Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA OTAK KEPALA SEDANG (COS)

Oleh :
NAMA : AYU RAHMAWATI
NIM : 20020015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah satunya
karena adanya benturan atau kecelakaan. Cedera kepala mengakibatkan pasien
dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan akibat paling
fatal adalah kematian. Asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala
memegang peranan penting terutama dalam pencegehan komplikasi
(Muttaqin, 2016).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang
sinonimnya adalah trauma kapitis/head, injury/trauma,
kranioserebral/traumatic, brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
Cedera kepala sedang yakni apabila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama
pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan
atau pembengkakan otak.

1.2 KLASIFIKASI CEDERA KEPALA SEDANG


Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang menjadi :
1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah.

Klasifikasi Cedera Kepala :

Penentuan Deskripsi
Keparahan
Ringan GCS 13-15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit dan disorientasi. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral,
hematoma.
Sedang GCS 9-12
Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti
perintah yang sederhana atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami
fraktur tengkorak.
Berat GCS 3-8
Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari
24 jam juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau
hematoma intracranial. Dengan perhitungan GCS
sebagai berikut :
 Eye : nilai 2 atau 1
 Motorik : Nilai 5 atau <5
 Verbal : Nilai 2 atau 1

1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Repon Motorik
Mampu Bergerak 6
Melokalisasi Nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3-15
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam
penentuan derajat cedera kepala. Menurut Judha (2011), berdasarkan derajat
penurunan tingkat kesadaran serta ada tidaknya deficit neurologic.

1.3 ETIOLOGI

Penyebab cedera kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang
terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder
yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi 6
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea / hipotensi sistemik. Cedera sekunder
merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial
dan perubahan neurokimiawi.

1. Trauma Tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya
otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

2. Trauma Tumpul
Kerusakan Menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.

3. Cedera Akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun yang bukan pukulan
4. Kontak Benturan
Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu obyek.

5. Kecelakaan Lalu Lintas


6. Jatuh

7. Kecelakaan Kerja

8. Serangan yang disebabkan karena Olahraga

9. Perkelahian

1.4 PATOFISIOLOGI

Mekanisme cedera kepala dapat berlangsung peristiwa coup dan contrecoup.


Lesi coup merupakan lesi yang diakibatkan adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah disekitarnya. Lesi contrecoup merupakan lesi di daerah
yang letaknya berlawanan dengan lokasi benturan. Akselerasi - deselerasi terjadi
akibat kepala bergerak dan berhenti mendadak dan kasar saat terjadi trauma.
Perbedaan densitas antara tulang tengkorak dan otak menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam
tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat
yang berlawanan dari benturan.
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma tulang
belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non mekanik.
Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang keras. Tempat
yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut dinamakan dampak atau
impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2) fraktur linear, (3) fraktur
stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya edema atau perdarahan
subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau fraktur impresi
(Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma kapitis
karena (1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf otak, (3)
traksi terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau (4)
kompresi serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang
otak. Pada trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan
atau tanpa amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologic. Apapun tidak
terdapat pada penderita tersebut. Sed angkan kemungkinan lain yang terjadi
adalah penurunan kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut
ditentukan oleh integirtas diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut
bisa tidak berfungsi sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel.
Batang otak yang pada ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah
terbentang dan teregang waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak.
Gerakan cepat dan mendadak itu disebut akselerasi. Peregangan menurut poros
batak otak ini dapat menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis
asendens difus, sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang berarti
bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono & Sidharta,
2010).
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh (1)
kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4) perdarahan
epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena
berbagai gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis,
seperti telah disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak
(akselerasi). Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak
(deakselerasi). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang
ke arah impact dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah
impact. Adanya akselerasi tersebut menimbulkan penggeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif, yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan kecil tanpa kerusakan
duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi kontusio coup, sedangkan
lesi di seberang impact disebut lesi kontusio countrecoup. Ada pula lesi
intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup
(Mardjono & Sidharta, 2010).

1.5 MANIFESTASI KLINIS

Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala ringan adalah pasien
tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh,
sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau muntah, gangguan
tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan kepribadian diri, letargik.
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala berat adalah perubahan
ukuran pupil (anisocoria), trias Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernafasan) apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat
pergerakan atau posisi abnormal ekstremitas

Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:

1. Skull Fracture

Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan hidung
(othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani, periobital ecimos
(brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan,
hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya
gerakan mata, dan vertigo.

2. Concussion

Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5


menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins
dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam contusion. Tanda yang
terdapat:

a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau


cepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang
otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan keabnormalan
pupil.
1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnostik cedera kepala ditegakkan berdasarkan :
1. riwayat utama
a. sebab trauma
b. adanya kelainan neurologik awal; kejang, hilang kesadaran, kelemahan
motorik dan gangguan bicara
c. derajat ketidaksadaran, amnesia
d. nyeri kepala, mual dan muntah.
2. pemeriksaan fisik
a. tanda-tanda vital
b. tingkat kesadaran cidera luar yang terlihat; cidera kulit
kepala,perdarahan hidung,mulut, telinga dan hematoperiorbital
c. tanda-tanda neurologis; ukuran pupil, gerakan mata, aktivitas motorik
d. refleks tendon
e. sistem sensorik perlu diperiksa, jika pasien sadar
3. pemeriksaan penunjang
a. laboratorium rutin
b. foto kepala AP lateral
c. foto servikal
d. CT scan / MRI kepala
e. Arteriografi bila perlu
1.7 KOMPLIKASI CEDERA OTAK SEDANG
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien
merupakan salah satu komplikasi serius. Faktor risikonya adalah trauma
penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, GCS <10.
2. Demam dan Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
dan memperburuk outcome.Sering terjadi akibat kekurangan cairan,
infeksi, efek sentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro
muskular paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma
barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus
Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala,
papil odema, demensia, ataksia dan gangguan miksi.
4. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa
penanganan ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan
kontraktur, dan bantuan dalam memposisikan diri. Terapi primer dengan
koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting,
casting, dan terapi farmakologi dengan dantrolen, baklofen, tizanidin,
botulinum dan benzodiazepin.
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal
dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi
labil.Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat
yang berpotensi sentral.Penanganan farmakologi antara lain dengan
menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron,
stimulant, benzodiazepin dan terapi modifikasi lingkungan.
6. Mood, Tingkah Laku dan Kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding
gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons
Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan
kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74%,
gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%.
Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.
7. Sindroma Post Kontusio
Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang
berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada
3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama.
a. Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah
lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya,
b. kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,
c. Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
1.8 PENATALAKSANAAN CEDERA OTAK SEDANG
1. Terapi farmakologis, untuk mempertahankan status cairan dan
menghindari dehidrasi. Pemberian NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%,
asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium
setiap 4-6 jam.
2. Terapi nutrisi, diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140%
kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari.
Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.
3. Terapi prevensi kejang, pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada minggu pertama.Faktor-faktor terkait yang
harus dievaluasi pada terapi prevensi kejang adalah kondisi pasien yang
hipoglikemi, gangguan elektrolit, dan infeksi.

1.9 KONSEP KEPERAWATAN


1.9.1 Pengkajian
1. Riwayat kesehatan : waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadiam, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian
2. Pemeriksaanfisik
a. Sistemrespirasi : suaranafas, polanafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruhperdarahan organ ataupengaruh PTIK
c. Sistem Saraf :
1) Kesadaran→GCS.
2) Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai atau meluas
kebatang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial
3) Fungsi sensori-motor → adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.

d. Sistem pencernaan
1) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar →tanyakan pola makan?
2) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
3) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak :kerusakan area motorik→hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi
Kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau akibat kerusakan
saraf hipoglosus dan saraf fasialis
g. Psikososial → data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
1.9.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI diagnose


keperawatan yang akan muncul adalah :
1. Resiko Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan
Cedera Kepala
2. Pola nafas tidak efektif b.d cedera pada medulla spinalis
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Bersihan jalan nafas tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang
tertahan
5. Gangguan persepsi sensori b.d hipoksia serebral
6. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d trauma atau perdarahan
7. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
8. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
9. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
10. Resiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor
11. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasive
12. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
13. Gangguan mobilitas b.d gangguan neuromuscular
14. Distress spiritual b.d peningkatan ketergantuang orang lain
1.9.3 Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


Resiko Perfusi Jaringan Setelah dilakukan perawatan selama …x…
1. Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Serebral Tidak Efektif b.d jam diharapkan Perfusi Serebral (L.02014) (I.06194)
Cedera Kepala Indikator S S 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (missal :
A T edema serebral)
D.0017 Tingkat Kesadaran 2 4
2. Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
Tekanan Intrakranial 2 4
(missal : TD meningkat, kesadaran menurun)
Demam 3 5
Keterangan : 3. Monitor status pernafasan

1. Menurun atau meningkat 4. Berikan posisi semi fowler


2. Cukup menurun atau meningkat 5. Atur ventilator agar PaCO2 = optimal
3. Sedang 6. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulan,
4. Cukup Meningkat atau menurunkan jika perlu
5. Meningkat atau menurun

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan perawatan selama …x…


2. Manajemen jalan napas buatan (1. 01012)
b.d cedera pada medulla jam diharapkan Pola Napas (L.01004)
1. Monitor kuliat area stoma trakeostomi
spinalis (kemerahan, perdarahan)
2. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
jika diperlukan (bukan secara berkala atau rutin)
D.00005 Indikator S S
3. Lakukan perawatan trakeostomi
A T
Dispnea 2 4 4. Jelaskan pasien atau keliarga tujuan prosedur
Penggunaan otot bantu napas 2 4 pemasangan jalan napas buatan
Frekuensi Napas 3 5
5. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous
Keterangan : plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan
1. Meningkat atau memburuk
2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan perawatan selama …x…


3. Terapi Oksigen (1.01026)
b.d ketidakseimbangan jam diharapkan Pertukaran Gas (L.01003)
1. Monitor posisi alat terapi oksigen
ventilasi-perfusi Indikator S S
2. Monitor integritas mukosa hidung akibat
A T
pemasangan oksigen
D.00003 Tingkat kesadaran 2 4
Dispnea 2 4 3. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea,
Bunyi napas tambahan 3 5 jika perlu
Keterangan :
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
1. Menurun atau meningkat 5. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
2. Cukup menurun atau meningkat oksigen di rumah
3. Sedang 6. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
4. Cukup Meningkat atau menurunkan
5. Meningkat atau menurun

Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan perawatan selama …x…


4. Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Efektif berhubungan jam diharapkan Bersihan Jalan Napas
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
dengan Sekresi yang (L.01001) napas)
tertahan Indikator S S 2. Monitor bunyi napas tambahan (missal gurgling,
A T mengi, wheezing, ronchi kering)
D.00001 Dispnea 2 4
3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
Frekuensi Napas 2 4
tilt dan chin-lift
Pola Napas 2 4
Keterangan : 4. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
1. Meningkat atau memburuk
5. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
2. Cukup meningkat atau memburuk
kontraindikasi
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik,
5. Menurun atau membaik jika perlu

Gangguan persepsi Setelah dilakukan perawatan selama …x…


5. Terapi Relaksasi (1.09326)
sensori b.d hipoksia jam diharapkan Status Neurologis (L.06053)
1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
serebral ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
D.0085 Indikator S S
darah dan suhu sebelum dan sesudah latihan
A T
Tingkat Kesadaran 2 4 3. Ciptakan lingkungan tenang
Frekuensi Napas 2 4
4. Gunakan pakaian longgar
Pola Napas 2 4
Keterangan : 5. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
1. Menurun atau memburuk
2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik

Resiko Setelah dilakukan perawatan selama …x…


6. Manajemen Cairan (1.03098)
ketidakseimbangan cairan jam diharapkan Status Cairan (L.03028)
1. Monitor status hidrasi (mis : frekuensi nadi,
b.d trauma atau Indikator S S kekuatan nadi, akral, turgor kulit, tekanan darah)
A T
perdarahan 2. Catat intake-output dan hitung balance cairan 24
Dispnea 2 4
jam
Intake cairan 2 4
D.0036 Suhu tubuh 2 4 3. Berikan cairan, sesuai kebutuhan
Keterangan :
4. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
1. Meningkat atau memburuk
2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x…


7. Manajemen Nutrisi (1.03119)
ketidakmampuan menelan jam diharapkan Status Nutrisi (L.03030)
1. Identifikasi status nutrisi
makanan Indikator S S
2. Monitor asupan makanan
A T
D.0019 Berat Badan 2 4 3. Fasilitasi menentukan pedoman diet
Frekuensi Makan 2 4
4. Ajarkan diet yang di programkan
Bising Usus 2 4
Keterangan : 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen nyeri (I.08238)
8.
dengan Agen Cedera fisik jam diharapkan Kontrol Nyeri (L.08063) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) Indikator S S 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
A T 3. Identifikasi yang memperberat dan memperingan
Kemampuan mengenali onset 2 4 nyeri
nyeri 4. Control lingkungan yang memperberat rasa
Kemampuan mengenali penyebab 2 4 nyeri (mi. suhu ruangan, pencahayaan,
nyeri
Keluhan nyeri 2 4 kebisingan)
Keterangan : 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
1. Menurun mengurangi rasa nyeri
2. Cukup menurun 7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan perawatan selama …x…


9. Kateterisasi Urine (1.04148)
b.d penurunan kapasitas jam diharapkan Eliminasi Urin (L.04034)
1. Periksa kondisi pasien (missal: kesadaran, TTV,
kandung kemih Indikator S S distensi kandung kemih,inkontinensia urin)
A T
2. Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan
D. 0040 Distensi kandung kemih 2 4
tindakan
Urine menetes 2 4
oliguria 2 4 3. Lakukaninsersi kateter urine dengan menerapkan
Keterangan : prinsip aseptic

1. Meningkat 4. Fiksasi selang kateter di paha


2. Cukup meningkat 5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter
3. Sedang urine
4. Cukup menurun
5. menurun

Resiko cedera b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x…


10. Manajemen Kejang (1.06193)
perubahan fungsi jam diharapkan Tingkat Cedera (L.14136)
1. Monitor terjadinya kejang berulang
psikomotor Indikator S S
2. Monitor karakteristik kejang (mis : aktivitas
A T
motorik dan progresi kejang)
D. 0136 Perdarahan 2 4
Tekanan Darah 2 4 3. Monitor status neurologis
Frekuensi Napas 2 4
4. Catat durasi kejang
Keterangan :
5. Kolaborasi pemberian antikovulan, jika perlu
1. Meningkat atau memburuk
2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

Resiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan perawatan selama …x…


11. Pencegahan Infeksi (1.14539)
prosedur invasif jam diharapkan Kontrol Resiko (L.14128)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Indikator S S
D. 0142 2. Batasi jumlah pengunjung
A T
Kemampuan mengidentifikasi 2 4 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
faktor resiko pasien dan lingkungan pasien
Kemampuan melakukan strategi 2 4
4. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
kontrol resiko
Pemantauan perubahan status 2 4 5. Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
kesehatan
6. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

Gangguan komunikasi Setelah dilakukan perawatan selama …x…


12. Promosi komunikasi : Defisit Bicara (1.13492)
verbal b.d penurunan jam diharapkan Status Neurologis (L.06053)
1. Monitor proses kognitif , anatomis dan fisiologis
sirkulasi serebral Indikator S S yang berkaitan dengan bicara
A T
2. Gunakan metode komunikasi alternative
D.0119 Tingkat Kesadaran 2 4
Frekuensi Napas 2 4 3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
Pola Napas 2 4 bantuan
Keterangan :
4. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
1. Menurun atau memburuk anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang 5. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik

Gangguan mobilitas b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x…


13. Pemantauan Neurologis (1.06197)
gangguan neuromuscular jam diharapkan Status Neurologis (L.06053)
1. Monitor tingkat kesadaran
Indikator S S
2. Monitor tingkat orientasi
D.0054 A T
3. Monitor ICP (intracranial Pressum) dan CPP
Tingkat Kesadaran 2 4
(Cerevral Perfusion Pressure)
Frekuensi Napas 2 4
Pola Napas 2 4 4. Tingkatakn pemantauan neurologis, jika perlu
Keterangan : 5. Dokumentasi hasil pemantauan
1. Menurun atau memburuk 6. Jelaskan tujuan dari prosedur pemantauan
2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik

Distress spiritual b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x…


14. Dukungan Spiritual (1.09276)
peningkatan jam diharapkan Status Spiritual (L.09091)
1. Identifikasi ketaatan dalam beragama
ketergantungan dengan Indikator S S
2. Identifikasiharapan dan kekuatan pasien
A T
orang lain
Kemampuan beribadah 2 4 3. Sedikan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas
Spiritual 2 4 spiritual
D.0082 Memori 2 4
4. Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujua
Keterangan :
hidup, jika perlu
1. Memburuk 5. Anjurkan berpartisipasi dengan kelompok
2. Cukup memburuk pendukung
3. Sedang 6. Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis : ustad,
4. Cukup membaik pendeta)
5. Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :


MediaAesculapius.
Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis
ProsesPenyakit II Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
MedikalBedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan
Edisi 2.Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak, Wahit Iqbal, et al. (2011). Promosi kesehatan sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Timur.

Potter & Perry 2010. Fundamental of Nursing : Consep, proses, and


practice. Edisi 7. Vol 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai