DI RUANG YUDISTIRA
SEMARANG
Oleh :
1. A. Muhtar M
2. Achmad Sururi
3. Alfiyah
4. Ajeng Ikha L
5. Etiko S
A. Pengertian
Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap
kali bernapas. Masuknya oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem
respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah, Tarwoto 2003).
Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa oksigen dari
sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan darah yang
tidak mengandung oksigen ke sistem pulmonar.
B. Penyebab
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab klien mengalami
gangguan oksigenasi, sebagai berikut:
1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi
ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia
miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer.
2. Gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi dan
hipoksia.
3. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
4. Faktor perkembangan.
5. Perilaku atau gaya hidup
C. Fisiologis Respirasi
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar
melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke
alveoli melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas
yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang
tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan
lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml O2 terikat dengan 1
gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan
“Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada
tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg. Kedua bentuk pengangkutan ini
disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan
formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut
dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). CO ini sangat
tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat
dan akurat adalah dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI).
Oleh karena itu formulasi DO2
yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai
VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta
CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor
masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada
tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya
ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk
keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut
sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan.
Nilai VT normal
pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s
Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam
pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai
normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead
Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead Space. Anatomic Dead
Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas
yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Alveolar Dead Space yaitu volume
nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas
yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan
atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran
darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang
rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2
inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap
air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana
respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal)
tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).
D. Klasifikasi
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan
utama pemberian O2 adalah
- untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas
Darah,
- menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
- Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol.
- Tidak terjadi penumpukan CO2
- Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
- Efisien dan ekonomis
- Nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini
penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami
humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung)
merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang
adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
- Adapun jenis-jenis terapi oksigen yang diberikan :
a. Kanul
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt.
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan
terasa nyaman.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas
karena kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.
b. Tenda wajah/masker
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 – 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%.
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
(Kusyati, 2006)
E. Indikasi Pemberian O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka
adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas,dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi
4. Gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan
kepada klien dengan gejala :
1. Sianosis
2. Hipovolemi
3. Perdarahan
4. anemia berat,
5. keracunan CO,
6. asidosis,
7. selama dan sesudah pembedahan,
8. klien dengan keadaan tidak sadar.
F. Patofisilogi/Pathway
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan subtansi
lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui
pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya.
Namun fungsi tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi
yang mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui
kamar-kamar pada jantung, aliran darah miokard dan sirkulasi perifer.
Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak
cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen organ. Selain itu, perubahan
fungsi pernapasan juga menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi.
Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang
dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang
diproduksi melalui metabolisme seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi
alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau
mengeliminasi CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun,
maka PaCO2 akan meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat pada tingkat jaringan.
Pathway
Sistem kardiovaskular Ssp
Hambatan pengosongan
Difusi O2 dan CO2
ventrikel
Pertukaran gas
Beban sistole berlebihan
CO2 + O2
Preload
meningkat
Gangguan suplai O2
G. Komplikasi
Pemberian O2 bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya
kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus
menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber O2,
menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran
yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi.
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi
dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur
jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya
proses difusi di paru akan terganggu.
(Harahap, 2010).
H. Pengkajian
Pengkajian keperawatan tentang fungsi kardiopulmonar klien harus
mencakup :
1. Riwayat keperawatan harus berfokus pada kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan oksigen. Riwayat keperawatan untuk mengkaji
fungsi keperawatan.
a. Keletihan
Keletihan merupakan sensasi subjektif, yaitu klien melaporkan
bahwa ia kehilangan daya tahan.
b. Dispnea
Merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan sesak
napas. Dispnea merupakan sensasi subjektif pada pernapasan yang
sulit dan tidak nyaman.
c. Batuk
Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru-paru yang tiba-tiba
dan dapat didengar.
d. Mengi
Mengi disebabkan oleh gerakan udara berkecepatan tinggi melalui
jalan nafas yng sempit.
e. Nyeri
Nyeri jantung tidak menyertai variasi pernapasan. Nyeri ini paling
sering terjadi di sisi kiri dada dan menyebar. Nyeri pericardium,
merupakan akibat inflamasi kantong perikardium, biasanya tidak
menyebar dan dapat terjadi saat inspirasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat oksigenasi
jaringan klien yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem
kardiopulmonar.
a. Inspeksi
- Warna membran mukosa
- Penampilan umum
- Tingkat kesadaran
- Keadekuatan sirkulasi sistemik
- Pola pernapasan
- Gerakan dinding dada.
b. Palpasi
- Dinding thorak, adakah pulsasi, rasa nyeri, tumor, cekungan ?
- Pengembangan dinding horak, bandingkan kiri dan kanan
- Taktil fremitus
Getaran meningkat terjadi pneumonia, penumpukan secret,
atelektasis yang belum total, infark atau fibrosis paru.
Sedangkan getaran menurun mengakibatkan pleural effusion,
pneumothorak, penebalan pleura, emphysema atau sumbatan
bronchus.
c. Perkusi
macam suara ketukan:
sonor.
Suara yang normal terdengar diseluruh lapangan paru-paru.
Redup
Suara yang timbul akibat adanya konsolidasi paru (pemadatan) :
tumor, atalektasis, cairan.
Hipersonor
Suara yang ditimbulkan lebih keras dibandingkan dengan suara
sonor. Akibat adanya udara berlebihan di paru-paru,
pneumothorak, emphysema paru.
Tympani
Akibat adanya udara dalam suatu kantong atau ruang tertutup.
Suara yang terdengar nyaring seperti kalau kita memukul
gendang. Kalau terdengar di dinding thorak artinya tidak normal.
Normalnya terdengar dibawah diafragma kiri dimana terletak
lambung dan usus besar.
Teknik perkusi
1. Jari tengah diletakkan di dinding thorak
2. Ujung jari tengah tangan yang lain mengetuk dibagian distal
jari tengah yang berada di dinding thorak
3. Gerakan mengetuk hanya dari pergrlangan tangan, setelah
mengetuk segera diangkat.
4. Bandingkan kiri dan kanan.
5. Mulai mengetuk dari bagian atas paru, kemudian menurun.
d. Auskultasi
- Auskultasi sistem kardiovaskuler meliputi : pengkajian
dalam mendeteksi bunyi S1 dan S2 normal/tidak normal,
bunyi murmur, serta bunyi gesekan. Auskultasi juga
digunakan untuk mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri
karotis, aorta abdomen, dan arteri femoral.
- Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan
gerakan udara disepanjang lapangan paru. Suara napas
tambahan terdengar, jika suatu daerah paru mengalami
kolaps, terdapat cairan atau terjadi obstruksi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG, menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,
mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond
jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberiakn informasi
tentang respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen
dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi ; pemeriksaan fungsi paru, BGA.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan gangguan
batuk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pemasukann oksigen yang
tidak adekuat.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan irama jantung yang tidak
teratur.
Nama Perawat
( .............................................)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pemasukann oksigen yang
tidak adekuat.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) ( NOC ) (NIC )
Tgl : Jam :
Gangguan pertukaran gas Status respirasi : Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan : Pertukaran gas adekuat Kaji bunyi paru,
Status respirasi : Ventilasi frekuensi, kedalaman,
pemasukan oksigen yang efektif usaha nafas, dan produksi
tidak adekuat Keseimbangan elektrolit sputum.
dan asam basa Identifikasi
Data Subyektif kebutuhan insersi jalan
Klien mengatakan : nafas, dan siapkan klien
Setelah dilakukan asuhan
Sakit kepala keperawatan selama …. x 24 untuk tindakan ventilasi
jam : mekanik sesuai indikasi
Gangguan penglihatan /
visual : pandangan kabur Menunjukkan pertukaran gas Monitor vital sign
efektif tiap ...jam, adanya sianosis,
Kelelahan
- pH : 7.35 – 7.45 dan efektifitas pemberian
Sesak nafas
Merasa kebingungan - PaCO2 : 35 – 45 % oksigen yang dilembabkan.
- PaO2 : 85 – 100 % Jelaskan penggunaan
Data Obyektif alat bantu yang dipakai
Dispnea - BE : + 2 s/d – 2 meq/L klien : oksigen, mesin
Takikardi - SaO2 : 96-97 % penghisap, dan alat bantu
nafas
Sianosis Tidak ada dyspnea dan
sianosis, mampu bernafas Ajarkan tehnik nafas
Gelisah dalam, batuk efektif
dengan mudah
Hipoksia(penurunan PO2)
Hiperkarbia(peningkatan Menunjukkan ventilasi Lakukan tindakan
adekuat, ekspansi dinding untuk mengurangi
PCO2) konsumsi oksigen :
dada simetris, suara nafas
Irama / frekuensi kedalaman bersih, tidak ada : kendalikan demam, nyeri,
nafas abnormal penggunaan otot-otot nafas ansietas, dan tingkatkan
Tensi ………. mmHg tambahan, retraksi dinding periode istirahat yang
RR …………. x /mnt dada, nafas cuping hidung, adekuat
Nadi ………x/mnt dyspnea, taktil fremitus Kolaborasi dgn Tim
TTV dalam batas normal medis : pemberian O2, obat
SpO2 …………. % bronkhodilator, terapi
AGD / BGA abnormal Menunjukkan orientasi
nebulizer / inhaler, insersi
kognitif baik, dan status
jalan nafas
mental adekuat
Manajemen Elektrolit &
Menunjukkan keseimbangan Asam-basa
elektrolit dan asam basa
Pertahankan kepatenan IV
Na : 135 – 145 meq/L
line, dan balance cairan
Cl : 100-106 meq /L Monitor status mental,
K : 3,5 – 5.5 meq/L elektrolit, dan abnormalitas
serum
Mg :1,5 – 2,5 meq / L Monitor tanda-tanda gagal
Ca : 8,5- 10,5 meq /L nafas : hasil AGD
abnormal, kelelahan
BUN : 10-20 mg/dl
Berikan terapi oksigen
sesuai indikasi
Monitor status neurologi
dan atau neuromuskular :
tingkat kesadaran dan
adanya kebingungan,
parestesia, kejang
Kolaborasi dengan Tim
medis untuk pemeriksaan
AGD, pencegahan dan
penanganan asidosis dan
alkalosis: Respiratorik &
Metabolik
Hemodynamic regulation
Monitor status
hemodinamik: saturasi
oksigen, nadi perifer,
capillary refill, suhu dan
warna ekstremitas, edema,
distensi JVP
Kolaborasi dgn Tim
Medis untuk obat
vasodilator dan atau
vasokonstriktor
Nama Perawat
( ..........................................)
DAFTAR PUSTAKA
Perry P. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Edisi 4. EGC. Jakarta
Harahap A. 2010. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../keperawatan-
ikhsanuddin2.pdf. Diperoleh 13 Januari 2011
Kusyati E. 2006. Keterampilan dan prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar.
EGC. Jakarta