Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. 1


BAB I
A. Pendahuluan ....................................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Terapi Oksigen .................................................................................... 4
BAB III
Kesimpulan ........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 27

1
BAB I
PENDAHULUAN

Selama ini ada anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling
dibutuhkan bagi kehidupan manusia agaknya memang benar dan terbukti secara
ilmiah. Seorang manusia jika tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan
memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal,
tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal
akibatnya. Hal tersebut menunjukan akan pentingnya oksigen bagi kehidupan
manusia. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen
juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh sampai tingkatan terkecil yaitu
sel. Saat ini bahkan Oksigen juga bisa menjadi sarana untuk mengatasi berbagai
macam penyakit atau digunakan sebagai terapi.1,2
Oksigen (O2) ditemukan pertama kali oleh seorang ilmuan bernama Yoseph
Prietsley di Bristol Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh
ilmuan dibidang kedokteran pada saat itu Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800.
Seorang ahli paru Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pada
pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen
melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan
hasil yang baik tanpa retensi CO2.3
O2 merupakan salah satu komponen gas dan unsur yang vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel yang ada
dalam tubuh manusia. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup
udara ruangan dalam setiap kali bernafas karena normalnya didalam sebuah
ruangan yang berudara akan terdapat O2. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan
hematologis.4
Pada keadaan kekuraangan O2 dapat ditandai dengan keadaan hipoksia, yang
dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan secara abnormal atau
nekrosis yang semakin lama akan mengancam kehidupan. Pasien dalam kondisi

2
seperti ini mengharapkan kompetensi sebagai dokter dalam mengenal keadaan
hipoksemia dengan segera dan cara untuk mengatasi masalah.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Oksigen
1. Definisi
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan
parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan kadar oksigen inspirasi/FiO2 (Orthobarik) dan
meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).7
Defenisi lain dari Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir
lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan
adalah 21 %.8
Dalam standar operasional ICU yang ditetapkan oleh Kemenkes
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.7
2. Tujuan
b. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob.
c. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
1) Mencegah dan mengatasi hipoksemia/hipoksia serta
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
2) Menurunkan kerja nafas dan miokard.
3) Menilai fungsi pertukaran gas
Tabel 2.1
Sistem aliran oksigen dan persentasi pada tubuh
Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)
1 0,24
2 0,28
Kanula 3 0,32
nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
Masker 5-6 0,40

4
6-7 0,50
oksigen
7-8 0,60
6 0,60
Masker
7 0,70
dengan
8 0,80
kantong
9 ≥0,80
reservoir
10 ≥0,80

3. Indikasi
Pemberian Oksigen harus sesuai indikasi jika tidak maka akan terjadi
efek samping yang tidak diinginkan dan merugikan. Secara umum indikasi
pemberian terapi oksigen yaitu, untuk mencegah atau mengatasi hipoksia,
penurunan PaCO2 dengan gejala dan tanda-tanda hipoksia, dispnea;
tachypnea; gelisah; disorientasi; apatis; kesadaran menurun dan keadaan-
keadaan lain seperti gagal nafas akut, shock, keracunan CO2-.
a. Pasien hipoksia
Hipoksia merupakan masalah pada individu normal pada daerah
ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala dan tanda hipoksia hipoksik
dapat berupa:
1) Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan
alkalosis respiratorik.
2) Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg,
dan pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan
mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan
yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum
gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3) Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m.
Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya
seseorang hilang kesadaran.

5
4) Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia,
sesak nafas, serta mual dan muntah.
5) Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan,
karena alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh
hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan
penurunan pH LCS dan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
b. Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan
kegagalan organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung
kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena
kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan.
Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal
menyebabkan blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak seimbangan
ventilasi – perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan
otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja
pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti
pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi.
Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme
persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron
respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
c. Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali
apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian,
penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu
melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan
meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.
d. Hipoksia Stagnan

6
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ
seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan
otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung
kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar,
dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan
kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih
tinggi dari jantung.
e. Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan
paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat
sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen
atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat
tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suat
senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa
ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk
dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga
bermanfaat.
f. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
g. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
h. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
i. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
j. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi
hipoksemia ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang
teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO.
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai

7
normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan
menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2.
hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan
SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan
hipoksemia berat bila PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%.
Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun
usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1
mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila
tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg. Kendali nafas akan
meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO 2) yang meningkat dan
sebaliknyatekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang
mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi
takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung
sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai
respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu,
kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal
sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer
oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan
volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung
kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa
jantung yang adekuat.
- Beberapa trauma
- Terapi juga diberikan pada orang-orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan

8
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan -Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini.
- Pemberian oksigen
secara berkesinambungan (terus menerus).
Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat,
didapat nilai:
1) PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
2) PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
- Pemberian secara
berselang
Pemberian ini dimaksudkan apabila hasil analisis gas darah saat
latihan didapat nilai:
1) Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
2) Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi
oksigen perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan
perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
4. Kontra indikasi
Perlu ditekankan bahwa tidak ada kontra indikasi absolut dalam
pemberian terapi oksigen hanya kontraindikasi relatif yaitu:
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan
PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

9
5. Alat – alat yang diperlukan
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong.
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
6. Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :
a. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi.
b. Tahanan jalan nafas yang rendah,.
c. Tidak terjadi penumpukan CO2.
d. Efisien.
e. Nyaman untuk pasien.
7. Protokol prosedur
Protokol prosedur dalam pemberian terapi oksigen dapat dibagi menjadi 2
tehnik, yaitu :
a. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari
volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen
ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada
pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe

10
pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok
untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit. Contoh sistem aliran rendah adalah :
1) Low flow low concentration :
a) Kateter nasal
b) Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
2) Low flow high concentration
a) Sungkup muka sederhana.
b) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a) Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara
kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
 Keuntungan
Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
 Kerugian
Kerugian pada pemberian dengan menggunakan nasal kateter yaitu tidak
dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik memasukan
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati
nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan
memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi
kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir

11
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus
dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
 Tahap kerja:
- Atur posisi pasien
senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan
- Jaga privacy pasien
(menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien).
- Dekatkan alat pada
tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan).
- Membebaskan jalan
napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan
nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk
memudahkan memasukkan kateter).
- Atur posisi pasien
dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien
lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
- Untuk memperkirakan
dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung
telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
- Bila ujung kateter
terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter
tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman
kateter).
- Membuka regulator
untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan
membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).

12
- Mengatur volume
oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
- Beri pelicin atau jelly
pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah iritasi
dalam pemasangan kateter).
- Gunakan plester
untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi
kateter).
- Observasi tanda iritasi
lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan
mukosa nasal mengering, epistaksis dan distensi lambung.
Deteksi dini mengurangi risiko efek samping).
- Kateter diganti tiap 8
jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin
kepatenan kateter).

b) Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimasi :
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %

13
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %

 Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
 Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena
kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan
obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab
pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan
hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi
selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung
akibat pemasangan yang terlalu ketat.
 Cara pemasangan :
- Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul
yang elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan
nyaman bagi klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam
saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada
tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya).
- Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai
yang diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran
mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).

14
- Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian
pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul
tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
- Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi
aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran
oksigen, mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
- Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri
sinus,epistaksis dan permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat
adanya kerusakan kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang
kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit).
- Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia)
c) Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan
alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker. Estimasi FiO2 yang didapatkan dengan sungkup muka sederhana:
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
 Keuntungan
Keuntungan dari penggunaan sungkup muka sederhana ini
yaitu Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter
atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol.

15
 Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari
40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa
terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan
apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia
ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan.
 Cara pemasangan :
- Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu
(syarat terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan
nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar).
- Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan
memudahkan pemasangan).
- Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
dengan kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada
membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi
jalan nafas, menjamin ketepatan dosis, dan mencegah
penumpukan CO2 ).
- Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika
perlu dengan kain kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah
kebocoran sungkup, mencegah iritasi kulit akibat tekanan).
- Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
d) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi
tinggi yaitu 35 – 60% dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan
nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai
dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu
inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara
menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong

16
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Estimasi FiO2 yang didapatkan dengan
menggunakan sungkup muka dengan kantong rebreathing:
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %
 Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
 Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang
rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan
menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
 Caranya :
- Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
- Atur posisi pasien
- Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
- Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan.
- Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
- Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Sesuai dengan aliran O2 kantong akan terisi
waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi
(mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup,
mencegah penumpukan CO2 yang terlalu banyak).

17
- Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati
bagian atas telinga.(menjaga kepatenan sungkup, mencegah
iritasi mata)
- Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
- Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga
kenyamanan pasien).
- Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan
alat, mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).
e) Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi
oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada
prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi
dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam
kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2
ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup
minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang
tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak
akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma
karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.
estimasi FiO2 yang didapatkan dengan menggunakan sungkup muka dengan
kantong non rebreathing:
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
 Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90% dan tidak
mengeringkan selaput lendir.

18
 Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien
muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak.
 Cara memasang :
- Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).
- Atur posisi pasien
- Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan.(menjaga kelembaban udara,
mencegah iritasi mukosa jalan nafas dan mulut).
- Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen
dengan sungkup non rebreathing mempunyai efektifitas
aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90
% (menjaga kepatenan sungkup, menjamin ketepatan
dosis).
- Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. (mencegah kantong terlipat, terputar).
- Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala
melewati bagian atas telinga. (mencegah kebocoran
sungkup).
- Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
- Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga
kenyamanan pasien).
- Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan
alat, mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

b. Sistem Aliran Tinggi

19
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas
pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator.
Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh sistem aliran tinggi :
1) Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk
konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa
sehingga memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen
yang telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara
(menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi
dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff
perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk
dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.
Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang
terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien
hypoksemia sedang sampai berat. Estimasi FiO2 yang didapatkan dengan
menggunakan masker venturi merk Hudson, Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2
(%)
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
 Keuntungan
- Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai
dengan petunjuk pada alat.

20
- FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur
dengan O2 analiser.
- Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
- Tidak terjadi penumpukan CO2.
 Kerugian
- Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen
mengalir kedalam mata.
- Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus
dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum obat.
- Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga
tidak mengganggu konsentrasi O2.
 Caranya :
- Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
- Atur posisi pasien
- Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan.
- Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2
dengan masker venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15
liter/menit dengan konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini
memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk
dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan
pernafasan).
- Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan
mulut.
- Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian
atas telinga.
- Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
-
2) Bag and Mask / resuscitator manual
 Digunakan pada pasien :

21
- Cardiac arrest
- Respiratory failure
- Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter,
selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong
resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan
konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang
bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk kantong
ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan
konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5
liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh
dan kantong menerima oksigen tambahan.
 Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah
vital :
- Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
- Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
- Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
 Hal – hal yang harus diperhatikan :
- Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja
dengan baik dan apakah terjadi distensi abdomen.
- Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan
komplain paru.
- Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak,
hemothorak, atau spasme bronkus yang memburuk.
 Syarat – syarat Resusitator manual :
- Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada
kondisi akut.
- Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan
observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan
aspirasi.
- Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.

22
- Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem.
3) Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi
untuk menutup ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece
memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube )
atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang.
Pada pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow
rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit dengan nebuliser
set untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)
4) Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan
pelembaban pada pasien di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi.
Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka masker wajah
harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt
(Hudak & Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
 Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai
alternatif pemberian aerosol, dapat memberikan kelembaban
yang tinggi.
 Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
5) Collar trakeostomi
 Keuntungan
- Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk
pasien dengan trakeostomi.
- Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang
trakeostomi.
- Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas
masker.

23
- Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang
pasien.
 Kerugian
Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan
iritasi dan infeksi.
8. Keamanan
a. Untuk pasien :
1) Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran
pernapasan.
2) Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus
steril.
3) Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.
9. Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan
a. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan
pengetahuan, penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas,
perubahan warna kulit, peningkatan saturasi oksigen.
b. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse
oksimetri untuk menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen
berhasil jika : Nilai PaO2 dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2
= ( 4 – 5 ) x FiO2.
c. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung ,
mukosa hidung terhadap iritasi.
d. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya
terapi oksigen yang lain.
e. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien .
f. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau
berapa FiO2 yang diberikan.
10. Resiko Terapi Oksigen
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama

24
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun
juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-
bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya
iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.
Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat
menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat
pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein
dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat
listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa
“Ground”.

25
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob,
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah.
Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80-
100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan

26
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian


Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
2. Dachlan MR, Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk praktis anestesiologi.
Bagian anestesiologi UI. Jakarta. 2009.
3. Akhmad, I. 2004. Trapi Oksigen 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus.
Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCMk FKUI –
RSCM. Jakarta. Dalam Asuhan Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.
4. Rogayah, R. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen
Pulmonologi Dan Respiratori FK UI. Jakarta. 2009.
5. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
6. Warren G. Oxygen Therapy Procedure in Medicinal Gas Therapy. Critical
care medicine departemenet of national institute of healtha. America.
2011.
7. Centers for Medicare & Medicaid Services. Oxygen Therapy Supplies.
America. 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai