Anda di halaman 1dari 16

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan suatu kebutuhan yang dimana tubuh
manusia benar-benar membutuhkannya.salah satu dari sekian kebutuhan manusia adalah
system pernafasan atau aktifitas/isterahat terlebih khususnya oksigenasi. Oksigenasi
sangat perlu dalam kehidupan apabila tubuh manusia mengalami kesakitan yang
mengarah kepada system pernafasan. sigen ditemukan oleh PRIESTLY tahun 1777.
Menurut bentuknya O2 ada 2 bentuk yaitu gas dan liquid (cairan yang menguap).
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2)
kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi
(pernafasan), kardiovaskuler dan hematology.
Jurnal ini dianalisis sesuai dengan kasus kelolaan yang dimana kasusnya
mengarah kepada pasien yang membutuhkan oksigen.

B. Tujuan
Tujuan dari pemilihan jurnal ini guna melihat seberapa keterampilan dan seberapa
kepekaan perawat dalam memberikan pelayanan berupa oksigenasi kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Saturasi Oksigen
1. Pengertian
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen
dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran ,
oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase
oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial
oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah
proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat,
2007).
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen
meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada
tekanan parsial oksigen> 10 kPa.
Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif dari jumlah
oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu. Hal ini dapat diukur dengan
probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media cair.
2. Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tehnik.
Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006).

Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :

a. Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai di bawah 90% menunjukan keadaan
hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ). Hipoksemia karena SaO2
rendah ditandai dengan sianosis . Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non
invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO2).
Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan
dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit keperawatan
umum, dan pada area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan
saturasi oksigen selama prosedur.
b. Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak
mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 di bawah 60%,
menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan oksigen, dan iskemik
penyakit terjadi. Pengukuran ini sering digunakan pengobatan dengan mesin
jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang
berapa banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
c. Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah
dekat . Tissue oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan
dalam berbagai kondisi.
d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen
yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan oksimetri nadi


yang secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan
klinis (Giuliano & Higgins, 2005). Untuk pemantauan saturasi O2 yang dilakukan
di perinatalogi ( perawatan risiko tinggi ) Rumah Sakit Islam Kendal juga dengan
menggunakan oksimetri nadi. Alat ini merupakan metode langsung yang dapat
dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non invasive untuk
mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
3. Alat yang digunakan dan tempat pengukuran
Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode pengemisi
cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi probe, kedua
diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah,
biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju fotodetektor pada sisi lain dari
probe (Welch, 2005).
4. Faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi
Kozier (2010) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi :
a. Hemoglobin (Hb)
Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah maka akan
menunjukkan nilai normalnya. Misalnya pada klien dengan anemia
memungkinkan nilai SpO2 dalam batas normal.
b. Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang di bawah
sensor mengalami gangguan sirkulasi.
c. Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat menggangu
pembacaan SpO2 yang akurat
B. Proses Oksigenasi
Sistim pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah
pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi
abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat
frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi
yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi (Guyton, 2005).
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang
elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah
diafragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla
spinalis pada vertebra servikal keempat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan, yang
keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. udara antara
intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural
lebih negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga
udara masuk ke alveoli.
Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor :
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan.
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru.
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa,
internal interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi,
dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri
pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian
respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan karbondioksida di
kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi
paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar
sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan
darah sistemik.
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah
dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi
adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi
rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler.
Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses
difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg
sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen
akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2
dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan
berdifusi keluar alveoli.
C. Terapi Oksigen
1. Pengertian
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Hidayat, 2007 ).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo,
2012).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah
memberikan oksigen melalui saluran pernafasan dengan alat agar kebutuhan
oksigen dalam tubuh terpenuhi yang ditandai dengan peningkatan saturasi
oksigen.
2. Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012),
indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :
a. Pasien asfiksia
b. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit
c. Pasien Takipnu
d. Pasien Febris
e. Pasien BBLR.
3. Kontra indikasi
Menurut Potter (2005) kontra indikasi meliputi beberapa :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
4. Metode pemberian oksigen
Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam seperti dibawah ini (Potter,
2005):
a. Melalui inkubator
b. Head box
c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)
d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube)
Untuk memilih apa yang seharusnya dipakai, kita dapat menggunakan down score
seperti gambar di bawah:

Untuk intrepretasinya adalah sebagai berikut:


a. Skor < 4 (Distres pernapasan ringan)
b. Skor 4 – 5 (Distres pernapasan sedang )
c. Skor > 6 (Distres pernapasan berat dan diperlukan analisis gas darah)
Untuk metode yang di pakai adalah :
a. Distres pernapasan ringan menggunakan O2 nasal / Head box
b. Distres pernapasan sedang perlu Nasal CPAP
c. Distres pernapasan berat perlu untuk dilakukan intubasi dan penggunaan
ventilator
D. Pemberian Oksigen Lewat Head Box
Headbox adalah kerudung plastik bening yang mengelilingi kepala bayi dan
menyediakan oksigen hangat dan dilembabkan. Bayi dalam headbox harus terus
dikaji dan dilakukan observasi pada setiap jam. pengawasan tersebut silakukan
terhadap kemungkinan komplikasi yang disebabkan dari penggunaan headbox yaitu
hipoksemia, hyperoxaemia, hipotermia, hipertermia dan iritasi dan tekanan ke leher
(health.vic.gov.au).
Ketika memberikan oksigen ke dalam head box akan tergantung pada:
1. Situasi klinis.
2. Konsentrasi oksigen yang dibutuhkan.
3. Karakteristik operasional inkubator yang digunakan.
Bayi yang membutuhkan oksigen 40% atau lebih akan diberikan melalui head box
karen ahasilnya lebih optimal .
Aturan pemberian oksigen melalui head box terdapat pada tabel di bawah ini
Tabel 2.1 Aturan pemberian oksigen dengan head box
Setelah dilakukan pemasangan oksigen head box maka diperlukan pemantauan sebagai
berikut setiap jam: konsentrasi oksigen terinspirasi
1. Saturasi oksigen
2. Denyut jantung
3. Laju pernapasan dan usaha
4. Suhu head box
5. Tingkat air di ruang
6. Humidifikasi (kering atau lembab)
7. Mengamati leher bayi untuk area iritasi dan tekanan
8. Memastikan posisi headbox benar dan ditempatkan pada lembaran datar
9. Menguras air terakumulasi dalam selang pemanas per jam
10. Memeriksa suhu bayi per jam selama empat jam atau sampai stabil
kompliksi yang mungkin muncul adalah :
1. Hipoksemia
2. Hyperoxaemia
3. Hipotermia
4. Hipertermia
5. Iritasi dan tekanan untuk leher
BAB III

ANALISIS JURNAL
Nama : 1. Suandi Saputra

2. Lorensius Dollu

3. Maria Lande

Tempat Praktek : RSUD Wates

Tanggal Praktik : 27 November - 09 Desember 2018

Judul Jurnal Yang Dikritisi : Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien
Gangguan Sistem Pernafasan. Poltekkes Kemenkes
Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang. email:
nh_150673@yahoo.com. JURNAL KEPERAWATAN
TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 48-52

Penulis : Arief Bachtiar, Nurul Hidayah, Amana Ajeng

TITLE AND ABSTRACT

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Kekurangan oksigen akan berdampak kematian sel. Oleh karena itu pada pasien
gangguan system pernafasan, oksigen tidak bisa terpenuhi secara normal melaikan
memerlukan bantuan terapi oksigen untuk memenuhi metabolism sel. Tujuan penelitian
ini adalah mengobservasi pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien
gangguan system pernafasan di RSUD Bangil Pasuruan. Desain penelitian ini
menggunakan metode diskriptif, sampel yang diambil yaitu seluruh perawat yang
bekerja diruang paru dan bangsal RSUD Bangil Pasuruan. Jumlah sampling yang
diambil yaitu 24 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Instrument yang
digunakan untuk pengumpulan data adalah observasi. Hasil penelitian dari 24 orang
diperoleh hasil 14 orang perawat berkemampuan “cukup baik” atau sekitar 58,3%. Serta
10 orang perawat berkemampuan “baik” dalam melakukan pemberian terapi oksigen
atau sekitar 41,6%. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan perlu ditingkatkan lagi sesuai dengan SOP.
Rekomendasi dari penelitian ini hendaknya perawat perlu melakukan evaluasi, dan
partisipasi perawat untuk memperhatikan SOP, khususnya tindakan pemberian terapi
oksigen.
INTRODUCTION

Background : Menurut hasil laporan World Health Organization (WHO) pada tahun
2012, Indonesia termasuk negara yang dikategorikan sebagai high
burden countries terhadap TB paru yaitu menduduki peringkat kelima
sebagai negara penyumbang penyakit TB setelah India, China, Afrika
selatan, Nigeria. Diperkirakan setiap tahun ada 429.720 kasus baru dan
66.000 kematian akibat TB (WHO, 2010). Provinsi Jawa Timur
menempati urutan kedua di Indonesia dalam jumlah penderita TB
(Dinkes Jatim, 2010). Biasanya pada orang yang mengalami gangguan
pernapasan, perawat memberikan terapi oksigen untuk membantu
memenuhi kebutuhan oksigenasi. Perawat dalam menjalankan
perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen (Harahap, 2005).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam
kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam
proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang
bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya, berbagai
upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini
terpenuhi dengan baik. Untuk itu setiap perawat harus paham dengan
manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada pasien serta mampu
mengatasi berbagai masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan
tersebut (Mubarak dkk., 2008) Berdasarkan hasil observasi dilapangan,
cara pemberian terapi oksigen yang dilakukan oleh perawat disana
bervariasi. Maksud dari bervariasi yaitu cara pemberiannya antara
masing-masing perawat, ada yang saat pemberian terapi lupa tidak cuci
tangan sebelum melakukan tindakan, ada yang lupa tidak mengisi
tabung humidifier dengan air steril dan ada juga yang lupa tidak
memberikan KIE tentang terapi oksigen dan lupa tidak mengobservasi
setelah dilakukan tindakan, ada pula yang melakukan tindakan
pemberian oksigen dengan sempurna. Pada dasarnya setiap perawat
mempunyai kemampuan yang baik dalam memberikan terapi oksigen
karena tindakan pemberian terapi oksigen ini merupakan bagian dari
materi yang sudah diberikan pada saat dibangku kuliah hanya saja
karena pemberian terapi oksigen sudah sering dilakukan perawat
terkadang menganggap gampang dan remeh tindakan ini, mereka
kurang teliti pada saat memberikan terapi oksigen sehingga tanpa
disadari muncul suatu masalah separti perawat lupa tiadak mengecek
humidifier padahal kelembapan udara yang terhumidifikasi secara
adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi pernapasan. Kemudian
misalnya saja perawat lupa tidak memberi KIE pada pasien untuk tidak
mengganti ukuran saturasi oksigen sendiri, karena apabila hal ini sering
terjadi maka saturasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan
hipoventilasi sedangkan pemberian oksigen yang diberikan secara
continue dengan saturasi yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas
oksigen (Asih dkk., 2003)

Objectives : Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pemberian


terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan di RSUD
Bangil Pasuruan.

METHODS

Study design : Pemberian Terapi Oksigen, Pasien Gangguan Pernapasan.

Seting : Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang paru dan bangsal RSUD
Bangil Pasuruan dimulai dari bulan Mei-Juli 2013

Participants : Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini penulis ingin


menggambarkan atau mendeskripsikan dan mendapatkan gambaran
tentang pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan system
pernapasan di RSUD Bangil pasuruan. Teknik sampling yang
digunakan adalah sampling jenuh 24 orang.
Variables : Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian terapi
oksigen
Data sources : Pelaksanaan pemberian terapi oksigen di RSUD Bangil Pasuruan
mayoritas adalah cukup (58,3%) dan 10 responden yang dapat
melakukan pelaksanaan terapi oksigen dengan baik ( 41,6%).
Bias :

Study size : Ukuran sampel adalah 24 orang

Quantitative Variables : variabel pemberian terapi oksigen

Statistical Methods : Data yang terkumpul melalui hasil observasi kemudian


ditabulasikan. Jika tiap-tiap point dilakukan maka diberi
tanda centang (√ ) pada kolom skor sesuai dengan kriteria
kemampuan. Kemudian dihitung dengan menggunakan
rumus dari Rukmono (2004).

RESULT

Participants : jumlah sampel yang digunakan adalah 24 orang dengan


alasan perawat yang bekerja di bangsal 24 orang.

Descriptive data : Karakteristik responden berdasarkan usia dapat diketahui


bahwa hasil análisis didapatkan rata-rata usia responden
28 tahun dengan standart deviasi 1,732 tahun. Usia
termuda 22 tahun dan usia tertua 36 tahun. Dari hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa diyakini rata-rata
usia responden berkisar antara 27 sampai dengan 29
tahun.

Outcome data : Hasil yang didapatkan cukup baik.

DISCUSSION

Key Result : Karakteristik responden berdasarkan usia dapat diketahui


bahwa hasil análisis didapatkan rata-rata usia responden 28
tahun dengan standart deviasi 1,732 tahun. Usia termuda 22
tahun dan usia tertua 36 tahun. Dari hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa diyakini rata-rata usia responden
berkisar antara 27 sampai dengan 29 tahun.

Limitations : tidak ada keterbatasan dalam penelitian ini. potensi bias


dalam penelitian ini adalah bersamaan melakukan
observasi dan dalam waktu yang bersamaan melakukan
tindakan sehingga bisa saja perawat melakukannya dengan
baik.

Generalisability : pemberian terap oksigen bisa saja membawa dampak


baik dan buruk bagi suatu rumah sakit, serta tenaga
kesehatan yang berkaitan.

OTHER INFORMATION

Funding : dana yang digunakan dalam penelitian ini adalah dana


pribadi.

Hasil Analisis Berdasarkan Jurnal : hasil analisis yang didapatkan dalam


penelitian ini adalah keterampilan dalam memberikan oksigen kepada pasien dalam
kategori cukup sehinggan perlu dikaji ulang kemampuan perawat dan keterampilan
dalam memberikan suatu tindakan atau keterampilannya.

BAB IV
IMPLIKASI KEPERAATAN

Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan keperawatan maka


kesimpulan yang ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang keperawatan dan
juga penelitian-penelitian selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka
implikasinya adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian mengenai variabel pemberian oksigenasi didapatkan bahwa
pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan yang
dilakukan oleh perawat diruang paru RSUD Bangil Pasuruan mayoritas adalah cukup
dengan persentase sebesar 58,3% .
Berdasarkan pada hasil penelitian di atas bahwa memberikan oksigenasi yang
berarti suatu kegiatan yang membutuhkan keterampilan.
Selama ini masalah oksigenasi kurang mendapat perhatian yang serius baik dari
pihak keperawatan. Maka dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya usaha
dan upaya dari pihak lembaga dan dari pihak pimpinan, dalam rangka meningkatkan
Kinerja perawat dengan cara mengadakan perbaikan pada yang bersangkutan. Dengan
mengadakan perbaikan tersebut diharapkan motivasi kerja perawat akan semakin
meningkat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan yang
dilakukan oleh perawat diruang paru RSUD Bangil Pasuruan mayoritas adalah cukup
dengan persentase sebesar 58,3%.

B. Saran
Dari penelitian ini disarankan perawat dapat lebih meningkatkan lagi kemampuan yang
sudah cukup baik menjadi lebih baik. Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan ini
sangat diperlukan upaya evaluasi dari tindakan apa saja yang sudah dilaksanakan khususnya
dalam melaksanakn pemberian terapi oksigen serta partisipasi perawat untuk memperhatikan
SOP yang sudah ditentukan. Jika perlu untuk meningkatkan kualitas kerja yang baik perlu
diberikan reward kepada perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan
memberi teguran pada perawat yang sering melakukan asuhan keperawatan dengan kurang
baik.
Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memanfaatkan dan mengkaji referensi hasil
penelitian yang telah ada dan lebih memperhatikan kereabilitasan alat ukur yang akan
digunakan serta labih teliti dalam melakukan pengumpulan data, agar hasil lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai