Anda di halaman 1dari 8

KEKRISTENAN DI THAILAND DAN BURMA ATAU MYANMAR

1. Gereja di Thailand

Pada tanggal 24 Juni 1939 negara Siam mengubah namanya menjadi Thailand. Istilah Thai
berarti merdeka atau bebas. Persetujuan-persetujuan non-agresi yang ditandatangani dengan
Inggris, Prancis, dan Jepang, memungkinkan Thailand mempertahankan kemerdekaan, bahkan
memperoleh kembali wilayah yang pernah dikuasai Perancis. Walaupun diduduki tentara Jepang
mulai bulan Desember 1941, Thailand tidak begitu menderita pada masa perang dunia II
dibanding negara-negara Asia Tenggara lain.

Komunisme mengancam stabilitas negara Thailand dan kawasan Asia Tenggara sesudah
1945. Di Vietnam, dengan dukungan Cina, partai Komunis mengalahkan penjajah Perancis pada
tahun 1954, sehingga negara Vietnam terbagi menjadi dua. Vietnam Utara (komunis) kemudian
menyerang Vietnam Selatan. Tindakan ini mencetuskan masa perang yang mengakibatkan
banyak pertumpahan darah. Amerika yang membantu Vietnam Selatan dengan senjata canggih
tidak berhasil mengalahkan pasukan gerilyawan komunis, sehingga mereka pada tahun 1973
terpaksa mengundurkan diri. Perang gerilya berlangsung di Kamboja dan Laos, sementara
gerilyawan komunis juga bergerak di hutan Malaysia.

Melihat perkembangan Partai Komunis di Asia Tenggara, Amerika membangun pangkalan


militer di negeri itu sehingga pengaruh Amerika di Thailand semakin kuat. Sementara itu, Jepang
mendapat pengaruh besar di Thailand melalui teknologi canggih. Namun, Thailand
mempertahankan kedaulatannya. Pada tahun 1967 wakil-wakil dari Thailand, Indonesia
Singapura, Malaysia, dan Filipina berkumpul di Bangkok mendirikan ASEAN (Association of
South East Asian Nations).

Tujuan utama ASEAN adalah memperkuat stabilitas kawasan ASEAN dan mendukung
perkembangan ekonomi. Modernisasi Thailand sejak perang dunia II mengagumkan, baik yang
tercapai di bidang ekonomi pertanian maupun industrialisasi. Ekonomi Thailand berkembang
terus-menerus, dengan kemajuan pesat pada tahun 1960-an dan tahun 1980-an. Namun,
menjelang tahun 1990 Thailand menghadapi berbagai masalah sosial, termasuk perdagangan
narkotika dan korupsi.
Pada tahun 1932 undang-undang dasar Thailand diubah, sehingga Raja Thailand, yang
sebelumnya memegang kekuasaan mutlak, kini memerintah melalui dewan rakyat yang diangkat
melalui proses pemilihan umum. Sejak tahun itu sering sekali terjadi kudeta atau perubahan
undang-undang dasar. Golongan militer berpengaruh di kalangan politik dan dianggap sebagai
pencegah korupsi. Pengaruh Raja menguatkan stabilitas dan mempersatukan bangsa dan negara.
Raja dihormati sebagai lambang negara dan lambang kebaikan. Raja mengasihi rakyat seperti
Buddha mengasihi manusia.

Bendera Thailand yang dipakai sejak tahun 1917 berwarna tiga: merah melambangkan negara
Thai, putih melambangkan agama Buddha, biru melambangkan kerajaan. Tiga unsur tersebut
terjalin bersama dalam kepribadian nasional. Thailand menjadi salah satu pusat pembaharuan
agama Buddha Theravada. Kebudayaan Thai berdasarkan agama Budha, sehingga kekompakan
masyarakat Budha merupakan faktor utama yang merintangi perkembangan kekristenan diantara
bangsa Thai

Agama Buddha adalah agama negara, menurut undang-undang dasar negara Thailand,
namun dijamin kebebasan beragama bagi orang yang beragama lain. Departemen Urusan Agama
memberikan sumbangan kepada lembaga-lembaga keagamaan sesuai dengan jumlah
penganutnya. Kebanyakan Raja Thailand bersikap toleran terhadap kekristenan, namun tetap
menganggapnya sebagai ‘agama asing’. Seperti bunyi peribahasa ‘to be Thai is to be Buddhist’;
sebagai bangsa Thai berarti mempunyai identitas sebagai orang beragama Budha.

Pada awal abad ke-20 metode Nevius yaitu pendirian gereja mandiri dari segi dana dan
kepemimpinan, menjadi tujuan utama misi Protestan di Thailand. Walaupun pengaruh misionaris
masih kuat, di semua denominasi kepemimpinan asli Thai berkembang.

Gerakan oikumene juga berkembang. Dewan Kristen Nasional didirikan pada tahun
1930. Pada tahun 1934 gereja presbyterian bergabung dengan gereja Baptis mendirikan United
Church Of Christ in Siam. Gereja tersebut kemudian diperluas dengan masuknya Diciples of
Christ (Amerika), Gereja Lutheran (Jerman), gereja presbyterian Korea dan beberapa badan lain.
Pada mulanya administrasi dan keuangan dipegang oleh pekabar injil dari luar negeri. Namun,
diberikan beasiswa kepada para pemimpin Thai untuk melanjutkan studi ke luar negeri, supaya
kepemimpinan asli berkembang. Pada tahun 1949 di Chiangmai didirikan Sekolah Tinggi
Theologi Thailand, yang kemudian ditingkatkan menjadi Fakultas Teologi McGilvary di
Universitas Payap. Pada tahun 1957 misi presbyterian agama dibubarkan, sehingga pimpinan
Church Of Christ in Thailand atau gereja Kristus Thailand diserahkan ke tangan orang Kristen
Thai. Kekurangan tenaga merupakan masalah bagi GKT. Pada tahun 1990 di laporkan 60-70%
Jemaat Mat dilayani oleh penginjil Awam.

Pada Tahun 1948 GKT menjadi anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia wakil-wakil
tailand berperan di Sidang Raya DGD. Sidang pertama East Asia Christian Conferensi diadakan
di Bangkok pada tahun 1949. Sejak tahun 1960 hingga 1973 kantor pusat EACC terletak di
Bangkok, karena sekretaris umumnya tinggal di Bangkok. Sidang EACC diadakan di Bangkok
pada tahun 1964 dan tahun 1968. Tujuan EACC adalah memudahkan kerjasama antar gereja
terutama dalam pelayanan kemasyarakatan, dengan menyalurkan tenaga serta dan antara negara
dengan negara.

Pada tahun 1970-an beberapa badan missi yang tidak mau bergabung dengan GKT,
misalnya CMA ( Christian and Missionary Alliance) dan OMF (overseas missionary fellowship),
mendirikan Persekutuan Evangelical Thailand. Persekutuan tersebut lebih informal ketimbang
gereja Kristus Thailand, dan berperan mewakili kaum evangelikal dalam hubungan dengan
pemerintah. Sebagian badan misi PIT membiarkan pimpinan gereja tetap dipegang pekabar Injil
asing, sedangkan yang lain menyerahkan pimpinan kepada orang Kristen Thai. Pada tahun 1992
keanggotaan PIT terdiri dari 56 lembaga misi Thai dan 53 lembaga misi asing. Didirikanlah
sekolah sekolah teologi atau sekolah-sekolah Alkitab, misalnya Sekolah Alkitab di Bangkok dan
Pusat Pelatihan Alkitab Phayao, dengan tujuan mendidik tenaga gereja. Namun kebanyakan
alumni sekolah Alkitab tidak bekerja penuh sebagai pendeta atau penginjil, sehingga gereja-
gereja PIT, seperti juga gereja Kristus Thailand, mengalami kekurangan tenaga.

Sama seperti gereja gereja Protestan, Gereja Katolik Roma, sesudah 1945, berusaha
mempribumikan gereja. Pastor-pastor Perancis ditarik keluar Thailand oleh karena pertikaian
antara Perancis dan Thailand mengenai perbatasan Thailand dan dengan Kamboja. Sehingga
tugas-tugas mereka diserahkan kepada pastor-pastor pembantu Thai. Uskup pertama ditahbiskan
pada tahun 1945. Pada tahun 1956 ditetapkan 2 provinsi gerejani, yaitu bangkok dan Thare
Nongseng dengan dua Uskup Agung Thai.
PEKABARAN INJIL DAN PERKEMBANGAN GEREJA

Kemenangan sekutu Barat pada tahun 1945, bersama dengan zaman modernisasi dan
kemajuan ekonomi, menimbulkan semangat untuk mengabarkan Injil dan membuat masyarakat
Thailand lebih terbuka terhadap kekristenan. Pembaruan rohani meluap di gereja-gereja Thailand
Utara. Pada tahun 1446 seorang pekabar Injil barat melaporkan banyak orang Kristen di sekitar
Chiangmai yang sudah meninggalkan iman Kristen, kembali mengakui dosa dan minta diterima
kembali dalam gereja. Banyak orang Kristen memakai waktu senggangnya untuk mengabarkan
Injil di lingkungannya. Akibatnya, gereja berkembang, baik kerohaniannya maupun jumlahnya.

Lembaga-lembaga misi baru masuk Thailand sesudah 1945. Sebagian pekabar Injil
masuk Thailand sebagai anggota gereja Kristus Thailand (misalnya gereja presbyterian Korea
pada tahun 1956 dan gereja India Selatan pada tahun 1959). Sebagian lagi, misalnya OMF pada
tahun 1951 dan WEC pada tahun 1947, membuat persetujuan dengan GKT mengenai darah
penginjilan, supaya tidak persaingan. Sebagian lagi masuk sendiri.

Kedatangan lembaga-lembaga misi baru membangkitkan semangat orang Kristen Thai


untuk mengabarkan Injil. Seusai Perang Dunia II mulai masa perluasan pesat. Jumlah anggota
gereja Kristus Thailand bertambah dari 8.000 pada tahun 1945 menjadi 13.422 pada tahun 1950.
Dan setelah itu mengalami pasang surut. Pada tahun 1960 ada 18.034 anggota dan 26.691 pada
tahun 1974. Namun pada tahun 1970-an gereja sekali lagi mengalami perkembangan yang luar
biasa. Jumlah anggota gereja gereja Protestan bertumbuh hampir 80% dari 36.348 pada tahun
1970 menjadi 65.000 pada tahun 1980. GKT merupakan gereja terbesar di Thailand.

Sama seperti gereja-gereja Protestan, Gereja Katolik Roma juga mengalami


perkembangan pesat sesudah tahun 1945, disusul masa pasang surut. Kemudian pada tahun
1970-an Gereja Katolik bertumbuh cepat terutama di daerah utara dalam lingkungan suku Karen
dan suku Lao. Gereja Katolik merupakan gereja terbesar di Thailand, dengan 127.000 anggota
pada tahun 1990. Gereja Katolik paling kuat di Bangkok dan di antara bangsa Cina.

Salah satu faktor pendorong perkembangan gereja gereja Protestan adalah kerjasama di
bidang pendidikan dan penginjilan. Pada tahun 1970 diadakan Kongres Pekabaran Injil se-
Thailand yang dihadiri oleh 245 wakil dari semua denominasi. Seminar pertumbuhan gereja se-
Thailand diadakan pada tahun 1971, dengan akibat dibentuknya panitia pertumbuhan Gereja di
Thailand, terdiri dari wakil-wakil gereja Kristen Thailand, OMF, Gereja Baptis dan Gereja gereja
Pentakosta. Pada tahun 1978 panitia tersebut menjalankan kampanye pekabaran Injil ‘Menuju
Hidup Baru’ di 7 kota besar. Di Chiangmai 5000 orang Kristen bersatu melakukan ‘baris
kesaksian’.

Banyak gereja menjalankan kampanye pekabaran Injil secara rutin. Pada musim kemarau
tim-tim pekabar Injil berkunjung ke desa, terutama di Thailand Utara dan Thailand Tengah. Baik
staf pengajar maupun mahasiswa fakultas teologi McGilvary, Universitas Payap, mengadakan
pekan pembaharuan rohani di sekolah-sekolah Kristen dan di rumah sakit Kristen pada masa
liburan panjang. Staf pengajar dan mahasiswa dari sekolah sekolah alkitab di Bangkok, Phayao
dan Chiangmai melayani di desa-desa setiap musim kemarau. Mereka tinggal kurang lebih satu
minggu di setiap desa, mendekati penduduk, serta mengumpulkan beberapa keluarga dalam
kelompok kecil yang kemudian berkembang menjadi jemaat.

Keluarga dan rumah tangga dianggap sebagai kunci pendirian gereja. Gereja adventist
menginjili Desa melalui perkunjungan intensif tim-tim kecil, 3 atau 4 orang di kampung,
keluarga mereka. Mereka memakai film khotbah dengan alat peraga dan lagu-lagu rohani
sederhana. Keluarga yang menyambut dengan baik dikunjungi lagi dan diberi pengajaran lebih
lanjut. Kalau seluruh rumah tangga sudah percaya, mereka dibaptis. Dengan memakai metode
tersebut Gereja Adventis penting di provinsi Ubon bertumbuh dari 9 Jemaat pada tahun 1972
menjadi 30 jemaat pada tahun 1978.

Pekabaran Injil melalui kelompok doa juga berhasil di Thailand Utara. Pendeta penginjl
di rumah sakit McCormikck (milik gereja Kristus Thailand) di Chiangmai membentuk beberapa
kelompok doa kecil di rumah sakit dan di desa sekitarnya. Doa khusus yang diarahkan, kepada
pokok-pokok doa tertentu ditekankan. Sejumlah kelompok-kelompok doa itu berkembang
menjadi jemaat dewasa. Gereja di Mae Pu Kha didirikan pada tahun 1973 sebagai hasil
kelompok doa, mencapai jumlah keanggotaan 120 pada Tahun 1979.

Media komunikasi dipakai secara luas sebagai alat pekabaran Injil. Pada tahun 1959
gereja Baptis Selatan memutar film yang diisi dengan bahasa Thai. Pada tahun 1970-an tiga film
Thai diciptakan berdasarkan perumpamaan Yesus. Film-film produksi Baptis dipergunakan
secara luas oleh semua denominasi dalam pekabaran Injil. Mulai tahun 1961 siaran televisi dan
radio juga dipakai sebagai sarana pekabaran Injil. Pada tahun 1983 acara Kristen disiarkan oleh
49 pemancar radio. Pada tahun 1990 di laporkan empat studio radio penyiaran Kristen sedang
membuat acara baik dalam bahasa Thai maupun dalam bahasa- bahasa suku. Kaset-kaset audio
juga dipakai sebagai alat pekabaran Injil di desa. Badan penerbit buku Kristen, telah menerbitkan
lebih dari 1000 judul buku hingga tahun 1985. Beberapa surat kabar memasukkan artikel atau
kartun Kristen.

Umat Kristen merupakan minoritas kecil, kurang lebih 1% penduduk Thailand pada
tahun 1990. Kurang dari separuh orang Kristen di Thailand termasuk golongan etnis Thai,
sedangkan kekristenan berkembang perlahan-lahan di antara suku bangsa Cina yang terdapat di
Thailand. suku-suku di Thailand Utara merupakan golongan masyarakat yang paling terbuka
terhadap Injil khususnya suku Karen.

Suku Karen pertama sekali di injili oleh suku Karen sendiri yang masuk Thailand dari
Burma (Myanmar), bekerjasama dengan pekabaran injil dari gereja Baptis Amerika. Namun
kekacauan politik pada tahun 1930 baik di Burma maupun di Thailand, ditambah lagi cara hidup
suku Karen sendiri, yang suka mengembara, menjadi hambatan bagi pekabaran Injil. Pada masa
perang dunia II pekabaran dan Injil di daerah Karen terpaksa berhenti. Baru pada tahun 1952
misi Baptis mengutus A.G van Benschoten dengan tugas mengabarkan Injil kepada suku Karen
di daerah perbatasan Burma-Thailand. Gereja yang diperkirakan berjumlah 900 orang pada tahun
1952 bertumbuh dengan pesat mencapai 2.554 orang pada tahun 1963, kemudian mencapai
jumlah 8.500 pada tahun 1985. Gereja Karen bertumbuh lebih cepat daripada gereja-gerejaThai
yang lain, sedangkan banyak orang Karen juga masuk denominasi denominasi lain.

Pada tahun 1950 OMF mulai melayani 8 suku di Thailand Utara. Beberapa pekabar Injil
menetap di desa Hmong. Mereka mengalami banyak tantangan, misalnya salah seorang pekabar
Injil di bunuh. Namun pada tahun 1952 sebelas rumah tangga Hmong membakar alat-alat kuasa
gelapnya dan percaya kepada Tuhan Yesus. Orang Kristen Lisu mengabarkan Injil ke sebuah
kampung dengan 240 rumah tangga di daerah perbatasan Laos. Alkitab diterjemahkan ke dalam
bahasa Hmong. Orang Kristen yang berbakat dikirim ke Sekolah Alkitab Phayao untuk disiapkan
sebagai tenaga rohaniawan.
Gerakan gerilywan komunis di daerah pegunungan memaksa orang Hmong mengungsi
ke tanah datar. Sebagian pengungsi tersebut mendapat pendidikan di Sekolah Alkitab Phayao. 
sesudah gerilyawan komunis pergi suku Hmong pulang ke pegunungan. Para tamatan Sekolah
Alkitab Phayao diangkat menjadi pemimpin gereja. Pada tahun 1989 Persekutuan Gereja-gereja
Hmong terdiri dari sekitar 100 gereja, dengan lebih dari 1000 anggota.
Suku Akha yang berasal dari Cina, tinggal di Burma, Laos, Vietnam dan Thailand. Peter
Wyss dan Peter Nighting bahasaale, utusan OMF, mulai  bekerja di antara suku Akha pada tahun
1962. Paul Lewis, seorang utusan misi Babtis, sudah menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa
Akha sewaktu ia melayani di Burma. Ia kemudian pindah ke Thailand. Dua orang Kristen Akha,
Ya Jun dan Meechu, datang dari Burma sebagai penginjil.
Pekabaran Injil diantara suku Akha menghadapi berbagai tantangan, namun berkembang
secara perlahan-lahan. Beberapa keluarga yang percaya diusir dari kampung mereka, sehingga
didirikan masyarakat Kristen di Lembah Gajah. Pelayanan misi bersifat holistik dan meliputi
pengajaran Alkitab, pelayanan medis dan program rehabilitasi pecandu obat bius. Alfred Gasser,
seorang Swiss,  mengajarkan metode pertanian kepada masyarakat petani, terutama mencangkul,
dengan akibat hasil panen meningkat. Wyss dan seorang rekan dibunuh, sedangkan Nigtingale
meninggal akibat penyakit kanker. Namun gereja Akha berkembang terus. Pada tahun 1987
seribu orang menghadiri pesta perayaan 25 tahun Injil dikabarkan di tanah Akha.
Selain pekabaran Injil langsung, gereja di Thailand menekankan pendidikan dan
pelayanan medis sebagai kesaksian tentang kasih Kristus dan jalan pendekatan. Pada tahun 1978
terdapat 168 sekolah Katolik. Pada tahun 1982 disamping sekolah Tinggi Theologia di
Chiangmai Gereja Kristus Thailand mempunyai 37 sekolah dasar, 5 sekolah menengah, 5 rumah
sakit, 32 klinik, 1 klinik berkeliling, sebuah rehab rehabilitasi, tanah pertanian, dan departemen
pemberanatasan buta huruf. CMA mulai melayani orang yang berpenyakit kusta pada tahun
1951. OMF membuka klinik-klinik dan rumah sakit untuk orang berpenyakit kusta di Thailand
tengah sebagai langkah pertama untuk mendirikan gereja.
Pada paroan ke dua abad ke-20 timbul perbedaan pendapat mengenai motivasi dan tujuan
pelayanan sosial. Kaum evangelical, meski mementingkan pelayanan holistic, yang
memperhatikan baik kebutuhan jasmani maupun rohani, lebih memfokuskan pada pengabaran
Injil. Sedangkan Gereja Katolik Roma dan sebagian orang Protestan lebih memfokuskan
perkembangan masyarakat, tindakan sosial dan hubungan-hubungan majikan buruh pabrik.
Pekerja Muda Kristen Katolik berperan dalam pendirian gerakan kaum buruh pada tahun 1960-
an.
Pusat Mahasiswa Kristen didirikan GKT pada tahun 1971 untuk mendorong orang
Kristen supaya berperan dalam isu-isu politik. Direktur pertama Koson Srisang, mengatur
program agama dan masyarakat mulai tahun 1968 dan gerakan kerja sama antar agama dalam
isu-isu kemasyarakatan. Orang Kristen mengambi bagian dalam kudeta pada tahun 1973.
Kelompok mahasiswa berhasil menegakkan rezim demokrasi di Thailand, yang kemudia
digulingkan pada tahun 1976.
Koson Srisang diagkat menjadi sekretaris umum GKT pada tahun 1974. Ia menuduh
umat Kristen terlalu mengidentifikasi dengan golongan masyarakat kaya, sedangkan justru orang
kayalah yang menindas orang miskin. Gereja seharusnya memperjuangkan keadilan misalnya
melalui misi kota pedesaan yang diatur EACC (East Asia Chiristian Conference).

Anda mungkin juga menyukai