Anda di halaman 1dari 20

PRIORITAS SUBSEKTOR UNGGULAN PADA KATEGORI SEKTOR PERTANIAN,

KEHUTANAN DAN PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Garist Sekar Tanjung1*, Any Suryantini2, Arini W Utami3


1,2,3
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada
Jalan Flora no. 1 Bulaksumur, Yogyakarta, 55281
*Corresponding author: garistsekar2018@mail.ugm.ac.id

Intisari
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui subsektor unggulan pada Sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode
deskriptif analitis digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan dinamika kinerja tiap
subsektor. Data kinerja subsektor adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga
konstan Tahun 2010 pada periode 2010-2020. Analisis Location Quotient (LQ), Dynamic
Location Quotient (DLQ), dan Klassen Typology dilakukan untuk mengetahui subsektor ungulan
dan posisi masing-masing subsektor. Hasil analisis menunjukkan bahwa Subsektor Tanaman
Perkebunan merupakan subsektor unggulan dan dapat dijadikan prioritas pada pembangunan
ekonomi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kata kunci : Subsektor Unggulan, PDRB, Pertanian, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional dalam suatu
negara. Dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan nasional, kegiatan ini sangat erat
kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan pada tingkat regional dalam rangka mencapai
pembangunan yang merata di seluruh tanah air sampai daerah terpencil. Perencanaan
pembangunan nasional digunakan sebagai media komunikasi pembangunan terhadap cita-cita
nasional kepada pemangku kepentingan eksternal dan internal (Chimhowu et al., 2019). Strategi
pembangunan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan pengembangan fisik/lokalitas;
pengembangan dunia usaha; pengembangan sumberdaya manusia; dan strategi pengembangan
ekonomi masyarakat (Siwu, 2017). Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan pembangunan ekonomi, antara lain: pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita,
angka kemiskinan, dan lainnya (Chisadza & Bittencourt, 2019).
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam
kegiatan ekonomi rakyat yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu
tahun dibandingkan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006). Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dapat digunakan sebagai salah satu indikator kinerja pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Persentase yang besar menunjukkan ketergantungan pada kapasitas produksi sektor
tersebut. Misalnya pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi sektor unggulan dan memiliki
kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Statistik,
2021); (Yulianti, 2019). Sektor pertanian merupakan basis di Provinsi Bangka Belitung (Monica
et al., 2017). Hal ini didukung oleh penelitian Hu & Blakely (2013) yang menunjukkan bahwa
ekonomi lokal dari komunitas yang lebih jauh dan lebih kecil lebih bergantung pada beberapa
industri khusus, seperti pariwisata dan pertanian. Hal ini menggambarkan bahwa sektor usaha di
bidang pertanian merupakan sektor penting yang berperan dalam perekonomian daerah (Hayati
et al., 2017). Pertanian memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain yang berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan output daerah secara keseluruhan (Abidin, 2015). Pertumbuhan
sektor pertanian diperlukan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi negara, dimana
pertumbuhan ekonomi pertanian cerdas 2020 akan berada pada 96% (Li & Zheng, 2021).
Adanya potensi alam, lingkungan, dan sumberdaya manusia untuk kegiatan pertanian,
Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dapat memanfaatkan peluang bagi setiap subsektor
pertanian dengan memprioritaskan pengembangan subsektor unggulan untuk meningkatkan
PDRB, sehingga diperlukan penambahan nilai pertanian yang tercermin dalam Program
Pembangunan Daerah (Strategis Plan), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja (Renja)
Dinas Perikanan, Pertanian dan Pangan (Marina et al., 2018), dalam upaya merangsang
pertumbuhan ekonomi serta dapat memastikan adanya ketersediaan pangan di suatu wilayah
tersebut (Ali et al., 2020). Kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan
pembangunan daerah adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan
daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Keberhasilan
pembangunan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kualitas perencanaan pembangunan yang
didasarkan pada potensi sumberdaya yang dimiliki, sehingga daerah tersebut dapat mengelola
sumberdaya yang ada untuk mendorong pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan. Setiap
daerah hendaknya mengetahui sektor basis dan non basis serta komoditas unggulan dalam
struktur perekonomiannya agar pelaksanaan pembangunan dapat lebih terfokus dengan baik.
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan posisi relatif
dari setiap subsektor dalam rangka mempercepat pertumbuhan PDRB sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk
menyempurnakan penelitian sebelumnya dalam menganalisis kontribusi dan subsektor unggulan
pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, dimana pada penelitian sebelumnya sudah dibahas mengenai sektor basis di wilayah
Provinsi Kepulauan Bangka Bellitung secara umum, namun penelitian tersebut hanya terbatas
pada tahap penentuan sektor unggulan saja, sehingga penelitian ini diharapkan mampu
menyempurnakan bahasan sampai tahap penentuan sub sector secara spesifik khususnya pada
sektor pertanian di wilayah Provinsi Bangka Belitung.

METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam runtut waktu (time series) selama 11
(sebelas) tahun, mulai tahun 2010-2020. Adapun jenis data dan sumber data yang dikumpulkan
berasal dari: Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 oleh BPS
Nasional Indonesia; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2010 oleh BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Buku Tahunan Statistik Indoneisa; dan
berbagai jurnal ilmiah lainnya.
Analisis Data
1. Location Quotient (LQ)
Analisis basis ekonomi yang sering disebut dengan teori basis ekonomi biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi PDRB dalam menentukan sektor basis. Menurut Sjafrizal
(2018) menjelaskan bahwa teknik LQ dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi
dua kelompok, yaitu: 1) Industri dasar, yaitu kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar
daerah itu sendiri atau di luar daerah yang bersangkutan, dan 2) Industri non dasar, yaitu
kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani pasar di daerah.
Analisis Location Quotient (LQ) dapat menunjukkan besarnya kontribusi sektor ekonomi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari segi kontribusi dengan membandingkan kontribusi
sektor yang sama di tingkat nasional. Analisis ini menggunakan pendekatan nilai PDRB dengan
rumus sebagai berikut :
Eij / E j
LQ=
E¿ / En
Keterangan :
LQ : Koefisien Location Quotient (LQ)
Eij : Nilai PDRB subsektor i pada tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Ej : Total PDRB pada tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Ein : Nilai PDB subsektor i pada tingkat nasional
En : Total PDB pada tingkat nasional

Kriteria Pengukuran :
a. Jika nilai LQ > 1, maka subsektor tersebut merupakan subsektor basis
b. Jika nilai LQ < 1, maka subsektor tersebut bukan merupakan subsektor basis

Selanjutnya analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) digunakan untuk mengetahui


apakah suatu subsektor dapat berpotensi menjadi subsektor unggulan pada waktu yang akan
datang dengan formula sebagai berikut (Widodo, 2006).
t
1+ gij

DLQ=
1+ gj
1+ Gi
1+G
[ ]
(
(
)
)
Keterangan:
DLQ : Index Dynamic Location Quotient
gij : Laju pertumbuhan subsektor i di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
gj : Rata-rata laju pertumbuhan sektor/subsektor di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Gi : Laju pertumbuhan subsektor i di tingkat nasional
G : Rata-rata laju pertumbuhan subsektor di tingkat nasional
t : Kurun waktu analisis

Kriteria pengukuran :
a. Jika DLQ > 1, maka memiliki potensi untuk menjadi subsektor basis di masa yang akan
datang
b. Jika DLQ ≤ 1, maka tidak memiliki potensi untuk menjadi subsektor basis di masa yang
akan datang.
Gabungan antara nilai LQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah subsektor
ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan tertinggal dengan menggunakan
Tabel 1 berikut (Kuncoro, 2012).
Tabel 1. Klasifikasi Subsektor Berdasarkan Gabungan nilai LQ dan DLQ
Nilai LQ >1 LQ <1
DLQ > 1 Dominan Andalan
DLQ <1 Prospektif Tertinggal
Sumber : Kuncoro, 2012
2. Analisis Klassen Typologi
Analisis Klassen Typologi digunakan untuk mengidentifikasi posisi Subsektor Pertanian,
Kehutanan dan Pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan memperhatikan
subsektor perekonomian di wilayah nasional sebagai daerah referensi. Output dari analisis ini
diharapkan dapat menentukan posisi dan struktur sektor ekonomi Provinsi Bangka Belitung yang
dapat digunakan sebagai acuan pendukung untuk menentukan prioritas dalam pengembangan
pembangunan subsektor pertanian. Menurut Sjafrizal (2016), terdapat empat klasifikasi dengan
karakteristik yang berbeda antar subsektor, yaitu:
1) Kuadran I : Sektor Andalan, merupakan sektor pada kuadran yang laju pertumbuhan
PDRB sektor tertentu di Provinsi Bangka Belitung mempunyai laju pertumbuhan rata-
rata di atas pertumbuhan PDB Nasional dan memiliki nilai kontribusi sektor terhadap
PDRB yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut di tingkat nasional (r i > r
dan yi > y).
2) Kuadran II : Sektor Potensial, merupakan sektor pada kuadran yang laju pertumbuhan
PDRB sektor tertentu di Provinsi Bangka Belitung mempunyai laju pertumbuhan rata-
rata lebih kecil dari pertumbuhan PDB Nasional, namun memiliki nilai kontribusi yang
lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut di tingkat nasional (ri < r dan yi > y).
3) Kuadran III : Sektor Berkembang, merupakan sektor pada kuadran yang laju
pertumbuhan PDRB sektor tertentu di Provinsi Bangka Belitung mempunyai laju
pertumbuhan rata-rata di atas pertumbuhan PDB Nasional, namun memiliki nilai
kontribusi yang lebih kecil dibandingkan tingkat nasional (ri > r dan yi < y).
4) Kuadran IV : Sektor Relatif Tertinggal, merupakan sektor pada kuadran yang laju
pertumbuhan PDRB sektor tertentu di Provinsi Bangka Belitung mempunyai laju
pertumbuhan dan nilai kontribusi yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan dan
kontribusi sektor yang sama di tingkat nasional (ri < r dan yi < y).
Untuk lebih memudahkan dalam membaca sektor-sektor yang termasuk dalam masing-
masing kelompok klasifikasi menurut Klassen Typologi dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai
berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Klassen Typology
Kontribusi (y)
Laju yi > y yi < y
Pertumbuhan (r)
ri > r Dominan Potensial
ri < r Berkembang Relatif Tertinggal
Sumber : Sjafrizal (2016)
Keterangan :
ri : laju pertumbuhan subsektor i di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
r : laju pertumbuhan PDB subsektor pertanian tingkat nasional
yi : kontribusi subsektor i di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
y : kontribusi PDB subsektor pertanian tingkat nasional

3. Teknik Overlay
Penentuan prioritas sektor unggulan dilakukan dengan teknik analisis overlay. Analisis
Overlay merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengambil sebuah kesimpulan dengan
menggabungkan beberapa hasil analisis (Adiyatin et al., 2019). Hasil analisis overlay digunakan
untuk mengembangkan subsektor ekonomi unggulan (Kuncoro, 2004). Teknik ini menggunakan
perhitungan LQ, DLQ, dan Klassen Typology (r ik). Adapun hasil analisis overlay memiliki lima
prediksi seperti pada tabel berikut meliputi :
LQ DLQ Rik Kriteria Keterangan
- + + -++ Potensial
- - - --- Tertinggal
+ + + +++ Unggulan
- - + --+ Berkembang
- - + --+ Berkembang
- + + -++ Potensial
+ - - +-- Andalan

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Konsentrasi dan Potensi Subsektor Basis di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Metode Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) merupakan salah
satu teknik analisis yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor
basis atau non basis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Subsektor Pertanian yang memiliki
klasifikasi subsektor unggulan hanya pada Subsektor Perkebunan saja dengan hasil perhitungan
LQ sebesar 1,52 dan DLQ sebesar 1,07. Ini menunjukkan bahwa subsektor perkebunan memiliki
nilai basis, baik pada saat ini maupun periode yang akan datang. Komoditas perkebunan yang
paling banyak berkontribusi dalam perekonomian di Provinsi Bangka Belitung adalah kelapa
sawit (147.330,45 ton); karet (56.629,01 ton); dan lada (33.457,64 ton) (Statistik, 2021). Sub-
sektor yang memiliki nilai basis ini dapat menjadi motor penggerak dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi di Provonsi Bangka Belitung. Tidak hanya memenuhi kebutuhan
kabupaten/kota di wilayahnya, sub-sektor tersebut juga mampu memenuhi permintaan dari luar
daerah (Darma Putra & Yuli Pratiwi, 2019).
Subsektor perikanan menunjukkan nilai LQ lebih dari satu (1,99) yang menunjukkan
bahwa subsektor ini merupakan subsektor basis di Provinsi Bangka Belitung. Hal ini didukung
oleh faktor geografis Kabupaten Belitung sebagai wilayah kepulauan, sehingga produksi
perikanan melimpah dan dapat diekspor ke luar daerah (Yulianti, 2019). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Ibrahim (2018) yang menyatakan bahwa Subsektor Perikanan mampu
menyerap tenaga kerja yang sangat tinggi. Namun demikian, nilai DLQ pada subsektor
perikanan di wilayah ini bernilai < 1, menunjukkan bahwa subsektor ini tidak memiliki nilai
basis pada periode mendatang. Sedangkan pada subsektor tanaman pangan; dan kehutanan
menunjukkan hasil analisis LQ < 1, sehingga bukan merupakan sektor basis pada periode saat
ini, namun nilai DLQ menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan (1,40); dan subsektor
kehutanan dan penebangan kayu (1,13) memiliki nilai basis. Ini menunjukkan bahwa subsektor
tersebut termasuk dalam klasifikasi sektor andalan, sehingga masih berpotensi mengalami
reposisi menjadi sektor basis di masa yang akan datang. Hasil analisis tersebut berbeda dengan
subsektor tanaman hortikultura; peternakan; serta jasa pertanian dan perburuan yang
menunjukkan nilai LQ dan DLQ < 1, sehingga termasuk dalam kategori subsektor relatif
tertinggal. Untuk memudahkan dalam memahami pembahasan ini, hasil perhitungan metode LQ
dan DLQ dengan menggunakan data PDB dan PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
dalam kurun waktu 2010-2020 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-Rata LQ dan DLQ Subsektor Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2010-2020
Rata-rata
Sub Sektor Kesimpulan
LQ DLQ
Tanaman Pangan 0,12 - 1,40 + Andalan
Tanaman Hortikultura 0,96 - 0,84 - Relatif Tertinggal
Tanaman Perkebunan 1,52 + 1,07 + Unggulan
Peternakan 0,44 - 0,99 - Relatif Tertinggal
Jasa Pertanian dan Perburuan 0,78 - 0,96 - Relatif Tertinggal
Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,34 - 1,13 + Andalan
Perikanan 1,99 + 0,83 - Prospektif
Sumber : Data Sekunder (diolah)
Subsektor yang memiliki nilai non basis seharusnya bisa menjadi penunjang bagi sektor
basis, namun tetap perlu di perkuat lagi sehingga pertumbuhan perekonomian dan ekonomi
masyarakat bias lebih meningkat. Perlu adanya upaya dan strategi agar subsektor tersebut dapat
memiliki nilai basis dikemudian hari, sehingga nantinya diharapkan subsektor tersebut dapat
menjadi sektor unggulan yang dapat berperan sebagai faktor pendorong bagi sektor-sektor
lainnya agar tumbuh menjadi penggerak utama pembangunan wilayah (Baransano et al., 2016).
Sementara bagi subsektor basis yang sudah menjadi penggerak perekonomian di wilayah
Provinsi Bangka Belitung agar lebih ditingkatkan, misalnya dengan cara memberikan
kemudahan dalam perijinanan usaha, meningkatkan investasi, mengadakan berbagai pelatihan
serta memberikan penanaman modal kepada masyarakat (Satrianto & Sasongko, 2019 ;
Tutupoho, 2019).

2. Posisi Subsektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di Wilayah Provinsi


Kepulauan Bangka Belitung
Klassen Typology digunakan untuk mengelompokkan tiap subsektor menurut struktur
pertumbuhan dan kontribusinya. Analisis ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai
pengambil keputusan untuk menentukan prioritas APBD, terutama yang berkaitan dengan sisi
belanja agar lebih fokus pada pembangunan sektor, subsektor, usaha, dan komoditas (Listya et
al., 2018). Berdasarkan jenis lapangan usahanya, masing-masing subsektor selama periode tahun
2010-2020 menunjukkan posisi yang berbeda. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 4. Perbandingan Rata-rata kontibusi dan Pertumbuhan Subsektor Pertanian, kehutanan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Nasional
Pertumbuhan (r) Kontribusi (y)
Sektor
(rik) (ri) (rik/ri) (yik) (yi) (yik/yi)
75, 19,7 > 3,2 23,8 <
Tanaman Pangan
6
37, 44,5 < 10,8 11,6 <
Tanaman Hortikultura
5
92, 53,1 > 43,7 29,1 >
Tanaman Perkebunan
0
70, 54,1 > 5,1 11,8 <
Peternakan dan Hasilnya
2
65, 44,6 > 1,1 1,5 <
Jasa Pertanian dan Perburuan
3
45, 8,7 > 1,7 5,2 <
Kehutanan dan Penebangan Kayu
6
71, 77,0 < 34,3 17,0 >
Perikanan
6
Sumber : Hasil analisis Klassen Typology
Tabel 6 menunjukkan rata-rata nilai pertumbuhan subsektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan dari nilai terbesar sampai terkecil secara berturut-turut adalah tanaman perkebunan
(92,0); tanaman pangan (75,6); peternakan (70,2); jasa pertanian dan perburuan (65,3); serta
kehutanan/dan penebangan kayu (45,6). Terdapat dua subsektor yang memiliki nilai rata-rata
pertumbuhan yang lebih kecil di tingkat provinsi jika dibandingkan rata-rata pertumbuhan
tingkat nasional, yaitu meliputi subsektor perikanan (71,6); dan tanaman hortikultura (37,5).
Sedangkan dilihat dari nilai kontribusinya, Provinsi Bangka Belitung menunjukkan nilai
kontribusi subsektor yang lebih kecil. Hanya subsektor tanaman perkebunan (43,7); dan
perikanan (34,3) yang memiliki nilai rata-rata kontribusi yang lebih besar di tingkat provinsi jika
dibandingkan pada tingkat nasional. Nilai kontribusi pada subsektor perikanan justru
berkebalikan dengan nilai pertumbuhannya, dimana subsektor tersebut memiliki kontribusi yang
lebih besar terhadap perekonomian wilayahnya namun pertumbuhannya masih relatif lebih kecil
dibandingkan dengan pertumbuhan pada tingkat nasional secara keseluruhan. Adapun hasil
analisis dapat dikelompokkan dalam empat kuadran seperti Gambar 2.

Kuadran I Kuadran II
(rik > ri & yik > yi) (rik > ri & yik < yi)

Subsektor Subsektor
Tanaman Perkebunan Tanaman Pangan
Peternakan
Jasa Pertanian dan Perburuan
Kehutanan dan Penebangan Kayu
Kuadran III Kuadran IV
(rik < ri & yik > yi) (rik < ri & yik < yi)

Subsektor Subsektor
Perikanan Tanaman Hortikultura

Gambar 1. Klasifikasi Subsektor PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan


Klassen Typologi

Subsektor unggulan yang ditunjukkan oleh kuadran 1 merupakan subsektor yang


mengalami pertumbuhan dan kontribusi yang lebih tinggi dari rata-rata subektor yang sama pada
tingkat nasional. Pada dasarnya subsektor ini merupakan sektor yang paling maju di Provinsi
Bangka Belitung serta diperkirakan akan cepat tumbuh sampai masa yang akan datang. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa subsektor tanaman perkebunan merupakan sektor unggulan di
Provinsi Bangka Belitung. Sedangkan subsektor potensial pada kuadran 2 merupakan sektor
dengan potensi pengembangan yang relatif besar tetapi belum di kelola sepenuhnya dengan
optimal. Sektor ini kemungkinan akan berpotensi untuk menjadi sektor yang terus berkembang
di masa mendatang. Adapun subsektor yang termasuk dalam kategori ini adalah subsektor
tanaman pangan; peternakan; jasa pertanian dan perburuan; serta subsektor kehutanan dan
penebangan kayu.
Pada kuadran III dan IV tergolong kategori subsektor berkembang dan relatif tertinggal,
dimana sektor berkembang merupakan sektor yang relatif maju namun dalam beberapa tahun
terakhir laju pertumbuhannya mengalami penurunan. Subsektor yang termasuk dalam kategori
ini adalah subsektor perikanan. Sementara subsektor relatif tertinggal merupakan sektor yang
memiliki tingkat pertumbuhan dan kontribusi di bawah rata-rata sektor yang sama pada tingkat
nasional. Adapaun sektor yang dimaksud meliputi subsektor tanaman hortikultura.
Pada pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa secara umum sektor ekonomi di
wilayah Provinsi Bangka Belitung tergolong dalam sektor yang potensial, namun masih terdapat
subsektor yang tergolong kuadran III dan IV yang mengindikasikan bahwa kebijakan daerah
ternyata belum sepenuhnya mampu memberikan pengaruh percepatan yang signifikan terhadap
pertumbuhan produktivitas pada sektor pertanian secara keseluruhan, walaupun secara umum
sektor pertanian memiliki potensi sumber daya yang cukup potensial Abidin (2015). Ini
menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan dan kontribusi sektor pertanian secara umum sudah
cukup baik. Namun demikian, perlu adanya kebijakan pemerintah daerah agar dapat mengubah
posisi subsektor pertanian yang masih berkembang dan relatif tertinggal. Menurut Sjafrizal
(2016), apabila peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah merupakan sasaran utama
pembangunan di wilayahnya maka prioritas sebaiknya diberikan kepada peningkatan kegiatan
pada sektor ekonomi yang termasuk dalam kuadran I dan II. Namun jika pemerataan
pembangunan merupakan tujuan utama pemerintah daerah, maka prioritas pembangunan
sebaiknya diberikan pada sektor yang termasuk dalam kuadran III atau IV.
Dalam rangka mengembangkan Sektor Pertanian khususnya Subsektor perikanan yang
tergolong subsektor berkembang dan Subsektor tanaman hortikultura yang tergolong subektor
relatif tertinggal, salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan
kegiatan agroindustri. Upaya dalam mengembangkan kegiatan agroindustri di wilayah ini
diharapkan dapat menjadi pemicu masyarakat untuk mengusahakan subsektor tersebut karena
adanya kepastian pasar yang akan menerima hasil (panen) subsektor tersebut. Hal ini juga
diharapkan akan melibatkan sektor lain dan memberikan dampak terhadap sektor ekonomi
tersebut. Menurut Kader & Abd. Radjak (2020), strategi untuk mendorong agroindustri suatu
daerah dapat dilakukan dengan pendekatan pengembangan industri rumahan (home industry)
yang dikelola masyarakatnya. Industri rumahan akan mengembangkan kreatifitas masyarakat
dalam mengelola hasil produk pertanian menjadi suatu produk jadi.
4. Prioritas Subsektor Unggulan pada Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di
Wilayah Provinsi Bangka Belitung
Hasil analisis LQ, DLQ, dan Klassen Typologi diberi kriteria untuk memperoleh gambaran
tentang subsektor unggulan di wilayah Provinsi Bangka Belitung. Tabel 5 memperlihatkan
peringkat prioritas pengembangan masing-masing subsektor. Dari perhitungan tersebut dapat
ditentukan skala prioritas perencanaan pembangunan ekonomi di Provinsi Bangka Belitung
dengan mengklasifikasikan hasil kesimpulan tersebut menjadi lima kelompok, yaitu subsektor
unggulan; potensial; andalan; berkembang; dan tertinggal dengan pembahasan sebagai berikut

Tabel 5. Rating Subsektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Berdasarkan


Perhitungan/Analisis
Subsector LQ DLQ Rik Kriteria Keterangan
Tanaman Pangan - + + -++ Potensial
Tanaman Hortikultura - - - --- Tertinggal
Tanaman Perkebunan + + + +++ Unggulan
Peternakan dan Hasilnya - - + --+ Berkembang
Jasa Pertanian dan Perburuan - - + --+ Berkembang
Kehutanan dan Penebangan Kayu - + + -++ Potensial
Perikanan + - - +-- Andalan

Subsektor Unggulan
Subsektor yang memiliki peringkat prioritas tertinggi untuk dikembangkan adalah
subsektor tanaman perkebunan yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Bangka Belitung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Badan Pusat Statistik Provinsi Bangka Belitung
yang menyatakan bahwa Subsektor Tanaman Perkebunan merupakan penyumbang terbesar
terhadap nilai PDRB sektor pertanian di wilayah tersebut (Statistik, 2021). Komoditas yang
paling banyak diusahakan di Provinsi Bangka Belitung adalah kelapa sawit dan lada. P rovinsi ini
merupakan penghasil lada putih terbesar di dunia sejak tahun 2014. Wilayah Bangka Selatan
merupakan Kabupaten Penghasil Lada terbesar dengan total produksi paling tinggi dibandingkan
dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bangka Belitung. Selain itu, Karet dan Kelapa Sawit juga
merupakan komoditas yang banyak diusahakan. Produksi karet terus meningkat seiring rencana
pengembangan lahan karet sebesar 40.000 Ha. Sementara saat ini lahan yang digunakan untuk
komoditas karet hanya sebesar ±12.000 Ha (Kompas, 2020).
Disamping itu, subsektor perkebunan primer juga ikut memberi kontribusi nilai tambah
sebesar Rp 61,1 triliun atau 3,1 persen dari nilai PDB nasional, serta telah menyediakan lapangan
kerja sebesar 13,4 juta orang, sehingga lapangan usaha ini sangat sesuai dijadikan sebagai
subsektor unggulan dalam rangka meningkatkan nilai PDRB sektor pertanian secara umum
(Susila & Setiawan, 2016). Kekuatan yang dimiliki oleh sektor perkebunan seperti motivasi
masyarakat yang tinggi dalam mengusahakan komoditas subsektor perkebunan; tersedianya
lahan yang cukup luas; serta kondisi geografis dan biofisik lahan yang cocok digunakan untuk
mengembangkan komoditas perkebunan, dapat menjadi peluang pemerintah provinsi untuk
menjadikan subsektor ini menjadi sektor unggulan (Hendris & Jani, 2016). Sehingga strategi
yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna mendorong pengembangan subsektor ini yaitu :
meningkatkan jumlah produksi, nilai tambah, serta daya saing produk perkebunan melalui upaya
pengembangan sistem agribisnis dari hulu, hilir, sampai lembaga-lembaga terkait lainnya;
meningkatkan pemahaman SDM akan pemahaman potensi pasar ekspor dengan berbagai
pelatihan; menyediakan sarana informasi dan promosi dari berbagai media maupun kegiatan
pameran agribisnis lainnya, serta memperluas jaringan kemitraan dan kerjasama dengan pihak
swasta maupun pihak lain dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif untuk
menarik lebih banyak investor (Helmi et al., 2021).
Subsektor Andalan
Subsektor Perikanan menjadi subsektor andalan dan dapat terus dikembangkan di
Provinsi Bangka Belitung karena karakteristik wilayahnya yang merupakan daerah pesisir serta
sangat strategis dan mempunyai potensi sumber daya perikanan dan kelautan melimpah.
Produksi perikanan laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara umum terkonsentrasi di
Pulau Belitung daripada di Pulau Bangka. Oleh sebab itu, pengembangan investasi perikanan
dapat dilakukan di Pulau Belitung secara khusus tanpa mengabaikan Pulau Bangka dengan
mempertimbangkan besaran input yang digunakan (Mardyani & Yulianti, 2020).

Besarnya potensi yang dimiliki sektor perikanan di wilayah ini diharapkan dapat
menciptakan peningkatan output, pendapatan, dan penciptaan lapangan kerja (Mudzakir, 2006).
Selain itu, potensi lain yang dapat dikembangkan dari subsektor perikanan adalah dengan
mengembangkan Marine Recreation Fisheries (MRF) yang memiliki kontribusi sosial ekonomi
cukup besar bagi masyarakat pesisir, namun tetap perlu dipertimbangkan pengaturan lingkungan
(khususnya perikanan) dan tata ruang lautnya (C. Williams et al., 2020). Implementasi kebijakan
dapat dilakukan dengan cara percepatan infrastruktur untuk mendukung konektivitas dan
pembangunan perikanan dan kelautan (Kharisma & Ferry, 2019), serta mengembangkan wilayah
berbasis sektor perikanan yang perlu difokuskan pada lokasi-lokasi yang merupakan pusat
pertumbuhan ekonomi agar memberikan multiplier effect yang besar (Anggraeni et al., 2020).

Subsektor Potensial
Merupakan sektor dengan potensi pengembangan yang relatif besar tetapi belum di kelola
sepenuhnya dengan optimal. Sektor ini kemungkinan akan berpotensi untuk menjadi sektor yang
dapat terus dikembangkan di masa mendatang. Subsektor tanaman pangan; kehutanan dan
penebangan kayu termasuk dalam klasifikasi sektor potensial, padahal dengan adanya sumber
daya hutan yang murah dan berlimpah serta tenaga kerja yang mudah didapatkan seharusnya
subsektor ini dapat menjadi dua faktor positif bagi pembangunan ekonominya (R. A. Williams &
Kinard, 2003). Selain itu, adanya peningkatan sektor pariwisata di beberapa daerah di Provinsi
Bangka Belitung harusnya dapat dimanfaatkan dan dijadikan peluang untuk pengembangan
subsektor pertanian, khususnya bagi subsektor potensial agar dapat lebih dikembangkan.
Pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi hasil pertanian untuk diiklankan,
dipromosikan, dan digunakan di berbagai akomodasi dan restoran yang berada di sekitar
destinasi wisata para pengunjung (Cahyadi et al., 2018). Menurut Matchaya (2020), pembuat
kebijakan harus dapat meningkatkan pengeluaran publik di sektor pertanian, namun tetap harus
menekankan pada peningkatan alokasi intra-sektoral serta menargetkan wilayah yang
menciptakan pertumbuhan sektoral dalam rangka mendorong peningkatan produktivitas dan
profesionalisme dalam mengelola sektor-sektor potensial.

Subsektor Berkembang dan Tertinggal


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Listya et al., (2018) yang menunjukkan
bahwa subsektor yang termasuk dalam kategori sektor berkembang meliputi: subsektor
peternakan; serta subsektor jasa pertanian, dan perburuan, sedangkan subsektor yang termasuk
dalam kategori subsektor tertinggal adalah tanaman hortikultura. Perlu ada upaya pemerintah
daerah untuk menggeser posisi subsektor ini menjadi sektor unggulan atau andalan dengan
berbagai strategi yang dapat dilakukan, misalnya dengan mengembangkan subsektor peternakan
dan membina setiap wilayah berdasarkan potensi yang ada, meningkatkan pembinaan SDM para
pelaku usaha terrnak, membentuk pola kerja sama yang luas dan saling menguntungkan dari hulu
sampai hilir, adanya pemeriksaan kesehatan ternak dan pencegahan penyakit hewan,
pengembangan teknologi, serta adanya optimaliasi dalam pengamanan sumber daya lokal (Yulia
et al., 2015). Pada dasarnya pertumbuhan sektor pertanian di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh
keunggulan daya saing wilayah dan potensi pertaniannya. Namun adanya potensi pertanian saja
masih belum cukup bagi pertumbuhan daerah jika belum ada upaya pemanfaatan dan
pengembangan potensi sektor pertanian secara optimal (Katti et al., 2019).
KESIMPULAN
Pertumbuhan semua subsektor pertanian di Provinsi Bangka Belitung lebih cepat
dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional, namun hanya subsektor tanaman
hortikultura dan perikanan yang pertumbuhannya lebih kecil. Subsektor tanaman perkebunan
merupakan subsektor basis pada periode saat ini dan yang akan datang, sehingga dikategorikan
sebagai subsektor unggulan yang dapat diprioritaskan menjadi penggerak perekonomian di
Provinsi Bangka Belitung.
Pembuat kebijakan sebaiknya dapat menyusun skala prioritas pembangunan berdasarkan
kebutuhan dan tujuan ekonomi wilayah. Apabila tujuan utama pembangunan wilayah Provinsi
Bangka Belitung berfokus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka prioritas
pembangunan sebaiknya ditujukan pada subsektor tanaman perkebunan sebagai subsektor
unggulan, misalnya dengan meningkatkan jumlah produksi, nilai tambah, serta daya saing
produk perkebunan melalui upaya pengembangan sistem agribisnis dari hulu, hilir, sampai
lembaga-lembaga terkait lainnya; meningkatkan pemahaman SDM akan pemahaman potensi
pasar ekspor dengan berbagai pelatihan; menyediakan sarana informasi dan promosi dari
berbagai media maupun kegiatan pameran agribisnis lainnya, serta memperluas jaringan
kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta maupun pihak lain dalam rangka menciptakan
iklim investasi yang lebih kondusif untuk menarik lebih banyak investor. Namun jika
pemerataan pembangunan merupakan tujuan utama pemerintah Provinsi Bangka Belitung, maka
prioritas pembangunan sebaiknya diberikan pada sektor yang termasuk kategori subsektor
berkembang dan tertinggal, yaitu subsektor tanaman hortikultura; Peternakan; Jasa Pertanian dan
Perburuan.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2015). Aplikasi Analisis Shift Share pada Transformasi Sektor Pertanian dalam
Perekonomian Wilayah di Sulawesi Tenggara. Jurnal Informatika Pertanian, 24(2), 165–
178.
Adiyatin, D., Perdana, H., & Satyahadewi, N. (2019). Analisis Overlay Untuk Menentukan
Potensi Sektor Ekonomi Unggulan Dalam Pembangunan Daerah (Studi Kasus dengan
PDRB Kota Pontianak). Bimaster : Buletin Ilmiah Matematika, Statistika Dan Terapannya,
8(4). https://doi.org/10.26418/bbimst.v8i4.36746
Ali, Q., Raza, A., Narjis, S., Saeed, S., & Khan, M. T. I. (2020). Potential of renewable energy,
agriculture, and financial sector for the economic growth: Evidence from politically free,
partly free and not free countries. Renewable Energy, 162, 934–947.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.renene.2020.08.055
Anggraeni, M., Rustiadi, E., & Yulianto, G. (2020). Peranan Sektor Perikanan Terhadap
Perekonomian Kabupaten Natuna. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Dan
Perikanan, 10(1), 11. https://doi.org/10.15578/jksekp.v10i1.8155
Baransano, M. A., Putri, E. I. K., Achzani, A. N., & Kolopaking, L. (2016). Peranan Sektor
Unggulan Sebagai Salah Satu Faktor Dalam Mengurangi Ketimpangan Pembangunan
Wilayah di Provinsi Papua Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 27(2), 119.
Cahyadi, N. M. A. K., Sasongko, S., & Saputra, P. M. A. (2018). Inclusive growth and leading
sector in Bali. Economic Journal of Emerging Markets, 10(1), 99–110.
https://doi.org/10.20885/ejem.vol10.iss1.art11
Chimhowu, A. O., Hulme, D., & Munro, L. T. (2019). The ‘New’ national development planning
and global development goals: Processes and partnerships. World Development, 120, 76–89.
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2019.03.013
Chisadza, C., & Bittencourt, M. (2019). Economic development and democracy: The
modernization hypothesis in sub-Saharan Africa. Social Science Journal, 56(2), 243–254.
https://doi.org/10.1016/j.soscij.2018.10.007
Darma Putra, E., & Yuli Pratiwi, M. C. (2019). Identification of Leading Sector and Cluster
Analysis of Regencies in Kalimantan. Economics Development Analysis Journal, 8(2), 224–
243. https://doi.org/10.15294/edaj.v8i2.27237
Hayati, M., Elfiana, & Martina. (2017). Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah
Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Jurnal Sains Pertanian, 1(3), 213–222.
Helmi, M., Sriartha, I. P., & Sarmita, I. M. (2021). Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Subsektor Tanaman Perkebunan di Kabupaten Buleleng. Jurnal Jurusan Pendidikan
Geografi, 9(1), 26–35.
Hendris, & Jani, J. (2016). Peranan dan Strategi Pengembangan Sektor Perkebunan Terhadap
Pembangunan Wilayah Kabupaten Malinau. Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 3(2),
231–238.
Hu, R., & Blakely, E. J. (2013). Measuring tourism as the economic driver of Australian sea
change communities. Community Development, 44(3), 323–335.
https://doi.org/10.1080/15575330.2013.794851
Ibrahim, I. (2018). Leading Sector and Absorption of Labor. Gorontalo Development Review,
1(2), 1–12.
Kader, A., & Abd. Radjak, D. (2020). Pembangunan Ekonomi Masyarakat Melalui Agrowisata.
Jurnal Inovasi Ilmu Sosial Dan Politik, 2(1), 67. https://doi.org/10.33474/jisop.v2i1.4997
Katti, S., Pratiwi, D., & Setiahadi, R. (2019). Klassen Typology Approach for Analysis of the
Role of Competitiveness Agricultural Sector. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 347. https://doi.org/10.1088/1755-1315/347/1/012106
Kharisma, B., & Ferry, H. (2019). Analysis of Potential Sectors and Policy Priorities of Regional
Economic Development in Maluku. Etikonomi, 18(01), 29–46.
Kompas. (2020). Babel Jadi Penghasil Lada Putih Terbesar di Dunia, Gubernur Erzaldi
Paparkan Strategi Pemasarannya. Kompas.Com.
https://regional.kompas.com/read/2020/07/29/08504941/babel-jadi-penghasil-lada-putih-
terbesar-di-dunia-gubernur-erzaldi-paparkan?page=all
Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah (Autonomy and Regional
Development). Erlangga.
Kuncoro, M. (2012). Perencanaan Daerah: Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota dan
Kawasan. Salemba Empat.
Li, Y., & Zheng, Y. (2021). Regional agricultural industry economic development based on
embedded system and Internet of Things. Microprocessors and Microsystems, 82.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.micpro.2021.103852
Listya, M. R., Ferrianta, Y., & Makki, M. F. (2018). Analysis Typology of Agricultural
Subsector Economic Growth in Banjar Regency , South Kalimantan Province , Indonesia.
Journal of Agriculture and Veterinary Science, 11(9), 78–81. https://doi.org/10.9790/2380-
1109027881
Mardyani, Y., & Yulianti, A. (2020). Analisis Pengaruh Sub Sektor Perikanan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Equity: Jurnal Ekonomi,
8(2), 41–50. https://doi.org/10.33019/equity.v8i2.47
Marina, M., Darwanto, D. H., & Masyhuri, M. (2018). The Study of Leading Subsector and
Leading Commodities of Agricultural in Anambas Islands Regency, Riau Islands Province.
Agro Ekonomi, 29(1), 49. https://doi.org/10.22146/ae.30739
Matchaya, G. C. (2020). Public spending on agriculture in Southern Africa: Sectoral and intra-
sectoral impact and policy implications. Journal of Policy Modeling, 42, 1228–1247.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jpolmod.2020.05.002
Monica, C. A., Mawra, T., & Yulianita, A. (2017). Analisis Potensi Daerah Sebagai Upaya
Meningkatkan Perekonomian Daerah di Sumatera Bagian Selatan. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 15(1).
Mudzakir, A. K. (2006). Peranan Sektor Perikanan Pada Perekonomian Jawa Tengah: Analisis
Input Output. 4, 359–371.
Satrianto, A., & Sasongko, B. (2019). Determination Of The Same Leading Sectors In Blitar
City. Journal of Economic and Policy, 12(2), 382–402.
https://doi.org/10.15294/jejak.v12i2.22616
Siwu, H. F. D. (2017). Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Pembangunan
Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 18(6), 1–11. https://www.mendeley.com/library/
Sjafrizal. (2016). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi (1st ed.). Rajawali
Pers.
Statistik, B. P. (2021). Statistik Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2020
(1101002.19).
Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Kencana
(Prenada Media).
Susila, W. R., & Setiawan, I. D. (2016). Peran Industri Berbasis Perkebunan dalam Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro
Ekonomi, 25(2), 125. https://doi.org/10.21082/jae.v25n2.2007.125-147
Tutupoho, A. (2019). Analisis Sektor Basis Dan Sektor Non Basis Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Provinsi Maluku (Studi Kasus Kabupaten Kota). Cita Ekonomika: Jurnal
Ekonomi, 13(1), 1–18.
Widodo, T. (2006). Perencanaan Pembangunan Teori dan Aplikasi. UPP STIM YKPN.
Williams, C., Davies, W., Clark, R. E., Muench, A., & Hyder, K. (2020). The economic
contribution of sea angling from charter boats: A case study from the south coast of
England. Marine Policy, 119. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.marpol.2020.104066
Williams, R. A., & Kinard, J. C. (2003). A strategy for economic development of the forestry
sector in Tomsk, Russia. Journal of Forestry, 101(5), 36–41.
https://doi.org/10.1093/jof/101.5.36
Yulia, Baga, L. M., & Tinaprilla, N. (2015). Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor
Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jurnal Agribisnis
Indonesia, 3(2), 159–176.
Yulianti, A. (2019). Potentials of Leading Sectors in Bangka Belitung Island Province on 2013-
2017. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 18(01), 39–50.

Anda mungkin juga menyukai