Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

BLOK KELUHAN KARDIOVASKULER


OBAT-OBAT YANG BEKERJA PADA SISTEM KARDIOVASKULER

OLEH :
Nama : Salsabila Qothrunnada
Nim : 1910911220045
Kelompok : 15

ASISTEN DOSEN :
SELVIA DAMAYANTI (NIM. 1710911120039)
DOSEN PENGAMPU :
dr. Alfi Yasmina M.Kes, M.Pd.Ked, Ph.D

DIVISI FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
A. Maksud Praktikum
Memahami efek obat-obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler

B. Probandus
Tikus

C. Bahan-Bahan
1. Adrenaline
2. Noradrenaline
3. Phenylephrine
4. Isoprenaline
5. Atenolol
6. Glyceryl trinitrate
7. Verapamil
8. Angiotensin II
9. Losartan
10. Captopril
11. Digoxin
12. Adenosine

D. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Kanula arteri
2. Kanula ventrikel kiri
3. Kanula vena
4. Pithing rod
5. Pressure transducer
6. Injektor obat

E . Cara Kerja
Praktikum ini dilakukan menggunakan simulator software RatCVS. RatCVS
merupakan simulator yang menunjukkan efek stimulasi saraf dan efek obat
pada sistem kardiovaskuler. Langkah-langkah yang dilakukan untuk praktikum
ini adalah sebagai berikut:
1. Buka software RatCVS (The Vrtual Rat) versi 3.3.7 yang sudah di-install ke
komputer.
2. Layar yang anda lihat adalah sebagai berikut:

Parameter-parameter yang dinilai adalah:


a. ABP, yaitu arterial blood pressure (tekanan darah arterial),
b. LVP, yaitu left ventricular pressure (tekanan ventrikel kiri),
c. VBP, yaitu venous blood pressure (tekanan darah vena),
d. HF, yaitu heart contractile force (kekuatan kontraktilitas jantung), dan
e. HR, yaitu heart rate (denyut jantung).
3. Untuk pelaksanaan praktikum ini, tikus dianestesi umum dan diberikan
ventilasi artifisial. Kanula arteri dimasukkan ke dalam arteri femoralis, kanula
venosa dimasukkan ke dalam vena femoralis, dan kanula ventrikel dimasukkan
ke dalam ventrikel kiri. Kanula arteri dihubungkan ke pressure transducer
untuk mengukur ABP. Kanula ventrikel dihubungkan ke pressure transducer
untuk mengukur LVP. Kanula venosa dihubungkan ke pressure transducer
untuk mengukur VBP. HF dihitung dari nilai LVP, dan HR dihitung dari ABP.
4. Pilihlah “Normal Rat” untuk melihat efek obat seperti pada kondisi
sebenarnya (korda spinalis utuh dan refleks baroreseptor penuh).
5. Lakukan eksperimen-eksperimen a sampai g di bawah ini.
Setiap pemberian obat direkam sepanjang minimal 1 kotak besar. Setiap
selesai 1 eksperimen, bisa diklik Edit > Copy Image untuk mengkopi gambar
ke file lain, atau di-Print (menu File > Print).
Untuk setiap eksperimen, catat kelima parameter di atas setiap dilakukan
pemberian obat (lihat Tabel). Cara mendapatkan angka kelima parameter itu,
geser garis hijau ke kanan atau ke kiri untuk memposisikannya di lokasi yang
anda inginkan, dan angkanya akan muncul pada garis hijau tersebut.
Untuk memulai lagi eksperimen berikutnya, klik “New Experiment”.
a. Start – Phenylephrine (10 µg/kg) – Glyceryl trinitrate (20 mg/kg) – Stop.
b. Start – Noreadrenaline (10 µg/kg) – Verapamil (1 mg/kg) – Stop.
c. Start – Adrenaline (10 µg/kg) – Atenolol (20 mg/kg) – Stop.
d. Start – Angiotensin II (1 µg/kg) – Losartan (20 mg/kg) – Stop.
e. Start – Phenylephrine (10 µg/kg) – Captopril (20 mg/kg) – Stop.
f. Start – Digoxin (20 mg/kg) – Stop.
g. Start – Isoprenaline (10 µg/kg) – Adenosine (10 mg/kg) – Stop.
6. Bahas hasil eksperimen berdasarkan mekanisme kerja obat terhadap parameter
parameter tersebut.
7. Tabel hasil eksperimen
F. Hasil Eksperimen
No Eksperimen ABP LVP VBP HF HR
Normal 161,65 - 8,6468 - 238,4
1 Phenylephrine 217,93 - 7,3034 - 203,22
Glyceryl trinitrate 118,12 - 8,3781 - 415,05
Normal 159,45 163,85 8,5979 9,3405 236,05
2 Noradrenalin 220,57 221,15 7,4255 10,982 263,41
Verapamil 121,93 122,08 8,1094 6,3605 292,33
3 Normal 163,12 163,7 8,5735 9,3405 228,24
Adrenaline 160,48 162,09 10,528 14,167 425,21
Atenolol 155,79 156,23 9,575 10,064 289,2
4 Normal 163,41 163,7 8,5735 9,3405 231,36
Angiotensin II 223,5 222,77 6,4729 9,1353 213,39
Losartan 139,96 140,4 9,4284 9,3991 373,62
Normal 163,56 164,14 8,5735 9,3405 232,93
5 Phenylephrine 205,91 206,79 7,5721 9,233 206,35
Captopril 154,76 155,5 9,1842 9,3698 313,43
Normal 163,41 163,7 8,5735 9,3405 231,36
6 Digoxin 164 175,72 8,427 15,33 227,45
Normal 161,21 161,65 8,5979 8,979 230,58
7 Isoprenaline 117,98 8,2071 10,552 17,284 653,44
Adenosine 81,339 81,778 11,407 8,5491 276,7

Lampiran eksperimen
1. Start – Phenylephrine (10 µg/kg) – Glyceryl trinitrate (20 mg/kg) – Stop.

ABP

50 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Phe 10 ug/kg
GTN 20 mg/kg

20 s
2. Start – Noreadrenaline (10 µg/kg) – Verapamil (1 mg/kg) – Stop.

ABP

50 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Nor 10 ug/kg
Ver 1 mg/kg

20 s

3. Start – Adrenaline (10 µg/kg) – Atenolol (20 mg/kg) – Stop.

ABP

20 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Adr 10 ug/kg
Ate 20 mg/kg

20 s

4. Start – Angiotensin II (1 µg/kg) – Losartan (20 mg/kg) – Stop.


ABP

50 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
An2 1 ug/kg
Los 20 mg/kg

20 s

5. Start – Phenylephrine (10 µg/kg) – Captopril (20 mg/kg) – Stop.

ABP

50 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Phe 10 ug/kg
Cap 20 mg/kg

20 s

6. Start – Digoxin (20 mg/kg) – Stop.


ABP

20 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Dig 20 mg/kg

20 s

7. Start – Isoprenaline (10 µg/kg) – Adenosine (10 mg/kg) – Stop.

ABP

20 mmHg

LVP

-1 mmHg

VBP

-1 mmHg

HF

-1

HR

-1 BPM
Iso 10 ug/kg
Ade 10 mg/kg

20 s
G. Pembahasan
Jantung adalah salah satu organ dalam tubuh manusia yang terus bekerja
selama kehidupan berlangsung. Kerja jantung dipengaruhi oleh berbagai hal, baik
dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh. Berbagai contoh hal yang bisa
mempengaruhi kerja jantung, antara lain cuaca, kondisi psikis, obat, dan lain-
lainnya. Pada praktikum ini, diberikan beberapa obat yang bisa mempengaruhi
kerja jantung. Pada percobaan pertama, tikus diberikan phenylephrine yang
merupakan agonis dari reseptor alfa. Obat-obat yang bekerja agonis dengan
reseptor alfa akan banyak mempengaruhi mata sehingga terjadi midriasis. Namun,
obat ini juga bisa bekerja pada jantung dan pembuluh darah. Phenylephrine akan
meningkatkan kontraktilitas jantung, menurunkan denyut jantung, dan juga
menaikkan tekanan darah.[1] Maka dari itu, pada percobaan pertama injekasi
phenylephrine terlihat bahwa grafik pada HR meningkat dibandingkan dengan
sebelumnya. Glyceryl trinitrate atau nitrogliserin pada dosis tinggi akan
menyebabkan venodilatasi dan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan sistolik
maupun diastolic akan menurun, curah jantung berkurang, dan sebagai
mekanisme kompensasi akan meningkatkan frekuensi denyut jantung
(takikardia).[1] Noradrenalin bekerja pada reseptor α dan juga β, dimana apabila
bekerja di reseptor β akan berefek pada peningkatan kontraktilitas jantung, dan
[1]
juga meningkatkan denyut jantung. Verapamil merupakan obat yang tergolong
dalam calcium channel blocker. Kontraksi jantung dipengaruhi oleh
meningkatnya ion Ca2+ ke dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi, sehingga
apabila diberi obat yang bersifat calcium channel blocker, ion kalsium tidak akan
bisa masuk ke sitosol sehingga kontraksi tidak akan terjadi. Selain itu, obat CCB
akan juga akan menghambat konduksi nodus AV. Sebagai kompensasinya,
jantung meningkatkan denyutnya.[2] Adrenalin atau epinefrin bekerja pada
reseptor α dan juga β. Adrenalin akan meningkatkan kontraksi jantung dan
memperpendek waktu relaksasi. Akibatnya, curah jantung bertambah. Pada saat
awal pemberian adrenalin secara injeksi, tekanan darah akan naik secara drastic
dan kemudian berangsur turun sampai di bawah normal kemudian akan Kembali
ke tekanan darah normal.[2] Atenolol merupakan obat anti-hipertensi yang bersifat
β-blocker. Reseptor β terdapat di jantung dan juga otot polos. Atenolol bersama
beberapa obat lainnya, seperti asebutolol, metropolol, dan bisoprolol termasuk
dalam β-blocker yang cardioselective, artinya obat-obat itu hanya akan bekerja
pada reseptor β1 yang terdapat di jantung. Sehingga untuk pasien yang memiliki
riwayat asma atau bronkospasme, obat-obatan itu aman untuk dikonsumsi. Pada
jantung, terdapat reseptor β yang dapat menyebabkan peningkatan konduksi
atrium dan ventrikel dan meningkatkan kontraktilias otot jantung baik di atrium
maupun di ventrikel. Selain itu reseptor ini juga terletak di nodus SA sehingga
menyebabkan denyut jantung meningkat. Apabila reseptor ini diblokir, maka
efeknya akan berupa denyut jantung menurun, kontraktilitas otot jantung
berkurang, dan menurunkan tekanan darah.[2] Renin merupakan disekresi oleh
jukstagromerular dan akan memecah angiotensinogen menjadi Angiotensin-1
yang tidak aktif. Selanjutnya, A1 akan dikonversi oleh ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) menjadi Angiotensin-2. A2 bekerja pada berbagai reseptor
yaitu otot polos vaskuler, korteks adrenal, jantung, dan juga system saraf pusat.
Akibatnya, curah jantung dan denyut jantung meningkat. Losartan merupakan
obat yang memiliki sifat Angiotensin-Receptor Blocker, sehingga A2 tidak akan
bekerja dan menyebabkan penurunan curah jantung dan juga denyut jantung.
Obat-obatan ARB cenderung lebih efektif digunakan karena ia bekerja untuk
menghambat kerja angiotensin secara lebih menyeluruh daripada ACE-
Inhibitor.[2] Captopril merupakan obat yang bersifat ACE-Inhibitor dan efeknya
sama seperti obat dengan golongan ARB. Obat ini bekerja dengan menghambat
konversi A1 menjadi A2 pada system Renin Angiotensin.[1] Digoxin merupakan
obat anti-arritmia. Tujuan utama pemberian digoxin pada pasien atrial fibrillation
adalah untuk mengontrol denyut jantung sehingga menurunkan gejala dan
mencegah terjadinya gagal jantung (HF).[3] Digoxin merupakan obat digitalis yang
dapat meningkatkan kontraktilitas myocardium atrium maupun ventrikel.[2]
Digoxin diberikan apabila obat ACEI dan diuretic tidak dapat mengontrol gejala
pada pasien. Digoxin juga dapat digunakan pada pasien yang memiliki bunyi
jantung ketiga dan jantung terdilatasi. Namun, toksisitas digoxin masih sering
terjadi, diantaranya menyebabkan perubahan penglihatan dan gangguan pada
system pencernaan.[1] Isoprenalin merupakan agonis reseptor β sehingga
pemberian isoprenaline akan menyebabkan meningkatnya kontraktilitas jantung
dan meningkatkan denyut nadi dan juga curah jantung. Isoprenalin bekerja secara
khusus pada reseptor β2 dan mampu bekerja secara antagonis untuk mencegah
bronchokonstriksi pada asma bronkial.[1] Adenosin bekerja pada vasodilatasi arteri
coronaria dan banyak digunakan untuk terapi penyakit pada arteri coroner.
Adenosin memiliki efek pada aktivasi dari reseptor A2, tepatnya pada subtype
R.[4]
H. Kesimpulan
Kerja jantung dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah obat-obatan.
Obat yang digunakan untuk terapi pada penyakit jantung terbagi menjadi beberapa
menurut cara kerjanya, seperti β-blocker, Calcium-channel blocker, diuretic,
digitalis, agonis reseptor β, ACEI, ARB, vasodilator, dan yang lainnya. Β-blocker
berfungsi untuk menghambat reseptor β, contoh obatnya adalah propranolol,
asebutolol, atenolol, dan lain sebagainya. Β-blocker dibagi lagi menjadi dua
kategori, yaitu kardioselektif dan non-kardioselektif. Kardioselektif hanya akan
bekerja pada jantung. Calcium-channel blocker bekerja dalam menghambat kanal
kalsium sehingga otot tidak dapat berkontraksi, contoh obatnya adalah verapamil,
amlodipine, nifedipine, dan lainnya. Contoh obat diuretic adalah thiazide. Obat
digitalis memiliki toksisitas yang tinggi sehingga pemakaiannya perlu kehati-
hatian, contohnya seperti digoxin. Obat ACEI adalah obat yang menghambat
konversi angiotensin 1 ke angiotensin 2 pada system renin-angiotensin. Contoh
obatnya adalah captopril, enalapril, dan lisinopril. Obat ARB atau Angiotensin
Receptor Blocker bekerja dalam menghambat kerja angiotensin secara
keseluruhan. Contoh obatnya adalah losartan dan kandesartan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar &
Klinik, Vol.2,Edisi 12,Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
2. Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI.2007.
3. Zang, WT, et al. Digoxin Use and Adverse Outcome in Patients with Atrial
Fibrilation. Medicine. 2016: 95 (12).
4. Gaudry, M, et al. Adenosine and Its Receptors: An Expected Tool forthe Diagnosis
and Treatment of Coronary Artery andIschemic Heart Diseases. Int. J. Mol. Sci.
2020:21;5321

Anda mungkin juga menyukai