Anda di halaman 1dari 4

JOOH ANDHIKA KAWENGIAN

20014101103
RUPTUR PERINEUM
A. Pendahuluan
Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalam fisiologi. Keutuhan
perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan,
tetapi jugadi perlukan untuk mengontrol proses buang air besar dan buang air kecil,
menjagaaktifitas peristaltik normal (dengan menjaga tekanan intra abdomen) dan f
ungsi seksual yang sehatRobekan perineum terjadi hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang
jugapada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi den
gan menjaga tidak sampai dasar panggul dilalui kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin yang akanlahir tidak ditahan terlampau kuat dan lama
karena menyebabkan asfiksia perdarahan dalamtengkorak janin dan melemahkan
otot-otot dan pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama.
Pesalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang biasa
terjadi biasanya ringan tetapi sering kali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya,
untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.
Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah
pembedahan pervaginam.

B. Patofisiologi
Patofisiologi ruptur perineum diawali dengan peregangan pada bagian perineum,
terutama pada saat melahirkan yang akhirnya menyebabkan robekan pada dinding
vagina yang dapat meluas hingga mencapai anus.
Kondisi seperti primiparitas dapat menyebabkan ruptur perineum karena jalan lahir
dan perineum belum pernah teregang karena persalinan sebelumnya. Hal ini
menyebabkan kelenturan perineum masih belum cukup menahan ukuran janin dan
tekanan dorongan ibu, sehingga ruptur perineum akan terjadi.
Mekanisme lainnya adalah perineum yang pendek, menyebabkan tekanan pada
perineum tidak dapat ditoleransi dengan maksimal dan meningkatkan kemungkinan
ruptur perineum, yang juga dapat mengakibatkan perdarahan postpartum. Selain itu,
penggunaan instrumen pada persalinan biasanya berhubungan dengan penarikan,
sehingga menyebabkan tekanan dan regangan yang lebih tinggi pada perineum saat
proses persalinan.

C. Etiologi
Etiologi ruptur perineum umumnya terjadi ketika berlangsungnya persalinan,
diantaranya adalah persalinan kala 2 yang panjang atau adanya penggunaan alat
bantu untuk persalinan yang pada akhirnya juga memerlukan episiotomi untuk
memudahkan jalan lahir. Ada pula beberapa faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya ruptur perineum, yaitu faktor maternal, janin ataupun intrapartum.
Etiologi ruptur perineum secara umum terdiri dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan regangan pada perineum yang pada akhirnya merobek perineum,
antara lain adalah:
1. Persalinan kala 2 yang panjang
2. Penggunaan instrumen persalinan
3. Dorongan fundus pada persalinan
4. Episiotomi.

D. Epidemiologi
Epidemiologi ruptur perineum tergantung dari jumlah populasi dengan risiko tinggi,
masing-masing daerah memiliki jumlah populasi dengan risiko tinggi yang berbeda.
Ruptur perineum juga terjadi paling banyak pada persalinan pertama dan angkanya
menurun pada persalinan selanjutnya.
Epidemiologi ruptur perineum secara global digambarkan dengan prevalensi
sebesar 85% dari seluruh persalinan. Diduga sebesar 0,6-11% dari seluruh wanita
yang melahirkan per vaginam mengalami ruptur perineum derajat 3-4. Insidensi
ruptur perineum pada wanita primipara adalah sebesar 90,4% yang menurun hingga
68,8% pada wanita multipara.
E. Diagnosis
Diagnosis ruptur perineum dilakukan dengan pemeriksaan perineum dengan teliti
setiap selesai persalinan dengan mencari adanya robekan pada perineum.
Anamnesis pada ibu biasanya tidak terlalu berguna karena ibu pasti merasakan sakit
pasca melahirkan dan tidak dapat membedakan nyeri yang disebabkan oleh
laserasi. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan
penunjang seperti ultrasonografi saat ini dianjurkan untuk mendiagnosis ruptur
perineum.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ruptur perineum dilakukan berdasarkan derajat keparahan
ruptur, untuk derajat 1 dan 2, umumnya tergantung dari penilaian dokter dan juga
keputusan pasien.
Ruptur perineum derajat 3 dan 4 umumnya dilakukan penjahitan dengan mengikuti
beberapa prinsip (siapa yang melakukan tindakan, persiapan tindakan, cara
perbaikan ruptur, serta jenis alat dan bahan yang digunakan dalam tata laksana).
Adapun tata laksana tambahan lainnya dapat berupa non medikamentosa seperti ice
pack dan berendam di air hangat, ataupun dengan medikamentosa seperti antibiotik,
analgesik serta laksatif.

G. Prognosis
Prognosis ruptur perineum cenderung baik. Komplikasi dini ruptur
perineum meliputi nyeri, perdarahan, infeksi, dispareunia, edema, hematoma dan
dehisensi luka. Disfungsi seksual, umumnya yang menjadi masalah utama adalah
akibat nyeri perineum dan dispareunia. yang terjadi seperti infeksi, dehisensi luka
dapat dicegah dengan tata laksana yang cepat dan tepat.

H. Edukasi
Edukasi pasien dengan ruptur perineum mencakup kondisi dan pengertian ruptur
perineum, penyebab serta tata laksana ruptur perineum, prognosis terutama terkait
kehamilan selanjutnya, waktu yang dianjurkan untuk kembali melakukan hubungan
seksual, serta edukasi kemungkinan nyeri pada perineum pasca ruptur. Selain
edukasi, ruptur perineum dapat dicegah dengan berbagai cara yang dilakukan pada
saat intrapartum.
Dan diberikan juga edukasi tentang pijat perineum kepada ibu hamil agar dapat
mencegah kemungkinan terjadinya ruptur perineum.

Anda mungkin juga menyukai