Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KIMIA KOLOID DAN ANTARMUKA

EMULSI

DOSEN PENGAMPU :Prof. Dr.M. Rusdi,S.Pd M.Sc


Disusun Oleh:

Kelompok 2

Syafira Tiaradipa (A1C114002)

Santi Syaftiawati (A1C114009)

Septina Nurmartanti (A1C114015)

Nurjanah (A1C114027)

Eka Yuga Buana (A1C114023)

Rian Setiawan (A1C114029)

Rtm Intan Sriersa (A1C114036)

Fitriastuti Budiyanti (A1C114045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.salawat serta salam semoga
diberikan pada Nabi kita Muhammad SAW. Alhamdulilah kita panjatkan puji
syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmatnya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah kimia
koloid dan antarmuka dengan topik emulsi.

Makalah yang kami buat bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah kimia kolid dan antar muka semester 6. Penulis mengucapkan terima kasih
pada pihak -pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami sangat sangat menyadari akan kekurangan dan kelalaian kami


dalam penulisan makalah ini baik dalam bentuk penyajian dan dalam penyusunan
makalah ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat kontruktif demi penyusunan penyusunan selanjutnya.

Akhir kata kami ucapkan banyak-banyak terima kasih pada semua pihak
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sekali lagi kami ucapkan
terima kasih.

Jambi , Maret 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................2

1.3 TUJUAN........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1. DEFINISI EMULSI..................................................................................3

2.2. JENIS EMULSI.........................................................................................3

2.3. MEKANISME EMULSI SECARA KIMIA DAN FISIKA......................7

2.4. TEORI TERJADINYA EMULSI..............................................................7

2.5. ALAT-ALAT UNTUK PEMBUATAN EMULSI....................................13

2.6. BAHAN PENGEMULSI (EMULGATOR)............................................13

2.7. KESTABILAN EMULSI........................................................................18

2.8. METODE PEMBUATAN EMULSI......................................................19

2.9. METODE PENGUJIAN EMULSI.........................................................21

2.10. PENERAPAN EMULSI......................................................................22

BAB III PENUTUP...............................................................................................24

3.1 KESIMPULAN............................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan
dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga
antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau
keduannya tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan
campuran cairan polar dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal
sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu
terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi.Bebera
contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang
menggunakan pengemulsi gelatin.

Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem
emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih
mudah juga untuk mengetahui zat zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk
menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor faktor yang
menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut
juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi. Sistem emulsi termasuk jenis
koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair namun dalam makalah
ini kita hanya akan membahas mengenai emulsi yang menyangkut sediaan obat
dalam ruang ringkup farmasetika.

Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem
emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih
mudah juga untuk mengetahui zat zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk
menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor faktor yang
menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut
juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi.

Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat
cair namun dalam makalah ini kita hanya akanmembahas mengenai sistem emulsi

1
saja diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme secara kimia dan fisika, teori
dan persamaannya dan serta penerapannya dalam kehidupan sehari hari dan
industri.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarakan latar belakang diatas, rumusan masalah pada makalah ini
yaitu :

1. Apakah definisi emulsi ?


2. Apa saja jenis emulsi ?
3. Bagaimana mekanisme emulsi baik secara kimia maupun fisika ?
4. Apa teori terjadinya emulsi ?
5. Apa saja alat-alat untuk pembuatan emulsi ?
6. Apa saja bahan pengemulsi ?
7. Bagaimana kestabilan emulsi ?
8. Bagaiamana metode pengujian emulsi ?
9. Bagaimana penerapan emulsi ?

1.3 TUJUAN
Berdasarakan rumusan masalah diatas, tujuandari makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui definisi emulsi.


2. Untuk mengetahui saja jenis emulsi.
3. Untuk membedakan mekanisme emulsi baik secara kimia maupun fisika.
4. Untuk mengetahui teori terjadinya emulsi.
5. Untuk mengetahui alat-alat untuk pembuatan emulsi.
6. Untuk mengetahui bahan pengemulsi.
7. Untuk mengetahui kestabilan emulsi.
8. Untuk mengetahui metode pengujian emulsi.
9. Untuk mengetahui penerapan emulsi.

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1. DEFINISI EMULSI
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu
air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin,
sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera
(emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau
buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu
tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan
menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak
diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal
yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau
krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%.
Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase
eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil,yang mengandung
dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air,
dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan
yang lain.

2.2. JENIS EMULSI


Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (contoh:
air/a), sedangkan lainnya relatif nonpolar (contoh: minyak/m). Berdasarkan
jenisnya, emulsi dibagi dalam empat golongan, yaitu emulsi minyak dalam air
(m/a), emulsi air dalam minyak(a/m), emulsi minyak dalam air dalam
minyak(m/a/m), dan emulsi air dalam minyak dalam air(a/m/a).

3
a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a)

Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu


air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (m/a)(Martin,
et al., 1993).

b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m)

Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut


dikenalsebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993). c. Emulsi
jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)Emulsi minyak dalam air dalam
minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam suatu mikser
dan perlahan-lahan menambahkan fase minyakuntuk membentuk suatu emulsi
minyak dalam air (Martin, et al., 1993). d.Emulsi jenis air dalam minyak dalam
air(a/m/a)

Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu
mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi
air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu
larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80),
sehingga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsia/m/a
ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang
kerjaobat, untuk makanan-makanan serta untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).

Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m dapat dilihat padaGambar 2.1
(Martin, et al., 1993).

a m m a a ma m a m

4
(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.1 Tipe emulsi (a) m/a; (b) a/m; (c) a/m/a; (d) m/a/m

Beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan tipe dari suatu

emulsi meliputi metode pewarnaan, metode pengenceran fase, metode

konduktivitas listrik, dan metode fluoresensi.

a. Metode pewarnaan

Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air, seperti metilen biru atau

briliant blue FCF bisa ditaburkan pada permukaan suspensi. Jika air

merupakanfase luar, yakni jika emulsi tersebut bertipe m/a, zat warna tersebut

akan melarut didalamnya dan berdifusi merata ke seluruh bagian dari air tersebut.

Jika emulsi tersebut bertipe a/m, partikel-partikel zat warna akan tinggal

bergerombol pada permukaan (Martin, et al., 1993).

b. Metode pengenceran fase

Jika emulsi tersebut bercampur dengan sempurna dengan air, maka ia

termasuk bertipe m/a dan apabila tidak dapat diencerkan adalah tipe a/m(Anief,

1994).

c. Metode konduktivitas listrik

Pengujian ini menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan dengan

suatu sumber listrik luar dan dicelupkan dalam emulsi. Lampu akan menyala bila

5
elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi bila tipenya m/a dan lampu akan mati

bila emulsi tipenya a/m (Martin, et al., 1993).

d. Metode fluoresensi

Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan

pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman et al.,

1994).

Masing masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga


mempunyai nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut:

a) Emulsi gas (aerosol cair )


Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya
hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena
adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol.
b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena
kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan
menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari
lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air
atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak
jadi butiran air dalam minyak.
c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan
fase pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan
menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan
partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya
membentuk ikatan kovalen yang kuat.
Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat
contoh gel ini adalah gelatin dan sabun.Sedangkan gel non-elastis dapat
dibuat secara kimia sebagai contoh gel silica yang terbentuk karena

6
penambahan HCl pekat dalam larutan natrium silikat sehingga molekul
molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk
gel.

2.3. MEKANISME EMULSI SECARA KIMIA DAN FISIKA

a) Mekanisme secara kimia


Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan
minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair
apabila suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi
adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air,
sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun
minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang
mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan
berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air
sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.

b) Mekanisme secara fisika


Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan
tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan
maka fase terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium
pendispersinya(Ian, 2009).

7
2.4. TEORI TERJADINYA EMULSI
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori,
yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Teori tersebut ialah:

a. Teori tegangan permukaan (Surface Tension)


Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang
disebut dengan kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik
antar molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat
cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya
kohesi. Tegangan terjadi pada permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan
permukaan surface tension.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan
bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur immicble liquid.
Tegangan yang terjadi antara 2 cairan dinamakan tegangan bidang batas.
interface tension.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk tercampur.
Tegangan yang terjadi dapat air akan bertambah dengan penambahan garam-
garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan
penambahan senyawa organic tertentu antara lain sabun (sapo).
Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.

b. Adsorpsi Monomolekuler

Zat yang aktif pada permukaan dapat mengurangi tegangan antarmuka


karena adsorpsinya pada batas m/a membentuk lapisan-lapisan
monomolekuler(Martin, et al., 1993)

Hal ini dianggap bahwa lapisan monomolekular dari zat pengemulsi

melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi.Teori tersebut berdasarkan

anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan

8
dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan

tertentu(Ansel, 1989).

Penggunaan emulsi kombinasi dalam pembuatan emulsi saat ini lebih

sering dibandingkan penggunaan zat tunggal. Kemampuan campuran pengemulsi

untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan itu, dan karenanya

menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi mungkin

membentuk struktur gel yang agak rapat pada antarmuka, dan menghasilkan suatu

lapisan antarmuka yang stabil. Kombinasi dari natrium setil sulfat dan kolesterol

mengakibatkan suatu lapisan yang kompleks yang menghasilkan emulsi yang

sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk lapisan yang

tersusun dekat atau lapisan yang kompak dan akibatnya kombinasi tersebut

menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pada setil alkohol dan natrium oleat

menghasilkan lapisan yang tertutup erat, tetapi kekompleksan diabaikan sehingga

menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pengertian dari suatu lapisan tipis

monomolekular yang terarah dari zat pengemulsi tersebut pada permukaan fase

dalam dari suatu emulsi, adalah dasar paling penting untuk mengerti sebagian

besar teori emulsifikasi (Martin, et al., 1993).

Gambaran kombinasi zat pengemulsi pada batas minyak-air suatu emulsi

digambarkan pada Gambar 2.2. Dan gambaran tetesan air dalam suatu emulsi

minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span

pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air dapat dilihat pada Gambar 2.3.

9
Gambar 2.2 Gambaran kombinasi dari zat pengemulsi pada batas minyak-air
darisuatu emulsi (Schulman dan Cockbain (1940) diambil dari
Martin,et al., 1993)

Gambar 2.3 Gambaran tetesan air dalam suatu emulsi minyak-air, terlihat
arahdari sebuah molekul Tween dan sebuah molekul Span pada
batas antarmukasuatu emulsi minyak-air (Boyd dan Colloid
(1972) diambil dari Martin, et al., 1993).

10
Gambar 2.3 diatas menunjukkangambaran skematis dari tetesan air dalam

suatu emulsi minyak-air, terlihat arah dari sebuah molekul Tween dan sebuah

molekul Span pada batas antarmuka suatu emulsi minyak-air. Pengemulsi

campuran seringkali lebih efektif daripada pengemulsi tunggal. Kemampuan

campuran pengemulsi untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan

itu, dan karenanya menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi

mungkin membentuk struktur gel yang rapat pada antarmuka, dan menghasilkan

suatu lapisan antarmuka yang stabil. AtlasICI (1976)merekomendasikanbahwa

Tween hidrofilik dikombinasi dengan Span lipofilik menghasilkan emulsi m/a

atau a/m yang diinginkan. Pada bagian hidrokarbon dari molekul Span 80

(Sorbitan mono-oleat) berada dalam air dan radikal sorbitan berada dalam bola

minyak. Bila Tween 40 (polioksietilen sorbitan monopalmitat) ditambahkan, ia

mengarah pada batas sedemikian rupasehingga sebagian dari ekor Tween 40 ada

dalam fase minyak, dan dari rantai tersebut, bersama-sama dengan cincin sorbitan

dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Diselidiki bahwa rantai

hidrokarbon dari molekul Tween 40 berada dalam bola minyak antara rantai-rantai

Span 80, dan penyusunan ini menghasilkan atraksi (gaya tarik-menarik)Van Der

Waals yang efektif. Dalam cara ini, lapisan antarmuka diperkuat dan kestabilan

dari emulsi m/a ditingkatkan melawanpengelompokkan partikel (Martin, et al.,

1993).

Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat

zat pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil

(hydrophile-lipophile balance, HLB), yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi.

Kenyataannya, apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah,

11
detergen, atau zat penstabil dapat diperkirakan dari harga kesimbangan hidrofil-

lipofil (Martin, et al., 1993).

c. Adsorpsi Multimolekuler

Koloid lipofilik ini dapat dianggap seperti zat aktif permukaan karena

tampak pada batas antarmuka minyak-air. Tetapi zat ini berbeda dari zat aktif

permukaan sintetis dalam dua hal, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan

antarmuka dan membentuk suatu lapisan multimolekuler pada antarmuka dan

bukan suatu lapisan monomolekuler. Zat ini bekerja sebagai bahan pengemulsi

terutama karena efek yang kedua, karena lapisan-lapisan yang terbentuk tersebut

kuat dan mencegah terjadinya penggabungan. Efek tambahan yang mendorong

emulsi tersebut menjadi stabil adalah meningkatnya viskositas dari medium

dispers. Karena zat pengemulsi yang terbentuk akan membentuk lapisan-lapisan

multilayer di sekeliling tetesan yang bersifat hidrofilik, maka zat pengemulsi ini

cenderung untuk membentuk emulsi m/a (Martin, et al., 1993).

d. Adsorpsi Partikel Padat

Partikel-partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi sampai derajat

tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai zat pengemulsi. Ini diakibatkan

oleh keadaannya yang pekat antarmuka dimana dihasilkan suatu lapisan

berpartikel sekitar tetesan dispers sehingga dapat mencegah terjadinya

penggabungan. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air akan membentuk emulsi

tipem/a, sedangkan serbuk yang mudah dibasahi dengan minyak membentuk

emulsi a/m (Martin, et al., 1993).

12
2.5. ALAT-ALAT UNTUK PEMBUATAN EMULSI

a. Dengan Mortir dan Stampel


Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil
b. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam
botol pengocokan dilakukan terputus putus untuk memberi kesempatan
emulgator bekerja.
c. Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam ruangan yang
didalamnya terdapat pisau berputar denagn kecepatan tinggi.
d. Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga
partikel mempunyai ukuran yang sama.

2.6. BAHAN PENGEMULSI (EMULGATOR)

a. Emulgator alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit.
Dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan.
Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan emulgator tipe
o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat
dirusak bakteri. Oleh sebab itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini
harus selalu ditambah bahan pengawet.
a. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Emulsi yang
terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang
dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu
kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan
cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi)

13
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab menggunakan
gom arab sebanyak dari jumlah minyaknya.
Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,5 X berat gom, diaduk
keras dan cepat sampai putih , lalu diencerkan dengan air sisanya.
Selain itu dapat disebutkan :
Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat
Cara pembuatan:

Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi


dengan air panas 1,5 X berat gom . Dinginkan dan encerkan emulsi
dengan air dingin. Contoh : cera, oleum cacao, parafin solid
Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri
Minyak lemak : PGA kali berat minyak, kecuali oleum ricini
karena memiliki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk
membuat emulsi cukup dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : Oeum
amygdalarum
Minyak Lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak
lemak
Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam
minyaknya, tambahkan gom ( x myk lemak + aa x myk atsiri +
aa x zat padat )
Bahan obat cair BJ tinggi, contohnya chloroform, bromoform :
Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ campuran
mendekati satu. Gom sebanyak kali bahan obat cair.
Balsam-balsam
Gom sama banyak dengan balsam.
Oleum Iecoris Aseli
Menurut Fornas dipakai gom 30 % dari berat minyak.

b. Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh
emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan trgacanth sebanyak
1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5 6.

14
Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20 x
berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental tidak dapat
membentuk koloid pelindung.

c. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya zat
ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab.
Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih
Kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 45 oC
(bila suhunya kurang dari 45oC larutan agar-agar akan berbentuk gel).
Biasanya digunakan 1-2 %.

d. Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutup rasa
dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan dilakukan seperti pada agar.

e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.

2. Emulgator alam dari hewan

a. Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein / asam
amino) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai
emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w. Tetapi kemampuan
lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total kuning telur
merupakan emulgator tipe o/w. Zat ini mampu mengemulsikan minyak
lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.

b. Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol , merupakan emulgator
tipe w/o dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan

15
emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air.
Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 X beratnya.

3. Emulgator alam dari tanah mineral.


a. Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam - garam
magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang
terbentuk adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan pemakaian yang lazim
adalah sebanyak 1 %. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.

b. Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat
mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa sepert
gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %.

b. Emulgator buatan
Di samping emulsifier alami telah dilakukan sintesis elmusifier buatan

seperti ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai

Tween yang dapat membentuk emulsi m/a. Sabun juga merupakan emulsifier

buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat

menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih

air(Winarno, 1992).

1. Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan.Rumus bangun.


Tween 90 dapat dilihat pada Gambar 2.4.

16
Rumus molekul:C64H124O26

Bobot molekul: 1310

Pemerian:Pada suhu 25 C Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan

danberminyak memiliki aroma yang khas dan berasa pahit (Rowe, et al., 2009).

2. Xanthan gum

Xanthan gum merupakan rangkaian polisakarida yang tersusun atas tiga

macam rantai panjang gula sederhana. Rumus bangun xanthan gum dapat dilihat

pada Gambar 2.5.

Rumus molekul :(C35H49O29)n

17
Pemerian : Berupa bubuk berwarna krem atau putih, tidak berbau, memiliki
sifat aliran yang baik dan merupakan serbuk halus

Kelarutan : Larut dalam air panas atau air dingin(Rowe, et al., 2009).

2.7. KESTABILAN EMULSI

Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan
air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan,
maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi
emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam
waktu yang sangat singkat .

Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:

1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya
ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
mengendap.

2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan


ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi
koloid.

Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.
Sedangkan bentuk bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada
beberapa macam yaitu sebagai berikut :

18
Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak
tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok flok atau
sebuah agregat
Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga
terjadi pencampuran.
Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada
daerah permukaan dan dasar
Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan
viskositas
Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga
hilang karena pengaruh suhu.

Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami

kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor

suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini

akan dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau

membentuk krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan

menambahkan elektrolit guna pemisahan karet dalam lateks yaitu

menambahkan asam format asam asetat. (Nuranimahabah,2009)

2.8. METODE PEMBUATAN EMULSI

a) Metode gom kering

Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat


pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus
emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom,
lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan
sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya
suatu emulsi yang baik.

19
b) Metode gom basah (Anief, 2000)

Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau
harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan
metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang
kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan
pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara
bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.

c) Metode botol

Untuk membuat emulsi dari minyak-minyak menguap dan mempunyai


viskositas rendah. Caranya, serbuk gom arab dimasukkan ke dalam botol
kering, lalu ditambahkan dua bagian air kemudian air campuran tersebut
dikocok dengan kuat dalam keadaan wadah tertutup. Suatu volume air yang
sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit, terus
mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah
ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa diencerkan sampai mencapai
volume yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air
(Ansel, 1989).

d) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)

Surfaktan atau amfifil, menurunkan tegangan antarmuka minyak-air dan


membentuk film monomolekuler. Sifat-sifat aktif dari molekul surfaktan
disebut kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB).
Keseimbangan dari sifat hidrofilik dan sifat lipofilik dari suatu pengemulsi
menentukan apakah akan dihasilkan suatu emulsi m/a atau a/m. Umumnya
emulsi m/a terbentuk jika kesimbangan hidrofil-lipofil dari pengemulsi
berkisar antara 9-12, dan terbentuk emulsi a/m jika jaraknya berkisar antara
3-6.. Fase dimana zat aktif permukaan itu lebih larut adalah fase kontinu.

20
Jenis zat pengemulsi dengan harga kesimbangan hidrofil-lipofil yang tinggi
lebih suka larut di dalam air dan menghasilkan terbentuknya suatu emulsi
m/a. Keadaan sebaliknya terjadi dengan surfaktan yang memiliki
kesimbangan hidrofil-lipofil rendah, yang cenderung untuk
membentukemulsi a/m (Martin, et al., 1993).Aktivitas dan harga
kesimbangan hidrofil-lipofilpada surfaktan terlihat pada Tabel 2.1.

2.9. METODE PENGUJIAN EMULSI

Emulsi yang dibuat harus diketahui tipenya . Ada 5 cara untuk mengetahui
tipe emulsi yaitu

a) Cara pengenceran

Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran


ini
hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air
emulsitidak pecah maka, tipe emulsi M/A. Jika pecah maka tipe emulsi
A/M

b) Cara Pewarnaan

Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak
dalam air (M/A). contoh : metilen-blue.

c) Penggunaan Kertas Saring

21
Emulsi diteteskan pada kertas saring jika meninggalkan noda maka tipe
emulsi A/M jika tidak meninggalkan noda / transparan maka tipe emulsi
M/A .

d) Cara Flouresens

Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi M/A


flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi A/M flouresensinya
sempurna.

e) Hantaran Listrik

Emulsi Minyak dalam Air (M/A) dapat menghantarkan arus listrik karena
adanya ion-ion dalam air, sedangkan tipe emulsi Air dalam Minyak A/M
tidak dapat menghantarkan arus listrik.

2.10. PENERAPAN EMULSI

a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari


Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah
penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan
suatu emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air.
Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan hidrofilik, minyak akan terikat pada
bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi
hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air,
dimana kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.

b. Penerapan dalam bidang industri


Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah
industri saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana
asam cuka bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan
mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak
yang terdispersi dalam larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka
butiran-butiran akan bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar

22
sehingga asam cuka dan minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali
stabil maka dapat ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang
mengandung lesitin. Sistem koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.

c. Penerapan dalam bidang farmasi


Emulsi dalam bidang farmasi seperti obat-obatan. Biasanya mempunyai tipe
m/a. Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa
tidak enak. Flavor ditambahkan pada fase ekstern agar rasanya lebih enak.
Emulsi juga berguna untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding usus
(Anief, 1994).

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan
dibutuhkanzat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara
zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya

23
tidak akan terpisah.Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran
cairan polar dan cairan non polar.Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari
adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein
suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang
lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi
gelatin.

Dengan mengetahui sistem emulsi maka kita akan mengetahui sifat sifat
emulsi, stabil atau tidak stabilnya suatu emulsi serta faktor apa yang membuat
emulsi tidak stabil sehingga kita akan dapat menentukan zat pengemulsi untuk
dapat menstabilkannya.Sebagai contoh detergen yang digunakan untuk mencuci
disini detergen berfungsi sebagai emulgator yang dapat menstabilkan emulsi air
dan minyak sehingga minyak dapat mudah lepas dari pakaian.Selain itu dalam
bidang industri contohnya pembuatan saus salad, saus salad dari asam cuka dan
minyak yang awalnya stabil saat pengocokan namun setelah pengocokan
dihentikan kedua fase akan terpisah lagi sehingga dibutuhkan kuning telur sebagai
emulgator.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.freewebs.com/leosylvi/koloidemulsi.htm di akses (23-10-2014)


Ian, 17 Januari 2009 ,sistem koloid http://blogkita.info/tag/emulsi/ (diakses 23-
10-2014)
Ibnuhayyan, 10 September 2008, colloid-chemistry.
http://ibnuhayyan.wordpress.com/2008/09/10/emulsi/(diakses 24-10-
2014)

24
Ladytulipe, 4 januari 2009 ,Emulsi
http://ladytulipe.wordpress.com/2009/01/04/emulsi/(diakses 24-10-2014)
Nuranimahabah, 16 Mei 2009, koloid suspense larutan (kimia).
http://nuranimahabbah.wordpress.com/2009/05/16/koloid-suspensi-
larutan-kimia/(diakses 23-10-2014)
Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University
press, Jogjakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai