Anda di halaman 1dari 22

FARMASI FISIKA

DISPERSI KASAR

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Annisa Vera Zaskia (050117A009)


2. Aries Andriano Kaka (050117A010)
3. Chairunnisa (050117A019)
4. Dhea Herlina Okvialita (050117A027)
5. Selamet Riadi (050115A084)

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

APRIL 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Meso Di Hati dengan mereview junal “Farmasi Fisika Dispersi
Kasar” tepat pada waktunya

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai tentang farmasi fsikia dispersi kasar.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita sekalian.

Ungaran, 4 April 2021

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
BAB II ISI............................................................................................... 5
A. Pengertian Dispersi Kasar (Suspensi dan Emulsi)............... 5
a. Ciri-Ciri Dispersi Kasar....................................................... 5
b. Perbedaan Kedua Bentuk Sediaan....................................... 8
c. Kriteria Suspensi dan Emulsi Yang Baik............................. 9
d. Kelebihan dan Kekurangan Suspensi dan Emulsi................ 9
e. Contoh Aplikasi Suspensi dan Emulsi diBidang Farmasi. . . 10
B. Emulsifying Agent Pada Emulsi.......................................... 25
a. Pengertian Emulsifying Agent ............................................ 25
b. Tujuan Pemberian Emulsifying Agent................................. 26
c. Surfaktan Beserta Strukturnya ............................................ 26
d. Mekanisme Surfaktan Mempertahankn Kestbilan Emulsi... 26
e. Kategori Emulsifying Agent................................................ 26
f. HLB dan Kategori Nilai HLB.............................................. 55
C. Tipe Emulsi ......................................................................... 55
D. Stabilitas Fisik Emulsi.......................................................... 55
BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 69

iii
JOBDESK
1. Annisa Vera Zaskia (050117A009)
Membuat BAB 1
2. Aries Andriano Kaka (050117A010)
3. Chairunnisa (050117A019)
Daftar Isi, Halaman
Membuat BAB 2 & BAB 3
4. Dhea Herlina Okvialita (050117A027)
Membuat BAB 2 & BAB 3
5. Selamet Riadi (050115A084)

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dispersi kasar atau suspensi adalah sistem dua fase yang
heterogen, tidak jernih dan memiliki diameter partikel lebih besar dari 10−5
cm. Partikel-partikel suspensi dapat dilihat dengan mikroskop biasa,
mudah diendapkan, dan tidak dapat meewati kertas saring biasa maupun
membran semipermeabel.
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang
tidak mau campur, biasanya air dan minyak dimana cairan satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil,
butir-butir ini akan bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah. Flavor dan pengawet yang berada dalam fase
air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam kadar yang cukup
untuk memenuhi yang diinginkan. Emulglator merupakan komponen yang
penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief,1993).
Emulsifying agent atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu
menjaga kestabilan emulsi minyak dan air. Umumnya emulsifying agent
merupakan senyawa organik yang memiliki dua gugus, baik yang polar
maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur.
Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka antara dua fase cairan yang berbeda kepolarannya seperti
minyak/air atau air/minyak. Sifat yang unik tersebut menyebabkan
surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan adesif,
bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, serta telah
diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang industri makanan,
farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat dan agrokimia (Johnson, R.W. dan
Fritz, E., 1989).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu dispersi kasar (Suspensi atau Emulsi)?
2. Bagaimana ciri-ciri dispersi kasar?
3. Apa perbedaan kedua bentuk sedian tersebut?
4. Bagaimana kriteria suspensi dan emulsi yang baik?
5. Apa keuntungan dan kerugian kedua bentuk sediaan tersebut?
6. Apa contoh aplikasi dispersi kasar di bidang farmasi?
7. Apa itu emulsifying agent?
8. Apa tujuan diberikannya emulsifying agent?
9. Bagaimana gambaran surfaktan beserta strukturnya?
10. Bagaimana mekanisme surfaktan dalam mempertahankan kestabilan
emulsi?
11. Apa saja kategori emulsifying agent atau surfaktan?
12. Apa arti HLB (Hydrophile Lipophile Balance) dan kategori nilai
HLB?
13. Apa saja tipe emulsi?
14. Apa itu stabilitas fisik emulsi?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dispersi kasar.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri suspensi.
3. Untuk mengetahui perbedaan kedua bentuk sediaan tersebut.
4. Untuk mengetahui kriteria suspensi dan emulsi yang baik.
5. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian kedua bentuk tersebut.
6. Untuk mengetahui contoh aplikasi suspensi dan emulsi di bidang
farmasi.
7. Untuk mengetahui apa itu emulsifying agent.
8. Untuk mengetahui tujuan diberikannya emulsifying agent.
9. Untuk mengetahui gambaran surfaktan beserta strukturnya.
10. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme surfaktan dalam
mempertahankan kestabilan emulsi.
11. Untuk mengetahui apa saja kategori emulsifying agent atau surfaktan.
12. Untuk mengetahui apa arti HLB (Hydrophile Lipophile Balance) dan
kategori nilai HLB.
13. Untuk mengetahui apa saja tipe emulsi.
14. Untuk mengetahui apa itu stabilitas fisik emulsi.

3
BAB II
ISI
A. Dispersi Kasar (Suspensi & Emulsi)
a. Pengertian Suspensi.
Secara umum suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Sistem terdispers terdiri
dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase dispers, terdistribusi keseluruh
medium kontinu atau medium dispersi. Untuk menjamin stabilitas suspensi
umumnya ditambahkan bahan tambahan yang disebut bahan pensuspensi
atau suspending agent. Suspensi oral adalah sediaan cair rnengandung-
partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi-yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk
dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan sedangkan
yang lain berupa Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai "lotio"
termasuk dalam kategori ini. Suspensi tetes telinga adalah sediaan : cair
mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk di teteskan
telinga bagian luar. Suspensi optalmik adalah sediaan cair steal yang
mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi masses yang
mengeras atau penggumpalan. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan
berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal. Suspensi untuk
injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai

4
b. Pengertian Emulsi

Menurut FI IV, Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada
dua yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan water in oil
(W/O) atau air dalam minyak (A/M). Emulsi dapat di stabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi yang di sebut EMULGATOR atau
SURFAKTAN yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan
kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-
permukaan tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di
sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Sedangkan menurut
Formularium Nasional, emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari
dua fase cairan dalam sistem dispersi fase cairan yang satu terdispersi
sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan
oleh zat pengemulsi.

1. Ciri-Ciri Dispersi Kasar

Ciri-ciri suspensi antara lain;

a. Dispersi kasar.
b. Sifat campuran heterogen.
c. Dimensi partikel lebih dari 100 nm.
d. Sistem dua fase dan tidak stabil.
e. Dapat disaring.

Ciri-ciri emulsi antara lain;

a. Dispersi koloid.
b. Sifat campuran homogen secara makroskopis, namun heterogen secara
mikroskopis.
c. Dimensi partikel antara 1 – 100 nm.
d. Sistem dua fase dan relatif stabil.

5
e. Tidak dapat disaring, kecuali menggunakan penyaring ultra.
2. Perbedaan Antara Suspensi dan Emulsi
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa
dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum (Ansel, 2008).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Emulsi adalah jenis khusus dari dispersi koloid, yang memiliki setidaknya
satu dimensi antara sekitar 1 dan 1000 nm. Fase terdispersi kadang-kadang
disebut sebagai fase internal, dan kontinu sebagai fase eksternal. Emulsi juga
membentuk jenis sistem koloid yang agak istimewa karena tetesan sering
melebihi ukuran terbatas 1000 nm (Schramm, 1992). Emulsi dapat sebagai
produk akhir atau selama pemrosesan produk dalam berbagai bidang
termasuk industri makanan, industri pertanian, farmasi, kosmetik, dan dalam
bentuk makanan.
3. Kriteria suspensi yang baik menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah :
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
d. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
dituang
e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari Suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah :

a. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal


b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba, suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

Kriteria emulsi yang baik antara lain;

a. Stabil baik secara fisik dalam penyimpanan

6
b. Merupakan disperse homogen antara minyak dengan air
c. Fase dalam mempunyai ukuran partikel yang kecil dan sama besar
mendekati ukuran partikel koloid
d. Tidak terjadi creaming atau craking
e. Memiliki viskositas yang optimal
f. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas
obat
4. Keuntungan dan Kerugian Suspensi dan Emulsi
Kelebihan sediaan suspensi
a. Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
b. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih disukai dari
pada bentuk padat
c. Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah memberikan
dosis yang relatif lebih besar.
d. Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah di berikan untuk anak-
anak, jugamudah diatur penyesuain dosisnya untuk anak-anak dan dapat
menutupi rasa pahit.

Kelemahan sediaan suspensi

a. Suspensi memiliki kestabilan yang rendah


b. Jika terbentuk caking akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar di tuang
d. Ketepatan dosis lebih rendah dari pada bentuk sediaan larutan
e. Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi
(caking,flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan
suhu
f. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis
yang diinginkan.

Kelebihan dan Kekurangan Emulsi

7
a. Untuk melarutkan obat-obatan larut lemak
b. Meningkatkan absorpsi obat
c. Meningkatkan absorpsi obat secara topikal
d. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak
e. Meningkatkan palatabilitas nutrisi minyak

Kekurangan

a. Kurang stabil dibandingkan dengan bentuk sediaan lain


b. Memiliki waktu simpan yang pendek
c. Dapat terjadi creaming, cracking, dan flocculation selama masa
penyimpanan
5. Contoh aplikasi dispersi kasar di bidang farmasi
Menurut Chaerunisaa dkk (2009), suspending agent dibagi menjadi beberapa
golongan. Golongan pertama adalah polisakarida yang terdiri dari gom
akasia (gom arab)/PGA, tragakan, na-alginat (sodium alginat), starch
(amilum), karagen (chondrus extract), xanthan gum (polysaccharide b-1449/
corn sugar gum), serta guar gum (guar flour). Golongan kedua adalah
turunan selulosa, contohnya metilselulosa, CMC-Na (karboksimetil
selulosa), avicel, dan hidroksi etil selulosa. Golongan ketiga adalah clay
misalnya bentonit, aluminium-magnesium silikat (veegum), dan hectocrite
(salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat). Golongan keempat adalah
polimer sintetik contohnya golongan carbomer. Dalam penelitian ini, akan
dilakukan formulasi suspensi menggunakan kombinasi suspending agent
yaitu Pulvis Gummi Arabici (PGA) dan Carboxymethylcellulosum Natrium
(CMC-Na). Menurut Rowe dkk (2009), konsentrasi PGA sebagai
suspending agent adalah 5-10%. Menurut Nussinovitch (1997) dalam
Anggreini DB (2013), PGA pada konsentrasi kurang dari 10% memiliki
viskositas yang rendah dapat mempercepat terjadinya sedimentasi yang
menyebabkan sediaan menjadi tidak stabil. Oleh karena itu PGA
dikombinasikan dengan CMC-Na yang merupakan suspending agent yang
dapat meningkatkan viskositas serta dapat meningkatkan kestabilan dari

8
suspensi yang dihasilkan.Sedangkan pada emulsi Emulgator alam dari
tumbuh-tumbuhan
a. Gom arab Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu
- Kerja gom sebagai koloid pelindung. \
- Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan
cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi).
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
- Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
- Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak.
- Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak.
- Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.
- Balsam-balsam.
- Oleum lecoris aseli
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain : Pektin, metil selulosa, CMC 1-2

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :

a. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air). Adalah
emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air.
Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.
b. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak). Adalah
emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air
sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal.

B. Emulsifying Agent Pada Emulsi

 Pengertian emulsifying agent (Emulgator)


Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi
yang stabil (Anief,1993)

9
 Tujuan pemberian emulsifying agent
Untuk menstabilkan emulsi dengan penambahan bahan pengemulsi.
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film ( lapisan) disekeliling
butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah
terjadinnya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebgai fase terpisah
(Anief,1997)
 Surfaktan beserta strukturnya
Surfaktan adalah suatu senyawa kimia yang bersifat ampipilik dimana sifat
hidropilik dan hidropobik ada dalam satu molekul surfaktan. Surfaktan
dapat menurunkan tegangan permukaan suatu fluida sehingga dapat
mengemulsikan dua fluida yang tidak saling bercampur menjadi emulsi
sehingga surfaktan dibutuhkan oleh industri kosmetik, makanan,
tekstil, industri minyak bumi dan farmasi.

Sedangkan gugus hidropobik terdiri dari rantai alkil lurus, bercabang atau
rantai alkil tertutup atau gabungan dari rantai alkil lurus dan bercabang.
Gugus hidropobik dapat berupa rantai alkil:

10
1. Gugus alkil (R= CnH2n+1) baik alkil rantai lurus, bercabang, siklik
maupun alipatik. Atau campuran siklik-alipatik.
2. Rantai perfluorohidrokarbon sebagai contoh: Perfluoropolyethers
(PFPE) dengan struktur kimia (-CF2-O-CF2-).
3. Siloksan, sebagai contoh Aminopropiltrimetoksisilan (APTS).
4. Polyoxypropylen, polyoxybutilen. 4,4- Dimethoxybutan-2-ol, 3-
Methylpentane-1,2,5-triol, Hexane-1,3,5-triol, Trimethyl orthopropionate
(C6H14O3).
 Mekanisme surfaktan dalam mempertahankan kestabilan emulsi
Mekanisme penurunan tegangan permukaan oleh surfaktan dapat dipelajari
dari mekanisme penetrasi molekul surfaktan ke dalam fase hidropobik dan
hidropilik seperti yang digambarkan pada Gambar 1. Bagian kepala
bersifat hidropilik masuk ke fase hidropil dan bagian ekor bersifat
hidropobik masuk ke fase hidropobik. Interaksi dua gugus ke dalam dua
fase menyebabkan penurunan tegangan permukaan antar fase. Penurunan
tegangan permukaan dapat diamati pada perubahan bentuk tetesan minyak
di permukaan yang bersifat hidropilik. Minyak bersifat hidropobik, apabila
minyak diteteskan dipermukaan benda padat yang bersifat hidropilik,
bentuk tetesan adalah bulat disebabkan karena tegangan permukaan
tetesan minyak tidak sama dengan permukaan benda padat. Hal ini
disebabkan karena gaya kohesi molekul minyak lebih besar dibandingkan
dengan gaya adesi antara permukaan minyak dan padatan (Gambar 1a).
Setelah surfaktan ditambahkan ke permukaan antar fase, tetesan minyak
akan terdistribusi di permukaan padatan seperti terlihat pada Gambar 1b.

11
 Kategori emulsifying agent atau surfaktan (jelaskan per kategori nya dan
contohnya)
Emulsifying agent dapat dikategorikan sebagai emulsifying angent
nonionik yang biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan
farmasetik (Rieger, 1996). Emulsifying agent nonionik sangat resisten
terhadap elektrolit, perubahan pH dan kation polivalen (Aulton and Diana,
1991). Emulsifying agent nonionik memiliki bermacam-macam nilai
hydrophile-lipophile balances (HLB) yang dapat menstabilkan emulsi
M/A atau A/M.

12
Penggunaan emulsifying agent nonionik yang baik bila menghasilkan nilai
HLB yang seimbang antara dua emulsifying agent nonionik, dimana salah
satu bersifat hidrofilik dan yang lain bersifat hidrofobik.
Emulsifying agent nonionik bekerja dengan membentuk lapisan antar
muka dari droplet-droplet, namun tidak memiliki muatan untuk
menstabilkan emulsi.
Contoh kategori Emulsifying agent :
a) Twen 80 dan span 80 merupakan emulsifying agent yang sering
digunakan secara bersamaan. Tween 80 adalah emulsifying agent
larut air sehingga mampu membentuk emulsi tipe M/A.
Span 80 adalah emulsifying agent nonionik di mana gugus
lipofilnya lebih dominan. Dalam interfacial film theory, adanya
stable interfacial complex condensed film yang terbentuk saat
emulsifying agent yang bersifat larut air dicampurkan dengan
emulsifying agent yang bersifat larut lemak mampu membentuk
dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif dibandingkan
penggunaan emulsifying agent tunggal (Kim, 2005).
Span 80 dapat dimasukkan dalam basis tipe parafin untuk
membentuk basis tipe anhidrat yang mampu menyerap sejumlah
besar air (Anonim, 1988).
b) Ester sorbitan secara luas digunakan dalam kosmetik, produk
makanan, dan formulasi sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Ester
sorbitan secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai
emulsifying agent dalam pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk
penggunaan topical, Ketika digunakan sebagai emulsifying agent
tunggal, ester sorbitan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang
stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih sering
digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam proporsi
polysorbate untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik tipe M/A
atau A/M (Rowe et al., 2009).

13
c) Tween 80 atau Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol
dimana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi
dengan 20 molekul etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental
berwarna kuning dan agak pahit (Rowe, Sheskey, and Quinn,
2009). Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai
emulsifying agent (Smolinske, 1992). Tween 80 larut dalam air
dan etanol (95%), namun tidak larut dalam mineral oil dan
vegetable oil. Aktivitas antimikroba dari pengawet golongan
paraben dapat mengurangi jumlah polysorbate (Rowe et al., 2009)
Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi
topikal tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier
hidrofilik pada emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan
kemampuan menahan air pada salep, dengan konsentrasi 1-15%
sebagai solubilizer.
 Tentang HLB (Hydrophile Lipophile Balance) dan kategori nilai HLB
HLB adalah nilai untuk mengukur efisiensi surfaktan. Merupakan
perbandingan bagian yang larut oleh minyak dan karut oleh air dari suatu
molekul. Semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin besar kelarutannya
pada air.
Table pendekatan nilai HLB untuk surfaktan sebagai fungsi kelarutan
dalam air

14
Terdapat 2 jenis utama emulsi pada sistem HLB, yaitu minyak dalam air
(O/W) dan air dalam minyak (W/O). fase O/W merupakan fase kontinyu.
Bancroft mempostulatkan jika terdapat campuran antara dua fase dengan
ketersediaan surfaktan, makan pengemulsi membentuk fase ketiga sebagai
film pada antarmuka diantara dua fase yang bercampur bersama.

C. Cara Membedakan Tipe Emulsi Beberapa cara untuk membedakan tipe emulsi

1. Dengan pengenceran fase Emulsi yang sudah terbentuk dapat


diencerkan dengan fase luarnya. Emulsi tipe o/w dapat diencerekan
dengan air, sementara emulsi w/o dapat diencerkan dengan minyak.
2. Dengan pengecatan / pemberian warna Zat warna yang larut dalam
fase luar emulsi akan tesebar merata jika dimasukkan ke dalam emulsi.
Dibawah mikroskop akan terlihat sebagai berikut :
a. Emulsi diberi larutan Sudan III (larut dalam minyak) dapat
memberi warna merah pada emulsi tipe w/o
b. Emulsi diberi larutan metilen biru (larut dalam air) akan
memberikan warna biru pada emulsi tipe o/w
3. Dengan kertas saring Kertas saring yang ditetesi emulsi jika
meninggalkan noda minyak berarti tipe emulsi w/o, sebaliknya jika
terjadi basah merata berarti emulsi tersebut tipe o/w

15
4. Dengan konduktivitas listrik Emulsi yang dicelupkan dalam rangkaian
seri alat listrik dengan kawat, lampu neon dan stop kontak, jika lampu
neon menyala berarti tipe emulsi o/w, sedangkan jikan lampu neon
mati berarti emulsi tipe w/o.

D. Stabilitas Fisik Emulsi

Stabilitas suatu emulsi adalah suatu fisik emulsi untuk mempertahankan distribusi
halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang
panjang.

Stabilitas Emulsi bisa diliat dari fisik seperti contoh tidak terjadi creaming :
pemisahan emulsi menjadi beberapa lapis tetapi bila di gojog akan kembali
( flokulasi fase dispers akan kembali ), tidak terjadi cracking : pecahnya emulsi
yang tidak akan kembali bila digojog, dan tidak inversi : perubahan tipe emulsi
dari A/M ke M/A , ataupun sebaliknya.

16
BAB III

KESIMPULAN

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sistem terdispers terdiri dari partikel kecil yang
dikenal sebagai fase dispers, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium
dispersi. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in
water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan water in oil (W/O) atau air dalam
minyak (A/M). Emulsifying agent (Emulgator) merupakan komponen yang
penting untuk memperoleh emulsi yang stabil

17
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, R.W. dan Fritz, E., 1989, Fatty Acids in Industry, Process,
Properties,Derivates, Applications, Marcell Dekker Inc., New York.
Anief,Moh.1993.Farmasetika.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1978. Formularium Nasional. 2nd ed. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Kale, S.N. & Sharada, L.D., 2017. Emulsion Micro Emulsion and Nano Emulsion:
A Review. Sys Rev Pharm, 8(1), pp.39-4
Chaerunisaa AY, 2009, Farmasetika Dasar, Widya Padjajaran, Bandung, 95-97
Anonim, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta. Howard, C.
Ansel.(1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, UI Press, Jakarta
Farmakope Indonesia Edisi V (2014). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Ansel, H.C. (2008). Pengantar bentuk sediaan farmasi. (Edisi IV). Penerjemah:
Parida ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Anief,Moh.1997.Ilmu Meracik Obat.Universitas Gajah Mada:Yogyakarta
Rieger, M.M., 1996, Surfactants, in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., Banker,
G.S., (Eds), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System, Vol.1, 226-
227, Marcel Dekker Inc., New York
Aulton, M.E. and Diana M.C., 1991, Pharmaceutical Practice, 109, 111,
Longman Singapore Publishers Ptc Ltd, Singapore
Florence, A. T. and Atwood, D., 2006, Physicochemical Principles of Pharmacy,
4th ed., 239., Pharmaceutical Press, London
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th edition, 580-584, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association 2009, Washington D.C

Anonim, 1988, Emulgator dalam Bidang Farmasi, 70-71, Institut Teknologi


Bandung, Bandung
Voigt, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, ed IV, 330, 380, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta

18

Anda mungkin juga menyukai