Oleh
Masa KKM
9 Agustus – 5 September 2021
Pembimbing:
dr. Eka Yudha Lantang, Sp.An, M.M, M.Min
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................5
A. Definisi Happy Hypoxia.......................................................................................................5
B. Etiologi Happy Hypoxia.......................................................................................................5
C. Manifestasi klinis..................................................................................................................6
D. Patofisiologi Happy Hypoxia...............................................................................................7
E. Penatalaksanaan..................................................................................................................11
F. Kompilkasi..........................................................................................................................13
G. Prognosis.............................................................................................................................14
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit COVID 19 adalah penyakit dengan tanda dan gejala yang bervariasi mulai dari
tidak menunjukan gejala (asimtomatik), gejala ringan yang menyerupai flu, sampai gejala berat
yang membahayakan nyawa seperti sesak nafas. Masyarakat mungkin sudah mengenal tanda dan
gejala penyakit COVID 19 yang umum ditemukan seperti batuk, pilek, demam, nyeri
tenggorokan dan kehilangan indra penciuman, namun tidak banyak yang mengetahui tentang
kondisi pasien yang mengalami penurunan tingkat saturasi oksigenasi darah yang sangat rendah,
tetapi tidak diikuti dengan sensasi dyspnea (sesak napas). Seseorang akan terlihat seperti biasa,
tidak mengalami gangguan kondisi fisik, dan dapat berkomunikasi. Padahal gejala ini dapat
Tanda hipoksia dapat terjadi ketika informasi sensorik mencapai batang otak dan memicu
respon parsial kompensasi reflex pernapasan untuk menurunkan kadar CO2 yang berdifusi ke
alveoli. Ketika otak menerima sinyal hipoksia internal, hal itu menimbulkan sensasi “air hunger”
dan kebutuhan untuk bernapas, yang anehnya sinkronisasi respon ini tidak ada pada pasien
COVID-19 tertentu.
Perlu diketahui bahwa tekanan oksigen dalam arteri yang normal berada dikirsaran 75-
100 mmHg. Bila tekanan oksigen berada dibawah 60 mmHg, hal itu menunjukan bahwa tubuh
memerluka oksigen tambahan. Sementara bila diperiksa dengan menggunakan pulse oksimetri,
konsenrasi oksigen dalam jaringan yang normal adalah 95-100 %. Dibawah nilai tersebut berarti
3
oksigen dalam tubuh rendah atau yang disebut dengan Hypoxemia atau hypoksia. Hypoksia
dapat menyebabkan kelainan jantung, gangguan fungsi paru, misalnya asma, efisema, bronchitis,
pneumonia, PPOK, kanker paru-paru, gangguan pernafasan saat tidur atau sleep apnea dan
anemia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Happy hypoxia adalah keadaan dimana terdapat hipoksemia arterial berat pada
pasien namun tidak ada keluhan sesak nafas ataupun tanda gangguan nafas yang
proporsional. Kasus Happy pada COVID-19 pertama kali dilaporkan pada April 2020,
dan selanjutnya fenomena ini menjadi lebih banyak lagi ditemukan pada pasien
terkonfirmasi COVID-19, dimana pasien datang ke rumah sakit dengan gejala yang
ringan namun mengalami perburukan kondisi secara cepat dan berakhir dengan
meninggal.
Kadar oksigen ditubuh normalnya adalah 95-100%. Kadar oksigen yang kurang
daro 90%, sudah dianggap rendah dan gejala hypoksemiapun biasanya akan terlihat.
Semtara itu pada para pengidap COVID-19 yang terkena Happy Hypoxia, kadar okisgen
bias turun hingga tinggal 50% dan mereka belum merasakan gejala yang berarti.
Beberapa pasien bahwakan masih bisa beraktifitas seperti biasanya sebelum harus
Terjadinya Happy Hypoxia yang diteliti pada 16 pasien COVID-19 dengan kadar
oksigen yang sangat rendah yang tidak memiliki gejala hypoksia yaitu;
Pada kasus hypoksia biasa, turunnya kadar oksigen tidak diikuti dengan berkurangnya
kadar karbon dioksida dalam tubuh. Sehingga, tubuh bisa cepat menangkap sinyal
5
bahwa telah terjadi ketidakseimbangan didalam tubuh. Sementara itu, pada kasus
Happy Hypoxia, berkurangnya kadar oksigen yang signifikan juga disertai turunnya
kadar karbon dioksida ditubuh. Akibatnya, tubuh merasa bahwa kondisi didalam
Kemungkinan lain penyebab happy hypoxia adalah virus corona yang masuk
Sehingga otak baru merespon ketika kadar oksigen sudah terlalu rendah dan pada saat
C. Manifestasi klinis
ventilator di unit rawat intensif hingga terjadinya beragam gejala disfungsi organ.
Beberapa pasien bisa saja menunjukkan gejala ‘happy’hipoksia, yaitu suatu kondisi
dimana pasien memiliki saturasi oksigen yang rendah saat dilakukan pemeriksaan
kondisi kritis. Kasus-kasus tersebut dapat dengan cepat menjadi Acute Respiratory
Distress syndrome (ARDS), pada saat yang sama bisa mengakibatkan serangan jantung
dan pernafasan yang terjadi secara bersamaan hingga dapat mengakibatkan kematian
6
Hipoksia adalah kondisi yang berbahaya karena dapat menggangu kerja organ-
organ vital ditubuh mulai dari paru-paru, hati, hingga otak. Pada kondisi yang parah,
hipoksia bias menyebabkan kematian hingga kegagalan organ. Oksigen adalah komponen
yang sangat penting untuk tubuh, tanpa oksigen sel-sel tidak bisa bekerja sehingga organ-
organ tidak mampu berfungsi. Kondisi ini dapat berujung ke gagal organ, kegagalan
organ seperti otak, hati atau paru-paru menandakan matinya jaringan pada organ tersebu.
Sehingga, organ tersebut sudah tidak lagi bisa berfungsi. Pada kondisi hypoksia yang
bukan desebabkan oleh Covid-19, orang yang mengalaminya akan menunjukan gejala
yang jelas seperi sesak nafas, keringat dingin dan takikardi atau justru bradikardi. Dengan
gejala yang jelas hypoksia bisa ditangani dengan cepat sebelum kadar oksigen makin
menurun, sehingga kerusakan jaringan organ bisa dihindari atau dicegah. Sementara itu
pada pasien Covid-19, hypoksia yang dialami bisa tanpa gejala. Sehingga muncul istilah
Happy Hypoxia. Meski gejala tidak muncul, tapi kadar oksigen ditubuh pengidap Happy
Hypoxia bisa sangat rendah dan organ-organ vitalnya terlanjur mengalami kerusakan.
Tidak jarang, hal inilah yang membuat pasien menggal meskipun awalnya terlihat sehat-
sehat saja.
menyeluruh. Saat ini, ada beberapa penjelasan mengenai patofisiologi keadaan tersebut,
7
1. Intrapulmonary Shunting
P(A-a)O2. Infeksi virus menimbulkan edema interstitial lokal pada struktur jaringan
paru (ground glass opacities dan konsolidasi pada CT scan paru) sehingga terjadi
kehilangan surfaktan dan peningkatan tekanan. Kemudian, alveolar akan kolaps tetapi
tetap mendapat aliran darah dari cardiac output. Hal inilah yang mendasari terjadinya
ketidaksesuaian V/Q. Seiring waktu, peningkatan edema akan menambah berat paru-
pada pasien COVID-19. Peneliti menemukan bahwa persistensi aliran darah yang
8
oleh kegagalan relatif dari mekanisme hypoxic pulmonary
hipoksia alveolar).
Masih belum dipahami dengan lengkap apakah hal tersebut hanya dipicu oleh
3. Mikrotrombus Intravaskuler
dan fibrinolitik yang disebabkan oleh kerusakan endotel dan inflamasi akut.
oleh sistem komplemen (serupa dengan jenis mikroangiopati trombotik) atau inhibisi
activator inhibitor (PAI-1 dan PAI-2) yang terinduksi sebagai protein fase akut di
Hasil otopsi paru pasien COVID-19 berat menunjukkan bahwa terdapat deposisi
fibrin, kerusakan alveolar difus, penebalan dinding vaskuler. Selain itu, ditemukan
9
juga adanya mikrotrombus yang kaya akan komplemen yang dapat mengoklusi
kapiler paru serta trombus yang lebih besar yang dapat menimbulkan trombosis arteri
Infeksi SARS-CoV-2 di dalam sel alveolar tipe II akan diikuti oleh destruksi sel
yang dimediasi oleh respons imun (virus-linked pyroptosis). Kerusakan sel epitel
alveolar dan kondisi prokoagulan akan menyebabkan membran basal tertutupi oleh
debris yang terdiri dari fibrin, sel mati, dan produk aktivasi komplemen (dikenal
maka tidak ada waktu yang cukup bagi sel-sel darah merah untuk
pasien COVID-19 pada saat dipulangkan dari rumah sakit. Prevalensi gangguan
DLCO berkaitan dengan derajat keparahan penyakit (30,4% pada sakit ringan, 42,4%
10
5. Efek Virus terhadap Hypoxia-Sensing Neuron
neuron dapat pula terjadi sebagai bagian dari badai sitokin yang dipicu oleh infeksi
SARS-CoV-2.
Patut diperhatikan juga bahwa sel reseptor yang bertanggung jawab pada infeksi
SARS-CoV-2, yaitu ACE2, turut diekspresikan pada badan karotis yang merupakan
infeksi.
Meski masih perlu dibuktikan lebih lanjut, dasar hipotesis tersebut secara
E. Penatalaksanaan
menghindari mikrotrombus dan deposisi fibrin yang berkelanjutan adalah salah satu
11
strategi terapi. Tampaknya bijaksana untuk menggunakan tromboprofilaksis pada
semua pasien COVID-19, terutama pada mereka dengan D-dimer tinggi saat masuk
(tPA) untuk mengobati ARDS pada COVID-19. Selain itu, mengatasi komplikasi
refrakter (meningkatkan fraksi shunt), intubasi tepat waktu tetapi tidak prematur dan
dukungan ventilasi invasif mungkin lebih unggul daripada ventilasi non-invasif dalam
Kondisi happy hypoxia pada saat masuk menjadi alasan kami tidak segera
melakukan intubasi dan ventilasi mekanik pada pasien ini, karena penelitian
untuk happy hypoxia COVID-19 seperti intubasi dan ventilasi mekanik, karena
pasien ini dan kemudian intubasi dan ventilasi mekanis hanya dimulai ketika pasien
12
F. Kompilkasi
Komplikasi yang paling utama yang ada pada pasien COVID-19 adalah ARDS
(Acute Respiratory Disstres Syndrom). tapi tidak hanya ARDS, melainkan dapat terjadi
b. Jejas Kardiak
c. Disfungsi Hati
d. Pnemotoraks
e. Syok Sepsis
g. Rabdomiolisis
h. Pneumomediastinum
berikut :
c. Tromboemboli Vena
d. Catheter-Related Bloodstream
13
G. Prognosis
sianosis maupun keluhan sensasi dispnea. Dokter tidak boleh hanya mempercayai
kondisi pasien yang tampak ‘happy’ tetapi juga harus memantau dengan cermat laju
hipoksia/ hipokapnia pada interval waktu yang teratur. Untuk dokter, adanya ‘happy’
hipoksia pada pasien Covid-19, yang telah terjadi hipoksia, secara tidak sengaja
dapat mengarah pada kesimpulan bahwa pasien tidak dalam kondisi kritis. Kasus-
kasus tersebut dapat dengan cepat melompati tahapan perubahan kondisi klinis
dan terjadi ARDS, dengan serangan jantung dan dapat mengakibatkan kematian.
Reinfeksi pada pasien kembali lagi positif rRT-PCR dalam kurun waktu 5-13 hari
setelah dinyatakan negatif 2 kali secara berturut-turut dan lalu dipulangkan kembali
dari rumah sakit. Hal ini kemungkinan dikarenakan reinfeksi atau hasilnya yang
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
tampak ‘happy’tetapi juga harus memantau dengan cermat laju pernapasan, tanda-
secara tidak sengaja dapat mengarah pada kesimpulan bahwa pasien tidak dalam
perubahan kondisi klinis dan terjadi ARDS, dengan serangan jantung dan
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Archer SL, Sharp WW, Weir EK. Differentiating COVID-19 Pneumonia From Acute
2. Dewi DAP, Utama WT. Happy Hypoxia Pada Pasien Covid-19. Bagian
COVID 19. Pathophysiology and prospects for early detection in patients with
update on the state. 2020 [cited 2020 Aug 25]; Available from:
HTTP://RGDOI.NET/10.13140/RG.2.2.29110.24647
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7362604/
6. Ottestad W, Seim M, Mæhlen JO. Covid-19 med stille hypoksemi. Tidsskrift for Den
norske legeforening [Internet]. 2020 [cited 2020 Aug 26]; Available from:
https://tidsskriftet.no/2020/04/kort-kasuistikk/covid-19-med-stille-hypoksemi
16
7. Sebastiaan Dhont, Eric Derom, Eva Van Braeckel, Pieter Depuydt, and Bart N.
Aug 1;202(3):356–60.
9. Tobin, Martin J., Franco Laghi, dan Amal Jubran. Why COVID-19 Silent Hypoxemia
https://www.atsjournals.org/doi/pdf/10.1164/rccm.202006-2157CP
2020;8:e14619 10.14814/phy2.14619
17