Anda di halaman 1dari 53

PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DAN ASAM

RETINOAT SECARA SIMULTAN TERHADAP KRIM


PEMUTIH ILEGAL YANG BEREDAR DI KOTA
PADANG

SKRIPSI

OLEH KELOMPOK 6 :
1. Ovi Saputri
1504012
2. Alfajri Islami 1504016
3. Annisa Shabrina 1604026
4. Silfhany Farokhizar 1604033
5. Ariska Gustin 1604049
6. Lina Permata Sari 1604057
7. Azimah Soleha Drajat 1604119
8. Septa Guna Efi 1604121
9. Else Dian Pramita 1604127
10. Siti Hajir 1604133

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
PERINTIS PADANG
2019

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayangNya, serta kekuatan dan kesempatan

yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan tugas kimia farmasi

kapitaselekta di Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang,

dengan judul “Penetapan Kadar Hidrokuinon Dan Asam Retinoat Secara

Simultan Terhadap Krim Pemutih Ilegal Yang Beredar Di Kota Padang”.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan kerja sama pada rekan-rekan

penulis lainnya.

Padang, 15 November 2019

Penulis

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penetapan kadar hidrokuinon dan asam retinoat

secara simultan terhadap krim pemutih ilegal yang beredar di kota padang dengan

menggunakan metode kckt. Pada penelitian ini sampel di ambil secara acak dan

kemudian dipilih 5 (lima) sampel produk krim pemutih wajah ilegal tanpa nomor

registrasi dari BPOM. Pengujian terhadap sampel uji kesukaan sistem (UKS),

kurva kalibrasi, dan uji penetapan kadar. Hasil penelitian terhadap kelima sampel

krim pemutih wajah, didapatkan sampel A dan C mengandung Asam Retinoat dan

dengan kadar yang masih dibawah batas persyaratan dari Badan POM, pada

pengujian hidrokuinon semua sampel krim pemutih wajah mengandung

hidrokuinon.

ABSTRACT
Simultaneous research has been established on the determination of

hydroquinone and retinoic acid levels on illegal whitening creams circulating in

the city of Padang using the kckt method. In this study, samples were taken at

random and then selected 5 (five) samples of illegal facial whitening cream

products without a registration number from BPOM. Tests on system preference

test samples (UKS), calibration curves, and content determination tests. The

results of a study of five facial whitening cream samples, obtained samples A and

C containing Retinoic Acid and with levels that are still below the requirements of

the POM, in hydroquinone testing, all facial whitening cream samples contain

hydroquinone.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................ ii

ABSTRACT ...................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar

belakang .................................................................................... 3

1.2 Rumusan

Masalah .............................................................................. 3

1.3 Tujuan

Penelitian ............................................................................... 4

1.4 Manfaat

Penelitian ............................................................................. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1 Landasan Teori ................................................................................... 6

2.1.1 Kosmetik .................................................................................... 6

2.1.2 Hidrokuinon ............................................................................... 8

2.1.3 Asam Retinoat ........................................................................... 16

2.1.4 Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) .................................. 20

2.1.5 Metode kuantifikasi kromatografi .............................................. 22

BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 25

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 25

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 25

3.2.1 Alat ............................................................................................ 25


3.2.2 Bahan ......................................................................................... 25

3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 25

3.3.1 Pengambilan Sampel ................................................................ 25

3.3.2 Penyiapan Sampel ..................................................................... 26

3.3.3 Pembutan Larutan ..................................................................... 26

3.3.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Hidrokuinon dan Asam Retinoat


.................................................................................................... 27
3.3.5 Pembuatan Larutan Sampel ...................................................... 27

3.4 Analisa Data ....................................................................................... 27

3.4.1 Persamaan Regresi Linear dan Korelasi ................................... 27

3.4.2 Perhitungan Kadar ..................................................................... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 29

4.1 Hasil ................................................................................................... 29

4.1.1 Hasil Uji Kesesuaian Sistem (UKS) ......................................... 29

4.1.2 Hasil Kurva Kalibrasi ................................................................ 29

4.1.3 Hasil Uji Penetapan Kadar ........................................................ 30

4.2 Pembahasan ......................................................................................... 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 33

5.1 KESIMPULAN ................................................................................... 33

5.2 SARAN................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia kecantikan saat ini semakin marak di bicarakan

masyarakat, khusunya para wanita yang berlomba-lomba dalam mempercantik

diri. Memiliki kulit putih dan cerah merupakan dambaan semua orang, terutama

wanita, oleh karena itu setiap orang berusaha untuk menjaga dan memperbaiki

kesehatan kulit mereka agar selalu terlihat menarik. Semakin maju dan

berkembangnya ilmu kecantikan sehingga menghasilkan teknologi perawatan

kulit dan klinik-klinik kecantikan yang tersebar di seluruh indonesia

(Tranggano et al,2007)

Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa memiliki kecantikan yang

beaneka ragam pula seperti warna kulit kuning langsat, cokelat, hitam manis, dan

sawo matang. Namun, terdapat media yang membuat pengidealan terhadap

kecantikan tertentu. Zaman sekarang konsep kecantikan sebagaimana yang

direkonstruksi oleh media massa yakni perempuan dengan indikator tubuh

langsing dan tinggi, berkulit putih, paras manis, dan berambut panjang

(Goenawan, 2007). Adanya konsep kecantikan yang terbentuk dalam masyarakat

membuat perempuan berlomba-lomba melakukan perawatan agar kulit mereka

menjadi putih. Harapan untuk tampil cantik menyebabkan perempuan lebih

konsumtif terhadap kosmetik demi memudahkan pergaulan dan mendapatkan


pengakuan dari lingkungan. Hal ini menyebabkan menjadi salah satu sasaran

utama pemasaran produk kosmetik yaitu pemutih wajah (Damanik dkk,2011).

Dengan dunia semakin modern, bentuk kosmetik semakin praktis dan mudah

digunakan. Masyarakat menganggap bahwa kosmetika tidak akan menimbulkan

hal-hal yang membahayakan karena hanya ditempelkan dibagian kulit luar saja,

pendapat ini tentu saja salah karena ternyata kulit mampu menyerap bahan yang

melekat pada kulit. Absorpsi kosmetik melalui kulit terjadi karena kulit

mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat

diatasnya. Dampak dari absorpsi ini ialah efek samping kosmetika yang dapat

berlanjut menjadi efek toksik kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).

Salah satu kosmetika yang menghasilkan efek toksik yaitu krim pemutih

kulit, produk pemutih kulit sendiri terbagi menjadi 3 golongan yaitu kosmetik,

kosmetisikal, dan kosmetomedik. Golongan pertama disebut kosmetik, jika

produk itu mempengaruhi fisiologi kulit dan dapat dibeli secara bebas, contohnya

sabun atau facial wash. Golongan kedua disebut kosmetisikal, jika produk itu

mempengaruhi fisiologi kulit tetapi masih boleh dibeli secara bebas-terbatas tanpa

harus memakai resep dokter, contohnya produk yang mengandung alpha hydroxy

acid (AHA), asam glikolat, arbutin dan hidrokuinon. Golongan ketiga disebut

kosmetomedik, produk-produk ini mempengaruhi fisiologi kulit dan hanya boleh

dibeli dengan resep dokter contohnya hidrokuinon diatas 2% dan asam retinoat

(Andriyani, 2011).

Dalam beberapa kosmetika dapat ditemukan berbagai bahan kimia yang

berbahaya bagi kulit, seperti merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, resersinol serta

zat warna sintentis seperti Rhodamin B dan Merah K3. Bahan ini sebetulnya telah
dilarang penggunaannya sejak tahun 1998 melalui Peraturan Mentri Kesehatan RI

No. 445/MENKES/PER/V/1998. Sejauh ini bahan – bahan kimia tersebut belum

tergantikan dengan bahan – bahan lainya yang bersifat alami (BPOM RI, 2008).

Dari latar belakang diatas untuk menghindari terjadinya efek samping yang

tidak diinginkan, maka peneliti melakukan penelitian tentang penetapan kadar

hidrokuinon, resorsinol dan asam retinoat yang beredar di kota Padang

menggunakan metode KCKT. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

digunakan karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan

sampel mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai (Johnson,

1991). Beberapa pustaka menunjukkan bahwa metode KCKT fase terbalik

merupakan metode terpilih untuk analisis campuran bahan tambahan tersebut,

karena zat zat tersebut bersifat polar dan larut dalam air sehingga sulit dipisahkan

menggunakan KCKT fase normal yang menggunakan kolom polar dan fase gerak

yang bersifat non polar (Meyers,2000 ; Nollet,1996).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah krim pemutih illegal yang beredar di kota padang mengandung

hidroquinon dan asam retinoat ?

2. Berapa kadar hidroquinon dan asam retinoat yang terdapat pada krim pemutih

illegal.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menegtahui apakah krim pemutih illegal yang beredar dikota padang

mengandung hidroquinon dan asam retionoat.

2. Untuk mengetahui kadar Hidrokuinon dan asam retinoat yang terkandung

dalam beberapa merek krim pemutih wajah ilegal yang beredar di kota padang.
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para penelitian lain dalam hal

menentukan metode yang tepat untuk menentukan kadar hidroquinon dan asam

retionoat secara simultan pada suatu sampel krim pemutih illegal dengan metode

yang lebih efektif dan efisien dan telah divalidasi menggunakan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Kosmetika

1. Defenisi Kosmetik

Istilah kosmetik berasal dari bahasa yunani yakni ”kosmetikos” yang

berarti ” keahlian dalam menghias”. Sedangakan Menurut Federal Food And

Cosmetic Act tahun 1958 sesuai dengan defenisi dalam Peraturan Menteri

Kesehatan R.I. No.220/Men Kes/Per/IX/76. Kosmetika adalah bahan atau

campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau

disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan

maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah

rupa dan tidak termasuk golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu faal

kulit atau kesehatan tubuh secara keseluruhan. Dalam definisi ini jelas dibedakan

antar kosmetika dengan obat yang dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh

(Hartono, 2009)

Definisi diatas jelas menunjukkan bahwa kosmetik bukan suatu obat yang

dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekarja

lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh.

Ilmu yang mempelajari tentang kosmetika disebut kosmetologi. Menurut

Jelinex, kosmetologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukumhukum


kimia, fisika, biologi, dan mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan dan

penggunaan bahan kosmetika (Health Today, 2009)

Walaupun kosmetik itu bermacam-macam, tetapi pada dasarnya kosmetik

itu terbagi atas dua macam yaitu :

a. kosmetik tradisional, maksudnya kosmetik alamiah yang dapat dibuat sendiri,

langsung dari bahan-bahan yang segar atau bahan-bahan yang telah

dikeringkan, buah-buahan atau tanaman-tanaman yang ada disekitar kita.

Kosmetik ini diolah menurut resep dan cara pengolahan yang turun-temurun

dari nenek moyang misalnya mangir, lulur, atau bedak dingin.

b. Kosmetik moderen, adalah kosmetik yang diproduksi secara pabrik

(laboratorium) dimana bahan-bahannya telah dicampurkan dengan zat-zat

kimia untuk mengawetkan kosmetik tersebut.

2. Efek samping Kosmetika

Penggunaan kosmetika akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan

karena pengaruh faktor-faktor antara lain :

a. Intensitas/ lama kontak dengan kulit, dengan demikian maka pelembab, dasar

bedak akan lebih banyak mengakibatkan efek samping dibandingkan dengan

kosmetika yang sebentar menempel dikulit misalnya shampoo.

b. Lokasi pemakaian. Daerah sekitar mata kulitnya lebih tipis dan lebih sensitif,

oleh karena itu tata rias mata diharapkan lebih banyak memberikan reaksi

daripada kosmetika untuk daerah kulit lainnya.

c. pH kosmetika. Kosmetika dengan pH alkali misalnya pelurus atau perontok

rambut akan lebih mudah memberikan efek samping.


d. Kandungan bahan yang mudah menguap misalnya alkohol, bila bahan tersebut

sudah menguap akan mempertinggi konsentrasi bahan aktif sehingga dapat

menimbulkan efek samping (Ibrahim dkk, 2004)

Setiap bahan yang ditempelkan pada kulit dapat menyebabkan kelainan

kulit. Bahan yang dapat memberikan kelainan pada aplikasi pertama disebut

iritan, sedangkan bahan yang dapat menimbulkan kelainan setelah pemakaian

berulang ulang disebut sensitizer. Dan berikut ini adalah bentuk-bentuk reaksi

kulit akibat kosmetika, yaitu :

a. Reaksi iritasi Reaksi ini dapat disebabkan oleh kosmetika yang mengandung

asam atau basa. Pada umumnya kelainan berbatas tegas dan dapat berupa

eritematodeskuamasi sampai vesikobulosa. Sebagai contoh adalah tioglikolat

dengan pH 12,5 yang terdapat perontok rambut.

b. Reaksi alergi Reaksi ini pada umumnya berupa dermatitis eksematosa.

Kelainan yang terjadi tidak selalu pada lokasi aplikasi kosmetika; hal ini

terlihat pada dermatitis kelopak mata yang lebih sering disebabkan karena

kosmetika rambut, muka atau kuku daripada karena rias mata sendiri.

c. Reaksi foto sensivitas Reaksi ini terjadi oleh karena aplikasi kosmetika yang

mengandung fotosensitizer dan terpapar cahaya. Kelainan dapat eritem,

eksematosa atau hiperpimentasi yang biasanya disebabkan oleh parfum. Dapat

bersifat foto toksik maupun foto alergik.

d. Kelainan pigmentasi Suatu bentuk kelainan pigmentasi pada kulit dikenal

sebagai pigmented cosmetic dermatitis: kelainan ini sebenarnya merupakan

akibat dermatitis kontak alergik atau foto alergik karena bahan pewangi atau
zat pewarna yang terdapat dalam kosmetika. Manifestasi kulit berupa

bercak/difus/retikuler kecoklatan, kadangkadang hitam atau biru hitam.

e. Akne Lesi terutama berbentuk komedo yang ditemukan pada wanita dewasa

yang terutama disebabkan oleh kosmetika krim muka. Bahanbahan yang

bersifat komedogenik antara lain : lanolin, pertrolatum,butil stearat, lauril

alkohol, asam oleat dan zat warna D & Red-dyes yang terdapat dalam pemerah

pipi (Ismayanti, 2007).

2.1.2 Hidrokuinon

Hidrokuinon, juga 1, 4-diol benzen atau quinol, merupakan aromatik

senyawa organik yang merupakan jenis fenol, memiliki rumus kimia C6H

4(OH)2. Hidrokuinon ringan dapat mengalami oksidasi untuk mengkonversi ke

benzoquinone. Pengurangan dari reaksi ini kuinon berbalik kembali ke

Hidrokuinon. Beberapa senyawa biokimia di alam memiliki semacam kuinon,

Hidrokuinon ini atau bagian dalam struktur mereka, seperti koenzim Q, dan dapat

menjalani serupa redoks interconversions. Adapun struktur Hidrokuinon dapat di

lihat dibawah ini :

Gambar 1. Struktur Hidrokuinon

Hidrokuinon memiliki berbagai kegunaan terutama terkait dengan

tindakan sebagai agen pereduksi yang larut dalam air. Ini adalah komponen utama

dalam kebanyakan pengembang fotografi.


Hidrokuinon dan monobenzen, eter monobenzil Hidrokuinon, digunakan

untuk mengurangi hiperpigmentasi kulit. Hidrokuinon topikal biasanya

menyebabkan kulit berkilap untuk sementara waktu, sedangkan monobenzon

menyebabkan depigmentasi yang irreversibel. Mekanisme kerja senyawa ini

tampaknya melibatkan biosintesis melanin. Tambahan lagi monobenzon bersifat

toksik terhadap melanosit yang menimbulkan depigmentasi menetap (American

Society of Health-System Pharmacy,2010)

Kedua obat ini dapat menyebabkan iritasi lokal. sensitisasi alergi dari

kedua obat ini dapat timbul, serta dianjurkan untuk melakukan uji patch pada

sedikit daerah sebelum penggunaan obat ini didaerah wajah.

1. Mekanisme Kerja Hidrokuinon pada Kulit

Dalam dunia kosmetika, Hidrokuinon berperan sebagai zat pemutih kulit.

Sasaran utama dari kerja Hidrokuinon adalah melanin. Dan sebelum mengetahui

tentang melanin ada beberapa istilah yang berkaitan dengan hal tersebut.

Melanosit adalah sel berdenrit yang terletak di stratum basal epidermis,

diantara sel keranosit utama. Berbeda dengan keranosit, melanosit kurang terkait

pada bangunan sekitarnya.3 Melanosit terdiri atas inti, retikulum endoplasmik,

aparatus Golgi, mitokondria, mikrotubuli, mikrofilamen, dan organela, yang

berfungsi untuk pembentukan pigmen melanin, yang disebut melanosom. Di

dalam proses pembentukan melanin, dikenal 4 stadium dalam pematangan

melanosom: stadium I, II, III yang disebut pramelanosom, sedangkan stadium IV

yang disebut melanosom. Suatu penurunan sintesis melanin akan menyebabkan

hipopigmentasi, sedangkan kenaikan sintesis akan mengakibatkan


hiperpigmentasi. Gangguan pigmentasi (hipo/hiperpigmentasi) dapat terjadi,

karena berbagai faktor etiologik. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Genetik (Albinisme)

b. Metabolik

c. Endokrinologik

d. Inflamasi

e. Nutrisi

f. Bahan Kimia

g. Fisik (luka bakar).

h. Neoplastik

Pembentukan melanin ini dipengaruhi oleh aksi dan interaksi berbagai gen.

Dalam proses pigmentasi melanin pada kulit, dikenal tiga fase penting, yaitu:

a. Fase metabolisme pigmen

Pembentukan pigmen melanin merupakan proses yang sangat rumit, dan

baru saja diketahui sebagai langkah konversi dari suatu substrat menjadi melanin

yang dikatalisasi oleh enzim-enzim yang ada di bawah pengaruh genetik.

Demikian pula sintesis melanin berkaitan secara erat dengan mutasi struktural

pigmen granuler (perubahan premelanosom ke melanosom) dibawah pengaruh

genetik.

b. Fase transper melanosom

Penurunan laju transper melanosom ke keranotin akan menyebabkan

hipopigmentasi, sedangkan kenaikan kecepatannya akan menyebabkan

hiperpigmentasi. Kenaikan kecepatan gerakan keatas dari keranotin ke permukaan

kulit yang juga akan meningkatkan deskuamasi akan menyebabkan penurunan


hipopigmentasi, sedangkan penurunan deskuamasi akan menyebabkan

hiperpigmentasi.

c. Fase distribusi melanin/mm2

Distribusi melanosit pada seluruh tubuh sangat bervariasi. Pebedaan

regional kemungkinan merupakan akibat dari berbagai faktor, termasuk genetik,

pada migrasi melanosit. Terlepas dari pengaruh kongental, kepadatan melanosit

per mm2 dapat juga akibat stimulasi eksternal. Apabila secara total tidak ada

melanosit, akan terjadi depigmentasi. Kepadatan yang rendah menyebabkan

hipopigmentasi dan kenaikan kepadatan akan meninbulkan hiperpigmentasi

(Dorland, 2002).

Cara kerjanya dengan merusak melanosit pembentuk melanin. Melanin

adalah butir-butir pigmen yang menentukan warna kulit (putih, coklat atau hitam).

Pada kulit gelap, kadar melanin lebih banyak dibandingkan kulit kuning

kecoklatan.

Proses pembuatan melanin terbentuk dari tirosin yang dipengaruhi enzim,

vitamin dan mineral lainnya. Bila dalam prosesnya dihambat misalnya dengan

cara menahan pembentukan enzim atau suatu mineral, maka melanin tidak dapat

terbentuk. Dengan tidak terbentuknya melanin tadi, warna kulit akan lebih putih.

Enzim yang berperan dalam pembentukan melanin adalah Tirosinase.

Proses pembentukan melanin itu sendiri ada 2 tipe, yaitu proses pembentukan

melanin skala panjang dan proses pembentukkan melanin skala pendek.


Gambar 2. Melanin dalam lapisan epidermis kulit

Dari gambar diatas dijelaskan, skema pembentukan melanin secara

singkat. Dan secara singkat reaksi pembentukan melanin adalah dari Tirosin

dikonversi menjadi DOPA yang kemudian di oksidasi menjadi Dopaquinon dan

pada akhir reaksinya terbentuklah Melanin.

Pada pembentukan melanin skala panjang, melanin yang dihasilkan terdiri

dari 2 zat penyusun yaitu Eumelanin dan pheomelanin. Tirosinase mengkonversi

tirosin menjadi dihidroksiphenilalanin (Dopa) dan kemudian ke dopaquinon.

Selanjutnya dopaquinon dikonversi menjadi dopachrom melalui auto oksidasi

yang kemudian akhirnya menjadi dihidroksiindol (DHICA) untuk membentuk

eumelanin (pigmen coklat). Reaksi terakhir terjadi dihadapan dopachrome

tautomerase dan DHICA oksidasi, dengan bantuan sistein atau glutathione,

dopaquinon dikonversi menjadi sistein dopa atau glutathione dopa yang pada

akhir reaksinya menjadi pheomelanin (pigmen merah kuning). Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat pada skema berikut :


Gambar 3. Skema Pembentukan Melanin (pheomelanin dan Eumelanin)

Penggunaan Hidrokuinon pada kulit, akan mempengaruhi warna kulit

menjadikan warna kulit menjadi lebih putih atau lebih hitam dari warna kulit

normal kita. Namun penggunaan dengan kadar tinggi atau tanpa pengawasan

dokter dapat mengakibatkan kelainan pigmen kulit.

Kelainan pigmen adalah perubahan warna kulit menjadi lebih putih, lebih

hitam, atau coklat, dibandingkan dengan warna kulit normal serta bersifat

makuler. Meskipun dasar terjadinya perubahan warna tersebut sangat bervariasi,

namun bersumber pada melanin.

Melanin memiliki dua bentuk utama yang bergabung membentuk untuk

menciptakan warna kulit yang berbeda-beda. Eumelanin memproduksi berbagai

warna coklat untuk kulit dan rambut. Sementara pheomelanin menciptakan warna

kuning ke rona merah. Melanin juga menyediakan beberapa jumlah pelindung

kulit dari sinar matahari dengan cara menyerap sinar matahari. Peningkatan
produksi melanin juga dikenal sebagai hiperpigmentasi atau sering disebut

melasma, chloasma atau solar lentigens (Gandjar dkk, 2008)

Melasma adalah istilah umum yang menggambarkan kulit gelap.

Chloasma umumnya digunakan untuk menggambarkan ketidakkoleasian antara

kulit dan hormon. Solar lentigenes adalah istilah teknis untuk menggambarkan

bintik-bintik gelap pada kulit yang disebabkan oleh matahari.

2. Efek Samping Penggunaan Hidrokuinon

Menurut Dr. Retno Iswari Tranggono, Sp.KK, ahli kulit sekaligus ketua

Himpunan Ilmuan Kosmetika Indonesia (HIKI) penggunaan Hidrokuinon dalam

kosmetika dapat merusak kulit. Saat pertama menggunakan krim pemutih,

hasilnya memang memuaskan. Kulitnya yang semula agak gelap berubah menjadi

terang. Namun, lama-kelamaan kulitnya terasa panas dan memerah. Pemakaian

Hidrokuinon dalam kosmetik dapat membuat kulit malah kusam dan timbul

bercak-bercak hitam, ini karena tidak semua melanosit hancur oleh Hidrokuinon.

Sisa-sisa melanosit yang tidak hancur akan membentuk pertahanan hingga kebal

terhadap Hidrokuinon (Harahap dan Marwali. 2000).

Selain itu penggunaan Hidrokuinon pada kadar yang berlebih juga dapat

menyebabkan :

a. Kanker Darah (Leukemia) yang bersifat mutagenik.

b. Kanker sel hati (Hepatocelluler Adenoma)

c. Kekurangnya daya tahan kulit terhadap sinar ultraviolet.

d. Kerusakan ginjal (nephropathy)

e. Penyakit Oochronosis.
f. Kelainan pigmen

Penggunaan Hidrokuinon dalam jangka waktu yang lama menyebabkan

zat ini terserap dalam darah dan menumpuk hingga sel berubah menjadi ganas.

3. Peraturan Hidrokuinon dalam Kosmetik

Tujuan pokok penilaian, pengujian dan pendaftaran obat adalah agar obat

yang beredar terjamin berkhasiat nyata, aman, bermutu baik, serta sesuai

kebutuhan maka kebijaksanaan pemerintah dalam pendaftaran ialah setiap obat

yang beredar harus melalui proses penilaian, pengujian dan pendaftaran terlebih

dulu. Penilaian dan pengujian adalah untuk membuktikan khasiat, aman dan

bermutu, bermanfaat nyata atas kebutuhan.

Dalam dunia kosmetika, Hidrokuinon banyak digunakan karena

kemampuannya sebagai zat pengoksidasi, pengadsopsi dan pigmentasi. Jenis

kosmetika yang mengandung Hidrokuinon antara lain:

a. Hidrokuinon batasan kegunaan sebagai bahan pengoksidasi warna pada rambut

dengan batasan kadar maksimum 0,3%.

b. Selain itu hirokuinon digunakan juga dalam pemutih kulit dengan kadar

dibawah 2% untuk obat OTC (obat bebas) dan harus berdasarkan resep dokter

untuk kadar diatas 2% (sebelum dikeluar beredarkan surat larangan dari Badan

POM pada september 2006).

Berdasarkan Surat Edaran Badan POM nomor : PO.1.04.41/20 yang

merupakan surat keputusan, yang mana disana disebutkan bahwa ”dalam rangka

harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik telah disepakati untuk penerapan ASEAN

cosmetik direvtive (ACD) yang diawali pada tanggal 1 januari 2008. Mengingat

ketentuan ACD yang melarang penggunaan Hidrokuinon dalam kosmetik.


Kecuali untuk sediaan pewarna rambut dengan kadar 0,3 %, bagi industri yang

masih memproduksi kosmetik dengan kandungan Hidrokuinon harus mulai

mengambil langkah-langkah antisipasi dengan pilihan sebagai berikut :

1) Reformasi dengan menghilangkan bahan Hidrokuinon dari formula

2) Tetap mempertahankan formula dengan konsekuensi pindah kategori produk

dari kosmetik menjadi produk terapedik (obat).

Istilah hukum kosmetik adalah sama dengan hukum obat-obatan. Hal ini

disebabkan oleh karena bila kita dalam memakai kosmetik hanya dengan istilah

coba-coba atau karena melihat seseorang memakai cocok lalu kita juga

memakainya. Ternyata kita mengalami sesuatu yang meresahkan atau merusak

kulit. Bahkan membuat lebih fatal terhadap kulit atau bagian tubuh yang lain

(Ismayanti, 2007).

Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksud untuk peningkatan

keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari

obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras psikotrofika dan narkotika. Untuk

mengawasi penggunaan obat oleh rakyat serta untuk menjaga keamanan

penggunaannya, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi 4 golongan

yaitu:

a. Obat yang dijual bebas.

b. Obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar

W), yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus

ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.

c. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat

berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter.


d. Obat narkotik (dulu disebut obat daftar O = opiat) untuk memperoleh harus

dengan resep dokter dan apotik diwajibkan melaporkan jumlah dan macamnya.

2.1.3 Asam Retinoat

Asam retinoat adalah senyawa aktif turunan vitamin A dalam bentuk asam

yang dibentuk dariall-trans retinol (retinoid dalam bentuk alkohol). Asam retinoat

juga dikenal dengan sebutantretinoin (all-trans retinoic acid) yang digunakan

dalam terapi jerawat (Combs, 2008). Struktur kimia asam retinoat dapat dilihat

pada gambar 1 sebagai berikut :

Struktur Asam Retinoat

Asam retinoat memiliki rumus molekul C20H28O2. Berat Molekul

300,44. Pemerian asam retinoat berupa serbuk hablur, kuning sampai jingga

muda. Asam retinoat tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam

kloroform (Anonim, 1995).

Penggunaan tretinoin sebagai obat keras hanya boleh dilakukandengan

resep dokter. Namun kenyataannya ditemukan dijual bebas kosmetik yang

mengandung tretinoin (Badan POM, 2006).Asam retinoat atau tretinoin juga

mempunyai efek samping bagi kulit yang sensitif, seperti kulit menjadi gatal,

memerah dan terasa panas serta jika pemakaian yang berlebihan khususnya pada

wanita yang sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang
dikandungnya (Badan POM, 2008). Dosis asam retinoat dalam sediaan topikal

yaitu 0,025 –0,1% (Draelos dan Thaman, 2006).

1. Mekanisme kerja asam retinoat pada kulit

Asam retinoat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu:

a. Pengaktifan reseptor asam retinoat (RAR) Interaksinya dengan RAR pada sel

kulit mampu merangsang proses perbanyakan dan perkembangan sel kulit

terluar (epidermis) sehingga asam retinoat secara topikal dengan dosis 0,05

atau 0,1 % mampu memperbaiki perubahan struktur/penuaan kulit akibat

radiasi ultraviolet (ASHP, 2010).

b. Pembentukan dan peningkatan jumlah protein NGAL (Neutrophil Gelatinase-

Associated Lipocalin) Asam retinoat dapat meningkatkan pembentukan dan

peningkatan jumlah protein NGAL yang mengakibatkan matinya sel kelenjar

sebasea (sel penghasil sebum/minyak), yang kemudian akan mengurangi

produksi sebum sehingga mampu mengurangi timbulnya jerawat (Thibouto

dkk, 2008)

c. Berperan sebagai iritan Asam retinoat juga bekerja sebagai iritan pada epitel

folikel (lapisan pada lubang tumbuhnya rambut) yang memicu peradangan dan

mencegah bergabungnya sel tanduk menjadi massa yang padat sehingga tidak

menyumbat folikel dan tidak menghasilkan komedo. Selain itu, asam retinoat

juga meningkatkan produksi sel tanduk sehingga mampu melemahkan dan

mendesak komedo untuk keluar (ASHP, 2010).

2. bahaya penggunaan asam retinoat

Saat ini telah banyak dilaporkan bahwa penggunaan asam retinoat

memiliki risiko yang berbahaya bagi pemakainya, antara lain:


a. Potensi sebagai iritan

Pada kulit normal, asam retinoat yang dioleskan akan menimbulkan

peradangan pada kulit. Gejala yang sering muncul adalah sensasi rasa agak panas,

menyengat, kemerahan, eritema sampai pengerasan kulit. Gejala tersebut akan

pulih tergantung dari tingkat keparahan. Selain itu, Hipopigmentasi maupun

hiperpigmentasi, akantosis (hiperplasia dan penebalan abnormal lapisan tanduk)

dan parakeratosis (persistensi nuklei keratinoasit pada lapisan tanduk) Pada dosis

yang lebih tinggi dari dosis terapi, efek terapinya tidak akan meningkat dan dalam

jangka waktu yang lama dapat menyebabkan menurunnya keratinisasi dan

produksi sebum sehingga kulit semakin kering dan tipis (Badan POM, 2008)

b. Potensi sebagai zat karsinogen (menyebabkan kanker)

Penggunaan asam retinoat pada mencit albino dan mencit berpigmen

terbukti dapat meningkatkan potensi karsinogen akibat radiasi sinar UV-B dan

UV-A.(1)

c. Potensi sebagai zat teratogen (menyebabkan cacat janin)

Telah dilaporkan bahwa bayi yang terlahir dari seorang wanita yang

mengoleskan asam retinoat 0,05% sebanyak dua kali sehari untuk wajah

berjerawat, sebelum dan selama kehamilan, mengalami malformasi berat pada

wajah seperti kecacatan langit-langit mulut, bibir sumbing, celah kelopak mata

menyatu, hipertelorisma (peningkatan abnormal jarak antara dua organ/bagian),

defisiensi lubang hidung kiri dan kelainan sistem saraf pusat serta hidrosefalus.

Kasus lainnya melibatkan seorang wanita yang telah menggunakan krim asam

retinoat 0,05% selama sebulan sebelum menstruasi terakhir dan selama sebelas
minggu pertama kehamilan, dilaporkan bahwa bayi yang terlahir mengalami cacat

telinga eksternal (tanpa lubang dan tidak berfungsi) (Briggs dkk, 2005).

Sifat teratogenik pada asam retinoat umumnya ditandai oleh kelainan pada

telinga eksternal (seperti tidak terbentuk, kecil, atau cacat), kelainan bentuk wajah

(termasuk bibir sumbing), kelainan sistem saraf pusat (malposisi, perkembangan

kurang sempurna, atau tidak ada perkembangan), kurangnya kemampuan produksi

hormon paratiroid, serta kelainan jantung (terutama kecacatan pada sekat ventrikel

dan atrium, atau pada lengkung aorta). Kebanyakan bayi yang terlahir dengan

kondisi tersebut akhirnya meninggal. Selain dari itu, kasus keguguran dan

kelahiran prematur telah dilaporkan usai penggunaan asam retinoat (Briggs dkk,

2005).

Adanya asam retinoat dalam darah pada kehamilan telah dinyatakan

berpotensi teratogen. Tidak terkecuali untuk penggunaan asam retinoat topikal di

kulit yang dapat memungkinkan resiko terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh.

Karena besarnya resiko tersebut, asam retinoat dikontraindikasikan selama

kehamilan dan selama merencanakan kehamilan (Badan POM, 2008).

2.1.4 Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

1. Prinsip KCKT

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metoda pemisahan senyawa

berdasarkan prinsip absorbsi, partisi, penukaran ion atau ekslusi menggunakan

cairan yang dialirkan dengan sistem pompa bertekanan tinggi. Fase diam

diguankan cairan yang diberi penyangga atau padatan yang disalutkan kedalam

kolom ( Gritter dkk, 1991).

2. Macam-macam KCKT
Berdasarkan interaksi zat terlarutnya KCKT dibagi atas 4 jenis yaitu :

a) Kromatografi fase normal

Kromatografi fase normal dipakai jika fase diam bersifat polar sedangkan

fase gerak bersifat non polar.

b) Kromatografi fase terbalik

Kromatografi fase terbalik dapat memisahkan senyawa organik dengan

kepolaran tinggi dan rendah. Fase diam bersifat hidrofobik sedangkan fase gerak

bersifat polar. Pada kromatografi ino sebagai fase diam berupa kolom berisi

silikayang dimodifikasi. Dimana gugus hodroksil permukaan silika diikat dengan

gugus alkil sehingga kolom bersifat non polar. Zat dengan kepolaran rendah akan

teradsorbsi kuat pada kolom, sedangkan zat dengan kepolaran tinggi hanya

teradsorbsi lemah sehingga dengan adanya aliran fase gerak yang bersifat polar,

ikatannya mudah putus. Maka senyawa polar terelusi dan terdeteksi dahulu.

c) Kromatografi pertukaran ion

Pemisahan ion yang melibatkan fase gerak berupa larutan ion dalam air

(dapar asam, basa, atau netral) dan fase gerak padat yang mempunyai titik anion

atau kation pada permukaannya yang dapat menukarkan kation dan anion dari fase

gerak.

d) Kromatografi eksklusi

Pemisahan senyawa (biasanya polimer) yang berbobot molekul tinggi

berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, memakai fase gerak cair dan fase geram

diam yang sangat berpori (sering gel polimer bersambung silang). Molekul yang
lebih kecil berada lebih lama didalam pori dari pada molekul yang lebih besar,

karena itu terjadi pemisahan (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

e) Keuntungan penggunaan KCKT (Rohman, 2009)

Sistem KCKT memiliki keuntungan yaitu :

 Waktu analisa yang dibtuhkan lebih pendek

 Tekniknya tidak tergantung pada skill operator dan kemampuan

Reproductibility meningkat

 Kolom dapat diguanakan berkali-kali

 Detektor KCKT daapt divariasikan dan banyak jenisnya

 Ketetapan dan ketelitiannya relatif tinggi

 Mudah dioperasikan secara otomatis

2.1.5 Metode kuantifikasi kromatografi

Metoda kuantifikasi untuk analisis kuantitatif dengan kromatografi ini

dapat dilakukan dengan metoda beriktu : (Rohma, 2009)

1. Metoda baku eksternal

Metoda yang paling umum utnuk menetapkan konsentrasi senyawa yang

tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan

plot kalibrasi menggunakan baku eksternal. Larutan-lautan baku ini disiapkan dan

dianalisis secara terpisah dari kromatografi senyawa tertentu yang ada dalam

sampel. Sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan ditetapkan

konsentrasinya dan telah disiapkan selanjutnya diinjeksikan dalam sistem

kromatografi yang digunakan dan dinalisis dengan cara yang sama. Kosnsentrasi

senyawa tersebut ditentukan dengan metoda grafik dari kurva kalibrasi atau secara
numerik. Keuntungan fokus hanya pada pemisahan komponen target, sedangkan

kekurangannya kesalahan penyuntikan langsung mempengaruhi hasil kuantitasi.

2. Metoda baku internal

Baku internal merupakan senyawa dangan jumlah yang diketahui dan

berbeda dengan analit, meskipun demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik

selama proses pemisahan. Baku internal dapat menghilangkan pengaruh karena

adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel atau konsentrrasi karena variasi

instrumen. Salah satu alasan utama digunakannya baku internal adalah jika suatu

sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat signifikan. Seringkali

perlakuan sampel memerlukan tahap-tahapan yang meliputi derivatisasi, ekstraksi,

filtrasidan sebagainya, yang dapat mengakibatkan berkurangnya sampel. Jika

baku internal ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan preparasi sampel,

maka baku internal dapat mengkoreksi hilangnya sampel-sampel ini.

3. Normalisasi internal

Normalisasi internal merupakan nilai tertentu dalam kromatografi untuk

tujuan kuantitatif yang mana beberapa smapel dapat ditentukan secara bersama-

sama dan konsentrasi absolut tidak tibutuhkan. Untuk analisis kuantitatif

diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak sebanding dengan kosnsentrasi atau

konsentasi zat yang menghasikan puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini

berarti bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai suatu

persentase dari total).

Komposisi relatif dihitung dari respon alat, dan untuk kasus kromatografi

digunakan luas puncat masing-masing komponen dalam suatu campuran

menggunakan rumus sebagai berikut :


X%1 = AX / x 100%

Keterangan :

X1 = salah satu komponen dari sebanyak n komponen

A = luas puncak atau respon yang terukur

Untuk menggunakan metoda ini dalam KCKT, beberapa kondisi harus

dipenuhi : semua analit yang berada dalam sampel yang akan dianalisis harus

terelusi dari kolom (tidak ada retensi bolak-balik), dengan resolusi yang cukup,

dan lebih lanjut semua analit harus terdeteksi. Semua koefisien respon harus

diketahui, paling tidak diperoleh secara eksperimental. Metoda ini tidak dapat

digunakan untuk menentukan persentase komponen apapun dalam suatu

campuran jika koefisien respon tidak ada. Pada sisi lain, keuntungan metode ini

adalah bahwa tidak diperlukan untuk mengetahui banyaknya sampel yang

diinjeksikan.

4. Metode standar adisi

Metode standar adisi merupakan teknik analisis kuantitatif dimana

serangkaian sejumalah analit dengan jumlah yang telah diketahui ditambahakan

kedalam sampel. Dengan menambahakan satua atau lebih alikuot standar, suatu

kurva kalibrasi dapat disiapakan. Konsentrasi analait dalam sampel dapat

ditentukan dengan eksrapolasi kurva kalibrasi. Utnuk metoda ini, respon analit

harus linier dikisaran konsentrasi yang diguanakan dalam kurva kalibrasi. Suatu

pendekatan praktek dalam metoda standar adisi adalah dengan membagi sampel

kedalam bebrapa bagian yang sama lalu menambahkan kedalamnya standar

dengan level konsentrasi yang meningkat. Sampel selanjutnya konsentrasi standar


setelah ditambahkan pada sampel. Konsentrasi mula-mula dalam sampel

selanjutnya dilakukan dengan eksrapolasi, pada sumbu x (Eurachem, 2000).

2.1.6 Uji Kesesuaian Sistem


Uji Kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan keefektifan sistem
operasional yang digunakan. Hal ini didasarkan atas konsep bahwa elektronik, zat
uji, dan kondisi operasional analitik membentuk satu sistem analitik tunggal yang
dapat diuji fungsi secara keseluruhan. Menurut USP parameter untuk menetapkan
kesesuaian sistem meliputi N, T, k, α, R, RSD. N dan/atau T, digunakan bila
larutan uji mengandung hanya satu puncak. α atau R digunakan bila larutan uji
mengandung lebih dari satu puncak, misalnya pada penetapan kadar
menggunakan standar internal, atau uji cemaran yang diperkirakan mengandung
banyak puncak. T atau k digunakan untuk senyawa spesifik. Data spesifik
didapatkan dari hasil penyuntikan ulang larutan uji atau larutan baku dan hitungan
dalam simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Perhitungan didapat dari lima
kali penyuntikan larutan baku yang menghasilkan kromatogram, jika dinyatakan
batas koefisien variasi 2,0% atau kurang dan digunakan data dari enam kali
penyuntikkan, jika batas koefisien variasi lebih dari 2,0% (11).

2.1.7 Validasi
Setiap metode yang digunakan dalam analisis baik kualitatif maupun
kuantitatif harus dievaluasi sehingga hasil yang didapatkan bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Proses evaluasi ini disebut validasi metode
analisis. Validasi dilakukan untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan
akan menghasilkan ketepatan dan ketelitian yang memadai. Parameter analitik
yang harus dipertimbangkan untuk tipe prosedur analitik yang berbeda.
Karakteristik validasi dan jenis prosedur analisisnya dapat dilihat pada Tabel II. 3.
Tabel II. 3 Karakteristik validasi dan jenis prosedur analisisnya (11)
Parameter Kategori II
Kategori Kategori Kategori
Performa
I III IV
Analitik Kuantitati
Uji Batas
f
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Batas
Tidak Ya Tidak * Tidak
Kuantitasi
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya * * Tidak

*= mungkin diperlukan tergantung sifat dan kebutuhan uji


Keterangan :
Kategori I : Metode analisis untuk penentuan kadar komponen utama
dalam obat ruahan atau komponen aktif termasuk pengawet
dalam sediaan farmasi.
Kategori II : Metode analisis untuk penentuan kemurnian (cemaran)
dalam obat ruahan atau hasil urai dalam sediaan farmasi.
metode ini mencakup penentuan kadar dan uji batas.
Kategori III : Metode analisis untuk penentuan karakteristik penampilan
sediaan jadi farmasi seperti disolusi, penyiapan obat.
Kategori IV: Uji identifikasi.
1. Spesifisitas
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan
adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan
metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang
ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan.
2. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata
jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran yang homogen. Simpangan baku relatif yang
diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada
Tabel II.4.
Tabel II.4 Simpangan baku relatif yang diijinkan pada setiap
konsentrasi analit pada matriks (18)

Analit pada matrik sampel,


% Simpangan baku relatif (%)

100 1.3
>10 1.9
>1 2.7
>0,1 3.7
0,01 5.3
0,001 7.3
0,0001 (1 ppm) 11
0,00001 (100 ppb) 15
0,000001 (10 ppb) 21
0,0000001 (1 ppb) 30

3. Ketepatan (Akurasi)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat
sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk
mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan
yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai
prosedur. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel II.5.
Tabel II.5. Rentang Persen Perolehan Kembali (18)

Analit pada matrik sampel, Rata-rata yang diperoleh,


% %

100 98-102
>10 98-102
>1 97-103
>0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,0001 (1 ppm) 80-110
0,00001 (100 ppb) 80-110
0,000001 (10 ppb) 60-115
0,0000001 (1 ppb) 40-120

4. Linearitas
Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang
baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang
metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linieritas yang dapat diterima (11).
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas
kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama .
BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian telah dilakukan pada bulan September Tahun 2019 di

Laboratorium STIFI Perintis Padang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah HPLC Shimadzu

LC 20 AD UV Det, kolom X. tera Rp 18 4,6 mm x 250 mm 5μm, sentrifuge,

spatula, pipet ukur, pipet tetes, spuit, mikro pipet, batang pengaduk, timbangan

analitik dan alat-alat gelas.

3.2.2 Bahan

Standar hidrokuinon, Asam retinoat, Aquadest, fase gerak Acetonitril :

Metanol (90 : 10), sampel krim pelembab yang beredar.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah krim pemutih yang terdapat di Pasar Raya

kota Padang. Pengambilan sampel secara acak didasarkan pada produk krim

pelembab import, yang pada kemasannya menggunakan bahasa selain Bahasa

Indonesia, tidak memiliki nomor batch serta tidak mencantumkan nomor izin

edar. Pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan bahwa sampel yang

diambil sudah mewakili populasi sampel yang beredar. Sampel krim pemutih

kemudian diambil sebanyak 5 merek sampel yaitu sampel A, sampel B, sampel C,

sampel D, dan sampel E.


3.3.2 Penyiapan Sampel

Untuk membuat larutan yang akan diuji kandungan hidrokuinon dan

asam retinoat (larutan sampel), langkah-langkahnya yaitu masing.masing sampel

ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang telah

berisi asetonitril

3.3.3 Pembutan Larutan

a. Larutan Induk Baku Asam Retinoat

Timbang seksama 10 mg baku asam retinoat kedalam labu ukur 100 ml.

Larutkan dengan 50 ml asetonitril, sonikasi selama 15 menit, kemudian

tambahkan asetonitril sampai tanda batas.

b. Larutan Induk Baku Hidrokuinon

Timbang seksama 100 mg baku hidrokuinon kedalam labu ukur 100 ml.

Tambahkan 10 ml larutan baku asam retinoat ke dalam labu ukur yang berisi

hidrokuinon, larutkan dengan 50 ml asetonitril, sonikasi 15 menit, larutkan

dengan asetonitril sampai tanda batas.

c. Larutan Kurva Kalibrasi

Buat deret larutan campuran baku hidrokuinon (100, 200, 300, 400, 500)

μg/ml dan asam retinoat (1, 2, 3, 4, 5) μg/ml.

3.3.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Hidrokuinon dan Asam Retinoat


Dipipet larutan baku campuran kedalam labu ukur 10 mL berturut turut 1

mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL. Kedalam masing-masing labu ukur tersebut

ditambahkan asetonitril sampai garis tanda. Dikocok homogen, kemudian dipipet

sebanyak 20 μl disuntikan kekolom. kemudian diukur serapannya pada panjang

gelombang 266 nm serta menggunakan larutan blanko.

3.3.5 Pembuatan Larutan Sampel

Masing-masing sampel A, B, C, D, dan E ditimbang sebanyak 1 gram,

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Larutkan dengan asetonitril 50 ml,

disonikasi selama 30 menit, kemudian ditambahkan asetonitril hingga tanda batas,

kemudian saring dengan penyaring membran 0,45 μm. Lakukan perlakuan ini

sebanyak tiga kali pada masing-masing sampel

3.4 Analisa Data

3.4.1 Uji spesifisitas


Tidak ada puncak yang boleh muncul di matriks pada waktu retensi analit
dengan nilai resolusi ≥ 1,5.
3.4.2 Uji Linearitas
Sebagai parameter adanya hubungan linear antara konsentrasi analit dan
respon detektor instrument, digunakan koefisien korelasi (r) pada analisis
regresi linear.
Perhitungan regresi menggunakan rumus :

 yi  b xi
a= n

n  xi. yi     xi    yi 

b=
 
n xi 2    xi 
2

n  xi. yi     xi    yi 

r=
n  xi     xi . n  yi     yi  
2 2 2 2

Keterangan :
x : konsentrasi
y : luas puncak
a : intersep, menunjukkan kesalahan system
b : slope, menunjukkan hubungan antara perubahan absis dan ordinat
r : koefisien korelasi
Uji linearitas menggunakan larutan sampel yang telah ditambahkan
sejumlah tertentu baku pembanding pemanis (spiked sampel) dengan
konsentrasi spiked sampel 50 %, 80 %, 100 %, 120 % dan 150 % (masing-
masing duplo), lalu dihitung persamaan garis dan koefisien korelasinya.
Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi
yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x), data
linearitas dapat diterima bila r ≥ 0,997.
3.4.3 Uji akurasi
Uji perolehan kembali : Untuk menilai ketepatan metode yang digunakan.
Dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu baku pembanding
kedalam sampel, kemudian ditetapkan kadarnya dengan cara pengerjaan
yang sama seperti pada penetapan kadar larutan uji.
% Perolehan kembali (R) = (A/B) x 100%
Keterangan :
A : Bobot bahan baku yang diperoleh (mg)
B : Bobot bahan baku yang ditambahkan (mg)
Uji akurasi menggunakan larutan sampel yang telah ditambahkan sejumlah
tertentu baku pembanding pemanis (spiked sampel) dengan konsentrasi
spiked sampel 80, 100 dan 120 % (masing-masing triplo), lalu ditetapkan
kadarnya.
3.4.4 Uji presisi
Uji presisi dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku
pembanding (konsentrasi 80%, 100%, dan 120% masing-masing triplo) ke
dalam matriks sampel, uji presisi dinyatakan dengan simpangan baku
relatif dalam persen. Untuk menilai ketelitian metode, digunakan
simpangan baku dan simpangan baku relatif :
  xi  x 
2

SB = n 1

SB
 100 %
SBR = x
Keterangan :
SB : Simpangan baku
SBR : Koefisien variasi
xi : Kadar tiap pengukuran
x : Kadar rata-rata
n : Jumlah pengukuran

3.4.5 Uji batas deteksi dan kuantitasi


Batas kuantitasi adalah batas kadar terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

  y1  y'1 2

sy / x 
n2
3 sy / x 10 sy / x
BD = b BK = b

Keterangan :
y : Luas puncak hasil percobaan
y’ : Luas puncak yang dimasukkan dalam persamaan regresi
n : Jumlah data
BD : Batas Deteksi
BK : Batas Kuantitasi
sy/x : Simpangan baku residual
b : Slope kurva
Uji batas kuantitasi menggunakan larutan sampel yang telah ditambahkan
sejumlah tertentu baku pembanding pemanis (spiked sampel) dengan
konsentrasi spiked sampel 50 %, 80 %, 100 %, 120 % dan 150 % (masing-
masing duplo), lalu dihitung persamaan garis, koefisien korelasinya dan
batas kuantitasinya.
3.4.6 Persamaan Regresi Linear

Sebagai parameter adanya hubungan linear antara konsentrasi analit dan

respon detektor instrumen, digunakan korelasi (r) pada analis regresi linear.

Perhitungan regresi menggunakan rumus :

Keterangan :
x : konsentrasi
y : luas puncak
a : intersep, menunjukkan kesalahan sistem
b : slop, menunjukkan hubungan antara perubahan absis dan ordinat
r : koefisien korelasi
3.4.2 Perhitungan Kadar

Data yang diperoleh dari luas area kromatogram sampel krim pelembab

larutan lalu dihitung kadarnya mennggunakan persamaan regresi dari kurva

kalibrasi larutan baku campuran

Kurva kalibrasi :

y=bx + a, maka x (mg/ml) =

y−b
a
CspxF
Kadar hidrokuinon atau asam retinoat (mg) = w
Keterangan :

Csp : kadar hidrokuinon dan asam retinoat yang diperoleh dari perhitungan
menggunakan persamaan garis y = a + bx (mg/ml)
F : Faktor pengenceran
w : Bobot penimbangan (mg)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Uji Kesesuaian Sistem (UKS)

Hasil uji kesesuaian sistem (UKS) dari analisis hidrokuinon dan asam

retinoat mengunakan alat KCKT Shimadzu LC 20 AD dengan kondisi :

Fase gerak : Acetonitril : Metanol (90:10)

Kolom : X-Terra RP18 5µm ukuran 4,6 x 250 mm by Waters

(18600496)

Laju alir : 0,5 mL/ menit

Volume penyuntikan : 20 µL

Detektor : UV pada panjang gelombang 266 nm

Hasil uji kesesuaian sistem pada asam retinoat memberikan nilai SBR waktu

retensi = 0,244 % dan SBR luas area = 0,948 % dan rata-rata faktor ikutan

(tailling factor) = 1,519 sedangkan terhadap hidrokuinon didapat nilai SBR

waktu retensi = 0,210 % dan SBR luas area = 0,509 % dan rata-rata faktor ikutan

(tailling factor) = 1,375 . Hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada lampiran

2 tabel 1 dan gambar 4.

4.1.2 Hasil Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dan linearitas baku pembanding telah dibuat dengan cara

mengukur 1 seri larutan baku pembanding dengan lima konsentrasi berbeda yang

diukur dengan tiga kali pengulangan, kemudian dibuat kurva hubungan antara

konsentrasi baku pembanding (mg/mL) sebagai sumbu x dengan luas area baku
pembanding sebagai sumbu y. Dari hasil kurva kalibrasi didapat persamaan

regresi Y = 11524,458 + 117,7x untuk asam retinoat dan Y = 3450,145 +

4049,433x untuk hidrokuinon dengan koefisien korelasi sebesar 0,9999. Tabel

kurva kalibrasi baku pembanding menggunakan alat alat Shimadzu LC-20 AD

dapat dilihat pada lampiran 2, Gambar 5 dan 6 serta pada Tabel 2

4.1.3 Hasil Uji Penetapan Kadar

Hasil penetapan kadar sampel asam retinoat dan hidrokuinon secara

simultan terhadap lima sampel pelembab wajah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Hasil Uji Penetapan Kadar Asam Retinoat dan Hidrokuinon secara
Simultan terhadap Krim Pelembab Wajah :
Penetapan Kadar
No Sampel Asam retinoat Hidrokuinon
(mg) (%) Syarat (mg) (%) Syarat
1 Sampel A 0.203 0.202 19.327 19.327
2 Sampel B - - 31.180 31.180
3 Sampel C 0.509 0.507 ≤ 1,0 % 44.319 44.319 ≤ 2,0 %

4 Sampel D - - 41.146 41.146


5 Sampel E - - 40.658 40.658

4.1.4 Hasil Uji Spesifisitas


Uji spesifisitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram baku
hidrokuinon + asam retinoat dengan sampel yang diduga mengandung
hidrokuinon dan asam retinoat. Hasil kromatogram baku dan sampel harus
menunjukkan waktu retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi baku
pembanding dan tidak boleh ada gangguan. Selain itu dilakukan uji konfirmasi
menggunakan detektor photo diode array (PDA). Pada detektor PDA dilihat
spektrum yang dihasilkan kemudian dibandingkan antara spektrum larutan baku
dan larutan sampel.

4.1.5 Hasil Uji Presisi dan Akurasi


Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
dinyatakan dengan simpangan baku relatif (SBR) atau relative standard deviation
(RSD) dari sejumlah sampel sedangkan akurasi merupakan ketepatan metode
analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensional, nilai sebenarnya , atau nilai rujukan. Persyaratan presisi dan akurasi
berbeda antar analit hal ini disesuaikan dengan persyaratan yang tercantum dalam
pustaka. Hasil uji presisi dan akurasi dapat dilihat pada tabel V.4, tabel V.5 dan
tabel V.6.
Tabel V.5. Hasil uji akurasi dan presisi hisrokuinon
Rekoveri Presisi
Hasil Syara SBR Syara
(%) t (%) (%) t (%)
96.99
90-
97.02 1.35 5.3
107
97.90
97.30
99.56
90-
99.55 0.76 5.3
107
98.83
99.31
96.43
90-
95.54 0.32 5.3
107
95.83
95.93

Untuk hidrokuinon didapatkan hasil perolehan kembali secara berturut-


turut yaitu 97.30, 99.31, dan 95.93% menunjukkan bahwa nilai tersebut
memenuhi syarat karena diperoleh nilai perolehan kembali yang berada dalam
rentang persyaratan yaitu 90-107%. Nilai simpangan baku relatif (SBR) secara
berturut-turut yaitu 1.35, 0.76, dan 0.32% yang menunjukkan bahwa nilai tersebut
memenuhi syarat karena diperoleh nilai SBR yang lebih kecil dari persyaratan
sebesar 5.3 %.
Tabel V.6. Hasil uji akurasi dan presisi asam retinoat

Rekoveri Presisi
Hasil Syara SBR Syara
(%) t (%) (%) t (%)
104.0
8
104.5 90-
2.76 5.3
3 107
103.9
0
104.1
7
104.2
8
104.3 90-
0.31 5.3
1 107
104.8
1

104.4
7
104.1
2
104.7 90-
0.32 5.3
6 107
104.7
4
104.5
4

Untuk asam retinoat didapatkan hasil perolehan kembali secara berturut-


turut yaitu 104.17, 104.81, dan 104.54% menunjukkan bahwa nilai tersebut
memenuhi syarat karena diperoleh nilai perolehan kembali yang berada dalam
rentang persyaratan yaitu 90-107%. Nilai simpangan baku relatif (SBR) secara
berturut-turut yaitu 2.76, 0.31, dan 0.32% yang menunjukkan bahwa nilai tersebut
memenuhi syarat karena diperoleh nilai SBR yang lebih kecil dari persyaratan
sebesar 5.3 %.

4.1.6 Hasil Uji Batas Kuantitasi (LOQ)


Hasil uji batas kuantitasi dari hidrokuinon dan asam retinoat adalah sebagai
berikut :
Tabel V.18. Hasil Uji Batas Kuantitasi hidrokuinon dan asam retinoat
Nama Zat LOQ (µg/g)
Hidrokuinon 40,65
Asam Retinoat 38,08

Berdasarkan hasil penelitian mulai dari parameter uji spesifisitas, presisi,


akurasi dan linearitas menunjukkan hasil yang memenuhi persyaratan dengan
batas kuantitasi hidrokuinon dan asam retinoat masing-masing sebesar 40,65
μg/g; 38,08 μg/g. Dapat disimpulkan bahwa metode ini valid dan dapat
digunakan untuk analisis penetapan kadar hidrokuinon dan asam retinoat
secara simultan secara kromatografi cair kinerja tinggi.
4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar hidrokuinon dan asam

retinoat yang terdapat pada krim pemutih wajah terhadap produk ilegal yang

beredar di kota Padang dan melihat apakah kadar hidrokuinon dan asam retinoat

melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh pengambilan sampel yang

dilakukan secara acak dan kemudian dipilih 5 (lima) sampel produk krim pemutih

wajah ilegal tanpa nomor registrasi dari BPOM . .

Dalam pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat KCKT

Shimadzu LC 20 AD dengan kondisi menggunakan fase gerak Acetonitril :

Methanol (90:10), menggunakan kolom X-Terra Rp 18 by Waters, dengan laju

alir 0,5 mL/menit dan diukur pada panjang gelombang 266 nm.

Uji kesesuaian sistem dilakukan sebelum melakukan analisis metode, uji

kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan bahwa sistem dan prosedur yang

digunakan dapat memberikan data yang diterima (Gandjar dan Rohman. 2012).

Pada penelitian Hasil uji kesesuaian sistem pada asam retinoat memberikan nilai
SBR waktu retensi = 0,244 % dan SBR luas area = 0,948 % dan rata-rata faktor

ikutan (tailling factor) = 1,519 sedangkan terhadap hidrokuinon didapat nilai SBR

waktu retensi = 0,210 % dan SBR luas area = 0,509 % dan rata-rata faktor ikutan

(tailling factor) = 1,375. Harmita (2014) menyebutkan bahwa resolusi akan

semakin baik dan keadaan kromatografi yang ideal makin terpenuhi jika N >

2500. Faktor ikutan (tailling factor),T, diisyaratkan untuk mengetahui puncak

yang dihasilkan simetris atau asimetris, semakin besar nilai T maka puncak yang

dihasilkan semakin asimetris, nilai T dipersyaratkan tidak lebih dari 2,0. Untuk

nilai simpangan baku relatif (SBR) United State Pharmacopeia (USP) menetapkan

SBR ≤ 1% untuk 5 kali pengulangan injeksi baku dengan jumlah komponen

mayor.

Pada pembuatan kurva kalibrasi asam retinoat dan hidrokuinon secara

simultan didapatkan persamaan regresi Y = 11524,458 + 117,7x untuk asam

retinoat dan Y = 3450,145 + 4049,433x untuk hidrokuinon dengan koefisien

korelasi sebesar 0,9999. Persamaan regresi menyatakan korelasi antara

konsentrasi dan luas area yang didapatkan sehingga dapat dipakai untuk

mendapatkan nilai “x” yaitu kadar atau konsentrasi sampel. Sedangkan nilai

koefisien korelasi yang semakin mendekai 1 menunjukkan korelasi yang positif

sempurna. Nilai yang didapat dari kurva kalibrasi dapat juga dipakai sebagai data

linearitas dengan melihat data persamaan regresi dan koefisien korelasi..

Pada uji penetapan kadar asam retinoat dan hidrokuinon secara simultan

terhadap krim pemutih wajah, sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 1 gram,

kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dengan asetonitril

sebanyak 50 mL disonikasi selama 30 menit, kemudian ditambahkan asetonitril


hingga tanda batas. Disaring dengan penyaring membran 0,45 µm. Kemudian

diinjekkan 20 µl ke dalam sistem KCKT. Kemudian dihitung kadar menggunakan

persamaan regresi yang didapat dari kurva kalibrasi, didapatkan hasil yang terlhat

pada tabel dibawah :

Dari hasil pengujian terhadap kelima sampel krim pemutih wajah hanya

sampel A dan C yang mengandung Asam Retinoat dan dengan kadar yang masih

dibawah batas persyaratan dari Badan POM, sementara hasil pengujian terhadap

hidrokuinon semua sampel krim pemutih wajah mengandung hidrokuinon, hanya

sampel A yang mengandung hidrokuinon dibawah batas yang dipersyaratkan

Badan POM sementara pada sampel B, C, D dan E mengandung hidrokuinon

diatas batas yang dipersyaratkan badan POM.

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam bidang farmasi hidrokuinon dan asam retinoat banyak digunakan

sebagai bahan kosmetik. Pada penelitian ini sampel di ambil secara acak dan

kemudian dipilih 5 (lima) sampel produk krim pemutih wajah ilegal tanpa nomor

registrasi dari BPOM . Dari kelima sampel krim pemutih wajah yang telah di uji

hanya sampel A dan C yang mengandung Asam Retinoat, dimana pada sampel A

mengandung asam retinoat sabanyak 0,202% dan pada sampel C mengandung

asam retinoat sebanyak 0,507%, kadar asam retinoat pada sampel A dan C masih

dibawah batas persyaratan dari Badan POM, sedangkan pada hasil pengujian

hidrokuinon semua sampel krim pemutih wajah mengandung hidrokuinon, tetapi

hanya sampel A yang mengandung hidrokuinon sebanyak 19,22%, kadar tersebut

masih dibawah batas yang dipersyaratkan Badan POM, sementara pada sampel B

mengandung hidrokinon sebanyak 30,87%, sampel C mengandung hidrokinon

sebanyak 44,12%, sampel D mengandung hidrokinon sebanyak 40,78% dan pada

sampel E mengandung hidrokinon sebanyak 40,28%, maka kadar hidrokinon pada

sampel tersebut mengandung hidrokuinon diatas batas yang dipersyaratkan badan

POM.

5.2 Saran
Bagi pelaku usaha sebaiknya menjual produk khusus kosmetik pemutih

wajah yang sesuai anjuran dari Menteri Keseharan atau Kepala Badan POM.

Sedangkan bagi konsumen sebaiknya lebih berhati-hati dan lebih teliti dalam

memilih produk kosmetik pemutih wajah. Sebaiknya saat membeli produk lihat

terlebih dahulu apa saja kandungan yang ada didalam komposisi kosmetik dan

jangan tergiur karena harga yang terjangkau. Apabila terdapat efek samping atau

kerugian yang diterima oleh konsumen sebaiknya melapor pada Kepada Badan
POM atau lembaga yang terkait agar segera ditindak lanjuti untuk mencegah

adanya korban yang lebih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA
American Society of Health-System Pharmacy. 2010. AHFS Drug Information.
ASHP Inc : USA
Andriyani, Vina B. 2011. Identifikasi Asam Retinoat Dalam Krim Pemutih Wajah
Secara Kromotagrafi Lapis Tipis. Universitas Sumatera Utara : Medan
Badan POM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. CV. Sagung Seto.
Jakarta
Badan POM RI. 2008. Bahan Berbahaya Dalam Kosmetik. In: Kosmetik Pemutih
(Whitening), Naturakos, Vol. III No.8. Edisi Agustus 2008 : Jakarta.
Briggs, Gg, et all. 2005. Drug in Pregnancy and Lactation, seventh edition.
Lippincott William& Wilkins. California.
Combs, GF. 2008. The Vitamin: Fundamental Aspects in Nutrition and health.
Third edition. Elsevier Academic Press. USA.
Evitderma. Bahaya Hidrokuinon Over dan Merkuri pada Kosmetik.
http://eviderma.net/index.phd?
option=com_conten&task=view&id=itemid =2. Diakses: 13 Mei 2010
Damanik B.T. dkk. (2011). Persepsi Remaja Putri di Kota Ambon Tentang Resiko
Terpapar Kosmetik Berbahaya dan Perilakunya Dalam Memilih dan
Menggunakan Kosmetik. Berita Kedokteran Masyarakat. Journal.
Scriptura.Vol.1 (1):14-24
Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran Dorlan edisi 29. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Gandjar I.G,dkk.2008.Kimia Farmasi Analisa .Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Gandjar I.G dan A.Rohman.2012.Kimia Farmasi Analisa Cetakan X.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Goenawan F. 2007. Ekonomi Politik Iklan di Indonesia Terhadap Konsep
Kecantikan..Journal.UGM. 27 (1) :1-8
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Harmita.2014.Analisa Fisikokimia,Kromatografi Vol.2.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hartono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Health Today. 2009. Hati-hati Hidrokuinon Pada Krim Pemutih.
http://a11no4.wordpress.com/2009/12/25/hati-hati-Hidrokuinon-
padakrim-pemutih/. Diakses: 17 Desember 2010
Ibrahim, Slamet. Damayanti, Sophi. Riani, Yeni. 2004 ”Penetapan Kecermatan
dan Keseksamaan Metode Kolorimetri Menggunakan Pereaksi
Floroglusin untuk Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih”.
J. Acta Pharmaceutika Indonesia., Vol. XXIX, No. 1
Irawan, Daniel. Merkuri dan Hidrokuinon dalam Kosmetik.
http://danieldokter.Multiply.com/journal/item/63. Diakses: 26 Februari
2010
Ismayanti. 2007. Awas Bahaya Pemutih Pada Kosmetik.
http://cantiksehat.com/news/2007/02/15/awas-bahaya-pemutih-pada-
kosmetik/. Diakses: 26 Februari 2010
Katzung, G Bertram. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. Jakarata:
Buku Kedokteran EGC
Meyers R A. 2000. Encyclopedia of analytical chemistry, vol 5, New York :
John Wiley and Sons Ltd : 4066-4067.
Meyers RA. 2000. Enclyclopedia of analytical chemistry, vol 13, New York :
John Wiley and Sons Ltd :11428-11450.
Tranggano R. I, dan Latifah F. 2007.Buku Pegangan Ilmu Pengetauan Kosmetik.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Thiboutot, DM, et all, 2008. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin mediates
13-cis retinoic acid-induced apoptosis of human sebaceous gland cells.
Abstract J. of Clinical Investigation.
http://www.fred.psu.edu/ds/retrieve/fred/publication/18317594
Wasitaatmadja M.S. 1997. Penutun Ilmu Kosmetik Medik. UI Press: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai