Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia.
Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiibua lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah
gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.

B. RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra ibualaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon  :

Respon  Adaptif                                                                    Respon  Maladptif


Pikiran logis                            Distorsi pikiran                        gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat                        ilusi                                          Halusinasi
Emosi konsisten dengan         Reaksi emosi berlebihan          Sulit berespon emosi
Pengalaman                             atau kurang                             perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai             Perilaku aneh/tidak biasa          isolasi sosial
Berhubungan sosial                 Menarik diri

C. JENIS –JENIS HALUSINASI

JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
70 % orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarannya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam ibuaktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak
dilakukan intervensi.
E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan
halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat
dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga
pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang
menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22
(Buchanan dan Carpenter,2002). Istri kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar
15 %, seorang istri yang salah satu orang tuanya mengalami
schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada
klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotin.

c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan
neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat
menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi
schizofrenia antara lain istri yang di pelihara oleh ibu yang suka
cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah
yang mengambil jarak dengan istrinya.
2. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing
abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku
seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ;

Kesehatan Nutrisi Kurang


Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
 Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Merasa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
a. Register,  menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang
mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara
untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang
mendengarkan suara-  suara dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan
stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya
halusinasi harus menjadi prioritas  untuk segera diatasi. Untuk
memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal
haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena
mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan  halusinasinya
kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan
pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi
menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat
penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi
tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat
memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila Perawat mengidentifikasi adanya tanda –
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.

b. Waktu dan Frekuensi.


Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan
bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu Perawat juga bias mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga
bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan
perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain
(homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien  biasanya juga
mengalami masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab
munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi
social (Stuart dan Laria,2001).
Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social ,
klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih
dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini 
memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :
EFEK             Resiko mencederai diri sendiri, Orang lain, dan lingkungan

C.P                  Perubahan persepsi sensori :                      Defisit Perawatan diri :


                       Halusinasi pendengaran                     Mandi/Kebersihan
diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI    Kerusakan interaksi sosial :                       Intoleransi aktifitas


                        Menarik diri

                        Gangguan konsep diri :


                        Harga diri rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan


sebagai berikut :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi audiotorik.
2.      Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri
rendah
4.      Defisit Perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan
dengan intoleransi aktifitas.

G. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan keP\perawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di
mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membntu klien mengenali halusinasinya.
3. Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana
cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.

Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :


1. Menghardik halusinasi.
2. Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal
ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama
(kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara Perawatan klien
halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka  oleh  tim
medis sehingga Perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat
menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus
utama dalam pemberian obat.

H. EVALUASI KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :


1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksistrian program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam
membantu klien mengatasi masalahnya

I. CARA MENGONTROL HALUSINASI


Menurut Budi Anna Keliat (2009), Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi,Perawat dapat melati pasien dengan empat cara yang
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.keempat cara mengontrol
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.Pasien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
2. Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.Pasien juga
harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program
terapi dokter.Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering
mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan.Jka
kekambuhan terjadi,untuk mencapai kondisi seperti semula akan
membutuhkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih minum obat
sesuai program dan berkelanjutan berikut ini intervensi yang dapat
dilakukan Perawatagar pasien patuh minum obat.
a. Jelaskan kegunaan obat.
b. Jelaskan akibat jika putus obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
d. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,benar
pasien, benar cara, benar waktu ,dan benar dosis).
3. Bercakap – cakap dengan orang lain
Bercakap- cakap dengan orang lain dapat membantu mengotrol
halusinasi.Ketika pasien bercakap- cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain.

4. Melakukan aktivitas yang terjadwal


Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukan diri melakukan aktivitas yang teratur.Dengan beraktifitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu, halusinasi dapat
dikontrol dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai
tidur malam. Tahapan intervensi Perawat dalam memberikan aktivitas
yang terjadwal,yaitu
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun
pagi sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan Penguatan
terhadap prilaku pasien yang positif

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)


TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI HALUSINASI
A.    Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.
Data objektif :
a. Klien tampak tertaibua sendiri.
b. Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.

2. Diagnosa Keperawatan.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
Pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik.
c. Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat.
d. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi.
c. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi.

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 : PENGKAJIAN DAN MENGENAL


HALUSINASI.
SP 1 KLIEN
1. Mengidentifikasi halusinasi : isi, frekuensi, ibuaktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon
2. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi: menghardik, minum obat,
bercakap- cakap, melakukan kegiatan
3. Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
4. Melatih klien memasukkan latihan menghardik dalam jadibual kegiatan
harian klien

B.     Strategi Komunikasi.


1. Fase Orientasi.
a. Salam terapeutik :
Perawat : Assalamualaikum..!!! Selamat pagi bu… perkenalkan
nama saya Refiazka Yusalia . Saya mahasiswa praktek dari Poltekkes
Kemenkes Padang. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai
jam 14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini.
Nama ibu siapa?
Pasien : nama saya Rahmi Novania
Perawat : Senangnya ibu dipanggil apa?
Pasien : Rahmi

b. Evaluasi/validasi :
Perawat : Baiklah ibuk Rahmi, Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
Pasien : baik buk

c.   Kontrak :
Perawat :Buk Rahmi, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
tentang suara yang mengganggu ibuk dan cara mengontrol suara-suara
tersebut, Apakah ibuk Rahmi bersedia?
Pasien : iya buk (sambil menganguk-anggukan kepala)
Perawat : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?
Pasien : baiklah buk
Perawat : Ibu mau berbincang-bincang dimana?
Pasien : Disini saja buk.
Perawat : baiklah buk kita akan berbincang-bincang disini
2. Fase Kerja .
Perawat : Apakah ibu rahmi mendengar suara tanpa ada wujudnya?
Pasien : Iya buk..
Perawat : Saya percaya ibu mendengar suara tersebut, tetapi saya
sendiri tidak mendengar suara itu. Apa yang dikatakan oleh suara yang ibu
dengar? Apakah ibu mendengarnya terus menerus atau sewaktu- waktu?
Pasien : suara itu mengejek saya buk, saya mendengarnya kadang-
kadang buk
Perawat : Kapan yang paling sering Ibu mendengar suara itu?
Pasien : siang hari setelah makan buk.
Perawat : Berapa kali dalam sehari ibu mendengarnya?
Pasien : 3- 5 kali buk
Perawat : Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?
Pasien : ya buk,saat saya sedang duduk dikamar setelah saya
selesai makan
Perawat : Apa yang ibu rasakan ketika mendengar suara itu?
Bagaimana perasaan ibu ketika mendengar suara tersebut?
Pasien : saya merasa kesal mendengar suara itu
Perawat : Kemudian apa yang ibu lakukan?
Pasien : jika saya mendengar suara itu, saya langsuang menutup
telinga saya dengan bantal dan kadang saya berteriak agar suara itu diam
Perawat : Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang?
Pasien : tidak, suaranya tetap bisa saya dengar.
Perawat : Baiklah bu, apa yang alami itu namanya Halusinasi. Ada
empat cara untuk mengontrol halusinasi yang ibuk Rahmi alami yaitu
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, dan melakukan aktifitas. Hari
ini, Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan
menghardik, apakah ibu Rahmi bersedia?
Pasien : bersedia buk (sambil menganguk-anggukkan kepala)
Perawat : Bagaimana kalau kita mulai ya. Saya akan mempraktekan
dahulu, baru ibu mempraktekkan kembali apa yang telah saya lakukan.
Begini bu, jika suara itu muncul katakan dengan keras “ pergi..pergi saya
tidak mau dengar.. kamu suara palsu” sambil menutup kedua telinga ibu.
seperti ini ya bu. Coba sekarang ibu ulangi lagi seperti yang saya lakukan
tadi.
Pasien : Jika saya mendengar suara itu, saya katakan “Pergi.. pergi
saya tidak mau dengar.. Kamu suara palsu” (sambil menutup kedua
telinganya)
Perawat : Wah bagus sekali bu, ibu sudah bisa mempraktekkan.

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Perawat : Bagaimana perasaan ibu Rahmi setelah kita kita bercakap-
cakap?
Pasien : saya merasa baikan bu
Perawat : Baiklah bu, Jika suara itu masih terdengar mengejek ibu,
seperti yang telah kita pelajari bila suara-suara itu muncul ibu bisa
mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dengar kamu suara palsu”

b. Tindakan Lanjut
Perawat : Ibu lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi,
lakukan itu selama 3 kali sehari yaitu jam 08:00, 14:00 dan jam 20:00
atau disaat ibu mendengar suara tersebut. cara mengisi buku kegiatan
harian adalah sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah kita
buat tadi ya bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri maka ibu
menuliskan di kolom M, jika ibu melakukannya dibantu atau
diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat di kolom B, Jika
ibuk tidak melakukanya maka ibu tulis di kolom T. apakah ibu
mengerti?
Pasien : Iya,,saya mengerti buk.
c. Kontrak yang akan datang :
Perawat : Baik lah buk, Bagaimana kalau besok kita berbincang-
bincang tentang cara yang kedua yaitu dengan minum obat untuk
mencegah suara-suara itu muncul, apakah ibu bersedia?
Pasien : saya bersedia buk.
Perawat : Ibuk maunya jam berapa? Bagaimana kalau jam 09:00 ?
Pasien : baik buk
Perawat :Ibuk maunya dimana kita berbincang-bincang?
Pasien : disini saja buk.
Perawat : Baiklah buk Rahmi besok saya akan kesini jam 09:00 ya
buk. Saya permisi ya buk. Assalamualaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai