sirkulasi di dalam
bak ekualisasi sehingga tidak terbentuk endapan. Pompa yang direncanakan adalah
pompa submersible.
Kapasitas unit bak ekualisasi
HRT = 4 jam
Kedalaman (h) =2m
Panjang = 2,6 m
Lebar = 2,6 m
Volume = 13,5 m3
2) Anaerobik Filter
Anaerobic filter yang direncanakan memiliki jumlah 4 kompartemen dan dipasang secara
seri. Media filter yang dipilih adalah media sarang tawon. Media sarang tawon dipilih karena
memiliki poros media yang mencapai 98 %. Anaerobic filter yang direncanakan memiliki 4
buah manhole dan 4 buah pipa vent. Manhole berfungsi sebagai pintu masuk untuk
melakukan perawatan dan perbaikan pada media yang ada di dalam IPAL. Manhole yang
direncanakan memiliki panjang 1 meter dan lebar 1 m. Pipa vent berfungsi agar biogas
Q = 81 m3/hari
COD in = 1821,16 mg/L
BOD in = 1098,54 mg/L
Temperature = 30 °C
Luas spesifik filter = 200 m2/m3
HRT = 36 jam = 1,5 hari
Jumlah kompartemen = 4
Kedalaman = 2,5 m
Panjang kompartemen = 2,5 m
Tinggi media = 1,45 m
Porositas media = 0,98 (menggunakan media sarang tawon)
Ukuran media = 0,6 m × 0,5 m × 1,2 m
Ruang dibawah baffle = 0,6 m
3) Unit Adsorpsi
Unit adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam porinya
dengan range zat pencemar yang luas. Unit adsorpsi akan diletakkan setelah unit
pengolahan anaerobic filter. Arah aliran dari adsorpsi adalah horizontal, arah aliran ini
dipilih karena tidak memerlukan pompa untuk mengalirkan air limbah sehingga biaya
operasi dapat diminimalkan. Reaktor yang digunakan berupa pipa PVC dengan panjang 3
meter. Adsorben karbon aktif dapat menghilangkan warna mencapai 88%.
Bak Ekualisasi. Untuk mengatasi fluktuasi air limbah, digunakan bak ekualisasi.
Kuantitas dan kualitas air limbah dari proses produksi tekstil selalu berubah karena
menyesuaikan dengan permintaan produksi. Bak ekualisasi berfungsi untuk
menghomogenkan limbah cair yang akan diolah, baik dari segi kuantitas (debit aliran)
maupun kualitas (beban atau konsentrasi polutan), sehingga pengolahan limbah di unit-
unit selanjutnya dapat berjalan optimal. Bak ini dilengkapi dengan coarse bubble diffuser
yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung gas dari udara yang dialirkan
oleh blower sebagai upaya pencampuran (mixing) agar konsentrasi polutan lebih seragam.
Proses pencampuran yang seperti ini dikenal dengan istilah pneumatic mixing. Kondisi
limbah cair di bak ini memiliki kandungan senyawa organik dan padatan tersuspensi yang
tinggi, serta dalam kondisi basa dengan warna larutan hitam karena merupakan hasil
pencampuran beragam warna.
Anaerobik Filter mengkombinasikan penyisihan padatan secara mekanis dan proses
penyerapan organik terlarut. Media filter pada unit anaerobic filter berfungsi sebagai
tempat aktifitas bakteri yang bertugas menguraikan zat organic yang terdapat pada
limbah. Unit anaerobic filter ini menerapkan proses pertumbuhan melekat dengan
prinsip kerja fixed-medium system yaitu dengan cara melewatkan air limbah pada
media-media tempat tumbuh melekatnya MIniorganisme yang digunakan untuk
menghilangkan kandungan materi organik pada air limbah. Kelebihan Anaerobic Filter
adalah (1) Lumpur yang dihasilkan rendah, (2) Energi yang dibutuhkan rendah, (3) Bisa
dibangun vertikal disesuaikan dengan kebutuhan lahan.
Unit Adsorpsi bertujuan untuk menurunkan kadar warna pada limbah tekstil dengan
menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat menyerap substansi terlarut ke dalam
porinya dengan range zat pencemar yang luas.
a. Bar Screen
Qasim, S. 1985
Kriteria Desain Pembersihan Pembersihan
manual mekasnis
Kecepatan aliran melalui
0,3 patan 0,6 patan
screen (m/det)
Ukuran Bar (batang)
Lebar (mm) 4-Aug 8-Oct
Tebal (mm) 25-50 50 - 75
Jarak antar Bar(mm) 25 - 75 10 - 75
Slope dengan horizontal 45o – tao 75o 5talo
Headloss yang
dibolehkan, clogged 150 150
screen (mm)
Maksimum Headloss,
800 800
clogged screen (mm)
b. Saringan Halus
c. Proses Koagulasi
Parameter Nilai
Waktu Tinggal Air Bersih Air Limbah
30-60 detik 2-5 menit
Pengadukan cepat 100-150 rpm
i. Process Loading
Process MCRT, days F/M ratio (BOD)
High rate 3-5 0,4-1,5
Conventional rate 5-15 0,2-0,4
Low rate 15-30 0,05-0,2
Kriteria
No. Parameter Satuan Saringan Saringan Pressure
Lambat Cepat Filter
1. Media Pasir Pasir Pasir
Alur proses IPAL yang akan dipergunakan untuk menurunkan pencemar air dari pabrik
tekstil PT X adalah sebagai berikut:
inlet outlet
Bak Ekualisasi Aerobik Filter Unit Adsorpsi
Lokasi pembuangan air limbah (outfall) berupa sungai Y, berjarak 22 meter dari outlet IPAL.
Gambar profil hidrolis IPAL dapat dilihat pada Gambar 5.6.
j. Merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evalasi
efektifitas dari kegiatan tersebut.
c. Melakukan evaluasi hasil pemantauan air limbah mengacu pada Baku Mutu Air
Limbah yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Teknis atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah;
4. Tindakan