Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL EVALUASI PENDIDIKAN

EVALUASI PEMBELAJARAN PSR

Disusun Oleh :

Ria Agustina : 2013003068

JURUSAN/PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA 2017
A. Evaluasi Pendidikan
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai. Evaluasi merupakan proses
penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Setiap siswa
mempunyai kemampuan yang bervariasi dari yang cepat, sedang dan lambat.
Sebelum mengevaluasi hal perlu diperhatikan adalah prinsip evaluasi, manfaat
evaluasi, syarat melakukan evaluasi dan tujuan melakukan evaluasi. Namun,
sekarang ini guru kurang memperhatikan hal tersebut serta banyak dijumpai guru
yang memanipulasi nilai siswa. Akibat dari memanipulasi nilai akan berdampak
buruk bagi siswanya.
Seorang guru yang merasa bertanggung jawab atas penyempurnaan
pengajarannya, maka ia harus mengevaluasi pengajarannya itu agar ia mengetahui
perubahan apa yang seharusnya diadakan (Popham & Baker, 2008: 112). Siswa
juga harus dievaluasi. Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar
dapat menggambarkan kemampuan para siswa yang dievaluasi. Dalam
pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khusunya di kelas, guru adalah pihak
yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Kesalahan utama yang sering terjadi
di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu,
seperti pada akhir materi, pertengahan, dan/atau akhir suatu program pengajaran.
Penyimpangan-penyimpangan dalam mengevaluasi pun dapat terjadi apabila guru
tersebut memanipulasi hasil belajar siswanya (Sukardi, 2011: 2).
Mengadakan evaluasi meliputi dua langkah yaitu mengukur dan menilai.
Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Menilai adalah
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Guru
sebelum melakukan evaluasi juga harus melakukan pengukuran dan penilaian
terhadap siswanya (Arikunto, 2010: 3).
Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses
belajar mengajar. Percapaian perkembangan siswa perlu diukur, baik posisi siswa
dalam proses belajar individu maupun posisinya di dalam kegiatan kelompok. Hal
yang demikian perlu disadari oleh guru karena pada umumnya siswa masuk kelas
dengan kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang dengan cepat menangkap
materi pelajaran, tetapi ada pula yang tergolong memiliki kecepatan biasa dan ada
pula yang tergolong lambat. Guru dapat mengevaluasi pertumbuhan kemampuan
siswa tersebut dengan mengetahui apa yang mereka kerjakan pada awal sampai
akhir belajar (Sukardi, 2011: 2).
Sebelum mengevaluasi seorang guru hendaknya mengetahui prinsip-
prinsip evaluasi. Keberadaan prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting,
karena dengan memahami prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau keyakinan
bagi dirinya atau guru lain guna merealisasi evaluasi dengan cara benar. Menurut
Slameto (2001:16) evaluasi harus mempunyai minimal tujuh prinsip berikut:
1) terpadu,
2) 2) menganut cara belajar siswa aktif,
3) 3) kontinuitas,
4) 4) koherensi dengan tujuan,
5) 5) menyeluruh,
6) 6) membedakan (diskriminasi), dan
7) 7) pedagogis.
Evaluasi untuk suatu tujuan tertentu penting, tetapi ada kemungkinan tidak
menjadi bermanfaat lagi untuk tujuan lain. Oleh karena itu, seorang guru harus
mengenal beberapa macam tujuan evaluasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar mereka dapat merencana dan melakukan evaluasi dengan bijak dan tepat.
Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan
kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku (Sukardi,
2011: 8). Evaluasi yang baik harus memiliki syarat seperti berikut:
1) valid,
2) andal,
3) objektif,
4) seimbang,
5) membedakan,
6) norma,
7) fair, dan
8) praktis.
Di samping kedelapan persyaratan yang perlu ada dalam kegiatan evaluasi,
ada beberapa tujuan mengapa evaluasi dilakukan oleh setiap guru. Selain untuk
melengkapi penilaian, secara luas evaluasi dibatasi sebagai alat penilaian terhadap
faktor-faktor penting suatu program termasuk situasi, kemampuan, pengetahuan,
dan perkembangan tujuan.
Apabila guru tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana
mengevaluasi yang baik dan sesuai maka akan berakibat melemahnya moral guru.
Salah satu kenyataannya adalah melakukan kecurangan dengan memanipulasi
nilai raport siswa, tujuannya untuk mendapatkan predikat sekolah berkualitas
baik. Bahkan, praktik memanipulasi nilai inipun sudah dipraktikan pada jenjang
rendah yaitu SD/MI.
Tuduhan kecurangan guru dalam manipulasi nilai terkadang ditepis
dengan bermacam alasan. Adanya rasa kasihan kepada siswanya, anggapan agar
gurunya berhasil dalam proses belajar mengajar ataupun karena media dan metode
belajar yang digunakan belum memadai. Sebenarnya guru hanya menginginkan
cara cepat dan instan dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
Entah sebenarnya ada kesalahan dalam media atau metode pembelajaran yang
digunakan sehingga menyebabkan anjloknya nilai siswa. Karena tidak mau repot,
gurupun akhirnya memanipulasi nilai dengan seenaknya tanpa peduli kemampuan
siswa.
Pemberian nilai yang tidak disesuaikan dengan kemampuan siswanya akan
berakibat pada ras puas dan tingkat percaya diri tinggi pada siswanya. Semakin
puas dan semakin percaya diri seorang siswa, keinginan untuk belajar menjadi
lebih baik lagi mulai surut. Mereka beranggapan untuk mendapatkan nilai yang
baik tidak perlu belajar lebih giat lagi. Padahal sebenarnya antara nilai yang
diterima dengan kemampuan individu tidak sebanding.
Kecenderungan sekolah mendapat sandangan berpredikat baik dengan cara
curang, perlu ditiadakan. Percuma saja menyandang predikat baik namun output
yang dihasilkanya bermutu rendah. Lebih baik jika memberikan nilai apa adanya
daripada memberikan nilai yang tidak sesuai dengan kemampuan siswanya.
Karena dampak yang akan ditimbulkan dari manipulasi nilai lebih buruk.
Jika praktik manipulasi nilai terus terjadi dalam dunia pendidikan jenjang
SMA, SMP bahkan SD, kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.
Pendidikan yang semestinya mengajarkan siswa menjadi pandai, kini pendidikan
mengajarkan siswa menuju pembodohan. Pembodohan yang nyata berasal dari
pemberian nilai raport. Pembodohan dikalangan para penerus bangsa Indonesia.
Kehancuran pendidikan sudah ada di depan mata. Tinggal bagaimana kita sebagai
pendidik dan penerus bangsa bisa mengatasinya.
Penuntasan belajar menggunakan remedial teaching disebut-sebut sebagai
dasar dalam pemberian nilai. Padahal prosedur remedial teaching dilakukan dalam
batasan waktu. Jika dalam batasan waktu tertentu seorang siswa dinyatakan masih
belum tuntas, nilai yang diperoleh siswa tersebut dituliskan apa adanya di raport
sesuai dengan nilai sesungguhnya tanpa ada penambahan nilai sebagai “embel-
embel” kasihan.
Sebenarnya saat memanipulasi nilai raport, hanya siswalah yang menerima
dampak buruknya. Lebih lama lagi dampak ini berakibat pada kualitas guru
bangsa Indonesia. Para pendidik yang sebenarnya belum mampu menjadi
pendidik, dianggap sangat professional mencetak peserta didik menjadi pandai.
Hampir separuh dari keseluruhan siswa mendapatkan nilai baik. Jika dilihat
sekilas, kemampuan seorang guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut
sudah mencapai tujuan yang telah dirancang. Keprofesionalan semu dari guru
tertutupi dengan nilai siswanya yang menjulang tinggi. Ini merupakan borok
pendidikan bangsa yang masih tertutupi.

 PROF DR DJOHAR MS; Sistem Pendidikan Indonesia Perlu Diperbaiki

Pembangunan pendidikan di Indonesia membutuhkan pilar kokoh serta


perencanaan yang cermat. Sayangnya, sistem pendidikan yang saat ini ada masih
terdapat beberapa kekurangan yang harus diperbaiki. Baik itu yang terkait dengan
kualitas SDM, pemerataan pendidikan maupun evaluasi pembelajaran bagi peserta
didik. "Saya kira hari pendidikan nasional adalah momentum yang tepat untuk
melakukan evaluasi diri terhadap berbagai persoalan yang ada. Sehingga sistem
pendidikan yang digunakan sesuai dengan ajaran dan harapan dari Ki Hadjar
Dewantara," kata Pakar Pendidikan sekaligus Rektor Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa (UST) Prof Dr Djohar MS kepada KR, Minggu (1/5).
Djohar menyatakan, membangun pendidikan tidak bisa dilakukan secara
asal-asalan, tapi harus dilandasi dengan pilar yang kokoh. Untuk bisa
mewujudkan hal itu perbaikan sistem pendidikan harus dilakukan secara
menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong. Karena dengan cara tersebut diharapkan
bisa tercipta pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
"Adanya sistem among seperti yang selama ini diajarkan oleh Ki Hadjar
Dewantara terbukti cukup efektif. Jadi tidak ada salahnya apabila sistem tersebut
diterapkan kembali. Saya optimis apabila guru bisa mewujudkan ajaran-ajaran itu,
kemandirian anak akan bisa terwujud," papar Djohar.

Lebih lanjut mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu


menambahkan, pemerintah dan stakeholders terkait harus segera mengembalikan
pilar-pilar yang mendukung pendidikan. Tentunya semua itu harus dilakukan
secara menyeluruh (bersifat nasional) dan tidak hanya bersifat lokal. Pasalnya jika
hal itu tidak segera diwujudkan kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan
tidak bisa diatasi secara tuntas. "Jujur saja dalam kondisi dunia pendidikan seperti
sekarang untuk mewujudkan hal itu tidak mudah. Sebab selain membutuhkan
sinergitas dari berbagai pihak, juga perlu diimbangi dengan keseriusan dan
perencanaan yang baik," terangnya. (Ria)-g
B. Ringkasan Artikel Tentang Tujuan dan Manfaat Evaluasi Pendidikan
1. Menurut  Muchtar Buchari  mengemukakan, ada dua tujuan evaluasi
dalam Pendidikan, yaitu;
a.  Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang
dipergunakan dalam jangka waktu tertentu..
2. Manfaat dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran ada
beberapa hal, diantaranya yang penting adalah:
a. Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang
telah berlangsung/dilaksanakan pendidik,
b. Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil
pembelajaran
c. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka
upaya meningkatkan kualitas keluaran
d. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan
Tuhannya, maksunya Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya
kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku
yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
e. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan
masyarakat, maksudnya Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan
nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak
yang mulia dan disiplin.
f. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan
alam sekitarnya, maksudnya Bagaimana peserta didik berusaha
mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam
sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi
kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
g. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah Swt.,
khalifah Allah Swt., serta anggota masyarakat, maksudnya Bagaimana
dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah
dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam
budaya, suku dan agama. 
C. Analisis suatau karya seni lukis

Tema dalam lukisan diatas meliputi tentang sosial dan budaya yang
terdapat di indonesia, yang memiliki beraneka ragam suku, budaya, ras, daerah,
kepercayaan agama dan lain-lain. Susana yang menggambarkan kerukunan dan
kebersamaan dalam riangnya sebuah acara adat atau pekan raya yang diadakan di
suatu daerah di indonesia.

Teknik yang digunakan dalam pengambaran karya diatas sangat lah baik
dan mampu menerjemahkan unsur unsur yang terdapat dalam proses pengkaryaan
seperti, kematangan dalam menggaris, pembentukan bidang dan ruang ,
penempatan warna yang menggambarkan malam, pakaian adat, area tempat
tersebut serta tekstur dalam masing-masing aspek pada objek karya.

Kebaruan yang terdapat dalam karya tersebut tidak terlalu terlihat karena
pada dasarya di indonesia sendiri sudah banyak pelukis yang melukis bertajuk
tradisional atau bisa kita sebut seni rupa tradisional. Karya seni rupa tradisional
tersebar luas dari ujung Barat hingga ujung Timur kepulauan Nusantara
(Indonesia). istilah seni rupa tradisional kerap ditujukan kepada karya seni rupa
non Barat. Sifatnya yang mentradisi dan tidak berubah ini menjadi pembeda
utama dengan karya seni rupa Modern yang senantiasa menuntut inovasi dan
kebaruan. Ciri lain dari karya-karya seni rupa tradisional ini adalah latar belakang
penciptaan atau pembuatannya yang senantiasa terikat oleh fungsi atau konteks
tertentu. Pada karya-karya komunal seperti itu, peran ekspresi individu
senimannya nyaris tidak tampak. Hak penciptaan karya seni rupa bukan milik
perorangan tetapi milik masyarakat pendukungnya dan dengan apresiasi yang
tepat diharapkan dapat menghasilkan inovasi karya-karya seni rupa yang memiliki
ciri khas Indonesia.

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan.


Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan
bagaimana supaya dapat merasakannya. Dalam karya tersebut pengambaran
tentang keharmonian sangat lah terlihat, tidak terdapat perbedaan yang mencolok
antar unsur serta komposisi yang selaras antar bentuk dan objek yang seimbang
dan menyatu.

Ekspresi/fungsi, dalam lukisan diatas pengambaran yang sangat terlihat


iyalah susana yang terjadi pada sebuah perayaan atau acara adat. Sehingga mampu
memberi inplus kepada penikmat lukisan tentang kesenangan dan keindahannya.

D. Daftar Rujukan

Sukardi, M. 2011. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: Bumi


Aksara.

Popham, James, dan Baker, Eva L. 2008. Teknik Mengajar secara Sitematis.
Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

http://avh-pavih.blogspot.com/2012/11/pembodohan-bangsa-akibat-
manipulasi.html

http://penelitiandanevaluasipendidikan.blogspot.com/2012/04/kuliah-online-
evaluasi-semua-prodi-fkip.html

http://yudafauzy.blogspot.co.id/

http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6112#.WMoZBGf-vIV

Anda mungkin juga menyukai