Disusun Oleh:
Kelompok 1 (B1 / S1 Farmasi 2017)
1. Eka Pramuda W. (16020200029)
2. Elvina Arul A. A. (17020200022)
3. Erika Indrianti (17020200023)
4. Faniliyarani (17020200028)
5. Istilatifah (17020200040)
6. Moh. Fitro Indra G. (17020200052)
7. Siti Adetyara Y. R. (17020200080)
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 22
3.3 Susunan Formulasi ..................................................................................... 22
3.4 Cara Pembuatan ......................................................................................... 24
3.5 Evaluasi ...................................................................................................... 25
BAB 4. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 27
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Prinsip Percobaan ...................................................................................... 37
5.2 Analisa Prosedur ........................................................................................ 37
5.3 Analisa Hasil .............................................................................................. 39
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 43
6.2 Saran .......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44
LAMPIRAN .................................................................................................... 48
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menurut (Marriot et al., 2010), pertimbangan tersebut antara lain dapat menutupi
rasa obat yang tidak enak tetapi tetap harus diberikan dalam bentuk cair.
Obat – obat yang larut minyak (biasanya kurang dapat diterima oleh pasien) tetapi
harus diberikan dalam bentuk cairan sehingga diberikan dalam bentuk emulsi tipe
O/W (Oil in Water) yang relatif lebih enak, dapat ditambahkan rasa yang sesuai
(terutama untuk anak – anak dapat diberi rasa coklat, strawberry, jeruk, atau rasa
lain yang biasanya disukai anak – anak), kemudian proses emulsifikasi yang dapat
meningkatkan absorbsi minyak dalam dinding usus halus mengingat secara
alaminya proses pencernaan lemak juga melalui emulsifikasi dalam duodenum
dengan bantuan garam empedu. Efisiensi absorbsi ini terjadi karena adanya proses
homogenisasi yang memperkecil ukuran globul fase minyak. Berdasarkan uraian
di atas maka perlu dilakukan percobaan pembuatan emulsi oleum ricini serta uji
stabilitas fisik oleum ricini dari formulasi yang telah dibuat dengan PGS sebagai
emulgator.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi yang harus dilakukan pada sediaan
emulsi.
2. Untuk mengetahuhi dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
stabilitas emulsi.
3. Untuk mengetahui pembuatan emulsi oleum ricini yang sesuai dengan
menggunakan formulasi yang telah dibuat dan evaluasi yang telah dilakukan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Emulsi
2.1.1 Pengertian Emulsi
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil.
Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water(o/w) atau minyak dalam air (M/A), dan
water in oil (w/o) atau air dalam minyak (A/M).
Menurut Farmakope Indonesia edisi III Emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi adalah
suatu sistem terdispersi yang terdiri dari paling sedikit 2 fase cairan yang tidak
saling bercampur. Sebagian besar dari emulsi konvensional dalam farmasi
memiliki ukuran partikel terdispersi dalam diameter dari 0,1 sampai 100 mm. (
RPS 18 th : 298)
Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamika
yang terdiri dari 2 cairan yang tidak saling bercampur. (Lachman : 1029). Emulsi
adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak saling bercampur. Salah
satunya tersuspensi dengan bantuan emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran
diameter partikelnya 0.2 – 50 m. (Parrot : 354). Emulsi adalah sistem yang tidak
stabil secara termodinamika mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak
bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai globul-globul (fase pendispersi)
dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan adanya bahan
pengemulsi/emulgator.(Physical Pharmacy : 522)
Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan-tetesan kecil.(FI IV : 6). Emulsi yang
digunakan dalam farmasi adalah sediaan yang mengandung 2 cairan yang tidak
bercampur, satu diantaranya terdispersi secara seragam sebagai globul.( Scovilles
: 314). Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-
3
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak saling
bercampur.(Ansel : 376)
4
Tween yang dapat membentuk emulsi m/a. Sabun juga merupakan emulsifier
buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat
menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih
air(Winarno, 1992).
3. Zat Tambahan
Zat tambahan terdiri dari :
1. Pengawet
Menurut (Boylan,1994) ada tiga kriteria pengawet yang ideal yaiu:
a) Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas.
b) Pengawet harus stabil fisika kimian dan mikribiologis selama masa
berlaku produk tersebut.
c) Pengawet harus tidak toksis, mensesitasi, larut dengan memadai, dapat
bercampur dengm komponen-komponen formulasi lain dan dapat diterima
dilihat dari rasa dan bau pada konsentrasi yang digunakan (Boylan, 1994).
Adapun pengawet yang umum digunakan dalam sediaan farmasi
yaitu: asam benzoat 0,1%, Natrium benzoat 0,1%, atau kombinasi dari
metilparaben (0,05%) dan propilparaben (0,03) (Jenkins dkk, 1995).
2. Larutan dapar (Buffer)
Menurut (Boylan,1994), untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu
sistem harus didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus konsisten
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Dapar harus mempunyai kappasitas memadai dalam kisaran pH yang
diinginkan.
b. Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
c. Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempinyai efek merusak terhadap
stabilitas produk akhir.
d. Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima produk.
3. Zat Pembasah (wetting agent)
Dalam pembuatan suspensi penggunaan zat basah sangat berguna dalam
penurunan tegangan antar muka partikel padat dan cairan pembawa (Anief, 2012).
Zat pembasah yang sering digunakan dalam pembuatan suspensi adalah air,
alkohol, gliserin (Ansel, 1989). Zat-zat hidrofilik (sukar pelarut) dapat dibasahi
5
dengan mudah oleh air atau cairan-cairan polar lainnya sehingga dapat
meningkatkan viskositas suspensi-suspensi air dengan besar. Sedangkan zat-zat
hidrofobik (tidak sukar pelarut) menolak air, tetapi dapat dibasahi oleh cairan-
cairan nonpolar. Zat pada hidrofilik biasanya dapat digabungmenjadi suspensi
tanpa zat pembasah (Aulton,1989).
4. Zat Penambah Rasa
Ada empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu
kombinasi zat pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini
secara efektif. Menthol kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan
sebagai zat pembantu pemberi rasa. Menurut (Aulton,1989), ada tiga tipe
penambahan rasa yaitu:
a. Zat pemanis, contohnya: sorbitol, saccharin dan invert syrup.
b. Syrup Berasa, contohnya: blackcurant, rasoberry dan chererry.
c. Minyak Beraroma / Aromatic Oils, contohnya: anisi, cinnamon lemon dan
pepermint.
d. Penambahan Rasa Sintetik, contohnya: kloroform, vanillin, benzaldehid, dan
berbagai senyawa organik lain (alkohol, aldehid, ester dan keton).
5. Zat Penambah Warna
Ada beberapa alasan mengapa farmasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu
menutupi penampilan yang tiadak enak dan untuk menambah daya tarik pasien.
Zat pewarna harus aman, tidak berbahaya dan tidak memilikiefek farmakologi.
Selain itu tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan
(Ansel, 1989). Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya
merah untuk strawbery dan warna kuning untuk rasa jeruk (Ansel, 1989).
Beberapa contoh yang bisa digunakan yaitu Tartazin (kuning), amaranth
(merah), dan patent blue V (biru). Clorofil (hijau) (Aulton, 1989).
6. Zat Penambah Bau
Tujuan penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak
yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari
suatu preparat pada bahan makan (Ansel, 1989). Dapat digunakan penambah bau
berupa essense dari buah-buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan
yang akan dibuat.
6
7. Zat Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi
oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif. Salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas,
senyawa ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam -macam
faktor (Winarsi, 2007). Sadikin (2001) berpendapat bahwa serangan radikal
bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi
berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak
reaktivitas senyawa radikal bebas mulai dari kerusakan sel atau jaringan,
penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga kanker.Oleh karena itu tubuh
memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak
negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi, 1997).
Antioksidan bagi produk emulsi berperan penting untuk mempertahankan
Mutu, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan
aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi
(Widjaya, 2003) Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup
untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan
antioksidan dari luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidanalam dan
antioksidan sintetik (Cahyadi, 2006). Antioksidan alami banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi,2007),
sedangkan yang termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butil
hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan
etoksiquin. Antioksidan alam telah lama diketahui menguntungkan untuk
digunakan dalam bahan pangan karena umumnya derajat toksisitasnya rendah
(Cahyadi, 2006). Selain itu adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek
samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001;
Sunarni, 2005).Antioksidan alami memiliki aktivitas penangkapan radikal
DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ekstrak gambir lebih tinggi
dibandingkan antioksidan sintetik Rutin dan BHT (Raufdkk, 2010). Turunan
7
polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikalbebas, dan menghambat
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hattenschwiler dan
Vitousek, 2000).Salah satu senyawa golongan polifenol dari gugus flavonoid
yaitu katekin. Katekin merupakan senyawa flavonoid yang dapat ditemukan
pada teh hijau, teh hitam, gambir, anggur dan tanaman pangan lainnya
seperti buah-buahan dan kakao (Natsume dkk, 2000).
8
b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m)
Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993).
c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)
Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai
emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan
suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase minyak
untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993).
d.Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a)
Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu
mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi
air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu
larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80),
sehingga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a
ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja
obat, untuk makanan-makanan serta untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).
Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
9
b. Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut
diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.
c. Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah discuci bila diinginkan.
b. Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan kekasaran
(greasiness) dari emulsi kosmetik maupun emulsi dermal.
c. Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara intravena
akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk emulsi.
d. Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar daripada
jika dibandingkan dengan sediaan lain.
e. Emulsi juga memiliki keuntungan biaya yang penting daripada preparat fase
tunggal, sebagian besarlemak dan pelarut-pelarut untuk lemak yang
dimaksudkan untuk pemakaian ke dalam tubuh manusia relatif memakan biaya,
akibatnya pengenceran dengan suatu pengencer yang aman dan tidak mahal
seperti air sangat diinginkan dari segi ekonomis selama kemanjuran dan
penampilan tidak dirusak.
10
b. Penggabungan dan Pemecahan
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses
cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada creaming,
flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran homogen
bila dikocok perlahan-lahan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh
suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi(Anief, 1994). Sedang pada
cracking, pengocokan sederhana akan gagal untuk membentuk kembali butir-
butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan yang mengelilingi
partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung
(Martin, et al., 1993).
c. Inversi
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi
adalah inversi fase yang meliputi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi a/m
atau sebaliknya (Martin, et al., 1993).
11
digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus
dilarutkan dulu dalam air (Anief, 1994).
c. Metode botol
Untuk membuat emulsi dari minyak-minyak menguap dan mempunyai
viskositas rendah. Caranya, serbuk gom arab dimasukkan ke dalam botol
kering, lalu ditambahkan dua bagian air kemudian air campuran tersebut
dikocok dengan kuat dalam keadaan wadah tertutup. Suatu volume air yang
sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit, terus
mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah
ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa diencerkan sampai mencapai
volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air (Ansel,
1989).
12
c).Metode : Dituang ke botol dari tiap botol secara perlahan ke dalam gelas
ukur. Untuk menghindari adanya gelombang udara pada waktu
penuangan maka ditunggu hingga ± 30 menit. Jika sudah
dituang, maka dilakukan pengukuran volume tiap wadah.
Volume rata-rata tiap wadah sebesar tidak kurang dari 100%,
dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari
volume etiket (Depkes RI, 1995).
3. Uji Penetapan Bobot Jenis
a.) Tujuan : Membandingkan ebrat jenis sedfar akhir dengan berat jenis
emulsi secara teoritis
b).Prinsip : Ditetapkan dnegan menggunakan alat piknometer, selanjutnya
bereat jenis dihitung dengan berat jensi yang telah ditentukan
(Depkes RI, 1995)
c).Metode : digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikase untuk
menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot didalam
piknometer pada suhu 25oC. Zat uji dimasukkan ke piknometer
pada suhu 20oC. Piknometer diatur hingga suhu 25oC dengan
sisa zat uji dituang lalu ditimbang. Bobot jenis dihitung dengan
rumus (Depkes RI, 1995).
4. Uji Homogenitas
a). Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dalam suatu
emulsi
b). Prinsip : Secara masal partikel diamati dari sediaan akhir, sebgian
sampel diamati di gelas objek dan dilihat secara visual
c). Metode : Pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak pada sediaan
yang lebih dikocok (bagian atas, tengah, bawah). Sampel
diteteskan di helas objek dan diratakan dengan kaca/gelas
objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Susunan yang
dibentuk diamati secara visual (Depkes RI, 1995)
13
5.Uji Penetapan pH
a). Tujuan : Untuk mengetahui kadar pH sediaan akhir dengan membandingkan
dengan pH sediaan akhir secara teoritis
b).Prinsip : Diukur dengan pH meter yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya sehingga mampu mengukur harga pH sampai 0,02 untuk
pH menggunakan elektroda indikator
c).Metode : Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Ph meter.
Sebelumnya pH meter dibakukan terlebih dahulu kemudian
dibersihkan dengan aquades dan dilap dengan tissue. pH meter
dimasukkan ke dalam emulsi yang sudah jadi hingga pH sesuai
dengan rentang yang diharapkan. Apabila tidak sesuai maka harus
diadjust pH dengan menggunakan larutan yang sesuai.
6.Uji Penerapan Tipe Emulsi
a).Tujuan : Mengetahui tipe emulsi yang dibuat, membandingkan tipe emulsi
awaln pada formulasi dengan sediaan akhir yang terbentuk
b). Prinsip : Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan 2 cara, yaitu uji kelarutan
zat warna dan uji pengenceran (Martin, 1990).
7.Uji Viskositas dan Aliran
a).Tujuanm : untuk mengetahui viskositas (kekentalan) serta sifat alir dari
sediaan emulsi akhir
b).Prinsip : Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer yang
telah dikalibrasi dan dilakukan penetapan harga viskometer, k
untuk setiap viskometer kemudian ditentukan kekentalan cairan
uji dengan rumus dan dapat ditentukan sifat air berdasarkan grafik
uji viskositas (Depkes RI, 1995).
c).Metode : Dilakukan penetapan harga viskometer k, dengan mengisi
tabung sejumlah tertentu minyak. Garis meniskus cairan diatur
dalam tabung kapiler hingga garis graduasi teratas dengan
bantuan cairan/pengisap. Buka kedua tabung pengisi dan tabung
kapiler agar cairan dapat mengalir bebas kedalam wadah melawan
tekanan atmosfer. Dicatat waktu yang diperlukan cairan untuk
14
mengalir dari batas atas hingga batas bawah tabung kapiler.
Hitung konstanta viskometer k dengan rumus.
8.Uji/Evaluasi Kejernihan
a).Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada zat pengotor yang ikut bercampur
dalam sediaan akhir emulsi
b).Prinsip : Membandingkan kejernihan sediaan akhir dengan air/pelarut yang
digunakan
c).Metode : kejernihan dilihat dengan menggunakan tabung reaksi yang
dimasukkan zat uji dan zat padanan yang sesuai secukupnya,
yang dibuat segar dengan volume larutan dalam tabung reaksi
setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5
menit dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan
dibawah cahaya terdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung.
Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan
II. Sehingga suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya
sama dengan air atau pelarut yang digunakan (Depkes RI, 1995).
9. Uji Metode Freeze Thawing
a).Tujuan : Mengetahui ketidakstabilan emulsi yaitu kriming
b). Prinsip : Memberkan paparan suatu ekstrim pada emulsi selama 10 siklus
c).Metode : Emulsi ditempatkan didalam gelas ukur dan ditutup kemudian
disimpan pada kondisi dipaksakan (kondisi dipercepat) yaitu pada
suhu bergantian 4oC dan 40oC masing-masing selama 12 jam
dengan 10 siklus, volume kriming yang terbentuk diamati setiap
siklus hingga siklus ke 10 (Rahama, 2013).
15
antara kedua cairan.Gaya kohesif dari tiap-tiap fase dinyatakan sebagai suatu
energi antarmuka atau tegangan pada batas antara cairan-cairan tersebut. Faktor
yang umum untuk zat pengemulsi adalah pembentukan suatu lapisan, apakah itu
monomolekular, multimolekular atau partikel(Martin, et al., 1993). Ada beberapa
teori emulsifikasi yang menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam
menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling bercampur, yaitu adsorpsi
monomolekuler,adsorpsi multimolekuler, dan adsorpsi partikel padat.
a. Adsorpsi Monomolekuler
Zat yang aktif pada permukaan dapat mengurangi tegangan antarmuka
karena adsorpsinya pada batas m/a membentuk lapisan-lapisan
monomolekuler(Martin, et al., 1993).Hal ini dianggap bahwa lapisan
monomolekular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada
emulsi.Teori tersebut berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran
kelarutannya pada cairan tertentu(Ansel, 1989).
Penggunaan emulsi kombinasi dalam pembuatan emulsi saat ini lebih
sering dibandingkan penggunaan zat tunggal. Kemampuan campuran pengemulsi
untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan itu, dan karenanya
menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi mungkin
membentuk struktur gel yang agak rapat pada antarmuka, dan menghasilkan suatu
lapisan antarmuka yang stabil. Kombinasi dari natrium setil sulfat dan kolesterol
mengakibatkan suatu lapisan yang kompleks yang menghasilkan emulsi yang
sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk lapisan yang
tersusun dekat atau lapisan yang kompak dan akibatnya kombinasi tersebut
menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pada setil alkohol dan natrium oleat
menghasilkan lapisan yang tertutup erat, tetapi kekompleksan diabaikan sehingga
menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pengertian dari suatu lapisan tipis
monomolekular yang terarah dari zat pengemulsi tersebut pada permukaan fase
dalam dari suatu emulsi, adalah dasar paling penting untuk mengerti sebagian
besar teori emulsifikasi (Martin, et al., 1993).
16
Gambaran kombinasi zat pengemulsi pada batas minyak-air suatu emulsi
digambarkan pada Gambar Dan gambaran tetesan air dalam suatu emulsi
minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span
pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 2.2 : Gambaran kombinasi dari zat pengemulsi pada batas minyak-
air dari suatu emulsi (Schulman dan Cockbain (1940) diambil dari Martin,
et al., 1993.
Gambar 2.3 Gambaran tetesan air dalam suatu emulsi minyak-air, terlihat
arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span pada batas
antarmukasuatu emulsi minyak-air (Boyd dan Colloid (1972)
17
Gambar 2.3 diatas menunjukkangambaran skematis dari tetesan air dalam
suatu emulsi minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah
molekul Span pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air. Pengemulsi
campuran seringkali lebih efektif daripada pengemulsi tunggal. Kemampuan
campuran pengemulsi untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan
itu, dan karenanya menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi
mungkin membentuk struktur gel yang rapat pada antarmuka, dan menghasilkan
suatu lapisan antarmuka yang stabil. Atlas–ICI (1976)merekomendasikanbahwa
Tween hidrofilik dikombinasi dengan Span lipofilik menghasilkan emulsi m/a
atau a/m yang diinginkan. Pada bagian hidrokarbon dari molekul Span 80
(Sorbitan mono-oleat) berada dalam air dan radikal sorbitan berada dalam bola
minyak. Bila Tween 40 (polioksietilen sorbitan monopalmitat) ditambahkan, ia
mengarah pada batas sedemikian rupasehingga sebagian dari ekor Tween 40 ada
dalam fase minyak, dan dari rantai tersebut, bersama-sama dengan cincin sorbitan
dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Diselidiki bahwa rantai
hidrokarbon dari molekul Tween 40 berada dalam bola minyak antara rantai-
rantai Span 80, dan penyusunan ini menghasilkan atraksi (gaya tarik-menarik)Van
Der Waals yang efektif. Dalam cara ini, lapisan antarmuka diperkuat dan
kestabilan dari emulsi m/a ditingkatkan melawanpengelompokkan partikel
(Martin, et al., 1993).
Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat zat
pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil
(hydrophile-lipophile balance, HLB), yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi.
Kenyataannya, apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah,
detergen, atau zat penstabil dapat diperkirakan dari harga kesimbangan hidrofil-
lipofil (Martin, et al., 1993).
b. Adsorpsi Multimolekuler
Koloid lipofilik ini dapat dianggap seperti zat aktif permukaan karena
tampak pada batas antarmuka minyak-air. Tetapi zat ini berbeda dari zat aktif
permukaan sintetis dalam dua hal, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan
antarmuka dan membentuk suatu lapisan multimolekuler pada antarmuka dan
bukan suatu lapisan monomolekuler. Zat ini bekerja sebagai bahan pengemulsi
18
terutama karena efek yang kedua, karena lapisan-lapisan yang terbentuk tersebut
kuat dan mencegah terjadinya penggabungan. Efek tambahan yang mendorong
emulsi tersebut menjadi stabil adalah meningkatnya viskositas dari medium
dispers. Karena zat pengemulsi yang terbentuk akan membentuk lapisan-lapisan
multilayer di sekeliling tetesan yang bersifat hidrofilik, maka zat pengemulsi ini
cenderung untuk membentuk emulsi m/a (Martin, et al., 1993).
c. Adsorpsi Partikel Padat
Partikel-partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi sampai derajat
tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai zat pengemulsi. Ini diakibatkan
oleh keadaannya yang pekat antarmuka dimana dihasilkan suatu lapisan
berpartikel sekitar tetesan dispers sehingga dapat mencegah terjadinya
penggabungan. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air akan membentuk emulsi
tipem/a, sedangkan serbuk yang mudah dibasahi dengan minyak membentuk
emulsi a/m (Martin, et al., 1993).
19
Tabel 1. Nilai Rentang HLB
Rentang HLB Aplikas
3-6 Emulsifier W/O
7-9 Weating agent
8-18 Emulsifier O/W
13-15 Detergent
15-18 Pelarut
20
mutlak , asam asetat glasial , kloroform , eter . memiliki Bobot Jenis 0.953 g
sampai 0.964 g oleum ricini mempunyai Viskositas 6 sampai 8 poise pada suhu
250 ( The Merck Indeks 219 ) Rotasi optik tidak kurang dari + 3.50 Indeks Bias
nya adalah 1.477 sampai 1.481 oleum ricini memiliki khasiat atau efek terapi
sebagai Laksativum ( Farmakope III, 1979 )
Minyak jarak adalah minyak nabati yang diperoleh dari ekstraksi biji
tanaman jarak (Ricinus communis).Dalam bidang farmasi dikenal pula sebagai
minyak kastroli. Minyak ini serba guna dan memiliki karakter yang khas secara
fisik. Pada suhu ruang minyak jarak berfasa cair dan tetap stabil pada suhu rendah
maupun suhu sangat tinggi. Minyak jarak diproduksi secara alami dan merupakan
trigliserida yang mengandung 90% asam risinoleat.Minyak jarak juga merupakan
sumber utama asam sebasat, suatu asam dikarboksilat (Depkes RI, 2000).
21
menjadi pilihan utama untuk mengatasi konstipasi. Karena tidak semua laksatif
dapat digunakan dalam waktu jangka panjang, maka pemilihan laksatif yang tepat
harus sangat diperhatikan. ( Daldiyono, 1990 ).
Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat
untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperients dan
aperitive. Laksatif adalah makanan atau obat-obatan yang diminum untuk
membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah
di usus. dalam operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk
membersihkan usus sebelum operasi dilakukan. laksatif merupakan obat bebas.
obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. biasanya
obat ini hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena
mempunyai efek samping. Banyak orang menggunakan obat pencahar (laksatif)
untuk menghilangkan konstipasi. Obat pencahar adalah obat yang biasa digunakan
untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Konstipasi atau sembelit merupakan
suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan buang air besar atau jarang
buang air besar. Untuk mencegah konstipasi adalah rajin berolahraga,
mengkonsumsi makanan kaya serat (Daldiyono, 1990).
22
Kolik abdomen adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
nyeri spasmodik parah pada perut yang disebabkan oleh distensi (menegang),
obstruksi (sumbatan) atau peradangan pada organ berongga tubuh yang memiliki
otot polos, misalnya usus, kandug empedu, ginjal, dan lain-lain. Istilah lain kolik
abdomen adalah kolik perut, kram perut, kejang perut, atau sakit perut melilit.
Nyeri spasmodik artinya rasa nyeri yang bergelombang, ada fase di mana rasa
sakit berada dipuncaknya yang terasa begitu sakit, kemudian disusul dengan
periode mereda atau seolah tidak sakit lagi, begitu seterusnya berulang-ulang
sehingga bila digambarkan dengan grafik akan terbentuk grafik naik turun
(Sugiono,2016)
b.Mual dan Muntah
Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan di
tenggorokan atau daerah epigastriumyang memperingatkan seorang individu
bahwa muntah akan segera terjadi. Mual sering disertai dengan peningkatan
aktivitas sistem saraf parasimpatis termasuk diaphoresis, air liur, bradikardia,
pucat dan penurunan tingkat pernapasan. Muntah didefinisikan sebagai ejeksi
atau pengeluaran isi lambung melalui mulut, seringkali membutuhkan dorongan
yang kuat (Dipiro et al., 2015).
c. Diare
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi
cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua
kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air
besar sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga
apabila buang air besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari,
maka itu bukandiare.Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-
muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Hidayat (2008)
menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak Iebih dan 3 kali
sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang
23
terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir
darah. Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan
konsistensi feses selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare
bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih,
atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes
,2009). Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dan 3 kali perhari pada bayi dan lebih dari 6 kali perhari
pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer.
2.2.6 Indikasi
Oleum Ricini Mempunyai Indikasi Sebagai Laktasivum atau sebagai
pencahr yang digunakan untuk mengatasi konstipsi atau sembelit atau kesulitan
dalam mebuang air besar. Konstipasi atau Sembelit atu susah membuang air besar
merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami
stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta
tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras (Uliyah, 2008). Konstipasi adalah
suatu gejala bukan penyakit. Di masyarakat dikenal dengan istilah sembelit,
merupakan suatu keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang
keras, rasa buang air besar tidak tuntas (adarasa ingin buang air besar tetapi tidak
dapat mengeluarkannya),atau jarang buang air besar. Seringkali orang berpikir
bahwa mereka mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar setiap
hari yang disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali
seminggu (Herawati, 2012).
a. Klasifikasi Konstipasi
Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu konstipasi akut
dan konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang
dari 4 minggu. Sedangkan bila konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kronik biasanya lebih sulit
disembuhkan Kasdu ( 2005 )
b. Patofisiologi Konstipasi
Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa makanan
yang tidak dapat dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan masuk kedalam usus
24
besar ( kolon ) sebagai massa yang tidak mampat serta basah. Di sini, kelebihan
air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap oleh tubuh. Kemudian, massa
tersebut bergerak ke rektum ( dubur ), yang dalam keadaan normal mendorong
terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara normal, terjadi
sekali atau dua kali setiap 24 jam ( Akmal, dkk, 2010 ).
Kotoran yang keras dan sulit dikeluarkan merupakan efek samping yang tidak
nyaman dari kehamilan. Sembelit terjadi karena hormon-hormon kehamilan
memperlambat transit makanan melalui saluran pencenaan dan rahim yang
membesar menekan poros usus ( rektum ). Suplemen zat besi prenatal juga dapat
memperburuk sembelit. Berolahraga secara teratur, menyantap makanan yang
kaya serat serta minum banyak air dapat membantu meredakan masalah tersebut (
Kasdu, 2005 ).
c. Tanda dan Gejala Konstipasi
Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang umum
ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderitasembelit sebagai
berikut:
a. Perut terasa begah, penuh dan kaku. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu,
cepat lelah sehingga malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering
mengantuk. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,
mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam
b. Aktivitas sehari-hari terganggu karenamenjadi kurang percaya diri, tidak
bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas, dan
produktivitas kerja,
c. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit daripada
biasanya
d. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat bersamaan
tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan atupun menekan-
nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan membuang feses (
bahkan sampai mengalami ambeien/wasir )
e. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal sesuatu
disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses yang kering dan keras atau
karena mengalami wasir sehingga pada saat duduk tersa tidak nyaman
25
f. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada biasanya
g. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau usia lanjut),
ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang mengganjal, dan
gerakannya lebih lambat daripada biasanya.
h. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar
Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya tidak terlalu berbeda hanya
sedikit lebih parah, diantaranya :
a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas
b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil
c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu
d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat
e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendir
26
ovarium (indung telur).Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun
dapat berkembang menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi
folikel degraaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi
FSH,10sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang
disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme
umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormone gonadotropin
(FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf
yang mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari
endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai
terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan
menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LRH, Korpus luteum
menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar
endometrium. Bila tidak adapembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan
mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar
hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari
endometrium. Proses ini disebut menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam
masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan (Novaks
Gynecology,1996).
27
berhubungan dengan lambung ini seperti misalnya asam lambung, nyeri ulu hati,
sakit di tukak lambung, maag, dan juga gangguan pencernaan.( Pharmaindo.com)
b.Nama Lain : Minyak Jarak Minyak jarak adalah minyak lemak yang
diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L.
yang telah dikupas
c. Pemerian : Cairan kental, pucat atau kuning pucat atau hamper tidak
berwarna, bau lemah; rasa manis kemudian agak pedas,
umumnya memualkan.
d. Kelarutan : larut dalam 2,5 bagian etanol (90 %) P , mudah larut dalam
etanol mutlak dan dalam asetat glacial P.
e. Titik didih : 322 oC
f. Titik Lebur : 283 oC
g. pH :Netral
h. Bobot per mL : 0,953 gram – 0,964 gram
i. Oksidasi : Mudah teroksidasi ketika disimpat pada tempat yang terbuka.
j.Stabilitas : Stabil pada wadah tertutup baik, terisi penuh.
28
Berikut adalah uraian bahan Nipagin / Methylis Parabenum menurut
(Handbook Pharmaceutical Excipient Hal 441) :
a).Rumus Molekul : C8H8O3
b).Berat Molekul : 152,15
c).Pemerian : hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
dan mempunyai rasa sedikit panas.
d).Kelarutan : mudah larut dalam etanol, eter.
e).OTT : surfaktan non-ionik seperti polisorbat 80
f).Kegunaan : antifungi
g).Konsentrasi : 0.02–0.3% untuk topikal
29
3..Sorbitol
Berikut adalah uraian bahan s menurut Sorbitol (Farmakope Indonesia IV
hal 756 , Handbook of Pharmaceutical Excipients hal 596 )
a).Warna : putih
b).Rasa : manis
c).Bau : tidak berbau
d).Pemeriaan : serbuk, granul atau lempengan, higroskopis, warna
putih, rasa manis.
e).Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol, metanol dan asam asetat.
f).Titik lebur : 1740 – 1790
g).Bobot jenis : 180,21 g/mol
h).pH larutan : 4,5-7
i).Stabilitas : Bersifat higroskopis
j).Kegunaan : Anti Caplocking
4.Asam Sitrat
Berikut adalah uraian bahan asam sitrat menurut (HPE : Eds 5)
a).Fungsi : Sebagai zat pengoksidasi, antioksidan, dapar/
buffer ,dan penambah rasa.
b).Berat Molekul : 210,14.
c).Jumlah konsentrasi : Buffer solution 0,1- 2,0 %.
d).Pemeria : Kristal putih, bubuk berkilau, tidak berbau, tidak
berasa asam yang kuat, dan tidak berwarna.
f).pH : 2,2 (1% b/v).
g).Titik lebur : 100ºC.
h).Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian etanol (95%) 1 bagian air
dan sedikit larut dalam eter.
i).Viskositas : 6,5 mPa (6,5 cP)
30
5.Air suling (aquades)
Menurut (Farmakope Indonesia III halaman 96) berikut adalah uraian bahan dari
aquades :
a).BM : 18,02.
b).Rumus molekul : H2O.
c).Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
d).Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam
bentuk Fisik (es , air , dan uap). Air harus disimpan dalam
wadah yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan
penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi partikel
- pertikel ion dan bahan organik yang dapat menaikan
konduktivitas dan jumlah karbon organik. Serta harus
terlindungi dari partikel - partikel lain dan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi
air.
e).OTT : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan
eksipient lainya yang mudah terhidrolisis.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
32
Essence Melon Zat Perasa q.s q.s q.s
Essence Frambose Zat Perasa q.s qs q.s
Aquadest Pelarut - 100 mL 500 mL
33
sebanyak 0,05 gram dan nipasol sebanyak 1 gram. Nipasol dan nipagin yang telah
ditimbang dilarutkan dalam propilen glikol yang telah disiapkan. Keenam,
timbang asam sitrat dan natrium sitrat, masing-masing sebanyak 10 gram dan
dilarutkan dalam sedikit aquadest. Ketujuh, dicampurkan nipagin dan nipasol
yang telah dilarutkan dengan propilen glikol kedalam mucilago dan diaduk
sampai homogen. Ketika campuran tersebut telah homegen maka masukkan
larutan asam sitrat dan natrium sitrat kedalam campuran tersebut dan diaduk
samapi homogen. Selanjutnya, dimasukkan sorbitol yang telah ditimbang pada
campuran tersebut sedikit demi sedikit dan sambil dilakukan pengadukan sampai
homogen. Kdelapan, diukur oleum ricini sebanyak 100mL. Kemudian, oleum
ricini dimasukkan kedalam campuran tersebut sedikit demi sedikit dengan
dilakukan pengadukan sampai terbentuk corpus emulsi. Kesembilan, ditambahkan
essence melon dan essence frambos dan diaduk sampai homogen. Kesepuluh,
masukkan sisa aquadest dan diaduk samapai homogen. Terakhir masukkan
sediaan emulsi kedalam botol coklat sebanyak 60mL dan beri etiket serta
dimasukkan kedalam kemasan. Sisa sediaan emulsi dimasukkan kedalam gelas
ukur dan ditutup dengan alumunium foil untuk uji evaluasi minggu depan.
34
engan menggunakan alat pH meter dengan cara yang pertama yaitu
mengkalibrasi terlebih dahulu alat pH meter dengan larutan buffer yang
tersedia. Langkah kedua yaitu menekan tombol power pada posisi ON. Tekan
tombol CAL maka pada layar akan tampil tulisan CAL. Layar juga akan
menampilkan nilai dari aquadest “4,0” pH, untuk mengubah tekanan “↑C” atau
“↓C”. Untuk memulai kalibrasi, menggunakan larutan buffer dengan pH 7
dahulu kemudian dengan larutan dengan pH 4. Langkah ketiga yaitu
memasukkan elektroda ke dalam larutan buffer 7. Ditunggu selama 30 detik
hingg tanda CON muncul dan berkedip-kedip kemudian tekan tombol CON.
Selanjutnya setelah kalibrasi pertama selesai, kemudian elektroda dicuci
dengan aquadest. Untuk memperoleh nilai pH yang sama atau mendekati
dengan nilai pH larutan buffer kedua (pH 4) digunakan tanda “↓C” kemudian
elektrode dimasukkan kedalam larutan buffer kedua. Ditunggu 30 detik hingga
layar menampilkan tanda CON, tekan tombol CON. Setelah kalibrasi selesai
elektrode dicuci dan dimasukkan kedalam suspensi untuk mengukur pH
suspensi.
3. Viskositas
Evaluasi selanjutnya yaitu uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dengan
menggunakan viskometer kapiler. Cara menggunakan viskometer kapiler yaitu
membersihkan viskometer terlebih dahulu dan meletakkan viskometer pada
posisi vertikal. Selanjutnya pipet sirup yang akan di uji dengan pipet, lalu hisap
cairan dengan menggunakan bola hisap sampai melewati 2 batas. Siapkan
stopwatch, kendurkan cairan sampai batas pertama lalu mulai perhitungan.
Dicatat data hasil dan dilakukan perhitungan dengan rumus
4. Berat jenis atau Bobot Jenis
Berat jenis atau bobot jenis diukur menggunakan piknometer 25mL.
piknometer yang bersih dan kering ditimbang terlebih dahulu (A g) lalu diisi
dengan aquadest dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan
piknometer dibersihkan. Sediaan emulsi lalu diisikan kedalam piknometer dan
ditimbang (A2 g). Bobot jenis sediaan diukur dengan perhitungan sebagai
berikut:
𝐴2 − 𝑎 1𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑋
𝐴1 − 𝐴 𝑚𝐿
35
5. Ukuran Partikel
Evaluasi ukuran partikel pada emulsi oleum ricini menggunakan alat mikroskop.
Langkah pertama yitu emulsi diteteskan pada slide (semacam objek glass).
Selanjutnya atur besarnya akomodasi mikroskop sehingga partikel terlihat degan jelas.
Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga
diperoleh kurva distribusi ukuran partikel. Jumlah partikel yang harus dihitung untuk
memperoleh data baik adalah 300-500 partikel. Jika distribusi ukuran partikel luas,
dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan jumlah yang lebih besar.
Sedangkan jika distribusi ukuran partikel sempit, 200 partikel sudah mencukupi.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
37
BAB V
PEMBAHASAN
38
stabilitas emulsi. Setelah terbentuk mucilago, tambahkan bahan aktif oleum ricini
sedikit demi sedikit dan aduk secara konstan hingga terbentuk korpus emulsi.
Pengadukan secara konstan merupakan faktor penting dalam pembuatan emulsi.
Menurut (Nour, 2009), pengadukan pada emulsi minyak dalam air bertujuan
untuk mengganggu kestabilan emulsi agar minyak keluar. Kestabilan emulsi
disebabkan oleh lapisan protein yang menyelimuti minyak, seperti globulins,
albumins, dan phospolipids. Dalam operasi pengadukan terjadi gerakan rotasi
antar molekul dan netralisasi zeta potensial sehingga menurunkan viskositas
larutan. Zeta potensial adalah gaya yang menjaga agar droplet-droplet emulsi tetap
dalam keadaan stabil. Langkah selanjutnya yaitu metil paraben dilarutkan dalam
propilen glikol sedikit demi sedikit hingga larut, hal ini dikarenakan menurut
Allen (2009) metil paraben larut dalam pelarut propilen glikol. Selanjutnya, dapar
sitrat dilarutkan dalam aquades sebanyak 5 mL. Dapar sitrat larut dalam pelarut
aquades ( Allen, 2009). bahan dilarutkan dalam gelas beker dan diaduk hingga
larut. Fungsi dari gelas beker yaitu sebagai tempat untuk melarutkan bahan.
Sedangkan fungsi dari pengadukan yaitu untuk mempercepat reaksi sehingga
partikel akan lebih cepat laut. Reaksi kimia akan terjadi jika pertikel – pertikel
bertabrakan. Kecepatan reaksi akan meningkat bila terjadi lebih banyak tabrakan
setiap detik. Pengadukan akan menjadikan pertikel – pertikel pada zat bergerak
dan bersentuhan dengan partikel lainnya sehingga suatu reaksi bisa berjalan
dengan cepat. Langkah selanjutnya yaitu korpus emulsi yang sudah terbentuk
ditambahkan dengan campuran zat pengawet nipagin dan nipasol kemudian
diaduk sampai homogen. Selanjutnya ditambahkan dengan dapar sitrat dan diaduk
hingga homogen. Kemudian ditambahkan dengan sorbitol sedikit demi sedikit
sambil diaduk. Sorbitol ditambahkan paling terakhir karena sorbitol merupakan
larutan yang jenuh. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas 100 mL.
Selanjutnya tambahkan dengan essence sframboze dan elon sebanyak 3 tetes dan
kocok. Sebelum diproduksi pada skala pilot, sediaan suspensi harus dievaluasi
terlebih dahulu. Evaluasi yang dilakukan yaitu organoleptis dan pH . Apabila ada
yang tidak sesuai dengan spesifikasi sediaan emulsi oleum ricini yang sudah
ditentukan maka bisa dilakukan formulasi ulang sehingga pada proses pembuatan
skala pilot formulasinya berhasil dan dapat digunakan untuk tahap pembuatan
39
skala pilot. Skala pilot merupakan skala untuk mendapatkan operasi optimal dan
kontrol yang tepat sebelum menuju ke produksi secara komersial atau
industrialisasi.
5.2 Analisa Hasil
Berdasarkan hasil yang telah dilakukan zat aktif yang digunakan pada
percobaan formulasi emulsi oleum ricini. Hal ini dikarenakan oleum ricini
memiliki efek yang non toksik serta tidak membuat iritasi jika dibandingkan
dengan obat laksatif yang digunakan secara intra rektal sehingga oleum ricini
dipilih sebagai bahan aktif dalam pembuatan emulsi ini. Dosis yang digunakan
yaitu 1,5 mL/ 5 mL artinya setiap 5 mL mengandung 1,5 mL oleum ricini.
Sedangkan zat pemanis yang digunakan yaitu sorbitol dengan konsentrasi 20% .
Alasan menggunakan sorbitol yaitu karena secara kimiawi sorbitol sangat tidak
reaktif dan stabil, dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami reaksi
Millard (pencoklatan). Selanjutnya bahan propilen glikol dengan konsentrasi
sebesar 15 % digunakan sebagai pelarut dan pengawet. Alasan pemilihan propilen
glikol yaitu karena propilen glikol digunakan untuk melarutkan nipagin dan
nipasol , karena nipagin dan nipasol larut dalam propilen glikol (Allen,2009).
Bahan metil paraben 0,05 % digunakan sebagai pengawet. Alasan pemilihan
metil paraben yaitu karena sesuai dengan literatur (Allen, 2009) metil paraben
dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba serta emulsi yang
dibuat sediaannya mengandung air. Air merupakan media pertumbuhan mikroba,
sehingga dalam sedaian emulsi yang dibuat perlu ditambahkan zat antimikroba
agar sediaan emulsi oleum ricini yang dibuat bebas dari pertumbuhan mikroba.
Sedangkan asam sitrat dan natrium sitrat 2 % dipilih karena pH nya sesuai dengan
pH spefikasi oleum ricini yaitu 4-7 (Sweetman, 1982). Asam sitrat juga
digunakan sebagai zat anti oksidan. Zat antioksidan dibutuhkan karena bahan aktif
yang digunakan berupa minyak yang sifatnya mudah mengalami oksidasi.
Sedangkan essence framboze dan melon ditambahkan untuk memperbaiki rasa
oleum ricini yang kurang enak apabila digunakan secara oral.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, hasil dari evaluasi
sediaan emulsi oleum ricini yaitu pH yang dihasilkan setelah diukur dengan pH
meter yaitu sebesar 5,1 apabila diukur dengan indikator universal pH nya yaitu 5.
40
Hal ini sudah sesuai dengan literatur (Sweetman, 1982) bahwa pH oleum ricini
yaitu sebesar 4-7 (pH dalam usus) . Selanjutnya yaitu evaluasi viskositas dengan
menggunakan viskometer oswald atau kapiler. ujuan dari evaluasi ini yaitu untuk
mengetahui oleh sejumlah cairan tertentu untuk mengalir melalui pipa kapiler
dengan gaya yang disebabkan oleh berat waktu yang diperlukan cairan itu
sendiri. Nilai viskositas yang dihasilkan menurut perhitungan yaitu sebesar 1,14
cp. Hal ini tidak sesuai dengan spesifikasi viskositas emulsi yaitu sebesar 0,045
cp. Viskositas erat hubungannnya dengan rheologi. Viskositas merupakan suatu
pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas,
semakin besar tahanannya untuk mengalir. Rheologi dari sustu zat tertentu dapat
mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas obat, bahkan ketersediaan
hayati dalam tubuh. Sehingga viskositas lebih terbukti dapat mempengaruhi laju
absorbsi obat dalam tubuh. Sifat aliran emulsi umumnya berupa pseudoplastik
dimana viskositasnya akan berkurang seiring dengan naiknya kecepatan geser.
Sifat aliran ini tidak memiliki yield value (gaya tertentu agar apabila terlampaui
cairan aka mengalir) dan harga viskositas yang absolut. Viskositas yang cukup
tinggi dari suatu sediaan farmasi mmepengaruhi penerimaan pasien karena
sediaan yang cukup kental memudahkan penuangan dalam wadah, namun
viskositas yang terlalu tinggi akan memyebabkan sediaan sukar didispersikan
kembali dan sulit untuk dituang. Hasil dari evaluasi formulasi emulsi oleum ricini
bahwa sediaan sedikit sulit untuk dituang karena viskostasnya yang terlalu tinggi.
Selanjutnya yaitu evalusi berat jenis menggunakan alat piknometer. Tujuan dari
evaluasi ini yaitu untuk mengetahui dan memastikan sediaan yang telah dibuat
tidak tercampur dengan bahan lain. Hasil yang diperoleh yaitu sebesar 1,14
gram/ml hal ini sudah sedikit sesuai dengan literatur berat jenis semulsi yaitu
sebesar 0,957 gram/ml (Pratma, 2010). Evaluasi berikutnya yaitu organoleptis
yang meliputi warna, rasa dan bau. Dimana hasil organoleptis yang diharapkan
memiliki warna hijau rasa melon, dan aroma framboze. Rasa manis merupakan
manis dari sorbitol yang digunakan sebanyak 20% untuk sorbitol sebagai bahan
tambahan dalam suspensi ini. Hasil dari evaluasinya yaitu warnanya tetap sama
yaitu hijau muda, rasanya tetap sama yaitu rasa melon dengan aroma framboze.
Pewarna dan perasa yang digunakan yaitu essence melon yang mempunyai warna
41
hijau muda sehingga sediaan akhir yang diharapkan adalah hijau muda. Hasil
pengamatan baunya tetap sama yaitu aroma framboze. Evaluasi selanjutnya yaitu
evaluasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan melihat secara langsung atau secara
visual, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dalam praktikum serta belum
adanya persiapan dalam pembuatan media agar untuk melihat dan menghitung
jumlah bakteri dalam sediaan emulsi. Seharusnya evaluasi pertumbuhan mikroba
yang sesungguhnya yaitu dengan menggunakan colony counter. Dari hasil
pengamatan sediaan emulsi yang telah dibuat tidak menandakan adanya
pertumbuhan mikroba, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kotoran pada
emulsi, serta warna suspensi juga tidak berubah. Selanjutnya uji redispersi sediaan
dihasilkan perputaran sebanyak 3 kali putaran sehingga dihasilkan nilai redispersi
90%. Kemampuan redispersi baik apabila emulsi terdispersi sempurna dan diberi
nilai 100%. Evaluasi selanjutnya yaitu ukuran globul. Ukuran globul hanya
dilihat seragam atau tidaknya ukuran partikel. Seharusnya evaluasi ukuran globul
juga dilakukan dengan mengukur diameter globul emulsi, namun karena
keterbatasan waktu maka evaluasi ini tidak dilakukan. Ukuran globul yang
dihasilkan pada formulasi emulsi oleum ricini menghasilkan ukuran yang
seragam. Hasil evaluasi bisa dilihat pada lampiran. Dari hasil evaluasi tersebut
emulgator merupakan komponen yang paling menentukan tipe, penampilan,
maupun stabilitas emulsi. Sifat utama suatu emulgator adalah memiliki gugus
hidrofil dan gugus lipofil. Dengan adanya kedua gugus ini, suatu emulgator
memiliki suatu harga keseimbangan hidrofil – lipofil atau HLB (Hydrophilic –
Lipophilic Balance). HLB inilah yang sangat mempengaruhi tipe, penampilan,
dan stabilitas emulsi. Misalnya emulgator dengan HLB 3 – 6 akan menghasilkan
emulsi tipe O/W, sedangkan emulgator dengan HLB 8 – 18 bertipe W/O. Harga
HLB juga mempengaruhi penampilan emulsi apakah ia akan temapak seperti
susu, translucent, jernih, atau bahkan seperti larutan yang sangat jernih. Pemilihan
emulgator dengan harga HLB yang tepat akan menghasilkan suatu emulsi yang
stabil. Pada penelitian ini PGA merupakan emulgator yag sesuai untuk sediaan
emulsi olem ricini karena dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa emulsi yang
dihasilkan sudah cukup stabil.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Formulasi yang sesuai untuk membuat sediaan emulsi oleum ricini yaitu
dengan menggunakan PGS dengan konsentrasi 15% sebagai emulgator dan
bahan tambahan lain seperti propilen glikol, sorbitol, nipagin, nipasol, dapar
sitrat, serta aquades.
2. Ketidakstabilan sdari sediaan emulsi ditandai dengan tidak adanya
penggabungan fase dalam, tidak terjadi creaming, dan memiliki penampilan
bau, warna dan sifat fisik lainnya yang baik.
3. Evaluasi yang dilakukan setelah dilakukan formulasi emulsi oleum ricini yaitu
uji organoleptis menghasilkan warna hijau, bau framboze dengan rasa melon.
Uji pH dengan pH meter dengan nilai 5. Uji viskositas dengan hasil 1,67 cp.
Uji bobot jenis dengan hasil sebesar 1,14 g/ml. Dihasilkan sediaan dengan
ukuran globul yang seragam serta nilai redispersi sebesar 90%.
5.2 Saran
Waktu untuk melakukan pengujian evaluasi harusnya ditambah, sehingga
evaluasi emulsi yang dilakukan lengkap. Sehingga mahasiswa dapat mengetahui
evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan setelah pembuatan emulsi dengan baik
dan benar sesuai dengan prosedur literatur.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
2. Perhitungan Viskositas
Diketahui:
T1= 04.49 menit
T2= 04.20 menit
T3= 04.25 menit
Rata-rata= 4.31 menit
Ditanya: viskositas emulsi?
Jawab:
𝜂1 𝜌1 𝑡1
= 𝑥
𝜂0 𝜌0 𝑡0
𝜂1 1,14 𝑥 4,31
=
𝜂2 1 𝑥 2,95
4,91
𝜂1 =
2,95
𝜂1 = 1,67
45
𝜂1 1,67
𝜂 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = = = 2087,5
𝜂0 0,0008
𝜂 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡 = 𝜂 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑥 𝜂1
= 2087,5x 1,67
= 3486,1
46
47
4. Hasil Formulasi emulsi oleum ricini
48